BAB sisa

70
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SEPSIS NEONATAL 2.1.1 Definisi Sepsis pada bayi baru lahir adalah infeksi aliran darah yang bersifat invasif dan ditandai dengan ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti darah, cairan sumsum tulang, atau air kemih. Keadaan sepsis neonatal sering ditemukan pada BKB, BBLR, bayi dengan sindrom gangguan napas, dan bayi yang lahir dari ibu yang berisiko. Sepsis berat adalah keadaan sepsis yang disertai disfungsi organ kardiovaskular dan gangguan napas akut atau terdapat gangguan organ lain yaitu neurologi, hematologi, urogenital, dan hepatologi. 3 Dalam sepuluh tahun terakhir terdapat beberapa perkembangan baru mengenai definisi sepsis. Salah satunya menurut The International Sepsis Definition Conferences (ISDC,2001), sepsis adalah sindrom klinis dengan 1

description

bab sisa

Transcript of BAB sisa

Page 1: BAB sisa

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SEPSIS NEONATAL

2.1.1 Definisi

Sepsis pada bayi baru lahir adalah infeksi aliran darah yang bersifat invasif

dan ditandai dengan ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti darah,

cairan sumsum tulang, atau air kemih. Keadaan sepsis neonatal sering ditemukan

pada BKB, BBLR, bayi dengan sindrom gangguan napas, dan bayi yang lahir dari

ibu yang berisiko. Sepsis berat adalah keadaan sepsis yang disertai disfungsi

organ kardiovaskular dan gangguan napas akut atau terdapat gangguan organ lain

yaitu neurologi, hematologi, urogenital, dan hepatologi.3

Dalam sepuluh tahun terakhir terdapat beberapa perkembangan baru

mengenai definisi sepsis. Salah satunya menurut The International Sepsis

Definition Conferences (ISDC,2001), sepsis adalah sindrom klinis dengan

adanya Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan infeksi. Sepsis

merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS, sepsis, sepsis

berat, renjatan/syok septik, disfungsi multiorgan, dan akhirnya kematian.8

2.1.2 Epidemiologi

Angka kejadian sepsis di negara yang sedang berkembang masih cukup

tinggi berkisar 1,8-18 per 1000 kelahiran, sedangkan di negara maju hanya 1-5

pasien per 1000 kelahiran.3 Insidensinya mencapai 13-27 per 1000 kelahiran

1

Page 2: BAB sisa

hidup pada bayi dengan berat <1500gram. Angka kematian 13-50%, terutama

pada bayi prematur (5-10 kali kejadian pada neonatus cukup bulan) dan neonatus

dengan penyakit berat dini.9 Angka kejadian sepsis neonatal di Indonesia belum

terdata. Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta

periode Januari-September 2005, angka kejadian sepsis neonatal sebesar 13,68%

dengan angka kematian sebesar 14,18%.4

2.1.3 Etiologi dan Faktor Risiko

Infeksi neonatal dapat terjadi intrauterin melalui transplasental, didapat

intrapartum saat melalui jalan lahir selama proses persalinan, atau pascapartum

akibat sumber infeksi dari luar setelah lahir. Infeksi intrapartum dapat terjadi

pada saat melalui jalan lahir atau infeksi asendens bila terjadi partus lama dan

ketuban pecah dini yang paling sering menjadi penyebabnya adalah kelompok

virus yaitu herpes simplex, HIV, cytomegalovirus (CMV), dan hepatitis B.

Sedangkan kelompok bakteri termasuk Streptokokus grup B Gram negatif, kuman

enterik Gram negatif (terutama Escheria coli), gonokokus, dan klamidia. Infeksi

pasca persalinan terjadi karena kontak dengan ibu yang terinfeksi secara

langsung misalnya ibu yang menderita tuberkulosis (meskipun dapat ditularkan

intrauterin), melalui ASI (HIV, CMV), kontak dengan petugas kesehatan lain,

atau kuman di lingkungan rumah sakit.10 Terdapat perbedaan pola kuman

penyebab sepsis antar negara berkembang telah diteliti oleh World Health

Organization Young Infants Study Group pada tahun 1999, didapatkan kuman

isolat yang tersering ditemukan pada kultur darah adalah Staphylococcus

2

Page 3: BAB sisa

aureus (23%), Streptococcus pyogenes (20%), dan E. coli (18%).11 Faktor

risiko sepsis pada neonatus terbagi menjadi 3, yaitu faktor maternal, faktor

neonatal, dan faktor lainnya.12 Faktor maternal dibedakan lagi menjadi faktor

mayor dan minor. Faktor mayor meliputi ruptur membran ibu yang lama > 18

jam, ibu dengan demam intrapartum > 38°C, korioamnionitis, heart rate janin

> 160x/menit, dan ketuban berbau. Sedangkan faktor minor meliputi ruptur

membran ibu yang lama > 12 jam, ibu dengan demam intrapartum > 37,5°C,

apgar skor rendah berat badan lahir sangat rendah (BBLR < 1500 gram), usia

gravida < 37 minggu, kehamilan ganda, keputihan pada ibu yang tidak

diobati, dan ibu ISK atau tersangka ISK yang tidak diobati.13

Faktor risiko dari neonatal antara lain prematuritas, berat lahir rendah,

asfiksia, resusitasi setelah persalinan, prosedur invasif, anomali kongenital, nutrisi

parenteral, dan rawat inap yang cukup lama di neonatal intensive care unit

(NICU). Sedangkan faktor lainnya meliputi jenis kelamin laki-laki, neonatus

berkulit hitam, dan berasal dari tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah.12

2.1.4 Klasifikasi

Sepsis neonatal biasanya dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu sepsis

awitan dini (SAD) dan sepsis awitan lambat (SAL). Pada awitan dini, ditemukan

kelainan pada usia < 3 hari dan infeksi terjadi secara vertikal karena penyakit ibu

atau infeksi yang diderita ibu selama persalinan atau kelahiran. Sedangkan pada

awitan lambat terjadi infeksi dari kuman yag berasal dari lingkungan sekitar Bayi

3

Page 4: BAB sisa

Tetelah hari ke-3 kelahiran, disebut pula infeksi transmisi horisontal, termasuk

infeksi nosokomial.3

Di negara maju, kuman tersering yang ditemukan pada kasus SAD

adalah Streptokokus Grup B (>40% kasus), Escherichia coli, Haemophilus

influenza, dan Listeria monocytogenes, sedangkan di negara berkembang

termasuk Indonesia, mikroorganisme penyebabnya adalah batang gram

negatif.14 Angka kejadian SAD berkisar 3,5 kasus per 1000 kelahiran hidup

dengan angka mortalitas sebesar 15-50%.15

Sepsis awitan lambat (SAL) merupakan infeksi postnatal (lebih dari 72

jam) yang diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi

nosokomial). Angka mortalitas SAL lebih rendah daripada SAD yaitu kira-kira

10-20%. Di negara maju, Coagulase-negatif Staphilococci (CONS) dan Candida

albicans merupakan penyebab utama SAL, sedangkan di negara berkembang

didominasi oleh mikroorganisme batang Gram negatif (E. coli, Klebsiella,

dan Pseudomonas aeruginosa).16

2.1.5 Patofisiologi

Sejak masa kehamilan sampai ketuban pecah, janin relatif terlindungi dari

flora normal ibu oleh membran/dinding korioamniotik, plasenta, dan faktor

antibakteria dalam air ketuban. Beberapa tindakan medis yang mengganggu

integritas isi rahim seperti amniosintesis, cervical cerclage, pengambilan contoh

vili korialis transservikal, atau pengambilan contoh darah perkutaneus, dapat

memudahkan organisme normal kulit atau vagina masuk sehingga menyebabkan

4

Page 5: BAB sisa

amnionitis dan infeksi sekunder pada janin. Bila ketuban pecah lebih dari 24

jam, bakteri vagina dapat bergerak naik dan pada beberapa kasus menyebabkan

infamasi pada membran janin, tali pusat, dan plasenta.17

Infeksi pada janin dapat disebabkan oleh aspirasi air ketuban yang

terinfeksi yang mengakibatkan neonatus lahir mati, persalinan kurang bulan,

atau sepsis neonatal. Infeksi pada ibu saat proses kelahiran terutama infeksi

genital adalah jalur utama transmisi maternal dan dapat berperan penting pada

kejadian infeksi neonatal. Infeksi hematogen transplasental selama atau segera

sebelum persalinan (termasuk saat pelepasan plasenta) dapat terjadi walaupun

infeksi lebih mungkin terjadi saat neonatus melewati jalan lahir. Saat bakteri

mencapai aliran darah, sistem monosit-makrofag dapat menyingkirkan organisme

tersebut secara efisien dengan opsonisasi oleh antibodi dan komplemen sehingga

bakteriemi hanya terjadi singkat. Bakteremia tergantung dari usia pasien, virulensi

dan jumlah bakteri dalam darah, status nutrisi dan imunologis, waktu dan asal

intervensi terapi.17

Perjalanan penyakit yang terjadi pada sepsis neonatus dapat dilihat di

Tabel 1.

