BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN...

25
1 BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan membahas mengenai temuan penelitian berupa identifikasi tanda pada naskah lakon Malam Jahanam karya Motinggo Boeyse berdasarkan sistem dikotomi, dan identifikasi tanda pada naskah lakon Malam Jahanam karya Motinggo Boeyse berdasarkan sistem trikotomi. Data yang telah diidentifikasi selanjutnya diberi makna. 4.1 Temuan Penelitian 4.1.1 Tabel 1: Identifikasi Tanda dalam Naskah Lakon Malam Jahanam berdasarkan Sistem Dikotomi No. Tanda Penanda Petanda 1 Perasaan Perempuan (Hal.15, dialog ke 185) Lubuk hati perempuan yang paling dalam Kerinduan/keinginan untuk melakukan hubungan intim 2 Jahanam (Hal. 28-29, dialog ke 362 dan 369) Bunyi kata yang dilekatkan pada ke tiga Tokoh Mayor dalam naska lakon Malam Jahanam Sisi buruk kehidupan ke tiga Tokoh Mayor dalam naskah lakon Malam Jahanam 3 Pasir (Hal. 9, dialog ke 91. Hal 29, dialog ke 375) Butiran-butiran yang sangat kecil dan padat/ keras Benda yang menyebabkan Mat Kontan selalu ketakutan dan trauma 4 Bangku Jahanam (Hal. 29 Dialog ke Tempat duduk yang berukuran panjang Penyebab perselingkuhan

Transcript of BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN...

Page 1: BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ung.ac.id/1322/9/2012-2-88209-341408009-bab4-24012013073523.pdfKata Jahanam pada naskah ini merupakan satuan kata atau bunyi kata yang

1

BAB IV

TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan membahas mengenai temuan penelitian berupa

identifikasi tanda pada naskah lakon Malam Jahanam karya Motinggo Boeyse

berdasarkan sistem dikotomi, dan identifikasi tanda pada naskah lakon Malam

Jahanam karya Motinggo Boeyse berdasarkan sistem trikotomi. Data yang telah

diidentifikasi selanjutnya diberi makna.

4.1 Temuan Penelitian

4.1.1 Tabel 1:

Identifikasi Tanda dalam Naskah Lakon Malam Jahanam berdasarkan

Sistem Dikotomi

No. Tanda Penanda Petanda

1

Perasaan

Perempuan

(Hal.15, dialog ke

185)

Lubuk hati perempuan

yang paling dalam

Kerinduan/keinginan

untuk melakukan

hubungan intim

2

Jahanam

(Hal. 28-29,

dialog ke 362 dan

369)

Bunyi kata yang

dilekatkan pada ke tiga

Tokoh Mayor dalam

naska lakon Malam

Jahanam

Sisi buruk kehidupan ke

tiga Tokoh Mayor dalam

naskah lakon Malam

Jahanam

3

Pasir

(Hal. 9, dialog ke

91. Hal 29, dialog

ke 375)

Butiran-butiran yang

sangat kecil dan padat/

keras

Benda yang

menyebabkan Mat

Kontan selalu ketakutan

dan trauma

4

Bangku Jahanam

(Hal. 29 Dialog ke

Tempat duduk yang

berukuran panjang

Penyebab

perselingkuhan

Page 2: BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ung.ac.id/1322/9/2012-2-88209-341408009-bab4-24012013073523.pdfKata Jahanam pada naskah ini merupakan satuan kata atau bunyi kata yang

2

369)

5

Burung Beo

(Hal. 20, Dialog

ke 224)

Jenis burung peliharaan

yang pandai menirukan

suara manusia

Membeberkan rahasia

6

Mata Gelap

(Hal. 23, dialog ke

287)

Tingkat kewarasan

seseorang yang hilang

karena tamak

Menyebabkan Paijah

dan Soleman sering

ketakutan

7

Anak Jahanam

(Hal. 28, dialog ke

362)

Hasil hubungan gelap

diluar nikah

Anak haram

8

Lelaki Tulen

(Hal. 17, dialog ke

220)

Lelaki yang normal Keperkasaan lelaki

9

Kebaya

(Hal. 11, dialog ke

119-126)

Pakaian wanita yang

mengikuti lekukan tubuh

Feminis, seksi dan

anggun

10

Lelaki

(Hal. 17, dialog ke

107-109)

Lawan jenis wanita,

yang postur tubuhnya

lebih kuat

Bersifat melindungi

seseorang yang lemah

Keterangan: Sistem tanda yang terdaftar pada tabel nomor 1 akan

dijelaskan pada pembahasan selanjutnya.

4.1.2 Tabel II:

Identifikasi Tanda Dalam Naskah Lakon Malam Jahanam Berdasarkan

Sistem Trikotomi

No. Ikon

(Kemiripan)

Indeks

(Sebab-akibat)

Simbol

(Kesepakatan)

1

- Malam Gelap dan Hati

yang Ikut Gelap

(Hal. 5, dialog ke 31-32)

Kebaya

(Hal. 11, dialog ke 119-

126)

- Pasir dan Trauma Perasaan Perempuan

Page 3: BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ung.ac.id/1322/9/2012-2-88209-341408009-bab4-24012013073523.pdfKata Jahanam pada naskah ini merupakan satuan kata atau bunyi kata yang

3

2 (Hal. 9, dialog ke 91.

Hal 29, dialog ke 375)

(Hal.15, dialog ke 185)

3

- Burung Beo dan Rahasia

(Hal. 20, Dialog ke 224)

Lelaki

(Hal. 17, dialog ke 107-

109)

4

- Mata Gelap dan

Ketakutan

(Hal. 23, dialog ke 287)

Lelaki Tulen

(Hal. 17, dialog ke 220)

5

- Bangku dan

Perselingkuhan

(Hal. 29 Dialog ke 369)

Jahanam

(Hal. 28-29, dialog ke

362 dan 369)

6

- - Burung Jahanam

(Hal. 28, dialog ke 362)

7

- - Anak Jahanam

(Hal. 28, dialog ke 362)

8

- - Kematian

(Boesye, hal. 33 dialog

ke 405).

