BAB IIrepository.ump.ac.id/4267/3/LATIF MUHAJIRIN BAB II.pdf · 2017. 9. 19. · timbul dalam...
Transcript of BAB IIrepository.ump.ac.id/4267/3/LATIF MUHAJIRIN BAB II.pdf · 2017. 9. 19. · timbul dalam...
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendidikan Kewarganegaraan
1. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan pendidikan yang dikembangkan diseluruh
dunia pada tiap-tiap negara. Pendidikan ini dikenal dengan berbagai macam istilah
diantaranya Civic Education, Citizenship education dan sebagai Democracy Education.
Meskipun dikembangkan diseluruh dunia Pendidikan Kewarganegaraan harus menyesuaikan
konteks local di masing-masing negara. Mengacu dari pendapat Haryanto (2011:4)
menyatakan bahwa “ Pendidikan ini harus menyesuaikan dengan konteks local di masing-
masing negara”. Hal tersebut yang melandasi mengapa Pendidikan Kewarganegaraan
memiliki banyak istilah yang berbeda pada tiap-tiap negara.
Di Indonesia istilah Civic Educatioan diterjemahkan dengan istilah Pendidikan
Kewarganegaraan atau Pendidikan Kewargaan. Istilah Pendidikan Kewargaan diwakili oleh
Azyumardi Azra dan ICCE (Indonesian Center for Civic Education) UIN Jakarta. Sedangkan
Istilah Pendidikan Kewarganegaraan di wakili oleh Zamroni, Muhammad Numan Soemantri,
Udin S. Winataputra dan Tim CICED ( Center Indonesia for Civic Education) Merphin
Panjaitan, Soedijarto dan pakar lainya. Sebagian ahli menyamakan Civic Education dengan
pendidikan demokrasi (Democracy Education) dan Pendidikan HAM.
Pendidikan Kewargaan identik dengan Pendidikan Kewarganegaraan namun secara
substantif Pendidikan Kewargaan tidak hanya mendidik generasi muda menjadi warganegara
yang cerdas dan sadar akan hak dan kewajiban dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan
Pegaruh Pendidikan Kewarganegaraan..., Latif Muhajirin, FKIP UMP 2017
8
bernegara melainkan juga membangun kesiapan warganegara menjadi warga dunia (ICCE:
2008). Walaupun secara substansi Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Kewargaan
berbeda keduanya memiliki kesenandaan untuk mempersiapkan warganegara muda untuk
menjadi warganegara yang baik (Good of Citizenship).
Pendidikan Kewarganegaraan memiliki makna yang penting untuk terbentuknya
warganegara dalam suatu negara. Karena melalui Pendidikan Kewarganegaraan generasi
muda dipersiapkan untuk menjadi pemegang kendali suatu negara di masa yang akan datang.
Seperti halnya pendapat Hakim dkk (2016:45) bahwa “Pendidikan Kewarganegaraa
mempersiapkan generasi muda sebagai calon pemimpin bangsa, yang pada gilirannya akan
mengambil alih kepemimpinan”. Penjelasan tersebut menyatakan bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan memiliki peran yang penting dalam pembentukan generasi muda sebagai
warga negara yang baik. Seperti pendapat Kerr dikutip Winataputra. dan Dasim (2012:5)
yang menyatakan:
Citizenship or civics education is construed broadly to encompass the preparation of young people for their roles and responsiblities as citizens and, in particular, the role of eductioan (trough schooling, teaching, and learning) in that preporatory process.
Dari pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan
dirumuskan secara luas untuk mencangkup proses penyiapan genersi muda untuk mengambil
peran dan tanggungjawab sebagai warga negara, dan secara khusus, peran pendidikan
termasuk dalamnya persekolahan, pengajaran, dan belajar, dalam proses penyiapan warga
negara tersebut.
Pejelasan-penjelasan tersebut menunjukan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan
memiliki daya guna dalam mempersiapkan warganegara seperti halnya pendapat Zamroni
(TIM ICCE, 2008:7) yang menyatakan Pendidikan Kewarganegaraan adalah:
Pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokrastis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru, bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat. Demokrasi adalah suatu learning proses yang tidak dapat begitu saja
Pegaruh Pendidikan Kewarganegaraan..., Latif Muhajirin, FKIP UMP 2017
9
meniru dari masyarakat lain. Kelangsungan demokrasi tergantung pada kemampuan mentransformasikan nilai-nilai demokrasi.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan selain
mempersiapkan generasi muda sebagai penerus bangsa, Pendidikan Kewarganegaraan dapat
memberikan pemahaman demokrasi merupakan learning proses yang tidak dapat meniru
begitu saja masyarakat lain. Selain itu Pendidikan Kewarganegaraan dapat mengembangkan
Civic Culture suatu negara. Seperti halnya pendapat Mansoer (Haryanto 2011:4) sebagai
berikut
Disamping juga mempersiapkan mereka sebagai warganegara yang berkarakter terbuka, memegang teguh nilai-nilai luhur bangsa, cerdas, bertanggung jawab dan berkeadaban. Dalam bahasa latin mengacu pada rumusan Civic Internasional (1995), disepakati behwa pendidikan demokrasi penting untuk perkembangan Civic Culture, untuk keberhasilan pengembangan dan pemeliharaan pemerintahan demokrasi.
Penjelasan tersebut menggambarkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan
pendidikan yang penting karena untuk mempersiapkan warganegara muda sebagai generasi
penerus suatu negara untuk menjadi good of citizenship bahkan global society tanpa harus
menghilangkan identitas bangsanya.
Sementara itu Hakim dkk (2016:11) menjelaskan “embrio materi Pendidikan
Kewarganegaraan adalah berkaitan dengan hak dan kewajiban warganegara.” Lebih lanjut
Hakim menjelaskan analisis materi tersebut dilakukan melalui dua kajian yaitu
Pertama, kajian kronologis, yang meliputi: pengertian hak dan kewajiban, latarbelakang timbulnya hak dan kewajiban, pelaksanaannya dan hambatan-hambatan yang timbul dalam pelaksanaan hak dan kewajiban. Kedua, melalui kajian bidang kehidupan, yang meliputi hak dan kewajiban warganegara dalam bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya, dan pertahanan keamanan (ipolek-sosbudhankam).
Selain itu Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia merupakan salah satu jenis
Pendidikan formal di sekolah. Dalam pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan:
Pegaruh Pendidikan Kewarganegaraan..., Latif Muhajirin, FKIP UMP 2017
10
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar mejadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegra yang demokratis dan bertanggunag jawab.
Terdapat penjelasan secara khusus dari pasal 37 ayat 1 menyatakan bahwa “Pendidikan
Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang
memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air”. Dari pasal tersebut dipertegas dalam Peraturan
Mentri Pendidikan Nasioanl Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan
Menengah yang tertulis sebagai berikut :
Pendidikan Kewarganegaraan dipandang sebagai mata pelajaran yang mefokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD NRI 1945.
Dari berbagai penjelasan dan aturan yang ada dapat disimpulkan Pendidikan
Kewarganegaraan adalah untuk menjadikan warganegara yang baik (good citizen atau good
citizenship) yang memahami embrio materi mengenai hak-hak dan kewajiban, menjadikan
warga negara yang cerdas, terampil dan berkarakter sesuai dengan Pancasila dan UUD
Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagai pedoman dalam menjalankan hak dan
kewajiban yang harus dilakukan agar dapat mencerminkan karakter atau ciri khas masyarakat
Indonesia.
2. Konteks Kelahiran Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia
Pendidikan Kewarganegaraan mula-mula dipelajari negara Amerika Serikat dan disebut
dengan Civics pada tahun 1790. Civics digunakan oleh bangsa Amerika Serikat untuk
menyatukan bangsa Amerika Serikat yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa baik dari
imigran Asia, Eropa, Afrika maupun Australia yang datang, hidup dan menetap di Amerika
Serikat. Istilah menyatukan bangsa Amerika Serikat tersebut dikenal dengan istilah “Theory
of Americanization”.
Pegaruh Pendidikan Kewarganegaraan..., Latif Muhajirin, FKIP UMP 2017
11
Sementara secara historis Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia memiliki berbagai
perkembangan dan istilah, yakni Civic (1957/1962), Pendidikan Kemasyarakatan yang
merupakan integrasi sejarah, ilmu bumi, dan kewarganegaraan (1964), Pendidikan
Kewargaan Negara (1968/1969), Pendidikan Kewargaan Negara, Civic dan Hukum (1973),
Pendidikan Moral Pancasila atau PMP (1975/1984), dan PPKn (1994). Di tingkat Perguruan
Tinggi pernah ada matakuliah Manipol dan USDEK, Pancasila dan UUD 1945 (1960-an),
Filsafat Pancasila (1970- sampai sekarang), Pendidikan Kewiraan (1989-1990-an), dan
Pendidikan Kewarganegaraan (2000- sekarang). (Tim ICCE, 2008:4)
Sementara itu menurut Darmadi (2012:3) di Indonesia “Civic diajarkan secara resmi
pada tahun 1948 setelah indonesia merdeka”. Tujuan pengajaran Civic untuk menyatukan
bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, bangsa, etnis, agama, budaya dan bahasa
yang berbeda-beda. Lebih lanjut Darmadi menjelaskan bahwa
tahun 1954 Civic diganti dengan “KEWARGANEGARAAN”. Tahun 1961 “KEWARGANEGARAAN” diganti dengan “KEWARGAAN NEGARA” atas usul Prof. Dr. Sahardjo, S.H. sesuai pasal 26 UUD 1945. Karena Civic diganti dengan “KEWARGANEGARAAN”, maka materi Civic “KEWARGANEGARAAN” tidak berlaku lagi sehingga materi Civic diganti dengan materi: Pancasila, UUD 1945, TAP MPRS, dan PBB ditambah dengan ORDE BARU, Sejarah Indonesia dan Ilmu Bumi berdasarkan instruksi Mendikbud/Dirjendikdas No.31/tgl 28 Juni 1967 Tahun 1972 Civic diganti dengan Ilmu KEWARGANEGARAAN sedangkan CIVIC EDUCATION diganti PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) Kurikulim Tahun 1975 PKN diganti PMP, Kurikulum Tahun 1984 PMP tetap PMP, Kurikulum Tahun 1994 PMP diganti PPKn, Kurikulum Tahun 2004, istilah PPKn diganti dengan PKn sampai dengan kurikulum 2006 PKn tetap PKn.
Sementara menurut Taniredja (2013:11) “ di Indonesia pelajaran Civic, baru dimulai
pada tahun 1950. Hal ini terjadi karena sejak 1945-1950 bangsa Indonesia sedang berjuang
mempertahaunkan kemerdekaan (revolusi fisik)”. Dalam perjalanan sejarah terdapat
perkembangan dan bergantinya pemerintahan berimbas pada cakupan materi dan istilah dari
Pendidikan Kewarganegaraan.
Pegaruh Pendidikan Kewarganegaraan..., Latif Muhajirin, FKIP UMP 2017
12
Secara historis menurut Rosyada (Taniredja, 2013:4) dalam tatanan kurikulum
pendidikan nasional terdapat mata pelajaran yang secara khusus mengemban misi pendidikan
demokrasi di Indonesia yaitu
Civics (1957/1962), Pendidikan Kemasyarakatan yang merupakan integrasi Sejarah, Ilmu Bumi dan Kewargaan Negara (1964), Pendidikan Kewargaan Negara (1968/1969), Pendidikan Kewargaan Negara, Civics dan Hukum (1973), Pendidikan Moral Pancasila atau PMP (1975/1984) dan PPKn (1994).
Selain itu menurut Winataputra, Udin S. dan Dasim Budimansyah (2012:164)
berpendapat bahwa “…civic secara formal tidak dijumpai dalam kurikulum tahun 1957
maupun dalam kurikulum tahun 1948”. Pendapat tersebut menjelaskan istilah civic secara
formal belum terdapat dalam bangku sekolah pada muatan kurikulum tahun 1948 maupun
kurikulum tahun 1957. Lebih lanjut Winataputra. dan Dasim menjelaskan secara materiil
dalam kurikulum SMP dan SMA tahun 1957 terdapat mata pelajaran tata negara dan tata
hukum, dan dalam kurikulum 1946 terdapat mata pelajaran pengetahuan umum yang di
dalamnya memasukkan pengetahuan mengenai pemerintahan.
Sejarah dari berbagai pandangan tersebut menegaskan bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan memiliki cerita yang panjang di Indonesia. Awalmula Pendidikan
Kewarganegaraan diselenggarakan adalah ketika Indonesia merdeka dan secara materil
Pendidikan Kewarganegaraan ada pada tahun 1946. Jika dilihat dari istilah Pendidikan
Kewarganegaraan sempat mengalami perubahan istilah atau nama beberapa kali diantaranya,
Civic (1957/1962), Pendidikan Kemasyarakatan yang merupakan integrasi sejarah, ilmu
bumi, dan kewarganegaraan (1964), Pendidikan Kewargaan Negara (1968/1969), Pendidikan
Kewargaan Negara, Civic dan Hukum (1973), Pendidikan Moral Pancasila atau PMP
(1975/1984), dan PPKn (1994). Di tingkat Perguruan Tinggi pernah ada matakuliah Manipol
dan USDEK, Pancasila dan UUD 1945 (1960-an), Filsafat Pancasila (1970- sampai
sekarang), Pendidikan Kewiraan (1989-1990-an), dan Pendidikan Kewarganegaraan (2000-
sekarang).
Pegaruh Pendidikan Kewarganegaraan..., Latif Muhajirin, FKIP UMP 2017
13
Perubahan yang terjadi pada Pendidikan Kewarganegaraan baik istilah maupun
cakupan materi karena terjadinya perubahan peraturan dari pemerintah yang ada. Dengan
kata lain pemerintahan yang berkuasa sangat berpengaruh terhadap istilah dan cakupan
materi dari Pendidikan Kewarganegaraan yang ada dalam suatu negara.
3. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan merupakan arah atau maksud dilaksanakanya
Pendidikan Kewarganegaraan. Menurut Atmawarni (2015:145) Pendidikan Kewarganegaraan
bertujuan untuk:
Pembelajaran bagi segenap warga negara Indonesia untuk menanamkan pemahaman tentang hak dan kewajiban sebagai warganegara berdasarkan hukum yang berlaku dalam negara kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila.
Penjelasan tersebut menggambarkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan memiliki
tujuan untuk menanamkan pemahaman tentag hak dan kewajiban sesuai dengan hukum yang
ada di Indonesia. Pada dasarnya negara Indonesia merupakan negara hukum. Negara hukum
dalam prospektif Pancasila sebagai ciri atau karakter negara hukum Indonesia.
Selain itu Pendidikan Kewarganegaraan merupakan kajian yang mengembangkan misi
nasional seperti pendapat Zuriah (2015:325) menyatakan:
PKn adalah bidang kajian yang mengemban misi nasional mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui koridor “value-based education” (cerdas, terampil dan berkarakter) dan pendidikan demokrasi (civic education for democracy) , yang mengkaji demokrasi, hak-hak asasi manusia, dan menempatkan hukum diatas segala-galanya (supremacy of law/rule of law)….
Penjelasan tersebut dapat memberikan pemahaman bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan selain mengkaji dalam aspek demokrasi dan hak asasi manusia, Pedidikan
Kewarganegaraan juga mengkaji tentang menempatkan hukum diatas segala-galanya
(supremacy of law/rule of law).
Pegaruh Pendidikan Kewarganegaraan..., Latif Muhajirin, FKIP UMP 2017
14
Sementara Rejekiningsih (2015:800) menyatakan bahwa “pendidikan yang terintegrasi
dengan pembentukan kesadaran hukum dapat dilakukan melalui Pendidikan
Kewarganegaraan”. Lebih lanjut :
Untuk menselaraskan antara pendekatan komperhensif pendidikan moral dengan pendidikan Kewarganegaraan, maka dapat dilakukan melalui pengembangan kompetensi hukum kewarganegaraan. Pendidikan kewarganegaraan menekankan pada upaya terbentuknya warganegara yang lebih mandiri dalam memahami dan mencari solusi terhadap masalah yang dihadapi , serta mengambil keputusan-keputusan yang terbaik bagi dirinya, lingkungan serta masyarakat.
Dari uraian tersebut memberikan kesimpulan tujuan dari Pendidikan Kewarganegaraan
antara lain menanamkan pemahaman tentag hak dan kewajiban sesuai dengan hukum yang
ada di Indonesia, menempatkan hukum diatas segala-galanya (supremacy of law/rule of law)
dan dapat mendorong warganegara memiliki kesadaran terhadap hukum karena Pendidikan
kewarganegaraan menekankan pada upaya terbentuknya warganegara yang lebih mandiri
dalam memahami dan mencari solusi terhadap masalah yang dihadapi , serta mengambil
keputusan-keputusan yang terbaik bagi dirinya, lingkungan serta masyarakat.
B. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
1. Hakikat Pembelajaran PKn
Pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan di dalam Pendidikan
formal atau sekolah. Melalui pembelajaran seseorang dapat mengembangkan potensi yang
dimiliki. Menurut Komalasari pembelajaran dipandang dari dua sudut yaitu pembelajaran
sebagai suatu sistem dan pembelajaran dipandang sebagai suatu proses.
Pembelajaran dipandang sebagai suatu sistem, pembelajaran terdiri dari sejumlah
komponen yang terorganisasi antara lain tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, strategi
dan metode pembelajaran, media pembelajaran/ alat peraga, pengorganisasian kelas, evaluasi
Pegaruh Pendidikan Kewarganegaraan..., Latif Muhajirin, FKIP UMP 2017
15
pembelajaran, dan tindak lanjut pembelajaran (remidial dan pengayaan). (Komalasari,
2010:3).
Sependapat dengan hal tersebut Hamruni (2012:11) menyatakan bahwa:
pembelajaran merupakan suatu sistem intruksional yang mengacu pada seperangkat komponen yang saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan. Sebagai sebuah sistem pembelajaran meliputi suatu komponen antara lain, tujuan, bahan, peserta didik, guru, metode, situasi, dan evaluasi.
Sementara menurut Syaiful dan Azwan (2010:41) sebagai suatu sistem tentu saja
kegiatan belajar mengajar mengendung sejumlah komponen yang meliputi “tujuan, bahan
pelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat dan sumber, serta evaluasi”.
Selain itu komponen pembelajara menurut Pupuh dan Sobry (2010:13) yaitu meliputi
“tujuan, bahan pelajaran, kegiatan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat dan
sumber, serta evaluasi”.
Berdasarkan beberapa penjelasan mengenai pembelajaran dapat diartikan bahwa
pembelajaran merupakan sebuah sistem yang dimana terdapat beberapa komponen yang
harus saling ada keterkaitan komponen satu dengan komponen yang lain. Komponen tersebut
diantaranya adalah materi pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, sumber
pembelajaran, evaluasi pembelajaran dan pendidik sebagai penunjuk arah agar tercapainya
tujuan pembelajaran serta situasi sebagai faktor pendukung.
Komponen tersebut harus dapat berjalan secara maksimal antara satu dan lainnya
dikarnakan sebuah sistem tidak akan berjalan baik apa bila salah satu komponen terdapat
masalah. Sama halnya dengan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Komponen
tersebut juga harus dapat berjalan dengan baik dalam pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan agar tercapai tujuan dari pembelajaran tersebut. Berikut merupakan
penjelasan dari berbagai komponen pembelajaran tersebut
2. Komponen Pembelajaran PKn
Pegaruh Pendidikan Kewarganegaraan..., Latif Muhajirin, FKIP UMP 2017
16
a. Guru Pembelajaran
Guru merupakan orang yang menjalankan komponen-komponen pembelajaran di dalam
kelas. Peran guru sangat penting karena dalam proses pembelajaran di dalam kelas, guru
memiliki tanggung jawab yang besar dalam tercapainya tujuan pembelajaran. Pudjosumedi
dkk (2015:77) berpendapat bahwa “guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala
sesuatu yang terjadi dalam kelas, yang terjadi pada diri sendiri, siswa…”.
Selain itu guru memiliki tugas dalam pembelajaran. Seperti pendapat Pudjosumedi dkk
(2015:79) menjelaskan bahwa “pembelajaran adalah upaya pendidik untuk membantu agar
siswa melakukan kegiatan belajar”. Pemahaman tersebut memberikan gambaran bahwa guru
harus dapat mengupayakan pembelajaran agar dapat mendorong siswa belajar.
Urian tersebut menggambarkan bahwa guru selain memiliki tanggung jawab agar
tercapainya proses pembelajaran, guru juga harus dapat mendorong siswa agar belajar
melalui proses pembelajaran yang dilakukannya. Oleh karena itu gurumemiliki peran yang
penting dalam menjalankan komponen-komponen pembelajaran agar dapat mendorong
siswa belajar dan tercapainya tujuan pembelajaran.
b. Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran dapat disebut sebagai bahan pembelajaran. Komalasari (2013:28)
berpendapat bahwa materi pembelajaran (instructional materials) adalah “bahan yang
diperlukan untuk membentuk pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai
siswa dalam rangka memenuhu standar kompetensi yang di tetapkan”.
Sementara Pupuh,dan Sobry (2010:14) bahan/materi merupakan medium untuk
mencapai tujuan pengajaran yang “dikonsumsi” oleh peserta didik. Bahan ajar merupakan
materi yang terus berkembang secara dinamis seiring dengan kemajuan dan ketentuan
perkembangan masyarakat.
Pegaruh Pendidikan Kewarganegaraan..., Latif Muhajirin, FKIP UMP 2017
17
Dari penjelasan tersebut memberi gambaran materi pembelajaran merupakan bahan
yang harus ada untuk pembelajaran. Syaiful dan Azwan (2010:43) berpendapat materi
pembelajaran adalah “substansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar”.
Lebih lanjut Syaiful dan Azwan berpandangan terdapat dua persoalan dalam penguasaan
bahan pelajaran ini, yaitu penguasaan bahan pelajaran pokok dan bahan pelajaran pelengkap.
Bahan pelajaran pokok adalah bahan pelajaran yang menyangkut bidang studi yang dipegang
oleh guru sesuai dengan profesinya (disiplin keilmuannya). Sedangkan bahan pelajarn
pelengkap atau penunjang adalah bahan pelajaran yang dapat membuka wawasan seorang
guru agar dalam mengajar dapat menunjang penyampaian bahan pelajaran pokok.
Dari beberapa pendapat tersebut menjelaskan materi pembelajaran adalah bahan yang
bersubstansi diperlukan untuk dikonsumsi siswa dalam membentuk pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai siswa dalam rangka memenuhu standar
kompetensi yang di tetapkan. Oleh karna itu materi pembelajaran memiliki posisi yang sangat
penting agar pelaksanaan pembelajaran dapat mencapai tujuan atau sasaran. Yang dimaksud
dalam sasaran atau tujuan pembelajaran adalah tercapainya standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang tercantum dalam kurikulum.
Materi pembelajaran yang termuat dalam kurikulum merupakan materi esensi dalam
suatu ilmu yang harus dimiliki oleh siswa. Menurut Karhami yang dikutip Komalasari
(2013:28) mengemukakan beberapa kriteria materi esensi dari suatu ilmu yang dimuat dalam
kurikulum sekolah antara lain :
(1) materi yang mengungkapkan gagasan kunci dari ilmu, (2) materi sebagai struktur pokok suatu mata pelajaran, (3) materi menerapkan penggunaan metode inquiry secara tepat pada setiap mata pelajaran, (4) konsep dan prinsip memuat pandangan global secara luas dan lengkap terhadap dunia, (5) keseimbangan antara materi teoritis dengan materi praktis; dan (6) materi yang mendorong imajinasi peserta didik.
c. Metode Pembelajaran
Pegaruh Pendidikan Kewarganegaraan..., Latif Muhajirin, FKIP UMP 2017
18
Model pembelajaran adalah cara dalam penyampaian materi pembelajaran. Syaiful dan
Azwan (2010:46) berpendapat “metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.”
Lebih lanjut Winanro Surakhman (Syaiful dan Azwan, 2010:46) mengemukakan
terdapat lima faktor yang mempengaruhi penggunaan metode mengajar, yakni:
1. Tujuan dengan berbagai jenis dan fungsinya; 2. Anak didik dengan berbagai tingkatkematangannya; 3. Situasi berlainan keadaannya; 4. Fasilitas berfariasi secara kualitas dan kuantitas 5. Kepribadian dan kompetensi guru yang berbeda beda.
Sementara menurut Komalasari (2013:56) “metode pembelajaran dapat diartikan cara
yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana pembelajaran yang sudah disusun
dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran”. Lebih lanjut
Komalasari berpendapat terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk
mengimplementasikan strategi pembelajaran diantaranya: (1) ceramah, (2) demonstrasi, (3)
diskusi, (4) simulasi, (5) laboratorium, (6) pengalaman lapangan, (7) branstroming, (8) Debat,
(9) simposium, dan sebagainya.
Menuru Pupuh dan Sobry (2010:15) metode merupakan “suatu cara yang dipergunakan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode
sangat diperlukan oleh guru karena dapat membantu tercapainya tujuan pembelajaran.
Berbagai penjelasan tentang metode pembelajaran dapat memberi gambaran bahwa
penggunaan metode pembelajaran sangat ditentukan dari beberapa faktor dalam
pembelajaran. Factor tersebut diantaranya tujuan pembelajaran, kemampuan siswa yang
berbeda, situasi, fasilitas pendukung dan keperibadian guru. Pemilihan metode pembelajaran
yang tepat berdasarkan faktor tersebut sangat penting karena dapat membantu mempermudah
guru dalam menyampaikan materi pembelajaran.
d. Media Pembelajaran
Pegaruh Pendidikan Kewarganegaraan..., Latif Muhajirin, FKIP UMP 2017
19
Komponen berikutnya adalah media pembelajaran. Media sebenarnya bersalan dari
kata latin yang merupakan bentuk jamak dari “medium” yang secara harifah berarti perantara
atau pengantar. Munurut Komalasari (2013:111) media memiliki makna umumnya yaitu
“segala yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima
informasi”.
Menurut Syaiful dan Azwan (2010:47) alat adalah “segala sesuatu yang dapat
digunakan dalam rangka mencapat tujuan pengajaran”. Dari pemahaman tersebut
menunjukan bahwa media pembelajaran adalah alat yang dapat menjadi perantara untuk
penyampaian materi pembelajaran.
Sementara menurut Pupuh dan Sobry (2010:15) alat dapat dibagi menjadi dua macam,
“yaitu alat verbal dan alat bantu non verbal”. Alat verbal berupa suruhan, printah, larangan,
dan sebagainya. Sebagai alat bantu non verbal berupa globe, papan tulis, batu tulis, batu
kapur, gambar, diagram, slide, video dan sebagainya.
Lebih lanjut Syaiful dan Azwan berpendapat terdapat alat atau media pembelajaran lain
yaitu “alat material dan alat nonmaterial”. Alat meterial termasuk alat bantu audiovisual.
Sebagai alat material (audiovisual) mempunyai sifat sebagai berikut:
1. Kemampuan untuk meningkatkan persepsi;
2. Kemampuan untuk meningkatkan pengertian;
3. Kemampuan untuk meningkatkan transper (pengalihan) belajar;
4. Kemampuan untuk memberikan penguatan (reinforcement)atau
pengetahuan hasil yang dicapai;
5. Kemampuan untuk mengingatkan retensi (ingatan).
Uraian tersebut menjelaskan bahwa media pembelajaran adalah alat yang dapat
membantu pembelajaran. Media pembelajaran dapat berupa audio, visual, atau perpaduan
diantaranya. Melalui media pembelajaran Sebagai alat material (audiovisual) mempunyai
sifat sebagai, kemampuan untuk meningkatkan persepsi, pengertian, pengalihan belajar,
memberikan penguatan dan untuk meningkatkan ingatan.
Pegaruh Pendidikan Kewarganegaraan..., Latif Muhajirin, FKIP UMP 2017
20
e. Sumber Pembelajaran
Pada hakikatnya alam semesta merupakan sumber belajar. Menurut Association for
Education Communication and Technology (AECT), sumber belajar adalah segala sesuatu
atau daya yang dapat dimanfaatkan oleh guru, baik secara terpisah maupun dalam bentuk
gabungan, untuk kepentingan belajar mengajar, dengan tujuan meningkatkan efektifitas dan
efisiensi tujuan pembelajaran. Komponen sumber belajar meliputi pesan, orang, bahan,
peralatan, teknik, dan lingkungan/latar.
Ditinjau dari tipe atau asal usulnya AECT (Komalasari : 109) membedakan
sumberbelajar menjadi dua
1. Sumber belajar yang dirancang (learning resources by design) yaitu sumber belajar yang memang sengaja dibuat untuk tujuan pembelajaran. Sumber pembelajaran ini sering disebut bahan pembelajaran. Contohnya adalah : buku pelajaran, modul, program audio, program slide suara, transparansi (OHT).
2. Sumber belajar yang sudah tersedia dan tinggal dimanfaatkan (learning resources by utilization), yaitu sumberbelajar yang tidak secara khusus dirancang untuk keperluan pembelajaran namun dapat ditemukan, dipilih, dan dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Contohnya: pejabat pemerintah, tenaga ahli, pemuka agama, olahragawan, kebun binatang, waduk, museum, film, sawah, terminal, surat kabar, siaran televisi, dan masih banyak lagi.
Sementara menurut Udin Saripudin Winataputra dan Rustana Ardiwinata (Syaiful dan
Azwan, 2010:49) berpendapat terdapat lima sumber belajar, yaitu:
a. Manusia b. Buku/perpustakaan c. Media massa d. Alam lingkungan
1. Alam lingkungan terbuka 2. Alam lingkungan sejarah atau peninggalan sejarah 3. Alam lingkungan manusia
e. Media pendidikan. Penjelasan tersebut memberikan gambaran bahwa sumber pembelajaran dapat di
peroleh dari manapun. karena sumber belajar sangat luas maka penting bagi guru untuk
mennggunakan sumber belajar yang tepat agar dapat mendukung tercapainya tujuan
pembelajaran.
f. Evaluasi Pembelajaran
Pegaruh Pendidikan Kewarganegaraan..., Latif Muhajirin, FKIP UMP 2017
21
Pembelajaran membutuhkan evaluasi karena evaluasi menempati kedudukan yang
penting dan merupakan bagian utuh dari proses dan tahapan kegiatan pembelajaran. Menurut
Komalasari (2013:147) menjelaskan evaluasi pembelajaran merupakan penilaian terhadap
keseluruhan program pendidikan mulai dari perencanaan program, pelaksanaan program
(termasuk didalamnya penilaian), serta hasil-hasil yang dicapai oleh program pendidikan.
Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penepatan mutu
pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang dan jenis
pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidik.
Evaluasi memiliki tujuan yaitu tujuan secara umum dan tujuan secara khusus. Tujuan umum dari evaluasi yaitu:
1. Mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan murid dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
2. Memungkinkan pendidik/guru menilai aktifitas pengalaman yang didapat. 3. Menilai metode mengajar yang dipergunakan
Dan tujuan khusus dari evaluasi yaitu : 1. Merangsang keiatan siswa 2. Menemukan sebab-sebab kemajauan atau kegagalan 3. Memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan, perkembangan dan bakat
siswa yang bersangkutan 4. Memperoleh bahan laporan tentang perkembangan siswa yang diperlukan orang
tua dan lembaga pendidikan 5. Untuk memperbaiki mutu pelajaran/cara belajar dan metode mengajar. Abu
ahmadi dan widodo supriyono (Syaiful, B. D. dan Azwan Zain , 2010: 51) Berdasarkan pada tujuan evaluasi maka pelaksanaan evaluasi mempunyai manfaat
berkaitan dengan proses belajar mengajar. Evaluasi proses menurut W.S Winkel (Pupuh dan
Sobry, 2010 :17) mengatakan bahwa “suatu evaluasi yang diarahkan untuk menilai
bagaimana kerjasama setiap komponen pengajaran yang telah dilakukan dan apakah dalam
proses itu ditemukan kendala sehingga tujuan kurang tercapai secra optimal”. Sedangkan
evaluasi produk lebih lanjut dijelaskan adalah “suatu evaluasi yang diarahkan untuk
mengetahui bagaimana hasil belajar siswa, dan bagaimana penguasaan siswa terhadap
bahan/materi pelajaran yang telah guru berikan ketika proses belajar mengajar berlangsung”.
Pegaruh Pendidikan Kewarganegaraan..., Latif Muhajirin, FKIP UMP 2017
22
Ketika evaluasi dapat memberikan manfaat bagi guru serta siswa, maka evaluasi
mempunyai fungsi menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (Syaiful dan Azwan,
2010:52) sebagai berikut:
1. Untuk memberikan umpan balik (feed back) kepada guru sebagai dasar umtuk memperbaiki proses belajar mengajar, serta mengadakan perbaikan program bagi murid
2. Untuk memberikan angka yang tepat tetang kemajuan atau hasil belajar dari setiap murid. Antara lain digunakan dalam rangka pemberian laporan kemajuan belajar murid kepada orang tua, penentuan kenaikan kelas, serta penentuan lulus tidaknya seorang murid.
3. Untuk menentukan murid didalam situasi belajar mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat kemampuan (dan karakteristik lainnya) yang dimiliki oleh murid
4. Untuk mengenal latar belakang (psikologis, fisik, dan lingkungan) muurid yang mengalami kesulitan-kesulitan belajar, nantinya dapat dipergunakan sebagai dasar dalampemecahan kesulitan-kesulitan belajar yang timbul.
Sementara Anurrahman (2014:209) berpendapat bahwa evaluasi merupakan kegiatan
pengumpulan data untuk mengukur sejauh mana tujuan telah tercapai. Dari berbagai
pemahaman terkait evaluasi pembelajaran dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi
pembelajaran adalah tolak ukur atau alat ukur yang dapat di gunakan untuk mengukur sejauh
mana tujuan pembelajaran telah tercapai.
C. Kompetensi Kewarganegaraan
1. Hakikat Kompetensi Kewarganegaraan
Arti kata kompetensi adalah kemampuan yang harus dikuasai oleh seseorang.
Kompetensi kewarganegaraan merupakan misi Pendidikan Kewarganegaraan. Hakim dkk
(2016:10) berpendapat bahwa “Pendidikan Kewarganegaraan mengemban misi dalam
mempersiapkan bangsa Indonesia yang memiliki kompetensi kognisi (civic knowledge),
Psikomotor (civic skills) dan karakter pribadi (civic desposition) yang berkontribusi bagi
negara dan bangsanya”. Senada dengan pendapat Haryanto (2013:7) berpendapat mengenai
kompetensi kewarganegaran sebagai berikut :
Pegaruh Pendidikan Kewarganegaraan..., Latif Muhajirin, FKIP UMP 2017
23
Pertama, pengetahuan kewargaan (civic knowledge) yaitu kemempuan dan kecakapan yang terkait dengan materi inti (Civic Education) yaitu demokrasi, hak asasi manusia, dan masyarakat madani. Kedua kompetensi sikap kewargaan (civic dispositions) yaitu kemampuan dan kecakapan yang terkait dengan kesadaran dan komitmen warga negara antara lain kesetaraan gender, toleransi, kemajemukan, dan lain-lain. Ketiga, kompetensi keterampilan kewargaan (civic skill) yaitu kemampuan dan kecakapan mengartikulasikan keterampilan kewargaan seperti berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan publik, melakukan kontrol terhadap penyelanggaraan negara dan pemerintahan.
Selaras dengan pendapat Branson dalam Winataputra dan Dasim (2012:199) bahwa
“terdapat tiga komponen utama yang perlu dikembangkan dalam PKn yaitu civic knowledge,
civic skill, dan civic disposition”. Ketiga kompetensi tersebut merupakan saling keterkaitan
satu sama lain untuk mendorong terbentuknya kompetensi kewarganegaraan.
2. Pengetahuan Kewarganegaraan (Civic Knowledge)
Pengetahuan kewarganegaraan adalah berkaitan dengan apa yang seharusnya diketahui
oleh warga negara mengenai hubungan antara warga negara dengan negara atau mengenai
hak dan kewajiban sebagai warga negara. Aspek ini berkaitan tentang kemampuan akademik-
keilmuan yang dikembangkan dari teori atau konsep politik, hukum dan moral. Dengan
demikian, mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah bidang kajian multidisipliner.
Dari beberapa teori jika diperinci materi pengetahuan kewarganegaraan meliputi pengetahuan
tentang hak dan tanggung jawab warganegara, hak asasi manusia, prinsip-prinsip demokrasi,
lembaga pemerintah dan non-pemerintah, identitas nasional, pemerintahan berdasar hukum
(rule of law) dan peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, serta nilai-nilai dan
norma-norma dalm masyarakat.
Selain itu jika di jabarkan terdapat lima pertanyaan untuk dapat mewujudkan komponen
pengetahuan kewarganegaraan. Menurut Winataputra dan Dasim, (2012:199) lima pertanyaan
tersebut adalah
(1) Apa kehidupan kewarganegaraan, politik, dan pemerintahan?; (2) Apa dasar-dasar sistem politik Indonesia?; (3) Bagaimana pemerintahan yang dibentuk oleh konstitusi mengejewantahkan tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan prinsip-prinsip demokrasi Indonesia?; (4) Bagaimana hubungan antara Indonesia dengan negara-negara lain di dunia?; dan (5) Apa peran warganegara dalam demokrasi Indonesia?