Tabel 1. Manifestasi Klinis dan Tahapan Sepsis pada Neonatus

Bila ditemukan dua atau lebih keadaan:

Laju nafas >60x/m dengan/tanpa

retraksi dan desaturasi O2

Suhu tubuh tidak stabil (<36ºC atau

>37.5ºC)

Fetal Inflammatory Response Syndrome

(FIRS)

Atau

Systemic Inflammatory Response

Syndrome (SIRS)

5

Page 6: BAB sisa

Waktu pengisian kapiler > 3 detik

Hitung leukosit <4000x109/L atau

>34000x109/L

CRP >10mg/dl

IL-6 atau IL-8 >70pg/ml

16 S rRNA gene PCR : Positif

Terdapat satu atau lebih kriteria FIRS/SIRS

disertai dengan gejala klinis infeksi seperti

terlihat dalam Tabel 2.

SEPSIS

Sepsis disertai hipotensi dan disfungsi

organ tunggalSEPSIS BERAT

Sepsis berat disertai hipotensi dan

kebutuhan resusitasi cairan dan obat-obat

inotropik

SYOK

SEPTIK

Terdapat disfungsi multi organ meskipun

telah mendapatkan pengobatan optimal

SINDROM DISFUNGSI

MULTIORGAN

Sumber : Haque KN.Pediatr Crit Care Med 2005; 6(3): 45-9

Tabel 2. Kriteria SIRS

Usia Neonatus SuhuLaju nadi per

menit

Laju napas per

menit

Jumlah leukosit

X 103/mm3

0-7 hari>38,5oC atau

<36oC>180 atau <100 >50 >34

7-30 hari >38,5oC atau >180 atau <100 >40 >19,5 atau <5

6

Page 7: BAB sisa

<36oC

Catatan: Definisi SIRS pada neonatus ditegakkan bila ditemukan 2 dari 4 kriteria

dalam tabel (salah satu di antaranya kelainan suhu atau leukosit)

Sumber: Goldstein B, Giroir B, Randolph A.Pediatr Crit Care Med 2005; 6(1): 2-8

2.1.6 Diagnosis

Manifestasi Klinis

Diagnosis dini sepsis ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan terapi

diberikan tanpa menunggu hasil kultur. Tanda dan gejala sepsis neonatal tidak

spesifik dengan diagnosis banding yang sangat luas, termasuk gangguan napas,

penyakit metabolik, penyakit hematologik, penyakit susunan syaraf pusat,

penyakit jantung, dan proses penyakit infeksi lainnya (misalnya infeksi TORCH ).

Bayi yang diduga menderita sepsis bila terdapat gejala9 :

• Letargi, iritabel

• Tampak sakit

• Kulit berubah warna keabu-abuan, gangguan perfusi, sianosis, pucat, kulit

bintik-bintik tidak rata, petekie, ruam, sklerema atau ikterik

• Suhu tidak stabil demam atau hipotermi

• Perubahan metabolik hipoglikemi atau hiperglikemi, asidosis metabolik

• Gejala gangguan kardiopulmonal gangguan pernapasan (merintih, napas cuping

hidung,

7

Page 8: BAB sisa

retraksi, takipnu), apnu dalam 24 jam pertama atau tiba-tiba, takikardi, atau

hipotensi (biasanya timbul lambat)

• Gejala gastrointestinal: toleransi minum yang buruk, muntah, diare, kembung

dengan atau tanpa adanya bowel loop.

Pemeriksaan Penunjang

Hematologi berupa arah rutin, termasuk kadar hemoglobin, hematokrit,

leukosit, dan trombosit. Pada umumnya terdapat neutropeni PMN <1800/µl,

trombositopeni <150.000/µl (spesifisitas tinggi, sensitivitas rendah), neutrofil

muda meningkat >1500/µl, rasio neutrofil imatur : total >0,2. Adanya reaktan fase

akut yaitu CRP (konsentrasi tertinggi dilaporkan pada infeksi bakteri, kenaikan

sedang didapatkan pada kondisi infeksi kronik), LED, GCSF (granulocyte colony

stimulating factor), sitokin IL-1ß, IL-6 dan TNF (tumour necrosis factor).9

Biakan darah atau cairan tubuh lainnya (cairan serebrospinalis) serta uji

resistensi, pelaksanaan pungsi lumbal masih kontroversi, dianjurkan dilakukan

pada bayi yang menderita kejang, kesadaran menurun, klinis sakit tampak makin

berat dan kultur darah positip. Apabila ada indikasi, dapat dilakukan biakan tinja

dan urin. Dapat pula dilakukan pemeriksaan apusan Gram dari bahan darah

maupun cairan liquor, urin, serta pemeriksaan bilirubin, gula darah, dan elektrolit

(natrium, kalium).9

2.1.7 Tatalaksana

Eliminasi kuman merupakan piliha utama dalam tatalaksana sepsis pada

neonatus, dilakukan dengan cara pemberian antibiotik yang tepat. Pemberian

8

Page 9: BAB sisa

antibiotik secara empiris dapat dilakukan secara cepat selama menunggu hasil

kultur untuk menghambat laju perjalanan penyakit, ditentukan dari pola kuman

dan pola resistensi kuman di tempat tersebut. Pemberian antibiotik kombinasi

dilakukan untuk memperluas cakupan miktoorganisme yang mungkin menyerang

pasien, diupayakan agar kombinasi tersebut sensitif terhadap bakteri Gram positif

dan negatif. Antibiotik yang sering digunakan ialah golongan

ampisilin/kloksasilin/vankomisin dan golongan aminoglikosid/sefalosporin. Lama

pengobatan dianjurkan selama 10-14 hari untuk bakteri Gram positif, dan

dilanjutkan hingga 2-3 minggu untuk bakteri Gram negatif.3

Selain itu, dapat pula diberikan terapi tambahan untuk mengatasi berbagai

defisiensi dan belum matangnya fungsi pertahanan tubuh bayi baru lahir, serta

mengatasi perubahan yang terjadi dalam perjalanan penyakit, dan cascade

inflamasi pada pasien sepsis neonatal. Terapi tersebut antara lain3 :

1. Pemberian immunoglobulin secara intavena (Intravenous Immunoglobulin –

IVIG)

2. Pemberian fresh frozen plasma (FFP)

3. Tindakan transfusi tukar

2.2 HIPOGLIKEMIA

2.2.1 Definisi

Hipoglikemia adalah keadaan hasil pengukuran kadar glukosa darah serum

di bawah 45 mg/dl (2,6 mmol/L). Hipoglikemia sering terjadi pada BBLR

9

Page 10: BAB sisa

dikarenakan cadangan gukosa yang rendah. Hipoglikemi merupakan masalah

yang cukup serius pada neonatus karena dapat menimbulkan kejang yang

berujung dengan hipoksia otak hingga kerusakan sistem saraf pusat, bahkan

kematian.18

2.2.2 Epidemiologi

Frekuensi hipoglikemia pada bayi/anak belum diketahui pasti. Di

Amerika dilaporkan sekitar 14000 bayi menderita hipoglikemia. Gutberlet

dan Cornblath melaporkan frekuensi hipoglikemia 4,4 per 1000 kelahiran hidup

dan 15,5 per 1000 BBLR. Hanya 200 – 240 penderita hipoglikemia persisten

maupun intermiten setiap tahunnya yang masuk rumah sakit. Angka ini

berdasarkan observasi bahwa penderita hipoglikemia berjumlah 2-3 per 1000 anak

yang masuk rumah sakit, sedangkan anak yang dirawat berjumlah 80.000

pertahun.19

Hipoglikemia lebih sering terjadi pada neonatus yang lahir pada kurang

dari 37 minggu dan lebih dari 40 minggu usia kehamilan, dengan tingkat kejadian

2,4% pada neonatus lahir pada 37 minggu usia kehamilan, 0,7% pada neonatus

lahir pada 38-40 minggu dari usia kehamilan. Selain itu, 1,6% dan 1,8% pada

neonatus yang lahir pada usia kehamilan 41 dan 42 minggu.20

.

