Sisa Kejayaan Belanda Di

51
Sisa kejayaan Belanda di Surabaya Oct 24 Posted by tantri Surabaya merupakan satu dari sekian banyak kota besar di Indonesia yang dijadikan basis perkembangan perekonomian dan pemerintahan jaman penjajahan Belanda. Sebagai bukti perkembangan Surabaya di era kolonialisme adalah banyaknya sisa-sisa bangunan belanda yang masih berdiri kokoh dan masih difungsikan hingga kini dan bahkan banyak dari bangunan tersebut dijadikan pusat kegiatan pemerintahan Surabaya dan masih terawat hingga kini. Walau ada beberapa bangunan sisa penjajahan yang mangkrak dan tidak terawat serta ada yang dibongkar,namun tidak sedikit juga yang masih difungsikan dan dirawat dengan baik. Beberapa literature berbahasa belanda banyak membahas tentang perkembangan arsitektur di Surabaya yang tentu saja terkait dengan berdirinya gedung-gedung peninggalan masa penjajahan di Surabaya. Seperti misalnya buku karangan Feber dan GH.Von yang berjudul Oud Soerabaia (Surabaya tua), De Geschiedenis van Indie’s voornamste koopstad in de eerste kwarteeuw sedert hare instelling 1906-1931 dan Nieuw Surabaya (Surabaya baru) dan beberapa buku terbitan lain berbahasa belanda tentang kota Surabaya. Selain buku, beberapa jurnal dan artikel berbahasa Belanda juga pernah membahas tentang arsitektur Belanda di Surabaya seperti : IBT locale Technik 3, No.1, 1934, Het Raadhuis te Soerabaja, Hal 12-14 dan IBT locale Technik 5. No.6 , 1936, Werken van het AIA Bureau te Soerabaja, Hal.135- 139. Beberapa karya ilmiah Arsitektur dan buku arsitek yang ditulis oleh researcher maupun arsitek Indonesia yang concern di bidang bangunan kuno bangunan kolonial Belanda di Indonesia juga pernah dibuat dan dicetak. Beberapa diantaranya adalah buku yang dibuat oleh Yulianto Sumalyo, “Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia” dan buku karangan Hardinoto, “Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya (1870-1940)”. Berbekal dari rangkuman beberapa tulisan ke- Arsitekturan yang ada, saya menggarisbawahi beberapa hal menarik tentang keberadaan dan sekelumit sejarah tentang bangunan tua yang ada di Surabaya tersebut dan saya rangkum dalam tulisan ini.

Transcript of Sisa Kejayaan Belanda Di

Page 1: Sisa Kejayaan Belanda Di

Sisa kejayaan Belanda di   Surabaya

Oct 24

Posted by tantri

Surabaya merupakan satu dari sekian banyak kota besar di Indonesia yang dijadikan basis perkembangan perekonomian dan pemerintahan jaman penjajahan Belanda. Sebagai bukti perkembangan Surabaya di era kolonialisme adalah banyaknya sisa-sisa bangunan belanda yang masih berdiri kokoh dan masih difungsikan hingga kini dan bahkan banyak dari bangunan tersebut dijadikan pusat kegiatan pemerintahan Surabaya dan masih terawat hingga kini. Walau ada beberapa bangunan sisa penjajahan yang mangkrak dan tidak terawat serta ada yang dibongkar,namun tidak sedikit juga yang masih difungsikan dan dirawat dengan baik.

Beberapa literature berbahasa belanda banyak membahas tentang perkembangan arsitektur di Surabaya yang tentu saja terkait dengan berdirinya gedung-gedung peninggalan masa penjajahan di Surabaya. Seperti misalnya buku karangan Feber dan GH.Von yang berjudul Oud Soerabaia (Surabaya tua), De Geschiedenis van Indie’s voornamste koopstad in de eerste kwarteeuw sedert hare instelling 1906-1931 dan Nieuw Surabaya (Surabaya baru)  dan beberapa buku terbitan lain berbahasa belanda tentang kota Surabaya. Selain buku, beberapa jurnal dan artikel berbahasa Belanda juga pernah membahas tentang arsitektur Belanda di Surabaya seperti : IBT locale Technik 3, No.1, 1934, Het Raadhuis te Soerabaja, Hal 12-14 dan IBT locale Technik 5. No.6 , 1936, Werken van het AIA Bureau te Soerabaja, Hal.135-139. Beberapa karya ilmiah Arsitektur dan buku arsitek yang ditulis oleh researcher maupun arsitek Indonesia yang concern di bidang bangunan kuno bangunan kolonial Belanda di Indonesia juga pernah dibuat dan dicetak. Beberapa diantaranya adalah buku yang dibuat oleh Yulianto Sumalyo, “Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia” dan buku karangan Hardinoto, “Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya (1870-1940)”. Berbekal dari rangkuman beberapa tulisan ke-Arsitekturan yang ada, saya menggarisbawahi beberapa hal menarik tentang keberadaan dan sekelumit sejarah tentang bangunan tua yang ada di Surabaya tersebut dan saya rangkum dalam tulisan ini.

Saya memulai cerita dari mulai berkembangnya kota Surabaya yaitu setelah berpindahnya kekuasaan VOC langsung kepada pemerintahan Belanda terhadap kota Surabaya yaitu tahun 1806. Ketika itu Surabaya yang masih merupakan kota pemukiman kecil berangsur menggeliat menjadi sebuah kota bergaya Eropa kecil sepanjang sungai yang berada disekitar jembatan merah. Benteng-benteng mulai dibangun ditepi laut untuk mempertahankan kota dari serangan Inggris. Tahun 1830, pada saat pemerintahan gubernur Jenderal Van den Bosch diputuskan untuk membangun benteng yang mengelilingi kota Surabaya yaitu benteng Lodewijk. Batas paling selatan dari benteng tersebut adalah kawasan Pasar besar sekarang. Sejak itu, surabaya menjadi kota perbentengan dimana kota tidak bisa mengalami perluasan keluar benteng. Setelah benteng tersebut dibongkar pada 1 April 1870 dan dikeluarkan undang-undang gula (Suikerwet) dan undang-undang agraria (Agarischewet) Surabaya menjadi kota yang berkembang dengan fasilitas dan prasarana yang modern. Surabaya pun berkembang pesat dan semakin pesat pada tahun 1906 sejak dikeluarkannya undang-undang desentralisasi yang pada pokoknya memberikan pemerintahan sendiri kepada kota Surabaya. Tahun 1906 luas kota Surabaya hanya 4275 ha dan pada tahun 1930-an berkembang menjadi 8280 ha. Daerah perumahan untuk orang-orang Eropa berkembang ke Selatan, seperti daerah Gubeng, Ketabang, Darmo, Sawahan dan sebagainya. Hanya dalam tempo kurang lebih 30

Page 2: Sisa Kejayaan Belanda Di

tahun, Surabaya tumbuh menjadi kota modern dengan sarana dan Prasarana yang terus berkembang. Perkembangan Surabaya menjadi kota modern tentu saja tidak lepas dari jasa Arsitek yang turut menyumbangkan ide dan karyanya untuk pembangunan di Surabaya. Tipe bangunan yang sebelumnya-sebelum tahun 1900- bergaya The Empire style yang dipopulerkan oleh Deandels kemudian diubah menjadi modern style yang disesuaikan dengan suhu udara yang terik di Surabaya. Itulah mengapa, bangunan-bangunan peninggalan Belanda di Surabaya berjendela tinggi serta banyak terdapat celah dan ruang yang memungkinkan hembusan angin banyak masuk kedalam ruangan sehingga akan lebih sejuk. Beberapa nama Arsitek yang memberikan sumbangsih terhadap pembanguan Surabaya bernaung di bawah beberapa perusahaan baik negeri maupun swasta antara lain:

Departemen BOW (Burgerlijke Openbare Werken)-semacam dinas pekerjaan umum-, Gemeente Surabaya (semacam gedung pemerintahan kota, Perusahaan swasta, N.V.Architecten-ingenieurs Bureu Hulswit&Fermont te Weltevreden en Ed.Cuypers

te Amterdam Biro arsitek Job&Sprij Biro Algemeen Ingenieurs en Architecten Bureu

Beberapa karya aristek Belanda yang dibangun di Surabaya:

Gedung Nederland Indische Artsen School (NIAS) yang terletak di Viaductstraat (sekarang jl.Dharmahusada). Gedung ini dibangun pada tahun 1921-1922. Arsitekturnya adalah Wiemans dari BOW.

Gedung Hoogere Burgerschool Soerabaia (HBS) di HBS straat (sekarang jl.Wijaya kusuma) yang sekarang digunakan sebagai gedung SMA 1 dan 2. Gedung ini dibangun pada tahun 1923. Arsiteknya adalah J.Gerber dari BOW. Gerber juga merupakan Arsitek gedung sate yang terkenal di Bandung.

Gedung Telefoon Centrale van Surabaia-zuid Mergojoso terletak di Mergojoso. Gedung ini dibangun pada tahun 1913. Arsiteknya adalah FJL.Gijsels dari BOW. Sekarang gedung ini sudah dibongkar.

Gedung Middelbaar Technische School yang terletak di Prins Hendrik-laan (sekarang jl.Patua). Gedung ini sekarang digunakan sebagai gedung STM I,Surabaya.

Post kantoor Soerabaia yang terletak di Regenstraat (sekarang Jl.Kebon rojo). Gedung ini didirikan pada tahun 1926-1928. Arsiteknya adalah GJPM.Bolsius dari departement BOW. Gedung ini sampai sekarang fungsinya masih tetap sebagai Kantor Pos Surabaya.

Gouverneure Kantoor, yang terletak di Aloen-Aloen straat dan Johar-laan (sekarang jl.Pahlawan no.18). Gedung ini mulai dibangun pada bulan Mei 1929 oleh NV.Nedam, selesai pada bulan Agustus 1931 dan mulai digunakan pada tanggal 10 Desember 1931. Arsiteknya adalah Ir.W.Lemei yang dibantu oleh staff nya, H.A.Breuning dan WB Carmiggelt dari Landsgebouwdients (jawatan gedung-gedung negara).

Nieuwe Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting, yang terletak di viaducstraat (sekarang Jl.Darmahusada). Gedung ini didirikan pada tahun 1938. Sekarang masih berfungsi sebagai RSU Dr.Soetomo, arsiteknya adalah Ir.W.Limei dari Landsgebouwdients (jawatan gedung-gedung negara).

Staadhus te Surabaia, yang terletak di Ondomohen Weg (sekarang jl.Taman Suryo), selesai dibangun pada tahun 1925. Gedung tersebut sampai sekarang masih digunakan sebagai gedung kotamadya Surabaya. Sebenarnya Citroen sudah merencanakan

Page 3: Sisa Kejayaan Belanda Di

gedung ini sejak tahun 1916-1917. Pada Tahun 1920 perencanaan gedung ini mengalami perubahan, baru pada tahun 1925 gedung ini selesai dikerjakan.

Rumah dinas walikota Surabaya yang terletak dijalan taman surya yang dibangun bersamaan dengan pembangunan gedung Kotamadya Surabaya.

Jembatan kayu dikebondalem direncanakan oleh Arsitek GC.Citroen pada tahun 1918. Sekarang jembatan ini sudah diganti dengan jembatan beton. Nama kebondalem sebenarnya adalah nama taman simpang. Sekarang jembatan ini terletak dijalan Yos Sudarso, Surabaya, didepan balai kota.

Jembatan gubeng, direncanakan bersama dengan insinyur daru Publieke Werken van Surabaja. Jembatan yang menghubungkan daerah gubeng dan daerah ketabang tersebut dibangun pada tahun 1932.

Jembatan kereta api yang direncanakan oleh Citroen adalah viaduct yang ada disamping kantor gubernur Jatim di jl.Pahlawan yang direncanakan antara tahun 1939an.

Christelikle Mulo-School di Jl.Embong Wungu, sekarang digunakan oleh SMP Petra, dibangun pada tahun 1928.

Christelijke Holland Chinese School di jl. Bubutan, dibangun pada tahun 1928. Kantor Drogdog Mij (sekarang jadi PT.PAL), yang dibangun pada tahun 1930an.

Bangunan ini sekarang sudah dibongkar. Deutscher Verein (Sekarang gedung balai sahabat) yang dibangun kembali pada tahun

1928, terletak dijalan genteng kali. Gereja Noorderkerk, di Grisseeschenweg (sekarang termasuk jalan Rajawali). Gereja

tersebut sekarang sudah dibongkar. Kompleks pertokoan di daerah Chinese camp (jl.Songoyudan). Sekarang sudah

banyak bangunan yang dibongkar. Kantor N.V. Algemeene Volkscredit Bank (sekarang jadi Bank Rakyat Indonesia) di jl. Kaliasin (sekaran jl.Basuki Rachmad), dibangun pada tahun 1937. Gedung lama tersebut sekarang sudah dibongkar dan diatasnya sekarang didirikan BRI Tower, salah satu gedung yang tertinggi di Surabaya.

De Tweede Roomsch Katholieke Kerk (Maria Geborte), sekarang menjadi Gereja Santa Perawan Maria di Tempelstraat (sekarang jl.Kepanjen). Gereja tersebut dibangun tahun 1899.

