BAB IV Temulawak

download BAB IV Temulawak

of 6

description

g

Transcript of BAB IV Temulawak

BAB IVPENGUJIAN MUTU SERTA METODE ANALISIS

4.1. Struktur Molekul Dan Dasar Analisis Zat Aktif( Dinarlita, 2010)Nama IUPAC :(1E,6E)-1,7-bis(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)hepta-1,6-diene-3,5-dioneRumus Molekul : C21H20O6 C21H20O6Berat Molekul: 368.3799 g/molSumber: Curcuma longa L., Curcuma xanthorrhiza R.Kelarutan: sangat rendah dalam air dan eter, namun larut dalam pelarut organik seperti etanol dan asam asetat glasial (NCBI, 2015)Kurkuminoid dikenal sebagai zat warna kuning yang terkandung dalam rimpang. Kenyataan menunjukkan bahwa kurkumin yang diperoleh dari rimpang Temulawak selalu tercampur dengan dengan senyawa analognya yaitu demetoksi kurkumin dan BIS demetoksi kurkumin. Campuran ketiga senyawa tersebut dikenal dengan kurkuminoid. Untuk mendapatkan stabilitas yang optimum dari sediaan kurkumin maka pH nya dipertahankan kurang dari 7. Pada pH lebih dari 7 kurkumin sangat tidak stabil dan mudah mengalami disosiasi (Tonnesen, 1985).Kurkumin akan mengalami dekomposisi jika terkena cahaya. Produk degradasinya yang utama adalah asam ferulat, aldehid ferulat, dehidroksinaftalen, vinilquaikol, vanilin dan asam vanilat. Keunikan lain terjadi pada sifat kurkumin dalam suasana basa, karena selain terjadi proses disosiasi, pada suasana basa kurkumin dapat mengalami degradasi membentuk basa ferulat dan ferulloilmetan. Degradasi ini terjadi bila kurkumin berada dalam lingkungan pH 8,5 10,0 dalam waktu yang relatif lama (Tonnesen, 1985).

