BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel...

52
36 BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel Rembang Jingga Karya TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi Dalam pandangan kaum feminis pada umumnya, kultur Jawa adalah sebuah kultur yang tidak memberi tempat bagi kesejajaran antara laki-laki dan wanita. Menurut penulis, pandangan tersebut merupakan kesengajaan bangsa penjajah Indonesia yang membelokkan penafsiran tentang wanita Jawa. Dari beberapa prinsip dasar tentang sikap batin masyarakat Jawa yang telah melekat sejak dahulu, banyak di antara pengarang Indonesia yang sebenarnya mendekonstruksi prinsip tersebut menjadi sebuah penolakan dengan memanfaatkan prinsip itu sendiri. TJ dan Dwiyana adalah pengagum R.A Kartini. Berdasarkan kekaguman mereka terhadap R.A Kartini, mereka mencoba mengajak pembaca agar menjadi perempuan yang berwawasan luas dan tidak melulu terkekang dalam kultur wanita Jawa yang harus patuh terhadap suami. Kedua penulis tersebut mendeskripsikan tokoh-tokoh wanita dalam novel Rembang Jingga sebagai wanita Jawa modern yang masih melekat pada sifat-sifat wanita Jawa. Ada empat wanita dalam novel tersebut, yakni Karina, Amanda, Diar, dan Ires. Masing-masing tokoh memiliki citra wanita yang berbeda. Ada yang halus tetapi kuat fisik dan mental, ada yang halus tetapi tidak tegas, ada yang halus tetapi berani, dan ada yang bersikap

Transcript of BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel...

Page 1: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

36

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel Rembang Jingga Karya TJ Oetoro

dan Dwiyana Premadi

Dalam pandangan kaum feminis pada umumnya, kultur Jawa adalah

sebuah kultur yang tidak memberi tempat bagi kesejajaran antara laki-laki

dan wanita. Menurut penulis, pandangan tersebut merupakan kesengajaan

bangsa penjajah Indonesia yang membelokkan penafsiran tentang wanita

Jawa.

Dari beberapa prinsip dasar tentang sikap batin masyarakat Jawa yang

telah melekat sejak dahulu, banyak di antara pengarang Indonesia yang

sebenarnya mendekonstruksi prinsip tersebut menjadi sebuah penolakan

dengan memanfaatkan prinsip itu sendiri. TJ dan Dwiyana adalah pengagum

R.A Kartini. Berdasarkan kekaguman mereka terhadap R.A Kartini, mereka

mencoba mengajak pembaca agar menjadi perempuan yang berwawasan luas

dan tidak melulu terkekang dalam kultur wanita Jawa yang harus patuh

terhadap suami. Kedua penulis tersebut mendeskripsikan tokoh-tokoh wanita

dalam novel Rembang Jingga sebagai wanita Jawa modern yang masih

melekat pada sifat-sifat wanita Jawa. Ada empat wanita dalam novel tersebut,

yakni Karina, Amanda, Diar, dan Ires. Masing-masing tokoh memiliki citra

wanita yang berbeda. Ada yang halus tetapi kuat fisik dan mental, ada yang

halus tetapi tidak tegas, ada yang halus tetapi berani, dan ada yang bersikap

Page 2: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

37

hati-hati dalam memutuskan sesuatu. Hal ini menilik fakta dalam kehidupan

masyarakat, bahwa citra wanita Jawa bertutur kata halus, tenang, pendiam,

kalem, tidak suka konflik, mementingkan harmoni, menjunjung tinggi nilai

keluarga, mampu mengerti dan memahami orang lain, sopan, pengendalian

diri tinggi atau terkontrol, dan daya tahan untuk menderita tinggi. Berikut

adalah pendeskripsian tokoh-tokoh wanita Jawa dalam novel Rembang

Jingga karya TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi.

1. Citra Wanita Jawa pada Tokoh Karina

a. Mandiri

Kehidupan yang digambarkan pada tokoh Karina hampir mirip

dengan kisah Dewi Kunthi. Karina mengalami kehamilan di luar nikah

yang dilakukannya dengan kekasihnya, Dodi. Kemudian dinikahi oleh

orang lain. Akan tetapi, kejadian tersebut tidak menyurutkan hati Karina

untuk menjadi wanita yang mandiri dan menjadi ibu yang baik untuk

anaknya. Sebagai wanita yang mandiri, ia harus kuat fisik maupun

mental. Berikut ini adalah kutipan deskripsinya.

Karina menghela napas memikirkan hasil perjuangan mendiang

suaminya yang sebagian akan jatuh ke adiknya yang kurang

memiliki tanggung jawab. “Apa yang akan saya berikan nanti itu

kan tidak sebanyak apa yang mereka minta. Kita ambil jalan

tengah saja. Bagaimanapun, mereka bagian dari keluarga. Saya

tahu mereka sedang membutuhkan uang banyak dan yakin

mereka akan menerima tawaran ini. Oya, mereka juga harus

menandatangani persetujuan untuk tidak menuntut apa-apa lagi

setelah ini dan kami tidak ada hubungan lagi selain yang bersifat

sosial.” Karina bersikeras dengan keputusan membagi sama rata

pemilikan Ballad Production House. “Setelah itu, jabatan saya di

BPH hanya sebagai pemegang saham.”

Karina melanjutkan karier berikutnya selama enam tahun di Fox

TV, menunggu sampai Kukuh menyelesaikan sekolah menengah

Page 3: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

38

di New York, sebelum dia menjual pemilikannya di BPH dan

pindah di Jakarta. Tidak ada lagi yang dia inginkan di Big Apple

(Oetoro & Dwiyana, 2015:15)

Kutipan di atas menunjukkan Karina memiliki citra wanita Jawa

yang mandiri. Dia berusaha membuat keputusan yang adil agar tidak

menimbulkan masalah dikemudian hari. Semuanya dipikirkan sendiri

dengan berbagai pertimbangan. Selain itu, kemandirian Karina

ditunjukkan dengan ia bekerja keras untuk menghidupi anaknya di New

York. Menjadi single parent menjadikan Karina lebih mandiri dan terus

bekerja keras untuk kebaikan anaknya juga dirinya sendiri.

Pikiran Karina melanglang jauh ke belasan tahun lalu. Di saat dia

harus menguatkan diri sendiri dalam tangisnya. Saat Amanda

memeluk pundaknya berusaha memberi kekuatan tambahan yang

justru menambah rasa sedih, haru dan bersalah. Dia tak ingin

dipeluk, tapi dia lebih tidak ingin menyakiti Amanda yang sudah

menjadi dewi penolongnya (Oetoro & Dwiyana, 2015:38).

Kutipan di atas mendeskripsikan Karina sebagai wanita yang

kuat. Dengan keadaan yang menimpa dirinya, dia berusaha sekuat tenaga

agar tidak jatuh dan membuat sahabatnya, Amanda menjadi terbebani.

Sikap Karina menunjukkan bahwa wanita harus kuat dalam menghadapi

permasalahan yang menimpanya. Fakta di masyarakat mengatakan,

bahwa kesedihan tidak dapat dihindari oleh setiap individu. Namun,

tokoh Karina dideskripsikan sebagai wanita yang tidak egois. Meskipun

kesedihannya mendalam, tetapi dia tetap memahami situasi dan kondisi.

Karina masih memikirkan sahabatnya dan menjaga sikapnya agar tidak

menyakiti perasaan Amanda yang mencoba memberikan kekuatan.

Page 4: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

39

Menurut tradisi Jawa, orangtua memiliki peran penting dalam

kehidupan anak-anaknya, salah satunya ialah berperan sebagai panutan

bagi mereka. Tradisi tersebut mengandung hal yang positif dan negatif.

Positifnya adalah seorang anak diajarkan untuk menghormati

orangtuanya. Negatifnya adalah tradisi tersebut disalahartikan oleh

orangtua. Berperan sebagai panutan anak-anaknya mengharuskan mereka

untuk tunduk dan patuh semua kehendak orangtua. Pemahaman tersebut

adalah salah, karena apabila seorang anak melakukan kesalahan, ia akan

dianggap sebagai anak yang durhaka. Hal tersebut terjadi pada tokoh

Karina, berikut kutipan deskripsinya.