2.2.3 Etiologi dan Faktor Risiko

Hipoglikemia pada neonatus dapat disebabkan oleh keadaan

hiperinsulinisme yaitu peningkatan pemakaian dan sensitivitas glukosa. Selain itu

10

Page 11: BAB sisa

dapat pula disebabkan oleh penurunan produksi dan penyimpanan glikogen serta

lemak.5

Bayi yang beresiko terkena hipoglikemia antara lain bayi dari ibu diabetes

(IDM), bayi yang besar untuk masa kehamilan (BMK), bayi yang kecil untuk

masa kehamilan (KMK), bayi prematur dan lewat bulan, bayi sakit atau stress

(RDS, hipotermia), bayi yang puasa, bayi dengan polisitemia, bayi dengan

eritroblastosis, serta obat-obatan yang dikonsumsi ibu, misalnya sterorid, beta-

simpatomimetik dan beta blocker.18

2.2.4 Patofisiologi

Glukosa mempunyai peran penting dalam metabolisme otak. Transportasi

glukosa di otak difasilitasi oleh proses difusi yang sangat bergantung kepada

konsentrasi glukosa dalam darah.21,22 Selama dalam kandungan, janin sangat

bergantung pada kadar glukosa ibu yang ditransfer melalui plasenta. Setelah lahir,

bayi harus menjaga kadar glukosa dalam darahnya dengan memproduksi dan

mengatur suplai glukosa sendiri. Sistem homeostasis glukosa tergantung pada

keseimbangan antara keluaran glukosa hepatik dengan penggunaan glukosa

perifer. Keluaran glukosa hepatik berhubungan dengan fungsi glikogenolisis dan

glukoneogenesis yang dipengaruhi faktor hormonal, serta perubahan metabolik

selama bayi dalam kandungan dan setelah lahir. Keseimbangan produksi dan

penggunaan glukosa harus dijaga agar tidak terjadi hipoglikemia atau

hiperglikemia karena kedua keadaan ini akan berpengaruh buruk terhadap bayi

terutama untuk metabolisme otak. Kadar glukosa harus dipertahankan antara 75-

11

Page 12: BAB sisa

100 mg/dL sebagai substrat yang adekuat bagi otak. Kadar yang rendah akan

menyebabkan eksitotoksik asam amino sehingga akan memperluas infark.23

Hipoglikemi sering terjadi pada  BBLR, karena cadangan glukosa rendah.

Selain itu, pada ibu DM terjadi transfer glukosa yang berlebihan pada janin

sehingga respon insulin juga meningkat pada janin. Saat lahir di mana jalur

plasenta terputus maka transfer glukosa berhenti sedangkan respon insulin masih

tinggi sehingga terjadi hipoglikemi. Setiap stress yang terjadi mengurangi

cadangan glukosa yang ada karena meningkatkan penggunaan cadangan glukosa,

misalnya  pada asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan.24

2.2.5 Diagnosis

Manifestasi Klinis

Hipoglikemia sering asimptomatis dan sering menyerupai gejala dan tanda

dari banyak masalah lain pada neonatus. Gejala yang sering terlihat antara lain:18

tremor (jitteriness)

bayi lemah, apatis, letargi, berkeringat dingin

sianosis

kejang

apnea atau napas lambat dan tidak teratur

tangis melengking atau lemah merintih

hipotoni

sulit minum atau menyusu

nistagmus gerakan involunter pada mata

12

Page 13: BAB sisa

Pemeriksaan Laboratorium

Pemantauan glukosa di tempat tidur merupakan tindakan yang tepat untuk

penapisan dan deteksi awal. Hipoglikemia harus dipastikan dengan nilai

laboratorium serum berupa kadar gula darah sewaktu.5

2.2.6 Tatalaksana

Bayi dengan hipoglikemia harus segera diberikan 200 mg/kgBB glukosa

atau 2 cc/kgBB dektrosa 10% selama 5 menit, diulangi sesuai dengan kebutuhan.

Larutan glukosa konsentrat seperti glukosa 40% tidak dianjurkan karena dapat

meningkatkan tekanan osmotik dan hiperinsulinisme. Infus berkesinambungan

dengan glukosa 10% kecepatan 6-8 mg/kg/menit harus diberikan dengan

pemantauan glukosa di tempat tidur.5

13

Page 14: BAB sisa

BAB III

LAPORAN KASUS

I. Identitas

Nama : By. T Nama Ibu : Ny. S

Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 34 tahun

Umur : 5 hari Pendidikan : D3

Anak ke - : 4 Agama : Islam

Nama Ayah : Tn. SR Suku : Dayak

Umur : 43 tahun Bangsa : Indonesia

Pekerjaan : Karyawan swasta Alamat : Jl. Nusa Indah,

Pendidikan : S1 Kapuas

Pekerjaan : PNS

II. Riwayat Penyakit Sekarang

a. Enam Hari Sebelum Masuk Rumah Sakit (01 Februari 2014)

Bayi T dilahirkan di sebuah rumah sakit swasta kota Banjarmasin

secara spontan dengan presentasi belakang kepala. Berdasarkan anamnesis

dengan ibu, Bayi T segera menangis kuat setelah dilahirkan, tidak biru, dan

tidak mendapatkan alat bantu pernapasan saat lahir. Berat badan lahir Bayi

14

Kelahiran Bayi T

01 Februari

2014

Muncul keluhan (Demam)

02 Februari

2014

Rawat inap di RSUD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo

03 Februari

2014

Dirujuk dan dirawat inap di RSUD Ulin Banjarmasin

06 Februari

2014

Page 15: BAB sisa

T 2.910 gram, panjang badan lahir 50 cm, lingkar kepala 33 cm, dan lingkar

dada 33 cm. Berdasarkan lingkar kepala, dapat diperkirakan usia kehamilan

berdasarkan Finnstrom, yaitu:

Nilai Finnstrom = 11.03+(7,75 x 33)

7=38 minggu

Bayi belum mendapatkan imunisasi sejak dilahirkan, hanya

mendapatkan suntikan vitamin K1. Bayi T juga tidak mendapatkan

antibiotik profilaksis setelah dilahirkan karena tidak terdapat faktor risiko

mayor maupun minor terkait risiko infeksi neonatal. Setelah lahir, Bayi T

segera dibawa pulang kembali ke kota asalnya di Kapuas.

b. Lima Hari Sebelum Masuk Rumah Sakit (02 Februari 2014)

Pada usia 2 hari, Bayi T mengalami demam tinggi hingga suhu tubuh

mencapai 39oC pada pukul 11.00 pagi. Ibu bayi sempat memberikan obat

antipiretik dan kompres hangat, suhu tubuh bayi turun kembali normal,

kemudian suhu naik kembali beberapa jam kemudian. Pada saat demam,

Bayi T menjadi lebih rewel dan selalu ingin menyusu. Ibu menyatakan

bahwa Bayi T saat itu belum mengalami kejang ataupun menggigil.

c. Empat Hari Sebelum Masuk Rumah Sakit (03 Februari 2014)

Orangtua bayi membawa Bayi T ke RSUD dr. H. Soemarno

Sosroatmodjo karena demam tidak kunjung turun. Bayi T kemudian dirawat

inap di RS tersebut sejak tanggal 03 Februari hingga 05 Februari 2014.

Berdasarkan rekam medik, diketahui bahwa Bayi T sempat mengalami

15

Page 16: BAB sisa

kejang saat dirawat inap, namun mengenai tipe kejangnya tidak dapat

diketahui karena tidak tertulis di rekam medik dan oragtua pasien juga tidak

melihat secara langsung saat anaknya mengalami kejang. Selama dirawat

inap di RSUD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo, Bayi T mendapatkan terapi

berupa infus D5% (10 tetes per menit), oksigen (1-2 liter/menit), injeksi

cefotaxim (2x150mg), dan injeksi fenobarbital (2x7,5mg). Setelah dirawat 3

hari di RSUD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo, Bayi T kemudian dirujuk ke

RSUD Ulin Banjarmasin untuk mendapatkan perawatan intensif.

d. Hari Masuk Rumah Sakit (06 Februari 2014)

Bayi T dirujuk dari RSUD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo ke RSUD

Ulin Banjarmasin dengan diagnosis sementara suspect sepsis neonatal,

kejang neonatus, dengan riwayat hipoglikemia. Pada saat itu, Bayi T sudah

tidak mengalami kejang lagi. Keadaan umum bayi tampak sakit sedang,

menangis kuat, gerakan aktif. Frekuensi nadi 130 kali/menit, frekuensi

napas 66 kali/menit, suhu 36,7o C, berat badan 3.000 gram.

Pemeriksaan Fisik (06 Februari 2014)

Kulit berwarna kemerahan, sianosis tidak ada, ikterik tidak ada,

hemangioma tidak ada, turgor cepat kembali, kelembapan cukup, dan kulit

tidak tampak pucat. Rambut berwarna hitam, tipis, distribusi merata,

karakteristik lurus, tidak ada alopesia. Bentuk kepala mesosefali, ubun-ubun

besar cekung dan belum menutup, ubun-ubun kecil belum menutup, wajah

simetris, tidak ada edema. Pada pemeriksaan mata, palpebra tidak edema,

16

Page 17: BAB sisa

alis dan bulu mata tidak mudah dicabut, konjungtiva tidak pucat, sklera

tidak ikterik, produksi air mata cukup. Telinga bentuk simetris, recoil cepat

kembali, tidak ada sekret, serumen minimal. tidak terdapat deviasi septum

pada hidung, pernapasan cuping hidung tidak ada, epistaksis tidak ada,

kotoran hidung minimal. Mulut berbentuk simetris, mukosa bibir berwarna

merah muda, gusi tidak berdarah, pembengkakan tidak ada, anemis tidak

ada.