Simpangsche Societeit (sekarang balai pemuda) yang terletak di simpangweg (sekarang jl.Pahlawan). Gedung ini dibangun pada tahun 1907. Gedung ini sudah disesuaikan dengan kondisi iklim indonesia yang tropis basah yaitu dengan adanya teras ata galeri yang mengelilingi gedung.

Rumah tinggal keluarga Tan Hie Sioe di jalan Darmokali No.10, Surabaya. Gedung ini dibangun pada tahun 1913 dengan diarsitekturi oleh FJ Pinedo bekerja sama dengan JJ. Van Dongen.

Gedung Nederlands Spaarbank (Nuts Spaarbank) terletak dipojok Willemskade dan Roomschkerkstraat (sekarang jl.Jembatan merah dan Jl.Cendrawasih). Bangunan ini didirikan pada tahun 1914 oleh FJ Pinedo.

Kantor firma de Rouy (Kemudian dipakan sebagai nama Bank Tabungan Negara) di Jl.Pemuda. Gedung tersebut dibangun pada tahun 1919. Sayang sekali, gedung ini sudah dibongkar dan atasnya sudah dibangun bank tabungan negara dengan gaya Arsitektur masa kini.

Gedung Pharms Import Mij Helmig & Co. yang terletak dipojok antara Baliwerti& Jl. gemblongan. Gedung ini sudah dibongkar.

Page 4: Sisa Kejayaan Belanda Di

Gedung Nederlandsche Annneming Maatscahhij, terletak dipojok jalan kaliasin (sekarang jl.Basuki Rahmad) dan jl.Pemuda. Bangunan ini dibangun pada tahun 1918 oleh Herman Smeets dari Amsterdam tanpa datang langsung ke lokasi pembangunan.

Gedung Javasche Bank di pojok Wersfstraat dan Schoolplein (sekarang Jl.Garuda dan Jl.Penjara) dibangun pada tahun 1911-1912. Gedung ini sekarang ditempati oleh Bank pembangunan daerah.

Gedung Lindeteves Stocvis di Alon-Alon Straat (sekarang jl.Pahlawan No.120) yang dibangun pada tahun 1913 oleh Hulswit, Fermont &Ed.Cuypers. Gedung ini sekarang digunakan sebagai Bank Niaga Cabang Surabaya.

Gedung Handelsvereeniging Amsterdam (HVA) sekarang digunakan sebagai gedung PTP XXIV,XXV yang terletak di Komedieplein (sekarang jl.Merak No.1). Gedung tersebut dibangun pada tahun 1920 sampai dengan 1925 yang merupakan karya Hulswit, Fermont & Ed.Cuypers yang terbesar di Surabaya.

Gereja de Heillige Hart, Juga sering disebut Derde RK. Kerk, di Coen Boulevard (sekarang Jl.Dr. Soetomo) yang sekarang disebut sebagai Gereja Katolik Hati Kudus, dibangun Tahun 1921.

Gedung Zuster Ursulin School di Koepang Boulevard (sekarang Jl.Darmo). Gedung tersebut sekarang dipakai sebagai SMA Santa Maria, dibangun tahun 1922.

Gedung Broederschool di pojok Coen Boulevard dan Anita Boulevard (sekarang jl.Raya Dr.Soetomo No.17), sekarang dipakai sebagai SMA St.Loius, dibangun tahun 1923.

Armeense St.George Kerk, terletak di jalan pacar, sekarang bangunan aslinya sudah dibongkar dan diatasnya dibangun gereja Kristen Abdiel. Bangunan tersebut didirikan pada tahun 1927.

Kantor Java China Japan Lijn di Handelstraat (sekarang Jl.kembang Jepun) dibangun tahun 1927 dan sekarang bangunan ini sudah dibongkar.

Bank Escompto Surabaya di Handelstraat (sekarang Jl.kembang Jepun), dibangun pada tahun 1928 sekarang bangunan ini sudah dibongkar.

Roomsch Katholiek Kerk Ketabang Oost, sekarang bernama Gereja Kristus Raja di Ketabang. Rencana bangunan tersebut dibuat pada tahun 1929. Wujud bangunan yang sekarang berbeda dengan rencana semula.

Roomsche Katholiek Ziekenhuis St.Vincentius, sekarang bernama rumah sakit katolik St.Vincentius di Reinersz Boulevard (sekarang bernama Jl.Diponegoro), dibangun pada tahun 1930.

Woning Voor Agent Javasche Bank ( Rumah tinggal pejabat Javasche Bank- yang pernah dipakai sebagai Museum Empu Tantular) di Darmoplein (sekarang Jl.Taman Mayangkara). Bangun ini dikerjakan oleh Biro Arsitek Job&Sprij yang direncanakan pada tahun 1921.

Kantor Erdmaan en Sielcken yang terletak di pojok Roomsche Kerkstraat dan Boomstraat dibangun pada tahun 1924. Bangunan tersebut menunjukkan corak arsitek modern yang sedang melanda seluruh dunia.

Bangunan rumah tinggal di jalan taman bungkul dibangun pada tahun 1926. Bangunan tersebut menunjukkan corak rumah tinggal modern di Surabaya pada jamannya.

Kantor Java-China-Japan Lijn yang dibangun pada tahun 1927 terletak dijalan kembang jepun. (dahulu namanya Handelstraat)

Rumah Tinggal di jl.Pacar yang dibangun pada tahun 1930. Gereja De Vrije Katholike Kerk, yang terletak di Serayoestraat (sekarang Jl.Serayu)

yang dibangun pada tahun 1923. Bangunan tersebut sekarang menjadi Gereja Katolik bebas St.Bonaficus.

Page 5: Sisa Kejayaan Belanda Di

Rumah Tinggal di Markusplansoen (sekarang Jl.Taman Bintaro No.2) dibangun pada tahun 1922.

Bangunan disamping balai pemuda di Jl.Pemuda yang digunakan untuk keperluan pesta-pesta pada jaman tersebut. Dibangun pada tahun 1930an.

Gedung Electrische Centrale ANIEM (NV.Algemeene Ned. Indische Electriciteits Maatschappij) di Jl.Gemblongan yang dibangun pada tahun 1930.

Gedung Nederlandsch Indische Handelsbank yang dibangun pada tahun 1926. Gedung Koloniale Bank yang terletak di Willemstraat (sekarang Jl.Jembatan Merah),

sekarang ditempati oleh PTP XXI dan XXII. didirikan pada tahun 1927. Gedung Internationale credit en Handelvereeniging Roterdam (Internatio), terletak di

Willemstraat (sekarang Jl.Rajawali), dibangun pada tahun 1929 dan sekarang digunakan sebagai kantor PT Tjipta Niaga.

Gedung ANIEM, di Jl.Embong Wungu, yang dibangun pada tahun 1930. Kantor Stroomvaart Maatschappij Mederlands, terletak di Aloen-Aloen Straat

(sekarang Jl.Pahlawan) dibangun pada tahun 1931. Sekarang gedung ini sudah berubah dari sebelumnya.

Rangkaian pertokoan dijalan Tunjungan yang dibangun pada tahun 1935. Rumah sakit mata Undaan di Oendaanstraat (sekarang Jl.Undaan) yang dibangun

pada tahun 1935. Toko De Vrienschap, terletak di jalan Kaliasin (sekarang Basuki Rahmad). Bangunan

ini kemudian dipergunakan sebagai kantor surat kabar Indonesia Dialy News dibangun pada tahun 1935. Sayang sekali, gedung dengan gaya Arc Deco di Surabaya ini sudah dibongkar dan diatasnya sekarang berdiri gedung BDNI.

Gedung Fa. Frozer Eaton & Co. di jalan Jembatan Merah No.11. Sekarang menjadi gedung PT.Jiwa Sraya. Kemungkinan dibangun pada tahun 1911 an.

Oranje Hotel di Jalan Tunjungan No.65 dibangun pada tahun 1911. Arsiteknya tidak diketahui dengan jelas. Pada tahun 1925-an bentuk hotel ini kemudian dirubah menjadi berarsitektur Modern.

Kunsrkringhuis di jalan simpang. Arsiteknya dan tahun pembuatannya tidak diketahui dengan jelas.

Protestantsche Kerk Boeboetan, di Jl.Bubutan, sekarang menjadi Gereja GPB dibangun pada tanggal 29 Juni 1920. Arsitekturnya adalah Zimmerman.

De Gereformeerde Kerk di Jl.Pregolan Bunder sekarang menjadi GKI Protestan, dibangun pada tahun 1920-1921.

Meesjesweeshuis, di Jl.Bubutan dibangun pada tahun 1912. Gedung ini sekarang digunakan sebagai Rumah Sakit Mardi Santoso.

NV.Ned. Indische Beerbrouwerijn di Koperstraat (sekarang Jl.Ratna) dibangun pada tahun 1930. Bangunan ini dipergunakan sebagai pabrik Bis bintang.

Kompleks pertokoan di Pojok Jalan Tunjungan dan Jl.Kenari, dibangun pada tahun 1930an.

Christ Churh di Reinersz Boulevard (sekarang Jl. Diponegoro) yang dibangun pada tahun 1930.

Kantor sindikat gula di Heerenstraat (sekarang Jl.Rajawali) yang dibangun pada tahun 1925.

Kantor Borsumij di Jl.Veteran yang didirikan pada tahun 1935. Rumah Tinggal di jalan Sumatera yang didirikan pada tahun 1918. Gedung Corcodia Societeit di Jl.Veteran yang dirombak menjadi kantor BPM.

Perombakan dilakukan pada tahun 1917-1918. Rumah tinggal di Jl.Kayoon Surabaya yang dibangun pada tahun 1929.

Page 6: Sisa Kejayaan Belanda Di

Data-data nama gedung dan tahun pembuatannya tersebut diperoleh dari beberapa sumber sejarah surabaya dan sejarah perkembangan Arsitektur jaman kolonialisme Belanda di Kota Surabaya. Memang mungkin masih sangat banyak gedung dan bangunan yang tidak terdata disini, tetapi dari sekian banyak gedung yang sudah terdata diatas membuktikan bahwa jaman penjajahan memiliki pengaruh besar terhadap pembangunan dan perkembangan kota Surabaya menjadi salah satu kota besar (walau tidak dapat dipungkiri bahwa dampak buruk penjajahan lebih besar dibandingkan dampak baiknya..).Namun, diharapkan dengan banyaknya sisa-sisa kejayaan Belanda ini dapat memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan Surabaya kedepannya. Misal, dengan melakukan research perkembangan kearsitekturan kota yang bekerja sama dengan negeri belanda ataupun membuat suatu icon wisata sejarah di Surabaya dengan menarik wisatawan domestik maupun mancanegara (khususnya Belanda yang sedikit banyak memiliki pertalian sejarah dengan Indonesia).. who knows.. mungkin saja dengan begitu pendapatan kota Surabaya nantinya akan semakin berkembang dengan icon sebagai kota sejarah atau kota  Historical researcher yang bekerja sama dengan badan Research Belanda… Mari kita bermimpi untuk itu,dan semoga mimpi itu jadi kenyataan… jadi Surabaya tidak membanggakan Dolly saja sebagai icon pariwisatanya…. :p

Sekian hasil rangkuman saya ^^

arsitektur belanda di surabaya indonesia, arsitektur gaya imperial, belanda, kompetiblog, studi di belanda

Belanda (bahasa Belanda: Koninkrijk der Nederlanden, secara harfiah berarti “Kerajaan Tanah-Tanah Rendah”) adalah sebuah negara di Eropa bagian barat laut. Di sebelah timur negara ini berbatasan dengan Jerman, di sebelah selatan dengan Belgia, dan di sebelah barat dengan Laut Utara. (wikipedia)

Sebagai salah satu negara yang pernah menduduki Indonesia selama 350 tahun, secara langsung dan tidak langsung ciri arsitektur Indonesia terpengaruh oleh ciri arsitektur Belanda. Arsitektur kolonial Belanda di Indonesia sampai sekarang masih banyak mendominasi pemandangan kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya sebagai tempat saya hidup 23 tahun ini.

Sebenarnya saya ingin berbagi cerita tentang arsitektur kolonial di Indonesia ini, sampai mulut berbusa pun saya siap. Tapi pembaca yang budiman sepertinya akan tertidur ditengah saya bercerita, karena itu cerita kali ini saya fokuskan pada kota Surabaya tercinta ini.

Sebagai kota terbesar kedua di Indonesia, kota kelahiran saya -Surabaya- berkembang pesat sekali. Namun terdapat permasalahan dan kegagalan di dalam perencanaan pembangunan kota dan arsitekturnya. Hal ini dikarenakan perencanaan yang tanpa memperhatikan

Page 7: Sisa Kejayaan Belanda Di

perkembangan kota dan arsitektur masa lalu. Tata kota jika kita melihat dari atas, terlihat seperti benang ruwet.

Lantas apa kita harus menyalahkan masa lalu?

Yang menjadi tanggung jawab kita saat ini adalah, bagaimana memperbaiki tata kota kita, bagaimana menyelamatkan cagar budaya kita agar tidak musnah dimakan modernisasi. Mengobservasi negara yang memiliki tata kota teratur seperti Belanda, agar dapat kita jadikan panutan dalam menata kota ini.

Pada sisi arsitektur sebelum tahun 1900-an di Hindia Belanda sering disebut sebagai “Empire Style” (gaya imperial) yang dipopulerkan oleh Daendels-daendels (Daendels sebagai pimpinan Belanda jaman penjajahan dulu namanya begitu melekat di otak dari jaman sd, setiap kumpeni yang gag apal namanya akan saya sebut sebagai Daendels aja yah..hehe), pada akhir abad ke-19.