Pegaruh Pendidikan Kewarganegaraan..., Latif Muhajirin, FKIP UMP 2017
24
Dalam pertanyaan pertama mengenai “apa kehidupan kewarganegaraan, politik, dan
pemerintah?” melalui pertanyaan tersebut dapat membantu warganegara melakukan
pertimbanagan yang matang mengenai hakikat bernegara terkait mengenai kehidupan
kewarganegaraan, politik, dan pemerintahan. Pertanyaan kedua “apa dasar-dasar sistem
politik Indonesia?” dalam pertanyaan tersebut dapat memberikan jawaban mengenai dasar
sejarah dan filsafat dari sistem politik Indonesia. Pertanyaan ketiga “bagaimana pemerintah
yang didirikan berdasarkan konstitusi menjewantahkan tujuan, nilai, prinsip demokrasi
Indonesia?” jawaban dari pertanyaan tersebut dapat membentu warganegara memahami dan
mengevaluasi pemerintahan terbatas yang didirikan serta pembagian kekuasaan yang
dilakukan.
Pertanyaan keempat “bagaimana hubungan Indonesia dengan negara-negara lain di
dunia dan posisinya mengenai masalah-masalah internasional?” pertanyaan tersebut sangat
penting karena Indonesia bagian dari dunia dan warganegara perlu memahami elemen-
elemen penting hubungan internasional dan masalah-masalah dunia yang mempengaruhi
kehidupan mereka. Pertanyaan kelima “apakah peran warganegara dalam demokrasi
Indonesia?” melalui pertanyaan ini hendaknya warganegara memahami bahwa melalui
keterlibatan mereka dalam kehidupan bernegara, mereka dapat membantu meningkatkan
kualitas hidup dilingkungan sekitar bahkan untuk seluruh bangsa.
3. Kecakapan Kewarganegaraan (Civic Skill)
Keterampilan Kewarganegaraan (civic skills) adalah keterampilan yang dikembangkan
berdasarkan pada pengetahuan-pengetahuan kewarganegaraan, hal ini bertujuan agar
pengetahuan-pengetahuan yang telah didapatkan menjadi sesuatu yang bermakna. Disamping
itu juga dapat dimanfaatkan dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Pegaruh Pendidikan Kewarganegaraan..., Latif Muhajirin, FKIP UMP 2017
25
Civic skill merupakan komonen esensial dalam masyarakat demokratis. Karena di
dalam Civic skills mencakup keterampilan intelektual dan keterampilan partisipasi. Seperti
pendapat Winataputra dan Dasim (2012:208) menyatakan “kecakapan-kecapakan intelektual
meliputi identifying and describing; explaining and analyzing; and evaluating, taking,
defeding position on public issues”. Sementara untuk kecakapan-kecakapan partisipatoris
mencangkup “interacting, monitoring, and influencing”.
Keterampilan kewarganegaraan (Civic skills) yang dijelaskan tersebut merupakan hal
yang harus dimiliki oleh warganegara. Agar warganegara dapat menjalankan dengan benar
terkait mengenai hak dan kewajibannya.
Selain itu kecakapan kewrganegaraan dapat dilihat ketika warganegara memecahkan
masalah dalam berbangsa dan bernegara. Cagon dalam Hakim dkk (2016:10) berpendapat
bahwa
warga negara yang baik harus memiliki kemampuan untuk (1) menjawab tantangan global; (2) bekerja sama dengan orang lain; (3) menerima dan toleransi terhadap perbedaan budaya; (4) berfikir kritis dan sistematis (5) menyelesaikan konflik tanpa kekerasan; (6) mengubah gaya hidup konsumtif guna melindungi lingkungan; (7) kepekaan terhadap hak asasi manusia; (8) partisipasi dalam pemerintahan local, nasional, dan global.
Beberapa pernyataan yang telah diuraikan pada dasarnya kecakapan kewarganegaraan
mencangkup kecakapan intelektual dan kecakapan partisipasi. Kecakapan intelektual adalah
keterampilan berfikir kritis meliputi keterampilan mengidentifikasi, menggambarkan/
mendeskripsikan, menjelaskan, menganalisis, mengevaluasi, menentukan dan
mempertahankan pendapat yang berkenaan dengan masalah-masalah publik. Sementara
keterampilan partisipasi meliputi keterampilan berinteraksi, memantau, dan mempengaruhi.
Dengan warganegara memiliki keterampilan tersebut dapat mendukung warganegara dalam
menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan aturan yang ada di dalam negaranya.
4. Watak Kewarganegaraan (Civic Disposition)
Pegaruh Pendidikan Kewarganegaraan..., Latif Muhajirin, FKIP UMP 2017
26
Watak kewarganegaraan merupakan kecakapan kewarganegaraan yang berkembang
secara perlahan sebagai akibat apa yang telah dipelajari dan dialami oleh warganegara di
rumah, sekolah, komunitas, dan organisasi-organisasi di sekelilingnya. Winataputra dan
Dasim (2012:205) berpendapat bahwa “watak kewarganegaraan mengisyaratkan pada
karakter publik dan karakter privat yang penting bagi pemeliharaan dan pengembanangan
demokrasi konstitusional”.
Pemahaman tersebut menjelaskan bahwa watak kewarganegaraan terdiri dari karakter
publik dan karakter privat yang dimana kedua hal tersebut sangat penting dalam
pengembanagn demokrasi konstitusional bagi suatu negara. Contoh karakter privat adalah
tangung jawab, disiplin diri dan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia dari
setiap individu. Sementara untuk karakter publik adalah di contohkan mengenai kepedulian
sebagai warganegara, kesopanan, mengindahkan aturan main, berfikir kritis, dan kemampuan
untuk mendengar, bernegosiasi dan berkompromi merupakan karakter yang diperlukan agar
demokrasi berjalan dengan baik.
Winataputra dan Dasim (2012:205-206) menjelaskan secara singkat karakter publik dan
privat sebagai berikut :
a. Menjadi anggota masyarakat yang independen. Karakter ini meliputi kesadaran
secara pribadi untuk bertanggung jawab sesuai dengan ketentuannya, bukan
dikarenakan keterpaksaaan atau pengawasan dari luar, menerima tanggung
jawab akan konsekuensi dan tindakan yang diperbuat dan memenuhi kewajiban
moral dan legal sebagai anggota masyarakat demokratis. Jadi dalam hal ini
seseorang dituntut untuk memiliki rasa teguh akan pendiriannya dan
bertanggung jawab atas apa yang dilakukan serta konsekuensinya tanpa
pengawasan dari siapapun.
Pegaruh Pendidikan Kewarganegaraan..., Latif Muhajirin, FKIP UMP 2017
27
b. Memenuhi tanggung jawab personal kewarganegaraan di bidang ekonomi dan
politik. Tanggung jawab ini meliputi memelihara atau menjaga diri, mengasuh
dan mendidik anggota keluarga, termasuk juga mengikuti isu-isu politik serta
mengikuti kegiatan kemasyarakatan.
c. Menghormati harkat dan martabat kemanusiaan tiap individu. Menghormati
orang lain dapat diartikan dalam mendengarkan pendapat mereka, bersikap
sopan santun , menghargai kepentingan-kepentingan dan hak-hak sesama
warganegara serta menaati peraturan yang telah dibuat secara mayoritas.
d. Berpartisipasi dalam urusan kewarganegaraan secara efektif dan bijaksana.
Dalam hal partisipasi ini dalam urusan kewarganegaraan, seseorang tersebut
harus memiliki kebijaksanaan. Dimana kebijaksanaan ini dapat dirasakan ketika
seseorang tersebut mengikuti berbagai urusan kewarganegaraan untuk memilih
maupun menjadi pemimpin. Serta mengetahui kapan saatnya kepentingan
pribadi sebagai warganegara dikesampingkan dan kapan saatnya kewajiban
sebagai warganegara dapat menolak tuntutan-tuntutan kewarganegaraan
tertentu.
Karakter kewarganegaraan sangat penting bagi warganegara. Karena melalui karakter
public seperti kepedulian sebagai warganegara, kesopanan, mengindahkan aturan main (rule
of law), berfikir kritis, dan kemauan untuk mendengar serta bernegisiasi adalah bekal
warganegara yang penting. Selain itu karakter privat berupa tanggung jawab moral, disiplin
diri dan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia merupakan karakter yang sangat
diperlukan agar demokrasi berjalan baik.
5. Kompetensi Kewarganegaraan Siswa SMA
Pegaruh Pendidikan Kewarganegaraan..., Latif Muhajirin, FKIP UMP 2017
28
Indonesia memiliki peraturan tentang pendidikan terumasuk Pendidikan
kewarganegaraan. Hal ini diatur dalam PP No. 19/2005 adalah berkenaan dengan kedalaman
muatan kurikulum. Dalam pasal 8 PP No. 19/2005 ditegaskan bahwa :
Kedalaman muatan kurikulum pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi pada setiap tingkat/atau semester sesuai dengan Standar Nasional Kompetensi sebagaimana dimaksud terdiri atas strandar kompetensi dan kompetensi dasar.
Dengan merujuk Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006
Kompetensi lulusan SMA dalam mata pelajara Pendidikan Kewarganegaraan meliputi: 1)
Memahami hakikat Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI); 2)
Menampilkan sikap positif terhadap sistem hukum dan peradilan nasional; 3) Menampilkan
peranserta dalam upaaya pemajuan, penghormatan, dan perlindungan Hak Asasi Manusia
(HAM); 4) Menganalisis hubungan dasar negara dengan konstitusi; 5) Menghargai
persamaan kedudukan warganegara dalam berbagai aspek kehidupan; 6) Menganalisis sistem
politik Indonesia; 7) Menganalisis budaya politik Indonesia; 8) menganalisis budaya
demokrasi menuju masyarakat madani; 9) Menampilkan sikap keterbukaan dan keadilan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; 10) Menganalisis hubungan internasional dan
organisasi internasioanal; 11) Menganalisis sistem hukum dan peradilan internasional; 12)
Menampilkan sikap positif terhadap Pancasila sebagai ideologi terbuka; 13) mengevaluasi
berbagai sistem pemerintahan; 14) Mengevaluasi peran pers dalam masyarakat demokrasi 15)
Mengevaluasi dampak globalisasi. Poin tersebut merupakan kompetensi kewarganegaraan
siswa SMA.
Terdapat penjelasan secara rinci mengenai Standar Kompetensi Lulusan mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan jenjang SMA oleh Permen Diknas Nomor 22 Tahun 2006
tentang standar isi sebagai berikut:
Tabel 2.1 Kompetemsi Kewarganegaraan Siswa SMA Berdasarkan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006
Kelas Butir kompetensi dasar Kewarganegaraan
Pegaruh Pendidikan Kewarganegaraan..., Latif Muhajirin, FKIP UMP 2017
29
Kelas X 1. Mendeskripsikan hakikat bangsa dan unsur-unsur terbentuknya negara
2. Mendeskripsikan hakikat negara dan bentuk-bentuk kenegaraan
3. Menjelaskan pengertian, fungsi dan tujuan NKRI 4. Menunjukkan semangat kebangsaan, nasionalisme dan
patriotisme dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
5. Mendeskripsikan pengertian sistem hukum dan peradilan nasional
6. Menganalisis peran lembaga-lembaga peradilan 7. Menunjukan sikap yang sesuai dengan ketentuan
hukum yang berlaku 8. Mengenalisis upaya pemberantasan korupsi di
Indonesia 9. Menampilkan peran serta dalam upaya pemberantasan
korupsi di Indonesia 10. Menganalisis upaya pemajuan, penghormatan dan
penegakan HAM 11. Menampilkan peran serta dalam upaya pemajuan,
penghormatan, dan penegakan HAM di Indonesia 12. Mendeskripsikan instrument hukum dan peradilan
internasional HAM 13. Mendeskripsikan hubungan dasar negara dengan
konstitusi 14. Menganalisis substansi konstitusi negara 15. Menganalisis kedudukan pembukaan UUD 1945
Negara Kesatuan Republik Indonesia 16. Menunjukan sikap positif terhadap konstitusi negara 17. Mendeskripsikan kedudukan warga Negara dan
pewarganegaraan di Indonesia 18. Menganalisis persamaan kedudukan warga negara
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan negara 19. Menghargai persamaan kedudukan warga negara tanpa
membedakan ras, agama, gender, golongan, budaya, dan suku
20. Mendeskripsikan suprastruktur dan infrastruktur politik di Indonesia
21. Mendeskripsikan perbedaan sistem politik di berbagai negara
22. Menampilkan peran serta dalam sistem politik di Indonesia
XI 1. Mendeskripsikan pengertian budaya politik 2. Menganalisis tipe-tipe budaya politik yang berkembang
dalam masyarakat Indonesia 3. Mendeskripsikan pentingnya sosialisasi
pengembanagan budaya politik 4. Menampilkan peran serta budaya politik partisipan 5. Mendeskripsikan pengertian dan prinsip-prinsip budaya
demokrasi
Pegaruh Pendidikan Kewarganegaraan..., Latif Muhajirin, FKIP UMP 2017
30
6. Mengidentifikasi ciri-ciri masyarakat madani 7. Menganalisis pelaksanaan demokrasi di Indonesia sejak
orde lama, orde baru, dan reformasi 8. Menampilkan perilaku budaya perilaku budaya
demokrasi dalam kehidupan sehari-hari 9. Mendeskripsikan pengertian dan pentingnya
keterbukaan dan keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
10. Menganalisis dampak penyelenggaraan pemerintahan tidak transparan
11. Menunjukan sikap keterbukaan dan keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
12. Mendeskripsikan pengertian, pentingnya, dan sarana-sarana hubungan internasional bagi suatu Negara
13. Menjelaskan tahap-tahap perjanjian internasional 14. Menganalisis fungsi Perawakilan Diplomatik 15. Mengkaji peranan organisasi internasional (ASEAN,
AA, PBB) dalam meningkatkan hubunganinternasional 16. Menghargai kerjasama dan perjanjian internasional
yang bermanfaat bagi Indonesia 17. Mendeskripsikan sistem hukum dan peradilan
Internasional 18. Menjelaskan penyebab timbulnya sengketa
internasional dan cara penyelesaian oleh Mahkamah Internasional
19. Menghargai putusan Mahkama Internasional XII 1. Mendeskripsikan Pancasila sebagai ideologi terbuka
2. Menganalisis Pancasila sebagai sumber nilai dan pradigma pembangunan
3. Menampilkan sikap positif terhadap Pancasila sebagai ideologi terbuka
4. Menganalisis sistem pemerintahan di berbagai negara 5. Menganalisis pelaksanaan sistem pemerintahan negara
Indonesia 6. Membandingkan pelaksanaan sistem pemerintahan
yang berlaku di Indonesia dengan negara lain 7. Mendeskripsikan pengertian, fungsi, dan peran serta
perkembangan pers di Indonesia 8. Menganalisis pers yang bebas dan bertanggung jawab
sesuai kode etik jurnalistik dalam masyarakat demokratis di Indonesia
9. Mengevaluasi kebebasan pers dan dampak penyalah gunaan kebebasan media massa dalam masyarakat demokrasi di Indonesia
10. Mendeskripsikan proses, aspek, dan dampak globalisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
11. Mengevaluasi pengaruh globalisasi terhadap kehidupan bangsa dan Negara Indonesia
12. Menentukan sikap terhadap pengaruh dan implementasi globalisasi terhadap Bangsa dan Negara Indonesia
Pegaruh Pendidikan Kewarganegaraan..., Latif Muhajirin, FKIP UMP 2017
31
13. Mempresentasikan tulisan tentang pengaruh globalisasi terhadap Bangsa dan Negara Indonesia
Sumber: diolah dari Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi D. Hakikat Kesadaran Hukum Berlalu Lintas
1. Hakikat Hukum
Hukum tidak datang atau ada dengan sendirinya. Hukum dibuat oleh orang atau
seklompok orang berdasarkan atas kesepakatan. Kesepakatan tersebut akan menjadi pedoman
dalam kehidupan suatu masyarakat dan untuk mempertahankan kesepakatan tersebut
masyarakat harus sadar untuk menjalankan kesepakatan atau hukum tersebut.
Hukum merupakan kontrol sosial dari pemerintah. Dalam kata lain pemerintah
memiliki wewenang untuk mengadakan peraturan hukum. Seperti yang di kemukakan
Akhdhiat dan Rosleny (2011:170) “hukum diadakan oleh mereka yang berwenang
memerintah dengan tujuan menyelenggarakan kehidupan bersama yang harmonis”.
S.M Amin, dalam Kansil (1989:38) mengemukakan tujuan hukum adalah ”mengadakan
ketertiban dalam pergaulan manusia. Dalam konteks ini hukum memiliki tujuan yang baik
karena dengan adanya hukum seseorang dapat memiliki pegangan dalam menjalankan
kehidupanya di masyarakat”.
Hukum memiliki ciri-ciri yang sangat jelas yaitu 1) adanya printah dan atau larangan;
2) perintah dan atau larangan itu harus patuh ditaati setiap orang (Kansil 1989:39).
Pemahaman beberapa konsep hukum memberikan gambaran bahwa hukum dapat bersumber
dari kesepakatan beberapa orang dan kesepakatan tersebut berupa perintah atau larangan
yang harus ditaati sebagai kontrol sosial dalam masyarakat.
Selain itu menurut Soekanto (1988:120) bahwa “hukum menempati suatu fungsi yang
esensial dalam masyarakat terutama didalam memudahkan atau melancarkan proses interaksi
sosial”. Interaksi sosial tersebut dapat berupa interaksi yang terjadi antar individu, individu
dengan klompok, maupun antar klompok.
Pegaruh Pendidikan Kewarganegaraan..., Latif Muhajirin, FKIP UMP 2017
32
Selain hal sedemikian hukum sangat membutuhkan kesadaran dari tiap elemen yang
terikat dalam hukum tersebut untuk menjalankannya. Hukum tidak akan berfungsi dengan
baik apabila manusia tidak mau sadar dan menjalankannya atau mematuhinya. Sedetail dan
sesempurna apapun sebuah aturan hukum jika tidak dijalankan oleh masyarakat yang ada,
hukum tersebut tidak akan berguna. Agar hukum dapat berguna dan berjalan dengan sesuai
dibutuhkan kesadaran terhadap hukum. Seperti halnya pendapat Soekanto (2002:147) “…
sumber satu-satunya dari hukum dan kekutan mengikatnya adalah kesadaran hukum
masyarakat”. pemahaman tersebut memberikan gambaran bahwa hukum akan ada apa bila
masyarakat sadar dan menjalankan peraturan hukum yang ada.