Pada pemeriksaan leher tidak ditemukan adanya pembesaran kelenjar,

kuduk kaku tidak ada, massa tidak ada, tortikolis tidak ada. bentuk thoraks

simetris, tidak terlihat retraksi, tidak terdapat dispneu. Suara napas

bronkhovesikuler, tidak ditemukan adanya rhonki dan wheezing. Bunyi

jantung normal, S1<S2 tunggal, tidak ditemukan adanya bising jantung dan

gallop. Bentuk abdomen simetris, supel, dan cembung. Bising usus positif

normal, dan tidak teraba hepar/lien/massa. Akral hangat pada ekstremitas

atas dan bawah, tidak ada edema maupun parese. Tidak ada atresia ani, jenis

kelamin laki-laki, desensus testikulorum lengkap, dan diuresis positif.

Pemeriksaan Penunjang (06 Februari 2014)

Hasil pemeriksaan laboratorium darah 06 Februari 2014

PemeriksaanHasil

(06-02-14)

Nilai

RujukanSatuan

Glukosa Darah

Sewaktu44 <200 mg/dl

Bilirubin Total 17.20 0.20-1.20 mg/dl

17

Page 18: BAB sisa

Bilirubin. Direk 2.23 0.00-0.40 mg/dl

Bilirubin Indirek 14.97 0.20-0.60 mg/dl

Natrium 145.6 135-146 mmol/l

Kalium 5.1 3.4-5.4 mmol/l

Chlorida 110.6 95-100 mmol/l

CRP Negatif < 1.35 mg/l

Diagnosa Banding

I. Sepsis neonatal dengan riwayat hipoglikemia

Infeksi neonatal dengan riwayat hipoglikemia

Tetanus neonatorum dengan riwayat hipoglikemia

II. Bayi cukup bulan

Bayi kurang bulan

Bayi lebih bulan

III. Sesuai masa kehamilan

Besar masa kehamilan

Kecil masa kehamilan

IV. Bayi berat lahir cukup

Bayi berat lahir lebih

Bayi berat lahir rendah

18

Page 19: BAB sisa

Diagnosa Sementara

I. Sepsis neonatal dengan riwayat hipoglikemia

II. Bayi cukup bulan

III. Sesuai masa kehamilan

IV. Bayi berat lahir cukup

Usulan/Saran

i. Pemeriksaan darah lengkap

ii. Pemeriksaan gula darah sewaktu

iii. Pemeriksaan elektrolit

iv. Pemeriksaan kultur darah

v. Pemeriksaan CRP

vi. Pemeriksaan foto thoraks

vii. Pemeriksaan USG abdomen

viii. Pemeriksaan lumbal fungsi

Penatalaksanaan Awal (06 Februari 2014)

Rawat inkubator (jaga T 36,5-37,5oC)

Terapi O2

IVFD D10% + NaCl 0,9% + KCl + Ca glukonas

ASI on demand

Injeksi ampicilin 2x150 mg

Injeksi gentamisin 1 mg/36 jam

Injeksi fenobarbital 40 mg bolus (loading dose), dilanjutkan injeksi

fenobarbital 2x7,5 mg (maintenance)

19

Page 20: BAB sisa

Monitor keadaan umum, tanda vital, dan CRT

IV. Perjalanan Penyakit

Bayi T dirawat dengan program rawat inkubator dan pemberian IVFD

D10%+NaCl 0,9+Ca gukonas+KCL, serta ASI on demand. Sejak dirawat

inap di ruang Teratai RSUD Ulin Banjarmasin, diagnosis mengarah kepada

sepsis neonatal. Dilakukan kultur darah pada Bayi T untuk mengetahui jenis

mikroorganisme yang terdapat di dalam darah. Selama menunggu hasil

kultur, Bayi T mendapatkan antibiotik lini pertama yaitu ampisilin (2x150mg)

dan gentamisin (1gr/36 jam) dan antibiotik lini kedua berupa ceftazidine

(2x150mg) hingga hasil kultur keluar pada tanggal 11 Februari 2014 yaitu

Staphylococcus haemolyticus sehingga digunakan antibiotik yang sensitif

yaitu vancomycin (2x30mg). Selain itu, Bayi T juga mendapatkan obat untuk

kejang berupa fenobarbital pada hari pertama untuk loading dose (40 mg

bolus) dan fenobarbital maintenance bebas kejang (2x7,5mg) untuk hari

selanjutnya.

Pada Bayi T ditemukan keadaan hipoglikemia pada hari pertama rawat

inap, kemudian leukositosis, trombositopenia, dan ikterik. Hasil follow up dan

pemeriksaan penunjang Bayi T sejak tanggal 06 Februari hingga 20 Februari

2014 dapat dilihat pada data berikut.

20

Page 21: BAB sisa

a. Follow up Tanggal 06-10 Februari 2014

Tanggal 06-02-14 07-02-14 08-02-14 09-02-14 10-02-14SubjectiveGerakan : aktif + + < < +Menangis : kuat + + < < +Kejang - - - - -Kulit : kemerahan < + + + +Merintih - - - - -ObjectiveNadix/mnt

RRx/mnt

Suhux/mnt

170 80 39,5160 75 39150 70 38,5140 65 38130 60 37,5120 55 37110 50 36,5100 45 3690 40 35,580 35 35

CRT 2” 2” 2” 2” 2”Kulit : Kemerahan < + + + + Anemis - - - - - Ikterik - + + - - Turgor cepat kembali

+ + + + +

Mata : ikterik -/- +/+ +/+ -/- -/-Hidung : Pernapasan cuping hidung

- - - - -

Mulut : Sianosis - - - - -Leher : Kaku kuduk - - - - -Toraks : Retraksi - - - - -Abdomen : supel + + + + +Ekstremitas : akral hangat

+ + + + +

Assessment

Susp. Sepsis,

hipoglike-mia

Susp. Sepsis, ikterik

Susp. Sepsis, ikterik

Susp. Sepsis

Susp. Sepsis,

trombositopenia

ProgramsRawat inkubator + + + + +Terapi O2 - - - - -IVFD D10%+NaCl 0,9+Ca gukonas+KCL

+ + + + +

ASI on demand + + + + +Injeksi ampicilin 2 x + + + + +

21

Page 22: BAB sisa

150 mgInjeksi gentamicin 1mg/36 jam

+ + + + +

Injeksi fenobarbital 40 mg bolus (loading dose)

+ + - - -

Injeksi fenobarbital 2x7,5mg (maintanance)

+ + + + +

Rencana

Px GDSElektrolitKulturPx CRP

Latih ASILPFototerapi

Latih ASILPFototerapi

Latih ASILPFototerapi

Latih ASILPPx DL

Hasil pemeriksaan penunjang

GDS dan CRP

- - - DL

Pemeriksaan Laboratorium Darah (06 Februari 2014)

PemeriksaanHasil

(06-02-14)

Nilai

RujukanSatuan

Glukosa Darah

Sewaktu*44 <200 mg/dl

Bilirubin Total* 17.20 0.20-1.20 mg/dl

Bilirubin. Direk* 2.23 0.00-0.40 mg/dl

Bilirubin Indirek* 14.97 0.20-0.60 mg/dl

Natrium 145.6 135-146 mmol/l

Kalium 5.1 3.4-5.4 mmol/l

Chlorida 110.6 95-100 mmol/l

CRP Negatif < 1.35 mg/l

Pemeriksaan Laboratorium Darah 10 Februari 2014

PemeriksaanHasil

(10-02-14)

Nilai

RujukanSatuan

Hemoglobin 14.8 12-20 g/dl

Lekosit* 12.3 4.0-10.5 ribu/ul

Eritrosit 4.30 4.00-6.00 juta/ul

Trombosit* 87 150-450 ribu/ul

22

Page 23: BAB sisa

Hematokrit 42.1 42.00-52.00 vol%

RDW-CV 15.2 11.5-14.7 %

MCV 98.1 80.0-97.0 fi

MCH 34.4 27.0-32.0 Pg

MCHC 35.1 32.0-38.0 %

Bilirubin Total* 14.47 0.20-1.20 mg/dl

Bilirubin. Direk* 2.00 0.00-0.40 mg/dl

Bilirubin Indirek* 14.27 0.20-0.60 mg/dl

b. Follow up tanggal 11-15 Februari 2014

Tanggal 11-02-14 12-02-14 13-02-14 14-02-14 15-02-14SubjectiveGerakan : aktif + < < < <Menangis : kuat + < + < <Kejang - - - - -Kulit : kemerahan + + + + +Merintih - - - - -Objective

Nadix/mnt

RRx/mnt

Suhux/mnt

170 80 39,5160 75 39150 70 38,5140 65 38130 60 37,5120 55 37110 50 36,5100 45 3690 40 35,580 35 35

CRT 4” 2” 3” 2” 2”Kulit : Kemerahan + + + + + Anemis - - - - -

Ikterik - -+

(kremer III)

- -

Turgor cepat kembali + + + + +Mata : ikterik -/- -/- +/+ +/+ -/-Hidung : Pernapasan cuping hidung

- - - - -

Mulut : Sianosis - - - - -Leher : Kaku kuduk - - - - -

23

Page 24: BAB sisa

Toraks : Retraksi - - - - -Abdomen : supel + + + + +Ekstremitas : akral hangat + + + + +