1. 2. 3. 4. 4.1. 4.2. Metode Analisis yang Diusulkan untuk Bahan Baku dan Tambahan4.2.1. Metode Analisis untuk Bahan Baku1. Metode Identfikasi Bahan Baku dengan Kromatografi Lapis Tipisa. Prinsip : teknik pemisahan campuran berdasarkanperbedaan kecepatanperambatan komponen dalam medium berupa lempengan kromatografi. Pada kromatografi lapis tipis, komponen-komponen suatu campuran senyawa akan dipisahkan antara dua buah fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak akan melarutkanzat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerakakan bergerak lebih cepat (Haqiqi, 2008).b. Alasan pemilihan metode : Pelaksanaan metode ini dapat dilakukan dengan mudah, efektif, efisien dan tidak merusak sampel.c. Penafsiran hasil : nilai Rf dan hasil bercak dari KLT dibandingkan dengan literatur.2. Metode Penetapan Kadar Baku dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggia. Prinsip : kromatografi cair yang dilakukan dengan memakai fase diam yang terikat secara kimia pada penyangga halus yang distribusi ukuranya sempit ( kolom ) dan fase gerak yang dipaksa mengalir dengan laju alir yang terkendali dengan memakai tekanan tinggi sehingga menghasilkan pemisahan dengan resolusi tinggi dan waktu yang relative singkat. KCKT menggunakan kolom dengan diameter umumnya kecil, 2-8 mm dengan ukuran partikel penunjang 50 nm; sedangkan laju aliran dipertinggi dengan tekanan yang tinggi (Khopkar, 2008).b. Alasan pemilihan metode : Metode KCKT adalah metode yang umum digunakan untuk analisis kuantitatif kurkumin.c. Alat : Instrumen KCKTd. Penafsiran hasil : pengukuran luas dan tinggi puncak yang terekam dalam kromatogram3. Metode Penetapan Kadar Baku dengan Kromatografi Gasa. Prinsip : proses pemisahan campuran menjadi komponen-komponennya dengan menggunakan gas sebagai fase bergerak yang melewati suatu lapisan serapan (sorben) yang diam. Fase diam dapat berupa zat padat yang dikenal dengan kromatografi gas padat (Gas Solution Chromatography (GSC)) dan zat cair sebagai kromatografi gas-cair (Gas Liquid Chromatography (GLC)) (Khopkar, 2008).b. Alasan pemilihan metode : Metode KCKT adalah metode yang umum digunakan untuk analisis kuantitatif kurkumin.c. Alat : Instrumen GC-MSd. Penafsiran hasil : pengukuran luas dan tinggi puncak yang terekam dalam kromatogram.1. 2. 3. 4. 4.1. 4.2. 4.2.1. 4.2.2. Metode Analisis untuk Bahan Tambahana. AmilumAnalisis untuk amilum dilakukan berdasarkan uji identifikasi yang terdapat pada Farmakope IV (1995)b. Magneesium StearatAnalisis untuk magnesium stearat dilakukan berdasarkan uji identifikasi yang terdapat pada Farmakope IV (1995)c. TalkumAnalisis untuk Mg stearat dilakukan berdasarkan uji identifikasi yang terdapat pada Farmakope III (1979)4.3. Prosedur Analisis Bahan Baku, Bahan Ruahan, dan Obat Jadi4.3.1. Prosedur Analisis Bahan Baku1. Metode Analisis Bahan Baku Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (Cahyono et al, 2011)a. Mengambil ekstrak cair temulawak sebanyak 10 mlb. Membuat pelat KLT 7x7cm ditandai dengan pensil batas bawahnya kira-kira 1 cm dari ujung bawah sebagai tempat penotolan sampel dan batas atas kira-kira 1 cm dari ujung atas untuk menandai pelarut. c. Menyiapkan bejana pengembang yang berisi campuran pelarut CHCl3:Et-OH sebanyak (14,7 ml: 0,3 ml).d. Menotolkan sampel dalam satu pelat KLT.e. Memasukkan pelat KLT dalam bejana pengembang yang telah disiapkan. f. Melakukan elusi sehingga pelarut merambat sampai tanda batas atas yang telah ditandai. g. Mengangkat pelat, dikeringkan sebentar lalu nodanya dilihat dibawah lampu UV pada panjang gelombang 254 nmh. Membandingkan hasil bercak dan nilai Rf dengan literatur2. Prosedur Penetapan Kadar Bahan Baku Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Cahyono et al, 2011)a. Mengambil ekstrak cair temulawak sebanyak 10 mlb. Kondisi yang digunakan dalam proses KCKT yaitu :i. Fase stasioner C18ii. Fase gerak (asetonitril:asam asetat:akuabides=50:1: 49)iii. Elusi yang digunakan yaitu isokratik pada panjang gelombang 425 nm dengan kecepatan alir 1 ml/menitc. Melihat titik dan puncak melalui kromatogram lalu membandingkannya dengan kromatogram literatur3. Prosedur Penetapan Kadar Bahan Baku Menggunakan Kromatografi Gas (Hariati, 2014)a. Mengambil ekstrak cair temulawak sebanyak 10 mlb. Menggunakan Shimadzu-GC 2010S mass selective detector dengan kolom RxiTM-1MSc. Memogram suhu kolom 100o selama 2 menit dinaikkan ke 145o selama 5 menit, terus dinaikkan hingga 200o dan 280od. Memasukkan sampel dengan cara injeksi manual dalam split modee. Membandingkan hasil dengan literatur4.3.2. Prosedur Analisis Bahan Ruahan1. Amilum (Depkes RI, 1995)a. panaskan sampai mendidih selama 1 menit suspense 1g dalam 50 ml air, dinginkan, terbentuk larutan kanji yang encer.b. campur 1 ml larutan kanji yang diperoleh pada identifikasi A dengan 0,05 ml Iodium 0,005 M terjadi warna biru tua yang hilang pada pemanasan dan tibul kembali pada pendinginan.2. Magnesium Stearat (Depkes RI, 1995)Panaskan 1 gr dengan campuran 25 ml air dan 5 ml HCl P, dinginkan lapisan minyak memadat pada suhu lebih kurang 50o dan lapisan air menunjukkan reaksi Mg3. Talkum (Depkes RI, 1979)a. Campur dengan 500 ml lebih kurang daalm 200 mg Na.karbonat anhidrat dengan 2 g kalium karbonat anhidrat p dan lebur dalam krus platina. b. setelah melebur tambahkan 100 mg zat uji dan teruskan pemanasan sampai melebur sempurna, dinginkan dan pindahkan campuran tersebut kedalam gelas piala atau cawan dengan pertolongan 50 ml air panas + HCl P kedalam larutan, hingga tidak terbentuk gas lagi.c. kemudian + lagi 10 ml HCl P dan uapkan campuran diatas tangas uap sampai kering, dinginkan + 20 ml air, dinginkan dan saring sisa larutan dalam silica.d. Larutan dalam filtrate 2 g NH4Cl P dan 5 ml NH4OH 6 N saring, bila perlu pada filtrate + Na Fosfat di basakan Lp termasuk endapan hablur putih Mg ammonium fosfat.4.3.3. Prosedur Analisis Obat Jadia. Menghaluskan 20 isi kapsul serbuk temulawakb. Mengekstraksi dengan etanol 95% (Cahyono et al, 2011)c. Mengambil ekstrak obat jadi dan melakukan prosedur Kromatografi Lapis Tipis dan Cair Kinerja Tinggi sesuai dengan prosedur bahan baku.4.4. Pengujian Stabilitas Obat JadiTerdapat beberapa uji stabilitas obat untuk menguji stabilitas zat aktif. Berdasarkan durasinya, menurut Seevers et al (2004) uji stabilitas dibagi menjadi dua, yakni:a. Uji stabilitas jangka pendek (dipercepat)Uji stabilitas jangka pendek dilakukan selama 6 bulan dengan kondisi ekstrim (suhu 4020C dan Rh 75% 5%). Interval pengujian dilakukan pada bulan ke 3 dan ke-6.b. Uji stabilitas jangka panjang (real time study)Uji stabilitas jangka panjang dilakukan sampai dengan waktu kadaluwarsa produk seperti yang tertera pada kemasan. Pengujiannya dilakukan setiap 3 bulan sekali pada tahun pertama dan setiap 6 bulan sekali pada tahun kedua. Pada tahun ketiga dan seterusnya, pengujian dilakukan setahun sekali. Misalkan untuk produk yang memiliki ED hingga 3 tahun pengujian dialkukan pada bulan ke-3, 6, 9, 12, 18, 24 dan 36. Sedangkan produk yang memiliki ED selama 20 bulan akan diuji pada bulan ke-3, 6, 9, 12, 18 dan 20. Untuk uji stabilitas jangka panjang, sampel disimpan pada kondisi:i. Ruangan dengan suhu 30+-20C dan Rh 75+-5% untuk menyimpan produk-produk dengan klaim penyimpanan pada suhu kamar.ii. Ruangan dengan suhu 25+-20C dan Rh 75+-5% untuk menyimpan produk-produk dengan klaim penyimpanan pada suhu sejuk.

DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, Bambang et al.2011.Pengaruh Proses Pengeringan Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) Terhadap Kandungan Dan Komposisi Kurkuminoid.Tersedia online di http://ejournal.undip.ac.id/index.php/reaktor/article/view/3176/2849 (diakses pada 26 September 2015)Depkes RI.1979.Farmakope RI Edisi III.Jakarta:Depkes RIDepkes RI.1995.Farmakope RI Edisi IV.Jakarta:Depkes RIDinarlita.2010. Reaksi Kurkumin dan Metil Akrilat dengan Adanya Ion Etoksi.Tersedia online di http://digilib.its.ac.id/ITS-Undergraduate-3100010040679/13306 (diakses pada 26 September 2015)Hariati, Sri.2014.Analisis Chromatographic Fingerprint Ekstrak Dan Produk Temulawak (Curcuma xantorrhiza Roxb) Menggunakan GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectrometry).Surakarta:Universitas Muhamma-diyahKhopkar, S.M.2008.Konsep Dasar Kimia Analitik.Jakarta:UI PressNational Center for Biotechnology Information.2015.Curcumin.Available on https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/969516 (diakses pada 26 September 2015)Tonnesen HH, Karlsen J. 1985. Studies on Curcumin and Curcuminoids: Alkaline Degradation of Curcumin. Z. Lebens. Unters Forsch 180: 132-134