Bab iv studi kasus 15 27
-
Upload
artiny-tianis -
Category
Presentations & Public Speaking
-
view
1.152 -
download
2
Transcript of Bab iv studi kasus 15 27
BAB III
STUDI KASUS PENIPUAN JUAL BELI ONLINE
3.1. Jual Beli Online
3.1.1. Definisi Jual Beli Online
a. Pengertian Jual Beli
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, jual beli adalah persetujuan
saling mengikat antara penjual, yakni pihak yang menyerahkan barang, dan
pembeli sebagai pihak yang membayar harga barang yang dijual.
Secara etimologis, jual beli adalah tukar menukar harta dengan harta,
artinya dalam transaksi jual beli adalah transaksi tukar menukar antara harta
milik penjual biasanya berupa barang dengan harta milik pembeli biasanya
berupa uang. Kenapa disebutkan biasanya? Karena dalam transaksi ini juga
bisa terjadi tukar menukar barang dengan barang yang disebut jual beli
dengan cara barter atau transaksi tukar menukar uang dengan uang yang
disebut jual beli money changer. Artinya Jual beli terjadi karena adanya
penawaran oleh penjual dan adanya permintaan oleh pembeli yang saling
melengkapi.
b. Pengertian Online
Online adalah keadaan terkoneksi dengan jaringan internet. Dalam
keadaan online kita dapat berselancar di internet dengan melakukan kegiatan
secara aktif sehingga dapat menjalin komunikasi baik komunikasi satu arah
15
16
seperti membaca berita dan artikel dalam website maupun komunikasi dua
arah seperti chatting dan saling berkirim email.
c. Pengertian Jual Beli Online
Dari pengertian-pengertian tersebut maka kita dapat menyimpulkan
bahwa Jual beli online adalah aktifitas jual beli berupa transaksi penawaran
barang oleh penjual dan permintaan barang oleh pembeli secara online dengan
memanfaatkan teknologi internet, dimana penjual dan pembelinya tidak harus
bertemu (face to face) untuk melakukan negosiasi dan transaksi.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE), disebutkan bahwa transaksi elektronik adalah
perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer
dan/atau media elektronik lainnya. Transaksi jual beli secara elektronik merupakan
salah satu perwujudan ketentuan diatas. Pada transaksi elektronik ini, para pihak yang
terkait didalamnya melakukan hubungan hukum yang dituangkan melalui suatu
bentuk perjanjian atau kontrak yang juga dilakukan secara elektronik dan sesuai
ketentuan Pasal 1 angka 17 UU ITE disebut bahwa kontrak elektronik yakni
perjanjian yang dimuat dalam dokumen elektronik atau media elektronik lainnya.
3.1.2. Pihak-Pihak Yang Terkait Jual Beli Online
Sedikitnya ada empat pihak yang terlibat di dalam transaksi online. Pihak
tersebut antara lain perusahaan penyedia barang (penjual), pembeli, perusahaan
penyedia jasa pengiriman, dan penyedia jasa pembayaran.
17
a. Penjual
Penjual adalah orang (pengusaha/merchant) atau badan usaha yang
menawarkan sebuah produk atau jasa, dalam hal ini melalui internet yang
dapat dikatakan sebagai pelaku usaha.
b. Pembeli
Pembeli atau konsumen yaitu setiap orang yang tidak dilarang oleh undang-
undang, untuk menerima penawaran dari penjual atau pelaku usaha dan
berkeinginan untuk melakukan transaksi jual beli produk/ jasa yang
ditawarkan oleh penjual pelaku usaha/ merchant.
c. Penyedia Jasa Pengiriman
Penyedia jasa kiriman yang dimaksud adalah orang/ perusahaan yang
bergerak di bidang pengiriman barang, yang mengantarkan barang dari
penjual kepada pembeli. Contohnya TIKI, JNE, Kantor POS, dan lain-lain.
d. Penyedia Jasa Pembayaran
Penyedia jasa pembayaran umumnya adalah bank. Bank bertindak sebagai
pihak penyalur dana dari pembeli atau konsumen kepada penjual atau pelaku
usaha/merchant, karena pada transaksi jual beli secara online, penjual dan
pembeli tidak berhadapan langsung, sebab mereka berada pada lokasi yang
berbeda sehingga pembayaran dapat dilakukan melalui perantara dalam hal ini
bank, misalnya dengan tranfer.