Assessment

Sepsis neonatal,Trombo-sitopenia

Sepsis neonatal,Trombo-sitopenia

Sepsis neonatal,Ikterik

neonatus,Trombo-sitopenia

Sepsis neonatal

Sepsis neonatal

ProgramsRawat inkubator + + + + +

Terapi O2

+(7cm H2O

FiO2

21%)

+(6cm

H2O FiO2

21%)

+(6cm

H2O FiO2

21%)

+(6cm H2O FiO2

21%)

+(6cm H2O FiO2

21%)

IVFD D10%+NaCl 0,9+Ca gukonas+KCL

+ (9cc/jam)

+(7,5

cc/jam)

+(10,3

cc/jam)

+(11,5

cc/jam)

+(9,9

cc/jam)ASI on demand - - - - -

AF 2 ½ gr-3 gr+(5

cc/jam)

+(6,25

cc/jam)

+(7,5

cc/jam)

+(7,5

cc/jam)

+(7,5

cc/jam)

Ivelip 2 gr-3 ½ gr+

(1,25 cc/jam)

+(1,25

cc/jam)

+(2,18

cc/jam)

+(2,18

cc/jam)

+(2,18

cc/jam)Dopamin + + - - -PO: puasa + - - - -

PO: urdafak-

(3x5)+

(3x5)+

(3x1)+

(3x1)-

PO: vitamin ACE -+

(1x1)+

(3x1)+

(1x1)-

PO: Erytromycin 3 x 1 - - - + +Injeksi ceftazidine 2 x 150 mg

+(H. II)

+(H. III)

+(H. IV)

- -

Injeksi vancomycin 2 x 30 mg

- - -+

(H. I)+

(H.II)Injeksi sibital 2 x 5 mg + + + - -Injeksi ranitidin 3 x 3 mg + + + + +

Injeksi amikasin 3 x 22 mg+

(H. I)+

(H. II)+

(H. III)+

(H. IV)+

(H. V)Vitamin K 1 x 1 mg + + + + +Omeprazol 1 x 2 mg + + + + +

Rencana

Foto thoraks, USG kepala, LP, Hasil kultur

Foto thoraks, USG kepala,LP

Foto thoraks, USG kepala, LP

Foto thoraks, USG kepala, LP

Foto thoraks, USG kepala, LP

24

Page 25: BAB sisa

Hasil pemeriksaan penunjangHasil kultur

Px darah lengkap

Px darah lengkap

- -

Pemeriksaan Laboratorium Darah 11 Februari 2014

PemeriksaanHasil

(11-02-14)Nilai Rujukan Satuan

Glukosa Darah Sewaktu 111 <200 mg/dl

Hemoglobin 17.9 12-20 g/dl

Lekosit* 24.4 4.0-10.5 ribu/ul

Eritrosit 5.48 4.00-6.00 juta/ul

Trombosit* 33 150-450 ribu/ul

Hematokrit 51.7 42.00-52.00 vol%

RDW-CV 16.9 11.5-14.7 %

MCV 94.4 80.0-97.0 fi

MCH 32.6 27.0-32.0 Pg

MCHC 34.6 32.0-38.0 %

Albumin 3.8 3.5-5.5 g/dl

Kalsium 15.00 8.8-10.6 mg/dl

Natrium 140.8 135-146 mmol/l

Kalium 5.2 3.4-5.4 mmol/l

Chlorida 108.0 95-100 mmol/l

25

Page 26: BAB sisa

Pemeriksaan Hasil Kultur Darah 11 Februari 2014

Pemeriksaan Laboratorium Darah 12 Februari 2014

PemeriksaanHasil

(12-02-14)

Nilai

RujukanSatuan

Hemoglobin 15.4 12-20 g/dl

Lekosit* 25.9 4.0-10.5 ribu/ul

Eritrosit 4.71 4.00-6.00 juta/ul

Trombosit* 26 150-450 ribu/ul

Hematokrit 43.1 42.00-52.00 vol%

RDW-CV 17.7 11.5-14.7 %

MCV 91.7 80.0-97.0 fi

MCH 32.6 27.0-32.0 Pg

26

Page 27: BAB sisa

MCHC 35.7 32.0-38.0 %

PT 11.0 9.9-13.5 detik

APTT 27.2 22.2-37.0 detik

Pemeriksaan Laboratorium Darah 13 Februari 2014

PemeriksaanHasil

(13-02-14)

Nilai

RujukanSatuan

Hemoglobin 16.4 12-20 g/dl

Lekosit* 13.4 4.0-10.5 ribu/ul

Eritrosit 5.14 4.00-6.00 juta/ul

Trombosit* 38 150-450 ribu/ul

Hematokrit 47.1 42.00-52.00 vol%

RDW-CV 17.2 11.5-14.7 %

MCV 91.7 80.0-97.0 Fi

MCH 31.9 27.0-32.0 Pg

MCHC 34.8 32.0-38.0 %

27

Page 28: BAB sisa

c. Follow up tanggal 16-20 Februari 2014

Tanggal 16-02-14 17-02-14

18-02-14 19-02-14 20-02-14

SubjectiveGerakan : aktif < < + + +Menangis : kuat < < < < +Kejang - - - - -Kulit : kemerahan + + + + +Merintih - - - - -ObjectiveNadix/mnt

RRx/mnt

Suhux/mnt

170 60 39,5160 55 39150 50 38,5140 45 38130 40 37,5120 35 37110 30 36,5100 25 3690 20 35,580 15 35

CRT 2” 2” 2” 2” 2”Kulit : Kemerahan + + + + + Anemis - - - - - Ikterik - - - - - Turgor cepat kembali

+ + + + +

Mata : ikterik -/- -/- -/- -/- -/-Hidung : Pernapasan cuping hidung

- - - + -

Mulut : Sianosis - - - - -Leher : Kaku kuduk - - - - -Toraks : Retraksi + + + + -Abdomen : supel + + + + +Ekstremitas : akral hangat + + + + +

AssessmentSepsis

neonatalSepsis

neonatal

Sepsis neonatal, trombosi-topenia

Sepsis neonatal, trombosi-topenia

Sepsis neonatal, trombosi-topenia

ProgramsRawat inkubator + + + + +

Terapi O2

+(7cm H2O FiO2 21%)

+(5cm H2O FiO2

21%)

+(5cm H2O FiO2 21%)

+(5cm H2O FiO2 21%)

+(5cm H2O FiO2 21%)

IVFD D10%+NaCl + + + + +

28

Page 29: BAB sisa

0,9+Ca gukonas+KCL (11,5

cc/jam)(11,5

cc/jam)(11,5

cc/jam)(10,3

cc/jam)(10,3

cc/jam)

AF 2 ½ gr-3 gr+

(7,5 cc/jam)

+(7,5

cc/jam)

+(7,5

cc/jam)

+(8,75

cc/jam)

+(8,75

cc/jam)

Ivelip 2 gr-3 ½ gr+

(2,1 cc/jam)

+(2,1

cc/jam)

+(2,1

cc/jam)- -

PO: urdafak -+

(3x1)+

(3x1)+

(3x1)+

(3x1)

PO: vitamin ACE -+

(1x1)+

(1x1)+

(1x1)+

(1x1)PO: Erytromycin 3 x 1 + + + - -

PO: Trimetropin 2 x 1 - - -+

(H. I)+

(H. II)Injeksi vancomycin 2 x 30 mg

+(H. III)

+(H. IV)

+(H. V)

+(H. VI)

+(H.VII)

Injeksi ranitidin 3 x 3 mg + + + - -Injeksi amikasin 3 x 22 mg

+(H. VI)

+(H. VII)

+(H. VIII)

+(H. IX)

+(H. VI)

Vitamin K 1 x 1 mg + + + - +Omeprazol 1 x 2 mg + + + - +

Rencana

Foto thoraks, USG kepala, LP

Foto thoraks, USG kepala

Foto thoraks, USG kepala, UL, Zalf dermakel

Foto thoraks, USG kepala

Foto thoraks, USG kepala, CT-scan kepala

Hasil pemeriksaan penunjang

- -Px urine lengkap

Px darah lengkap

Px darah lengkap

Pemeriksaan laboratorium urine 18 Februari 2014

PemeriksaanHasil

(18-02-14)Nilai Rujukan

Warna-kekeruhan* Kuning agak keruh Kuning-jernih

BJ 1020 1005 – 1030

pH 6.0 5.0 – 6.5

Keton negatif Negatif

Protein-albumin* 1+ Negatif

Glukosa Negatif Negatif

Bilirubin Negatif Negatif

29

Page 30: BAB sisa

Darah samar* 3+ Negatif

Nitrit Negatif Negatif

Urobilinogen 0.2 0.1 – 1.0

Leukosit* 1+ Negatif

SEDIMEN

Leukosit* 3 – 5 0 – 3

Eritrosit 30 – 40 0 – 2

Silinder Negatif Negatif

Pemeriksaan laboratorium darah 19 Februari 2014

PemeriksaanHasil

(19-02-14)