Keterangan: Jenis tanda yang terdaftar pada tabel II akan dibahas pada

pembahasan selanjutnya.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pemaknaan Sistem Tanda Berdasarkan Tabel I

1. Perasaan Perempuan

Kata Perasaan Perempuan dalam konteks naskah ini adalah tanda. Tanda

yang mengacu pada lubuk hati perempuan paling dalam, yang selalu

merasakan tekanan batin. Perasaan Perempuan petandanya adalah

kerinduan untuk ingin melakukan hubungan intim. Hal ini dapat

dibuktikan pada dialog antara Paijah dan Soleman berikut ini:

Page 4: BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ung.ac.id/1322/9/2012-2-88209-341408009-bab4-24012013073523.pdfKata Jahanam pada naskah ini merupakan satuan kata atau bunyi kata yang

4

Paijah : Ah, betul-betul edan dia. (berdiri membelakangi).

Betul-betul edan dia, tidak mengerti perasaan

perempuan.

Soleman : Kalau saya lakimu, tentu saya mengerti...(Boesye,

hal. 15, dialog ke 185).

2. Jahanam

Kata Jahanam pada naskah ini merupakan satuan kata atau bunyi kata

yang mempunyai makna, yang dilekatkan pada ke tiga tokoh mayor

dalam naskah lakon Malam Jahanam. Kata Jahanam adalah tanda, yang

petandanya menyiratkan adanya sisi buruk kehidupan ke tiga tokoh

mayor tersebut (Mat Kontan, Soleman dan Paijah), lihat penggalan dialog

berikut ini:

Soleman : Memang saya jahanam. Tapi kau juga jahanam

(dan membalikan badan ke arah Paijah) kau juga

jahanam. Dan burung itu juga jahanam! (lambat)

dan anak yang menangis itu juga

jahanam...(Boesye, Hal. 28-29, dialog ke 362).

Kata Jahanam yang dilekatkan pada Soleman bermakna negatif, artinya

Soleman yang selama ini dianggap sebagai tetangga yang baik, suka

bertukar cerita antara Mat Kontan, berjanji akan menolong Paijah

terhadap amarah suaminya yang sering kalap, ternyata hanyalah

kebohongan besar, tenyata ia hanya pembual. Soleman-lah yang

membunuh burung Beo si Mat Kontan, dialah yang berselingkuh dengan

Paijah, istri Mat Kontan.

Makna kata Jahanam yang dilekatkan pada Mat Kontan, diartikan bahwa

ia selalu lari dari kenyataan, penyombong, angkuh, penakut, egois,

Page 5: BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ung.ac.id/1322/9/2012-2-88209-341408009-bab4-24012013073523.pdfKata Jahanam pada naskah ini merupakan satuan kata atau bunyi kata yang

5

emosional, dan sok tahu. Ia juga selalu membanggakan istrinya yang

tidak setia terhadapnya, ia juga bangga terhadap Kontan Kecil, padahal

bukanlah anak kandungnya, terlebih lagi Mat Kontan tidak bisa

berhubungan intim dengan istrinya sebab ia mempunyai penyakit

kelamin yakni mandul.

Makna kata Jahanam yang dilekatkan pada Paijah, disebabkan karena ia

tidak setia pada suaminya, ia selalu tidak jujur terhadap Mat Kontan dan

walaupun Mat Kontan tidak bisa membahagiakan secara lahir batin,

namun Paijah harus tetap setia. Paijah harus berterus terang pada Mat

Kontan sebab ia suaminya yang syah, tetapi pada kenyataannya Paijah

selingkuh dengan Soleman, tetangganya.

Jadi kesimpulannya adalah kata Jahanam merupakan sebuah tanda yang

merujuk pada sebuah kata negatif, yang petandanya adalah sisi buruk

kehidupan ke tiga tokoh mayor dalam naskah lakon Malam Jahanam

karya Motingo Boesye.

3. Pasir

Pasir adalah tanda, yang merujuk pada pengertian; butiran-butiran halus,

padat dan keras. Di dalam naskah ini, kata pasir adalah benda yang

menyebabkan Mat Kontan selalu ketakutan dan trauma. Lihat penggalan

dialog berikut ini:

Soleman : Kau juga mengerti pasir? Pasir boblos?

Mat Kontan : (merasa sesuatu hingga ia tersentak,...ketika

mukanya tiba-tiba di sentuh tragedi, sehingga ia

berkeringat. Didekapnya kawan itu). Jangan

Page 6: BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ung.ac.id/1322/9/2012-2-88209-341408009-bab4-24012013073523.pdfKata Jahanam pada naskah ini merupakan satuan kata atau bunyi kata yang

6

bilang tentang itu, Man. Saya paling takut kalau

kau bilang perkara itu...saya adalah orang yang

kepingin panjang umur, Man...(Boesye, hal. 9

dialog 91).

Berdasarkan penggalan dialog di atas, bahwa Pasir adalah benda yang

menyebabkan Mat Kontan selalu takut dan trauma. Ia akan bermohon

pada Soleman agar jangan menceritakan tentang kejadian masa lalunya.

4. Bangku Jahanam

Bangku adalah jenis kursi kayu (bisa juga terbuat dari rotan atau bambu)

yang berukuran panjang. Pada naskah lakon Malam Jahanam ini, Bangku

merupakan tanda yang mempunyai sisi negatif, yakni benda yang

digunakan untuk memulai perselingkuhan antara Soleman dan Paijah, hal

ini dibuktikan berdasarkan penggalan dialog di bawah ini:

Soleman : Bangku ini juga jahanam! Karena Paijah sering

duduk di sini terkadang sampai malam. Dan saya

duduk di sana (menunjuk Bangkunya) Kami saling

memandang (kepada Kontan). Kenapa kau sering

tak di rumah, Tan? Itu juga perbuatan yang

jahanam...(Boesye, Hal. 29 Dialog ke 369).

