BAB IV PERAN ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN TERHADAP FAKTOR...

28
64 BAB IV PERAN ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN TERHADAP FAKTOR-FAKTOR MINIMNYA PELUANG KETERPILIHAN CALEG PEREMPUAN SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN JUMLAH KETERPILIHAN CALEG PEREMPUAN di DPRD KOTA KUPANG 4.1 Faktor-faktor penyebab minimnya peluang bagi caleg perempuan pada pemilu legislatif tahun 2014 di Kota Kupang Ada berbagai faktor yang mendorong seseorang melakukan tindakan partisipasi politik baik sebagai pemilih dalam pemilihan umum maupun sebagai pejabat dalam lembaga legislatif. Pemberian suara oleh para pemilih diwarnai dengan berbagai faktor untuk meloloskan atau tidak meloloskan para calon legislatif (caleg) terutama caleg perempuan. Tabel 4.1 Faktor pendorong partisipasi perempuan dan faktor keterpilihannya dalam legislatif Alasan ke-5 anggota legislatif terpilih masuk dalam legislatif Faktor-faktor pemilih memilih 5 orang anggota legislatif perempuan Faktor-faktor kemenangan ke-5 anggota legislatif perempuan Faktor-faktor pemilih tidak memilih caleg perempuan Aktif dalam berbagai organisasi kemasyarakatan dan partai politik Adanya kedekatan emosional dengan pemilih setempat Adanya hubungan kekerabatan dengan masyarakat Pemilih tidak mengenal caleg perempuan Adanya investasi sosial yang dilakukan caleg perempuan sebelum mencalonkan diri menjadi anggota DPRD Adanya kepercayaan yang dipercayakan masyarakat kepada caleg perempuan Caleg perempuan tidak memiliki investasi sosial di daerah setempat Kesadaran untuk memperjuangkan aspirasi pemilih Tinggal di wilayah yang sama dengan caleg perempuan serta Telah melakukan berbagai investasi sosial (kepedulian dan Sistem perekrutan partai tidak memiliki

Transcript of BAB IV PERAN ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN TERHADAP FAKTOR...

Page 1: BAB IV PERAN ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN TERHADAP FAKTOR ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13343/4/T2_752015021_BAB IV... · 4.1 Faktor-faktor penyebab minimnya peluang

64

BAB IV

PERAN ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN TERHADAP FAKTOR-FAKTOR

MINIMNYA PELUANG KETERPILIHAN CALEG PEREMPUAN SEBAGAI UPAYA

UNTUK MENINGKATKAN JUMLAH KETERPILIHAN CALEG PEREMPUAN di

DPRD KOTA KUPANG

4.1 Faktor-faktor penyebab minimnya peluang bagi caleg perempuan pada pemilu

legislatif tahun 2014 di Kota Kupang

Ada berbagai faktor yang mendorong seseorang melakukan tindakan partisipasi politik

baik sebagai pemilih dalam pemilihan umum maupun sebagai pejabat dalam lembaga legislatif.

Pemberian suara oleh para pemilih diwarnai dengan berbagai faktor untuk meloloskan atau tidak

meloloskan para calon legislatif (caleg) terutama caleg perempuan.

Tabel 4.1

Faktor pendorong partisipasi perempuan dan faktor keterpilihannya dalam legislatif

Alasan ke-5 anggota

legislatif terpilih

masuk dalam

legislatif

Faktor-faktor

pemilih memilih 5

orang anggota

legislatif perempuan

Faktor-faktor

kemenangan ke-5

anggota legislatif

perempuan

Faktor-faktor

pemilih tidak

memilih caleg

perempuan

Aktif dalam berbagai

organisasi

kemasyarakatan dan

partai politik

Adanya kedekatan

emosional dengan

pemilih setempat

Adanya hubungan

kekerabatan dengan

masyarakat

Pemilih tidak

mengenal caleg

perempuan

Adanya investasi

sosial yang dilakukan

caleg perempuan

sebelum mencalonkan

diri menjadi anggota

DPRD

Adanya kepercayaan

yang dipercayakan

masyarakat kepada

caleg perempuan

Caleg

perempuan tidak

memiliki

investasi sosial

di daerah

setempat

Kesadaran untuk

memperjuangkan

aspirasi pemilih

Tinggal di wilayah

yang sama dengan

caleg perempuan serta

Telah melakukan

berbagai investasi

sosial (kepedulian dan

Sistem

perekrutan partai

tidak memiliki

Page 2: BAB IV PERAN ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN TERHADAP FAKTOR ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13343/4/T2_752015021_BAB IV... · 4.1 Faktor-faktor penyebab minimnya peluang

65

melalui berbagai

kebijakan yang

dihasilkan di lembaga

legislatif

tergabung dalam satu

lembaga tertentu

seperti gereja

tindakan nyata

terhadap berbagai isu

dalam masyarakat)

dan investasi nama

(masyarakat

mengenal dirinya

sebagai sosok yang

aktif dalam berbagai

organisasi

kemasyarakatan)

standar yang

baik dan jelas

sehingga pemilih

memahami

bahwa

perempuan

hanyalah

pelengkap kuota

bagi partai

politik sebagai

peserta pemilu

Adanya dukungan

keluarga

Dukungan keluarga Pemilih merasa

bahwa

perempuan tidak

dapat bekerja di

dunia politik

karena akan

menghalangi

pekerjaannya

dalam keluarga

Kekuatan spiritual

Direkrut partai politik Kurangnya

kekuatan

finansial

Kesadaran akan

kurangnya jumlah

keterwakilan

perempuan dalam

lembaga legislatif

Perempuan

sebagai pemilih

terbanyak tidak

mendukung

caleg perempuan

Page 3: BAB IV PERAN ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN TERHADAP FAKTOR ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13343/4/T2_752015021_BAB IV... · 4.1 Faktor-faktor penyebab minimnya peluang

66

Adanya harapan

pemilih yang

dipercayakan kepada

caleg perempuan

untuk

memperjuangkan

nasib dan keadaan

lingkungan mereka di

DPRD terutama

mengenai penerangan,

air dan pembangunan

Perempuan

dianggap lemah

sehingga tidak

dapat

memperjuangkan

aspirasi

masyarakat

Peran anggota

legislatif

perempuan

periode lalu

tidak ada

Sumber diolah dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap 5 orang anggota legislatif

perempuan dan Focus Group Disscussion (FGD) terhadap 50 orang pemilih di Daerah Pemilihan

Kota Kupang I-V

Untuk memahami faktor-faktor yang menyebabkan pemilih memberi sedikit peluang

terhadap caleg perempuan maka terlebih dahulu perlu dipahami faktor-faktor pemicu keputusan

anggota legislatif terjun ke dunia legislatif sehingga hal ini akan menentukan rekam jejaknya

untuk meyakinkan para pemilih bahwa ia berhak duduk atau tidak dalam legislatif.

4.1.1 Faktor-faktor yang mendorong ke-5 anggota legislatif terpilih memutuskan menjadi

anggota legislatif

a. Faktor internal, yaitu dari dalam diri anggota legislatif terpilih

Dan Nimmo mengatakan bahwa salah satu faktor yang mendorong seseorang berpolitik

adalah motivasi personal atau kemauan diri sendiri untuk terlibat dalam dunia politik.1 Motivasi

1 Dan Nimmo dikutip oleh Zaenal Mukarom. Perempuan dan Politik: Studi Komunikasi Politik tentang

Keterwakilan Perempuan di Legislatif, Jurnal Komunikasi, vol. 2, nomor 9, (2008): 260.

Page 4: BAB IV PERAN ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN TERHADAP FAKTOR ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13343/4/T2_752015021_BAB IV... · 4.1 Faktor-faktor penyebab minimnya peluang

67

anggota legislatif terpilih mencalonkan diri sebagai anggota legislatif di Kota Kupang adalah

untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat dan mengubah dinamika perpolitikan yang

didominasi oleh kaum laki-laki. Faktor internal lainnya berupa rangsangan politik yang diperoleh

dari berbagai keterlibatan terhadap isu masyarakat dan tergabung dalam kepartaian maupun

lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya di Kota Kupang.2 Selain itu, menjadi keharusan bagi

caleg perempuan untuk mengandalkan kekuatan spiritualnya seperti doa untuk mendapatkan

posisi di legisltif.

b. Faktor eksternal, yaitu dari luar diri anggota legislatif terpilih

- Peluang resmi

Adanya peluang resmi karena didukung oleh kebijakan negara dalam bentuk affirmative

action dalam UU No.2 Tahun 2008 pasal 20 tentang kuota 30% keterwakilan perempuan

menjadi pijakan para anggota legislatif terpilih membulatkan tekad untuk mencalonkan diri pada

tahun 2014. Berdasarkan kebijakan ini maka partai politik berlomba-lomba untuk merekrut kaum

perempuan agar dapat diterima sebagai peserta pemilu.