Pada dasarnya pihak-pihak dalam jual beli secara online tersebut diatas,
masing-masing memiliki hak dan kewajiban. Penjual atau pelaku usaha atau
18
merchant merupakan pihak yang menawarkan produk melalui internet, oleh karena
itu, seorang penjual wajib memberikan informasi secara benar dan jujur atas produk
yang ditawarkannya kepada pembeli atau konsumen. Penjual atau pelaku usaha
memiliki hak untuk mendapatkan pembayaran dari pembeli atau konsumen atas
barang yang dijualnya, juga berhak untuk mendapatkan perlindungan atas tindakan
pembeli atau konsumen yang beritikad tidak baik dalam melaksanakan transaksi jual
beli secara transaksi elektronik ini.
Seorang pembeli atau konsumen memiliki kewajiban untuk membayar harga
barang yang telah dibelinya dari penjual sesuai jenis barang dan harga yang telah
disepakati antara penjual dan pembeli tersebut. Selain itu, pembeli juga wajib mengisi
data identitas diri yang sebenar-benarnya dalam formulir penerimaan. Disisi lain,
pembeli atau konsumen berhak mendapatkan informasi secara lengkap atas barang
yang akan dibelinya itu. Si pembeli juga berhak mendapatkan perlindungan hukum
atas perbuatan penjual/pelaku usaha yang beritikad tidak baik.
Bank sebagai perantara dalam transaksi jual beli secara online, berfungsi
sebagai penyalur dana atas pembayaran suatu produk dari pembeli kepada penjual
produk itu, karena mungkin saja pembeli/konsumen yang berkeinginan membeli
produk dari penjual melalui internet berada dilokasi yang letaknya saling berjauhan
sehingga pembeli tersebut harus menggunakan fasilitas bank untuk melakukan
pembayaran atas harga produk yang telah dibelinya dari penjual, misalnya dengan
pentransferan dari rekening pembeli kepada rekening penjual atau sering kita kenal
dengan sebutan account to account.
19
3.1.3. Proses Transaksi Jual Beli Online
Pada dasarnya proses transaksi jual beli online tidak jauh berbeda dengan
proses transaksi jual beli biasa didunia nyata. Pelaksanaan transaksi jual beli secara
elektronik ini dilakukan dalam beberapa tahap, sebagai berikut:
1. Penawaran yang dilakukan oleh penjual atau pelaku usaha melalui website pada
internet. Penjual atau pelaku usaha menyediakan storefront yang berisi katalog
produk dan pelayanan yang akan diberikan. Masyarakat yang memasuki website
pelaku usaha tersebut dapat melihat-lihat barang yang ditawarkan oleh penjual.
Penawaran melalui media internet hanya dapat terjadi apabila seseorang
membuka situs yang menampilkan sebuah tawaran melalui internet tersebut.
2. Penerimaan, dapat dilakukan tergantung penawaran yang terjadi. Apabila
penawaran dilakukan melalui e-mail address, maka penerimaan dilakukan
melalui e-mail, karena penawaran hanya ditujukan pada sebuah e-mail yang
dituju sehingga hanya pemegang e-mail tersebut yang dituju.
3. Pembayaran, dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung,
misalnya melalui fasilitas internet, namun tetap bertumpu pada sistem keuangan
nasional, yang mengacu pada sistem keuangan lokal. Klasifikasi cara
pembayaran dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Transaksi model ATM.
b. Pembayaran dua pihak tanpa perantara.
c. Pembayaran dengan perantaraan pihak ketiga, umumnya merupakan proses
pembayaran yang menyangkut debet, kredit ataupun cek masuk.