Berangkat dari penggalan teks di atas, dapat maknai bahwa kata Bangku

Jahanam merupakan sebuah tanda, penandanya adalah tempat duduk

berukuran panjang, yang biasa diduduki oleh Paijah dan Soleman,

bermakna penyebab perselingkuhan.

5. Burung Beo

Burung Beo merupakan jenis burung yang pandai menirukan suara

manusia, karena kepandaiannya Beo dijadikan peliharaan orang. Di

Page 7: BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ung.ac.id/1322/9/2012-2-88209-341408009-bab4-24012013073523.pdfKata Jahanam pada naskah ini merupakan satuan kata atau bunyi kata yang

7

dalam naskah lakon Malam Jahanam ini, burung Beo mempunyai sisi

buruk. Lihat penggalan dialog berikut ini:

Soleman : Kau ingat, bahwa ketika saya mengganggumu,

ketika si kecil masih berumur sebulan? Kau

bilang; jangan ganggu saya. Man! Jangan

ganggu saya!”, dan perkataan itu diulangi oleh

Beo itu. Dua hari yang lalu, ketika saya pegang

tanganmu dan kau bilang; “jangan ganggu saya”,

Beo itu mengulangi lagi. (setelah menarik nafas).

Karena itu ia saya potong lehernya. Saya potong

dan saya lempar ke dekat sumurmu...(Boesye,

Hal. 20, Dialog ke 224).

Berdasarkan penggalan dialog di atas, dapat diartikan bahwa burung Beo

merupakan sebuah tanda, yang pandai menirukan suara Soleman kala

sedang berdua dengan Paijah di dalam rumahnya. Petandanya adalah

dapat membeberkan rahasia perselingkuhan kepada Mat Kontan

mengenai perselingkuhan Soleman dan Paijah, istrinya.

6. Mata Gelap

Mata Gelap adalah tanda yang mengacu pada hilangnnya kewarasan

seseorang secara berlebihan. Di dalam naskah ini kata Mata Gelap lebih

mengarah pada sifat Mat Kontan yang sering berlebihan terhadap Paijah,

istrinya, maupun Soleman tetangganya, akibatnya Paijah selalu

ketakutan. Lihat penggalan teks berikut ini:

Soleman : Dia sakit tuh Mat! Tuh mukanya kan pucat

Page 8: BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ung.ac.id/1322/9/2012-2-88209-341408009-bab4-24012013073523.pdfKata Jahanam pada naskah ini merupakan satuan kata atau bunyi kata yang

8

Mat Kontan : Jangan urus urusan orang lain, Leman. Nanti saya

ikut mata gelap pada kau!...(Boesye, hal. 23,

dialog ke 287).

Berdasarkan penggalan dialog di atas, kata Mata Gelap adalah tanda,

yang petandanya adalah sifat buruk Mat Kontan yang berlebihan.

7. Anak Jahanam

Di dalam naskah lakon ini, Anak Jahanam merupakan tanda, yang

penandanya adalah hasil hubungan gelap diluar nikah, yang berarti anak

haram. Lihat penggalan dialog berikut ini:

Soleman : Memang saya jahanam. Tapi kau juga jahanam

(dan membalikan badan ke arah Paijah) kau juga

jahanam. Dan burung itu juga jahanam! (lambat)

dan anak yang menangis itu juga

jahanam...(Boesye, Hal. 28-29, dialog ke 362).

Anak Jahanam merupakan hasil dari perselingkuhan antara Paijah dan

Soleman. Sementara Mat Kontan tidak mengetahui bahwa anak yang

selama ini ia banggakan ternyata bukanlah anak kandungnya.

8. Lelaki Tulen

Lelaki Tulen merupakan sebuah tanda, yang penandanya adalah lelaki

normal yang pandai dalam berhubungan intim, hal ini diketahui

berdasarkan penggalan teks dibawah ini:

Soleman : Lelaki tulen juga bisa mati karena takut. Ia takut

menghadang pucuk senapan, sehingga ia mati

membelakangi! Dan ketika ia lari itu, ia di tembak.

Ia di tembak... Tapi, betapapun, ia lelaki tulen,

Page 9: BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ung.ac.id/1322/9/2012-2-88209-341408009-bab4-24012013073523.pdfKata Jahanam pada naskah ini merupakan satuan kata atau bunyi kata yang

9

Jah. Lelaki tulen dengan darahnya yang benar-

benar merah...(Boesye, Hal. 17, dialog ke 220).

Penggalan teks di atas dapat dimaknai bahwa Lelaki Tulen adalah sebuah

tanda, yang penandanya adalah lelaki normal, mengacu pada makna;

keperkasaan/kejantanan seorang lelaki, dalam hal ini ayah Soleman.

9. Kebaya

Kebaya termasuk simbol pakaian wanita Indonesia, dalam naskah lakon

Malam Jahanam ini, Kebaya adalah jenis pakaian, yang digunakan oleh

Paijah. Kebaya selalu mengikuti lekukan tubuh wanita, oleh karena

itu, kebaya merupakan tanda, yang penandanya adalah feminis, seksi

dan anggun. Lihat kutipan dialog berikut ini:

Soleman : Tapi binimu lebih bagus pakai kebaya sempit

begitu.

Mat Kontan : Kau tahu apa tentang perempuan. Buktinya kau

belum punya bini sampai sekarang. Itu sudah

kuno, Bung.

Soleman : Kuno dan tidak kuno bukan pada pakaian.

Mat Kontan : Ah. Tapi kenapa kau bilang mesti berkebaya.

Soleman : Pakai kebaya itu gulung kainnya sempit, jadi bisa

menggiurkan jejaka-jejaka...(Boesye, hal. 11,

dialog ke 119-126)

10. Lelaki

Di dalam naskah lakon Malam Jahanam, kata Lelaki merupakan sebuah

tanda, yang penandanya adalah lawan jenis wanita, postur tubuh yang

lebih kuat dibanding kaum wanita, yang bermakna melindungi

seseorang yang lemah, dalam hal ini Paijah meminta perlindungan pada

Page 10: BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ung.ac.id/1322/9/2012-2-88209-341408009-bab4-24012013073523.pdfKata Jahanam pada naskah ini merupakan satuan kata atau bunyi kata yang

10

Soleman untuk melindungi dari amarah suaminya, Mat Kontan. Hal ini

dibuktikan berdasarkan kutipan dialog berikut ini

Paijah : Carilah jalannya sebelum ia kembali!

Soleman : Jalan satu-satunya, karena saya lelaki ialah

menghadapinya sebagai lelaki!... (Boesye, hal. 17.

Dialog ke 107-109)

4.2.2 Pemaknaan Sistem Tanda Berdasarkan Tabel II

4.2.2.1 Pemaknaan Berdasarkan Jenis Tanda Indeks

1. Malam Gelap dan Hati Yang Ikut Gelap

Seperti hari-hari biasanya, Soleman adalah tetangga Paijah selalu

memanfaatkan keadaan untuk saling bertemu disaat malam ketika

suami Paijah keluar rumah. Malam itu ada sesuatu yang tidak biasa

antara Paijah dan Soleman, sebab semua membisu dalam Gelap Malam,

dan kebisuan merasuk di hati sehingga perasaan ke dua orang itu

terutama Paijah tidak karuan (ikut gelap). Hal ini dapat di lihat

berdasarkan penggalan dialog pada lakon Malam Jahanam antara

Paijah dan Soleman:

Soleman : (masih memandangi Paijah, memasang rokok dan

berkata acuh tak acuh). Kau nggak keluar malam

ini Jah?

Paijah : Nggak.

Soleman : Begini gelap malamnya.

Paijah : Ya, gelap. Hati saya juga ikut gelap...(Boesye,

hal.5 dialog ke 31-32)

Berdasarkan penggalan dialog di atas, diartikan bahwa kata Gelap

Malam merupakan makna konotasi pada malam yang sebenarnya, yakni

Page 11: BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ung.ac.id/1322/9/2012-2-88209-341408009-bab4-24012013073523.pdfKata Jahanam pada naskah ini merupakan satuan kata atau bunyi kata yang

11

gelap gulita, hitam, tanpa cahaya sinar, dan ruang gerak kita dibatasi

oleh Malam. Di sisi lain, kata Gelap Malam mempunyai makna

konotasi negatif, yang dapat diartikan bahwa pada waktu malam hari,

semua hal-hal yang buruk akan selalu terjadi tanpa disadari oleh

siapapun, ketiadaan cahaya membuat kata Malam identik dengan

misteri.

Berdasarkan makna konotasi tersebut, kata Gelap Malam mempunyai

hubungan secara kausalitas dengan kata Hati yang Ikut Gelap, yang

dirasakan oleh Paijah. Hubungan ini disebut hubungan yang bersifat

sebab akibat. Hati yang Ikut Gelap secara leksikal sudah mempunyai

arti dan makna, yakni keadaan yang kurang mood, keadaan yang suram,

tidak menentu, adanya perasaan yang bercampur dengan segala hal,

sehingga tujuan yang diinginkan tidak nampak karena diselimuti oleh

suasana gelap yang terbawa ke dalam hati Paijah. Berdasarkan hal itu,

penyebab kekacauan, kegundahan hati si Paijah diakibatkan adanya

kegelapan yang penuh dengan sisi negatif.

2. Pasir dan Trauma

Ketika Mat Kontan sedang asyik mengobrol dengan Soleman, Mat

Kontan selalu menyombongkan diri, dengan bangganya ia mengatakan

bahwa dialah orang yang paling mengerti di dunia ini. Dialah yang

memahami tentang angin, ikan, burung, wayang dan agama. Namun

kesombongannya itu terhenti menjadi ketakutan besar, sebab Soleman

menyinggung tentang kata Pasir.

Page 12: BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ung.ac.id/1322/9/2012-2-88209-341408009-bab4-24012013073523.pdfKata Jahanam pada naskah ini merupakan satuan kata atau bunyi kata yang

12

Di dalam naskah ini, kata Pasir adalah sesuatu yang sangat mengerikan

bagi Mat Kontan, ia sangat ketakutan akan hal itu, bahkan ia memohon

kepada Soleman agar jangan mengungkit lagi kejadian tersebut, padahal

jika di lihat dari segi fungsi, Pasir sangat bermanfaat dalam bidang

pembangunan, akan tetapi kata Pasir dalam lakon Malam Jahanam ini

dikonotasikan sebagai penyebab dari ketakutan akan hilanganya nyawa

Mat Kontan. Pasir adalah malapetaka bagi tokoh penyombong seperti

Mat Kontan, hal ini dapat dibuktikan berdasarkan penggalan dialog

pada lakon Malam Jahanam berikut ini:

Mat Kontan : Saya mengerti angin, ikan, burung, wayang, dan

agama.

Soleman : Kau juga mengerti pasir? Pasir boblos?

Mat Kontan : (merasa sesuatu hingga ia tersentak,...ketika

mukanya tiba-tiba di sentuh tragedi, sehingga ia

berkeringat. Didekapnya kawan itu). Jangan

bilang tentang itu, Man. Saya paling takut kalau

kau bilang perkara itu...saya adalah orang yang

kepingin panjang umur, Man...(Boesye, hal. 9

dialog 91).

Berdasarkan penggalan dialog tersebut, dapat diartikan bahwa kata

Pasir dalam teks naskah lakon Malam Jahanam adalah benda yang

berkonotasi negatif, yang dikiaskan sebagai iblis pencabut nyawa yang

akan menghancurkan hidup si Mat Kontan. Akibat dari kejadian itu,

Mat Kontan selalu ketakutan dan trauma jika kata Pasir diungkit dalam

hidupnya. Lihat pula penggalan berikut ini, ketika Mat Kontan hendak

berlari ke dalam rumahnya sambil memegang golok:

Page 13: BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ung.ac.id/1322/9/2012-2-88209-341408009-bab4-24012013073523.pdfKata Jahanam pada naskah ini merupakan satuan kata atau bunyi kata yang

13

Soleman : (membiarkan semua berlalu). Kau berteriak minta

tolong, di pantai pasir boblos. Kau ingat itu, Tan?