Bapak dan Ibu Hakim mengetahui kehamilan Karina sebelum

putri mereka kembali ke Amerika. Karina menceritakan dengan

jujur apa yang terjadi dan mengutarakan keinginannya untuk

memelihara bayinya. Hari itu rumah keluarga Hakim bagaikan

medan perang yang tak seimbang: kedua orangtua yang sangat

marah, mencaci maki anaknya dan Karina yang hanya tertunduk

diam.

Karina dididik dengan keras oleh orangtuanya. Mereka

mengharapkan kesuksesan anaknya dalam segala hal melebihi apa

yang mereka miliki sekarang. Karina yang pada dasarnya sudah

pandai pun masih dikursuskan ini-itu untuk mendapatkan hasil

yang lebih baik lagi. Dia tumbuh menjadi anaknya yang pendiam,

pemalu dan seperti tidak punya pendirian sendiri. Dengan berita

kehamilan terebut, kebanggan atas prestasi sekolah putri tunggal

mereka kandas begitu saja dan Karina dianggap mempermalukan

mereka. Walau dengan seribu juta permintaan maaf, mohon

pengampunan, Karina dibiarkan sendiri menghadapi nasibnya

(Oetoro & Dwiyana, 2015:113).

Berdasarkan kutipan di atas, Karina dideskripsikan sebagai wanita

yang memiliki daya tahan menderita yang tinggi. Secara psikologi,

seorang wanita dalam keadaan hamil di luar nikah mendapatkan

perlakuan yang demikian dari kedua orangtuanya, akan merasa tersakiti.

Page 5: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

40

Ketika mentalnya goyah atau merasa putus asa, orang akan melakukan

hal-hal yang kurang baik, bahkan melakukan hal-hal yang berbahaya,

seperti bunuh diri. Banyak peristiwa demikian yang berakhir dengan

bunuh diri terjadi. Namun, semuanya dikembalikan kepada masing-

masing individu.

Seperti dalam deskripsi tokoh Karina, TJ dan Dwiyana

menggambarkannya sebagai wanita Jawa yang ikhlas. Rasa ikhlas ini

merupakan pendorong paling utama dari citra wanita Jawa yang memiliki

daya tahan menderita tinggi. “Ikhlas berarti „bersedia‟. Sikap ini memuat

kesediaan untuk melepaskan individualitas sendiri dan mencocokkan diri

ke dalam keselarasan agung alam semesta sebagaimana sudah

ditentukan” (Handayani, 2011:62). Karina dengan ikhlas menerima

perlakuan orangtua yang demikian membencinya dan pasrah kepada sang

pemberi hidup. Dalam kepasrahannya, Karina tidak putus asa dan tetap

pada pendiriannya untuk menjaga dan merawat bayinya. Ia mengikuti

arus alam semesta yang akan mempertemukan takdirnya.

b. Seorang Ibu yang Baik

Di samping itu, sosok Dewi Kunthi yang tercermin pada tokoh

Karina adalah menjadi Ibu yang baik. Bukan hanya sikap batin yang

kuat, tetapi ia digambarkan sebagai ibu yang welas asih, mengajarkan

moral yang baik untuk anaknya. Hal tersebut dideskripsikan pada kutipan

berikut.

Page 6: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

41

Tak seorang pun dari kerabat Karina yang datang pada

pernikahannya dengan Roger. Kelahiran Kukuh pun ditanggapi

dengan dingin, demikian pula setiap kali Karina membawa

anaknya ke Jakarta untuk bertemu kakek dan neneknya (Oetoro &

Dwiyana, 2015:113)

“Teman-temanku kebanyakan dekat dengan kakek-neneknya, Ma.

Bahkan kalau mereka lagi dimarahin oleh orangtuanya, mereka

pergi ke rumah kakek-nenek mereka. Samapai di sana mereka

dimanja.”

“Datuak dan Uwo memang pendiam, nggak banyak bicara, Kuh.

Lagi pula mereka nggak terlalu sering ketemu kamu, kan… jadi

kitanya aja yang harus rajin-rajin menanyakan dan memberi

kabar. Mereka sayang kok sama kamu,” jawab Karina penuh

keyakinan. Dalam hatinya dia merasa sedih sekali (Oetoro &

Dwiyana, 2015:120).

Dapat dilihat dari kutipan di atas, cara Karina yang berbohong

kepada anaknya adalah sebuah bentuk penghindaran konflik antara

Kukuh, kakek-neneknya dan dirinya. Hal ini bertujuan untuk mendidik

anak agar berlaku hormat kepada kakek-neneknya meskipun merasa

dibenci oleh mereka. Sikap hormat dalam budaya Jawa memainkan peran

besar dalam mengatur pola interaksi masyarakat Jawa.

Budaya Jawa mendidik anak untuk merasa wedi (takut) kepada

orangtua yang harus dihormati. Anak dipuji apabila bersikap wedi kepada

orang yang lebih tua atau orang asing. Tokoh Karina yang dideskripsikan

TJ dan Dwiyana mengajarkan anaknya untuk menjadi pribadi yang

terbuka kepada orangtuanya, tetapi tetap harus menghormati orangtua.

Konsep wedi dalam budaya Jawa tidak dimasukkan karena berakibat

sebagai pembatas besar antara anak dan orangtua. Seperti kutipan di atas,

citra Karina sebagai ibu yang baik mampu membuat anaknya nyaman

untuk mengutarakan kegelisahan yang sedang dialami sang anak. Fakta

Page 7: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

42

zaman sekarang, orang dituntut untuk bisa bersikap benar dan tepat,

sesuai dengan siapa dan apa yang terjadi.

Seorang ibu mendapatkan peran yang sangat penting untuk

mendidik anak. Ibu harus mampu mengontrol emosinya. Seperti sosok

Dewi Kunthi yang menjadi panutan wanita Jawa, alih-alih disebut

sebagai “Ibu semesta” karena sifatnya yang rela berkorban demi anak-

anaknya. Karina pun dideskripsikan demikian. Selain mengajarkan sikap

hormat kepada orang yang lebih tua, ia juga mengajarkan anaknya untuk

menghargai wanita. Hal tersebut Nampak dalam kutipan berikut, “Kukuh

diam. Dalam hatinya dia sudah memberi cap buruk kepada Dodi. Kukuh

yang selalu diberi nasihat untuk selalu hormat dan menghargai

perempuan, tidak mengerti sikap mamanya yang berlawanan dengan

nasihat-nasihat tersebut” (Oetoro & Dwiyana, 2015:121). Kutipan

tersebut sebagai penolakan ketidakadilan gender terhadap laki-laki yang

tidak menghormati wanita dalam segala hal. Berdasarkan pengalaman

hidup, Karina berusaha mendidik anaknya agar tidak menjadi laki-laki

yang tidak bertanggung jawab. Tuntutan hidup dan keharusan

mengendalikan diri yang ada pada tokoh Karina menjadikan ia sebagai

sosok wanita Jawa yang lebih kuat dan independen, seperti dalam kutipan

di bawah ini.

Mereka berdua berjalan menuju kamar Kukuh tanpa berbicara.

Dodi semakin melihat perubahan yang ada pada diri Karina.

Karina yang dulu pembangkang di balik sifat penurut dan

pemalunya yang dia sukai. Kini sifat pembangkang itu

mengambil alih dan menjadikan perempuan ini jauh lebih teguh

dan independen (Oetoro & Dwiyana, 2015:117).

Page 8: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

43

Melalui kutipan tersebut, dapat dilihat bahwa sebesar apapun

kesalahan yang dideskripsikan pada tokoh Karina, wanita harus

melaluinya dan terus berjuang demi kehidupan yang menantinya. Sifat

pembangkang yang tercipta akibat didikan orangtua yang terlalu meminta

lebih adalah wujud usaha Karina untuk menjaga keseimbangan batinnya.