Lebih lanjut Soekanto (2002:147) berpendapat “perasaan hukum dan keyakinan hukum
individu di dalam masyarakat yang merupakan kesadaran hukum individu”. Kesadaran
hukum dari tiap individu merupakan pangkal dari kesadaran hukum masyarakat. Pemahaman
tersebut menjelaskan untuk membentuk kesadaran hukum masyarakat memerlukan kesadaran
hukum dari tiap individu-individu dalam masyarakat tersebut. Karena dengan kesadaran
terhadap hukum dalam suatu masyarakat dapat berimbas berfungsinya dan bergunanya
hukum sebagai control sosial.
Penjelasan tersebut memberikan kesimpulan bahwa hukum dapat bersumber dari
kesepakatan beberapa orang dan kesepakatan tersebut berupa perintah atau larangan yang
harus ditaati sebagai kontrol sosial dalam masyarakat. Selain itu hukum memiliki fungsi
esensial dalam masyarakat terutama didalam membantu proses interaksi di lingkungan
masyarakat dan peran masyarakat akan kesadaran terhadap hukum merupakan sumber dan
kekuatan mengikat dari hukum.
2. Peraturan Lalu Lintas
Berlalu Lintas merupakan kegiatan atau aktifitas yang berkenaan dengan lalu lintas dan
peraturan Lalu Lintas. Dalam kamus besar bahasa kata lalu lintas diartikan bolak balik atau
Pegaruh Pendidikan Kewarganegaraan..., Latif Muhajirin, FKIP UMP 2017
33
hilir mudik. Sementara menurut Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (LLAJ) menjelaskan bahwa “ Lalu lintas adalah gerak kendaraan dan orang
di ruang lalu lintas jalan”.
Dari pemahaman tersebut dapat memberikan gambaran lalu lintas terdiri dari gerak
kendaraan dan orang yang terdapat dalam ruang lalu lintas. Hal tersebut menjelaskan lalu
lintas memiliki ruang dan didalam ruang tersebutlah lalu lintas dilakukan. Ruang tersebut
merupakan sebuah sekat atau batasan dimana sebuah perbuatan dikatakan dalam lalu lintas.
Lebih jelas Undang-undang No. 22 Tahun 2009 LLAJ menjelaskan ruang lalu lintas adalah
“prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah kendaraan, orang, dan/atau barang yang
berupa jalan dan fasilitas pendukung”. Dalam hal ini ruang lalu lintas dijelaskan sebagai
prasarana yang digunakan orang, dan/atau barang jalan dan fasilitas pendukung. Prasarana
tersebut merupakan ruang lalu lintas karena apabila orang,dan/atau barang menggunakan
prasarana tersebut maka dikatakan orang,dan/barang secara langsung masuk dalam ruang lalu
lintas.
Peraturan tersebut menjelaskan bahwa seseorang dikatakan berlalu lintas apabila orang
tersebut baik sebagai pejalan kaki, atau pengendara kendaraan menggunakan prasarana lalu
lintas. Namun dalam ruang lalu lintas tersebut terdapat tata cara atau aturan dalam
menggunakannya seperi yang dijelaskan dalam Undang-undang No. 22 Tahun 2009 LLAJ
pasal 105 sebagai berikut:
Setiap orang yang menggunakan jalan wajib: a. Berperilaku tertib; dan/atau b. Mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan keamanan dan
keselamatan lalu lintas dan angkatan jalan atau yang dapat menimbulkan kerusakan jalan.
Sementara lebih jelas Ruang lingkup keberlakuan undang-undang LLAJ dalam pasal 4
dijelaskan untuk membina dan menyelenggarakan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman,
selamat, tertib, dan lancer melalui
Pegaruh Pendidikan Kewarganegaraan..., Latif Muhajirin, FKIP UMP 2017
34
a. Kegiatan gerak pindah kendaraan, orang, dan/atau barang di jalan; b. Kegiatan yang mengunakan saran, prasarana, dan fasilitas pendukung lalu
lintas dan angkutan jalan; dan c. Kegiatan yang berkaitan dengan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor
dan pengemudi, pendidikan berlalu lintas, menejemen dan rekayasa lalu lintas, serta penegakan hukum lalu lintas dan angkutan jalan.
Dilihat dari ketentuan peraturan yang ada maka seseorang dikatakan berlalu lintas
adalah ketika seseorang tersebut menggunakan prasarana lalu lintas. Ketika seseorang
menggunakan prasarana lalu lintas maka ketentuan peraturan lalu lintas berlaku untuknya dan
seseorang tersebut harus mentaati peraturan dan berperilaku tertib dan/atau Mencegah hal-hal
yang dapat merintangi, membahayakan keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkatan
jalan atau yang dapat menimbulkan kerusakan jalan.
3. Indikator Kesadaran Hukum Berlalu Lintas
Seseorang akan dikatakan sadar terhadap hukum apabila seseorang tersebut melakukan
ketentuan hukum dengan sesuai. Ketentuan kesadaran hukum dilihat dari beberapa indikatir
seperti pengetahuan hukum, pemahaman hukum, sikap terhadap hukum dan perilaku sesuai
hukum yang ada.
Untuk indikator kesadaran hukum menurut Soekanto (1977:469) berpendapat bahwa
tinggi rendahnya derajad kepatuhan terhadap hukum positif tertulis, antara lain ditentukan
oleh faktor-factor:
1. Pengetahuan tentang peraturan 2. Pengetahuan tentang isi peraturan 3. Sikap terhadap peraturan 4. Perikelakuan yang sesuai dengan peraturan
Keempat indikator tersebut merupakan tolak ukur dikatakan seseorang sadar terhadap
hukum. Kesadaran hukum bukan hanya bertolak dari apa yang seseorang tahu tentang hukum
atau sebaliknya seseorang berperilaku sesuai peraturan tanpa memahami bahkan mengetahui
tentang aturan yang dijalankannya.
Pegaruh Pendidikan Kewarganegaraan..., Latif Muhajirin, FKIP UMP 2017
35
Peraturan lalu lintas merupakan salah satu hukum yang ada di Indonesia. Sama halnya
dengan hukum-hukum yang lain pada umumnya. Seseorang akan dikatakan memiliki
kesadaran hukum berlalu lintas apa bila orang tersebut mengetahui, memahami, bersikap dan
berperilaku sesuai aturan hukum lalu lintas.
a. Pengetahuan Hukum Berlalu Lintas
Pengetahuan hukum diartikan seseorang mengetahui perilaku tertentu dimata hukum.
Pengetahuan terhadap hukum akan dapat diketahui bila diajukan seprangkat pertanyaan
mengenai hukum tertentu (Ali, 2008:67). Penjelasan tersebut memberikan gambaran bahwa
pengetahuan terhadap hukum dapat diketahui melalui pertanyaan-pertanyaan terkait hukum
tertentu. Melalui pertanyaan-pertanyaan terkait hukum tertentu maka dapat dilihat sebatas apa
seseorang memiliki pengetahuan terhadap hukum tertentu.
Pemahaman tersebut berlaku untuk semua hukum termasuk hukum berlalu lintas. Agar
mengetahui sejauh mana seseorang memiliki pengetahuan hukum berlalu lintas maka
dibutuhkan serangkaian pertanyaan terkait dengan peraturan hukum berlalu lintas.
b. Pemahaman Hukum Berlalu Lintas
Pemahaman hukum diartikan seseorang atau warga masyarakat mempunyai
pengetahuan dan pemahaman mengenai aturan-aturan tertentu, terutama dari segi isinya.
Seperti pendapat Ibid (Ali, 2008:67) menyatakan bahwa “melalui pemahaman hukum,
masyarakat diharapkan memahami tujuan peraturan perundang-undangan serta manfaat bagi
pihak-pihak yang kehidupannya diatur oleh peraturan perundang-undangan dimaksud.”
Pemahaman tersebut menjelaskan untuk tingkatan ini seseorang sudah memiliki
pengetahuan serta pemahaman mengenai aturan-aturan yang ada termasuk dalam aturan
berlalu lintas. Dalam hal ini seseorang dapat memahami dan mengerti alasan-alasan hukum
berlalu lintas.
c. Sikap Terhadap Hukum Berlalu Lintas
Pegaruh Pendidikan Kewarganegaraan..., Latif Muhajirin, FKIP UMP 2017
36
Sikap hukum diartikan seseorang mempunyai kecenderungan untuk mengadakan
penilaian terhadap hukum secara umum termasuk hukum berlalu lintas. Menurut Soekanto S
(1977:469) berpandanagan bahwa “sikap yang fundamental terhadap peraturan cenderung
untuk mempengaruhi taraf kepatuhan hukum, oleh karna sikap tersebut antara lain terbentuk
oleh proses pelembagaan dan internalisasi dari peraturan yang bersangkutan”. Maka sikap
merupakan indikator yang penting dalam menentukan kesadaran hukum tertentu termasuk
hukum berlalu lintas.
d. Perilaku Hukum Berlalu Lintas
Perilaku hukum diartikan seseorang berperilaku sesuai dengan hukum yang ada
termasuk hukum berlalu lintas. Indikator perilaku hukum berlalu lintas merupakan indikator
terakhir dalam kesadaran hukum berlalu lintas.
Menurut Soekanto (1977:469) “Pola perilkelakuan yang sesuai dengan peraturan
merupakan kriteria pokok akan adanya kepatuhan hukum, oleh karena perikelakuan demikian
menunjukan adanya kecenderungan yang kuat bahwa peraturan tersebut telah mengalami
proses internalisasi yang membuktikan adanya persesuaiaan antara peraturan dengan nilai-
nilai yang berlaku”. Pemahaman tersebut menggambarkan bahwa perilaku merupakan pokok
dari kepatuhan hukum. maka perilaku berlalu lintas termasuk indikator yang penting dalam
kesadaran hukum berlalu lintas.
E. Kerangka Berfikir
Pendidikan Kewarganegaran bertujuan membentuk warganegara yang baik dan
memiliki embrio materi mengenai hak dan kewajiban sebagai warganegara. Penanaman dan
pelaksanaan hak dan kewajiban dapat dilakukan melalui pembelajaran PKn dan kompetensi
kewarganegaraan yang dimiliki siswa. Sementara kesadaran hukum berlalu lintas merupakan
salah satu implementasi dari warganegara yang baik dalam menjalankan hak dan
kewajibannya dibidang hukum. Taraf kesadaran hukum berlalu lintas dapat dilihat dari
Pegaruh Pendidikan Kewarganegaraan..., Latif Muhajirin, FKIP UMP 2017
37
pengetahuan berlalu lintas, pemahaman berlalu lintas, sikap positif dengan aturan berlalu
lintas, dan perilaku yang sesuai dengan aturan berlalu lintas.
Melalui pembelajaran PKn yang memiliki standar kompetensi menampilkan sikap
positif terhadap sistem hukum dan peradilan nasional dapat menambah pengetahuan,
pemahaman terrhadap hukum yang ada serta dapat menanamkan sikap dan perilaku sesuai
hukum termasuk hukum berlalu lintas. Selain itu melalui pengembangan kompetensi
kewarganegaraan yang dimiliki siswa yang didapat dari lingkungan sekitar baik sekolah atau
masyarakat dapat juga berimbas pada tingkat kesadaran hukum berlalu lintas. kompetensi
kewarganegaraan yang meliputi pengetahuan kewarganegaraan dapat memberikan imbas baik
karena dalam komponen ini warganegara harus memiliki pengetahuan terkait segala jenis hal
dalam lingkup negaranya termasuk dalam bidang hukum berlalu lintas. selain itu melalui
komponen keterampilan kewarganegaraan, warganegara dapat menggunakan keterampilan
intelektual dan partisipasi dalam memahami dan berperilaku sesuai aturan yang ada termasuk
peraturan hukum berlalu lintas. Dan komponen watak kewarganegaraan dapat membangun
sikap positif terkait dengan hukum yang ada.
Gambar 2.1 Paradigma Pemikiran
F. Hipotesis Penelitian
Pembelajaran
PKn (X1)
Kompetensi
kewarganegaraa
n (X2)
Kesadaran
hukum berlalu
lintas siswa (Y)
Ryx1x2
Ryx1
Ryx2
Pegaruh Pendidikan Kewarganegaraan..., Latif Muhajirin, FKIP UMP 2017
38
Berdasarkan kerangka berfikir tersebut, peneliti merumuskan hipotesis bahwa kesadaran
hukum berlalu lintas siswa di pengaruhi oleh Pendidikan Kewarganegaraan dan dengan
hipotesis sebagai berikut:
1. Pembelajaran PKn berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesadaran hukum
berlalu lintas siswa.
2. Kompetensi kewarganegaraan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesadaran
hukum berlalu lintas siswa.
3. Pembelajaran PKn dan Kompetensi kewarganegaraan secara bersama-sama
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesadaran hukum berlalu lintas siswa.
G. Penelitian yang Relevan
1. Konsep Pendidikan Kewarganegaraan
a. Penelitian oleh Cahyani (2013), skripsi Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan
dan Hukum, program studi Pendidikan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial,
Universitas Negeri Yogyakarta dengan judul “Peran guru Pendidikan
Kewarganegaraan dalam meningkatkan kesadaran hukum berlalu lintas pada
siswa SMP N 1 Mirit Kabupaten Kebumen”. Tujuan penelitian 1) untuk
mengetahui peran Guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam meningkatkan
kesadaran hukum berlalu lintas pada siswa, 2) untuk mengetahui kendala-kendala
yang dihadapi guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam meningkatkan kesadaran
hukum berlalu lintas siswa, 3) untuk mengetahui upaya yang dilakukan guru
Pendidikan Kewarganegaraan dalam mengatasi kendala dalam meningkatkan
kesadaran hukum berlalu lintas siswa.
Hasil penelitian 1) Peranan guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam
meningkatkan kesadaran hukum berlalu lintas siswa adalah melalui peranannya
sebagai informator, organisator, motivator, fasilitator, pembimbingan serta
Pegaruh Pendidikan Kewarganegaraan..., Latif Muhajirin, FKIP UMP 2017
39
pengelolaan kelas. 2) kendala-kendala yang dihadapi dalam meningkatkan
kesadaran hukum berlalu lintas siswa meliputi kendala internal yaitu pada diri
guru Pendidikan Kewarganegaraan serta kendala eksternal antara lain, kurang
pengetahuan orang tua siswa terhadap peraturan lalu lintas, sikap acuh tak acuh
siswa terhadap peraturan lalu lintas, pengaruh lingkungan di luar sekolah, dan
kurangnya pengawasan pihak kepolisian terhadap siswa. 3) upaya yang dilakukan
oleh guru antara lain guru lebih mempelajari materi tentag lalu lintas, guru
memberikan pengarahan terhadap orang tua siswa, memberikan pembinaan dan
bimbingan terhadap siswa, menegur siswa yang melanggar aturan lalu lintas,
menyerahkan pihak kepolisian untuk memberikan sanksi terhadap siswa.
b. Penelitian oleh Ragil setiadi (2012), skripsi Program Studi Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Muhammadiyah Purwokwerto dengan judul “Peranan pendidikan
Kewarganegaraan dalam membentuk kesadaran hukum siswa di SMA N 1
Wanadadi Banjarnegara”. Tujuan penelitian 1) untuk mengetahui peranan
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dalam membentuk kesadaran hukum
siswa, 2) Untuk mengetahui kesadaran hukum dikalangan pelajar terhadap
pelaksanaan tata tertib sekolah, 3) Untuk mengetahui kendala-kendala yang
dihadapi.
Hasil penelitian 1) pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berperan
dalam membentuk kesadaran siswa di SMA N 1 wanadadi banjarnegara,
dikarenakan penerapan pebelajaran sudah berfariatif dan menggunakan berbagai
macam sumber belajar. 2) Kendala yang dihadapi dalam pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan pada siswa adalah sarana dan prasarana yang
kurang lengkap serta kurangnya tenaga guru yang professional. 3) Adapun upaya
Pegaruh Pendidikan Kewarganegaraan..., Latif Muhajirin, FKIP UMP 2017
40
yang dilakukan pihak sekolah untuk mengatasi kendala–kendala dalam
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk meningkatkan kesadaran
hukum dikalangan pelajar adalah dengan meningkatkan profesionalitas guru dan
sumber belajar.
2. Konsep Kesadaran Hukum berlalu Lintas
a. Penelitian oleh Hasibuan dkk (2014) jurusan PKn, Fakultas Ilmu Sosial,
Universitas Negeri Semarang. Dengan judul “Peran Sekolah dalam
Meningkatkan Kesadaran Hukum Berlalu Lintas Siswa SMA Negeri 3 Cirebon”.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui 1) Peran sekolah dalam
meningkatkan kesadaran hukum berlalu lintas siswa SMA Negeri 3 Cirebon, 2)
Dampak kebijakan sekolah mengenai sistem parkir kendaraan bermotor dalam
meningkatkan kesadaran hukum berlalu lintas siswa SMA Negeri 3 Cirebon.
Hasil penelitian penelitian menunjukan bahwa: 1) peran sekolah SMA Negeri 3
Cirebon melalui kegiatan Intrakurikeler seperti hanya ada dalam pembelajaran
PPKN, dan BK, dan melalui kegiatan ekstrakurikuler mengadakan kegiatan
sosialisasi tentang lalu lintas, pembagian helm untuk siswa yang bekerjasama
dengan dinas perhubungan, pembuatan SIM yang diadakan sekolah bekerjasama
dengan kepolisian, setiap pagi didepan sekolah ada polisi yang membantu
menyeberangkan siswa, guru, dan karyawan SMA Negeri 3 Cirebon; 2) Dampak
kebijakan sekolah mengenai sistem parkir dalam meningkatkan kesadaran hukum
berlalu lintas hanya terdapat pada segi pengetahuan, dan sikapnya.
b. Penelitian oleh Wulandari (2015) Program Studi Pembangunan Sosial
Konsentrasi Sosiologi Jurusan Sosiologi Universitas Mulawarman Samarinda.
Judul penelitian adalah “Pemahaman Pelajar tentang Disiplin Berlalu Lintas
(kasus di SMK Kesehatan Samarinda)”. Penelitian ini bertujuan untuk: Untuk
Pegaruh Pendidikan Kewarganegaraan..., Latif Muhajirin, FKIP UMP 2017
41
mengetahui Pemahaman Pelajar Tentang Disiplin Berlalu Lintas di SMK
Kesehatan Samarinda. Hasil penelitian: menunjukkan bahwa pemahaman pelajar
tentang disiplin berlalu lintas sangat minim karena peraturan berlalu lintas hanya
diketahui sebagai sebuah aturan tertulis dan tidak diterapkan pada kegiatan
sehari-hari dalam berkendara kendaraan bermotor. Kurangnya sosialisasi dan
kesadaran untuk belajar mengenai aturan berlalu lintas menjadi salah satu
penyebab minimnya pengetahuan serta pemahaman para pelajar.
Pegaruh Pendidikan Kewarganegaraan..., Latif Muhajirin, FKIP UMP 2017