(suaranya lembut) kau minta satu ujung napas

agar kau hidup panjang.

Mat Kontan : Man! Sudah kubilang, jangan ceritakan hal itu.

Saya kepingin panjang umur...(Boesye, hal. 29

dialog ke 375).

1. Burung Beo dan Rahasia

Setelah Mat Kontan mengetahui bahwa Burung Beonya telah mati, ia

pun pergi ke tukang nujum untuk mencari tahu siapa yang membunuh

burung kesayangannya itu. Sementara Soleman mengambil kesempatan

bertemu Paijah untuk menceritakan dan mau mengakui bahwa dialah

yang membunuh Burung Beo tersebut. Mendengar hal itu, Paijah

terkejut, kenapa ia tega membunuh burung kesayangan suaminya.

Alasannya jelas, Soleman membunuh burung itu sebab ia merasa

tersiksa. Tersiksa karena setiap kali ia mengunjungi Paijah di rumah,

Beo itu selalu berbuat ulah dengan mengikuti perkataan Paijah. Apa

yang dikatakan Paijah, Beo itu selalu mengulangnya. Soleman yang

takut akan perselingkuhannya diketahui, akhirnya leher Burung Beo di

potong.

Sebagaimana uraian di atas, kata Burung Beo dalam konteks naskah

lakon Malam Jahanam disimbolkan sebagai pembeber rahasia. Rahasia

perselingkuhan antara Paijah dan Soleman. Jadi, seolah-olah Burung

Beo mempunyai kesan buruk karena kepandaiannya yang cepat

Page 14: BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ung.ac.id/1322/9/2012-2-88209-341408009-bab4-24012013073523.pdfKata Jahanam pada naskah ini merupakan satuan kata atau bunyi kata yang

14

memahami suara manusia, suara yang ditimbulkan oleh Paijah. Hal ini

dibuktikan berdasarkan penggalan dialog antara Paijah dan Soleman:

Soleman : Tapi Jah, saya bunuh burung Beo itu karena

binatang jahanam itu telah menyiksa saya.

Paijah : Apa? Kau bunuh? Kau yang memotong

lehernya?

Soleman : Kau ingat, bahwa ketika saya mengganggumu,

ketika si kecil masih berumur sebulan? Kau

bilang; jangan ganggu saya. Man! Jangan

ganggu saya!”, dan perkataan itu diulangi oleh

Beo itu. Dua hari yang lalu, ketika saya pegang

tanganmu dan kau bilang; “jangan ganggu saya”,

Beo itu mengulangi lagi. (setelah menarik nafas).

Karena itu ia saya potong lehernya. Saya potong

dan saya lempar ke dekat sumurmu...(Boesye,

Hal. 20, Dialog ke 224).

Berdasarkan konteks dialog tersebut, dapat dipahami bahwa Burung

Beo adalah penyebab kekhawatiran Soleman, karena suatu waktu

burung itu dapat memberi “pesan buruk” pada Mat Kontan mengenai

perselingkuhan istrinya. Akibatnya, burung itu dibunuh oleh Soleman.

2. Mata Gelap dan Ketakutan

Ketika konflik sudah mulai memuncak, emosi Mat Kontan yang mulai

tidak terkontrol sehingga menyebabkan Paijah ketakutan. Apalagi Mat

Kontan menuduh bahwa Paijah-lah yang membunuh burung Beo itu

untuk dijadikan makanan berupa sate. Soleman yang ingin membela

Paijah, juga ikut merasakan emosi Mat Kontan. Berikut penggalan

dialognya:

Page 15: BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ung.ac.id/1322/9/2012-2-88209-341408009-bab4-24012013073523.pdfKata Jahanam pada naskah ini merupakan satuan kata atau bunyi kata yang

15

Mat Kontan : Hei Jah! Siapa kiramu yang memotong leher

burungku!?

Paijah : Mana saya bisa tahu?

Mat Kontan : (menirukan) Mana saya bisa tahu? (menghardik)

atau kau sendiri ya? Iya? (berdiri menyebabkan

Paijah takut) kau potong mau di makan?... ayo

jawab!

Soleman : Dia sakit tu Mat! Tuh mukanya kan pucat.

Barangkali...

Mat Kontan : Jangan urus urusan orang lain, Leman. Nanti saya

ikut mata gelap pada kau!...(Boesye, hal. 23,

dialog ke 287).

Berdasarkan penggalan dialog di atas, kata Mata Gelap1 yang ditujukan

kepada Soleman mempunyai makna, yang berarti hilangnya kewarasan

Mat Kontan secara berlebihan, ia sering membuat ulah yang tidak wajar

terhadap istrinya. Akibatnya Paijah sering ketakutan jika sifat suaminya

itu terlalu berlebihan.

Jadi, dalam naskah lakon Malam Jahanam ini, kata Mata Gelap yang

dimiliki oleh Mat Kontan adalah sifat buruk Mat kontan yang

diwujudkan dalam bentuk simbol, untuk membuat Soleman dan Paijah

ketakutan.

1. Bangku dan Perselingkuhan

Pada dialog berikutnya, ditemukan pula tanda semiotik berupa Indeks,

dimana Soleman dan Paijah memulai perselingkuhannya diawali ketika

Paijah sering duduk di bangku halaman rumahnya sampai larut malam.

1 Peribahasa Melayu yang berarti hilangnya kewarasan seseorang karena tamak [penerj].

Page 16: BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ung.ac.id/1322/9/2012-2-88209-341408009-bab4-24012013073523.pdfKata Jahanam pada naskah ini merupakan satuan kata atau bunyi kata yang

16

Sementara itu, Soleman juga sering duduk di bangku rumahnya, dari

sanalah awal sifat Jahanam terjadi. Lihat penggalannya di bawah ini:

Soleman : Bangku ini juga jahanam! Karena Paijah sering

duduk di sini terkadang sampai malam. Dan saya

duduk di sana (menunjuk bangkunya) Kami saling

memandang (kepada Kontan). Kenapa kau sering

tak di rumah, Tan? Itu juga perbuatan yang

jahanam...(Boesye, Hal. 29 Dialog ke 369).