20
4. Pengiriman, merupakan suatu proses yang dilakukan setelah pembayaran atas
barang yang ditawarkan penjual kepada pembeli, dalam hal ini pembeli berhak
atas penerimaan barang tersebut. Pada kenyataannya, barang yang dijadikan
objek perjanjian dikirimkan oleh penjual kepada pembeli dengan biaya
pengiriman sebagaimana telah diperjanjikan antara penjual dan pembeli.
Proses transaksi jual beli online yang diuraikan diatas menggambarkan bahwa
ternyata jual beli tidak hanya dapat dilakukan secara konvensional, dimana antara
penjual dengan pembeli bertemu secara langsung, namun dapat juga hanya melalui
media internet, sehingga orang yang saling berjauhan atau berada pada lokasi yang
berbeda tetap dapat melakukan transaksi jual beli tanpa harus bersusah payah untuk
saling bertemu secara langsung, sehingga meningkatkan efektifitas dan efesiensi
waktu serta biaya bagi pihak penjual maupun pembeli.
3.2. Penipuan Jual Beli Online
3.2.1. Modus Penipuan
Ada berbagai modus penipuan yang marak terjadi dalam bisnis jual beli secara
online. Berikut modus-modus yang paling sering terjadi:
1. Penipu yang mengaku sebagai pembeli, dalam kasus ini yang menjadi korban
justru penjual.
2. Penipuan melalui facebook.
3. Penipuan melalui jasa jual beli ketiga, seperti toko bagus, kaskus jual beli, dan
lain-lain.
21
4. Penawaran dengan harga super murah, bisanya modusnya adalah dengan
mengaku berdomisili di Batam. Karena dekat dengan Singapura, khalayak
akan percaya bahwa pelaku menjual barang dengan harga murah, karena bisa
saja barang tersebut merupakan BM (Black Market) yang tidak dikenai bea
import. Atau mengaku memiliki saudara atau keluarga yang bekerja di bea
cukai, sehingga bisa mendapatkan barang tanpa bea import.
5. Pelaku kriminal hanya mencantumkan nomor Handphone (HP) pada
penawaran di website yang dibuat, tidak disertakan prosedur pembayaran
yang jelas. Biasanya pelaku akan beraksi setelah calon pembeli menghubungi
via nomor handphone tersebut.
6. Pelaku akan memamerkan berbagai bukti pengiriman barang. Ini adalah
modus klasik para pelaku cybercrime.
7. Sistem pembayaran dengan cara transfer ke berbagai rekening bank dengan
nama yang berbeda-beda.
3.2.2. Faktor Penyebab
Ada beberapa factor yang menyebabkan maraknya penipuan jual beli online,
diantaranya:
1. Faktor Pendorong
a. Belum adanya sertifikasi menyeluruh terhadap setiap jual beli online.
b. Banyaknya kemiskinan, pengangguran, tuna wisma, yang menyebabkan
masyarakat melakukan segala cara untuk bertahan hidup termasuk dengan
penipuan.
22
c. Masih lemahnya keamanan dalam sistem jual beli online.
d. Budaya konsumerisme dan materialistik, keinginan untuk mendapatkan uang
dengan cara mudah.
2. Faktor Penarik
a. Efisiensi, kebutuhan kota kota akan kemudahan bertransaksi dan berbisnis.
b. Kebutuhan akan pelayanan jual beli yang mudah dan cepat.
c. Tingginya minat masyarakat dalam berbisnis online.
3.2.3. Contoh Kasus
Pada tahun 2011 Tim Cyber Bareskrim Mabes Polri menangkap Christianto
alias Craig, seorang anggota komplotan penipuan jual beli kertas online, di Medan.