Nilai

RujukanSatuan

Hemoglobin 10.4 12-20 g/dl

Lekosit* 15.0 4.0-10.5 ribu/ul

Eritrosit 3.41 4.00-6.00 juta/ul

Trombosit* 38 150-450 ribu/ul

Hematokrit 30.4 42.00-52.00 vol%

RDW-CV 15.7 11.5-14.7 %

MCV 87,4 80.0-97.0 Fi

MCH 29.8 27.0-32.0 Pg

MCHC 34.2 32.0-38.0 %

Trigliserida 195 60 - 165 mg/dl

CRP* 6.4 < 1.35 mg/l

Pemeriksaan laboratorium darah 20 Februari 2014

PemeriksaanHasil

(12-02-14)

Nilai

RujukanSatuan

Hemoglobin 14.6 12-20 g/dl

Lekosit* 16.6 4.0-10.5 ribu/ul

30

Page 31: BAB sisa

Eritrosit 4.80 4.00-6.00 juta/ul

Trombosit* 64 150-450 ribu/ul

Hematokrit 41.5 42.00-52.00 vol%

RDW-CV 15.1 11.5-14.7 %

MCV 91.7 80.0-97.0 Fi

MCH 30.4 27.0-32.0 Pg

MCHC 35.1 32.0-38.0 %

31

Page 32: BAB sisa

BAB IV

DISKUSI

Dilaporkan seorang bayi laki-laki, Bayi T, putra keempat Ny. S yang

dilahirkan pada tanggal 01 Februari 2014 di salah satu rumah sakit swasta

Banjarmasin. Bayi berusia 5 hari dengan berat badan 3000 gram. Bayi dirujuk dari

RSUD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo dengan diagnosis sementara suspect sepsis,

riwayat hipoglikemia, dan kejang neonatus. Bayi tersebut dirawat di ruang bayi

(Teratai) Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin sejak tanggal 06 Februari

2014 hingga sekarang.

Dari hasil annamnesis yang didapatkan, Bayi T mengalami demam tinggi

dengan suhu 39oC pada usia 2 hari. Demam muncul mendadak pada pagi hari, dan

menurun setelah pemberian antipiretik dan kompres hangat oleh ibu, namun suhu

tubuh kembali naik. Keluarga kemudian membawa Bayi T ke RSUD dr. H.

Soemarno Sosroatmodjo dan dirawat inap. Dikatakan bahwa bayi sempat

mengalami kejang selama 10 detik saat dirawat inap. Kecurigaan mengarah

kepada sepsis neonatus, sehingga bayi dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah

Ulin Banjarmasin untuk perawatan lebih intensif.

Sepsis adalah sindrom klinis dengan adanya Systemic Inflammatory

Response Syndrome (SIRS) dan infeksi. SIRS ditandai oleh beberapa hal antara

lain laju nafas >60x/menit dengan/tanpa retraksi dan desaturasi O2, suhu tubuh

tidak stabil (<36ºC atau >37.5ºC), waktu pengisian kapiler > 3 detik, hitung

leukosit <4000x109/L atau >34000x109/L, CRP >10mg/dl, IL-6 atau IL-8

>70pg/ml, dan 16 S rRNA gene PCR ditemukan positif.25 Definisi sepsis neonatal

32

Page 33: BAB sisa

ditegakkan apabila terdapat keadaan SIRS/FIRS yang dipicu infeksi baik

berbentuk tersangka (suspected) infeksi maupun terbukti (proven) infeksi.

Selanjutnya dikemukakan, sepsis neonatus ditegakkan apabila ditemukan satu atau

lebih kriteria FIRS/SIRS yang disertai dengan gambaran klinis sepsis.3

Sepsis neonatal diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu sepsis awitan

dini dan awitan lambat. Pada sepsis awitan dini, kelainan ditemukan pada hari-

hari pertama kehidupan (di bawah usia 3 hari). Infeksi terjadi secara vertikal

karena penyakit ibu atau infeksi yang diderita ibu selama persalinan atau

kelahiran. Sedangkan sepsis awitan lambat biasanya disebabkan kuman yang

berasal dari lingkungan sekitar bayi setelah hari ketiga kelahiran, dapat disebut

juga transmisi horizontal dan termasuk di dalamnya infeksi nosokomial. Sehingga

klasifikasi sepsis ini ditentukan berdasarkan waktu paparan kuman dan macam

kuman penyebab infeksi, sedangkan patogenesis dan gambaran klinisnya tidak

berbeda.3

Manifestasi klinis dari sepsis antara lain takikardi, asfiksia, lemah,

hipotermia/hipertermia, hipoglikemia/terkadang hiperglikemia, hingga mengarah

kepada kelainan dan gangguan fungsi organ tubuh. Gangguan fungsi organ tubuh

meliputi kelainan susunan saraf pusat yaitu letargis, refleks hisap buruk, menangis

lemah, kadang-kadang high pitch cry, dan rewel, bahkan disertai kejang. Kelainan

kardiovaskular seperti hipotensi, pucat, sianosis, dingin, dan clummy skin. Bayi

dapat pula memperlihatkan kelainan hematologik, gastrointestinal, ataupun

perdarahan, ikterus, muntah, diare, distensi abdomen, intoleransi minum, waktu

33

Page 34: BAB sisa

pengosongan lambung yang memanjang, takipnea, apnea, merintih, dan

retraksi.8,16

Jika dibandingkan dengan kasus Bayi T, terdapat beberapa gambaran

klinis yang mengarah kepada sepsis neonatal. Pada perjalanan awal penyakit, Bayi

S mengalami demam pada usia 2 hari, sehingga termasuk dalam kategori sepsis

awitan dini. Instabilitas suhu yang terjadi pada Bayi T dapat disebabkan oleh

berbagai faktor, antara lain adanya infeksi, kenaikan suhu lingkungan yag

berlebihan, dehidrasi, atau perubahan mekanisme pengaturan panas sentral yang

berhubungan dengan trauma lahir pada otak, malformasi, dan obat-obatan.3

Berdasarkan pengakuan ibu, tidak ada peningkatan suhu lingkungan sebelum Bayi

T demam, bayi menyusu ASI cukup banyak, dan tidak ada riwayat trauma lahir

pada otak, malformasi, ataupun penggunaan obat-obatan. Sehingga dugaan

hipertemia mengarah kepada proses infeksi.

Selain itu, Bayi T juga mengalami kejang pada hari ke-3. Tipe kejang yang

terjadi yaitu subtle. Manifestasi klinis kejang sangat bervariasi bahkan sering sulit

membedakan dengan gerakan normal bayi itu sendiri. Mekanisme terjadinya

kejang akibat loncatan muatan listrik yang berlebihan dan sinkron pada otak atau

depolarisasi otak yang mengakibatkan gerakan berulang. Kejang dapat terjadi

pada neonatus yang memiliki kelainan susunan saraf purat (meningitis,

perdarahan intrakranial, tumor)) atau karena masalah sistemik maupun metabolik

seperti hipoglikemia, hipokalsemia, proses infeksi, dan lain sebagainya.3

Bayi T mendapatkani injeksi fenobarbital 40 mg bolus untuk loading dose

dan fenobarbital 2 x 7,5 mg untuk maintenance. Hal ini sesuai dengan tatalaksana

34

Page 35: BAB sisa

kejang pada neonatus yaitu pemberian fenobarbital 20 mg/kgBB intravena dalam

waktu 5 menit, jika kejang tidak berhenti dapat diulang dengan dosis 10 mg/kgBB

sebanyak 2 kali dengan selang waktu 30 menit. Jika tidak tersedia jalur intravena

atau tidak terdapat sediaan obat intravena, maka dapat diberikan intramuskular.

Bila kejang berlanjut diberikan fenitoin 20 mg/kgBB intravena dalam larutan

faram fisiologis dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit. Untuk terapi rumatan

diberikan fenobarbital dengan dosis 3-5 mg/kgBB/hari dosis tunggal atau terbagi

setiap 12 jam secara intravena atau per oral, hingga bebas kejang 7 hari. Dapat

pula menggunakan fenitoin 4-8 mg/kgBB/hari intravena atau per oral dengan

dosis terbagi 2 atau 3.3, 9, 18

Pada Bayi T, tidak ditemukan adanya tanda kelainan susunan saraf pusat

berupa peningkatan tekanan intrakranial maupun penurunan tingkat kesadaran,

sehingga kejang yang terjadi pada Bayi S lebih mengarah pada masalah sistemik

dan metabolik yang terjadi. Pemeriksaan laboratorium darah pada saat Bayi T

dirujuk menunjukkan kadar glukosa darah sewaktu 44 mg/dl yang menunjukkan

keadaan hipoglikemia. Seperti yang dipaparkan sebelumnya proses infeksi dapat

menyebabkan keadaan hipoglikemia, dan kedua keadaan tersebut merupakan

faktor pencetus kejang pada neonatus.