Berdasarkan penggalan dialog di atas, diartikan bahwa Bangku (tempat

duduk) mempunyai konotasi negatif, yang diartikan sebagai benda atau

alat yang digunakan untuk “menyampaikan pesan” untuk memulai

perselingkuhan antara Paijah dan Soleman, dari sanalah kata Bangku

mempunyai kesan yang buruk.

Jadi kata Bangku adalah penyebab timbulnya cinta antara Paijah dan

Soleman, tetangganya. Di sanalah awal mula timbulnya pandang-

memandang yang menghadirkan sifat jahanam, akibatnya terjadilah

perselingkuhan itu.

4.2.2.2 Pemaknaan Berdasarkan Jenis Tanda Simbol

1. Kebaya sebagai simbol Feminis

Simbol berikut ini adalah membahas mengenai pakaian ciri khas wanita

Indonesia. Dimana dalam lakon Malam Jahanam ini, diceritakan bahwa

Soleman kurang setuju jika istri si Mat Kontan (Paijah), memakai baju

rok buatan Sanghai. Menurutnya, Paijah lebih cocok memakai Kebaya,

akan tetapi Mat Kontan tidak setuju jika sahabatnya itu mengatakan

dan memberikan saran bahwa pakaian Kebaya cocok di tubuh Paijah.

Page 17: BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ung.ac.id/1322/9/2012-2-88209-341408009-bab4-24012013073523.pdfKata Jahanam pada naskah ini merupakan satuan kata atau bunyi kata yang

17

Sebagai lelaki normal, Soleman tahu betul jika wanita yang memakai

Kebaya, itu bisa menggiurkan para lelaki. Hal ini dapat dibuktikan pada

penggalan dialog berikut ini:

Soleman : Apa? Rok. Baju rok Sanghai kata orang itu?

Mat Kontan : Iya, saya lihat bini si Dadu pakai rok model Cina

sekarang. Bini Bastari sudah beranak tiga malah

pakai itu.

Soleman : Tapi binimu lebih bagus pakai kebaya sempit

begitu.

Mat Kontan : Kau tahu apa tentang perempuan. Buktinya kau

belum punya bini sampai sekarang. Itu sudah

kuno, Bung.

Soleman : Kuno dan tidak kuno bukan pada pakaian.

Mat Kontan : Ah. Tapi kenapa kau bilang mesti berkebaya.

Soleman : Pakai kebaya itu gulung kainnya sempit, jadi bisa

menggiurkan jejaka-jejaka...(Boesye, hal. 11,

dialog ke 119-126)

Berdasarkan penggalan di atas, yang menjadi pokok pembicaraan antara

Soleman dan Mat Kontan adalah pakaian wanita. Pakaian yang lebih

modern buatan Sanghai dan pakaian kuno ala Indonesia yakni Kebaya2.

Pada kenyataannya, Kebaya merupakan simbol ciri khas pakaian wanita

Indonesia. Sejak zaman kerajaan, Kebaya selalu digunakan oleh istri

raja-raja dan para pelayannya. Walau terlihat kuno dan menua, Kebaya

tetap menjadi warisan yang harus dilestarikan dan dibanggakan oleh

wanita Indonesia, dan jika dibandingkan dengan pakaian luar negeri,

2 Kebaya merupakan kombinasi blus-pakaian tradisional yang pertama kali dikenakan wanita Indonesia, pada

abab ke 15-16, terutama perempuan Jawa, yang digunakan bersama kain. Sumber: Blogspot.Com/2010/12/baju-kebaya-dan-asal-usulnya.Html.

Page 18: BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ung.ac.id/1322/9/2012-2-88209-341408009-bab4-24012013073523.pdfKata Jahanam pada naskah ini merupakan satuan kata atau bunyi kata yang

18

dalam hal ini baju rok buatan Sanghai, Kebaya lebih terlihat anggun

dan seksi di tubuh wanita dan tentunya menggiurkan bagi para lelaki

seperti Soleman.

2. Perasaan Perempuan sebagai simbol Kerinduan Bersetubuh

Setelah Mat Kontan pergi ke tukang nujum (dukun) untuk melihat siapa

yang membunuh burung Beonya. Soleman, tetangga Paijah bertanya

tentang Mat Kontan ke mana perginya. Kejadian ini terjadi pada malam

hari ketika Paijah yang selalu ditinggalkan suaminya. Paijah yang ingin

merasakan hubungan “suami-istri” selalu tidak dipenuhi. Sebagai

wanita normal, tentu tidak tahan dengan kesepian. Soleman yang

seorang lelaki normal, walaupun belum beristri, ia sangat memahami

Perasaan Perempuan, namun ia bukanlah lelaki yang syah untuk

memenuhi Perasaan Paijah.

Di dalam lakon Malam Jahanam ini, kata Perasaan Perempuan yang

ditujukan pada Mat Kontan merupakan ketaklangsungan ekspresi,

artinya pengarang dengan “sopannya” mengganti kata maupun kalimat

yang mengandung makna konotasi negatif ke dalam makna denotatif

atau makna leksikal. Kata Perasaan Perempuan dalam konteks naskah

ini merupakan kiasan yang bermakna “kerinduan untuk ingin

bersetubuh, ingin melakukan hubungan seksual agar nafsu birahi atau

hasrat terpenuhi”. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan penggalan

dialog di bawah ini:

Soleman : Lakimu pergi?

Paijah : Ya, ke tempat nujum.

Page 19: BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ung.ac.id/1322/9/2012-2-88209-341408009-bab4-24012013073523.pdfKata Jahanam pada naskah ini merupakan satuan kata atau bunyi kata yang

19

Soleman : Begitu jauh, ada dua kilo setengah kan?

Paijah : Ah, betul-betul edan dia. (berdiri membelakangi).

Betul-betul edan dia, tidak mengerti perasaan

perempuan.

Soleman : Kalau saya lakimu, tentu saya mengerti...(Boesye,

hal. 15, dialog ke 185)

Walaupun dalam konteks lain, Paijah syah untuk melakukan hubungan

seksual dengan suaminya, namun kata Perasaan Perempuan tetap

mengandung makna yang berkonotasi negatif, sebab Paijah

mengutarakan Perasaannya itu bukan pada suaminya melainkan pada

Soleman, tetangganya.

3. Lelaki sebagai simbol Pelindung

Berangkat dari pemaknaan di atas, dalam naskah lakon Malam

Jahanam ini ditemukan pula kata yang mempunyai makna yang

sebenarnya, maupun makna yang berupa sistem semiotik tingkat ke tiga

yakni simbol, salah satunya adalah kata Lelaki yang terdapat pada

dialog antara Soleman dan Paijah. Kata Lelaki pada naskah ini

mempunyai arti yang ambigu.

Kata Lelaki secara leksikal adalah lawan jenis dari wanita, bentuk tubuh

yang dominan kekar dan bentuk suara yang dominan keras. Namun

secara semiotik, kata Lelaki dalam naskah ini bermakna sebagai simbol

yang bersifat melindungi. Pelindung yang lemah, dalam hal ini Soleman

akan melindungi Paijah dari ancaman suaminya yang sering kalap. Hal

ini dapat diamati pada penggalan dialog berikut ini:

Paijah : Carilah jalannya sebelum ia kembali!

Page 20: BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ung.ac.id/1322/9/2012-2-88209-341408009-bab4-24012013073523.pdfKata Jahanam pada naskah ini merupakan satuan kata atau bunyi kata yang

20

Soleman : Jalan satu-satunya, karena saya lelaki ialah

menghadapinya sebagai lelaki!

Paijah : Apa? Apa maksudmu?

Soleman : Kalau kau di sentuh saja, akan saya sentuh pula

dia. Kalau kau dilukainya, akan saya lukai dia!

Dan kalau kau dibunuhnya, akan saya bunuh dia

(berjalan pelan mendekati Paijah)...(Boesye, Hal.

17, dialog ke 107-109)).

Berdasarkan penggalan dialog di atas, Paijah sangat khawatir dan

takut jika Mat Kontan datang mengamuk, karena itu ia berharap agar

Soleman dapat membantu melindunginya, namun Soleman

menanggapinya dengan cara Lelaki, yakni melindungi Paijah secara

kontak fisik.

Jadi, makna kata Lelaki dalam naskah lakon Malam Jahanam ini,

merupakan simbol pelindung atau sikap pembelaan terhadap

seseorang dengan cara kontak fisik atau dengan cara kekerasan.

1. Lelaki Tulen sebagai simbol Keperkasaan Lelaki

Diceritakan bahwa, Soleman mempunyai seorang ayah yang selalu

Menjahati istri orang, begitu juga dengan Ibu Soleman yang

berselingkuh dengan lelaki lain. Walaupun ke dua orang tua Soleman

telah mati, namun Soleman tetap akui ayahnya sebagai Lelaki Tulen.

Sebagai seorang anak, tentu ia mewarisi sifat hidup sang ayah.

Berangkat dari penjelasan di atas, kata Lelaki Tulen dalam konteks

naskah lakon Malam Jahanam adalah bentuk simbol. Simbol itu dapat

diamati berdasarkan penggalan dialog di bawah ini:

Page 21: BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ung.ac.id/1322/9/2012-2-88209-341408009-bab4-24012013073523.pdfKata Jahanam pada naskah ini merupakan satuan kata atau bunyi kata yang

21

Soleman : (memandang Paijah dengan aneh). Karena

perempuan ia mati. Karena perempuan ia

jahanam. Tapi aku akui, ia lelaki tulen

Paijah : (jadi gelisah)

Soleman : Lelaki tulen juga bisa mati karena takut. Ia takut

menghadang pucuk senapan, sehingga ia mati

membelakangi! Dan ketika ia lari itu, ia di tembak.

Ia di tembak... Tapi, betapapun, ia lelaki tulen,

Jah. Lelaki tulen dengan darahnya yang benar-

benar merah...(Boesye, Hal. 17, dialog ke 220).

Berdasarkan konteks dialog tersebut, dapat diketahui bahwa kata

Lelaki Tulen secara semiotik merupakan simbol kejantanan/kelelakian

yang berkonotasi negatif, dalam hal ini ayah Soleman adalah seorang

yang hebat dalam melakukan hubungan intim, baik dengan istrinya

maupun istri orang lain. Makna Lelaki Tulen sebagai simbol

kejantanan mempunyai kesan negatif, sebab simbol tersebut

digunakan untuk Menjahati orang lain, kemudian simbol yang

konotasinya negatif itu, secara alamiah diwarisi oleh Soleman.

2. Jahanam sebagai simbol Sisi Buruk Kehidupan

Dugaan Mat Kontan membuahkan hasil, ternyata burung Beo

kesayangannya mati karena Solemanlah yang membunuhnya.

Soleman yang iri pada semua kepunyaan Mat Kontan akhirnya

diluapkannya, Soleman iri pada apa yang dipunyai si Mat Kontan.

Soleman juga mengakui bahwa dirinya memang Jahanam, tapi bukan

hanya Soleman yang menyandang kata itu. Berikut penggalan

dialognya:

Page 22: BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ung.ac.id/1322/9/2012-2-88209-341408009-bab4-24012013073523.pdfKata Jahanam pada naskah ini merupakan satuan kata atau bunyi kata yang

22

Soleman : Ya! Saya iri pada semua yang kau punyai. Pada

uangmu, pada binimu, pada anakmu, pada

burungmu dan pada kesombongan kamu!

Mat Kontan : Memang kau jahanam!

Soleman : Memang saya jahanam. Tapi kau juga jahanam

(dan membalikan badan ke arah Paijah) kau juga

jahanam. Dan burung itu juga jahanam! (lambat)

dan anak yang menangis itu juga

jahanam...(Boesye, Hal. 28-29, dialog ke 362).

Kata Jahanam dalam naskah ini, telah sering diucapkan oleh tokoh-

tokoh pada dialog sebelumnya. Namun pada dialog di atas, ketika

masalah mulai klimaks3, kata Jahanam berulang kali diucapkan oleh

Soleman.

Jahanam yang dilekatkan pada diri Soleman diartikan bahwa Soleman

yang selama ini dianggap sebagai tetangga yang baik, suka bertukar

cerita antara Mat Kontan, berjanji akan menolong Paijah terhadap

amarah suaminya yang sering kalap, ternyata hanyalah kebohongan

besar, tenyata ia hanya pembual. Soleman-lah yang membunuh

burung Beo si Mat Kontan, dialah yang berselingkuh dengan Paijah,

istri Mat Kontan.

Kata Jahanam yang dilekatkan pada Mat Kontan diartikan bahwa ia

selalu lari dari kenyataan, penyombong, angkuh, penakut, egois,

emosional, dan sok tahu. Ia juga selalu membanggakan istrinya yang

tidak setia terhadapnya, ia juga bangga terhadap Kontan Kecil,

3 Memuncaknya ketegangan dalam struktur cerita disebut klimaks (major klimaks). Dikutip dari buku

Drama; Teori dan Aplikasinya, oleh C. Dewojati, (2010) Hal. 167.

Page 23: BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ung.ac.id/1322/9/2012-2-88209-341408009-bab4-24012013073523.pdfKata Jahanam pada naskah ini merupakan satuan kata atau bunyi kata yang

23

padahal bukanlah anak kandungnya, terlebih lagi Mat Kontan tidak

bisa berhubungan intim dengan istrinya sebab ia mempunyai penyakit

kelamin yakni mandul.

Makna kata Jahanam yang dilekatkan pada Paijah, disebabkan karena

ia tidak setia pada suaminya, ia selalu tidak jujur terhadap Mat Kontan

dan walaupun Mat Kontan tidak bisa membahagiakan secara lahir

batin, namun Paijah harus tetap setia. Paijah harus berterus terang

pada Mat Kontan sebab ia suaminya yang syah, tetapi pada

kenyataannya Paijah selingkuh dengan Soleman.

3. Burung Jahanam sebagai simbol Pembeber Rahasia

Makna kata Burung Jahanam yang dilekatkan pada burung Beo

tersebut disimbolkan sebagai pembeber rahasia. Rahasia

perselingkuhan antara Soleman dan Paijah. Artinya, burung Beo itu

tidak baik untuk dipelihara karena dapat merusak rumah tangga

orang, dan dengan kepandaian burung itu, rumah tangga Mat Kontan

dan persahabatannya dengan Soleman menjadi tidak harmonis.

4. Anak Jahanam sebagai simbol Anak Haram

Sedangkan makna kata Anak Jahanam dalam naskah lakon Malam

Jahanam, disimbolkan sebagai anak haram, anak dari perselingkuhan

antara Paijah dan Soleman, tetangganya.

Jadi kesimpulannya, kata Jahanam pada naskah lakon Malam

Jahanam karya Motinggo Boesye, adalah simbol yang diartikan

sebagai “sisi buruk kehidupan manusia”.

Page 24: BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ung.ac.id/1322/9/2012-2-88209-341408009-bab4-24012013073523.pdfKata Jahanam pada naskah ini merupakan satuan kata atau bunyi kata yang

24

5. Kematian sebagai simbol Berakhirnya Rahasia

Pada akhir cerita naskah lakon Malam Jahanam ini, Paijah dikejutkan

dengan kematian si Utai, anak yang setengah pandir itu. Ia ditendang

di leher oleh Soleman ketika mau menangkapnya. Sementara

Soleman berhasil lolos dari kejaran Mat Kontan. Kematian Utai

secara tragis adalah simbol yang menandai bahwa rahasia kerusuhan

dan perselingkuhan mereka tidak akan pernah terungkap, sebab hanya

si Utailah yang tahu semua rahasia mereka. Adapun Soleman yang

melarikan diri dengan selamat, tetapi ia tidak akan tenang dengan

pikirannya. Sedangkan anak mereka yang menjadi hasil

kejahanaman, juga mati karena penyakitnya yang bertambah parah,

berikut penggalan dialognya:

Mat Kontan : Ia di tendang Soleman jahanam itu ketika Utai

menangkapnnya...jahanam itu selamat...tapi

pikirannya akan selalu di buru! (bayi menangis),

bawa ke dalam nanti masuk angin lagi!...Kenapa

kau lihat saya seperti itu? Apa saya ini Macan?

Paijah : Si Utai, Tan!!!

Mat Kontan : Apa boleh buat dia mati. Kalau hidup tentu ia

akan menyebarkan berita kerusuhan kita ini.

Kita mesti rahasiakan ini, Jah...

Paijah : Pak! Anakku mati Pak!...(Boesye, hal. 33 dialog

ke 405).

Kalimat yang ditandai di atas adalah sebuah ironi, dikatakan demikian

karena Utai yang selama ini mengetahui rahasia mereka akhirnya mati

dengan cara tragis. Kematian Utai memberikan kesimpulan bahwa

Page 25: BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASANeprints.ung.ac.id/1322/9/2012-2-88209-341408009-bab4-24012013073523.pdfKata Jahanam pada naskah ini merupakan satuan kata atau bunyi kata yang

25

rahasia busuk mereka juga telah berakhir, sebab kalau saja Utai hidup

tentu ia akan menyebarkannya. Apalagi Utai dikenal sebagai tokoh

yang pandir dalam naskah ini.

Pada naskah lakon Malam Jahanam karya Motinggo Boesye, ada beberapa

tanda yang terdapat pada dikotomi Saussure dan pada trikotomi Peirce, akan tetapi

ada tanda-tanda tertentu yang hanya bisa dijelaskan melalui Semiologi Saussure,

salah satunya adalah tanda berupa Bangku Jahanam. Sebaliknya, sistem tanda

yang terdapat pada lakon Malam Jahanam berdasarkan dikotomi Saussure, hanya

bisa dikelompokkan ke dalam jenis tanda Peirce, hal ini disebabkan karena teori

Sausure hanya berupa sistem tanda, bukan pada jenis tanda.