Menurut Kanit Cyber Crime Bareskrim Polri Kombes Pol Sulistyo, anggotanya
memang terus memburu komplotan penipu tersebut sejak mendapat laporan dari
korban seorang warga Qatar, Alqawani, pada 2010. Sementara, dua pelaku utama
yang menjadi otak kejahatan dunia maya ini masuk dalam Daftar Pencarian Orang
(DOP) alias buronan kepolisian. Keduanya adalah Muhammad Redha dan Tunggalika
Nusandra alias Dodi. Alqawani, seorang warga Qatar yang tertarik membeli kertas di
toko online milik Craig dan Dodi pada Maret 2010. Setelah memesan, Craig sempat
mengirim sampel kertas sebanyak satu rim ke Qatar. Alqawani yang puas kemudian
memesan lebih banyak. Ia kemudian mentransfer Rp. 200 juta ke nomor rekening
toko tersebut. Setelah itu, Craig menghilang bersama uang Alqawani tanpa bisa
dihubungi kembali. Polri telah membidik sindikat toko palsu ini sejak akhir 2010
23
setelah korban melaporkan toko tersebut ke KBRI di Qatar. (www.tribunews.com,
Jakarta)
3.2.4. Analisa Kasus
Ada beberapa hal yang dapat kami analisa dari contoh kasus diatas. Kasus
diatas merupakan kasus penipuan jual beli online lintas negara, dengan
memanfaatkan teknologi internet yang dapat di akses dari segala penjuru dunia
dengan segala kemudahannya, berbekal kemampuan bahasa asing dan internet sang
pelaku berhasil menipu warga dari negara lain.
Pelaku menggunakan teknik jebakan dalam kasus tersebut, dimana pada
awalnya pelaku berusaha meyakinkan target tipuan dengan cara mengirim sample
pesanan. Setelah target percaya dan puas atas sample yang dikirim, dan kemudian
memesan dalam jumlah banyak barulah si pelaku beraksi. Setelah uang pembayaran
ditransfer oleh target, pelaku tersebut menghilang dengan uang yang telah
diterimanya.
Sadar bahwa ia telah tertipu, sang korban kemudian melaporkan kepada pihak
berwajib, karena jumlah kerugian yang diterima oleh korban tidaklah sedikit, 200 juta
raib dengan mudahnya. Setelah menerima laporan dari korban ke KBRI di Qatar,
kepolisian melacak sindikat penipuan ini. Kemudian setelah melalui proses pelacakan
dan pencarian yang cukup lama, pada tahun 2011 anggota komplotan penipuan ini
akhirnya tertangkap di Medan.
Pada kasus tersebut korban terlalu cepat percaya kepada pelaku. Hanya karena
puas terhadap sample yang diterima ia dengan mudahnya melakukan transfer uang
24
atas pemesanan barang dalam jumlah besar, dengan pelaku yang berasal dari negara
lain. Hal seperti ini sebetulnya dapat diantisipasi dengan melakukan pembayaran
COD (Cash on Delivery), atau paling tidak dalam melakukan jual beli online kita
harus waspada dan berhati-hati dengan mencari tau sedetail mungkin kredibilitas dan
identitas penjual, terlebih jika pemesanan dalam jumlah besar, atau mungkin akan
lebih baik lagi disertai semacam perjanjian. Jadi jika terjadi penipuan maka akan
lebih mudah melaporkan pelaku dengan identitas dan bukti yang lengkap. Hal ini
tentunya juga membantu pihak yang berwajib dalam proses penangkapan.
3.3. Hukuman Penipuan Jual Beli Online
3.3.1. Perlakuan Hukum
Penipuan secara online pada prinisipnya sama dengan penipuan konvensional.
Yang membedakan hanyalah pada sarana perbuatannya yakni menggunakan Sistem
Elektronik (komputer, internet, perangkat telekomunikasi). Sehingga secara hukum,
penipuan secara online dapat diperlakukan sama sebagaimana delik konvensional
yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
3.3.2. Jerat Hukum
Dasar hukum yang digunakan untuk menjerat pelaku penipuan saat ini
adalah Pasal 378 KUHP, yang berbunyi sebagai berikut:
"Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan
tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain
25
untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang
maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara
paling lama 4 tahun."
Sedangkan, jika dijerat menggunakan UU No. 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), maka pasal yang dikenakan
adalah Pasal 28 ayat (1), yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Ancaman pidana dari pasal tersebut adalah penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar (Pasal 45 ayat [2] UU ITE).
Untuk pembuktiannya, Aparat Penegak Hukum (APH) bisa menggunakan
bukti elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagai perluasan bukti sebagaimana Pasal 5
ayat (2) UU ITE, di samping bukti konvensional lainnya sesuai dengan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Bunyi Pasal 5 UU ITE:
(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya
merupakan alat bukti hukum yang sah.
(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah
sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
26
3.4. Solusi Kasus Penipuan Jual Beli Online
Dalam mengatasi masalah penipuan jual beli online, ada beberapa hal yang
menurut kami dapat dijadikan sebagai solusi, yaitu:
1. Perlunya sebuah wadah jual beli online di Indonesia yang dapat dipercaya dan
tersertifikasi, dimana tidak sembarangan orang dapat melakukan penawaran
jual beli barang. Calon penjual harus diverifikasi dengan baik sebelum
terdaftar sebagai penjual, jalur komunikasi harus melalui sistem administratif
pihak ketiga tersebut, begitu juga pembayaran yang dilakukan pembeli, hal
tersebut untuk meminimalisasi celah penipuan.
2. Edukasi yang lebih kepada masyarakat tentang internet, dan transaksi yang
aman dalam jual beli secara online.
3. Perlunya peran pemerintah dan aparat penegak hukum untuk memberikan
kemudahan dalam jalur pelaporan penipuan jual beli online, serta menindak
tegas pelaku penipuan jual beli online. Akan lebih baik lagi jika ada polisi
online yang selalu mengawasi jalur lalu lintas transaksi online, yang akan
melakukan pemblokiran langsung terhadap situs-situs web atau wadah jual
beli online yang mencurigakan.
4. Perlu adanya delik khusus penipuan dalam undang-undang cybercrime, yang
akan lebih spesifik dalam menjerat pelaku penipuan online, dan juga
menambah ancaman hukuman atau denda untuk memberikan efek jera
terhadap pelaku, tentunya disesuaikan dengan jenis penipuannya dan besarnya
27
kerugian yang ditimbulkan, mengingat kasus penipuan jual beli online di
Indonesia semakin marak dan terorganisir.
Sebagai catatan, beberapa negara maju mengkategorikan secara
terpisah delik penipuan yang dilakukan secara online (computer related fraud)
dalam ketentuan khusus cyber crime. Sedangkan di Indonesia, UU ITE yang
ada saat ini belum memuat pasal khusus/eksplisit tentang delik “penipuan”.
Pasal 28 ayat (1) UU ITE saat ini bersifat general/umum dengan titik berat
perbuatan “penyebaran berita bohong dan menyesatkan” serta pada
“kerugian” yang diakibatkan perbuatan tersebut. Tujuan rumusan Pasal 28
ayat (1) UU ITE tersebut adalah untuk memberikan perlindungan terhadap
hak-hak dan kepentingan konsumen. Perbedaan prinsipnya dengan delik
penipuan pada KUHP adalah unsur “menguntungkan diri sendiri” dalam Pasal
378 KUHP tidak tercantum lagi dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE, dengan
konsekuensi hukum bahwa diuntungkan atau tidaknya pelaku penipuan, tidak
menghapus unsur pidana atas perbuatan tersebut dengan ketentuan perbuatan
tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi orang lain.
Delik khusus “penipuan” dalam UU ITE, baru akan dimasukkan dalam
Rancangan Undang-Undang tentang Revisi UU ITE yang saat ini dalam tahap
pembahasan antar-kementerian.