- Sumber daya sosial

Sumber daya sosial pun menjadi alasan seseorang mencalonkan diri sebagai pejabat

legislatif karena dengan adanya dukungan keluarga yang bersedia menjadi tim sukses calon

legislatif tersebut.3

4.1.2 Faktor-faktor yang mendorong pemilih memilih caleg perempuan

http://ejournal.unisba.ac.id/index.php/mediator/article/viewFile/1125/681 (diakses pada 1 november 2016).

2 Salah satu penyebab seseorang berpartisipasi dalam politik karena adanya rangsangan politik. Lih., Rafael

Raga Maran, Pengantar Sosiologi Politik: Suatu Pemikiran dan Penerapan (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), 156-157. 3 Dan Nimmo dikutip oleh Zaenal Mukarom. Perempuan dan Politik: Studi Komunikasi Politik tentang

Keterwakilan Perempuan di Legislatif, Jurnal Komunikasi, vol. 2, nomor 9, (2008): 260.

http://ejournal.unisba.ac.id/index.php/mediator/article/viewFile/1125/681 (diakses pada 1 november 2016).

Page 5: BAB IV PERAN ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN TERHADAP FAKTOR ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13343/4/T2_752015021_BAB IV... · 4.1 Faktor-faktor penyebab minimnya peluang

68

Perilaku pemilih dapat dibedakan dalam 3 bentuk penilaian untuk memilih calon

legislatif yaitu melalui pendekatan psikologis, pendekatan sosiologis dan pendekatan rasional.4

a. Pendekatan psikologis

Perilaku pemilih didasarkan pada kedekatan pemilih terhadap caleg perempuan.

Penelitian menyatakan bahwa perilaku pemilih untuk mencoblos partai dan calon tertentu karena

adanya ikatan emosional antara pemilih dengan partai atau calon bersangkutan. Tindakan-

tindakan yang dilakukan oleh caleg perempuan di lingkungan tempat tinggalnya menjadi

variabel yang menentukan perilaku politiknya kelak. Inilah yang membuat pemilih menaruh

kepercayaan terhadap caleg perempuan yang dipilih.

Investasi sosial terhadap daerah pemilihan termasuk dalam salah satu penilaian para

pemilih. Menurut Giddens, konsep investasi sosial merupakan investasi pada sumber daya

manusia untuk memajukan kesejahteraan agar individu maupun kelompok dapat berkontribusi

bagi penciptaan kesejahteraan, teknologi, pemeliharaan anak-anak dan pemberdayaan

komunitas.5 Investasi sosial yang dilakukan oleh caleg perempuan di Kota Kupang terutama

daerah pemilihan difokuskan pada infrastruktur yaitu penerangan dan pembuatan jalan.

b. Pendekatan sosiologis

Salah satu pendekatan untuk memahami perilaku pemilih adalah pendekatan sosiologis

yang menyangkut salah satu karakter sosiologis yaitu wilayah.6 Hal senada diungkapkan oleh

4 Radityo Rizki Hutomo. “Perilaku Memilih Warga Surabaya Dalam Pemilu Legislatif 2014 (Hubungan

Kesuaian Program Kandidat, Kampanye, Identifikasi Partai dan Pemberian Imbalan Uang dalam Menentukan

Pilihan Partai Politik dalam Pemilu Legislatif 2014)” Jurnal Politik Muda, Vol. 4 No. 1, (Januari - Maret 2015): 53-

55. https://scholar.google.co.id/scholar?cluster=3026449772497039946&hl=en&as_sdt=0,5 (diakses pada 9 Januari

2017).

5 Caroline Paskarina. "Pembangunan Manusia Berbasis Investasi Sosial." Universitas Padjajaran (2007):

4http://scholar.googleusercontent.com/scholar?q=cache:vliuYw6903oJ:scholar.google.com/&hl=en&as_sdt=0,5

(diakses pada 9 Januari 2017) 6 Muhammad Bawono, “Persepsi dan Peilaku Pemilih..., 230.

Page 6: BAB IV PERAN ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN TERHADAP FAKTOR ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13343/4/T2_752015021_BAB IV... · 4.1 Faktor-faktor penyebab minimnya peluang

69

Huntington bahwa dasar dari partisipasi politik, termasuk di dalamnya pemberian suara adalah

berada di tempat tinggal yang sama atau berdekatan.7 Penelitian membuktikan bahwa pemilih

hanya memilih caleg perempuan yang berada di tempat tinggal yang sama atau berdekatan saja.

Caleg perempuan yang berada di satu daerah pemilihan namun tidak berada di tempat tinggal

yang sama tidak akan dipilih karena pemilih tidak mengenalnya atau tidak ada hubungan

emosional yang terjalin. Selanjutnya, meskipun berada di lingkungan yang sama atau berdekatan

namun tidak ada investasi sosial maka sangat mustahil untuk dipilih.

c. Pendekatan rasional

Pendekatan ini berarti bahwa pemilih memilih caleg perempuan dengan pertimbangan

adanya keuntungan maupun kerugian bagi pemilih. Dengan demikian, harapan-harapan yang

berasal dari dalam diri setiap pemilih yang dipercayakan kepada caleg yang dipilihnya

merupakan alasan penting untuk memajukan kesejahteraan lingkungan mereka terutama

mengenai penerangan dan infrastruktur di Kota Kupang.

1.1.3. Faktor-faktor yang menyebabkan pemilih tidak memilih caleg perempuan

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan para pemilih tidak memberikan suara pada

pemilihan legislatif 2014 di Kota Kupang, yaitu:

1. Faktor internal, yaitu faktor dari dalam diri para pemilih

a. Pemberian suara dipengaruhi oleh budaya patriarki

Para peserta FGD memahami bahwa pada umumnya masyarakat Kota Kupang masih

dipengaruhi oleh budaya patriarki yang membentuk pemikiran masyarakat bahwa kekuasaan

berada di tangan laki-laki. Dalam budaya patriarki, perempuan dipandang memiliki status yang

7 Samuel P. Huntington dan Joan Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, terj. Sahat Simamora

(Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994), 21.

Page 7: BAB IV PERAN ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN TERHADAP FAKTOR ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13343/4/T2_752015021_BAB IV... · 4.1 Faktor-faktor penyebab minimnya peluang

70

lebih rendah dari laki-laki. Aspek perilaku dan sifat menjadi pembeda antara laki-laki dan

perempuan. Laki-laki dipandang sebagai makhluk hidup yang rasional., dominan, kompetitif,

tidak bergantung dan penuh percaya diri. Sedangkan perempuan dipandang sebagai makhluk

hidup yang hangat, emosional, lemah lembut dan pasif.8 Hal ini membuat adanya pembagian

kerja yang sesuai dengan sifat maskulin dan feminim di mana laki-laki bekerja di sektor yang

mengandalkan kekuatan dan keberanian seperti tentara, polisi, pejabat pemerintahan, dsb,

sedangkan perempuan bekerja di sektor yang mengandalkan perasaan, kelemah lembutan dan

ketelitian seperti memasak, menjahit, dsb.9

Budaya patriaki mengacu pada sistem kehidupan yang berpusat pada „bapak‟ atau garis

keturunan bapak. Kumpulan keluarga manusia diatur, dipimpin dan diperintah oleh kaum bapak

atau laki-laki tertua. Artinya, hukum keturunan dalam patirarkat menurut garis keturunan bapak.

Nama, harta milik, dan kekuasaan kepala keluarga (bapak) diwariskan kepada anak laki-laki.

Billing dan Alvesson menggunakan konsep patriarchy (patriarkat) untuk menggambarkan

bentuk dominasi ayah terhadap rumah tangga atau seluruh anggota keluarga serta mengontrol

semua produksi ekonomi rumah tangga. Hal ini berdampak juga pada kehidupan sosial yaitu

laki-laki memegang posisi kekuasaan politik, ekonomi, dan kehidupan kerja, sedangkan

perempuan kurang memiliki akses tersebut.10

8 Choirun Nisa Rahmaturrizqi dan Fathul Lubabin Nuqul. "Gender dan Perilaku memilih: Sebuah Kajian

Psikologi Politik." Jurnal Psikologi Teori dan Terapan 3.1 (2012): 33.

https://scholar.google.co.id/scholar?q=gender+dan+perilaku+memilih%3A+sebuah+kajian+psikologi+politik&btnG

=&hl=en&as_sdt=0%2C5 (diakses pada 9 Januari 2017). 9 Darwin, Muhadjir. "Maskulinitas: Posisi Laki-Laki dalam Masyarakat Patriarkis." Center for Population

and Policy Studies Gadjah Mada University (1999): 4.

https://scholar.google.co.id/scholar?q=posisi+lakilaki+dalam+budaya+patriarki&btnG=&hl=en&as_sdt=0%2

C5 (diakses pada 9 Januari 2017).

10

Partini, Bias Gender dalam Birokrasi (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013), 14.

Page 8: BAB IV PERAN ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN TERHADAP FAKTOR ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13343/4/T2_752015021_BAB IV... · 4.1 Faktor-faktor penyebab minimnya peluang

71

Kebudayaan ini masih terpatri dengan jelas dalam kehidupan masyarakat di Kota

Kupang. Budaya patriarki memberi dampak negatif dalam diri perempuan seperti: pertama,

kurang menyadari bahwa dirinya memiliki hak yang sama dengan laki-laki; kedua, sulit

menghilangkan perasaan malu dan takut salah; ketiga, kurang mampu berpikir jernih dan logis

sehingga sulit mengambil keputusan; keempat, memiliki beban kerja domestik; kelima, selalu

mempertimbangkan faktor keluarga, agama dan ekonomi dalam berorganisasi; keenam, kurang

mampu menerima kekuasaan yang dipercayakan dan selalu mengalah dalam perebutan

kekuasaan; ketujuh, kurang mampu mengendalikan emosi sehingga pikirannya kurang stabil dan

mudah terpengaruh; kedelapan, tidak mampu menjalin persatuan yang solid.11

Pada akhirnya

pemahaman budaya patriarki ini membuat perempuan kurang siap dalam menjalankan peran di

sektor publik dan tertingggal dalam segala aspek kehidupan, termasuk di dalamnya teringgal

dalam dunia perpolitikan.

Budaya patriarki pun mempengaruhi perilaku para pemilih di Kota Kupang yang sangat

bias gender. Joni Lovenduski mengatakan bahwa salah satu kendala minimnya keterpilihan caleg

perempuan adalah faktor sosial yang terdiri dari sumber daya perempuan, pemahaman bahwa

perempuan memiliki tanggung jawab dalam keluaga yang tidak dapat ditinggalkan serta

pemahaman bahwa politik adalah pekerjaan laki-laki.12

Setiap perempuan disubordinasi sebagai

makhluk yang emosional sehingga lebih cocok bekerja di sektor domestik (dapur, rumah

tangga/keluarga).13

Dalam proses diskusi, peserta FGD mengatakan bahwa budaya patriarki tidak

mempengaruhi perilaku memilih namun pada kenyataannya mereka pun mengakui bahwa

11

Abraham Nurcahyo. "Relevansi budaya patriaki dengan partisipasi politik dan keterwakilan perempuan di

parlemen". Agastya: Jurnal Sejarah dan Pembelajarannya vol 6, nomor 01, (2016): 26-27.

https://scholar.google.co.id/scholar?q=RELEVANSI+BUDAYA+PATRIAKI+DENGAN+PARTISIPASI+POLITI

K+&btnG=&hl=en&as_sdt=0%2C5 (diakses pada 9 Januari 2017). 12

Lovenduski, Politik Berparas..., 88. 13

Achmad Muthali‟in, Bias Gender dalam Pendidikan (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2001),

33-40.

Page 9: BAB IV PERAN ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN TERHADAP FAKTOR ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13343/4/T2_752015021_BAB IV... · 4.1 Faktor-faktor penyebab minimnya peluang

72

perempuan lemah dan tidak mampu bersaing dengan laki-laki di lembaga legislatif dalam rangka

memperjuangkan aspirasi masyarakat. Caleg perempuan juga dilabelkan sebagai ibu rumah

tangga yang tidak dapat bekerja di luar keluarganya atau di wilayah laki-laki, termasuk lembaga

legislatif.14

Inilah kenyataan yang terungkap dalam penelitian bahwa para pemilih meragukan

kemampuan caleg perempuan karena faktor kultural yang masih melekat dalam proses

pemilihan.

Adanya peran ganda perempuan sebagai ibu rumah tangga dan pekerja upahan disertai

dengan kurangnya pelayanan efektif yang mengurangi beban domestik membuat berbagai

konflik seperti perceraian, kecanduan alkohol dan persoalan-persoalan pemuda serta frustrasi.15

Pemahaman ini sebenarnya tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi pada perempuan di Kota

Kupang karena menurut data Badan Kepegawaian Daerah (BKD), terdapat 3900 PNS perempuan

sedangkan laki-laki berjumlah 3038 laki-laki; profesi sebagai guru sebanyak 2357 perempuan

dan 1228 laki-laki; profesi di bidang kesehatan sebanyak 610 perempuan dan 135 laki-laki.16

Sayangnya, dalam ranah politik, kehadiran perempuan belum membawa hasil kuantitas yang

berarti. Seorang perempuan sebagai kaum yang pada umumnya dimarginalkan dari kehidupan

sosial, perempuan merasa bahwa kehadirannya tidak akan membawa perubahan di legislatif dan

politik pun tidak membawa perubahan apapun sesuai dengan pengalaman dengan para politisi

sebelumnya.17

Faktor sosial lainnya yang disampaikan Lovenduksi adalah mengenai sumber daya

perempuan. Ia mengatakan bahwa untuk menjadi seorang calon legislatif harus menempuh

14

Ibid. 15

Henrietta L. Moore, Feminisme dan Antropologi, terj. Tim Proyek Studi Jender dan Pembangunan FISIP

UI (Jakarta: Obor, 1998), 250. 16

Data Statistik Pegawai oleh Badan Kepegawaian Daerah Kota Kupang.

http://kupangkota.go.id/v4/index.php/data/statistik/pegawai (diakses pada 9 januari 2017). 17

Risman Sikumbang, Memahami Sosiologi Politik (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), 156.

Page 10: BAB IV PERAN ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN TERHADAP FAKTOR ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13343/4/T2_752015021_BAB IV... · 4.1 Faktor-faktor penyebab minimnya peluang

73

proses yang mahal. Perempuan tidak hanya memiliki sumber daya yang sedikit untuk menutupi

semua ongkos politik tetapi juga harus menambah tambahan biaya sehingga hal ini menjadi

kendala bagi perempuan untuk ditempatkan pada lembaga-lembaga pembuat keputusan.18

Astrid

Anugrah pun menambahkan bahwa dalam kancah perpolitikan di dalam partai, kaum laki-laki

memang jauh lebih banyak memiliki pilihan menjadi SDM yang dibutuhkan ketimbang

perempuan.19

Kekuatan finansial menjadi salah satu kendala keterpilihan caleg perempuan dalam

pemilu legislatif 2014 di Kota Kupang yang bias gender karena masyarakat menganggap

perempuan kurang memiliki kekuatan finansial. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Alfitri,

Dosen Sosiologi Universitas Sriwijaya, mengatakan bahwa semakin banyak para kandidat

menginvestasikan modal sosial, budaya dan ekonomi maka semakin banyak modal politik yang

diperoleh sebagai pintu masuk merebut kekuasaan.20

Berdasarkan UU No.10 pasal 129, setiap

calon anggota DPRD baik laki-laki maupun perempuan turut dalam pembiayaan dana kampanye

atau sosialisasi politik termasuk di dalamnya dana iklan di media massa/media cetak serta

pemasangan alat peraga (pamflet, spanduk, dll).21

Selain kurangnya kekuatan finansial, caleg

perempuan juga diperhadapkan dengan politik uang (money politic) yang merebak dalam pesta

demokrasi. Para pemilih pun meyakini bahwa politik selalu berkaitan dengan uang dan para

kandidat harus mempersiapkan sejumlah uang untuk memenangkan pemilihan. James Kerr

18

Lovenduski. Politik Berparas..., 140. 19

Astrid Anugrah, Keterwakilan Perempuan dalam Politik (Jakarta: Pancuran Alam, 2009), 11. 20

Alfitri. Perilaku Politik Transaksi Calon Legislatif dan Pemilih Pada Pemilu Legislatif 2014 di Kelurahan

Sako-Kota Palembang, Proceeding Konferensi Nasional Sosiologi III Transformasi Demokrasi Indonesia Menuju

Perubahan Yang Bermakna (Yogyakarta: 2014), 207.

https://scholar.google.co.id/scholar?q=Konferensi+Nasional+Sosiologi+III&btnG=&hl=en&as_sdt=0%2C5 (diakses

pada 9 Januari 2017). 21

UU No.10 Tahun 2008 pasal 129: Dana kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber

dari: partai politik; calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari partai politik yang

bersangkutan; dan sumbangan yang sah menurut hukum dan pihak lain. Lih., Anugrah, Keterwakilan Perempuan...,

152.

Page 11: BAB IV PERAN ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN TERHADAP FAKTOR ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13343/4/T2_752015021_BAB IV... · 4.1 Faktor-faktor penyebab minimnya peluang

74

Pollock menyatakan bahwa relasi antara uang dan politik akan terus menjadi persoalan besar

dalam demokrasi.22

Uang berperan penting dalam pembiayaan iklan, proses seleksi kandidat,

kampanye, dsb, namun peran uang juga dikhawatirkan jika digunakan untuk membeli suara.

Penelitian ini membuktikan bahwa kekuatan finansial yang bias gender bukanlah kendala

yang begitu berarti bagi keterpilihan caleg perempuan. Salah satu anggota legislatif perempuan

dihambat oleh beberapa oknum yang menjual suara menjelang pemilihan namun hasilnya

anggota legislatif tersebut lolos dalam pemilihan karena mengandalkan modal sosial. Dengan

demikian, modal sosial adalah kekuatan untuk mempertahankan eksistensi perempuan di bidang

politik. Modal sosial ini diperoleh dari pendidikan yang layak bagi seorang perempuan.

Sayangnya, pendidikan juga telah dipahami sebagai sesuatu yang bias gender oleh masyarakat

bahwa tugas perempuan adalah melayani keluarga sehingga pendidikan bukanlah hal yang

penting. Namun, kenyataannya, sesuai dengan data Angka Partisipasi Murni (APM) Kota

Kupang tahun 2014 yaitu sebanyak 37,23% perempuan dan 42,50% laki-laki yang belum

mengenyam pendidikan SMA. Sedangkan pada tingkat perguruan tinggi, sebanyak 44,43%

perempuan dan 42,42% laki-laki yang belum melanjutkan pendidikan ke tingkat perguruan

tinggi.23

Hal ini membuktikan bahwa perempuan di Kota Kupang sudah mendapatkan

pendidikan yang layak dan memiliki sumber daya fisik dan mental yang memadai. Sumber daya

ini dapat memenuhi salah satu syarat bakal calon anggota legislatif pada UU No. 10 tahun 2008

pasal 50 ayat (1) huruf e.24

22

Edi Nasution, Perselingkuhan Antara Politik Dan Uang (Money Politics) Menciderai Sistem

Demokrasi:3.https://scholar.google.co.id/scholar?start=90&q=politik+dan+uang+dalam+demokrasi&hl=en&as_sdt=

0,5 (diakses pada 9 Januari 2017). 23

Angka Partisipasi Murni (APM) Kota Kupang, 2014-2015, Badan Pusat Statistik.

https://kupangkota.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/71 diakses pada 10 Januari 2017. 24

UU No. 10 tahun 2008 pasal 50 ayat (1e) berbunyi: “Berpendidikan paling rendah tamat Sekolah

Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan

(MAK), atau bentuk lain yang sederajat”.

Page 12: BAB IV PERAN ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN TERHADAP FAKTOR ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13343/4/T2_752015021_BAB IV... · 4.1 Faktor-faktor penyebab minimnya peluang

75

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tanpa disadari perilaku pemilih dalam

memberikan suara kepada caleg perempuan masih dipengaruhi oleh budaya patriarki yang

menghasilkan bias gender dalam aspek pekerjaan, finansial dan pendidikan. Kenyataan ini

mengakibatkan perempuan yang terekonstruksi oleh budaya yang sama sulit untuk memberikan

peluang yang lebih banyak kepada caleg perempuan yang dirasakan tidak mampu seperti dirinya

untuk menjadi wakil rakyat di lembaga legislatif.

b. Faktor eksternal, yaitu faktor dari luar diri pemilih

Caleg perempuan tidak memaksimalkan modal sosialnya

Penelitian yang dilakukan oleh Diana Dewi Sartika dan Eva Lidya, Universitas Sriwijaya,

membuktikan bahwa modal sosial yang dimiliki calon legislatif akan mangikat dan

menjembatani perempuan membangun dan memperluas jejaring hingga akhirnya lolos menjadi

anggota legislatif. Adapun modal tersebut merupakan sumber daya yang dimiliki seseorang

dalam pemberdayaan masyarakat, baik berupa modal material maupun non-material. Modal

material berkaitan dengan aset-aset finansial sedangkan modal non-material berkaitan dengan

mutual trust (kepercayaan) dan gathering system (sistem kebersamaan dalam suatu

masyarakat).25

Modal sosial tersebut di atas tidak dirasakan oleh para pemilih sehingga mereka enggan

memberikan suara mereka kepada figur yang tidak dikenali karena tidak tercipta kepercayaan

dan kebersamaan. Disebutkan bahwa modal non-material menjadi kekuatan ke-5 anggota

legislatif perempuan lolos dalam pemilu legislatif 2014 namun sayangnya modal sosial non-

25

Diana Dewi Sartika dan Eva Lidya, Studi Tentang Modal Sosial dan Lolosnya Caleg Perempuan ke

Legislatif di Kota Palembang pada Pemilu Legislatif 2014, Proceeding Konferensi Nasional Sosiologi III

Transformasi Demokrasi Indonesia Menuju Perubahan Yang Bermakna (Yogyakarta: 2014), 207.

https://scholar.google.co.id/scholar?q=Konferensi+Nasional+Sosiologi+III&btnG=&hl=en&as_sdt=0%2C5 (diakses

pada 9 Januari 2017).

Page 13: BAB IV PERAN ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN TERHADAP FAKTOR ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13343/4/T2_752015021_BAB IV... · 4.1 Faktor-faktor penyebab minimnya peluang

76

material ini belum dirasakan sepenuhnya di daerah-daerah pemilihan tertentu. Caleg perempuan

tidak melakukan sosialisasi di daerah mereka sehingga pemilih pun tidak mengenal profil caleg

perempuan. Kemudian, caleg perempuan juga bukan berasal dari lingkungan yang sama dengan

pemilih serta tidak adanya peran sosial atau investasi sosial yang menguntungkan diri pemilih

khususnya dan lingkungan pemilih umumnya.

Pada hakikatnya, media massa berperan dalam proses pemilu legislatif, sebagaimana

yang tertera dalam UU No.10 tahun 2008 pasal 93 dst, mengatakan bahwa promosi calon

legislatif diinformasikan melalui berbagai media dan alat peraga. Hal ini membuktikan bahwa

kendala minimnya keterpilihan caleg perempuan tidak hanya berasal dari sumber daya internal

yaitu bagaimana caleg perempuan membangun dan menjembatani peran politiknya dalam

masyarakat untuk mendapat kepercayaan pemilih tetapi juga berasal dari seumber daya eksternal

yaitu peran partai politik dalam mempromosikan calon legislatif di media massa.

Pola perekruitan perempuan oleh partai politik

Faktor minimnya peluang yang diberikan para pemilih kepada caleg perempuan

berikutnya adalah mengenai pola perekruitan partai politik yang tertutup dan dikuasai elit-elit

partai mengakibatkan perempuan dianggap sebagai pelengkap kuota. Chusnul Mar‟iyyah

mengungkapkan bahwa politik tidak dapat dipisahkan dari kekuasaan (power) yang dapat

dikelompokan dalam pengertian ability (kemampuan), capacity (kecakapan), faculty

(kemampuan), potential (kesanggupan) dan skill (kepandaian).26

Oleh karena itu, perekruitan

perempuan oleh partai politik harus mencakup aspek politik yang diungkap Mariyyah. Penelitian

yang dilakukan Katriana dan David Samiyono membuktikan bahwa salah satu kendala tidak

26

Chusnul Mar‟iyyah dikutip oleh Katriana dan David Samiyono, “Perempuan dan Politik (Studi Kasus

Perempuan dan Politik di Tewah Pada Pemilu Legislatif Tahun 2009 Kabupaten Gunung Mas)” Tesis. Teologi.

Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga: 2012.

Page 14: BAB IV PERAN ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN TERHADAP FAKTOR ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13343/4/T2_752015021_BAB IV... · 4.1 Faktor-faktor penyebab minimnya peluang

77

lolosnya caleg perempuan ke lembaga legislatif karena perempuan direkruit secara mendadak

dan kebanyakan hanya untuk melengkapi jumlah kuota karena tidak memiliki modal politik yang

baik.27

Mencari anggota baru yang berbakat untuk berpartisipasi dalam politik adalah salah satu

fungsi partai politik.28

Proses rekruitmen anggota legislatif yang dilakukan partai politik bersikap

tertutup karena peranan kalangan elite yang sangat dominan untuk menentukan calon yang akan

direkruit menjadi anggota legislatif. Implikasi dari proses rekruitmen yang tertutup adalah

pertama, anggota legilatif sangat akomodatif terhadap pemerintah dan pimpinan partainya;

kedua, mengorbankan kualitas dan mengutamakan patronage sehingga membawa akibat negatif

ketika memasuki dunia politik yang sangat kompleks.29

Pola rekruitmen anggota legislatif yang didominasi oleh kekuasaan para elite politik dan

tertutup membuat masyarakat menyimpulkan bahwa pencalonan perempuan dalam pemilihan

umum hanyalah untuk memenuhi syarat menjadi peserta pemilu. Pola rekruitmen untuk

memenuhi kuota keterwakilan 30% dialami oleh seorang ibu di Kec. Alak, Kel. Nunbaun Sabu.

Menurut Azza Karam, ide inti dari sistem kuota ini adalah untuk merekrut perempuan ke dalam

27

Katriana dan David Samiyono, “Perempuan dan Politik (Studi Kasus Perempuan dan Politik di Tewah

Pada Pemilu Legislatif Tahun 2009 Kabupaten Gunung Mas)” Tesis. Teologi. Universitas Kristen Satya Wacana,

Salatiga: 2012. https://scholar.google.co.id/scholar?start=10&q=tewah&hl=en&as_sdt=0,5 (diakses pada 8 Agustus

2016). 28

Dalam negara demokratis, partai politik menyelenggarakan beberapa fungsi, yaitu: pertama, sebagai

sarana komunikasi politik, yaitu sebagai jembatan antara pemerintah dengan rakyat serta rakyat dengan pemerintah

untuk merumuskan suatu keputusan; kedua, sebagai sarana sosialisasi politik di mana melaluinya partai politik dapat

memberikan didikan politik kepada masyarakat, mengembangkan citra peduli akan kepentingan rakyat, mencari

dukungan serta mendidik anggota-anggotanya menjadi manusia yang sadar dan bertanggungjawab; ketiga, sebagai

sarana rekrutmen politik, yaitu mencari anggota baru yang berbakat untuk berpartisipasi dalam politik; keempat,

sebagai sarana pengatur konflik, yaitu membantu meminimalisir akibat negatif dari sebuah pertikaian atau masalah

dalam masyarakat. Lih., Miriam Budiardjo, Partisipasi dan Partai politik (Jakarta: Gramedia, 1981), 405-409. 29

Afan Gaffar. Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), 289-

290.

Page 15: BAB IV PERAN ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN TERHADAP FAKTOR ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13343/4/T2_752015021_BAB IV... · 4.1 Faktor-faktor penyebab minimnya peluang

78

posisi politik dan memastikan bahwa perempuan tidak lagi terisolasi dalam kehidupan politik.30

Namun dengan pola rekruitmen perempuan yang tidak berstandar pada latar belakang organisasi

dan kualitas kepemimpinan yang dimiliki kaum perempuan maka sistem kuota ini bukan lagi

sebagai pengkritik keseimbangan perwakilan laki-laki dan perempuan melainkan sebagai sarana

untuk memenuhi kepentingan partai politik dan sistem kuota pun berubaah maknanya sebagai

pengkritik keseimbangan perwakilan laki-laki dan perempuan menjadi ajang pemenuhan

kepentingan partai politik dan para elit-elitnya.

Pola perekruitan partai mengalami kendala karena makin menguatnya politik pencritaan

dan pentingnya popularitas, parpol menjadi kurang intensif untuk melahirkan calon-calon

pemimpin lokal melalui sistem kaderisasi yang bagus. Hal ini juga disebabkan oleh maraknya

politik kekerabatan yang mengutamakan sistem kekeluargaan untuk menjadi calon legislatif.31

Implikasi dari pola perekruitan tertutup dan didominasi elit politik yang mengutamakan

popularitas dan kekerabatan akan mencerminkan figur anggota legislatif perempuan itu sendiri.32

Terlihat jelas bahwa ada perbedaaan yang sangat signifikan antara perempuan yang masuk dalam

ranah politik dengan latar belakang sebagai aktivis dan/atau kader partai dengan perempuan

yang masuk dalam ranah politik secara instant karena memiliki jaringan elite serta kekuatan

finansial.

30

Sistem kuota sering disebut gender neutral karena digunakan sebagai pengkritik keseimbangan

perwakilan laki-laki dan perempuan.Azza Karam dikutip oleh Masruchah, “Mengapa Perlu Perempuan di

Parlemen?”, dalam Perempuan Parlemen dalam Cakrawala Politik Indonesia, peny. Indra Syamsi (Jakarta: PT Dian

Rakyat, 2013), 28. 31

Nico Harjanto. "Politik Kekerabatan dan Institusionalisasi Partai Politik di Indonesia." Analisis CSIS:

Politik dan Kekerabatan di Indonesia, vol. 40, nomor 2 (2011): 151-153.

https://scholar.google.co.id/scholar?q=Politik+Kekerabatan+Politik+di+Indonesia&btnG=&hl=en&as_sdt=0%2C5

(diakses pada 9 Januari 2017). 32

Analisa ini dilakukan peneliti dengan membandingkan hasil wawancara mengenai alasan anggota

legislatif perempuan mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dengan hasil FGD mengenai peran yang telah

dilakukan anggota legislatif tersebut menurut penilaian masyarakat.

Page 16: BAB IV PERAN ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN TERHADAP FAKTOR ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13343/4/T2_752015021_BAB IV... · 4.1 Faktor-faktor penyebab minimnya peluang

79

Dalam melakukan penelitian, peneliti mendapati beberapa anggota legislatif perempuan

yang tidak dapat menjawab pertanyaan dalam proses wawancara dengan penekanan selayaknya

seorang politisi. Kecakapan dalam berkomunikasi dan mengeluarkan pendapat pun tidak dapat

dikembangkan oleh anggota legislatif tersebut dalam berbagai sidang yang dihadiri oleh

masyarakat yang bekerja di bidang pemerintahan.

Kekecewaan terhadap peran anggota-anggota legislatif perempuan pada periode-

periode sebelumnya

Galen A.Irwan dalam tulisannya mengenai “Political Efficacy, Satisfaction and

Participation” menyimpulkan bahwa dalam beberapa keadaan tertentu, perasaan puas

menentukan tingkat partisipasi.33

Kesimpulan Galen ini dapat berlangsung dalam suatu

masyarakat karena pada dasarnya setiap individu yang terlibat dalam politik menaruh harapan

bahwa kebutuhan dan aspirasinya akan diperhatikan oleh para pemimpin dan perbuatan mereka

akan mempengaruhi pembuatan kebijakan demi kebaikan bersama. Adanya kekecewaan atas

peran anggota legislatif di periode-periode sebelumnya membuat perempuan tidak menaruh

simpati kepada anggota legislatif termasuk anggota legislatif.

Sebagian besar pemilih yang menjadi peserta FGD tidak mengenal figur anggota

legislatif perempuan periode 2014-2019, bahkan ketika para pemilih mengikuti sidang sebagai

wujud penunaian tugas mereka sebagai pegawai pemerintahan maupun RT/RW membuktikan

bahwa hanya 2 anggota legislatif perempuan yang dapat mengutarakan pendapat dan kritikan

dalam persidangan dari total 5 orang anggota legislatif perempuan. Hal serupa juga ditegaskan

oleh salah satu anggota legislatif dan berbagaia informasi lainnya ketika melakukan survei

mengenai sepak terjang para anggota legislatif perempuan. Jika dilihat dari latar belakangnya

33

Miriam Budiardjo, Partisipasi dan Partai politik (Jakarta: Gramedia, 1981), 5.

Page 17: BAB IV PERAN ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN TERHADAP FAKTOR ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13343/4/T2_752015021_BAB IV... · 4.1 Faktor-faktor penyebab minimnya peluang

80

maka jelas bahwa seorang perempuan yang berlatang belakang sebagai aktivis dan kader partai

lebih fasih dalam melaksanakan peran politiknya.

Kekecewaan terhadap peran anggota legislatif juga menghasilkan berbagai pemahaman

politik yang berbeda di setiap kalangan masyarakat. Ironisnya, politik dipahami sebagai seni

menipu masyarakat untuk merebut kekuasaan demi terpuaskan keinginan pribadi dan kelompok

tertentu.

4.2 Peran Anggota Legislatif Perempuan Terhadap Peningkatan Jumlah Keterpilihan

Caleg Perempuan di DPRD Kota Kupang

Ada beberapa argumen yang dikemukakan oleh Joni Lovenduski untuk mendukung

tuntutan partisipasi perempuan, yaitu: pertama, argumen keadilan. Menurut argumen ini,

sangatlah tidak adil jika kaum laki-laki memonopoli perwakilan, terutama di negara yang

menganggap diri sebagai negera demokrasi modern karena perempuan memiliki hak dan

kewajiban yang sama dengan laki-laki; kedua, argumen pragmatis. Melalui partisipasi

perempuan, politik akan lebih konstruktif dan ramah; ketiga, argumen perbedaan. Perempuan

akan membawa gaya dan pendekatan yang berbeda dalam politik yang akan mengubahnya

menjadi lebih baik yaitu suatu pengaruh yang menguntungkan semua pihak.34

Oleh karena itu,

potret keterpilihan perempuan dalam legislatif yang mengalami berbagai kendala baik kendala

internal maupun eksternal dari para pemilih menjadi tanggung jawab setiap anggota legislatif

terutama anggota legislatif perempuan di DPRD Kota Kupang. Peran politis mereka sangat

dibutuhkan untuk membuka peluang yang lebih besar atau bahkan setara dengan peluang laki-

laki untuk lolos ke lembaga legislatif.

34

Lovenduski, Politik Berparas..., 48-52.

Page 18: BAB IV PERAN ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN TERHADAP FAKTOR ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13343/4/T2_752015021_BAB IV... · 4.1 Faktor-faktor penyebab minimnya peluang

81

Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status) di mana seseorang dikatakan

menjalankan suatu peranan apabila ia melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai

kedudukannya.35

Dengan demikian, pada bagian ini peneliti akan mendeskripsikan dan

menganalisa peran anggota legislatif perempuan dalam menggunakan hak dan kewajibannya

sesuai dengan fungsi legislatif terhadap faktor-faktor yang menyebabkan pemilih memberikan

sedikit peluang bagi keterpilihan caleg perempuan.

4.2.1 Respon anggota DPRD terhadap minimnya jumlah keterpilihan caleg perempuan

Kehadiran perempuan dalam lembaga pembuat keputusan dipandang oleh beberapa

anggota legislatif perempuan sebagai keharusan untuk memperjuangkan hak perempuan dan

dengan demikian dapat mematahkan pelabelan yang diberikan kepada perempuan. Kehadiran

perempuan pun membawa gaya pendekatan politik yang lebih ramah dan sejuk serta mampu

mengimbangi ketamakan anggota legislatif laki-laki karena perempuan mengelola lebih pada

hati. Pernyataan ini sesuai dengan argumen pentingnya kehadiran perempuan dalam politik yang

disampaikan Joni Lovenduski, yaitu pertama, argumen keadilan yang berarti sangatlah tidak adil

jika kaum laki-laki memonopoli perwakilan; kedua, argumen pragmatis di mana melalui

partisipasi perempuan, politik akan lebih konstruktif dan ramah; ketiga, argumen perbedaan, di

mana perempuan akan membawa gaya dan pendekatan yang berbeda dalam politik.36

Sayangnya, pentingnya kehadiran perempuan di lembaga pembuat keputusan ini belum

direspon baik oleh masyarakat sebagai pemilih di Kota Kupang. Anggota legislatif perempuan

menerjemahkan realita politik ini sebagai suatu gejala yang tidak hanya disebabkan oleh

pemahaman masyarakat sebagai pemilih, tetapi juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dan

35

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), 210-211. 36

Lovenduski, Politik Berparas..., 48-52.

Page 19: BAB IV PERAN ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN TERHADAP FAKTOR ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13343/4/T2_752015021_BAB IV... · 4.1 Faktor-faktor penyebab minimnya peluang

82

profil caleg perempuan itu sendiri. Faktor kultural yang mempengaruhi suluruh aspek kehidupan

masyarakat, ketidakarifan partai politik dalam merekruit perempuan serta sumber daya atau

modal sosial yang dimiliki perempuan kurang dimaksimalkan menjadi fakator yang juga diyakini

oleh anggota legislatif perempuan.

Melalui perngetahuan akan faktor-faktor penyebab minimnya keterpilihan perempuan

dalam lembaga legislatif maka apa saja peran yang telah dilakukan oleh anggota alegislatif

perempuan selama 2 periode ini? Pembahasan berikut ini akan menjawab pertanyaan mengenai

peran anggota legislatif tersebut.

4.2.2 Peran yang telah dilakukan anggota legislatif perempuan

Partisipasi perempuan dalam politik terutama dalam bentuk menjabat sebagai anggota

legislatif akan menjadi barometer bagi kaum perempuan lainnya untuk memperjuangkan hak

mereka di lembaga legislatif. Oleh karena itu, anggota legislatif perempuan harus menunjukkan

eksistensinya melalui peran politis yang „ramah‟ kepada kepentingan-kepentingan perempuan,

terutama menyangkut jumlah keterpilihan dalam pemilu legislatif. Hal ini diakui oleh semua

anggota legislatif perempuan bahwa kehadiran mereka di legislatif harus ditunjukan dengan

eksistensi diri yang berkualitas sehingga pelabelan yang diberikan masyarakat kepada

perempuan dapat dikikis.

Menurut Molyneux (1986: 284) kepentingan perempuan dapat dibedakan menjadi

kepentingan gender “strategis” dan kepentingan gender “praktis”. Kepentingan gender strategis

lahir dari analisis subordinasi perempuan dalam masyarakat yang mendorong keinginan untuk

mewujudkan tatanan sosial yang lebih adil gender. Contohnya, penghapusan kekerasan dalam

rumah tangga, pemberian kesempatan bagi perempuan di bidang politik, dan kebebasan bagi

perempuan untuk memiliki anak atau tidak, termasuk untuk melakukan aborsi. Sementara itu,

Page 20: BAB IV PERAN ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN TERHADAP FAKTOR ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13343/4/T2_752015021_BAB IV... · 4.1 Faktor-faktor penyebab minimnya peluang

83

kepentingan gender praktis berangkat dari kondisi-kondisi konkret yang dialami perempuan

sehari-hari. Kepentingan gender praktis tidak mempersoalkan konstruksi gender yang tidak adil,

melainkan bersumber dari kesulitan-kesulitan yang dihadapi perempuan dalam menjalankan

fungsi-fungsi mereka sebagai perempuan, seperti masalah pemeliharaan anak, perawatan

kesehatan, kebutuhan sanitasi lingkungan, air bersih dan pemenuhan kebutuhan pangan.37

Terkait dengan isu minimnya peluang keterpilihan perempuan maka peneliti akan

menganalisa peran anggota legislatif perempuan dengan melihat kembali hak dan kewajiban

serta fungsi DPRD dengan peran perempuan sebagai anggota legislatif menurut Lovenduski,

berikut ini:38

Tabel 4.2

Peran anggota legislatif terhadap faktor-faktor minimnya peluang keterpilihan perempuan

sebagai upaya untuk meningkatkan jumlah keterpilihan perempuan

Fungsi anggota legislatif

perempuan menurut

Lovenduski

Peran anggota legislatif perempuan untuk

meningkatkan peluang keterpilihan perempuan di

legislatif

Sudah dilakukan Belum dilakukan

Memajukan kepedulian

gender dan menghasilkan

peraturan-peraturan yang

„ramah‟ kepada perempuan

Perda Walikota Kupang

nomor 7 tahun 2016 pasal

25 dan 30 tentang

pendidikan pemberdayaan

perempuan demi

peningkatan harkat dan

martabat perempuan

-

Jaminan keberlanjutan dan

peningkatan akses

- -

37

Machya Astuti Dewi dan Saptopo B. Ilkodar. Implikasi Peningkatan Keterwakilan Perempuan bagi

Pemenuhan Kepentingan Perempuan (Studi pada DPRD Provinsi DIY), Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik,

vol 21, nomor 1 (2008): 4.

https://scholar.google.co.id/scholar?q=Peningkatan+Keterwakilan+Perempuan+&btnG=&hl=en&as_sdt=0%2C5

(diakses pada 9 Januari 2017). 38

Machya Astuti Dewi, “Potret Anggota Legislatif Perempuan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta:

Antara Misi dan Kapasitas Personal” dalam Gender and Politics. Peny. Siti Hariti Sastriyani, 191. Yogyakarta: Tiara

Wacana, 2009.

Page 21: BAB IV PERAN ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN TERHADAP FAKTOR ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13343/4/T2_752015021_BAB IV... · 4.1 Faktor-faktor penyebab minimnya peluang

84

perempuan ke parlemen

Memastikan semua program

kebijakan dengan

mempertimbangkan

kepetingan perempuan

- Peran lebih diarahkan

kepada pemenuhan

kepentingan gender praktis,

seperti pemberdayaan

perempuan yang berkaitan

dengan kehidupan rumah

tangga, peningkatan derajat

kesehatan dan pendidikan

yang bertujuan untuk

menambah kualitas pencari

nafkah dalam rumah tangga

agar perekonomian

meningkat

Melakukan sosialisai berupa

motivasi untuk masuk dalam

dunia politik

Kepentingan perempuan

secara umum belum

dikemas secara khusus oleh

anggota legislatif perempuan

dengan alasan bahwa setiap

anggota legislatif berada dan

bekerja sesuai dengan

komisi masing-masing.

Kepentingan perempuan

bukanlah persoalan utama

yang perlu diperjuangkan di

lembaga legislatif karena

setiap anggota legislatif pun

berjuang untuk melayani

semua kepentingan

masyarakat Kota Kupang.

Menggunakan media massa

dan publik ssebagai wadah

sosialisasi dan pendidikan

politik

Komisi IV-bidang

kesejahteraan masyarakat

bekerjasama dengan LSM

dan Dinas terkait di bidang

penganggaran untuk

meningkatkan kapasitas

perempuan

Seluruh anggota legislatif

perempuan menghadiri

undangan organisasi-

organisasi perempuan dan

Kaukus Perempuan

Parlemen namun belum

melaksanakan peran sebagai

realisasi teori yang diperoleh

Page 22: BAB IV PERAN ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN TERHADAP FAKTOR ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13343/4/T2_752015021_BAB IV... · 4.1 Faktor-faktor penyebab minimnya peluang

85

dari organisasi tersebut di

lingkungan masyarakat

Sumber diolah dari hasil wawancara dengan ke-5 anggota legislatif perempuan di DPRD Kota

Kupang peiode 2014-2019

Tabel di atas membuktikan bahwa peran anggota legislatif perempuan terhadap faktor:

a. Penilaian para pemilih yang dipengaruhi budaya patriarki dan bias gender

Sudah dilakukan dengan membentuk Perda bersama dengan pemerintah Kota Kupang

tentang pendidikan pemberdayaan perempuan yang berfungsi untuk meningkatkan perempuan

dalam pengembangan potensi diri, nilai, sikap dan etika agar mampu memperoleh hak dasar

kehidupan yang setara dan adil secara gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat

berbangsa dan bernegara.39

Semakin tinggi status pendidikan, semakin tinggi kesempatan untuk

memasuki berbagai bidang yang ada dalam politik karena perempuan terdidik dan tingkat

intelektual, merupakan syarat mutlak bagi realisasi pencapaian keterwakilan yang efektif.40

Dalam rekam jejak anggota legislatif perempuan, peran ini khusus dilakukan oleh Komisi IV-

bidang kesejahteraan masyarakat.

b. Modal sosial caleg perempuan yang belum dimaksimalkan dengan baik

Jaminan keberlanjutan dan peningkatan akses perempuan ke parlemen dengan

mendorong dan mendukung kandidat-kandidat perempuan lain untuk berjuang masuk menjadi

anggota parlemen dan mengupayakan agar anggota perempuan mendapat posisi penting di

parlemen dengan melakukan sosialisasi dan pendidikan politik belum diterapkan dengan baik

karena anggota legislatif perempuan merasa bahwa dengan motivasi saja sudah cukup. Hal ini

39

Peraturan Daerah Kota Kupang. http://www.metronews.me/peraturan-daerah-kota-kupang/ (diakses pada

9 Januari 2017). 40

Anugrah, Keterwakilan Perempuan..., 46.

Page 23: BAB IV PERAN ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN TERHADAP FAKTOR ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13343/4/T2_752015021_BAB IV... · 4.1 Faktor-faktor penyebab minimnya peluang

86

adalah tindakan politis yang keliru karena jika dilihat dari makna sosialisasi politik itu sendiri,

terbagi atas 2 yaitu pendidikan dan indoktrinasi politik. Pendidikan politik dapat dilakukan

dengan proses dialog, kurus, seminar, dsb, dalam rangka pemahaman nilai, norma dan simbol

kenegaraan atau sistem politik. Sedangkan indoktrinasi politik merupakan tindakan memobilisasi

dan memanipulasi masyarakat dengan nilai, norma dan simbol yang diyakini ideal baginya.41

Dengan demikian, peran untuk mengembangkan modal sosial belum dilakukan secara

transparan.

c. Pola rekruitmen perempuan oleh Partai Politik

Peran anggota legislatif perempuan untuk merealisasikan fungsi legislasi, pengawasan

dan penganggaran dengan melaksanakan hak interpelasi, angket dan penyaluran pendapat dan

pertanyaan belum menghasilkan sebuah revisi UU Pemilu dan kampanye ataupun rancangan

peraturan daerah di bidang politik. Peran-peran anggota legislatif masih berpusat pada

kepentingan gender praktis. Kurangnya jumlah kehadiran perempuan untuk menjalankan hak

interpelasi, angket dan menyatakan pertanyaan serta pendapat menjadi salah satu kendala.

Peraturan DPRD Kota Kupang tahun 2014 mengatur peluang anggota legialif yang berhak

mengusulkan hak-hak mereka dalam jumlah lebih dari 5 orang yaitu 7-10 orang dan lebih dari

satu fraksi kepada pimpinan DPRD yang akan dipertimbangkan dalam rapat paripurna. Ini

41

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Grasindo, 1992), ebook: 150.

https://books.google.co.id/books?hl=en&lr=&id=9QX84vgdb-

wC&oi=fnd&pg=PR11&dq=sosialisasi++politik&ots=LS7MxYEXxu&sig=ak6YZ_4e2OsFUZdnEZoS04mewpM&

redir_esc=y#v=onepage&q=sosialisasi&f=false (diakses pada 9 Januari 2017).

Page 24: BAB IV PERAN ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN TERHADAP FAKTOR ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13343/4/T2_752015021_BAB IV... · 4.1 Faktor-faktor penyebab minimnya peluang

87

menjadi kendala para perempuan di tengah-tengah dominasi laki-laki dalam DPRD Kota

Kupang.42

Kemudian, kurangnya kepedulian terhadap isu perempuan dan politik di legislatif

membuat anggota legislatif perempuan belum mengemas berbagai usul dan pendapat mengenai

hal ini sebagai kepentingan perempuan karena prinsip mereka sebagai anggota legislatif adalah

melayani masyarakat umum.

d. Kekecewaan pemilih terhadap peran anggota legislatif perempuan pada periode

sebelumnya

Dengan berkurangnya fungsi badan legislatif dalam bidang pembuatan UU, maka fungsi

badan legislatif yang lebih ditonjolkan adalah peranan edukatifnya. Badan legislatif bertindak

sebagai pembawa suara rakyat dan mengajukan berbagai pandangan yang berkembang secara

dinamis dalam masyarakat melalui berbagai media. Dengan demikian, rakyat dididik ke arah

kewarganegaraan yang sadar dan bertanggung jawab dan partisipasi politiknya dapat dibina.43

Fungsi badan legislatif seperti ini belum dirasakan secara maksimal oleh masyarakat Kota

42

Berdasarkan Peraturan Daerah DPRD Kota Kupang Nomor 1 tahun 2014 tentang tata tertib DPRD Kota

Kupang pasal 9 menyatakan bahwa DPRD memiliki hak interpelasi, angket dan menyatakan pendapat; sedangkan

pasal 10 menyatakan bahwa setiap anggota DPRD memiliki hak (yang dalam penelitian ini dikhususkan) pada

pengajuan rancangan peraturan daerah, pengajuan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat. Hak interpelasi

adalah hak untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai suatu kebijakan; hak angket adalah hak untuk

mengadakan penyelidikan sendiri terhadap suatu undang-undang atau kebijakan pemerintah; hak menyatakan

pendapat adalah hak untuk mengemukakan pendapat kepada pemerintah atau eksekutif di DPRD Kota Kupang.

Mengenai pelaksanaan hak DPRD dan setiap anggota DPRD diatur pada pasal 11 di mana hak interpelasi diusulkan

oleh paling sedikit 7 (tujuh) orang anggota DPRD dan lebih dari satu fraksi kepada pimpinan DPRD yang kemudian

dirapatkan dalam sidang paripurna. Selanjutnya, mengenai pelaksanaan hak angket diatur pada pasal 14 di mana hak

angket diusulkan oleh paling sedikit 7 orang anggota DPRD dan lebih dari 1 fraksi kepada pemimpin DPRD dan

dirapatkan dalam sidang paripurna. Sedangkan hak menyatakan pendapat diatur pada pasal 20 di mana harus

diusulkan oleh paling sedikit 10 orang anggota DPRD dan lebih dari satu fraksi kepada pimpinan DPRD dan

dirapatkan dalam sidang paripurna. Kemudian, hak untuk mengajukan rancangan peraturan daerah melalui

pemimpin DPRD diatur pada pasal 22 serta berhak mengusulkan usul dan pendapat baik kepada pemerintah daerah

maupun pimpinan DPRD diatur pada pasal 24. Lih., Produk Hukum: Peraturan Daerah DPRD Kota Kupang Nomor

1 tahun 2014. http://www.dprd-kupangkota.go.id/produk-hukum.html (diakses pada 9 Januari 2017).

43 Budiardjo, Dasar-dasar, cetakan ke-15..., 322-326.

Page 25: BAB IV PERAN ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN TERHADAP FAKTOR ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13343/4/T2_752015021_BAB IV... · 4.1 Faktor-faktor penyebab minimnya peluang

88

Kupang pada umumnya dan para pemilih khususnya sehingga muncul berbagai pemahaman

tentang politik yang berbeda-beda yaitu sebagai seni memperoleh kekuasaan dan seni itu

dilakukan dengan menipu masyarakat. Berdasarkan hasil diskusi, kehadiran perempuan di

legislatif juga tidak diketahui oleh para pemilih karena peran-peran mereka belum dirasakan oleh

banyak perempuan di sejumlah daerah.

Pada periode 2009-2014 terdapat 1 orang anggota legislatif perempuan dan ia terpilih

kembali pada periode 2014-2019 yang mewakili daerah pemilihan Kota Kupang I. Berdasarkan

hasil diskusi, ia terpilih karena ikatan psikologis, sosiologis dan juga rasional. Ia telah melakukan

peran politis di bidang infrastruktur pada periode 2009-2014 di lingkungan tempat tinggalnya

namun pada periode 2014-2019 belum merealisasikan aspirasi pemilih tentang hal yang sama.

Kenyataan bahwa masyarakat pada umumnya dan para pemilih khususnya belum merasakan

peran anggota legislatif terhadap perempuan dapat ditinjau dari latar belakang anggota legislatif

perempuan periode 2009-2014 di mana anggota legislatif perempuan tersebut juga menjabat

pada periode 2014-2019. Permasalahan berikutnya terkait dengan kemampuan

mengaktualisasikan diri dalam menggunakan haknya sebagai anggota legislatif. Menurut

pengakuan masyarakat, dari total 5 orang anggota legislatif perempuan, 2 diantaranya termasuk

anggota legislatif perempuan yang menjabat 2 periode tidak dapat menyatakan pendapat, saran

dan kritik, atau dengan kata lain tidak dapat memaksimalkan hak mereka sebagai anggota

legislatif dalam sidang-sidang bersama pemerintah.44

Kenyataan ini dapat ditinjau dari latar

belakang anggota legislatif perempuan dan kepentingan dalam legislatif serta cara anggota

legislatif perempuan memberikan informasi atas peran politisnya.

44

Hasil FGD pandangan Bapak AK (inisial), Daerah Pemilihan Kota Kupang III, pada tanggal 17

Desember 2016.

Page 26: BAB IV PERAN ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN TERHADAP FAKTOR ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13343/4/T2_752015021_BAB IV... · 4.1 Faktor-faktor penyebab minimnya peluang

89

Latar belakang anggota legislatif perempuan sangat menentukan sepak terjangnya dalam

perpolitikan. Latar belakang anggota legislatif perempuan pada periode yang lalu yaitu tahun

2009-2014 bukanlah berasal dari kader partai atau kalangan aktivis. Oleh karena itu, ia belum

memiliki sikap politis yang mantap.45

Pengakuan Theodora E. Taek yang menjabat sebagai wakil

ketua fraksi Gabungan Kebangkitan Indonesia dan diakui sebagai salah satu anggota legislatif

perempuan yang „vokal‟ oleh para pegawai DPRD Kota Kupang menyatakan bahwa latar

belakang seorang anggota legislatif sangat menentukan peran politisnya baik di persidangan

maupun dalam lingkungan masyarakat.46

Namun, ketika ia terpilih lagi dalam periode 2014-2019

berarti ia memiliki „sesuatu‟ yang telah dberikan kepada para pemilih. „Sesuatu‟ itu adalah

prospek pembuatan jalan yang dianggap membantu mobilisasi masyarakat di daerah

pemilihannya. Terpilihnya kembali sebagai anggota legislatif disebabkan karena peran tersebut

yang diharapkan dapat terealisasi kembali para periode ini. Peran ini belum dirasakan oleh

masyarakat Kota Kupang di luar wilayahnya terkhususnya perannya terhadap perempuan.

Hal kedua yang pelu ditelusuri adalah mengenai kemampuan anggota legislatif dalam

menggunakan hak politisnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan ke-5 anggota legislatif

perempuan, didapati informasi bahwa tidak ada kendala yang begitu berarti dalam melakukan

pekerjaannya sebagai politisi di tengah-tengah banyaknya laki-laki. Dengan demikian, ketika

seorang anggota legislatif perempuan tidak mampu mengungkapkan aspirasinya, meskipun ia

telah menjabat 2 periode, hal ini disebabkan karena partai politik tidak memberi kesempatan

kepada perempuan tersebut pada posisi-posisi yang mampu membantunya mengaktualisasikan

45

Melalui pelembagaan partai politik dan aktivis, proses pemantapan politik baik dalam wujud perilaku

maupun dalam sikap atau budaya bisa berjalan dengan baik. Lih., Martha Tilaar, Perempuan Parlemen..., 57. 46

Anggota legislatif yang berasal dari latar belakang kader politik dan aktivis berbeda dengan anggota

legislatif dengan latar belakang yang „instant‟. (Ia adalah perempuan pertama yang mencairkan suasana dalam

sidang paripurna dan disebutkan dalam pengakuan pemilih atas peran politik anggota legislatif perempuan). Hasil

wawancara dengan Ibu Theodora E. Taek, pada 13 Desember 2016.

Page 27: BAB IV PERAN ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN TERHADAP FAKTOR ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13343/4/T2_752015021_BAB IV... · 4.1 Faktor-faktor penyebab minimnya peluang

90

diri seperti menjabat sebagai ketua atau wakil ketua atau sekretaris fraksi. Berdasarkan

pengakuan Maria M. Salow yang menjabat sebagai ketua fraksi Gerindra, ia memiliki

peningkatan kualitas karena terbiasa dengan berbagai pertimbangan atau penilaian terhadap

pendapat semua anggota legislatif di mana semua usulan disampaikan melalui pimpinan fraksi.47

Dinamika perpolitikan ini perlu ditinjau kembali oleh partai politik dan juga anggota legislatif.

Dengan demikian, sebenarnya peran anggota legislatif perempuan terhadap kekecewaan

yang dialami masyarakat terkhusus para pemilih yang belum merasakan peran politis perempuan

pada periode yang lalu telah dilakukan namun cara penyampaian peran tersebut belum dilakukan

dengan metode yang baik. Oleh karena itu, agar pengetahuan masyarakat Kota Kupang

umumnya dan para pemilih khususnya dipertemukan pada satu titik yang sama berkaitan dengan

peran anggota legislatif perempuan maka upaya ini dapat didukung oleh peran media massa dan

publik. Penelitian yang dilakukan oleh Machya Astuti Dewi dan Saptoto B. Ilkodar di DPRD

Provinsi DIY menyatakan bahwa media massa merupakan salah satu sarana anggota legislatif

untuk menggalang kekuatan dalam memperjuangkan kepentingan perempuan. Melalui media

massa, anggota legislatif dapat beracana untuk memberntuk opini publik. Melalui media massa

juga para anggota legislatif dapat merangsang respon masyarakat berupa komentar dan pendapat

mengenai isu perempuan. Media massa juga digunakan sebagai sarana untuk mengkritik

pemerintah DIY yang dinilai tidak serius menangani persoalan gender dan politik. Kemudian,

melalui media massa, anggota legislatif juga dapat bekerjasama dengan masyarakat dan memberi

informasi terkait peran-peran politisnya.

Ketidakmasimalan peran politis perempuan untuk membuktikan eksistensi mereka

kepada masyarakat mengalami berbagai kendala karena posisi mereka berada dibawah berbagai

47

Hasil wawancara dengan Ibu Maria M. Salouw, Anggota Legislatif DPRD Kota Kupang, pada tanggal 15

Desember 2016.

Page 28: BAB IV PERAN ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN TERHADAP FAKTOR ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13343/4/T2_752015021_BAB IV... · 4.1 Faktor-faktor penyebab minimnya peluang

91

kepentingan, baik kepentingan fraksi maupun komisi. Kemudian, keterbatasan mereka untuk

melaksanakan hak sebagai anggota legislatif terhambat karena jumlah yang disyaratkan dalam

Perda DPRD Kota Kupang harus mencapai 7-10 orang sedangkan jumlah mereka hanyalah 5

orang yang diposisikan di berbagai komisi. Hal lain yang membuat ketidakmaksimalan peran

politis adalah latar belakang mereka yang bukan berasal dari kader partai atau aktivis serta media

yang digunakan pun tidak sesuai. Kemudian, peran politis perempuan pun kurang dalam hal

peningkatan jumlah keterpilihan perempuan disebabkan oleh sikap anggota legislatif yang

cenderung menunggu masukan dan keluhan masyarakat.48

48

“Jadi masyarakat harus rajin berkomunikasi dengan anggota DPRD. Jangan sampai diam! Karena kami

anggota legislatif sibuk di kantor. Saya selalu mengatakan hal ini kepada masyarakat. Jika tidak memungkinkan

maka melalui telepon juga tidak masalah, agar kami tahu persoalan yang sedang dihadapi.” Hasil wawancara dengan

Ibu Maria M. Salouw, Anggota Legislatif DPRD Kota Kupang, pada tanggal 15 Desember 2016.