Kesalahan yang Karina lakukan tidak menyusutkan keyakinannya dan

menjadikan ia sebagai wanita Jawa yang teguh dan independen seperti

R.A Kartini, wanita Indonesia yang berwawasan luas dan berani.

2. Citra Wanita Jawa pada Tokoh Amanda

a. Kalem

Amanda adalah wanita Jawa yang dideskripsikan oleh TJ dan

Dwiyana dalam novel Rembang Jingga. Amanda digambarkan sebagai

sosok wanita Jawa yang bebas tanpa beban. Beban di sini dalam arti

harus mengikuti kehendak orangtua yang berlebihan. Berikut kutipan

deskripsinya.

Mata Amanda langsung berkaca-kaca. Linda yang setelah dewasa

begitu merepotkan keluarganya ternyata selama hidupnya dia

ingin seperti Amanda, yang menurut Linda, bebas tanpa beban.

Linda memiliki hati dan perasaan halus yang tidak terlihat. Semua

disimpan sendiri karena takut mengecewakan orangtuanya yang

menaruh harapan tinggi padanya (Oetoro &Dwiyana, 2015:27).

Dalam kutipan di atas, Amanda dideskripsikan sebagai adik dari

dua bersaudara. Menurut tradisi Jawa, anak pertama memikul beban yang

lebih berat daripada anak kedua, karena anak pertama memiliki

Page 9: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

44

kewajiban yang besar, seperti menjadi panutan untuk adiknya, juga

bertanggung jawab atas keluarga ke depannya. Linda, kakak Amanda

harus menuruti semua kehendak orangtuanya, menjadi anak yang

berprestasi dan menjaga nama baik keluarga. Berbeda dengan Amanda,

sebagai anak kedua ia tidak dituntut untuk mengikuti semua kehendak

orangtua. Namun, Amanda tumbuh menjadi wanita yang kalem untuk

menjaga keharmonisan, seperti pada kutipan berikut.

“…Lebih nyusahin lagi ketika keterlibatannya pada narkoba,

hingga meninggal dunia karena overdosis obat-obatan,

menimbulkan kebencian dari ayahnya yang galak. Membuat

Amanda harus pontang-panting mengurus jenazah hingga

menguburkan kakak satu-satunya itu di Rembang…” (Oetoro &

Dwiyana, 2015:27).

Kutipan di atas merupakan deskripsi Amanda sebagai wanita

Jawa yang kalem. Sebagai wanita yang kalem, ia berusaha tenang dalam

menghadapi peristiwa-peristiwa yang dialami keluarga dan dirinya.

Amanda yang kalem berusaha memahami orang lain agar dapat menjaga

keharmonisan. Amanda menghormati sikap orangtuanya yang tidak ingin

hadir dalam pemakaman kakaknya, karena alasan kematian kakaknya

yang sungguh di luar dugaan. Dengan ia menguburkan Linda sendiri, ia

berusaha memahami arti kepergiannya. Agama pun mengajarkan bahwa

orang yang sudah meninggal harus diikhlaskan dengan hati yang bersih,

tidak boleh ada kebencian yang akan merugikan untuk orang yang sudah

meninggal tersebut.

Page 10: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

45

b. Menjunjung Tinggi Nilai Keluarga

Pada masyarakat Jawa, masing-masing individu dituntut untuk

mengontrol dorongan spontannya dan menyesuaikan diri dengan pelbagai

otoritas. Satu-satunya ruangan yang relatif bebas dari tekanan itu adalah

keluarga. Keluarga adalah tempat orang Jawa dapat menjadi dirinya

sendiri, tempat ia merasa bebas dan aman, tidak harus mengerem

dorongan-dorongan lahiriahnya, dan hal itu tidak dirasakan sebagai

heteronomi. Tokoh Amanda dideskripsikan untuk menunjukkan hakikat

keluarga tersebut, berikut kutipannya.

Tuti mengangkat wajahnya, ekspresi yang sulit ditebak. Diraihnya

tangan anaknya, digenggamnya erat-erat. “Amanda sayang, itu

adalah masa lalu Mama dan Papa yang kelam. Waktu itu kami

terlalu emosi dan mengambil keputusan pendek, bercerai. Tapi

kami tidak jadi melakukannya, seperti yang Mandy lihat sendiri

kan…”

Amanda menampakkan wajah tidak mengerti, kulit dahinya

berkerut-kerut. “Mama dan Papa tuh ngobrol nggak sih dulu itu

dengan Kak Linda?”

“Maksudmu? Ya ngobrol dong, seperti layaknya keluarga.”

“ngobrol dari hati-ke hati, Ma… bukan ngobrol soal pelajaran

sekolah atau makanan, cuaca… tapi ngobrol soal perasaan, soal

apa yang dipikirkan.. apa yang ada di sini dan di sini,” jelas

Amanda sambil menunjuk ke kepada dan dadanya. “Gini, lho,

Ma…,” Amanda meneruskan dengan hati-hati, takut Mamanya

menjadi sakit hati dan marah. “Saya kan sudah bukan anak-anak

lagi, saya sudah bisa mengerti tentang hubungan dalam rumah

tangga. Sekarang saya mau Tanya, apakah Mama selama ini

bahagia?” (Oetoro & Dwiyana, 2015:192).

Dalam kutipan di atas, TJ dan Dwiyana menggambarkan Amanda

sebagai anak yang bertutur kata lembut dan hati-hati. Dari dialog

Amanda dan ibunya, dapat dilihat bahwa Amanda sebagai pembuka pintu

gerbang keluarganya yang selama ini tertutup. Seperti yang telah

Page 11: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

46

dijelaskan, bahwa keluarga adalah tempat yang bebas untuk menjadi

dirinya sendiri. Penjelasan tersebut harus benar-benar dilakukan dalam

kehidupan nyata. Keterbukaan di antara anggota keluarga adalah kunci

kebahagiaan keluarga yang harmonis. Pendeskripsian Amanda dalam

dialog tersebut tidak terkesan sebagai anak yang mengajari orangtua,

tetapi lebih menunjukkan bahwa anak berusaha memberi tahu

orangtuanya. Kebanyakan di masyarakat Jawa, apabila orangtua merasa

„digurui‟ oleh anaknya, mereka akan merasa sakit hati dan merasa diinjak

harga dirinya sebagai orangtua. Oleh karena itu, dialog pada kutipan di

atas dapat menjadi acuan bagaimana seorang anak yang ingin memberi

pengertian kepada orangtua yang sangat dihormatinya.

c. Seorang Ibu yang Baik

Tidak lepas sebagai gambaran seorang wanita Jawa yang

menjunjung tinggi nilai keluarga, Amanda pun digambarkan sebagai

sosok ibu yang baik seperti Dewi Kunthi dalam pewayangan Jawa.

Sikapnya yang baik, bertutur kata yang lembut dan hati-hati, kontrol

emosi yang baik, dan kecerdasannya melambangkan wanita Jawa

modern. Zaman modern sekarang ini menuntut pemikiran yang luas dan

lebih terbuka, tetapi dengan karakteristik wanita Jawa, ia dapat

menyaring kemodernan zaman dengan lebih baik. Apapun bisa terjadi

kepada siapapun dan kapan saja.

Page 12: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

47

Amanda dideskripsikan sebagai ibu yang baik oleh TJ dan

Dwiyana terbukti pada saat ia mengurus anak tirinya. Dengan kondisi

yang berbeda kebudayaan, antara budaya barat dan budaya timur,

Amanda digambarkan dengan bijaksana untuk mendidik anak tirinya. Hal

tersebut Nampak dalam kutipan di bawah ini.

“Bunda itu kan bukan mama saya yang sebenarnya, jadi nggak

usah deh ikut campur, ngatur-ngatur kehidupan saya.” Jawaban

yang kerap diterima Amanda dari Mega.

Tak ada yang lebih menyakitkan daripada perasaan seorang ibu

yang ditolak oleh anaknya, baik ibu kandung maupun ibu tiri.