Salah satu bangunan bergaya “Empire Style” di Surabaya adalah gedung “Grahadi” yang saat ini menjadi rumah kediaman gubernur Jawa Timur. Gedung Grahadi ini terletak di Jalan Pemuda, tepatnya di sebelah sekolah saya yang penuh kenangan, yaitu SMA 6 Surabaya yang populer disebut Smunam saja.

Bagaimana kokoh dan sombongnya bangunan gedung Grahadi ini sehingga hanya seorang pemimpin yang sanggup menempati. Saya yakin 99,9% dari yang baca ga tau, siapakah arsitek dari Gedung Grahadi ini. Tenang, sebagai pihak yang baru tau saya akan bagi informasi… hehe… ternyata arsiteknya adalah G.C Citroen (another deandels).

Ciri-ciri dari “Empire Style” ini bisa dilihat dari penggunaan banyak gevel pada bagian depannya, warna dominan putih, atap datar, penggunaan pilar-pilar pada pintu masuk atau tempat strategis lainnya serta volume bangunan yang berbentuk kubus.

Dalam sejarah perkembangan arsitektur kolonial Belanda di Indonesia, salah satu bangunan yang dirancang oleh arsitek profesional yang terkenal dengan gaya Empire Style pada sekitar

Page 8: Sisa Kejayaan Belanda Di

tahun 1900-an adalah gedung “Nederlandsch Indische Spoorweg Mij” yang saat ini dikenal dengan sebutan Gedung Lawang Sewu.

Kemudian, bangunan yang sampai saat ini menjadi tempat favorit untuk berfoto a-la noni-noni Belanda yaitu gereja Katholik dikawasan Kepanjen.

Bangunan ini berlanggam Neo Gothic yang merupakan langgam khas arsitektur Eropa dengan ciri khas ruang membentuk busur, kolom dan kuda-kudanya menjadi satu. Atap-atapnya membentuk kubah disertai pilar-pilar tinggi. Batu bata yang menempel di tembok disusun telanjang tanpa dilapisi semen. Jika dilihat dari atas, bangunan tersebut berbentuk salib. ( nah yang melihat dari atas ini siy belum saya buktikan..hehe)

Page 9: Sisa Kejayaan Belanda Di

Foto Gedung BII di Jalan Veteran

Mempelajari gaya arsitektur Belanda di Indonesia tentu lebih terasa komplit bila bisa datang ke negara kincir angin tersebut. Melihat teknologi yang ada. Mengagumi bangunan-bangunan tua serta bangunan modern yang ada. Mempelajari nilai-nilai budaya yang tentu berbeda dengan budaya timur.

Page 10: Sisa Kejayaan Belanda Di

Ibarat seorang anak kampung yang ingin mendapatkan tiket mempelajari ruang dan waktu globalisme dunia.

Kenali sejarah kota ini dengan langsung menyeburkan diri pada sumber yang ada. Bagaimana keindahan arsitekturnya, kebebasan masyarakatnya, apakah penduduknya seramah “orang timur”, bagaimana rupa kanal-kanal yang ada hingga mendapat sebutan ” The Venice North”, bagaimana bentuk bangunan tua yang berumur 300-400 tahun disana, bagaimana ruang Musium Gogh dimana tersimpan lukisan-lukisan Van Gogh yang terkenal itu.

Ada image menarik yang sangat saya sukai, yaitu “Amsterdam in purple” .

Laat me de ruimte, tijd en uw uiterlijk, zodat ik kan laten zien hoe ik ben verlangen naar de afmetingen van uw

Sumber informasi: – ingatan jaman kuliah dolo, http:// wikipedia.com , http: google.com , http://google.com/image

Karakteristik Arsitektur Kolonial Belanda 

 

 

 

 

 

4 Votes

Karakteristik Arsitektur Kolonial Belanda dalam hal ini dapat dilihat dari segi periodisasi perkembangan arsitekturnya maupun dapat pula ditinjau dari berbagai elemen ornamen yang digunakan bangunan kolonial tersebut. 

Page 11: Sisa Kejayaan Belanda Di

A. Periodisasi Arsitektur Kolonial Belanda

Helen Jessup dalam Handinoto (1996: 129-130) membagi periodisasi perkembangan arsitektur kolonial Belanda di Indonesia dari abad ke 16 sampai tahun 1940-an menjadi empat bagian, yaitu:

1. Abad 16 sampai tahun 1800-an

Pada waktu ini Indonesia masih disebut sebagai Nederland Indische (Hindia Belanda) di bawah kekuasaan perusahaan dagang Belanda yang bernama VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie). Selama periode ini arsitektur kolonial Belanda kehilangan orientasinya pada bangunan tradisional di Belanda serta tidak mempunyai suatu orientasi bentuk yang jelas. Yang lebih buruk lagi, bangunan-bangunan tersebut tidak diusahakan untuk beradaptasi dengan iklim dan lingkungan setempat.

2. Tahun 1800-an sampai tahun 1902

Ketika itu, pemerintah Belanda mengambil alih Hindia Belanda dari perusahaan dagang VOC. Setelah pemerintahan Inggris yang singkat pada tahun 1811-1815. Hindia Belanda kemudian sepenuhnya dikuasai oleh Belanda. Indonesia waktu itu diperintah dengan tujuan untuk memperkuat kedudukan ekonomi negeri Belanda. Oleh sebab itu, Belanda pada abad ke-19 harus memperkuat statusnya sebagai kaum kolonialis dengan membangun gedung-gedung yang berkesan grandeur (megah). Bangunan gedung dengan gaya megah ini dipinjam dari gaya arsitektur neo-klasik yang sebenarnya berlainan dengan gaya arsitektur nasional Belanda waktu itu.

3. Tahun 1902-1920-an

Antara tahun 1902 kaum liberal di negeri Belanda mendesak apa yang dinamakan politik etis untuk diterapkan di tanah jajahan. Sejak itu, pemukiman orang Belanda tumbuh dengan cepat. Dengan adanya suasana tersebut, maka “indische architectuur” menjadi terdesak dan hilang. Sebagai gantinya, muncul standar arsitektur yang berorientasi ke Belanda. Pada 20 tahun pertama inilah terlihat gaya arsitektur modern yang berorientasi ke negeri Belanda.

4. Tahun 1920 sampai tahun 1940-an

Pada tahun ini muncul gerakan pembaruan dalam arsitektur, baik nasional maupun internasional di Belanda yang kemudian memengaruhi arsitektur kolonial di Indonesia. Hanya saja arsitektur baru tersebut kadang-kadang diikuti secara langsung, tetapi kadang-kadang juga muncul gaya yang disebut sebagai ekletisisme (gaya campuran). Pada masa tersebut muncul arsitek Belanda yang memandang perlu untuk memberi ciri khas pada arsitektur Hindia Belanda. Mereka ini menggunakan kebudayaan arsitektur tradisional Indonesia sebagai sumber pengembangannya.

Hampir serupa dengan Helen Jessup, Handinoto (1996: 130-131) membagi periodisasi arsitektur kolonial di Surabaya ke dalam tiga periode, yaitu: 1) perkembangan arsitektur antara tahun 1870-1900; 2) perkembangan arsitektur sesudah tahun 1900; dan 3) perkembangan arsitektur setelah tahun 1920. Perkembangan arsitektur kolonial Belanda tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

Page 12: Sisa Kejayaan Belanda Di

1) Perkembangan Arsitektur Antara Tahun 1870-1900

Akibat kehidupan di Jawa yang berbeda dengan cara hidup masyarakat Belanda di negeri Belanda maka di Hindia Belanda (Indonesia) kemudian terbentuk gaya arsitektur tersendiri. Gaya tersebut sebenarnya dipelopori oleh Gubernur Jenderal HW. Daendels yang datang ke Hindia Belanda (1808-1811). Daendels adalah seorang mantan jenderal angkatan darat Napoleon, sehingga gaya arsitektur yang didirikan Daendels memiliki ciri khas gaya Perancis, terlepas dari kebudayaan induknya, yakni Belanda.

Gaya arsitektur Hindia Belanda abad ke-19 yang dipopulerkan Daendels tersebut kemudian dikenal dengan sebutan The  Empire Style. Gaya ini oleh Handinoto juga dapat disebut sebagai The Dutch Colonial. Gaya arsitektur The Empire Style adalah suatu gaya arsitektur neo-klasik yang melanda Eropa (terutama Prancis, bukan Belanda) yang diterjemahkan secara bebas. Hasilnya berbentuk gaya Hindia Belanda (Indonesia)  yang bergaya kolonial, yang disesuaikan dengan lingkungan lokal dengan iklim dan tersedianya material pada waktu itu (Akihary dalam Handinoto, 1996: 132). Ciri-cirinya antara lain: denah yang simetris, satu lantai dan ditutup dengan atap perisai. Karakteristik lain dari gaya ini diantaranya: terbuka, terdapat pilar di serambi depan dan belakang, terdapat serambi tengah yang menuju ke ruang tidur dan kamar-kamar lain. Ciri khas dari gaya arsitektur ini yaitu adanya barisan pilar atau kolom (bergaya Yunani) yang menjulang ke atas serta terdapat gevel dan mahkota di atas serambi depan dan belakang. Serambi belakang seringkali digunakan sebagai ruang makan dan pada bagian belakangnya dihubungkan dengan daerah servis (Handinoto, 1996: 132-133).

Page 13: Sisa Kejayaan Belanda Di

2) Perkembangan Arsitektur Sesudah Tahun 1900

Handinoto (1996: 163) menyebutkan bahwa, bentuk arsitektur kolonial Belanda di Indonesia sesudah tahun 1900 merupakan bentuk yang spesifik. Bentuk tersebut merupakan hasil kompromi dari arsitektur modern yang berkembang di Belanda pada waktu yang bersamaan dengan penyesuaian iklim tropis basah Indonesia. Ada juga beberapa bangunan arsitektur kolonial Belanda yang mengambil elemen-elemen tradisional setempat yang kemudian diterapkan ke dalam bentuk arsitekturnya. Hasil keseluruhan dari arsitektur kolonial Belanda di Indonesia tersebut adalah suatu bentuk khas yang berlainan dengan arsitektur modern yang ada di Belanda sendiri.

Handinoto (1996: 151-163) juga menguraikan bahwa, kebangkitan arsitektur Belanda sebenarnya dimulai dari seorang arsitek Neo-Gothik, PJH. Cuypers (1827-1921) yang kemudian disusul oleh para arsitek dari aliran Niuwe Kunst  (Art Nouveau gaya Belanda) HP. Berlage (185-1934) dan rekan-rekannya seperti Willem Kromhout (1864-1940), KPC. De Bazel (1869-1928), JLM. Lauweriks (1864-1932), dan Edward Cuypers (1859-1927). Gerakan Nieuw Kunst yang dirintis oleh Berlage di Belanda ini kemudian melahirkan dua

Page 14: Sisa Kejayaan Belanda Di

aliran arsitektur modern yaitu The Amsterdam School serta aliran De Stijl. Adapun penjelasan mengenai arsitektur Art Nouveau, The Amsterdam School dan De Stijl dapat dijabarkan sebagai berikut:

a) Art Nouveau

Art Nouveau adalah gerakan internasional dan gaya seni arsitektur dan diterapkan terutama pada seni-seni dekoratif yang memuncak pada popularitas di pergantian abad 20 (1890-1905). Nama Art Nouveau adalah bahasa Perancis untuk ‘seni baru’. Gaya ini ditandai dengan bentuk organik, khususnya yang diilhami motif-motif bunga dan tanaman lain, dan juga sangat bergaya bentuk-bentuk lengkung yang mengalir. Gaya Art Nouveau dan pendekatannya telah diterapkan dalam hal arsitektur, melukis, furnitur, gelas, desain grafis, perhiasan, tembikar, logam, dan tekstil dan patung. Hal ini sejalan dengan filosofi Art Nouveau bahwa seni harus menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari (sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Art_Nouveau).

b) The Amsterdam School

Arsitektur Amsterdam School, yang pada awalnya berkembang disekitar Amsterdam, berakar pada sebuah aliran yang dinamakan sebagai Nieuwe Kunst di Belanda. Nieuwe Kunst adalah versi Belanda dari aliran “Art Nouveau” yang masuk ke Belanda pada peralihan abad 19 ke 20, (1892-1904). Agak berbeda dengan ‘Art Nouveau‘, didalam dunia desain “Nieuwe Kunst” yang berkembang di Belanda, berpegang pada dua hal yang pokok, pertama adalah ‘orisinalitas’ dan kedua adalah ‘spritualitas’, disamping rasionalitas yang membantu dalam validitas universal dari bentuk yang diciptakan (de Wit dalam Handinoto, e-journal ilmiah Petra Surabaya).

Aliran Amsterdam Shool menafsirkan ‘orisinalitas’ ini sebagai sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap perancang, sehingga setiap desain yang dihasilkan, harus merupakan ekspresi pribadi perancangnya. Sedangkan ‘spritualitas’ ditafsirkan sebagai metode penciptaan yang didasarkan atas penalaran yang bisa menghasilkan karya-karya seni (termasuk arsitektur), dengan memakai bahan dasar yang berasal dari alam (bata, kayu, batu alam, tanah liat, dsb.nya). Bahan-bahan alam tersebut dipasang dengan ketrampilan tangan yang tinggi sehingga memungkinkan dibuatnya bermacam-macam ornamentasi yang indah. Tapi semuanya ini harus tetap memperhatikan fungsi utamanya.

Pada tahun 1915, ‘Nieuwe Kunst’ ini kemudian terpecah menjadi dua aliran. Pertama yaitu aliran Amsterdam School dan yang kedua adalah De Stijl. Meskipun berasal dari sumber yang sama dan mempunyai panutan yang sama (H.P. Berlage), tapi ternyata kedua aliran arsitektur ini mempunyai perbedaan. Perbedaan tersebut dapat dijelaskan bahwa Amsterdam School tidak pernah menerima mesin sebagai alat penggandaan hasil karya-karyanya. Hal ini berbeda dengan De Stijl, yang menganggap hasil karya dengan gaya tersebut sebagai nilai estetika publik atau estetika universal, dan bisa menerima mesin sebagai alat pengganda karya-karyanya.

Pengertian lain mengenai Amsterdam School (Belanda: Amsterdamse School) adalah gaya arsitektur yang muncul dari 1910 sampai sekitar 1930 di Belanda. Gaya ini ditandai oleh konstruksi batu bata dan batu dengan penampilan bulat atau organik, massa relatif tradisional, dan integrasi dari skema yang rumit pada elemen bangunan luar dan dalam: batu dekoratif, seni kaca, besi tempa, menara atau “tangga” jendela (dengan horizontal bar), dan

Page 15: Sisa Kejayaan Belanda Di

diintegrasikan dengan sculpture arsitektural. Tujuannya adalah untuk menciptakan pengalaman total arsitektur, interior dan eksterior. (sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Amsterdam_School)

Di samping karakteristik diatas, ciri-ciri lain dari aliran Amsterdam School oleh Handinoto (dalam e-journal ilmiah Petra Surabaya), antara lain :

a)   Bagi Amsterdam School, karya orisinalitas merupakan sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap perancang, sehingga setiap desain yang dihasilkan, harus merupakan ekspresi pribadi perancangnya. Nilai estetika dari karya-karya aliran Amsterdam School bukan bersifat publik atau estetika universal. Itulah sebabnya Amsterdam School tidak pernah menerima mesin sebagai alat penggandaan hasil karyanya.

b)   Bagi Amsterdam School mengekspresikan ide dari suatu gagasan lebih penting dibanding suatu studi rasional atas kebutuhan perumahan ke arah pengembangan baru dari jenis denah lantai dasar suatu bangunan

c)   Arsitek dan desainer dari aliran Amsterdam School melihat bangunan sebagai “total work of art”, mereka melihat bahwa desain interior harus mendapat perhatian yang sama sebagai gagasan yang terpadu dalam arsitektur itu sendiri, dan hal tersebut sama sekali bukan merupakan hasil kerja atau produk mekanis. Pada saat yang sama, mereka berusaha untuk memadukan tampak luar dan bagian dalam (interior) bangunan menjadi suatu kesatuan yang utuh.

d)   Bangunan dari aliran Amsterdam School biasanya dibuat dari susunan bata yang dikerjakan dengan keahlian tangan yang tinggi dan bentuknya sangat plastis; ornamen skulptural dan diferensiasi warna dari bahan-bahan asli (bata, batu alam, kayu) memainkan peran penting dalam desainnya.

e)   Walaupun arsitek aliran Amsterdam School sering bekerja sama dengan pemahat dan ahli kerajinan tangan lainnya, mereka menganggap arsitektur sebagai unsur yang paling utama dan oleh karenanya harus sanggup mendikte semua seni yang lain.

(Sumber:http://fportfolio.petra.ac.id/  e-jurnal ilmiah Petra Surabaya)

Page 16: Sisa Kejayaan Belanda Di

c) Gaya Arsitektur De Stijl

Gaya De Stijl dikenal sebagai neoplasticism, adalah gerakan artistik Belanda yang didirikan pada 1917. Dalam hal ini, neoplasticism sendiri dapat diartikan sebagai seni plastik baru. Pendukung De Stijl berusaha untuk mengekspresikan utopia baru ideal dari keharmonisan spiritual dan ketertiban. Mereka menganjurkan abstraksi murni dan universalitas dengan pengurangan sampai ke inti bentuk dan warna; mereka menyederhanakan komposisi visual ke arah vertikal dan horisontal, dan hanya digunakan warna-warna primer bersamaan dengan warna hitam dan putih.

Secara umum, De Stijl mengusulkan kesederhanaan dan abstraksi pokok, baik dalam arsitektur dan lukisan dengan hanya menggunakan garis lurus horisontal dan vertikal dan bentuk-bentuk persegi panjang. Selanjutnya, dari segi warna adalah terbatas pada warna utama, merah, kuning, dan biru, dan tiga nilai utama, hitam, putih, dan abu-abu. Gaya ini menghindari keseimbangan simetri dan mencapai keseimbangan estetis dengan menggunakan oposisi.

(sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/De_Stijl)

Page 17: Sisa Kejayaan Belanda Di

3) Perkembangan Arsitektur Setelah Tahun 1920

Akihary (dalam Handinoto, 1996: 237-238) menggunakan istilah gaya bangunan sesudah tahun 1920-an dengan nama Niuwe Bouwen yang merupakan penganut dari aliran International Style. Seperti halnya arsitektur barat lain yang diimpor, maka penerapannya disini selalu disesuaikan dengan iklim serta tingkat teknologi setempat. Wujud umum dari dari penampilan arsitektur Niuwe Bouwen ini menurut formalnya berwarna putih, atap datar, menggunakan gevel horizontal dan volume bangunan yang berbentuk kubus

Gaya ini (Niuwe Bouwen/ New Building) adalah sebuah istilah untuk beberapa arsitektur internasional dan perencanaan inovasi radikal dari periode 1915 hingga sekitar tahun 1960. Gaya ini dianggap sebagai pelopor dari International Style. Istilah “Nieuwe Bouwen” ini diciptakan pada tahun dua puluhan dan digunakan untuk arsitektur modern pada periode ini di Jerman, Belanda dan Perancis. Arsitek Nieuwe Bouwen nasional dan regional menolak tradisi dan pamer dan penampilan. Dia ingin yang baru, bersih, berdasarkan bahasa desain sederhana, dan tanpa hiasan. Karakteristik Nieuwe Bouwen meliputi: a) Transparansi, ruang, cahaya dan udara. Hal ini dicapai melalui penggunaan bahan-bahan modern dan metode konstruksi. b) Simetris dan pengulangan yaitu keseimbangan antara bagian-bagian yang tidak setara. c) Penggunaan warna bukan sebagai hiasan namun sebagai sarana ekspresi.

(sumber: http://nl.wikipedia.org/wiki/Nieuwe_Bouwen)

B. Berbagai Elemen Bangunan Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia

Elemen-elemen bangunan bercorak Belanda yang banyak digunakan dalam arsitektur kolonial Hindia Belanda (Handinoto, 1996:165-178)  antara lain: a) gevel (gable) pada tampak depan bangunan; b) tower; c) dormer; d) windwijzer (penunjuk angin); e) nok acroterie (hiasan puncak atap); f) geveltoppen (hiasan kemuncak atap depan); g) ragam hias pada tubuh bangunan; dan  h) balustrade.

Page 18: Sisa Kejayaan Belanda Di
Page 19: Sisa Kejayaan Belanda Di

Referensi:

Handinoto. 1996. Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya 1870-1940. Diterbitkan atas Kerja Sama Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Kristen Petra Surabaya dan Penerbit Andi. Yogyakarta: Andi Offset

Sumalyo, Yulianto. 1995.  Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Handinoto dan Hartono, Samuel. “The Amsterdam School” dan Perkembangan Arsitektur Kolonial di Hindia Belanda Antara 1915-1940. e-jurnal Ilmiah Petra Surabaya

Sumber :

http://fportfolio.petra.ac.id/user_files/81-005/The%20Amsterdam%20School.pdf

http://en.wikipedia.org/wiki/Amsterdam_School

http://en.wikipedia.org/wiki/Art_Deco

http://en.wikipedia.org/wiki/Art_Nouveau

http://en.wikipedia.org/wiki/De_Stijl

http://nl.wikipedia.org/wiki/Nieuwe_Bouwen

Page 20: Sisa Kejayaan Belanda Di

Sejarah Masjid Agung Demak

Setelah masuknya pengaruh kebudayaan islam ke wilayah nusantara, banyak bermunculan kerajaan islam di wilayah nusantara. Begitu juga di pulau jawa banyak kerajaan–kerajaan islam seperti demak, banten, mataram baru, dll. Salah satu kerajaan islam tertua di jawa adalah kerajaan demak yang berada di Demak , Jawa Tengah. Kerajaan demak berdiri pada tahun 1475 di dirikan oleh raden patah . kerajaan demak meninggalkan beberapa peninggalan bersejarah yang masih dapat kita lihat sampai sekarang terutama adalah masjid demak , yang berdiri pada tahun 1477 dan di bangun oleh wali songo secara bersama–sama yang mitosnya di bangun hannya pada satu malam.

Raden Patah yang menjadi perintis kerajaan Islam di Jawa. Ia disebut-sebut sebagai putra Raja Majapahit Brawijaya V dengan putri asal Campa (kini Kamboja) yang telah masuk Islam. Masa kecilnya dihabiskan di Pesantren Ampel Denta -pesantren yang dikelola Sunan Ampel. Ibu Sunan Ampel (istri Maulana Malik Ibrahim) juga putri penguasa Campa ketika Majapahit melemah dan terjadi pertikaian internal, Raden Patah melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit dan membangun Kesultanan Demak. Dalam konflik dengan Majapahit, ia dibantu Sunan Giri. Berdirilah Kesultanan Demak pada 1475 atau beberapa tahun setelah itu.

SEJARAH MASJID DEMAK

Menurut legenda, masjid ini didirikan oleh Wali Songo secara bersama-sama dalam tempo satu malam. Babad Demak menunjukkan bahwa masjid ini didirikan pada tahun Saka 1399 (1477) yang ditandai oleh candrasengkala “Lawang Trus Gunaningjanmi”, sedang pada gambar bulus yang berada di mihrab masjid ini terdapat lambang tahun Saka 1401 yang menunjukkan bahwa masjid ini berdiri tahun 1479. Bangunan yang terbuat dari kayu jati ini berukuran 31 m x 31 m dengan bagian serambi berukuran 31 m x 15 m. Atap tengahnya ditopang oleh empat buah tiang kayu raksasa (saka guru), yang dibuat oleh empat wali di antara Wali Songo. Saka sebelah tenggara adalah buatan Sunan Ampel, sebelah barat daya buatan Sunan Gunung Jati, sebelah barat laut buatan Sunan Bonang, sedang sebelah timur laut yang tidak terbuat dari satu buah kayu utuh melainkan disusun dari beberapa potong balok yang diikat menjadi satu (saka tatal), merupakan sumbangan dari Sunan Kalijaga. Serambinya dengan delapan buah tiang boyongan merupakan bangunan tambahan pada zaman Adipati Yunus (Pati Unus atau pangeran Sabrang Lor), sultan Demak ke-2 (1518-1521) pada tahun 1520.

Dalam proses pembangunannya, Sunan Kalijaga memegang peranan yang amat penting. Wali inilah yang berjasa membetulkan arah kiblat. Menurut riwayat, Sunan Kalijaga juga memperoleh wasiat antakusuma, yaitu sebuah bungkusan yang konon berisi baju “hadiah” dari Nabi Muhammad SAW, 

Page 21: Sisa Kejayaan Belanda Di

yang jatuh dari langit di hadapan para wali yang sedang bermusyawarah di dalam masjid itu.Memasuki pertengahan abad XVII, ketika kerajaan Mataram berdiri, pemberontakan pun juga mewarnai perjalanan sejarah kekuasaan raja Mataram waktu itu.

Sejarah yang sama juga melanda kerajaan Demak. Kekuasaan baru yang berasal dari masuknya agama Islam ke tanah Jawa. Seorang Bupati putra dari Brawijaya yang beragama Islam disekitar tahun 1500 bernama Raden Patah dan berkedudukan di Demak, secara terbuka memutuskan ikatan dari Majapahit yang sudah tidak berdaya lagi, dan atas bantuan daerah-daerah lain yang telah Islam (seperti Gresik, Tuban dan Jepara), ia mendirikan kerajaan Islam yang berpusat di Demak. Namun keberadaan kerajaan Demak tak pernah sepi dari rongrongan pemberontakan. Dimasa pemerintahan raja Trenggono, walau berhasil menaklukkan Mataram dan Singasari. Tapi perlawanan perang dan pemberontakan tetap terjadi di beberapa daerah yang memiliki basis kuat keyakinan Hindu. Sehingga daerah Pasuruan serta Panarukan dapat bertahan dan Blambangan tetap menjadi bagian dari Bali yang tetap Hindu. Di tahun 1548, raja Trenggono wafat akibat perang dengan Pasuruan.

Kematian Trenggono menimbulkan perebutan kekuasaan antara adiknya dan putranya bernama pangeran Prawoto yang bergelar Sunan Prawoto (1549). Sang adik berjuluk pangeran Seda Lepen terbunuh di tepi sungai dan Prawoto beserta keluarganya dihabisi oleh anak dari pangeran Seda Lepen yang bernama Arya Panangsang. Tahta Demak dikuasai Arya Penangsang yang terkenal kejam dan tidak disukai orang, sehingga timbul pemberontakan dan kekacauan yang datangnya dari kadipaten-kadipaten. Apalagi ketika adipati Japara yang mempunyai pengaruh besar dibunuh pula, yang mengakibatkan si adik dari adipati japara berjuluk Ratu Kalinyamat bersama adipati-adipati lainnya melakukan pemberontakan dalam bentuk gerakan melawan Arya Panangsang. Salah satu dari adipati yang memberontak itu bernama Hadiwijoyo berjuluk Jaka Tingkir, yaitu putra dari Kebokenongo sekaligus menantu Trenggono yang masih ada hubungan darah dengan sang raja. Jaka Tingkir, yang berkuasa di Pajang Boyolali, dalam peperangan berhasil membunuh Arya Penangsang. Dan oleh karena itu ia memindahkan Karaton Demak ke Pajang dan ia menjadi raja pertama di Pajang. Dengan demikian, habislah riwayat kerajaan Islam Demak.

KEISTIMEWAAN MASJID AGUNG DEMAK

Masjid Agung Demak merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia. Masjid ini memiliki nilai historis yang sangat penting bagi perkembangan Islam di tanah air, tepatnya pada masa Kesultanan Demak Bintoro. Banyak masyarakat memercayai masjid ini sebagai tempat berkumpulnya para wali penyebar agama Islam, yang lebih dikenal dengan sebutan Walisongo (Wali Sembilan). Para wali ini sering berkumpul untuk beribadah, berdiskusi tentang penyebaran agama Islam, dan mengajarkan ilmu-ilmu Islam kepada penduduk sekitar. Oleh karenanya, masjid ini bisa dianggap sebagai monumen hidup penyebaran Islam di Indonesia dan bukti kemegahan Kesultanan Demak Bintoro. 

Masjid Agung Demak didirikan dalam tiga tahap. Tahap pembangunan pertama adalah pada tahun 1466. Ketika itu masjid ini masih berupa bangunan Pondok Pesantren Glagahwangi di bawah asuhan Sunan Ampel. Pada tahun 1477, masjid ini dibangun kembali sebagai masjid Kadipaten Glagahwangi Demak. Pada tahun 1478, ketika Raden Patah diangkat sebagai Sultan I Demak, masjid ini direnovasi dengan penambahan tiga trap. Raden Fatah bersama Walisongo memimpin proses pembangunan 

Page 22: Sisa Kejayaan Belanda Di

masjid ini dengan dibantu masyarakat sekitar. Para wali saling membagi tugasnya masing-masing. Secara umum, para wali menggarap soko guru yang menjadi tiang utama penyangga masjid. Namun, ada empat wali yang secara khusus memimpin pembuatan soko guru lainnya, yaitu: Sunan Bonang memimpin membuat soko guru di bagian barat laut; Sunan Kalijaga membuat soko guru di bagian timur laut; Sunan Ampel membuat soko guru di bagian tenggara; dan Sunan Gunungjati membuat soko guru di sebelah barat daya.

Luas keseluruhan bangunan utama Masjid Agung Demak adalah 31 x 31 m2. Di samping bangunan utama, juga terdapat serambi masjid yang berukuran 31 x 15 m dengan panjang keliling 35 x 2,35 m; bedug dengan ukuran 3,5 x 2,5 m; dan tatak rambat dengan ukuran 25 x 3 m. Serambi masjid berbentuk bangunan yang terbuka. Bangunan masjid ditopang dengan 128 soko, yang empat di antaranya merupakan soko guru sebagai penyangga utamanya. Tiang penyangga bangunan masjid berjumlah 50 buah, tiang penyangga serambi berjumlah 28 buah, dan tiang kelilingnya berjumlah 16 buah.

Masjid ini memiliki keistimewaan berupa arsitektur khas ala Nusantara. Masjid ini menggunakan atap limas bersusun tiga yang berbentuk segitiga sama kaki. Atap limas ini berbeda dengan umumnya atap masjid di Timur Tengah yang lebih terbiasa dengan bentuk kubah. Ternyata model atap limas bersusun tiga ini mempunyai makna, yaitu bahwa seorang beriman perlu menapaki tiga tingkatan penting dalam keberagamaannya: iman, Islam, dan ihsan. Di samping itu, masjid ini memiliki lima buah pintu yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lain, yang memiliki makna rukun Islam, yaitu syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji. Masjid ini memiliki enam buah jendela, yang juga memiliki makna rukun iman, yaitu percaya kepada Allah SWT, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, hari kiamat, dan qadha-qadar-Nya.

Bentuk bangunan masjid banyak menggunakan bahan dari kayu. Dengan bahan ini, pembuatan bentuk bulat dengan lengkung-lengkungan akan lebih mudah. Interior bagian dalam masjid juga menggunakan bahan dari kayu dengan ukir-ukiran yang begitu indah. Dan ada satu keistimewahan satu buah tiang yang tidak terbuat dari satu buah kayu utuh melainkan disusun dari beberapa potong balok yang diikat menjadi satu (saka tatal). Bentuk bangunan masjid yang unik tersebut ternyata hasil kreatifitas masyarakat pada saat itu. 

Di samping banyak mengadopsi perkembangan arsitektur lokal ketika itu, kondisi iklim tropis (di antaranya berupa ketersediaan kayu) juga mempengaruhi proses pembangunan masjid. Arsitektur bangunan lokal yang berkembang pada saat itu, seperti joglo, memaksimalkan bentuk limas dengan ragam variasinya.

Masjid Agung Demak berada di tengah kota dan menghadap ke alun-alun yang luas. Secara umum, pembangunan kota-kota di Pulau Jawa banyak kemiripannya, yaitu suatu bentuk satu-kesatuan antara bangunan masjid, keraton, dan alun-alun yang berada di tengahnya. Pembangunan model ini diawali oleh Dinasti Demak Bintoro. Diperkirakan, bekas Keraton Demak ini berada di sebelah selatan Masjid Agung dan alun-alun.

Page 23: Sisa Kejayaan Belanda Di

LETAK DAN STRUKTUR BANGUNAN MASJID AGUNG DEMAK

Masjid Agung Demaki terletak di desa Kauman, Demak, Jawa Tengah. Lokasi Masjid berada di pusat kota Demak, berjarak + 26 km dari Kota Semarang, + 25 km dari Kabupaten Kudus, dan + 35 km dari Kabupaten Jepara. Masjid ini dipercayai pernah merupakan tempat berkumpulnya para ulama (wali) penyebar agama Islam, disebut juga Walisongo, untuk membahas penyebaran agama Islam di Tanah Jawa khususnya dan Indonesia pada umumnya. Pendiri masjid ini diperkirakan adalah Raden Patah, yaitu raja pertama dari Kesultanan Demak. Di dalam lokasi kompleks Masjid Agung Demak, terdapat beberapa makam raja-raja Kesultanan Demak dan para abdinya. Di sana juga terdapat sebuah museum, yang berisi berbagai hal mengenai riwayat berdirinya Masjid Agung Demak.

Masjid ini merupakan cikal bakal berdirinya kerajaan Glagahwangi Bintoro Demak. Struktur bangunan masjid mempunyai nilai historis seni bangun arsitektur tradisional khas Indonesia. Wujudnya megah, anggun, indah, karismatik, mempesona dan berwibawa. Kini Masjid Agung Demak difungsikan sebagai tempat peribadatan dan ziarah. Penampilan atap limas piramida masjid ini menunjukkan Aqidah Islamiyah yang terdiri dari tiga bagian ; (1) Iman, (2) Islam, dan (3) Ihsan. Di Masjid ini juga terdapat “Pintu Bledeg”, bertuliskan “Condro Sengkolo”, yang berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani, dengan makna tahun 1388 Saka atau 1466 M, atau 887 H.

Arsitektur

Masjid ini mempunyai bangunan-bangunan induk dan serambi. Bangunan induk memiliki empat tiang utama yang disebut saka guru. Salah satu dari tiang utama tersebut konon berasal dari serpihan-serpihan kayu, sehingga dinamai saka tatal. Bangunan serambi merupakan bangunan terbuka. Atapnya berbentuk limas yang ditopang delapan tiang yang disebut Saka Majapahit. Atap limas Masjid terdiri dari tiga bagian yang menggambarkan ; (1) Iman, (2) Islam, dan (3) Ihsan. Di Masjid ini juga terdapat “Pintu Bledeg”, mengandung candra sengkala, yang dapat dibaca Naga Mulat Salira Wani, dengan makna tahun 1388 Saka atau 1466 M, atau 887 H.

Di dalam lokasi kompleks Masjid Agung Demak, terdapat beberapa makam raja-raja Kesultanan Demak dan para abdinya. Di kompleks ini juga terdapat Museum Masjid Agung Demak, yang berisi berbagai hal mengenai riwayat Masjid Agung Demak.

Masjid Agung Demak dicalonkan untuk menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 1995.

Sejarah dan Keistimewaan Masjid DemakHome › Artikel › life style    - 6   Comments    

(Sejarah dan Keistimewaan Masjid Demak) – Masjid Agung Demak adalah sebuah mesjid yang tertua di Indonesia. Masjid ini terletak di desa Kauman, Demak, Jawa Tengah. Masjid ini dipercayai pernah merupakan tempat berkumpulnya para ulama (wali) penyebar agama

Page 24: Sisa Kejayaan Belanda Di

Islam, disebut juga Walisongo, untuk membahas penyebaran agama Islam di Tanah Jawa khususnya dan Indonesia pada umumnya. Pendiri masjid ini diperkirakan adalah Raden Patah, yaitu raja pertama dari Kesultanan Demak.

Bangunan yang terbuat dari kayu jati ini berukuran 31 m x 31 m dengan bagian serambi berukuran 31 m x 15 m. Atap tengahnya ditopang oleh empat buah tiang kayu raksasa (saka guru), yang dibuat oleh empat wali di antara Wali Songo. Saka sebelah tenggara adalah buatan Sunan Ampel, sebelah barat daya buatan Sunan Gunung Jati, sebelah barat laut buatan Sunan Bonang, sedang sebelah timur laut yang tidak terbuat dari satu buah kayu utuh melainkan disusun dari beberapa potong balok yang diikat menjadi satu (saka tatal), merupakan sumbangan dari Sunan Kalijaga. Serambinya dengan delapan buah tiang boyongan merupakan bangunan tambahan pada zaman Adipati Yunus (Pati Unus atau pangeran Sabrang Lor), sultan Demak ke-2 (1518-1521) pada tahun 1520.

A. Selayang PandangMasjid  Agung Demak merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia. Masjid ini memiliki nilai historis yang sangat penting bagi perkembangan Islam di tanah air, tepatnya pada masa Kesultanan Demak Bintoro. Banyak masyarakat memercayai masjid  ini sebagai tempat berkumpulnya para wali penyebar agama Islam, yang lebih dikenal  dengan sebutan Walisongo (Wali Sembilan). Para wali ini sering berkumpul untuk beribadah, berdiskusi tentang penyebaran agama Islam, dan mengajarkan ilmu-ilmu Islam kepada penduduk sekitar. Oleh karenanya, masjid ini bisa dianggap sebagai monumen hidup penyebaran Islam di Indonesia dan bukti kemegahan Kesultanan  Demak Bintoro.

Masjid Agung Demak didirikan dalam tiga tahap. Tahap pembangunan pertama adalah pada tahun 1466. Ketika itu masjid ini masih berupa bangunan Pondok Pesantren  Glagahwangi di bawah asuhan Sunan Ampel. Pada tahun 1477, masjid ini dibangun  kembali sebagai masjid Kadipaten Glagahwangi Demak. Pada tahun 1478, ketika  Raden Fatah diangkat sebagai Sultan I Demak, masjid ini direnovasi dengan penambahan  tiga trap. Raden Fatah bersama Walisongo memimpin proses pembangunan masjid ini  dengan dibantu masyarakat sekitar. Para wali saling membagi tugasnya masing-masing. Secara umum, para wali menggarap soko guru yang menjadi tiang  utama penyangga masjid. Namun, ada empat wali yang secara khusus memimpin pembuatan  soko guru lainnya, yaitu: Sunan Bonang memimpin membuat soko guru di bagian  barat laut; Sunan Kalijaga membuat soko guru di bagian timur laut; Sunan Ampel  membuat soko guru di bagian tenggara; dan Sunan Gunungjati membuat soko guru di  sebelah barat daya.

B. KeistimewaanLuas  keseluruhan bangunan utama Masjid Agung Demak adalah 31 x 31 m2. Di  samping bangunan utama, juga terdapat serambi masjid yang berukuran 31 x 15 m  dengan panjang keliling 35 x 2,35 m;  bedug dengan ukuran 3,5 x 2,5 m; dan tatak rambat dengan ukuran 25 x 3  m. Serambi masjid berbentuk bangunan yang terbuka. Bangunan masjid ditopang  dengan 128 soko, yang empat di antaranya merupakan soko guru sebagai penyangga  utamanya. Tiang penyangga bangunan masjid berjumlah 50 buah, tiang penyangga serambi berjumlah 28 buah, dan tiang kelilingnya berjumlah 16 buah.

Masjid ini  memiliki keistimewaan berupa arsitektur khas ala Nusantara. Masjid ini  menggunakan atap limas bersusun tiga yang berbentuk segitiga sama kaki. Atap limas  ini berbeda dengan umumnya atap masjid di Timur Tengah yang lebih terbiasa dengan  bentuk kubah. Ternyata model atap limas bersusun tiga ini mempunyai makna,  yaitu bahwa seorang

Page 25: Sisa Kejayaan Belanda Di

beriman perlu menapaki tiga tingkatan penting dalam keberagamaannya: iman, Islam, dan ihsan. Di samping itu, masjid ini memiliki lima  buah pintu yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lain, yang memiliki  makna rukun Islam, yaitu syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji. Masjid ini  memiliki enam buah jendela, yang juga memiliki makna rukun iman, yaitu percaya  kepada Allah SWT, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, hari  kiamat, dan qadha-qadar-Nya.

Bentuk bangunan  masjid banyak menggunakan bahan dari kayu. Dengan bahan ini, pembuatan bentuk  bulat dengan lengkung-lengkungan akan lebih mudah. Interior bagian dalam masjid  juga menggunakan bahan dari kayu dengan ukir-ukiran yang begitu indah.

Bentuk bangunan masjid yang unik tersebut ternyata hasil kreativitas masyarakat pada saat itu. Di samping banyak mengadopsi perkembangan arsitektur lokal ketika itu, kondisi iklim tropis (di antaranya berupa ketersediaan kayu) juga mempengaruhi proses pembangunan masjid. Arsitektur bangunan lokal yang berkembang pada saat itu,  seperti joglo, memaksimalkan bentuk limas dengan ragam variasinya.

Masjid  Agung Demak berada di tengah kota dan menghadap ke alun-alun yang luas. Secara  umum, pembangunan kota-kota di Pulau Jawa banyak kemiripannya, yaitu suatu  bentuk satu-kesatuan antara bangunan masjid, keraton, dan alun-alun yang berada  di tengahnya. Pembangunan model ini diawali oleh Dinasti Demak Bintoro. Diperkirakan, bekas Keraton Demak ini berada di sebelah selatan Masjid Agung  dan alun-alun.

Di lingkungan Masjid Agung Demak ini terdapat sejumlah benda-benda peninggalan bersejarah, seperti Saka Tatal, Dhampar Kencana, Saka Majapahit, dan Maksurah. Di samping  itu, di lingkungan masjid juga terdapat komplek makam sultan-sultan Demak dan  para abdinya, yang terbagi atas empat bagian:

Makam Kasepuhan, yang terdiri atas 18 makam, antara  lain makam Sultan Demak I (Raden Fatah) beserta istri-istri dan putra-putranya,   yaitu Sultan Demak II (Raden Pati Unus) dan Pangeran Sedo Lepen (Raden  Surowiyoto), serta makam putra Raden Fatah, Adipati Terung (Raden Husain).

Makam Kaneman, yang terdiri atas 24 makam, antara lain makam Sultan Demak III (Raden Trenggono),  makam istrinya,  dan makam   putranya,  Sunan Prawoto (Raden Hariyo Bagus Mukmin).

Makam di sebelah barat Lasepuhan dan Kaneman, yang terdiri atas makam Pangeran Arya Penangsang, Pangeran Jipang, Pangeran Arya  Jenar, Pangeran Jaran Panoleh.

Makam  lainnya,   seperti  makam Syekh  Maulana  Maghribi,   Pangeran  Benowo,  dan  Singo Yudo.

C. ArsitekturMasjid ini mempunyai bangunan-bangunan induk dan serambi. Bangunan induk memiliki empat tiang utama yang disebut saka guru. Bangunan serambi merupakan bangunan terbuka. Atapnya berbentuk limas yang ditopang delapan tiang yang disebut Saka Majapahit.

Di dalam lokasi kompleks Masjid Agung Demak, terdapat beberapa makam raja-raja Kesultanan Demak dan para abdinya. Di sana juga terdapat sebuah museum, yang berisi berbagai hal mengenai riwayat berdirinya Masjid Agung Demak.

Page 26: Sisa Kejayaan Belanda Di

D. LokasiMasjid  Agung Demak terletak di Desa Kauman, Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah,  Indonesia.

E. AksesLetak masjid yang berada di tengah kota memudahkan bagi pengunjung untuk menuju  lokasi, baik dengan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum.

Pesona Empat Tiang Masjid Agung DemakTribun Jogja - Minggu, 29 Juli 2012 13:52 WIB

More Sharing ServicesShare | Share on facebook Share on myspace Share on google Share on twitter

internet

EMpat tiang saka Masjid Agung Demak yang terbuat dari tatal dibuat oleh Sunan KalijagaBerita Terkait

Tips Usir Kantuk Siang Hari Saat Bekerja Pemkab Kulonprogo Gelar Safari Taraweh 14 Kali Ngabuburit Bersama Komunitas Toyota Sheraton Mustika Yogyakarta Tawarkan Paket Kamar Ramadhan Entaskan Buta Alquran Selama Ramadan Tips Berjilbab Sesuai Bentuk Wajah

Saksi bisu penyebaran agama islam di tanah air yang berumur lebih dari 500 tahun masih berdiri kokoh di seputar alun-alun Kabupaten Demak. Masjid Agung Demak begitu bangunan itu disebut masih menjadi daya tarik sendiri para pecinta sejarah untuk berkunjung. Mereka penasaran dengan masjid tempat berkumpulnya para wali songo itu.

BERBEDA dengan bangunan masjid saat ini yang berkiblat ke negeri timur tengah, arsitektur Masjid Agung Demak sangat 'jawa'. Atap berbentuk limas dari masjid yang terletak di desa Kauman, Kabupaten Demak, Jawa Tengah menjadi penegasnya. Bentuk yang hampir tidak berubah sejak didirikan pada raja Kesultanan Demak pertama, Raden Patah sekitar abad 15 masehi membuat penasaran pengunjung. Khususnya empat tiang kayu yang menjadi penyangga masjid.

Di dalam masjid ada empat tiang besar setinggi 17 meter dengan masing-masing dituliskan nama wali. Ada yang bertuliskan sunan ampel, Sunan Kalijaga, Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga. Pengunjung yang penasaran tidak jarang beberapa kali menyentuh tiang yang konon katanya dibawa langsung oleh para sunan.

Page 27: Sisa Kejayaan Belanda Di

"Saya jauh-jauh dari Depok (Jawa Barat) memang untuk melihat masjid peninggalan para wali,"kata Dedi Rahmat Sandi (32) yang beberapa kali tampak kagum dan menyentuh tiang Sunan Kalijaga, Sabtu (28/7/2012).

Dedi datang dengan mengenakan pakaian muslim lengkap dengan tasbih di tangannya. Bersila di depan tiang Sunan Kalijaga, sambil memainkan bola-bola tasbihnya ia mengamati arsitektur bangunan. Ia pun langsung berkomentar bahwa bentuk arsitektur ini adalah wujud dari islam Indonesia sebagai agama, bukan ras ataupun bangsa.

Setelah datang ia mengaku takjub. Nilai historis yang selama ini ia dengar ternyata benar. Kisah yang ia dengar tentang kemegahan bangunan masjid para wali dan tempat berkumpulnya ulama atau wali tersebut itu membuatnya betah bersantai. Ia merasa napak tilas yang dilakukannya tidaklah sia-sia.

"saya memang sedang napak tilas sejarah islam untuk mengecharge kembali keislaman saya. setelah dari sini saya akan ke Wonosari, Gunung Kidul," jelasnya.

Masjid Agung Demak dipercaya menjadi tempat berkumpulnya sembilan wali tanah jawa. Masjid Agung Demak merupakan bangunan yang juga menegaskan adanya Kesultanan Demak sekitar abad ke-15 Masehi yang dipimpin oleh Raden Patah kala itu.

Arsitektur masjid ini terdiri atas bangunan induk dan serambi. Bangunan induk memiliki empat tiang utama yang disebut saka guru yang kono berasal dari serpihan-serpihan kayu dan disebut juga saka tatal. Bangunan serambi merupakan bangunan terbuka. Atapnya berbentuk limas yang ditopang delapan tiang yang disebut Saka Majapahit. Atap limas Masjid terdiri dari tiga bagian yang menggambarkan ; (1) Iman, (2) Islam, dan (3) Ihsan.

Selain itu, ada juga “Pintu Bledeg”, bertuliskan Condro Sengkolo, yang berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani, dengan makna tahun 1388 Saka atau 1466 M, atau 887 H. Di dalam lokasi kompleks Masjid Agung Demak, terdapat beberapa makam raja-raja Kesultanan Demak dan para abdinya. Di sana juga terdapat sebuah Museum Masjid Agung Demak, yang berisi berbagai hal mengenai riwayat berdirinya Masjid Agung Demak.

Wakil Sekretaris Takmir Masjdi Agung Demak Mahrurrahman mengatakan nilai historis akan membuat pengunjung khusyuk menjalankan ibadah di masjid yang berumur ratusan tahun itu. Ia berpendapat, seperti halnya jika berangkat haji, seseorang akan merasa bangga jika sudah sampai tanah suc, tempat nabi Muhammad mensyiarkan agama islam untuk pertama kalinya.

"Di sinilah dulu Wali Songo berkumpul, para pengunjung jika ingin menghayati harus menarik pengetahuan ke masa lalu," katanya. (Bakti Buwono Budiastyo)

Masjid Agung Demak

Arsitektur Islam

Masjid ini dibangun sekitar abad ke-15 Masehi atau pertengahan abad ke-9 Hijriyah.

Page 28: Sisa Kejayaan Belanda Di

Penyebaran agama Islam di tanah Jawa tak lepas dari pengaruh akulturasi budaya, khususnya dengan budaya lokal. Akulturasi ini merupakan manifestasi dari pengaruh peradaban dan budaya yang begitu mendominasi masyarakat Jawa pada saat itu.

Bahkan, pada hampir semua tatanan sosial masyarakat, budaya dan peradaban menjadi objek akulturasi ini. Hingga para penyebar agama Islam di tanah Jawa memilihnya sebagai ruang untuk mentransformasikan budaya asli (lokal) ke dalam nilai-nilai Islami.

Nuansa kental akulturasi ini setidaknya masih dapat dilihat dari berbagai saksi sejarah penyebaran Islam di tanah Jawa, salah satunya Masjid Agung Demak. Masjid Demak yang merupakan peninggalan bersejarah kerajaan Islam Demak ini, tetap berdiri kokoh di Jl Sultan Patah, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak, Jateng.

Masjid kebanggaan warga ‘Bintoro’–sebutan tlatah Demak ini–memiliki ciri arsitektur yang khas. Pengaruh akulturasi menjadikan masjid yang berdiri di atas lahan seluas 11.220 meter persegi ini memiliki perbedaan mencolok dengan tempat ibadah Muslim di Tanah Air pada umumnya.

Sebagai salah satu bangunan masjid tertua di negeri ini, Masjid Agung Demak dibangun dengan gaya khas Majapahit, yang membawa corak kebudayaan Bali. Gaya ini berpadu harmonis dengan langgam rumah tradisional Jawa Tengah.

Persinggungan arsitektur Masjid Agung Demak dengan bangunan Majapahit bisa dilihat dari bentuk atapnya. Namun, kubah melengkung yang identik dengan ciri masjid sebagai bangunan Islam, malah tak tampak. Sebaliknya, yang terlihat justru adaptasi dari bangunan peribadatan agama Hindu.

Bentuk ini diyakini merupakan bentuk akulturasi dan toleransi masjid sebagai sarana penyebaran agama Islam di tengah masyarakat Hindu. Kecuali  mustoko (mahkota–Red) yang berhias asma Allah dan menara masjid yang sudah mengadopsi gaya menara masjid Melayu.

Keunikan akulturasi semacam ini, setidaknya juga berakar pada Masjid Menara, Kudus, Kabupaten Kudus, yang terletak sekitar 35 kilometer sebelah timur kota Demak.Hal ini menunjukkan bahwa para ulama penyebar tauhid (Islam–Red) di tanah Jawa memiliki kemampuan untuk mengharmonisasi kehidupan sosial di tengah masyarakat Hindu yang begitu dominan, ketika itu.

Dengan bentuk atap berupa tajug tumpang tiga berbentuk segi empat, atap Masjid Agung Demak lebih mirip dengan bangunan suci umat Hindu, pura yang terdiri atas tiga tajug. Bagian tajug paling bawah menaungi ruangan ibadah. Tajug kedua lebih kecil dengan kemiringan lebih tegak ketimbang atap di bawahnya. Sedangkan tajug tertinggi berbentuk limas dengan sisi kemiringan lebih runcing.

Sejumlah pakar arkeolog menyebutkan, bentuk bangunan seperti ini dipercaya juga menjadi ciri bangunan di pusat Kerajaan Majapahit di Trowulan, Mojokerto. Namun, penampilan atap masjid berupa tiga susun tajug ini juga dipercaya sebagai simbol Aqidah Islamiyah yang terdiri atas Iman, Islam, dan Ihsan.

Raden FatahFakta lain sejarah kedekatan gaya Majapahit dengan bangunan Masjid Agung Demak juga

Page 29: Sisa Kejayaan Belanda Di

dapat diketahui dari buku  Babad Demak . Menurut buku tersebut, tempat berdirinya Masjid Agung yang kini menjadi ciri khas daerah Demak ini dahulunya bernama tlatah Glagahwangi.

Daerah Glagahwangi yang merupakan kawasan rawa (payau) ini pertama kali dibuka oleh Raden Patah, putra Prabu Kertabumi atau Brawijaya V dengan putri Campa (Kamboja) yang telah masuk Islam. Raden Patah yang masa kecilnya dihabiskan di Pesantren Ampel Denta, Surabaya, yang dikelola Sunan Ampel inilah yang kelak mendirikan Kesultanan Demak.

Ia pernah diangkat menjadi adipati Demak. Dari perjalanan sejarah ini, Raden Patah diperkirakan sangat akrab dengan gaya dan arsitektur Majapahit. Sehingga, hal ini banyak dihubungkan ketika membuka lahan Glagahwangi.

Sementara aksen bangunan Jawa yang sangat kental adalah empat soko guru atau tiang kokoh penyangga atap bangunan masjid yang bertumpuk. Soko guru ini juga bergaya bangunan Majapahit. Yang menarik dari Masjid Agung Demak adalah sistem struktur empat soko gurunya. Empat tiang besar setinggi 19,54 meter dan berdiametar 1,45 meter ini dipercayai merupakan ‘sumbangan’ empat wali penyebar Islam di Jawa.

Keempat soko guru ini berdiri kokoh di ruang utama masjid yang dikonstruksi di empat penjuru arah. Soko guru barat laut merupakan sumbangan Sunan Sunan Bonang dan soko guru timur laut sumbangan Sunan Kalijaga. Sementara soko guru arah tenggara, sumbangan Sunan Ampel dan soko guru sebelah barat daya merupakan sumbangan dari Sunan Gunung Jati.

Berdasarkan cerita yang disadur dari  Babad Demak , soko guru yang dibuat Sunan Kalijaga memiliki keunikan dibandingkan tiga soko guru lainnya. Soko ini sering disebut sebagai soko ‘tatal’ atau tiang yang disusun dari serpihan kayu dengan cara dipasak dan diikat menjadi batang tiang besar dengan menggunakan perekat damar. Setelah kokoh, ikatannya dilepas dan teksturnya dihaluskan.

Keempat soko ini menahan beban bagian atap tertinggi. Sedangkan untuk menopang tajug yang lebih rendah, juga masih terdapat tiang di sekeliling soko guru. Ilmu arsitektur dengan membagi beban seperti ini menunjukkan teknologi dalam memakai struktur rumah Jawa, untuk membentuk bangunan yang luas dan kokoh, sudah sangat dikuasai.

Di masjid ini, setidaknya ada tiga arah pintu masuk ke dalam bangunan utama masjid. Sedangkan pintu di tengah, langsung mengantarkan ke serambi masjid. Serambi masjid ini seluas 31×15 meter dan berlantaikan teraso berukuran 30×30 sentimeter yang sering disebut sebagai ‘Serambi Majapahit’.

Disebut serambi Majapahit karena serambi ini memiliki delapan tiang penyangga bergaya Majapahit dan diperkirakan berasal dari kerajaan Majapahit.  Bangunan serambi ini merupakan bangunan tambahan yang dibangun pada masa Adipati Unus atau yang terkenal dengan sebutan Pati Unus atau Pangeran Sabrang Lor saat menjadi sultan Demak kedua pada tahun 1520.

Ruang utama yang berfungsi sebagai tempat shalat jamaah, letaknya di bagian tengah bangunan. Sedangkan, mihrab atau bangunan pengimaman berada di depan ruang utama, berbentuk sebuah ruang kecil dan menghadap ke arah kiblat. Di dalam ruang utama masjid,

Page 30: Sisa Kejayaan Belanda Di

juga terdapat  pawestren atau ruangan untuk shalat bagi wanita, dengan luas 15×17,30 meter yang terletak di sisi selatan masjid.

Ruang shalat wanita ini dibangun pada 1866 ketika KRMA Arya Purbaningrat menjadi adipati Demak. Atapnya berbentuk limas, disangga delapan pilar bergaya Majapahit. Masih ada napas akulturasi pada bagian interior masjid. Perubahan dari tata cara berserah kepada sang pencipta agama Hindu di ruang terbuka ke dalam masjid memunculkan ide untuk membuat interior masjid menjadi lebih luas.

Kesan luas ini bisa disaksikan pada bagian ruang utama masjid yang berukuran 25×26 meter yang mampu menampung lebih dari 500 jamaah ini. Di sebelah kanan ruangan utama, terdapat ruang khalwat. Ruang perenungan berukuran 2×2,5 meter ini dulunya dipakai para penguasa Kesultanan Demak untuk memohon petunjuk Allah SWT.

Hampir sekujur ruangan ini dipenuhi ukiran model Majapahit. Pada salah satu sudutnya terdapat relief aksara Arab yang memuliakan kebesaran Allah SWT. Sementara itu, di luar bangunan utama, di kompleks masjid Agung Demak juga terdapat beberapa bangunan pendukung.

Di kompleks masjid, terdapat 60 pusara makam pejuang Muslim Demak dan para pengikutnya. Antara lain, para sultan Demak, seperti Raden Patah, Pati Unus, dan Sultan Trenggono. bowo pribadi

Aset Wisata Religi

Berdasarkan catatan sejarah yang ada di Museum Masjid Agung Demak, bangunan masjid simbol akulturasi ini berdiri sekitar abad ke-15 Masehi. Hal ini dapat diketahui dari prasasti sekaligus petunjuk waktu Jawa (candrasengkala) yang terukir pada pintu utama yang ada di tengah masjid.

Mengenai kapan masjid ini didirikan ada sejumlah petunjuk. Raden Patah bersama Wali Songo disebut-sebut mendirikan masjid ini dengan memberi prasasti bergambar bulus (sejenis kura- kura). Hal ini sesuai dengan penanda waktu dengan arti  Sariro Sunyi Kiblating Gusti yang bermakna tahun 1401 Saka yang terdapat dalam dinding mihrab bagian dalam.

Gambar bulus terdiri atas kepala yang berarti angka satu (1), kaki empat berarti angka empat (4), badan bulus yang bulat berarti angka nol (0), serta ekor bulus berarti angka satu (1). Dari petunjuk ini bisa disimpulkan, Masjid Agung Demak berdiri pada tahun 1401 Saka. Namun, dalam prasasti itu yang tertulis di pintu utama terdapat kalimat  naga mulat salira wani . Artinya, dalam penanda waktu ini tertulis tahun 1388 Saka atau 1466 Masehi atau tahun 887 Hijriyah.

Petunjuk inilah yang akhirnya diyakini sebagai awal dibangunnya Masjid Agung Demak oleh para Wali Songo untuk mendukung penyebaran Islam di tanah Jawa. Sejak pertama kali didirikan, Masjid Agung Demak baru dipugar pertama kali oleh Raja Mataram Paku Buwono I, pada tahun 1710. Pemugaran ini dilakukan untuk mengganti atap sirap yang sudah lapuk.

Perluasan besar-besaran untuk menjadi masjid agung diperkirakan berlangsung pada 1504-1507. Pada masa itu, penyebaran agama Islam makin meluas di wilayah Demak. Sementara itu, pembangunan menara azan baru dilakukan pada Agustus 1932. Bangunan menara dengan

Page 31: Sisa Kejayaan Belanda Di

kubah bergaya Melayu ini berkonstruksi baja. Pembuatan menara azan ini konon menelan biaya 10 ribu gulden.

Masjid Agung Demak terletak di sebelah barat alun-alun kota Demak. Umumnya, tata letak kota kuno di Jawa selalu menempatkan alun-alun sebagai ruang publik. Hingga kini, peran Masjid Agung Demak tak banyak berubah. Bahkan, masjid ini juga menjadi aset wisata religi yang ramai disinggahi para wisatawan, baik mancanegara maupun wisatawan Nusantara. Pasalnya, selain makam para pejuang Muslim kesultanan Demak, juga terdapat museum yang menyimpan sejarah masjid, benda- benda bersejarah Kesultanan Demak, perpustakaan, serta wisma tamu. owo/berbagai sumber

Masjid Agung Demak Oleh Ivan Sujatmoko 

Setelah masuknya pengaruh kebudayaan islam ke wilayah nusantara, banyak bermunculan kerajaan islam di wilayah nusantara. Begitu juga di pulau jawa banyak kerajaan–kerajaan islam seperti demak, banten, mataram baru, dll. Salah satu kerajaan islam tertua di jawa adalah kerajaan demak yang berada di Demak, Jawa Tengah. Kerajaan demak berdiri pada tahun 1475 M di dirikan oleh raden patah . kerajaan demak meninggalkan beberapa peninggalan bersejarah yang masih dapat kita lihat sampai sekarang terutama adalah masjid demak , yang berdiri pada tahun 1477 dan di bangun oleh wali songo secara bersama–sama yang mitosnya di bangun hannya pada satu malam.

Raden Patah yang menjadi perintis kerajaan Islam di Jawa. Ia disebut-sebut sebagai putra Raja Majapahit Brawijaya V dengan putri asal Campa (kini Kamboja) yang telah masuk Islam. Masa kecilnya dihabiskan di Pesantren Ampel Denta -pesantren yang dikelola Sunan Ampel. Ibu Sunan Ampel (istri Maulana Malik Ibrahim) juga putri penguasa Campa ketika Majapahit melemah dan terjadi pertikaian internal, Raden Patah melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit dan membangun Kesultanan Demak. Dalam konflik dengan Majapahit, ia dibantu Sunan Giri. Berdirilah Kesultanan Demak pada 1475 atau beberapa tahun setelah itu.

A. SEJARAH MASJID DEMAKMenurut legenda, masjid ini didirikan oleh Wali Songo secara bersama-sama dalam tempo satu malam. Babad Demak menunjukkan bahwa masjid ini didirikan pada tahun 1399 Saka (1477 M) yang ditandai oleh candrasengkala “Lawang Trus Gunaningjanmi”, sedang pada gambar bulus yang berada di mihrab masjid ini terdapat lambang tahun 1401 Saka yang menunjukkan bahwa masjid ini berdiri tahun 1479 M. Bangunan yang terbuat dari kayu jati ini berukuran 31 m x 31 m dengan bagian serambi berukuran 31 m x 15 m. Atap tengahnya ditopang oleh empat buah tiang kayu raksasa (saka guru), yang dibuat oleh empat wali di antara Wali Songo. Saka sebelah tenggara adalah buatan Sunan Ampel, sebelah barat daya buatan Sunan Gunung Jati, sebelah barat laut buatan Sunan Bonang, sedang sebelah timur laut yang tidak terbuat dari satu buah kayu utuh melainkan disusun dari beberapa potong balok yang diikat menjadi satu (saka tatal), merupakan sumbangan dari Sunan Kalijaga. Serambinya dengan delapan buah tiang boyongan merupakan bangunan tambahan pada zaman Adipati Yunus (Pati Unus atau pangeran Sabrang Lor), sultan Demak ke-2 (1518-1521 M) pada tahun 1520.

Page 32: Sisa Kejayaan Belanda Di

Gambar: Masjid Agung Demak

Dalam proses pembangunannya, Sunan Kalijaga memegang peranan yang amat penting. Wali inilah yang berjasa membetulkan arah kiblat. Menurut riwayat, Sunan Kalijaga juga memperoleh wasiat antakusuma, yaitu sebuah bungkusan yang konon berisi baju hadiah dari Nabi Muhammad SAW, yang jatuh dari langit di hadapan para wali yang sedang bermusyawarah di dalam masjid itu. Memasuki pertengahan abad XVII, ketika kerajaan Mataram berdiri, pemberontakan pun juga mewarnai perjalanan sejarah kekuasaan raja Mataram waktu itu.

Sejarah yang sama juga melanda kerajaan Demak. Kekuasaan baru yang berasal dari masuknya agama Islam ke tanah Jawa. Seorang Bupati putra dari Brawijaya yang beragama Islam disekitar tahun 1500 bernama Raden Patah dan berkedudukan di Demak, secara terbuka memutuskan ikatan dari Majapahit yang sudah tidak berdaya lagi, dan atas bantuan daerah-daerah lain yang telah Islam (seperti Gresik, Tuban dan Jepara), ia mendirikan kerajaan Islam yang berpusat di Demak. Namun keberadaan kerajaan Demak tak pernah sepi dari rongrongan pemberontakan. Dimasa pemerintahan raja Trenggono, walau berhasil menaklukkan Mataram dan Singasari. Tapi perlawanan perang dan pemberontakan tetap terjadi di beberapa daerah yang memiliki basis kuat keyakinan Hindu. Sehingga daerah Pasuruan serta Panarukan dapat bertahan dan Blambangan tetap menjadi bagian dari Bali yang tetap Hindu. Pada tahun 1548 M, raja Trenggono wafat akibat perang dengan Pasuruan.

Page 33: Sisa Kejayaan Belanda Di

Gambar: Wali Songo

Kematian Trenggono menimbulkan perebutan kekuasaan antara adiknya dan putranya bernama pangeran Prawoto yang bergelar Sunan Prawoto (1549 M). Sang adik berjuluk pangeran Seda Lepen terbunuh di tepi sungai dan Prawoto beserta keluarganya dihabisi oleh anak dari pangeran Seda Lepen yang bernama Arya Panangsang. Tahta Demak dikuasai Arya Penangsang yang terkenal kejam dan tidak disukai orang, sehingga timbul pemberontakan dan kekacauan yang datangnya dari kadipaten-kadipaten. Apalagi ketika adipati Japara yang mempunyai pengaruh besar dibunuh pula, yang mengakibatkan si adik dari adipati japara berjuluk Ratu Kalinyamat bersama adipati-adipati lainnya melakukan pemberontakan dalam bentuk gerakan melawan Arya Panangsang. Salah satu dari adipati yang memberontak itu bernama Hadiwijoyo berjuluk Jaka Tingkir, yaitu putra dari Kebokenongo sekaligus menantu Trenggono yang masih ada hubungan darah dengan sang raja. Jaka Tingkir, yang berkuasa di Pajang Boyolali, dalam peperangan berhasil membunuh Arya Penangsang. Dan oleh karena itu ia memindahkan Karaton Demak ke Pajang dan ia menjadi raja pertama di Pajang. Dengan demikian, habislah riwayat kerajaan Islam Demak.

B. KEISTIMEWAAN MASJID AGUNG DEMAKMasjid Agung Demak merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia. Masjid ini memiliki nilai historis yang sangat penting bagi perkembangan Islam di tanah air, tepatnya pada masa Kesultanan Demak Bintoro. Banyak masyarakat memercayai masjid ini sebagai tempat berkumpulnya para wali penyebar agama Islam, yang lebih dikenal dengan sebutan Walisongo (Wali Sembilan). Para wali ini sering berkumpul untuk beribadah, berdiskusi tentang penyebaran agama Islam, dan mengajarkan ilmu-ilmu Islam kepada penduduk sekitar. Oleh karenanya, masjid ini bisa dianggap sebagai monumen hidup penyebaran Islam di Indonesia dan bukti kemegahan Kesultanan Demak Bintoro. 

Masjid Agung Demak didirikan dalam tiga tahap. Tahap pembangunan pertama adalah pada tahun 1466 M. Ketika itu masjid ini masih berupa bangunan Pondok Pesantren Glagahwangi di bawah 

Page 34: Sisa Kejayaan Belanda Di

asuhan Sunan Ampel. Pada tahun 1477 M, masjid ini dibangun kembali sebagai masjid Kadipaten Glagahwangi Demak. Pada tahun 1478 M, ketika Raden Patah diangkat sebagai Sultan I Demak, masjid ini direnovasi dengan penambahan tiga trap. Raden Fatah bersama Walisongo memimpin proses pembangunan masjid ini dengan dibantu masyarakat sekitar. Para wali saling membagi tugasnya masing-masing. Secara umum, para wali menggarap soko guru yang menjadi tiang utama penyangga masjid. Namun, ada empat wali yang secara khusus memimpin pembuatan soko guru lainnya, yaitu: Sunan Bonang memimpin membuat soko guru di bagian barat laut; Sunan Kalijaga membuat soko guru di bagian timur laut; Sunan Ampel membuat soko guru di bagian tenggara; dan Sunan Gunungjati membuat soko guru di sebelah barat daya.

Gambar : Masjid Agung Demak

Luas keseluruhan bangunan utama Masjid Agung Demak adalah 31 x 31 m2. Di samping bangunan utama, juga terdapat serambi masjid yang berukuran 31 x 15 m dengan panjang keliling 35 x 2,35 m; bedug dengan ukuran 3,5 x 2,5 m; dan tatak rambat dengan ukuran 25 x 3 m. Serambi masjid berbentuk bangunan yang terbuka. Bangunan masjid ditopang dengan 128 soko, yang empat di antaranya merupakan soko guru sebagai penyangga utamanya. Tiang penyangga bangunan masjid berjumlah 50 buah, tiang penyangga serambi berjumlah 28 buah, dan tiang kelilingnya berjumlah 16 buah.

Masjid ini memiliki keistimewaan berupa arsitektur khas ala Nusantara. Masjid ini menggunakan atap limas bersusun tiga yang berbentuk segitiga sama kaki. Atap limas ini berbeda dengan umumnya atap masjid di Timur Tengah yang lebih terbiasa dengan bentuk kubah. Ternyata model atap limas bersusun tiga ini mempunyai makna, yaitu bahwa seorang beriman perlu menapaki tiga tingkatan penting dalam keberagamaannya: iman, Islam, dan ihsan. Di samping itu, masjid ini memiliki lima buah pintu yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lain, yang memiliki makna rukun Islam, yaitu syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji. Masjid ini memiliki enam buah jendela, yang juga memiliki makna rukun iman, yaitu percaya kepada Allah SWT, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, hari kiamat, dan qadha-qadar-Nya.

Bentuk bangunan masjid banyak menggunakan bahan dari kayu. Dengan bahan ini, pembuatan bentuk bulat dengan lengkung-lengkungan akan lebih mudah. Interior bagian dalam masjid juga menggunakan bahan dari kayu dengan ukir-ukiran yang begitu indah. Dan ada satu keistimewahan satu buah tiang yang tidak terbuat dari satu buah kayu utuh melainkan disusun dari beberapa 

Page 35: Sisa Kejayaan Belanda Di

potong balok yang diikat menjadi satu (saka tatal). Bentuk bangunan masjid yang unik tersebut ternyata hasil kreatifitas masyarakat pada saat itu. 

Disamping banyak mengadopsi perkembangan arsitektur lokal ketika itu, kondisi iklim tropis (di antaranya berupa ketersediaan kayu) juga mempengaruhi proses pembangunan masjid. Arsitektur bangunan lokal yang berkembang pada saat itu, seperti joglo, memaksimalkan bentuk limas dengan ragam variasinya.

Masjid Agung Demak berada di tengah kota dan menghadap ke alun-alun yang luas. Secara umum, pembangunan kota-kota di Pulau Jawa banyak kemiripannya, yaitu suatu bentuk satu-kesatuan antara bangunan masjid, keraton, dan alun-alun yang berada di tengahnya. Pembangunan model ini diawali oleh Dinasti Demak Bintoro. Diperkirakan, bekas Keraton Demak ini berada di sebelah selatan Masjid Agung dan alun-alun.

C. LETAK DAN STRUKTUR BANGUNAN MASJID AGUNG DEMAKMasjid Agung Demaki terletak di desa Kauman, Demak, Jawa Tengah. Lokasi Masjid berada di pusat kota Demak, berjarak ±26 km dari Kota Semarang, ±25 km dari Kabupaten Kudus, dan ±35 km dari Kabupaten Jepara. Masjid ini dipercayai pernah merupakan tempat berkumpulnya para ulama (wali) penyebar agama Islam, disebut juga Walisongo, untuk membahas penyebaran agama Islam di Tanah Jawa khususnya dan Indonesia pada umumnya. Pendiri masjid ini diperkirakan adalah Raden Patah, yaitu raja pertama dari Kesultanan Demak. Di dalam lokasi kompleks Masjid Agung Demak, terdapat beberapa makam raja-raja Kesultanan Demak dan para abdinya. Di sana juga terdapat sebuah museum, yang berisi berbagai hal mengenai riwayat berdirinya Masjid Agung Demak.

Masjid ini merupakan cikal bakal berdirinya kerajaan Glagahwangi Bintoro Demak. Struktur bangunan masjid mempunyai nilai historis seni bangun arsitektur tradisional khas Indonesia. Wujudnya megah, anggun, indah, karismatik, mempesona dan berwibawa. Kini Masjid Agung Demak difungsikan sebagai tempat peribadatan dan ziarah. Penampilan atap limas piramida masjid ini menunjukkan Aqidah Islamiyah yang terdiri dari tiga bagian ; (1) Iman, (2) Islam, dan (3) Ihsan. Di Masjid ini juga terdapat "Pintu Bledeg", bertuliskan "Condro Sengkolo", yang berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani, dengan makna tahun 1388 Saka atau 1466 M, atau 887 H. 

Masjid Demak dan Asal Usulnya

Page 36: Sisa Kejayaan Belanda Di

Lukisan Masjid Agung Demak tahun 1801

Secara geografis Masjid Agung Demak berada di Desa Kauman, Kecamatan Demak kota, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Secara astronomis Kabupaten Demak sendiri terletak antara 110°2758" - 110°4847" BT dan 6°4326" - 7°0943" LS. Kompleks Masjid Agung Demak berdiri di lahan seluas 1,5 ha yang dipisahkan oleh pagar keliling dari tembok. Di depan masjid berhadapan Alun-alun kota Demak dipisahkan oleh Jalan Sultan Patah atau Jalan Semarang-Demak.

Masjid Agung Demak merupakan masjid pertama yang berdiri di tanah Jawa. Kompleks Masjid Agung Demak berdiri di lahan seluas 1,5 hektar yang dipisahkan oleh pagar keliling dari tembok. Pertama kali dibangun pada masa awal masuknya islam di pulau Jawa oleh Wali sanga di masa awal kesultanan Demak dengan Rajanya Raden Patah. Berdasarkan candra sengkala yang tertulis di prasasti bergambar bulus dan bertuliskan Sarira Sunyi Kiblating Gustimenjelaskan bahwa Masjid Agung Demak didirikan pada tahun 1401 Saka atau bertepatan dengan 1479 Masehi. 

Versi lain menyebutkan bahwa masjid ini dibangun tahun 1466 dan dinamakan Masjid Pesantren Glagahwangi dibawah asuhan Sunan Ampel. Lalu pada tahun 1477, masjid ini direhabilitasi dan diperluas menjadi Masjid Kadipaten Glagahwangi. Kemudian di tahun 1479, masjid ini kembali dipugar dan direnovasi menjadi masjid Kesultanan Bintoro Demak. Entah kapan masjid ini kemudian berganti nama menjadi Masjid Agung Demak yang namanya melekat hingga kini. (RR)

Masjid Agung Demak tampak depan, sekarang

Masjid Agung Demak telah banyak mengalami banyak perubahan. Masjid agung Demak merupakan bangunan arsitektural momentum peralihan masa pengaruh Hindu Budha berganti dengan masa pengaruh Islam. Hal itu terjadi seiring berkembangnya islam di Tanah Jawa, terutama daerah pesisir, dan runtuhnya kerajaan Hindu dan Budha.

Pola arsitektur bangunan Masjid Agung Demak tidak mengadopsi secara utuh pola arsitektur Timur Tengah tapi justru mengakulturasikan arsitektur lokal yakni Hindu-Budha di Jawa. Di beberapa bagian masjid juga dapat ditemukan piring-piring Cina. Oleh karena itu, Masjid Agung Demak dapat dikatakan sebagai mahakarya pada jamannya karena merupakan wujud jamak dari beberapa kebudayaan yang diakulturasikan.

Saat ini kompleks Masjid Agung Demak terdiri dari beberapa bagian bangunan yaitu bangunan utama masjid, menara, makam, paseban, tempat wudhu, kolam, dan museum.Luas   keseluruhan bangunan utama Masjid  Agung Demak adalah 31 x  31 meter  persegi.  Di   sisi bangunan utama, terdapat serambi masjid berukuran 31 x 15 m  dengan panjang keliling 35 x 2,35 m,bedug dengan ukuran 3,5 x 2,5 m, dan tatak rambat dengan ukuran 25 x 3  m. 

Bangunan utama masjid ditopang  dengan 128 soko, yang empat di antaranya merupakan soko guru sebagai penyangga  utamanya. Tiang penyangga bangunan masjid berjumlah 50 buah, tiang penyangga serambi berjumlah 28 buah, dan tiang kelilingnya berjumlah 16 buah.

Page 37: Sisa Kejayaan Belanda Di

Dari empat soko utama masing-masing dibuat oleh empat dari Sembilan wali songo. Soko sebelah timur laut dibuat oleh Sunan Kalijaga,  soko sebelah barat laut oleh Sunan Bonang, sebelah tenggara oleh Sunan Ampel, sedangkan barat daya oleh Sunan Bonang. Dari keempat soko tersebut salah satunya memiliki keunikan tersendiri yaitu soko yang di buat oleh sunan Kalijaga.Soko tersebut dinamakan soko tatal.

Ketika pertama kali didirikan bangunan Masjid Agung Demak tidak memiliki menara. Menara Masjid Agung Demak baru dibangun pada tahun 1934, yakni berupa bangunan kerangka besi yang mendukung bangunan batu bagian atas yang ditudungi oleh kubah kecil berbentuk bawang. Letak menara di pojok kiri halaman depan masjid.

Masjid Agung Demak merupakan jenis masjid makam. Di dalam kompleks Masjid Agung Demak terdapat beberapa makam tokoh penting dari kesultanan Demak. Diantaranya adalah makam Sultan Demak I yaitu Raden Patah, kemudian penerusnya, Sultan Demak II yaitu Raden Pati Unus, serta Sultan Demak terakhir Raden Trenggana. Selain makam ketiga pemimpin Kesultanan Demak tersebut, juga terdapat makam para abdi dalem Kesultanan Demak.

Sedangkan bangunan yang dikhususkan bagi wanita untuk salat berjama'ah dinamakan Pawestren yang berasal dari kata Pa-estri-an, atau berarti tempat perempuan. Dibuat menggunakan konstruksi kayu jati dengan bentuk atap limas dari sirap kayu jati. Bangunan ini ditopang delapan tiang penyangga. Empat di antaranya berhias ukiran motif Majapahit, dibuat zaman KRMA Arya Purbaningrat sekitar tahun 1866 M.

Page 38: Sisa Kejayaan Belanda Di