Bayi T juga mengalami hiperbilirubinemia pada hari pertama perawatan di

RSUD Ulin Banjarmasin, kadar bilirubin total 17,20 mg/dl, bilirubin direk 2,23

mg/dl, dan bilirubin indirek 14,97 mg/dl. Ikterus dapat terjadi secara fisiologis

maupun patologis. Sepsis neonatal dapat menyebabkan hiperbilirubinemia melalui

35

Page 36: BAB sisa

proses peningkatan penghancuran hemoglobin dan perubahan fungsi dan perfusi

hati (kemampuan konjugasi).3

Gambaran klinis lain yang terdapat pada Bayi T yang terkait dengan

gejalan non spesifik sepsis adalah manifestasi gangguan pernafasan yang

ditunjukkan dengan adanya retraksi. Retraksi pada Bayi T terjadi pada hari ke-11

perawatan hingga beberapa hari kemudian. Hal ini menunjukkan adanya

gangguan fungsi sistem organ pernapasan dari perjalanan sepsis yang terjadi.3

Penegakkan diagnosis dini sepsis neonatal berdasarkan gejala dan tanda

klinis sangat sulit dilakukan karena tidak spesifik. Gejala dan tanda sepsis

neonatal tidak berbeda dengan gejala penyakit non infeksi berat lainnya pada

BBL. Sehingga dalam menentukan diagnosis diperlukan berbagai informasi antara

lain faktor risiko, gambaran klinik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan

penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan laboratorium termasuk

pemeriksaan biakan darah. Hasil biakan sampai saat ini masih menjadi baku emas

dalam menentukan diagnosis, tetapi hasil pemeriksaan membutuhkan waktu

minimal 2-5 hari.26

Kultur darah dilakukan pada Bayi T untuk memastikan adanya infeksi

sistemik oleh mikroorganisme. Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya bakteri

Staphylococcus haemolyticus pada darah. Hal ini menjadi dasar ditetapkannya

diagnosis sepsis neonatus. Staphylococcus haemolyticus merupakan bakteri

golongan coagulase-negatif staphylococcus (CONS). CONS ialah penyebab yang

sering ditemukan pada infeksi nosokomial dan penyebab infeksi sistemik di ruang

perawatan intensif yang paling sering ditemukan, terutama pada sepsis awitan

36

Page 37: BAB sisa

lama. Manifestasi klinis dari sepsis akibat CONS beraneka ragam, dari kejang

subtle hingga sepsis berat, dan meliputi apneu, peningkatan frekuensi nafas,

bradikardi, ketidakstabilan temperatur, asidosis metabolik, gangguan intake oral,

distensi abdomen, hipotensi, pneumonia, meningitis, peningkatan atau penurunan

jumlah leukosit, trombositopenia, dan hiperglikemia.27

Terdapat ketidaksesuaian antara gejala klinis dengan temuan hasil kultur

darah pada Bayi T. Berdasarkan awitan instabilitas suhu yang terjadi di hari

kedua, keadaan Bayi T dapat diklasifikasikan ke dalam sepsis awitan dini.

Namun, berdasarkan hasil kultur darah, ditemukan jenis bakteri yang sering

menjadi etiologi pada sepsis awitan lama. Padahal, klasifikasi sepsis neonatal

tergantung dari dua hal yaitu waktu paparan kuman dan macam kuman penyebab

infeksi. Selain itu, berdasarkan hasil anamnesis dengan ibu Bayi T, tidak

ditemukan adanya faktor risiko mayor maupun minor pada maternal maupun

neonatal saat kehamilan dan persalinan yang mengarah pada sepsis awitan dini.

Sehingga tidak dapat dipastikan klasifikasi sepsis pada Bayi T tergolong awitan

dini atau awitan lambat.

Sebelum didapatkan hasil kultur darah, Bayi T mendapatkan terapi

antibiotik lini pertama berupa ampisilin dan gentamisin. Setelah dipastikan jenis

bakteri penyebab sepsis yaitu CONS yang merupakan golongan bakteri gram

positif, maka antibiotik diganti menjadi vankomisin yang merupakan first choice

untuk infeksi CONS.28 Vankomisin diberikan dengan dosis 15 mg/kgBB/hari

setiap 8 jam.5 Pemilihan antibiotik untuk sepsis neonatus dapat dilihat pada tabel

berikut.

37

Page 38: BAB sisa

Tabel 3. Regimen Antibiotik untuk Sepsis Neonatal

Selain antibiotik, Bayi T juga mendapatkan terapi perawatan inkubator

untuk menjaga stabilisasi suhu. Selain iyu, Bayi T juga mendapatkan terapi

oksigen dengan Continous Positive Airway Pressure (CPAP) yang berguna untuk

mempertahankan tekanan positif pada saluran napas neonatus selama pernapasan

spontan. Bayi T juga mendapatkan infus D10% + NaCl 0,9% + KCl + Ca

glukonas dan ASI on demand untuk memenuhi kebutuhan cairan sekaligus

koreksi kadar glukosa yang rendah. Menurut teori, pemantauan glukosa harus

selalu dilakukan hingga bayi dapat menerima asupan dengan penuh atau

38

Page 39: BAB sisa

mendapatkan infus glukosa terus-menerus secara teratur dan 3 kali pemeriksaan

yang dilakukan setiap jam hasilnya normal.5

Bayi T juga mendapatkan nutrisi parenteral protein dan lipid dalam bentuk

aminofusin dan ivelip. Nutrisi parenteral diberikan sebagai dukungan nutrisi bagi

pasien yang tidak dapat mengkonsumsi atau menyerap sejumlah makanan secara

adekuat melalui traktus gastrointestinal. Yang termasuk dalam kelompok ini

adalah pasien yang karena sesuatu sebab atau keadaan tidak dapat, tidak boleh

atau tidak mau makan.29 Besarnya kebutuhan protein mulai dari 2 gram/kgBB/hari

dan ditingkatkan 0,5-1,0 gram/kgBB/hari hingga maksimal 3,0-3,5

gram/kgBB/hari. Sedangkan kebutuhan lipid dimulai dari 0,5-1,0 gram/kgBB/hari

dan ditingkatkan 0,5 gram/kgBB/hari hingga maksimal 3,0-4,0 gram/kgBB/hari.5

Sebelum dilakukannya pemeriksaan kultur darah pada Bayi T, diagnosis

untuk kasus ini antara lain sepsis neonatal dengan riwayat hipoglikemia, infeksi

neonatal dengan riwayat hipoglikemia, dan tetanus neonatorum dengan riwayat

hipoglikemia. Pada kasus infeksi neonatal terjadi proses infeksi tanpa diiringi

adanya SIRS. Infeksi adalah invasi dan multiplikasi mikroorganisme seperti

bakteri, virus, dan parasit, yang secara tidak normal berada dalam tubuh.

Sebuah infeksi bisa tidak menimbulkan gejala dan bermanifestasi subklinis,

maupun bisa menimbulkan gejala dan menjadi jelas secara klinis. Sedangkan

pada tetanus neonatorum biasanya dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan

klinis meliputi gejala progresif adanya kesulitan minum (menghisap dan

menelan), peka rangsang dan bayi menangis terus menerus. Gejala khas yang lain

adalah adanya kekakuan dan spasme otot. Kekakuan otot melibatkan otot

39

Page 40: BAB sisa

masseter, otot-otot perut dan tulang belakang. Spasme otot bersifat intermiten

dengan interval waktu yang berbeda-beda tergantung dari tingkat keparahan

penyakit.30 Setelah dilakukan pemeriksaan kultur darah, maka diagnosis sepsis

neonatal dapat ditegakkan.

Prognosis pada kasus sepsis neonatal tergantung dari banyak faktor.

Dengan diagnosis dini dan terapi yang tepat, prognosis pasien baik. Tetapi apabila

ada tanda dan gejala yang mengarah pada sepsis berat hingga disfungsi

multiorgan, akan meningkatkan angka kematian. Rasio kematian pada sepsis

neonatal 2–4 kali lebih tinggi pada bayi kurang bulan dibandingkan bayi cukup

bulan. Rasio kematian pada sepsis awitan dini adalah 15-40% dan pada sepsis

awitan lambat adalah 10-20%.28

Bayi Cukup Bulan (BCB)

Bayi T lahir dalam usia kehamilan 38 minggu dan termasuk bayi cukup

bulan (BCB) karena masuk dalam usia kehamilan antara 37 minggu sampai 42

minggu (259-293 hari). Usia kehamilan bayi dibagi menjadi bayi kurang bulan

(BKB), bayi cukup bulan (BCB) dan bayi lebih bulan (BLB).3

Tabel 4. Tabel Usia Kehamilan Bayi Berdasarkan Masa Gestasi

Bayi berdasarkan masa gestasi

BKB Bayi Kurang Bulan < 37 minggu lengkap (< 259 hari)

BCB Bayi Cukup Bulan mulai 37 minggu - 42 minggu (259-293 hari)

BLB Bayi Lebih Bulan > 42 minggu (294 hari atau lebih).

40

Page 41: BAB sisa

Sumber: Sepsis pada bayi baru lahir. Dalam: Buku ajar neonatologi. IDAI 2009, 170-187

Hari pertama haid terakhir ibu Bayi T adalah 01 Mei 2013, sehingga

taksiran partus Bayi T untuk BCB pada tanggal 05 Februari 2014. Berdasarkan

nilai Finnstrom, didapatkan usia kehamilan 38 minggu. Penghitungan dengan skor

new Ballard yang mengakses tingkat maturitas neuromuskular dan fisik adalah

37, yang mengindikasikan masa umur gestasi ibu antara 38-40 minggu Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa Bayi T termasuk bayi cukup bulan (BCB).

Sesuai Masa Kehamilan (SMK)

Perbandingan antara berat badan lahir bayi dan masa gestasi dapat menilai

maturitas dari bayi. Berdasarkan hal tersebut, bayi dapat dibedakan menjadi Kecil

untuk Masa Kehamilan (KMK), Sesuai untuk Masa Kehamilan (SMK) atau Besar

untuk Masa Kehamilan (BMK). Kurva pertumbuhan standar disusun berdasarkan

riwayat berat lahir bayi yang dilahirkan pada minggu kelahiran tertentu. Bayi

dengan berat lahir sama dengan atau di bawah persentil ke-10 digolongkan kecil

masa kehamilan (KMK), sedangkan bayi yang memiliki berat lahir pada atau di

atas persentil ke-90 digolongkan besar masa kehamilan (BMK), Jika berat lahir

bayi berada di antara persentil ke-10 hingga ke-90 digolongkan sesuai masa

kehamilan (SMK).3

Pada kasus, Bayi T dilahirkan dengan berat badan lahir sebesar 2910 gram

dengan usia kehamilan 37 minggu berdasarkan kurva pertumbuhan Lubchenco,

maka dapat disimpulkan bahwa bayi termasuk bayi SMK (Sesuai untuk Masa

41

Page 42: BAB sisa

Kehamilan) karena berat badan bayi dan masa gestasinya berada di antara

persentil ke-10 dan 90.

Gambar 1. Kurva Klasifikasi Bayi Berdasarkan Berat Lahir & Usia

Kehamilan Bayi T

Bayi Berat Lahir Cukup (BBLC)

Berdasarkan berat badan lahir pasien 2.910 gr, Bayi T digolongkan sebagai

berat bayi lahir cukup (BBLC).

Berat bayi lahir dapat dibedakan sebagai berikut3 :

BBLL (berat bayi lahir lebih) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat lahir

> 4.000 gram.

42

Page 43: BAB sisa

BBLC (berat bayi lahir cukup) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat

lahir antara 2500gr dan 4000gr.

BBLR (berat bayi lahir rendah) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat

lahir < 2.500 gram tanpa memandang masa gestasi.

43

Page 44: BAB sisa

BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus bayi laki-laki 5 hari dengan diagnosis

sepsis neonatal dengan riwayat hipoglikemia yang dirawat di ruang bayi RSUD

Ulin Banjarmasin. Diagnosis sepsis neonatal ditegakkan berdasarkan anamnesis,

hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (darah rutin dan kultur darah).

Telah dilakukan pengobatan berupa pemberian O2, infus D10% + NaCl

0,9% + KCl + Ca glukonas, injeksi ampicilin (2 x 150 mg), gentamisin (15 mg/36

jam), fenobarbital 40 mg bolus (loading dose) dan 2 x 7,5 mg (maintenance dose),

ceftazidine (2 x 150 mg), sibital (2 x 5 mg), ranitidin (3 x 3 mg), amikasin (3 x 22

mg), vitamin K (1 x 1 mg), omeprazol (1 x 2 mg), vancomycin (2 x 30 mg),

erytromycin, urdafak, dan vitamin ACE. Pasien kemudian disarankan melakukan

pemeriksaan foto thoraks, USG kepala, lumbal pungsi, dan pemeriksaan urine

lengkap.

Pasien dirawat selama sejak 06 Februari 2014 hingga sekarang di ruangan

NICU RSUD Ulin Banjarmasin.

44

Page 45: BAB sisa

DAFTAR PUSTAKA

1. Child Health Research Project Special Report : Reducing perinatal and neonatal mortality, report of a meeting. Baltimore, 1999; 3(1): 6-12.

2. Gerdes JS. Diagnosis and management of bacterial infections in the neonate. Pediat Clin N Am 2004; 51: 939-59.

3. IDAI: Aminullah A. Sepsis pada bayi baru lahir. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, dkk. Dalam: Buku ajar neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI 2009, 170-187.

4. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. Rohsiswatmo R. Kontroversi diagnosis sepsis nenatorum. Dalam: Update in neonatal infection. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM 2005, 32-43.

5. Yunanto A. Hipoglikemia pada neonatus. Dalam: Panduan praktik klinik neonatologi. Danar Wijaya 2013, 189-192.

6. Gomella TC. Seizure activity in neonatology. Dalam: Gomella TC, Cunningham MD, Eyal FG. Management, procedure, on-call problems and drugs. Edisi ke-5. New York: Lange medical publ 2004, 310-3.

7. Scher MS. Neonatal Seizures. Dalam: Taeusch HW, Ballard RA, Gleason CA. Avery’s disease of the newborn. Edisi ke-8. Philadelphia: Elsevier Saunders 2005, 1005-25.

8. Haque KN. Definitions of bloodstream infection in the newborn. Pediatr Crit Care Med 2005; 6: 45-9.

9. Pusponegoro TS. Sepsis pada neonatus (sepsis neonatal). Sari Pediatri 2000; 2: 96-102.

10. Kosim MS. Infeksi neonatal akibat air ketuban keruh. Sari Pediatri 2009; 11: 212-8.

11. Osrin D, Vergnano S, Costello A. Serious bacterial infections in newborn infants in developing countries. Curr Opin Infect Dis 2004;17: 217-24.

45

Page 46: BAB sisa

12. Utomo MT. Risk factors of neonatal sepsis: a preliminary study in dr. soetomo hospital. Indonesian Journal of Tropical and Infectious Disease 2010; 1: 23-6.

13. Sankar MJ, Agarwal R, Deorari AK, Paul VK. Sepsis in The Newborn. Devision of Neonatology. Departement of Pediatrics. All India Institute Sciences.New Delhi; 2008.

14. Yurdakok M. Antibiotic use in neonatal sepsis. Turk J Pediatr 1994; 40(1): 17-33.

15. Schuchat A, Zywicki SS, Dinsmoor MJ, Mercer B, Romaguera J, O’Sullivan MJ, et al. Risk factors and opportunities for prevention of early-onset neonatal sepsis: A multicenter case-Control Study. Pediatrics 2000; 105: 21-6.

16. Rodrigo I. Changing patterns of neonatal sepsis. Sri Lanka J Child Health 2002; 31: 3-8.

17. Chiesa C, Alessandra PA, Osborn JF, Simonetti AF, Pacifco1 L. Diagnosis of neonatal sepsis: a clinical and laboratory challenge. Clin Chem 20074; 50: 279-87.

18. Departemen Kesehatan RI – IDAI (UKK Perinatologi) - MNH. Pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal esensial dasar (buku acuan). Kosim MS, Indarso F, Sarosa GI, Hendrarto TW. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2005.

19. Nurdin B, Satriono. Hipoglikemia pada anak. Cermin Dunia Kedokteran 1992; 75: 27-32.

20. Narayan S, Aggarwal R, Deorari AK, Paul VK. Hypoglycemia in the newborn. Division of Neonatology, Department of Pediatrics. All India Institute of Medical Sciences.

21. Adcock LM, Papile LA. Perinatal asphyxia. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincott Williams Wilkins; 2008.h.518-28.

46

Page 47: BAB sisa

22. Merrill JD, Ballard RA. Resuscitation in the delivery room. Dalam: Ballard RA, Taeusch HW, Gleason CA, penyunting. Avery’s diseases of the newborn: Care of the high risk infant. Edisi ke-8. Philadelphia: WB Saunders;2005.h.349-63.

23. Azlin E. Hubungan antara skor apgar dengan kadar glukosa darah pada bayi baru lahir. Sari Pediatri 2011; 13(3): 174-8

24. Indarso F. Hipoglikemia pada bayi baru lahir. Diunduh dari http://old.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-ztvf267.htm (15 Februari 2014)

25. Haque KH. Definitions of bloodstream infection in the newborn. Pediatr Crit Care Med 2005; 6(3): S45-9.

26. Kumar Y, Qunibi M, Neal TJ, Yoxall CW. Time to positivity of neonatal blood cultures. Arch Dis Child Fetal Neonatal 2001; 85: 182-6.

27. Venkatesh MP, Placencia F, Weisman LE. Coagulase-negatif staphylococcal infections in the neonate and child: an update. Elsevier Inc 2006, 120-127

28. Health Technology Assessment Indonesia – Departemen Kesehatan RI. Penatalaksanaan sepsis neonatorum. Aminullah A, Gatot D, Kosim S. Jakarta: HTA Indonesia-Depkes RI, 2007.

29. Hendarto A, Nasar SS. Aspek praktis nutrisi parenteral pada anak. Sari Pediatri 2002; 3(4): 227 – 234

30. Kementrian Kesehatan RI. Eliminasi tetanus maternal dan neonatal. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan 2012; 1: 1-27

47