Amanda tak pernah putus asa. Dia selalu berusaha mengerti apa

yang dirasakan oleh anak tirinya itu. Saat tubuh Mega sedang

dipenuhi hormon seorang anak yang beranjak menjadi perempuan

muda, Lucile datang kembali ke kehidupannya. Perhatian dan

nasihat yang diberikan oleh Galih dan Amanda dianggap sebagai

larangan yang mengekang kehidupan remaja Mega… (Oetoro &

Dwiyana, 2015:128).

Perbedaan budaya menjadi titik masalah apabila terjadi dalam

satu keluarga. Amanda digambarkan menjadi seorang ibu yang mampu

mengerti setiap keadaan yang dialami oleh anak tirinya. Walaupun dalam

menghadapi Mega ia harus dapat menguatkan hatinya dan siap menerima

perkataan pedas yang dilontarkan sang anak. Budaya barat cenderung

bebas, sedangkan budaya timur mengutamakan kepentingan bersama

sesuai dengan kondisinya. Meskipun Mega sedikit mengetahui budaya

asalnya, tetapi Amanda sebagai ibu juga harus mengajarkan budaya yang

disandangnya. Dalam hal ini, Amanda mengajarkan apa yang dirasa

benar dengan pelan-pelan dan penuh kesabaran.

Anak pada usia pubertas memang sangat riskan. Perhatian

orangtua menjadi sangat penting. Sebagai orangtua yang mengasuh

Page 13: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

48

Mega, Amanda berusaha sebaik mungkin dalam mendidiknya, baik dari

moral maupun etika. Berikut ini adalah bukti yang memperjelas bahwa

Amanda dideskripsikan sebagai ibu yang baik.

“Mega, kamu mau ke sekolah pakai rok itu?” Pertanyaan yang

sebenarnya berupa teguran diucapkan Amanda ketika suatu

pagidia melihat Mega mengenakan pakaian yang menurut dia

terlalu provokatif.

Mega memandang Amanda, lalu sengaja meraba pahanya dari

balik rok mini ketatnya dengan senyum menantang.

“Mega, tolong ganti baju yang lebih sopan sekarang.” Amanda

berusaha untuk tidak menaikkan suaranya, menahan kekesalannya

melihat sikap Mega (Oetoro & Dwiyana, 2015:131).

Perangai Amanda yang dideskripsikan dalam kutipan dialog di

atas merupakan salah satu bentuk pendidikan etika kepada anak remaja.

Bukan hanya di Indonesia, penggunaan rok mini juga dapat meprovokasi

laki-laki di mana pun berada. Apalagi jika penggunaan tersebut

dilakukan di lingkungan sekolah, hal tersebut sangatlah tidak beretika.

Pendidikan etika seperti ini sangat penting karena berfungsi untuk

mencegah adanya pelecehan seksual. Sangat tidak mudah bagi Amanda

untuk mengajarkan hal tersebut kepada anak tirinya.

Masa remaja adalah masa seorang anak yang emosinya sangat

meletup-letup. Emosinya yang terbilang labil membuat orang dewasa

cenderung merasa gemas. Penting bagi orangtua untuk meredam ego dan

berusaha menjalin komunikasi yang tidak memaksa dan tidak menyakiti

anak, seperti yang disampaikan TJ dan Dwiyana melalui tokoh Amanda

tersebut. Ketika anak merasa dirinya tidak didengarkan, anak cenderung

menjadi defensif dan mengambil sikap berseberangan dengan

Page 14: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

49

orangtuanya. Untuk seterusnya ia akan menjauh dan menutup diri.

Kondisi seperti itu jauh lebih sulit daripada orangtua bersedia melakukan

komunikasi sejajar dengan anak, mengesampingkan ego, dan menghargai

apa yang disampaikan anak. Dalam hal ini, Amanda mencoba

menghargai pemikiran yang menurut Mega adalah kesenangan gaya

hidup baru yang diajarkan oleh ibu kandungnya, yang bebas dan tidak

dibatasi. Namun, Amanda tetap berusaha menegurnya sedikit demi

sedikit. Ada saatnya ketika Amanda sebagai ibu yang memiliki hak untuk

mengasuhnya akan bertindak tegas.

Dalam upaya memenuhi kebutuhan harga diri anak, sebagai ibu

yang baik Amanda memberikan kesempatan kepada Mega untuk belajar

bertanggung jawab dan menentukan dirinya sendiri. Kesenangannya

bergaya hidup bebas berimbas buruk pada kehidupannya. Foto-foto

seksinya beredar luas di media sosial dan kekasihnya sendiri yang

menyebarluaskan. Di sinilah Mega harus bertanggung jawab atas

moralnya dan harus bisa menentukan mana yang baik dan buruk.

Amanda sebagai ibu tidak bersikap marah atau mencaci maki anak

tirinya karena hal tersebut menjadi jalan bagi Mega untuk bisa

menentukan dirinya sendiri untuk menjadi lebih baik ke depannya.

Keluarga adalah sebuah dunia moral dengan jenjang yang ketat,

yang harus diarahkan oleh asas solidaritas dan bukan kesetaraan.

Orangtua harus membimbing dan mengajar – sebuah kewajiban moral,

sedangkan kewajiban anak-anak adalah menerima dan mengikuti (nurut).

Page 15: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

50

Konseptualisasi ini memberikan kunci bagi praktik dan teori

kepemimpinan yang diilhami oleh orang Jawa.

Tokoh Amanda dan Karina memiliki kemiripan dalam

pendeskripsian sebagai ibu yang baik. Karakter khas wanita Jawa begitu

jelas deskripsinya. Kedua tokoh tersebut dideskripsikan demikian yang

bertujuan untuk menyampaikan bahwa hubungan harmonis antara anak

dan orangtua akan terjalin baik jika keduanya dapat saling berkomunikasi

dengan baik. Artinya, jika seorang anak mempunyai suatu keinginan

dapat diutarakan secara langsung kepada orangtua, begitu pula

sebaliknya. Komunikasi yang lancar antara orangtua dan anak akan

menciptakan hubungan yang baik antara anak dan orangtua. Orangtua

dapat mengerti keinginan anak dan anak dapat mengikuti harapan

orangtua terhadapnya. Hal tersebut juga menjadi bagian dari arti keluarga

dalam masyarakat Jawa yang sangat istimewa.

3. Citra Wanita Jawa pada Tokoh Diar

a. Kuat Fisik dan Mental

Tokoh yang dideskripsikan oleh TJ dan Dwiyana berikutnya

adalah Diar. Diar adalah salah satu karakter wanita Jawa yang memiliki

latar belakang pendidikan yang kurang. Jelas dalam kasus ini, pengarang

membagi tokoh-tokohnya dalam dua golongan, yaitu golongan kelas atas

dan golongan kelas bawah. Oleh karena itu, Diar termasuk dalam

golongan kelas bawah. Golongan kelas bawah yang miskin dan

Page 16: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

51

kurangnya pendidikan. Diar digambarkan sebagai wanita Jawa yang kuat

fisik dan mental. Dari tekanan fisik dan batin yang dia terima, dia

menjadi wanita yang berani untuk mendapatkan kebebasannya dari

belenggu budak seks. Berikut ini ialah kutipan deskripsinya.

Dalam gerakan-gerakan solat subuh yang tidak khusyuk itu, Diar

melamun. Hanya dalam solat dia bisa memikirkan nasibnya. Di

waktu lain dia harus bekerja keras membantu Endang di dapur

dan di warung. Serta kalau malam melayani para sopir truk yang

kasar-kasar itu. Tentu saja ini bukan keinginannya, dia disuruh

Sugeng. Uang bayaran dari sopir truk yang habis “main”, itu juga

disetorkan ke Sugeng. Diar tak dapat apa-apa. Benda-benda

penunjang, seperti lipstik, bedak, dan baju seksi pun disediakan

oleh Sugeng (Oetoro & Dwiyana, 2015:54-55).

Kutipan di atas mendeskripsikan betapa Diar menahan gejolak

rasa sakit hati yang dirasakannya. Di samping ia harus bekerja keras

demi Endang yang merupakan ibunya, ia harus melakukan pekerjaan

kotor yang diperintahkan oleh ayahnya. Tidak hanya secara fisik, bahkan

secara batin Diar merasakan penderitaan yang luar biasa. Sebagai wanita,

tentu akan sangat menderita apabila kehormatannya direnggut secara

tragis. Masyarakat Jawa juga menjunjung tinggi kehormatan wanita

tersebut.

Seperti yang digambarkan oleh TJ dan Dwiyana, seorang

perempuan yang terbelenggu dengan kondisi yang sangat tidak ia

inginkan, semakin lama ia akan memberontak. Berikut kutipannya.

Diar tercenung beberapa detik. Kotak itu! Kotak itu masih di situ,

tertutup tapi belum digembok lagi. Tak tahu mendapat keberanian

dari mana, Diar membuka kotak itu. Diraupnya isinya. Entah

berapa, terlihat lembaran sepuluh ribuan dan beberapa lembar

ribuan. Dimasukkan begitu saja uang itu ke dalam saku

celananya. Cepat-cepat ditutup lagi kotak itu dalam posisi yang

Page 17: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

52

sama, seperti tidak berubah. Jantungnya berdegup kuat, dia

degdegan (Oetoro & Dwiyana, 2015:67).

Melesat dari motor Agus, Diar bergegas ke kios sayuran agar

Agus tidak curiga. Kemudian menikung di antara ramainya orang,

menjauhi pasar. Diar berjalan cepat, terus berjalan mengarah ke

terminal bus di sebelah barat. Langkahnya cepat, diiringi napas

memburu. Diar tak menengok lagi, entah bagaimana Agus, entah

bagaimana Bapak.

Si Mbok, maafkan aku (Oetoro & Dwiyana, 2015:68)

Dapat dilihat dari dua paragraf kutipan di atas, bahwa Diar

berusaha memanfaatkan kesempatan yang dimilikinya untuk bisa kabur

dan terbebas dari pekerjaan kotornya itu. Keberaniannya muncul dari

penderitaan yang sudah ia rasakan selama ini. Dalam kondisi tersebut,

Diar masih tetap memikirkan orangtuanya dan temannya. Dia menyadari

akibat perbuatannya yang melarikan diri dari rumah, kondisi mereka

akan semakin terpuruk. Memikirkan orangtuanya ketika ia berusaha

keluar dari belenggu ketidakadilan ayahnya adalah bentuk welas asihnya

kepada mereka. Namun, Diar tetap teguh dengan keputusannya. Dia

harus mencari kebebasan dan menentukan nasibnya sendiri. Ketika tidak

ada orang yang menolong, maka diri kita sendiri yang harus jadi

penolongnya. Citra wanita Jawa seperti itulah yang dideskripsikan oleh

pengarang pada tokoh Diar.

b. Welas Asih dan Pekerja Keras

Selain itu, Diar juga dideskripsikan sebagai wanita Jawa yang

welas asih dan pekerja keras. Sifatnya yang welas asih dideskripsikan

secara langsung oleh pengarang, seperti pada kutipan di bawah ini.

Page 18: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

53

Diar di rumah Kasan selama kurang lebih sebulan, membantu di

warung Kasan bersama gadis-gadis rekrutan baru. Kisah masa

lalunya yang pernah dipaksa ayahnya sebagai pekerja seks

tertutup rapat.

Kasan, istrinya, para tetangga, serta pekerja warung lain cukup

percaya dengan cerita Diar bahwa dia kabur dari rumah karena

ayahnya suka memukul. Sikap Diar yang cekatan dan sifatnya

welas asih membuatnya diterima dengan gembira di keluarga

pengelola warung Tegal itu, tanpa desakan pertanyaan seputar

minggat (Oetoro & Dwiyana, 2015:84).

Pada dasarnya, wanita Jawa memiliki sifat yang welas asih, yaitu

sifat yang penuh kasih sayang. Ia bertindak tanpa kekerasan dan penuh

pengertian. Oleh sebab itu, sifat tersebut sangat disukai oleh masyarakat

Jawa di mana pun berada. Seperti deskripsi tokoh Karina dan Amanda,

masing-masing memiliki sifat welas asih. Ajaran welas asih adalah

warisan yang luhur dari nenek moyang masyarakat Jawa. Setiap anak

diajarkan sifat tersebut. Welas asih berkembang secara konstan dalam

diri anak dan akan berhasil dalam perlawanan menentang ketidakadilan,

karena kekuatan welas asih bukan atas dasar kemarahan.

Sifat Diar yang menunjukkan citra wanita Jawa adalah pekerja

keras. Dapat dilihat pada kutipan di atas, cara kerja Diar digambarkan

dengan cekatan. Hal ini didukung faktor kehidupan Diar yang

sebelumnya mengharuskan ia bekerja keras secara fisik maupun mental.

Faktor ekonomi yang minim membuat Diar harus membanting tulang.

Sifat pekerja keras Diar mendorong dirinya untuk bisa diterima di

lingkungan tempat tinggalnya yang baru.

Sekian lama Diar hidup di lingkungan yang baru, kabar kematian

ayahnya datang. Sebagai anak, ia menyadari bahwa kehadirannya

Page 19: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

54

dibutuhkan oleh keluarganya. Bukan sebagai bakti kepada ayahnya,

tetapi demi ibunya dan neneknya yang ia tinggalkan. Berikut kutipan

deskripsinya.

“Aku pulang untuk menghibur si Mbok, agar jangan tambah

linglung. Aku pulang juga karena disuruh Mbah. Kalau Mbah

yang nyuruh, aku sudah nggak bisa menolak, Res. Aku sangat

menghormati beliau.” Napas Diar masih memburu. Ditariknya

napas panjang lagi. “Keluargaku kan nggak tahu keberadaanku,

Res, pasti aku dimarahi habis-habisan. Jangan-jangan aku

dianggap yang menyebabkan Bapak meninggal (Oetoro &

Dwiyana, 2015:95).

Melalui kutipan di atas, sifat menghormati orangtua dalam tokoh

Diar masih melekat. Sebagai wanita Jawa dan dalam pandangan agama,

seorang anak tidak boleh membiarkan keluarganya menderita. Si Mbok

yang merupakan ibunya Diar, tidak bisa tidak ia pikirkan keadaannya.

Walaupun masa lalu yang kejam, Diar harus tetap menunjukkan rasa

kepedulian terhadap keluarganya. Memikirkan tentang kematian

ayahnya, ia tidak mau dianggap sebagai anak yang durhaka, tidak mau

dianggap sebagai penyebab kematian ayahnya.

Dalam kutipan di atas, Diar memiliki pengendalian diri yang kuat.

Ia tidak hanya memikirkan dirinya sendiri, tetapi juga memikirkan

bagaimana keadaan keluarganya. Apalagi yang menyuruhnya pulang

adalah nenek yang sangat ia hormati. Wataknya yang digambarkan welas

asih, ia harus berusaha mengesampingkan kenangan buruk yang telah

terjadi dalam dirinya. Banyak orang yang merasa sudah diperlakukan

tidak adil oleh keluarganya, lalu ia menjadi tidak peduli lagi dengan

Page 20: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

55

keluarganya. Namun, karena citra wanita Jawa yang melekat dalam tokoh

Diar, ia mampu mengatasi keegoisannya.

Selain itu, Diar juga dideskripsikan memiliki sifat yang periang,

seperti dalam kutipan di bawah ini.

Suasana di rumah Mbah Karto menjadi ramai dengan cerita

kejadian tersebut versi Diar yang disertai komentar lucu dari mata

seorang anak zaman dahulu. Amanda tak henti-hentinya

memperhatikan teman masa kecilnya itu yang dilihatnya tetap

ceria, berani dan penuh perhatian. Diar kecil yang bisa

menyimpan rahasia, bahwa dialah pengantar surat antara Pak dan

Bu Anwar dengan anak-anaknya (Oetoro & Dwiyana, 2015:49).

Diar yang memiliki sifat ceria dideskripsikan melalui tokoh lain.

Hal ini bertujuan untuk memperjelas citra tokoh Diar. Pandai menjaga

rahasia adalah bukti bahwa Diar peduli terhadap orang lain sudah

tertanam sejak ia kecil. Hal ini juga didorong oleh sifat wanita Jawa yang

pandai memendam perasaan. Biasanya, orang yang pandai memendam

perasaan justru lebih terlihat periang dan berani.

Diar pun dideskripsikan oleh TJ dan Dwiyana sebagai wanita

Jawa yang mengerti orang lain sesuai dengan kondisinya. Hal ini bukan

hanya kepada keluarga, bahkan kepada sahabatnya, Ires. Dapat dilihat

buktinya melalui kutipan deskripsinya di bawah ini.

Ires bersalaman dengan Amanda, Karina dan Kukuh lalu ikut

duduk bersama mereka atas ajakan Mbah Karto. Kepalanya tetap

menunduk membuat rambutnya jatuh menutupi sebagian wajah.

Duduknya tegak dengan kedua tangan diletakkan di atas paha,

seperti seorang murid yang hendak mengakui kesalahannya

dihadapan gurunya.

“Ires pinter masak. Di perkumpulan kami sekarang Ires kadang-

kadang mendapatkan pesanan makanan dan kue-kue. Sekarang ini

dia lagi mencoba resep-resep baru yang diajarkan Mbah Karto.”

Page 21: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

56

Diar mencoba membuat Ires lebih santai dengan membuka pokok

pembicaraan yang disukai (Oetoro & Dwiyana, 2015:50).

Memahami dan mengerti orang lain adalah perilaku yang

gampang-gampang susah dilakukan oleh manusia. Menilik sifat

individualisme sekarang ini berkembang di mana-mana. Tidak peduli

bahwa orang itu saudara atau pun orang terdekat. Dalam kutipan di atas,

Diar sangat mengerti bagaimana ketidaknyamanan yang dirasakan Ires

karena sifatnya yang pemalu. Demi kenyamanan bersama, Diar pun

memilih pokok pembicaraan yang disukai Ires untuk membuat Ires lebih

santai, dan tidak menimbulkan kecanggungan di antara Amanda, Karina,

Kukuh dan Mbah Karto.

Sikap Diar di atas merupakan salah satu cara menjaga etika untuk

menjamu tamu. Di tambah lagi, salah satu tamunya adalah mantan

majikan Mbah Karto, orang yang dihormati oleh Diar. Sikap sopan

santun Diar menonjolkan citra wanita Jawa yang melekat pada tokoh

tersebut.

Jadi, citra wanita yang dideskripsikan TJ dan Dwiyana pada tokoh

Diar adalah sosok wanita yang kuat fisik maupun mental, welas asih dan

pekerja keras. Dari citranya tersebut, menjadikan Diar sebagai wanita

yang berani untuk mendapatkan kebebasan dari kekejaman ayahnya, dan

memahami orang lain dengan lebih baik.

Page 22: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

57

4. Citra Wanita Jawa pada Tokoh Ires

a. Penurut dan lemah lembut

Stereotip masyarakat Jawa zaman dahulu mengatakan, bahwa

wanita harus penurut, setia, dan lembut. Menurut apa kehendak laki-laki

dan cenderung inferior atau justru bisa dilihat sebagai bentuk menghargai

laki-laki. Wanita tidak menuntut, dan lemah lembut dalam bertutur kata

dan tingkah laku. Hal tersebut nampak ketika Ires menjawab sindiran dari

suaminya. Ia tetap bertutur kata lemah lembut saat berusaha menjelaskan

apa yang membuatnya sedikit terlambat pulang ketika membelikan rokok

di warung depan kompleksnya (Oetoro & Dwiyana, 2015:69).

Dapat dilihat dalam kutipan tersebut, Ires dideskripsikan sebagai

wanita Jawa yang penurut, tidak membantah oleh suami. Apabila ia ingin

mengikuti kegiatan tertentu ia akan meminta izin terlebih dahulu kepada

suaminya. Dengan tidak menatap mata suaminya, akan dianggap sebagai

bentuk hormat terhadap suaminya. Namun, dalam pendeskripsian tokoh

Ires, pengarang menggambarkannya sebagai wanita Jawa yang terlalu

banyak memikirkan orang lain sehingga melupakan memikirkan keadilan

atas dirinya sendiri.

Menurut TJ, wanita adalah sosok yang kurang bisa memutuskan

sesuatu sendiri. Pada tokoh Ires, pengarang mendeskripsikannya

demikian. Hal ini sesuai dengan fakta, banyak wanita yang tidak bisa

tegas untuk dirinya sendiri dan orang lain. Memikirkan segala sesuatu

dengan terlalu banyak memikirkan orang lain. Kasusnya Ires, ia

Page 23: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

58

dideskripsikan terlalu memikirkan suaminya, sehingga akal sehatnya

tidak dapat mencerna situasi dan kondisi dengan baik, seperti dalam

kutipan di bawah ini.

Dua hari Ires di rumah orangtuanya sebelum Herlambang datang

menjemput. Herlambang berdalih sangat cemburu melihat Ires

memiliki banyak teman. Dia meminta maaf dan memohon maaf

agar Ires mau kembali dan pulang bersamanya dengan janji semua

itu tidak akan terulang lagi. Hati Ires luluh mendengar ucapan

suaminya dan mengikuti Herlambang pulang. Begitu sampai di

rumah, bukan kasih sayang yang diterima Ires, melainkan hujan

pukulan dan makian serta ancaman-ancaman jika dia berani lari

lagi dari suaminya (Oetoro & Dwiyana, 2015:72).

Ires digambarkan berhati lembut, dan mudah dirayu oleh

suaminya tanpa memerhatikan situasi dan kondisi yang sudah mereka

berdua lalui. Sangat mencintai suami adalah sesuatu yang mutlak

dirasakan oleh wanita, tetapi melalui tokoh Ires, TJ dan Dwiyana ingin

menyampaikan bahwa mencintai juga harus menggunakan logika.

Melihat kutipan di atas, mencintai yang hanya memenangkan ego akan

berimbas buruk.

Benar saja bahwa wanita kedudukannya inferior, namun tidak

seharusnya laki-laki menindas wanita karena merasa memiliki hak dan

kekuasaan atas istrinya. Sebagai wanita Jawa, Ires dideskripsikan terlalu

lemah, tidak mempunyai pengendalian diri yang kuat sehingga

menimbulkan rasa takut yang berlebih terhadap suaminya. Setelah

kejadian dipukuli oleh suaminya, kondisinya semakin parah dan rasa

takutnya bertambah besar. Ires tidak memiliki keberanian untuk melawan

atas ketidakadilan yang dia terima, seperti dalam kutipan berikut.

Page 24: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

59

“Mendengar cerita Ires, Diar langsung mengajaknya pergi dari

rumah itu. Pertama-taman Ires menolak, takut Herlambang akan

mengetahui keberadaannya. Selain itu, dia tidak berani karena dia

tidak memiliki apa-apa untuk hidup sendiri. Ires pun masih ingat

apa yang terjadi setelah ia kabur ke rumah orangtuanya. Dia ingat

ancaman-ancaman Herlambang. Bulu kuduknya berdiri

membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi

(Oetoro & Dwiyana, 2015:89).

Ketakutan yang dirasakan Ires menjelma sebagai trauma fisik dan

mental. Dalam hal ini, Ires memiliki daya tahan menderita tinggi. Melihat

pendeskripsiannya yang demikian tragis, kebanyakan orang akan jatuh

stres dan trauma berkepanjangan terhadap laki-laki. Namun, Ires belum

masuk pada tahap tersebut. Beruntung dalam keadaan seperti itu, ia

mendapatkan sahabat seperti Diar yang berani dan mampu memahami

orang lain. Jika tidak, hidup Ires mungkin akan semakin terpuruk.

Adanya tokoh Diar membantu Ires dengan bujukan-bujukannya agar Ires

berani untuk meninggalkan rumah suaminya.

b. Tidak tegas dan pendiam

Ketakutan Ires masih terus menghantui hidupnya walau suaminya

sudah dilaporkan ke pihak berwajib dan dalam sedang penyelidikan. Hal

ini menunjukkan bahwa Ires tidak bisa tegas pada dirinya sendiri. Dia

selalu dihantui oleh bayangan-bayangan tentang perlakukan suaminya

terhadap dirinya. Berikut kutipan deskripsinya.

Hasil penyelidikan datang dua hari kemudian dan Herlambang

resmi ditahan. Ires merasa sedikit lebih lega mendengar berita

tersebut, namun pengalaman hidupnya dengan Herlambang

membuatnya selalu merasa ketakutan dan pikiran bahwa

suaminya akan bebas dari hukuman menambah kecil hatinya. Dia

Page 25: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

60

semakin sering menyendiri dan melamun. Setiap hari Diar

mengajaknya ke rumah sakit untuk menjenguk Kukuh. Saat-saat

itu memang membuatnya lebih ceria. Semakin dia mengenal

teman-teman barunya, semakin dia menyukai mereka. Menyukai

namun belum sepenuhnya percaya (Oetoro & Dwiyana,

2015:140).

Perasaan takut Ires yang dideskripsikan oleh TJ dan Dwiyana

merupakan suatu bentuk trauma. Seorang suami yang seharusnya

dihormati oleh sang istri berubah menjadi seorang suami yang ditakuti

oleh sang istri. Sifat berani sama sekali tidak ada dalam tokoh Ires.

Ketika kebebasan akan segera diraihnya, ia justru lebih banyak

menyendiri dan melamun. Seakan-akan hidup bahagia hanya ada dalam

imajinasi Ires saja.

Ires juga digambarkan sebagai wanita Jawa yang mudah bergaul.

Dapat dilihat pada kutipan di atas, berkat tokoh Diar yang terus

membujuknya, Ires menjadi lebih mau bergaul dengan teman-teman

Diar. Ires juga digambarkan sebagai wanita Jawa yang diam, tidak

banyak bicara. Terbukti dari deskripsinya yang merasa tidak percaya

kepada teman-teman barunya. Rasa ketidakpercayaan kepada orang lain

disebabkan Ires tidak pernah mau terbuka kepada orang lain. selalu

memendam semua yang dirasakan hanya untuk dirinya sendiri.

Masyarakat Jawa adalah masyarakat yang membudayakan saling

tolong-menolong. Ketika ada teman yang kesusahan, maka ia akan

dibantu sebisanya, begitu juga sebaliknya. Hidup akan terasa lebih

nyaman ketika ada keterbukaan antara individu dengan individu lainnya.

Jadi, sifat penurut, setia, dan lembut berlaku untuk orang yang benar dan

Page 26: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

61

situasi yang benar. Pada zaman sekarang, wanita Jawa dituntut untuk bisa

tegas pada dirinya sendiri dan orang lain, serta sesuai dengan situasi dan

kondisinya.

B. Ketidakadilan Gender yang Ada dalam Novel Rembang Jingga Karya TJ

Oetoro dan Dwiyana Premadi

Masalah kedua, penulis akan menguraikan tentang bentuk-bentuk

ketidakadilan yang terjadi dan dialami oleh wanita dalam Novel Rembang

Jingga karya TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi. Dalam novel tersebut, ada 2

tokoh wanita yang mengalami ketidakadilan gender, yaitu Ires dan Diar.

Ketidakadilan gender tersebut dapat dimanifestasikan dalam 5 kategori, yaitu

(1) marginalisasi; (2) subordinasi; (3) stereotip; (4) kekerasan fisik dan psikis;

dan (5) beban kerja.

1. Marginalisasi Wanita dalam Novel Rembang Jingga

Perbedaan gender melahirkan ketidakadilan yang termanifestasikan ke

dalam bentuk marginalisasi atau pemiskinan terhadap wanita. Proses

marginalisasi sesungguhnya sudah banyak terjadi dalam masyarakat dan negara

yang disebabkan oleh berbagai peristiwa, seperti bencana alam dan ekploitasi.

Salah satu bentuk pemiskinan atas jenis kelamin tertentu dapat berasal dari

kebijakan pemerintah, keyakinan, tafsiran agama, keyakinan tradisi, dan

kebiasaan atau bahkan asumsi ilmu pengetahuan.

Seperti dalam pandangan masyarakat Jawa, bahwa wanita hanyalah

kanca wingking. Wanita sebagai istri harus mengurus rumah dan suami saja,

Page 27: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

62

tidak perlu mengurus urusan di luar rumah. Hal tersebut tercermin dalam

kutipan dialog berikut:

“Lama amat sih? Padahal, Cuma diminta beli rokok di warung depan,

gimana kalau disuruh ke Blok M…, bisa-bisa setahun baru balik. Kamu

ketemu pacar ya?” teriak Herlambang, berdiri tegak dihadapan Ires.

“Ndak, Mas. Tadi ketemu Ibu Tin, tetangga nomor 5, dia tanya kapan

saya bisa ikut kelompok mengaji. Saya bilang harus minta izin Mas

dulu,” jawab Ires lirih, tak berani menatap mata Herlambang.

“Nggak usah ikut macam-macam. Bikin kepala kamu tambah besar,”

bentak Herlambang sembari mengambil bungkusan rokok dari tangan

Ires dengan kasar (Oetoro & Dwiyana, 2015:69).

Dapat dilihat pada kutipan di atas, Ires kehilangan haknya untuk

sekadar mengikuti pengajian dengan ibu-ibu tetangga. Sebagai seorang istri, ia

hanya bisa menurut akan kemauan suaminya. Wanita dianggap sebagai warga

kelas dua. Anggapan bahwa wanita adalah makhluk yang lemah, bodoh, dan

miskin membuat Ires tidak memiliki keberanian untuk sekedar menolak yang

diperintahkan oleh suaminya, meski itu harus menyakiti dirinya sendiri. Hak-

hak untuk diperlakukan sewajarnya sebagai istri terpinggirkan, hak-haknya

untuk memiliki keinginan seperti halnya laki-laki diabaikan. Wanita yang

bodoh, dalam arti tidak berpendidikan dan tidak berwawasan luas cenderung

bersifat pasif dan menyerah saja pada kemauan laki-laki.

“Aku pakai tlp kntr polisi. Aku tdk marah. Tlg angkat tlp mau bicara

soal rumah di Jakarta.”

Rumah. Rumah yang mereka tinggali sejak menikah. Yang disebut

rumah oleh Herlambang bagi Ires hanyalah tempat ketika dia menjalani

hari-harinya. Tempat ini dan segala harta benda menjadi milik

Herlambang, semua atas nama dia. Bahkan uang yang dia pegang

belakangan ini adalah uang yang biasa disimpan di dalam lemari baju

mantan suaminya untuk keadaan darurat. Ires tidak pernah memiliki apa

pun (Oetoro & Dwiyana, 2015:202).

Page 28: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

63

Pada kutipan di atas, dapat diketahui bahwa wanita dianggap hanya

sebagai pengurus rumah tangga dan pelengkap laki-laki. Hal tersebut yang

menjadi dasar terjadinya marginalisasi sehingga membuat wanita menjadi

tersingkir dan termiskinkan oleh kekuasaan yang mengendalikannya. Pekerjaan

domestik yang dilakukan perempuan memang tidak menghasilkan uang atau

materi. Hal ini yang membuat perempuan dianggap inferior, sebagai budak

yang tidak mempunyai kekuasaan apa-apa dalam institusi keluarga karena

kekuasaan berada pada suami yang dijadikan sebagai kepala keluarga. Dalam

kasus pemberian harta benda dan pemenuhan sandang dan pangan semua juga

menjadi kekuasaan suami. Wanita benar-benar terpinggirkan dan semakin

miskin oleh keyakinan dan pandangan laki-laki terhadap wanita yang hanya

dianggap sebagai kanca wingking.

2. Subordinasi Wanita dalam Novel Rembang Jingga

Subordinasi terjadi dalam segala macam bentuk yang berbeda. Pada

beberapa praktiknya, wanita dianggap tidak penting atau the second sex karena

beranggapan bahwa wanita pada akhirnya hanya menjadi ibu rumah tangga

sehingga terbatas geraknya dalam segala hal. Anggapan tidak penting kepada

wanita atau subordinasi dalam novel Rembang Jingga karya TJ Oetoro dan

Dwiyana Premadi ditunjukkan oleh dua tokoh, yakni Ires dan Diar. Berikut

uraiannya.

Page 29: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

64

a. Ires

Ires dideskripsikan sebagai wanita yang kurang berpendidikan dan

dituntut harus menuruti kemauan suaminya. Dalam kasusnya, suaminya

yang merupakan seorang Jaksa menuntut Ires harus selalu hormat

kepadanya. Akibatnya, terjadi perbedaan yang begitu mencolok antara

pasangan suami-istri tersebut. Posisi laki-laki lebih tinggi dan wanita lebih

rendah. Penyifatan yang terlanjur disematkan masyarakat pada wanita

selalu dikaitkan dengan kelemahan, tidak penting, tidak berguna, sensitif

dan lain sebagainya. Kutipan di bawah ini akan menunjukkan bahwa

wanita dianggap tidak penting.

Di tahun kedua Ires bersekolah di Akademi Administrasi, ayah Ires

mengalami kecelakaan sepeda motor yang mengakibatkan dia

harus berhenti bekerja dan mengambil pensiun dini. Uang pensiun

dan hasil penjualan di warung depan rumah hanya cukup untuk

kehidupan sehari-hari. Dengan berat hati suami-istri Soenaryo

menyampaikan hal tersebut kepada Ires yang langsung mengerti

bahwa orangtuanya tak mampu lagi membiayai sekolahnya.

“Kalau begitu, kita nikah saja.” Itulah kalimat pertama yang

diucapkan Herlambang setelah Ires menceritakan keadaan yang

kurang menguntungkan itu. Ada keraguan sejenak di benak Ires.

Semakin dekat hubungan mereka, semakin sering Herlambang

megeluarkan kata-kata kasar, terutama jika Ires ada kegiatan lain

dengan teman-temannya. Namun, setelah itu Herlambang selalu

meminta maaf dan berjanji tak akan mengulang lagi (Oetoro &

Dwiyana, 2015:70).

Kutipan di atas menunjukkan bentuk subordinasi, bahwa wanita

dianggap tidak penting. Dapat dilihat bahwa seorang laki-laki mampu

mengeluarkan emosinya kepada wanita tanpa memikirkan perasaan wanita

tersebut. Tokoh Herlambang mencoba menguasai keadaan dengan

meminta maaf begitu saja tanpa memikirkan bagaimana seharusnya dia

Page 30: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

65

bersikap. Ia menganggap bahwa setelah meminta maaf semua akan baik-

baik saja. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk subordinasi dengan

anggapan bahwa wanita irasional. Selain itu, bentuk subordinasi yang lain

adalah anggapan wanita tidak perlu sekolah. Herlambang yang mengetahui

keadaan keluarga Ires yang kurang menguntungkan langsung mengajaknya

menikah. Hal ini menunjukkan bahwa wanita berada ditingkat yang

semakin rendah. Wanita menjadi tidak bebas, kehilangan ruang untuk

mengolah kebebasannya dan menemukan identitas dirinya, serta

mendapatkan haknya. Masalah tersebut semakin kuat dalam kutipan

berikut, “Namun, dengan adanya pernikahan, Herlambang semakin

mengekang Ires. Semua kegiatan dimonitor dan dicurigai. Segala

pengeluaran diperiksa, semua harus dengan tanda bukti. Dia bisa

menelepon Ires di rumah beberapa kali sehari hanya untuk mengecek

istrinya ada di rumah atau tidak” (Oetoro & Dwiyana, 2015:71).

Kutipan di atas menunjukkan bahwa kekuasaan dalam keluarga

berada di tangan suami. Wanita hanya perlu melakukan pekerjaan

domestik dan mengurus suami saja. Subordinasi menyebabkan adanya

pengekangan dan kurangnya ruang gerak seorang istri. Hal tersebut

berimbas pada pengabaian hak-hak yang sewajarnya diterima oleh istri.

Sekadar ikut nimbrung tetangga sebelah saja tidak diperbolehkan. Semua

yang dilakukan istri semua atas perintah dan izin sang suami.

Di dalam budaya Jawa, benar adanya konsep tentang istri harus

menurut kepada suami, namun semua dilakukan sewajarnya saja. Seperti

Page 31: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

66

halnya dalam agama yang mengajarkan bahwa kewajiban seorang istri

harus patuh kepada suami dan meminta izin untuk apapun yang akan

dilakukan. Namun, semuanya juga dilakukan sewajarnya saja. Opini

penulis tersebut didukung oleh dialog dalam kutipan berikut.

“Ires ingin segera cerai dari Herlambang tapi takut.”

Mendengar kata tersebut, Ires langsung menjawab, “Aku nggak

takut, Cuma… Cuma… aku kasihan sama Mas Herlambang.

Jangan-jangan dia seperti itu karena saking cintanya sama aku..”

Amanda segera memotong kalimat Ires, “Ya Allah, Ires.. itu bukan

cinta, tapi hanya ingin memiliki dan menguasai kamu. Kalau dia

mencintai kamu, dia tidak akan menyakiti kamu seperti ini. Dia

tidak akan mengekang kamu. Dia menginginkan kamu maju dan

bahagia.” (Oetoro & Dwiyana, 2015:142).

Kutipan di atas merupakan sebuah penolakan atas adanya

subordinasi. Obsesi ingin memiliki dan menguasai seorang wanita juga

merupakan bentuk subordinasi. Dialog Amanda sebagai bentuk penolakan

masalah tersebut. Seperti pendapat penulis, bahwa semuanya dapat

dilakukan sewajarnya saja.

Bentuk subordinasi yang dialami Ires semakin jelas terlihat melalui

deskripsi pengarang tentang pemikiran Herlambang terhadap Ires, seperti

dalam kutipan di bawah ini.

Dia yang telah mengeluarkan Ires dari kemiskinan, dia yang telah

memberi atap dan makanan. Seharusnya, Ires berterima kasih

kepada dia dan bangga memiliki suami yang berpendidikan serta

memiliki jabatan. Seharusnya, Ires tunduk kepada suami setelah dia

diberi semua itu. Perempuan yang tak tahu diri itu malah kabur dan

mempermalukan dirinya (Oetoro & Dwiyana, 2015:136)

Kutipan di atas sangat jelas menunjukkan bentuk subordinasi

terhadap wanita. Kedudukan laki-laki yang berpendidikan dan memiliki

jabatan harus dihormati dan wanita harus tunduk dan berterima kasih atas

Page 32: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

67

apa yang telah diberikan. Wanita dianggap tidak berhak untuk menolak

ataupun membangkang segala perintah laki-laki. Semuanya harus

dilakukan dan diterima oleh wanita tanpa memikirkan baik dan buruknya.

Hal ini semakin menonjolkan tingkat hierarki antara suami dan istri. Suami

memiliki kedudukan yang tinggi karena berpendidikan dan memiliki

jabatan tinggi, sedangkan wanita dianggap lebih rendah karena tidak

berpendidikan dan stereotip wanita yang dianggap tidak perlu

berpendidikan.

b. Diar

Ketidakadilan gender yang terjadi dalam novel Rembang Jingga

karya TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi juga dialami oleh tokoh Diar.

Bentuk ketidakadilan gender tersebut adalah subordinasi. Laki-laki

memiliki kedudukan yang tinggi sedangkan wanita memiliki kedudukan

yang lebih rendah. Dalam novel tersebut, pengarang menunjukkan bahwa

wanita yang menjalin hubungan dengan laki-laki yang berpendidikan akan

menuntut wanita agar selalu hormat kepada laki-lakinya, seperti pada

kutipan berikut, “Pacaran dengan Darma terasa aneh bagi Diar. Terutama

karena sikap hormat Diar yang berlebih, serta sikap Darma yang seolah

memang menuntut Diar untuk hormat padanya. Tak pernah diucapkan tapi

nyata terlihat gerak-geriknya” (Oetoro & