BAB IV PENINGKATAN PERIKANAN BUDIDAYA DI INDONESIA …
Transcript of BAB IV PENINGKATAN PERIKANAN BUDIDAYA DI INDONESIA …
BAB IV
PENINGKATAN PERIKANAN BUDIDAYA DI INDONESIA MELALUI KERJASAMA
INDONESIA-NORWEGIA DALAM PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN
TAHUN 2015-2018
Gagasan perikanan berkelanjutan merupakan sebuah upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia
yang memadukan tujuan sosial, ekonomi, dan ekologi. Dalam Undang-Undang Republik
Indonesia (UU RI) Nomor 45 tahun 2009 pada pasal 6 ayat 1 menegaskan bahwa “Pengelolaan
perikanan ditujukan untuk tercapainya manfaat yang optimal, berkelanjutan, dan menjamin
kelestarian sumber daya ikan”. Agar dapat tetap memastikan bahwa pertumbuhan tetap
berkelanjutan baik itu secara ekonomi, sosial, maupun secara ekologi, pemerintah melakukan
salah satu upaya pembangunan perikanan melalui sustainable aquaculture dengan menggandeng
negara Norwegia sebagai mitra kerjasama dalam mewujudkan perikanan yang berkelanjutan.
Potensi dan keunggulan perikanan budidaya Indonesia di yakini mampu dalam memberikan
kontribusi terhadap 9 agenda pembangunan nasional pemerintah (NAWACITA) diantaranya
yaitu mewujudkan kemandirian ekonomi (termasuk pembudidaya ikan), serta memperkuat
ketahanan dan kedaulatan pangan melalui peningkatan produksi budidaya yang memiliki daya
saing yang berkelanjutan.
4.1 Gambaran Umum Perikanan Budidaya (Akuakultur) di Indonesia
Negara Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan terbesar di dunia berada di posisi
94º 40’ BT - 141º BT dan 6º LU - 11º LS, yang terletak diantara Samudera Pasifik dan Samudera
Hindia dan berada diantara Benua Asian dan Benua Australia. Negara Indonesia terdiri atas
17.504 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, dimana garis pantai Indonesia
merupakan garis pantai kedua terpanjang setelah Kanada, dan 70% wilayah Indonesia berupa
laut. Dengan bentang geografis tersebut, menjadikan Indonesia memiliki jumlah wilayah yang
sangat luas yakni 1.937 juta km persegi daratan, dan luas wilayah laut sebesar 3,1 juta km, serta
luas laut Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) sebesar 2,7 juta km persegi (kemenpar.go.id). Dengan
luas daratan serta luas lautan yang dimiliki Indonesia menyediakan banyak potensi kekayaan
sumber daya alam yang tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Salah satu sumber daya
yang memiliki potensi yang sangat besar yang dimiliki oleh Indonesia yaitu sumber daya
perikanan, perikanan Indonesia memiliki potensi yang cukup besar, baik itu sumber daya
perikanan tangkap maupun sumber daya perikanan budidaya. Perikanan sendiri merupakan salah
satu aset nasional yang sangat penting dan harus dikelola dengan baik karena mengingat ikan
merupakan salah satu sumber pangan yang dibutuhkan manusia di seluruh dunia. Konsumsi ikan
di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan dimana pada tahun 2015 jumlah angka
konsumsi ikan sebesar 40,9 kg per kapita, tahun 2016 sebesar sebesar 43, 88 kg per kapita, tahun
2017 sebesar 47,12 kg per kapita, dan tahun 2018 sebesar 50 kg per kapita per tahun
(katadata.co.id). Dikarenakan kebutuhan masyarakat akan konsumsi ikan semakin meningkat di
setiap tahunnya menyadarkan pemerintah Indonesia dalam meningkatkan produksi perikanan
Indonesia guna mencukupi kebutuhan protein masyarakat Indonesia. Dalam memenuhi
kebutuhan konsumsi ikan masyarakat Indonesia dan permintaan dunia akan ikan yang bergizi
dan sehat budidaya ikan semakin gencar untuk ditingkatkan dan dilakukan karena melihat saat
ini beberapa stok spesies ikan penting yang dimiliki Indonesia termasuk ikan tuna dan ikan
sarden mengalami penurunan selama dasawarsa terakhir ini dikarenakan mengalami overfishing
(Philips dkk, 2016: 5). Oleh karena itu, perikanan budidaya menjadi salah satu penggerak utama
dalam membantu meningkatkan produksi perikanan dengan melakukan pengembangan budidaya
perikanan air laut, air tawar, dan air payau.
Negara Indonesia menjadi salah satu model negara yang bagus dan cocok untuk
melakukan pengembangan masa depan sektor perikanan budidaya dikarenakan sektor perikanan
budidaya dapat menjadi salah satu penggerak utama pertumbuhan ekonomi di sektor perikanan
karena melihat letak geografis Indonesia yang sangat strategis dapat menyokong potensi sumber
daya ikan yang dimiliki. Dalam kurun waktu tahun 2015 hingga pada tahun 2018 produksi
perikanan budidaya terus mengalami peningkatan di setiap tahunnya, dimana pada tahun 2015
jumlah angka produksi perikanan budidaya Indonesia mencapai 15,63 juta ton, tahun 2016
sebesar 16,68 juta ton, tahun 2017 angka produksi sebesar 16,11 juta ton, dan tahun 2018 sebesar
17,25 juta ton (kkp.go.id). Jumlah produksi yang meningkat di setiap tahunnya tentu saja tidak
lepas dari perhatian pemerintah untuk terus meningkatkan potensi perikanan yang dimiliki
Indonesia, agar dapat terus meningkatkan produksi perikanan pemerintah Indonesia melalui
Kementerian Kelautan dan Perikanan membentuk unit kerja Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya yang kemudia menghadirkan Unit Pelaksana Teknis (UPT) pusat, instalasi UPT pusat,
dan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu yang tersebar di 34 wilayah kerja Indonesia yang
memiliki potensi perikanan budidaya. Di bawah ini merupakan peta yang menggambarkan
wilayah di Indonesia yang memiliki potensi wilayah perikanan budidaya dan tentu saja dengan
jenis budidaya yang berbeda pula sehingga dibutuhkan perhatian pemerintah agar produksi
perikanan budidaya tidak mengalami penurunan dan boleh dapat terus berkembang.
Gambar 1. Peta Potensi Perikanan Budidaya Indonesia
Sumber: djpb.kkp.go.id
Berikut merupakan UPT pusat dan SKPT pusat yang berada di bawah naungan Kementerian
Kelautan dan Perikanan yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia yang memiliki tugas dan
fungsi dalam mensukseskan program pemerintah dalam mengelola meningkatkan pembangunan
perikanan budidaya Indonesia antara lain yaitu:
1. Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung
2. Balai Perikanan Budidaya Laut Batam
3. Balai Perikanan Budidaya Laut Lombok
4. Balai Perikanan Budidaya Laut Ambon
5. Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau Jepara
6. Balai Perikanan Budidaya Air Payau Ujung Batee
7. Balai Perikanan Budidaya Air Payau Situbondo
8. Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar
9. Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar Sukabumi
10. Balai Perikanan Budidaya Air Tawar Sungai Gelam
11. Balai Perikanan Budidaya Air Tawar Mandiangin
12. Balai Perikanan Budidaya Air Tawar Tatelu
13. Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya Karawang
14. Balai Produksi Udang Unggul dan Kekerangan Karangasem
15. Loka Pemeriksaan Penyakit dan Lingkungan Serang
16. Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu Sabang
17. Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu Sumba Timur
18. Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu Rote Ndao (Kementerian Kelautan dan
Perikanan)
Melalui UPT dan SKPT tersebut memudahkan bagi pembina pusat yakni Kementerian
Kelautan dan Perikanan dalam mengordinir dan mengefektifkan pelaksanaan, pengendalian,
memberikan pembinaan, memonitoring, dan mengevaluasi setiap pelaksanaan perikanan
budidaya yang ada di Indonesia sehingga lebih efektif dan lebih efisien. Selain itu, melalui UPT
dan SKPT tersebut juga menjadi wadah bagi pemerintah pusat dibantu oleh dinas perikanan kota
maupun kabupaten dalam menyalurkan bantuan pembangunan kegiatan perikanan budidaya
berupa bantuan diantaranya yaitu:
1. Induk unggul
2. Mesin pakan mandiri
3. Benih berkualitas
4. Pakan mandiri
5. Sarana prasarana perbenihan
6. Asuransi pembudidaya ikan
7. Monitoring residu
8. Eskavator dan
9. Beberapa dukungan program seperti pengembangan minapadi (kkp.go.id).
Segala bentuk bantuan pemerintah diserahkan kepada anggota Kelompok Pembudidaya Ikan
(POKDAKAN) yang tersebar di beberapa wilayah yang ada di Indonesia dimana kelompok ini
merupakan pelaksana percontohan kawasan budidaya yang diusulkan oleh tim teknis UPT yang
kemudian ditetapkan oleh kepala UPT. Sektor perikanan budidaya Indonesia secara sosial dan
ekonomi telah memberikan manfaat yang positif bagi masyarakat Indonesia. Agar dapat
mempertahankan pertumbuhan perikanan budidaya yang dimiliki Indonesia maka produksi
perikanan yang dimiliki Indonesia perlu ditingkatkan di tahun-tahun yang akan mendatang
namun dalam pengelolaannya harus secara berkelanjutan.
4.2 Gambaran Umum Perikanan Budidaya (Akuakultur) di Norwegia
Dalam bidang akuakultur atau lebih dikenal dengan perikanan budidaya, Norwegia lebih
berkembang dibidang perikanan budidaya dibandingkan Indonesia, karena Norwegia tenaga ahli
di bidang perikanan budidaya serta memiliki teknologi yang lebih canggih dari Indonesia dalam
mengembangkan pembangunan perikanan budidaya. Norwegia merupakan sebuah negara yang
terletak di wilayah Eropa bagian Utara yang berbatasan dengan laut Utara dan Samudera
Atlantik Utara.Norwegia memiliki jumlah penduduk sebanyak 5.372.191 juta jiwa dan wilayah
dengan luas 323.802 km yang dikelilingi oleh lautan dengan garis pantai yang dimiliki sepanjang
83.000 km (cia.gov).
Gambar 2. Peta Akuakultur Norwegia
Sumber: Fao.org
Bentuk negara Norwegia berupa rangkaian fjord1, pegunungan, dan gletser dengan iklim yang
sangat bersahabat dan juga aliran teluk yang stabil sehingga menempatkan sektor perikanan
sebagai salah satu sektor penyumbang devisa negara (Aisha, 2011). Berdasarkan dari sejarahnya,
masyarakat Norwegia pada umumnya mengandalkan hidup mereka dengan mencari nafkah
melalui akuakultur dan menangkap ikan, selain itu juga mengandalkan pembangunan negaranya
dengan mengandalkan potensi maritim sehingga sektor perikanan yang dimiliki Norwegia
menjadi salah satu pilar dalam pembangunan ekonomi dan sosial baik itu secara nasional dan
regional, dan menjadi pekerjaan dasar bagi masyarakat Norwegia yang bermukim di sepanjang
seluruh pantai Norwegia (Amado, 2008).
Berdasarkan data FAO Norwegia merupakan negara terkemuka di dunia terkait dengan
produksi akuakultur khususnya spesies salmon dan trout.Di samping itu, Norwegia juga
merupakan negara terkemuka di bidang budidaya laut (mariculture) dengan komoditi utamanya
yaitu ikan salmon dimana setiap tahunnya jumlah produksi ikan salmon Norwegia terus
mengalami peningkatan yang sangat drastis dibanding negara-negara terkemuka lainnya dalam
hal produksi ikan salmon.Selain itu, di Norwegia budidaya Salmon merupakan salah satu
kegiatan akuakultur yang paling penting.
Gambar 3. Produksi Salmon Atlantik Berdasarkan Negara Penghasil
Sumber: Aquaculturealliance.org
1 Fjord merupakan bahasa Norwegia yang berarti lelehan gunung es atau lebih dikenal dengan gletser (Rahimi,
2015: 94)
Dari gambar data grafik diatas dapat dilihat bahwa negara Norwegia merupakan negara
terkemuka terkait produksi ikan salmon terbanyak yang kemudian disusul oleh negara Chili,
Inggris, Kanada, Kepulauan Faroe, Australia, Irlandia, dan yang terakhir yaitu Amerika Serikat.
Dalam mengembangkan produksi akuakulturnya, Norwegia menggunakan sistem budidaya laut
lepas (offshore) dengan menggunakan sistem teknologi keramba jaring apung (KJA).Sistem ini
merupakan usaha budidaya ikan yang diterapkan Norwegia yang berkembang dengan sangat
baik dan sustainable.Pengelolaan usaha budidaya di laut lepas (offshore) Norwegia dilaksanakan
dengan memperhatikan dan melakukan segala kontrol terhadap
i. Input terutama untuk kualitas dan ukuran benih ikan, kualitas pakan, penggunaan vaksin
serta obat-obatan yang harus memenuhi standar Eropa untuk best aquaculture practices
ii. Output terutama untuk kualitas harus dapat memenuhi persyaratan standar makanan
Eropa dan Amerika
Terkait dengan pengaturan input kontrol dilakukan dengan langkah mewajibkan dalam
penggunaan input produksi yang ramah lingkungan. Pemerintah Norwegia juga menerapkan
secara ketat terkait ijin lokasi, pola tanam, serta standar operasional prosedur (SOP) dan juga
proses pengolahan produk akhir. Pengelolaan usaha budidaya laut (mariculture) Norwegia
memiliki beberapa aspek yang sangat diperhatikan diantaranya yaitu:
1. Aspek sumberdaya dilakukan pelaksanaan peraturan yang ketat guna menjamin
kelestarian sumberdaya dan tetap menjamin keberlangsungan usaha seperti pembatasan
ijin usaha, pembatasan izin ruang budidaya, dan penetapan tata ruang
2. Aspek lingkungan atau ekosistem dilakukan dengan cara melakukan pengawasan yang
ketat terhadap kegiatan budidaya secara berkala terhadap pengawasan proses produksi
budidaya serta proses pengolahan hasil
3. Aspek ekonomi pemerintah Norwegia menerapkan kebijakan yang mendorong
keberhasilan kegiatan budidaya, penyediaan infrastruktur serta penyediaan kebijakan
pro pasar guna mendukung pemasaran produk mariculture Norwegia (Bappenas
Direktorat Kelautan dan Perikanan)
Berbicara mengenai akuakultur Norwegia yang lebih maju, sangat penting bagi Indonesia
untuk belajar dari Norwegia terkait dengan pembangunan akuakultur atau perikanan budidaya.
Karena melihat dalam pembangunan akukultur, negara Indonesia masih dihadapkan pada
beberapa permasalahan terkait akuakultur yaitu:
1. Kemampuan teknologi budidaya serta struktur dan mekanisasi diseminasi teknologi yang
lemah menyebabkan inovasi teknologi akuakultur sulit untuk dikembangkan maupun
ditingkatkan.
2. Kendala terhadap pengembangan sistem kesehatan ikan dan lingkungan dimana penyakit
ikan sendiri masih menjadi kendala utama dalam pengembangan sistem kesehatan ikan
serta kualitas lingkungan perairan akibat pencemaran dari aktifitas usaha sektor lain
yang tidak terkendali.
Berbeda dengan Indonesia, akuakultur Norwegia bisa semakin berkembang dan semakin maju
dikarenakan memiliki teknologi akuakultur terbaik di dunia sehingga banyak perusahaan-
perusaahan besar yang tersebar di wilayah Norwegia yang mengelola perikanan dan akuakultur
yang ada di Norwegia, dimana perusahaan-perusahaan besar tersebut bergerak dalam solusi
akuakultur dalam mengatasi permasalahan bioteknologi, produksi, distribusi, teknik, dan
pengolahan (EY, the Norwegian Aquaculture Analysis 2017). Agar dapat terus melakukan
pembangunan terhadap teknologi akuakultur yang dimiliki Indonesia, pemerintah menggandeng
Norwegia sebagai mitra untuk bekerjasama dalam bidang akuakultur atau perikanan budidaya,
terkait dengan keinginan untuk bekerjasama Norwegia sendiri siap untuk menjalin kerjasama
akuakultur dengan Indonesia. Pihak Norwegia yakni Vegard Kaale sebagai Duta Besar Norwegia
Indonesia dalam (independensi.com) mengatakan bahwa Indonesia dan Norwegia memiliki
komitmen yang sama dimana kedua negara tersebut memiliki peran penting untuk memanfaatkan
sumberdaya perikanan secara berkelanjutan untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan global saat
ini. Oleh karena itu, pihak Norwegia sendiri sangat mengapresiasi kerjasama ini dan akan
memberikan perhatian besar pada pengembangan sektor akuakultur di Indonesia. Dan yang
menjadi poin utama dalam kerjasama ini yaitu mengembangkan akuakultur melalui perikanan
budidaya (sustainable aquaculture).Karena pada hakikatanya, dalam menjaga produktivitas
perikanan sektor akuakultur yang dimiliki Norwegia dapat semakin maju dikarenakan dalam
pengelolaannya berdasarkan pada prinsip sustainable(berkelanjutan) yaitu dengan
memperhatikan aspek sumberdaya, aspek lingkungan, dan aspek ekonomi. Melalui praktek
pengelolaan akuakultur yang dimiliki Norwegia, pelajaran dan pengalaman yang dapat dipelajari
negara Indonesia yaitu pertama pengembangan infrastruktur pendukung usaha budidaya laut oleh
pemerintah sangat dibutuhkan guna mendukung pengembangan usaha budidaya laut yang
berdaya saing serta berkelanjutan, kedua dukungan dari pemerintah sangat berguna dalam
penentuan ijin usaha wilayah laut serta kejelasan dalam penentuan tata ruang.
4.3 Kerjasama Perikanan Budidaya (Akuakulutur) Indonesia – Norwegia Berbasis
Sustainable dan Pengaruhnya Terhadap Peningkatan Perikanan Budidaya Indonesia
Pada dasarnya pembangunan akuakultur merupakan sebuah upaya yang sistematis serta
terencana yang ditempuh pemerintah Indonesia dalam mengubah suatu kondisi perikanan
budidaya agar menjadi lebih baik, yang dilakukan dengan cara memanfaatkan sumberdaya secara
optimal, efektif, efisien, bertanggungjawab, untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara
berkelanjutan. Upaya dalam memanfaatkan sumber daya ikan yang dilaksanakan secara optimal,
berkelanjutan, dan lestari merupakan sebuah tuntutan yang harus dilaksanakan demi
kemakmuran masyarakat, terutama dalam meningkatkan kesejahteraan pembudidaya ikan,
pemenuhan gizi masyarakat nasional dan internasional, memperluas lapangan pekerjaan dan
kesempatan berusaha, serta meningkatkan ekspor untuk menghasilkan devisa negara. Untuk
memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat dan negara Indonesia dan menjamin
keberlangsungan usaha perikanan, maka wajib untuk pembangunan dan aktivitas perikanan
nasional secepatnya untuk menerapkan pedoman keberlanjutan namun juga perlu diimbangi
dengan pengaturan dan kebijakan yang tepat serta efektif. Dalam mewujudkan akuakultur
berbasis keberlanjutan (sustainability)dalam sistem akuakultur Indonesia, melalui Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) III tahun 2015 – 2019, yang telah
ditetapkan melalui Perpres No. 2 Tahun 2015, yang telah mengamanatkan untuk terus
melaksanakan pembangunan berbagai bidang secara berkelanjutan. Akuakultur dengan berbagai
potensi serta keunggulan karakteristik yang dimiliki diyakini dapat memberikan kontribusi pada
9 agenda pembangunan nasional pemeritahan Joko Widodo (NAWACITA) diantaranya yaitu
mewujudkan kemandirian ekonomi, serta memperkuat ketahanan pangan melalui peningkatan
produksi budidaya dengan daya saing dan berkelanjutan.
Pelaksanaan pembangunan perikanan budidaya Indonesia, lebih lanjut dituangkan dalam
Rencana Strategi (RENSTRA) Perikanan Budidaya 2015 – 2019. Visi Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP) pada tahun 2015 – 2019 yaitu sebagai berikut:
“Mewujudkan sektor kelautan dan perikanan Indonesia yang, mandiri, maju, dan berbasis kepentingan
nasional”
Sedangkan misi yang hendak dilaksanakan KKP guna mewujudkan visi tersebut diantaranya
yaitu:
1. Kedaulatan (Sovereignity), yaitu mewujudkan pembangunan kelautan dan perikanan yang
berdaulat dalam menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumberdaya
kelautan dan perikanan, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara
kepulauan.
2. Keberlanjutan (Sustainability), yaitu mewujudkan pengelolaan sumberdaya kelautan dan
perikanan yang berkelanjutan.
3. Kesejahteraan (Prosperity), yaitu mewujudkan masyarakat kelautan dan perikanan yang
sejahtera, maju, dan mandiri (Kementerian Kelautan dan Perikanan).
Sebagai bagian dari unit kerja KKP, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya bertanggung jawab
dalam membantu tugas Menteri dalam menyelenggarakan pembangunan di bidang perikanan
budidaya. Adapun visi dan misi pembangunan perikanan budidaya 2015 – 2019 yang hendak
diwujudkan oleh Direktorat Jenderal Perikanan budidaya adalah sebagai berikut:
“Mewujudkan perikanan budidaya yang mandiri, berdaya saing dan berkelanjutan berbasis kepentingan
nasional”
Adapun misi pembangunan perikanan dan budidaya yang akan dilaksanakan oleh Direktorat
Jenderal Perikanan Budidaya dalam mewujudkan visinya adalah sebagai berikut:
1. Mewujudkan kemandirian perikanan pembudidaya melalui pemanfaatan sumberdaya
berbasis pemberdayaan masyarakat.
2. Mewujudkan produk perikanan budidaya berdaya saing melalui peningkatan teknologi
inovatif.
3. Memanfaatkan sumberdaya perikanan budidaya secara berkelanjutan.
Melalui visi dan misi KKP, salah satu poin penting dari tujuan pembangunan perikanan budidaya
adalah mewujudkan kelestarian sumberdaya perikanan budidaya (Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya, KKP).Salah satu arah kebijakan pembangunan perikanan budidaya untuk tahun 2015
– 2019 yaitu meningkatkan kelestarian dan keberlanjutan dalam pengelolaan sumberdaya
perikanan, untuk melaksanakan arah kebijakan dan kegiatan pembangunan perikanan budidaya
agar tercapai sasaran target sebagaimana yang telah dirumuskan maka diperlukan kerjasama
guna membantu tercapainya target tersebut.Melalui arah kebijakan ini, pemerintah Indonesia
menjalin kerjasama dengan negara Norwegia yang unggul di bidang perikanan budidaya guna
membantu negara Indonesia dalam melakukan pembangunan terhadap perikanan budidaya
secara sustainable. Kebijakan tersebut ditempuh pemerintah Indonesia karena melihat pada
bidang tersebut Indonesia masih menghadapi permasalahan terkait pengelolaan perikanan
budidaya, karena pada dasarnya kerjasama antar Indonesia – Norwegia terbentuk karena adanya
permasalahan di sektor perikanan budidaya sehingga Indonesia memerlukan perhatian Norwegia
yang lebih unggul dalam bidang tersebut untuk membantu Indonesia karena pada hakekatnya
negara tidak dapat dengan sendiri memenuhi kebutuhannya dan meningkatkan pembangunan
dalam negerinya. Oleh karena itu dalam tatanan hubungan internasional dibutuhkan kerjasama
agar negara satu dan negara lainnya dapat saling bergantung untuk memenuhi setiap kebutuhan
yang menjadi kepentingan tiap negara. Dalam meningkatkan perikanan budidaya Indonesia,
sebelumnya Indonesia telah menjalin kerjasama dengan pihak norwegia sejak tahun 2011 – 2012
dan program kerjasama di mulai pada tahun 2012. Kemudian dilanjutkan pada tahun 2015
hingga sekarang dalam melakukan pembangunan perikanan budidaya melalui sustainable
aquaculture.
4.3.1 Program Kerjasama Indonesia – Norwegia di Bidang Perikanan Budidaya
(Akuakultur) Tahun 2012
Dalam program kerjasama Indonesia dan Norwegia baru di mulai pada tahun 2012 dengan
berbagai program kerjasama diantaranya yaitu:
1. Project Steering Committee and Annual Meeting Kerjasama Indonesia – Norwegia
Pada tanggal 24 – 25 April 2012, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Indonesia
mengikuti Project Steering Committee and Annual Meeting kerjasama perikanan RI – Norwegia
2012 yang diselenggarakan di Hotel Ramada Bintang, Kuta, Bali. Dalam kegiatan tersebut
delegasi Norwegia dihadiri oleh Kedutaan Besar Norwegia di Jakarta sebagai penyandang dana
hibah dan Institue Marine Research (IMR) sebagai pelaksana kegiatan hibah. Sementara untuk
delegasi Indonesia dihadiri oleh Perwakilan dari Pusat Analisis Kerjasama International dan
Antar Lembaga (PUSKITA), Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (Pusat dan BPBL
Lombok) dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan.
Tujuan dari diadakannya Annual Meeting RI – Norwegia 2012 yaitu:
i. Melaporkan perkembangan aktivitas kerjasama Perikanan kedua negara pada tahun 2011
ii. Membahas topik kerjasama yang akan dilaksanakan pada tahun 2012
iii. Merencanakan pertemuan pembahasan kerjasama fase II
Pada pertemuan tersebut Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Indoesia melaporkan
hasil kegiatan kerjasama tahun 2011 yaitu Development of Fry Production di BPBL Lombok dan
Seminar Aquacultur yang dilaksanakan di Jakarta. Untuk bidang pendidikan master studi
akuakultur belum dapat dilaksanakan dikarenakan belum ada calon yang mempu memenuhi
salah satu persyaratan standar yang ditetapkan oleh Universitas Norwegia. Dalam pertemuan
tersebut, IMR dan DJPB sepakat untuk menjalankan empat kegiatan utama di tahun 2012
diantaranya yaitu:
a) Pihak IMR memberikan expertise dan penyediaan komponen teknis di BPBL Lombok,
terutama dalam perbaikan manajemen kesehatan ikan dan biosecurity. Oleh karena itu,
IMR dan BPBL Lombok melakukan Re-Desain Hatchery intensif termasuk juga
biosecurity untuk BPBL Lombok dengan harapan UPT lain dapat meniru rancangan
tersebut.
b) Penyelenggara workshop identifikasi dan usulan penyempurnaan peraturan terkait dengan
pengembangan budidaya laut Indonesia dan workshop pembuatan guidelinemapping
lokasi untuk pengembangan KJA budidaya laut Indonesia di kantor DJPB
c) Penyelenggaraan pelatihan perbenihan ikan kakap di BPBL Batam, dan
d) Studi Banding Peraturan Budidaya Laut di Norwegia (DJPB, Kementerian Kelautan dan
Perikanan).
2. Studi Banding 5 (Lima) Delegasi DJPB ke Norwegia terkait Budidaya Laut
Pada tanggal 24 – 28 September 2012, lima orang delegasi dari Kementerian Kelautan
dan Perikanan Indonesia melakukan kunjungan ke Norwegia dalam rangka memenuhi undangan
dari pihak Norwegia terkait dengan kerjasama budidaya laut. Adapun delegasi dari Indonesia
yang melakukan kunjungan ke Norwegia yaitu:
1. Dwika Herdikiawan, National Coordinator kerjasama perikanan Indonesia dan Norwegia
2. Syarif Syahrial, Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan RI
3. M. Murjani, Peneliti Budidaya Senior di BLUPPB Karawang
4. Reza Shah Pahlevi, Kasubdit Monitoring Residu
5. Ikhsan Kamil, Kasi Penataan Minapolitan
Kepentingan delegasi Indonesia berkunjung ke Norwegia untuk:
a) Mempelajari regulasi pemerintah Norwegia dalam pengelolaan kawasan laut lepas untuk
kegiatan budidaya
b) Mempelajari sistem pengawasan dan pemetaan lokasi untuk pengembangan budidaya laut
di Indonesia
c) Mengidentifikasi mitra potensial untuk pengembangan budidaya laut berdasarkan pada
pengalaman Norwegia sebagai negara industri perikanan
Adapun aktivitas yang dilakukan oleh delagasi Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Courtessy call dengan pimpinan IMR dan Norwegian Food Safety Authority
2. Mengunjungi Hatchery salmon industri di Fitjar lake
3. Mengunjungi lahan pembesaran budidaya Salmon di Brattavika, Austevoll
4. Mengunjungi tempat processing ikan di Austevoll Fiskeindustri
5. Bertemu dengan calon investor Bjørn Myrseth Vitamar
6. Mendengarkan presentasi dari peneliti senior IMR terkait dengan kualitas lingkungan
budidaya, carrying capacity, arus, menyesuaikan dampak lingkungan untuk daya dukung,
regionalisasi komoditas budidaya, dan pembuatan model aktifitas lahan berdasarkan suhu
dan arus
7. Bertemu dengan Direktorat Jenderal Perikanan Ms. Liv Holmefjord terkait kebijakan
industri Salmon di Norwegia dan bagaimana Norwegia dalam menegakkan regulasi
budidaya
8. Mendengarkan presentasi yang dipaparkan oleh pejabat perikanan Norwegia terkait
Aquaculture and Environmental Governance, Aquaculture and Coastal Management,
and Basic Planning on Country or Local Level
9. Bertemu dengan pimpinanInstitute of Marine Research (IMR) untuk mendiskusikan
kerjasama lanjutan di bidang industri budidaya laut antara Indonesia – Norwegia
Adapun hasil kesimpulan dari kunjungan yang dilakukan Indonesia diantaranya yaitu:
1. Kunjungan Bergen sebagai kota pusat perikanan memberikan pengetahuan mengenai
bagaimana cara menjalankan industri budidaya serta menunjukkan mengenai pentingnya
kebijakan dan regulasi untuk mengatur pelaksanaannya
2. Delegasi Indonesia memerlukan bantuan kerjasama teknis kepada pemerintah Norwegia
dalam menggunakan teknologi baru, peralatan, dan fasilitas penelitian yang cocok dengan
lingkungan dan spesies yang dikembangkan Indonesia
3. Kunjungan tersebut diharapkan dapat memperkuat kolaborasi kerjasama dua negara
untuk membangun industri budidaya laut di Indonesia serta harapan agar investor dari
Norwegia tertarik untuk berinvestasi di Indonesia
4. Adopsi regulasi dan penegakannya mutlak diperlukan untuk memastikan bahwa
pelaksanaan berjalan baik, sehingga dibutuhkan kerjasama teknis pengembangan
Decision Support System
3. Short Training Industrial Production of Marine Finsih Indonesia – Norwegia
Pada tanggal 2 – 5 dan 8 – 11 Oktober 2012 di BPBL Batam diselenggarakan Short
Training Industrial Production of Marine Finfish, sebagai bentuk kerjasama antara Direktorat
Jenderel Perikanan Budidaya Indonesia dan IMR Norwegia. Adapun narasumber pengajar yang
hadir diantaranya adalah lima narasumber bidang penyakit dari Indonesia, dan dua narasumber
Norwegia yaitu Mr. Borge Sorass (ahli hatchery), dan Mr. Finn Christian Skejennun (ahli
nursery dan pembesaran ikan). Terdapat lima topik pelatihan teori yang diajarkan diantaranya
yaitu:
i. Water quality
ii. Live feed production
iii. Larva rearing andnursery
iv. Biosecurity hatchery, fish health, and industrial management/regulations
v. Grow-out in cages
Pada hari ketiga dilaksanakan praktek penerapan kultur pakan alami (rotifer) dan pemeliharaan
larva dan pendederan ikan di BPBL Batam termasuk sistem dalam pengelolaan air mulai dari
treatment sumber air hingga pada proses pengelolaan kualitas air dalam sistem resirkulasi kultur
rotifer dan pemeliharaan benih ikan kakap.Bagi peserta yang mengikuti pelatihan pada tanggal 2
– 5 Oktober 2012 berjumlah 19 orang dan dari jumlah keseluruhan tersebut merupakan pegawai
pemerintahan yang mayoritas berasal dari UPT DJPB Indonesia kawasan budidaya laut dan
payau, serta berasal dari perwakilan Unit Eselon II DJPB beserta 1 orang staf BBPBL Gondol,
Bali. Peserta pada tanggal 8 – 10 Oktober 2012 berjumlah 12 orang mayoritas berasal dari pihak
swasta dan sebagian berasal dari pihak swasta dan 3 Perguruan Tinggi (Kementerian Kelautan
dan Perikanan).
Adapun perbedaan yang paling mencolok pada protokol pendederan ikan kakap putih
Norwegia dengan Indonesia yaitu penggunaan artemia sebagai pakan alami bagi larva dan cara
penanganan induk ikan kakap yang mengidap Viral Nervous Necrosis (VNN). Pada protokol
Norwegia tidak menggunakan artemia dan hanya mengandalkan rotifer pelet ukuran mikro
(micro encapsulated fish feed), sementara Indonesia masih bergantung pada artemia. Pada
dasarnya protokol Norwegia melarang pengunaan induk yang telah terinfeksi VNN. Upaya
dalam eliminasi induk yang telah terjangkit VNN hanya dilakukan melalui cara pemusnahan
induk ikan yang telah terinfeksi. Oleh sebab itu, banyak UPT merasa keberatan untuk melakukan
cara tersebut dikarenakan mahalnya harga induk kakap. Dalam kegiatan ini terdapat beberapa
hasil kegiatan yang sangat penting yaitu:
1. Biosecurity merupakan hal mutlak yang perlu diterapkan secara total dan dalam
pelaksanaannya tidak dapat dilakukan secara setengah-setengah pada sistem perbenihan
ikan laut secara intensif
2. Protokol penggunaan sumber air dan penggunaannya merupakan hal yang penting dalam
menjaga kualitas air bagi hatchery
3. Artemia tidak direkomendasikan digunakan untuk hatchery yang dikelola secara intensif
dikarenakan gizinya yang rendah serta ditumbuhi bakteri
4. Protokol Norwegia dalam sistem perbenihan ikan kakap secara intensif lebih difokuskan
pada tindakan pencegahan terhadap penyakit (biosecurity), pengelolaan air (resirkulasi),
dan penyediaan pakan yang bergizi
5. Banyak dari peserta melaporkan bahwa sumber induk ikan alam sulit untuk tidak
terinfeksi VNN sehingga pemerintah perlu untuk mengembangkan breeding program.
4. Workshop Pertukaran Informasi Budidaya Laut di Bidang Site Mapping KJA Offshore
dan Sistem Regulasi
Pada tanggal 23 dan 24 Oktober 2012 diselenggarkan workshop sebanyak 2 kali dalam
rangka kerjasama pertukaran informasi budidaya laut antara Indonesia dan Norwegia. Tanggal
23 Oktober 2012 dilaksanakan Workshop on Guideline and Site Maping for Marine Cage
Farming Developmentdengan tujuan agar menyempurnakan panduan penetapan lokasi ideal
untuk usaha budidaya nasional. Pada tanggal 24 Oktober 2012 dilaksanakan Workshop on
Identification and Formulation of Regulation on Mariculture Development yang bertujuan untuk
penyempurnaan regulasi pemerintah pemerintah terkait dengan regulasi budidaya laut dan
pengembangan sistem pengelolaan kawasan budidaya laut terutama untuk pemetaan lokasi yang
ideal, penerapan daya dukung lingkungan,dan pengembangan sistem monitoring serta
pengawasan kegiatan buidaya laut. Workshop dihadiri oleh perwakilan Eselon I lingkup
Kementerian Kelautan dan Perikanan, perwakilan Unit Eselon II, dan UPT laut dan payau
lingkup DJPB, perwakilan Dinas Provinsi pengembang budidaya laut, dan perwakilan
ABILINDO.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Indonesia menyetujui saran yang diberikan oleh
pihak Norwegia diantaranya yaitu penyempurnaan regulasi di bidang usaha budidaya laut
merupakan hal terpenting untuk Indonesia apabila berkeinginan dalam mendorong keberhasilan
industrialisasi perikanan berbasis budidaya laut terutama dalam mengembangkan usaha budidaya
ikan di Keramba Jaring Apung (KJA). Di samping itu, Indonesia seharusnya perlu dalam
mengembangkan sistem pendukung kebijakan berbasis GIS seperti fungsi AkvaVis yang dimiliki
Norwegia terbukti bermanfaat dalam meningkatkan skala produksi hingga sampai ke tahap
industrialisasi perikanan berbasis budidaya laut agar dapat menggerakkan roda perekonomian di
kawasan Pesisir. Dalam hal ini, pihak Norwegia menyarankan agar pihak Indonesia untuk mulai
menyempurnakan peraturan yang berkaitan dengan budidaya laut (legal framework of
mariculture development) dengan harapan bahwa adanya penyempurnaan tersebut dapat lebih
mendorong minat investor asing terutama Norwegia dalam mengembangkan budidaya laut di
Indonesia.
Selanjutnya, kedua belah pihak setuju untuk melanjutkan kerjasamanya di bidang
pengembangan budidaya laut di Indonesia yang berfokus pada lima topik kerjasama yang akan
dilaksanakan pada kegiatan pengembangan studi kasus budidaya laut yang ada di Indonesia.
Adapun lima topik kerjasama tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kerjasama seleksi lokasi lokasi dan kawasan guna pengembangan budidaya laut skala
besar melalui beberapa analisa seperti sifat oceanografi, tinggi gelombang, kecepatan
arus, dan kedalaman
2. Kerjasama dalam pengembangan alat maupun pendukung pembuat keputusan di bidang
akuakultur (GIS/AkvaVis)
3. Kerjasama penyusunan draft regulasi dalam mendukung kegiatan budidaya laut di area
studi kasus yang fokus pada aspek pengelolaan kesehatan dan kesejahteran ikan,
pengelolaan lingkungan, general regulatory framework, dan pengelolaan pakan
4. Kerjasama penentuan lokasi dan pelaksanaan demonstrasi budiaya ikan di lepas pantai
5. Kerjasama teknis perbenihan dan pendederan ikan kakap termasuk kegiatan pendederan
(rearing) ikan kakap di kawasan budidaya payau guna untuk pemenuhan benih bagi
pembesaran ikan di KJA laut
5. Seminar Blue Economy : Sustainable Fisheries and Aquaculture for Food Security
Pada tanggal 27 November 2012 Indonesia – Norwegia menyelenggarakan seminar
dengan judul “Blue Economy : Sustainable Fisheries and Aquaculture for Food Security” di
Hotel Shangrila Jakarta. Tujuan diselenggarakannya seminar tersebut untuk pertukaran informasi
kebijakan perikanan dan akuakultur yang berkelanjutan di Indonesia dan Norwegia serta
pertemuan B to B (business to business) antara perusahaan perikanan kedua negara. Dalam
seminar tersebut Menteri Kelautan dan Perikanan menyampaikan keynote speech bahwa
Kementerian Kelautan dan Perikanan memberikan perhatian yang sangat tingggi terhadap
pengelolaan serta pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan secara bijakasana dengan
menggunakan prinsip-prinsip yang termuat di dalam konsep blue economy guna memperkuat
ketahanan pangan dan ekonomi menuju pertumbuhan yang berkelanjutan. Selain itu,
Kementerian Kelautan dan Perikanan berkomitmen penuh dalam meningkatkan produksi serta
produktivitas perikanan budidaya yang berdaya saing, berkeadilan, dan berkelanjutan dimana
produk yang dihasilkan memenuhi standar mutu pangan (food safety). Dalam hal ini,
Kementerian Kelautan dan Perikanan juga menerapkan sertifikasi perbenihan dan
pembudidayaan agar menghasilkan produk yang menganut jaminan mutu, mempercepat
pembangunan dan rehabilitasi saranan dan prasarana budidaya serta mengembangkan kerjasama
dan kemitraan dengan perbankan maupun lembaga pembiayaan lainnya.
Vice Minister and Coastal Affairs Norwegia, yakni Mrs. Kristine Gramstad mengatakan
bahwa Norwegia dan Indonesia saling memiliki kepentingan yang sama dalam hal
ketergantungan terhadap laut sebagai sumber ekonomi dan lapangan kerja (Kementerian
Kelautan dan Perikanan). Norwegia berharap dalam ikatan kerjasama di bidang perikanan laut
yang telah dibangun dapat terus dilanjutkan. Dengan diadakannya seminar ini diharapkan agar
dapat memberikan pecerahan terhadap tantangan yang melanda seafood dunia yakni
menciptakan nilai tambah dari sumber daya laut melalui perikanan dan budidaya yang
berkelanjutan. Dalam kegiatan seminar ini, perusahaan swasta budidaya laut dan institusi
pendidikan Norwegia menawarkan kerjasama investasi, capacity building, beasiswa, vaksin, riset
akuakultur, selective breeding, dan suplai induk ikan nila.
6. Kunjungan Wakil Menteri Perikanan dan Delegasi Norwegia ke PT Lucky Samudra
Pada tanggal 28 November 2012, beberapa delegasi Norwegia yang terdiri dari Vice
Minister Fisheries and Coastal Affairs Norwegia, Mrs. Kristine Gramstad, perwakilan Kedutaan
Besar Norwegia, dan bebrapa pelaku usaha budidaya Norwegia mengadakan kunjungan ke PT
Lucky Samudra Pratama yang terletak di pulau Kongsi Kepulauan Seribu. Dalam kunjungannya
mereka didampingi oleh perwakilan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, serta disambut
Bupati Kepulauan Seribu Akhmad Lutfi dan CEO PT Lucky Samudra Mr, Misai Tsai.
Tujuan dan kegiatan kunjungan ini yakni mengetahui aktivitas perbenihan, pembesaran
ikan laut di PT Lucky Samudra. Dalam kegiatan kunjungan ini, peluang kerjasama perikanan
Indonesia – Norwegia memiliki peluang yang besar dikarenakan Kepulauan Seribu memiliki
perikanan budidaya yang cukup bagus dan menjadi salah satu wilayah yang tepat untuk investasi
asing. Peluang investasi dari Norwegia menjadi langkah awal untuk menjadikan Kepulauan
Seribu sebagai Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata.
4.3.2 Program Kerjasama Indonesia – Norwegia di Bidang Perikanan Budidaya
(Akuakultur) Tahun 2015 - 2018
Berikut merupakan upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk mengembangkan
perikanan budidaya yang berkelanjutan yang dijalin dengan pihak Norwegia melalui Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) III TAHUN 2015 – 2019 melalui beberapa
program kerjasama pada tahun 2015 – 2018 diantaranya yaitu:
1. Bidang Vaksin
Pada tahun 2015, Pihak Indonesia oleh Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya,
Kementerian Kelautan dan Perikanan dan pihak Norwegia oleh perusahaan Pharmaq mempunyai
kerjasama dalam uji coba vaksin streptococcus untuk ikan nila di Balai Besar Perikanan
Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Jawa Barat. Awal dari kerjasama ini dilakukan pada
saat Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia yakni Ibu Susi Pudjiastuti melakukan perjalanan
kunjungan kerja ke Norwegia pada tanggal 18 – 21 Agustus 2015 di dua kota yaitu Trondheim
dan Oslo. Dalam kunjungan ini, Menteri Susi berkesempatan untuk mengunjungi pameran Aqua
Nor, Aqua Nor merupakan sebuah ajang pertemuan bagi para pelaku industri perikanan dan
budidaya yang dalam beberapa tahun terakhir telah menarik sekitar 18.000 sampai 20.000
pengunjung seluruh dunia. Selain itu Menteri Susi juga berkesempatan melakukan pertemuan
dengan perusahaan-perusahaan di bidang akuakulur dan salah satu perusahaan tersebut adalah
Pharmaq (kkp.go.id).Perusahaan Pharmaq merupakan salah satu perusahaan besar di Norwegia
yang mengelola perikanan dan akuakultur khususnya dalam hal vaksin dan inovasi untuk
akuakultur (ey.com).Selain itu, Pharmaq merupakan pemimpin global dalam vaksin dan inovasi
untuk akuakultur, dan perusahaan ini juga menyediakan produk-produk akuakultur yang ramah
lingkungan, aman, serta efisien untuk industri global yang telah melalui penelitian yang
dilakukan oleh pihak bersangkutan yang memiliki dedikasi (pharmaq.no).Dalam kerjasama ini,
pihak Pharmaq berharap agar vaksin dapat diterapkan dalam skala yang lebih besar.Namun
sebelumnya vaksin tersebut didaftarkan terlebih dahulu melalui Direktorat Kesehatan Ikan dan
Lingkungan sesuai dengan Keputusan Menteri terkait Obat Ikan nomor PER.04/MEN/2012
(Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan).
Tujuan dari kerjasama ini ialah guna meningkatkan kualitas perikanan, memaksimalkan
penggunaan vaksin untuk penyakit streptococcus pada ikan nila, serta memaksimalkan
kerjasama perikanan Indonesia dan Norwegia.Menurut Direktur Jenderal Perikanan Budidaya
dalam (industri.kontan.co.id) dengan menggunakan vaksin dalam kegiatan akuakultur dapat
mencegah terjadinya serangan pada ikan, dengan begitu penggunaan antibiotik dapat dihindari
karena bila tidak menggunakan antibiotik, hal tersebut dapat berpengaruh pada kualitas produksi
perikanan budidaya dan meningkat karena tanpa residu.Dalam kerjasama ini, pihak Indonesia
melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya menghimbau kepada pihak Norwegia yakni
Pharmaq agar terus mengawasi penggunaan vaksin.Tujuan dari pengawasan tersebut dilakukan
karena sebagian besar pembudidaya masih memiliki keterbatasan untuk melakukan
vaksinasi.Pengawasan tersebut dilakukan melalui penyelenggaraan pelatihan maupun program
penggunaan vaksin.
Melalui kerjasama di bidang vaksinasi, hasil yang dicapai dalam kerjasama ini adalah
Dengan menggunakan vaksin dapat mencegah terjadinya serangan penyakit pada ikan, sehingga
dengan demikian penggunaan antibiotik dapat dihindari karena dengan tidak menggunakan
antibiotik kualitas produksi perikanan budidaya akanmeningkat karena tanpa residu. Kerjasama
yang dijalin dengan perusahaan Pharmaq Norwegia yaitu memaksimalkan penggunaan vaskin
terhadap penyakit streptococcus pada ikan nila (tilapia).Berdasarkan wawancara yang dilakukan
dengan staf BBPBAT Sukabumi yakni Bapak Ayi Santika dalam kerjasama antara Indonesia dan
Norwegia dalam bidang vaksinasi yaitu uji coba vaksin yang dilaksanakan di BBPBAT, hasil uji
coba menunjukkan hasil yang bagus pada kualitas dan pengaruhnya pada pertumbuhan ikan,
serta mengatasi penyakit ikan yang disebabkan oleh streptococcus agalaactiae. Keberhasilan
hasil uji coba tersebut diperkuat dengan data yang didapatkan dari hasil wawancara dengan Mrs.
Kentami yang merupakan salah satu staf perusahaan Pharmaq part of Zoetis Indonesia juga
mengatakan bahwa dalam hasil uji coba yang dilakukan di Sukabumi menunjukkan hasil yang
baik dalam kualitas dan dampak terhadap pertumbuhan ikan, dan vaksin Pharmaq yang di uji
cobakan telah di daftarkan di Direktorat Kawasan dan Kesehatan Ikan, Kementerian Kelautan
dan Perikanan. Adapun nomor registrasi vaksin Pharmaq Norwegia yang terdaftar di Direktorat
Kawasan dan Kesehatan Ikan yaitu KKP RI No. I 1804349 VKC dengan nama produk ALPHA
JECT micro 1 Tila yang merupakan vaksin inaktif untuk melawan streptococcosis pada ikan nila
atau tilapia dengan indikasi menurunkan mortalitas akibat penyakit yang disebabkan oleh
streptococcus agalaactiae pada ikan nila (Pharmaq.no)
2. Sustainable Aquaculture Seminar 2016
Pada tanggal 2 Desember 2016, Kedutaan Besar Norwegia bekerjasama dengan
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya dalam menyelenggarakan seminar Sustainable
Aquaculture yang dilaksanakan di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta. Dalam seminar tersebut
mengundang kurang lebih 200 peserta yang terdiri dari peserta Indonesia dan Norwegia dari
sektor pemerintah, swasta, dan stakeholder di bidang perikanan budidaya. Dalam seminar
tersebut terdapat empat sesi diantaranya yaitu:
i. Developing sustainable aquaculture in Indonesian and Norway
ii. The journey into successful aquaculture industry
iii. Environmental impacts for fish farming Norwegian and Indonesian financial scheme for
mariculture
Tentu saja dengan diselenggarakannya kegiatan ini diharapkan agar dapat membuka wawasan
masyarakat Indonesia khususnya pembudidaya terkait praktek budidaya yang berkelanjutan.
3. Sustainable Aquaculture Seminar 2017
Pada tanggal 16 November 2017, Kedutaan Besar Norwegia menyelenggarakan seminar
Sustainable Aquaculture bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Indonesia
yang dilaksanakan di Hotel Fairmont, Senayan, Jakarta. Dalam seminar tersebut mengundang
kurang lebih 200 peserta Indonesia dan juga Norwegia dari berbagai sektor seperti sektor
pemerintah, swasta, dan stakeholder yang terkait dalam bidang perikanan. Dalam kegiatan
tersebut dibuka oleh Duta Besar Norwegia dan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, dengan
sambutan selamat datang oleh Direktur Innovation Norwegia Jakarta. Dalam kegiatan ini,
terdapat empat sesi sebagai berikut:
i. Update overview of Indonesian and Norwegian aquaculture regulatory framework
ii. Regulation in preserving natural environment within the mariculture sector
iii. Sutainable mariculture value chain – Norwegian experience
iv. Utilization of the marine aquaculture output
Dengan diselenggarakannya seminar ini, diharapkan dapat membuka wawasan seluruh
masyarakat Indonesia khususnya masyarakat pembudidaya terkait dengan pentingnya praktek
budidaya yang berkelanjutan serta pentingnya investasi guna percepatan pembangunan kelautan
dan perikanan di Indonesia. Dalam kegiatan ini, Indonesia berkesempatan dalam mengundang
Norwegia untuk berinvestasi dalam sektor perikanan budidaya pada sektor hilir seperti unit
pengolahan ikan, sistem rantai dingin, sarana dan prasarana pendukung, dan pengembangan
teknologi khususnya di lokasi Pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (PSKPT).
4. Off - Shore Aquaculture
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan terus berupaya dalam
membangun dan mengembangkan industri marikultur untuk memenuhi permintaan pasar.Oleh
karena itu, pemerintah menginisiasi penerapan teknologi modern.Pada tahun 2017, Indonesia
melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan mulai
mengembangkan budidaya offshore dengan mengadaptasi atau menggunakan teknologi Keramba
Jaring Apung(KJA)offshore dari Norwegia.Selama prosesnya, Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya dibantu oleh Kedutaan Besar Norwegia dan Innovation Norwegia untuk mendapat
rekan yang cocok dalam bekerjasama dalam proyek tersebut. Setelah melalui beberapa proses,
kedua negara kemudian menemukan rekanan yang cocok dalam bekerjasama dalam proyek
tersebut. Pembangunan Keramba Jaring Apung(KJA)offshore ini akan dilakukan PT. Perikanan
Nusantara perwakilan Indonesia dan AquaOptima AS Trondheim sebagai perwakilan Norwegia.
Pada tanggal 19 Juli 2017 kedua perusahaan melakukan penandatangan kerjasama di KBRI Oslo,
Norwegia.Dalam penandatanganan tersebut disaksikan langsung oleh Duta Besar Indonesia dan
Norwegia (Embassy of the Republic Indonesia – Oslo, Norway).
KJA offshore atau lebih dikenal dengan Keramba Jaring Apung Lepas Pantaiini
merupakan program strategis yang dilakukan KKP guna meningkatkan produksi ikan laut
dengan mengunakan metode budidaya, dengan komiditas ikan utama yang akan di budidayakan
menggunakan teknologi tersebut ialah ikan kakap putih (Lates Calcalifer). Tentu saja program
Keramba Jaring Apung (KJA)offshore dengan menggunakan teknologi Norwegia sesuai dengan
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2016 mengenai Percepatan Pembangunan Industri
Perikanan Nasional (depkes.go.id). Menteri KKP yakni Susi Pudjiastuti menyatakan bahwa
pembangunan Keramba Jaring Apung (KJA)offshore sesuai dengan instruksi presiden guna
mendorong agar nelayan tidak hanya melakukan penangkapan ikan di laut, namun juga
meningkatkan produksi melalui budidaya, oleh karena itu nelayan diharapakan tidak hanya
menangkap ikan saja namun juga melakukan budidaya dengan kapasitas industri (kkp.go.id).
selain itu, tujuan pembangunan percontohan Keramba Jaring Apung (KJA) ini, guna mendorong
para pelaku usaha dalam negeri agar mengadaptasi teknologi yang berkapasitas industri sehingga
dapat menyerap banyak tenaga kerja dan tetap dapat mempertahankan dan menjaga
keberlanjutan sumber daya perikanan. Direktur Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya yakni
Slamet Soebjakto juga menyampaikan bahwa dengan adanya teknologi Keramba Jaring Apung
(KJA)offshore ini tidak akan merugikan pengusaha dalam negeri (kkp.go.id). Dengan adanya
teknologi ini akan mendorong Keramba Jaring Apung (KJA) dalam negeri untuk bisa
mencontoh, dalam hal ini pemerintah dapat memberikan percontohan untuk memberdayakan
masyarakat dalam industri perikanan yang pro terhadap masyarakat dengan tujuannya untuk
sustainable (kkp.go.id).
Pemilihan teknologi Keramba Jaring Apung(KJA)offshore ini juga telah melalui
beberapa pertimbangan dan penelitian yang matang.Melihat Norwegia merupakan negara yang
berpengalaman dalam melakukan budidaya di lepas pantai dan juga teknologi yang Norwegia
miliki sudah menjadi acuan internasional.Dalam skala internasional, negara Norwegia terbaik
dalam hal teknologi (KJA offshore) salmonnya.Oleh karena itu, Indonesia belajar ke Norwegia.
Namun sebelum mengadakan program kerjasama dengan pihak Norwegia terkait budidaya laut
menggunakan Keramba Jaring Apung (KJA)offshore, pemerintah Indonesia telah mengirim 5
delegasi ke Norwegia pada tanggal 24 – 28 September 2012 untuk memenuhi undangan dari
pihak Norwegia terkait dengan kerjasama budidaya laut. Adapun tujuan delegasi Indonesia
berkunjung sebelum menerapkan teknologi Norwegia di Indonesia yaitu:
a. Mempelajari regulasi pemerintah Norwegia dalam pengelolaan kawasan laut lepas untuk
kegiatan budidaya
b. Mempelajari sistem pengawasan dan pemetaan lokasi untuk pengembangan budidaya laut
di Indonesia
c. Mengidentifikasi mitra potensial untuk pengembangan budidaya laut berdasarkan pada
pengalaman Norwegia sebagai negara industri perikanan
Dalam kerjasama ini, Norwegia juga berperan memasukan saran dan merekomendasikan
terkait penentuan letak Keramba Jaring Apung (KJA) yang telah disesuaikan dengan kondisi
alam yang ada di Indonesia, terkhusus lokasi pembangunan itu sendiri. Di samping itu Norwegia
juga berbagi ilmu terkait dengan manajemen budidaya, penebaran benih, hingga pada proses
panen. Dalam hal ini, teknologi yang digunakan berasal dari Norwegia, namun dalam proyek ini
tenaga kerja yang dilibatkan ialah masyarakat Indonesia sendiri.Untuk memastikan agar
budidaya menggunakan teknologi ini berhasil, maka KKP melakukan pemilihan benih kakap
putih melalui selective breeding.Proses tersebut dilakukan guna menghasilkan benih yang
bermutu dan seragam serta sesuai dengan persyaratan CPIB (Cara Pembenihan Ikan yang Baik).
Sehingga benih ikan yang akan dibudidayakan tidak diambil begitu saja dari alam, namun
melalui selective breeding dengan standar yang tinggi. Pengembangan teknologi Keramba Jaring
Apung (KJA)offshore ini dikembangkan di tiga lokasi diantaranya yaitu Sabang (lokasi SKPT),
Karimun Jawa, dan Pangandaran.Dalam kerjasama ini, anggaran yang dikeluarkan untuk
pengembangan budidaya offshore oleh Directorate General of Aquaculture dengan total sebesar
Rp 131 milyar (DJPB, KKP).Untuk Keramba Jaring Apung(KJA)offshore yang pertama
dikembangkan di Pangandaran dan juga menjadi KJA offshore yang pertama di Indonesia.
Keramba(KJA) Pangandaran berjarak kurang lebih 4 mil dari Barat Pangandaran. KJA offshore
ini juga berada di kedalaman kurang lebih 50 m dengan tinggi gelombang antara 1,5 – 3 m.
Selain itu, KJA offshore ini juga dilengkapi dengan Sistem Pemberian Pakan Otomatis, Sistem
Monitoring dengan Kamera Bawah Air, CCTV, dan dapat dioperasikan dari jarak jauh
(kkp.go.id).
Zulficar Mochtar selaku Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan
Perikanan (BRSDMKP) mengatakan bahwa dalam penentuan titik lokasi untuk pembangunan
KJA offshore ini telah disusun dalam naskah akademik oleh beberapa tim diantaranya yaitu
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Badan Riset dan SDM, serta Direktorat Jenderal
Pengelolaan Ruang Laut. Tidak hanya tim Kementerian Kelautan dan Perikanan saja yang
mengambil bagian dalam uji kelayakan, namun uji kelayakan tersebut juga dilakukan oleh tim
Norwegia dari Aqua Competense (kkp.go.id). Dalam uji kelayakan tersebut, telah
mempertimbangkan segala aspek kelayakan fisik seperti gelombang, pasang surut air laut, arah
dan kecepatan arus, dan kekeruhan air.Secara kimiawi, lokasi pembangunan KJA offshore telah
dilakukan pengukuran kualitas air.Dalam pembangunan KJA offshore telah dipastikan tidak
berada pada kawasan konservasi, dan tidak mengganggu alur pelayaran, serta tidak mengganggu
alur hewan laut untuk berimigrasi.Pada dasarnya pembangunan KJA lepas pantai ini benar-benar
sesuai dengan ketentuan dan tidak berdampak pada lingkungan sekitar. Pembangunan KJA
offshore pertama Indonesia dilakukan di Pangandaran dengan jumlah yang ditanam sebanyak 8
lubang KJA offshore dan diresmikan langsung oleh Presiden Republik Indonesia yakni Joko
Widodo pada tanggal 24 April 2018. Untuk KJA offshore Pangandaran di bangun di tengah laut
dengan jarak sekitar 4 mil dari pantai terdekat dan 7 – 8 mil dari Pelabuhan Pendaratan Ikan
(PPI) Cikidang.
5. Sustainable Aquaculture Workshop 2018
Pada tanggal 18 Oktober 2018, pihak Innovation Norway mengadakan “Sustainable
Aquaculture 2018” yang diselenggarakan di Hotel Raffles, Jakarta.Dalam kegiatan ini pihak
Norwegia menghadirkan narasumber dari Pharmaq dan Aqualine. Dalam seminar ini, ada
beberapa hal yang telah disepakati Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya dan pihak Norwegia
dalam kegiatan tersebut diantaranya yaitu:
i. Sesi pertama membahas mengenai gambaran singkat terkait akuakultur Indonesia dan
peluang Indonesia oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan dan dari pihak Norwegia
mengenai produk akuakultur Norwegia
ii. Sesi kedua membahas mengenai Handling Fish Diseases pada ikan kakap oleh
pembudidaya berasal dari Turki, sebagai negara yang telah menggunakan produk
Norwegia yaitu Pharmaq
iii. Sesi ketiga membahas carrying capacity tools berupa site selection dan day to day
integrated management for offshore aquaculture oleh Aqualine
iv. Sesi keempat juru bicara (spokesperson) menyampaikan tentang carrying capacity tools
dari Indonesia yakni akademisi dari Institut Pertanian Bogor
6. Sustainable Mariculture Project
Pada tanggal 29 Oktober 2018 di Bali, Indonesia dan Norwegia menandatangani Letter of
Intent terkait kerjasama kelautan dan perikanan. Dalam Letter of Intent tersebut menyatakan
untuk melakukan kerjasama terkait pembangunan perikanan dan budidaya berkelanjutan dengan
tujuan menjamin ketahanan pangan dan nutrisi (treaty.kemlu.go.id). Adapun tiga tema utama
yang dipilih Indonesia untuk dilakukan dalam proyek di bawah bantuan ahli Norwegia
diantaranya yaitu:
1) Perencanaan tata ruang dan daya dukung
2) Pemuliaan dan pengendalian penyakit
3) Standar teknis untuk budidaya perairan lepas pantai terintegrasi
Dalam sustainable mariculture project ini, Norwegia akan memberikan dana hibah kepada
Indonesia melalui kegiatan pengembangan akuakultur berkelanjutan sebesar 4 juta NOK atau
sekitar 6 milyar (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, KKP).
4.4 Dampak Program Kerjasama Sustainable Aquaculture bagi Indonesia
Melalui program kerjasama yang dilaksanakan antara Norwegia dan Indonesia, banyak
dampak positif yang dapat dimanfaatkan Indonesia dalam kerjasama sustainable
aquaculture.Pertama, 70% wilayah negara Indonesia merupakan laut, tercatat total potensi lahan
marikultur sekitar 12,1 juta ha, namun lahan marikultur yang dimanfaatkan sekitar 325.825 ha
(kkp.go.id). Sehingga potensi marikultur atau perikanan budidaya laut perlu dimanfaatkan
semaksimal mungkin untuk kemakmuran rakyat.Dalam memanfaatkan potensi lahan marikultur
melalui program kerjasama Indonesia dapat memaanfaatkan lahan yang belum dimanfaatkan
melalui program kerjasama Keramba Jaring Apung(KJA)offshore dengan pihak
Norwegia.Alasan mengapa ikan kakap putih menjadi komoditas terpilih untuk dibudidayakan
menggunakan Keramba Jaring Apung (KJA)offshore karena kakap putih termasuk jenis ikan
yang mudah untuk dibudidayakan.Selain itu kakap putih perlu ditingkatkan produksinya karena
dalam beberapa tahun terakhir produksi ikan kakap mengalami kondisi yang tidak stabil dimana
pada tahun 2014 jumlah produksi sebesar 5.447 ton, tahun 2015 menjadi 6.558 ton, tahun 2016
5.544 ton, dan akhirnya tahun 2017 kembali mengalami penurunan menjadi 5.545 ton (Imran &
Armaiki, 2018).
Melalui program Keramba Jaring Apung (KJA)offshore dengan mengadaptasi teknologi
dari Norwegia yang dibangun di tiga lokasi yaitu Sabang, Karimun Jawa, dan Pangandaran pada
tiap tahunnya di tiap lokasi dapat ditebar benih sekitar 1,2 juta ton ikan kakap untuk 8 lubang
(depkes.go.id). Tiap lokasi pengembangan Keramba Jaring Apung (KJA)Offshore terdiri dari 8
lubang, Keramba Jaring Apung(KJA) tersebut berbentuk bulat dengan diameter 25,5 m, dengan
keliling lingkaran 80 m yang berfungsi untuk memelihara ikan laut di laut terbuka yaitu > 2 km
dari pantai (depkes.go.id). Melalui program kerjasama ini, negara Indonesia dapat memproduksi
ikan kakap putih sebanyak 816 ton per tahun per unit dengan jumlah 8 lubang Keramba Jaring
Apung (KJA)offshore (kkp.go.id), dimana tiap lokasi lokasi pengembangan dibangun 1 unit KJA
offshore yang terdiri dari 8 lubang, sehingga dari tiga lokasi pengembangan Keramba Jaring
Apung (KJA) Offshore dapat memproduksi ikan kakap sebanyak 2.448 ton ikan kakap per tahun
di tiga lokasi yaitu Karimun Jawa, Pangandaran, dan Sabang. Dampak positif inovasi teknologi
marikultur ini yaitu dapat mendorong produksi ikan laut, mendorong pemberdayaan terhadap
masyarakat dengan menyerap 200 tenaga kerja langsung untuk proses pendederan karena untuk
memenuhi benih ditiap lubang Keramba Jaring Apung (KJA)offshore dibutuhkan lahan sebanyak
5 ha (kominfo.go.id), selain itu dengan program ini tidak hanya melibatkan tenaga kerja
langsung namun juga tenaga kerja tidak langsung sekitar 135 – 220 orang (kkp.go.id).
Untuk kegiatan penyortiran ukuran ikan dan pengangkutan benih, dan kegiatan vaksinasi
melibatkan tenaga kerja sekitar 15 – 25 orang (kkp.go.id). Melalui program ini, nelayan sekitar
juga akan diberdayakan melalui pemanfaatan terhadap hasil tangkapan ikan rucah (ikan kecil)
sebagai pakan tambahan untuk Keramba Jaring Apung (KJA)offshore, dan melibatkan Koperasi
Unit Desa (KUD) untuk pengelolaan hasil panen (kkp.go.id). Keramba Jaring Apung
(KJA)offshore pertama Indonesia dibangun di pangandaran dan diresmikan langsung oleh
presiden Joko Widodo pada 24 April 2018, sedangkan untuk 2 lokasi lainnya saat ini masih
dalam tahap pengembangan. Di samping itu, dengan adanya program Keramba Jaring
Apung(KJA)offshore ini dapat menguntungkan ekosistem yang ada dibawah laut dengan
memberi nutrisi pada kerang-kerangan, bulu babi, teripang, dan nutrisi anorganik untuk rumput
laut.Berdasarkan data yang didapatkan dari hasil wawancara dengan Ibu Erna Yuniarsih bahwa
dalam pengembangan Keramba Jaring Apung(KJA)offshore ini masih mengalami beberapa
kelemahan dikarenakan gangguan akibat efek dari alam seperti ombak dan cuaca laut yang ganas
sehingga menyebabkan teknologi tersebut mengalami kerusakan.Terkait permasalahan tersebut
pihak Indonesia telah melakukan inisiasi kepada pihak Norwegia untuk membantu memperbaiki
teknologi tersebut.
Dalam kerjasama sustainable aquaculture antara Indonesia dan Norwegia, salah satu
UPT yang merasakan manfaat menjalani program kerjasama Indonesia – Norwegia khususnya
program sustainable aquaculture yaitu UPT BBPBL Lampung. Terkait upaya pengembangan
marikultur, kakap putih merupakan salah satu komoditas yang akan dikembangkan. Melalui
sharing knowledge pada program seminar sustainable aquaculture diberitahukan kepada
masyarakat pembudidaya yaitu terkait penggunaan benih besar yaitu 15 cm lebih baik
dibandingkan dengan menggunakan ukuran yang selama ini digunakan pembudidaya Indonesia
yaitu ukuran 7 cm, adapun tujuan utama dalam menggunakan benih besar yaitu mempersingkat
masa pemeliharaan.Selain itu memperhatikan penggunaan benih, sangat penting untuk
memperhatikan waktu dan jumlah pemberian pakan dan vitamin pada ikan, dan juga pentingnya
menangani penyakit ikan dengan menggunakan vaksin karena lebih baik dibanding dengan
penggunaan antibiotik dan bahan kimia.Serta penggunaan vaksin dapat meningkatkan kesehatan
ikan dan kelangsungan hidup yang lebih tinggi serta mengurangi tekanan pada lingkungan.
Melalui program inilah yang kemudian yang memberikan pengetahuan baru kepada masyarakat
Indonesia terkait cara pembudidayaan ikan yang baik.
Dampak ketiga dari kerjasama Indonesia – Norwegia dalam program kerjasama yaitu
membuka wawasan masyarakat terkait pembangunan perikanan budidaya yang berkelanjutan
dimana tim Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Tatelu, Minahasa, Sulawesi Utara
telah berhasil mengembangkan sistem teknologi Recirculating Aquaculture System (RAS)
merupakan teknologi pembenihan. Teknologi ini sudah biasa digunakan di negara Norwegia,
teknologi RAS merupakan teknologi yang menerapkan sistem budidaya ikan secara intensif
dengan menggunakan infrastruktur generator oksigen untuk penggunaan air secara terus menerus
yang berfungsi dalam menstabilkan dan mengontrol kondisi lingkungan ikan sehingga
mengurangi jumlah penggunaan air dan meningkatkan tingkat kehidupan ikan. Tim BPBAT
Tatelu berhasil mengadopsi teknologi yang digunakan Norwegia dengan model serta perangkat
prasaran yang lebih murah dengan menggunakan produk dalam negeri sehingga menekan biaya
pengeluaran karena biaya yang lebih murah dibanding mendatangkan langsung teknologi
tersebut dari negara lain. Dengan menggunakan teknologi RAS pembudidaya ikan dapat
memenuhi kebutuhan benih yang berkualitas serta meningkatkan produksi benih sebanyak
mungkin.Teknologi ini juga berbeda dari sistem yang biasa digunakan pembudidaya pada
umumnya karena sistem yang yang biasa yang digunakan pembudidaya hanya memproduksi
benih ikan sebayak 50 ekor saja (mongabay.co.id). Berikut merupakan gambar contoh penerapan
RAS dalam media perikanan budidaya
Gambar 4. Contoh Penerapan RAS dalam Media Budidaya
Sumber: aquaculture-mai.org
4.5 Kepentingan Negara Indonesia dan Norwegia Kerjasama di Bidang Perikanan
Budidaya Berkelanjutan (Sustainable Aquaculture)
Dalam kerjasama yang dilaksanakan antara pihak Indonesia dan Norwegia melalui
instansi-instansi terkait dengan perikanan khususnya di bidang akuakultur tentu saja memiliki
kepentingan oleh tiap-tiap pihak yang bersangkutan yakni Indonesia dan Norwegia.Sebab dalam
sebuah kerjasama terdapat kepentingan nasional tiap aktor dan pada dasarnya kepentingan itu
sendiri tidak dapat terlepas atau dipisahkan dari sebuah kerjasama internasional.Selain itu,
kepentingan merupakan salah satu dasar mengapa aktor internasional mengadakan kerjasama.
Salah satu kontribusi yang diberikan perspektif liberalisme untuk pemahaman kita mengenai
tatanan hubungan internasional adalah melalui pandangan kaum liberal terhadap sifat dasar
manusia, kaum liberal memiliki keyakinan besar bahwa prinsip rasional dapat digunakan dalam
menyelesaikan masalah-masalah dalam ranah internasional, melalui prinsip rasional tersebut,
dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh sebuah negara, manusia kemudian
menggunakan pemikiran rasionalnya untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang mereka
hadapi melalui kerjasama. Pandangan liberalisme yang menekankan arti penting kerjasama
dalam hubungan internasional dalam menyelesaikan permasalahan, salah satunya satunya adalah
negara Indonesia.
Bidang perikanan budidaya Indonesia atau akuakultur Indonesia masih memiliki banyak
permasalahan terkait dengan pembangunan perikanan budidaya yang berkelanjutan. Adapun
beberapa permasalahan perikanan budidaya diantaranya yaitu keterbatasan kemampuan
teknologi yang dimiliki Indonesia masih belum memadai, akses untuk permodalan untuk
pengembangan usaha budidaya masih terbatas, pengamanan kualitas ikan yang masih belum
terjamin, penurunan kualitas perairan, kepastian tata ruang usaha budidaya perikanan yang
belum kuat, dan sistem pendataan perikanan budidaya belum andal dan efisien (bappenas.go.id).
Dalam menyelesaikan atau membenahi beberapa permasalahan perikanan budidaya yang tengah
dihadapi saat ini, negara Indonesia membutuhkan bantuan maupun dukungan dari negara lain
dalam pembangunan perikanan budidaya. Dalam hal ini, Indonesia terus memperkuat
kerjasamanya dengan pihak Norwegia yang lebih ahli dan berpengalaman di bidang perikanan
budidaya.Upaya tersebut di tempuh pemerintah Indonesia guna meningkatkan kapasitas
perikanan budidaya yang dimilikinya agar tetap berkelanjutan. Berdasarkan data wawancara
yang dilakukan peneliti kepada Kepala Bagian Kerjasama Ditjen Perikanan Budidaya,
Didapatkan data terkait kepentingan Indonesia menjalin kerjasama yaitu karena Pihak Norwegia
merupakan negara yang ahli terkait dengan hal-hal teknologi di bidang akuakultur. Di mana
untuk teknologi akuakultur yang dimiliki Norwegia juga lebih canggih.Fakta inilah yang
kemudian mendorong Indonesia untuk belajar dari Norwegia.Selain itu, pihak Norwegia juga
unggul dalam bidang vaksinasi.Dalam hal ini Indonesia belajar memproduksi vaksin untuk
bidang akuakultur.Di samping itu, Norwegia juga negara yang ahli dalam mengembangkan
budidaya lepas pantai, sedangkan bagi Indonesia sendiri terkait dengan marine aquaculture atau
budidaya lepas pantai merupakan suatu hal yang masih baru.
Negara Indonesia merupakan sebuah negara maritim dimana sebagian besar wilayah
negaranya adalah lautan.Namun potensi lautan Indonesia yang luas belum dimaksimalkan
dengan baik. Oleh sebab itu Indonesia menggunakan kesempatan ini untuk untuk mempelajari
bagaimana cara budidaya laut di lepas pantai, belajar membuat zoning atau pemetaan, dan
penentuan lokasi budidaya laut sehingga kedepannya atau dikemudian hari apabila Indonesia
ingin menawarkan investasi, maka pihak Indonesia telah mengetahui lokasi untuk kegiatan
budidaya ikan yang cocok di wilayah mana saja yang sesuai untuk melaksanakan kegiatan
tersebut karena pemetaannya yang sudah jelas. Dalam kerjasama ini Norwegia memperkuat
kerjasama dengan pihak Indonesia dalam sustainable aquaculture karena pihak Norwegia
menganggap bahwa Indonesia memiliki potensi yang besar dalam hal perikanan khususnya
perikanan budidaya atau akuakultur.Meskipun Indonesia memiliki potensi yang besar namun
dalam hal teknologi akuakultur, negara Indonesia masih memiliki keterbatasan.
Oleh karena itu dengan menggandeng negara Indonesia maka Norwegia dapat
menawarkan teknologi akuakultur yang dimilikinya untuk pengembangan budidaya
Indonesia.Salah satu teknologi yang ditawarkan Norwegia yaitu KJA offshore. Selain itu, salah
satu keuntungan yang didapatkan Norwegia dalam kerjasama ini yaitu pihak Norwegia memiliki
kesempatan untuk berinvestasi di Indonesia dalam sektor perikanan budidaya seperti unit
pengolahan ikan, sarana dan prasarana serta sistem logistik di seluruh wilayah Indonesia,
khususnya di lokasi PSPKT. Dalam asumsi dasar liberalisme yang pertama pada bab sebelumnya
menjelasakan bahwa negara bukanlah satu-satunya dalam hubungan internasional, namun
terdapat aktor lainnya seperti aktor bukan negara yang memiliki pengaruh. Dalam hal ini, negara
bukanlah satu-satunya aktor namun terdapat pula aktor lain yaitu individu atau perusahaan
internasional yang juga memiliki peran dalam kerjasama ini diantaranya yaitu perusahaan
Pharmaq yang bergerak di bidang vaksinasi dan Aqua Optima AS Trondheim yang bergerak
dalam bidang teknologi sebagai perwakilan Norwegia serta PT. Perikanan Nusantara
(PERINUS) sebagai perwakilan Indonesia. Ketiga perusahaan ini bertugas sebagai penyedia
barang dan jasa dalam kerjasama sustainable aquaculture antara Indonesia dan Norwegia karena
pada dasarnya dalam pembangunan sebuah negara dibutuhkan campur tangan dari aktor lain
selain negara yaitu perusahaan untuk menyediakan barang dan jasa seperti manajemen dan
pelaksaaan pemasangan teknologi, serta pelatihan mengenai pengoperasion dan pemeliharaan.
Dengan hadirnya perusahaan Norwegia yang ahli dalam bidang vaksinasi dan teknologi
keramba jaring apung offshore dapat membantu negara Indonesia dalam mengembangkan
perikanan budidaya Indonesia yang perlu dikembangkan. Pada poin kedua asumsi dasar
liberalisme menjelaskan bahwa liberalisme melihat bahwa ketergantungan merupakan karakter
hubungan internasional, dalam kerjasama internasional antara Indonesia dan Norwegia tentu saja
tidak terlepas dari ketergantungan, dimana negara Indonesia bergantung pada Norwegia dalam
pengembangan perikanan budidaya yang berkelanjutan dimana negara Indonesia membutuhkan
negara Norwegia dalam pengelolaan perikanan budidayanya agar tetap berkelanjutan melalui
program-program kerjasama yang telah dilakukan oleh kedua negara pada tahun 2015 – 2018.
Dalam kerjasama ini tentunya didasarkan oleh kepentingan masing-masing tiap negara
dimana Indonesia mendapatkan budget dari Norwegia dalam menjalankan aktivitas-aktivitas
perikanan budidaya yang selama ini tidak dapat dilaksanakan karena adanya keterbatasan dana,
mendapat pengetahun baru dari negara Norwegia tentang bagaimana cara memproduksi vaksin
yang aman untuk lingkungan serta cara membudidayakan ikan di laut lepas dengan
menggunakan teknologi, dan berbagai ilmu lainnya terkait dengan pengembangan perikanan
budidaya berkelanjutan yang telah mereka laksanakan melalui program kerjasama mereka pada
tahun 2015 – 2018. Selain itu, kepentingan Indonesia dalam kerjasama ini adalah untuk
melaksanakan visi dan misinya melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan terkait
pembangunan di bidang perikanan budidaya, serta mencapai kepentingan kedua negara yaitu
Indonesia dan Norwegia dalam merealisasikan target-target Sustainable Development Goals
(SDGs) pada poin ke 2 mengenai pengentasan kelaparan dengan cara memanfaatkan sumber
daya perikanan secara berkelanjutan.
Dalam dasar asumsi dasar liberalisme pada bab sebelumnya juga menjelaskan bahwa
negara sebagai perwakilan dan kepentingan negara berasal dari kepentingan individu dan juga
kelompok masyarakat. Melalui kerjasama di bidang ini, dimana pada saat penandatanganan
Letter of Intent 29 Oktober 2018, pihak Norwegia akan memberikan dana hibah kepada
Indonesia sebesar Rp 6 milyar. Hal ini yang menjadi suatu keuntungan yang baik bagi Indonesia
untuk masa depan akuakultur Indonesia sendiri. Mengapa kemudian hal ini menjadi kesempatan
yang baik untuk Indonesia, karena Indonesia bisa mendapatakan dukungan budget dari pihak
Norwegia untuk menjalankan aktivitas akuakultur yang selama ini tidak dapat dijalankan oleh
pihak Indonesia sendiri karena pemerintah memiliki keterbatasan dana atau budget untuk tiap
aktivitas. Sehingga dengan adanya kerjasama ini, Indonesia mendapatkan manfaat melalui
bantuan dana tersebut sehingga dapat menjalankan aktivitas-aktivitas yang Indonesia tidak dapat
biayai sendiri. Sehingga hal tersebut dapat memberikan keuntungan terhadap aktivitas akuakultur
Indonesia.
Dengan demikian dalam kerjasama ini tiap negara memiliki kepentingan maupun tujuan
dasar yang hendak mereka capai. Berdasarkan dengan pemikiran Kant yang mengatakan bahwa
negara-negara demokrasi liberal bersifat lebih damai, hal ini juga berlaku dalam kerjasama
Indonesia dan Norwegia, dimana kedua negara sebagai negara demokrasi, keduanya
menciptakan suatu hubungan yang damai yang diperkuat melalui kerjasama salah satunya yaitu
kerjasama di bidang akuakultur yang selalu diperkuat melalui beberapa program kerjasama ditiap
tahunnya yaitu 2015 – 2018 dan tentunya hal ini juga ini tidak terlepas dari ketergantungan satu
sama lain dalam mengembangkan akuakultur karena pada dasarnya dengan adanya suatu
kemajuan dapat membawa perubahan menuju yang ke kehidupan yang lebih baik, dalam hal ini
yaitu kemajuan melalui modernisasi teknologi KJA offshore Indonesia yang diadaptasi dari
teknologi Norwegia untuk membawa perubahan terhadap akuakultur yang dimiliki Indonesia.
Oleh karena itu adanya saling ketergantungan yang di dominasi oleh kerjasama bertujuan agar
aktor dapat mencapai kepentingan yang dapat menghasilkan manfaat bagi negara maupun warga
negaranya.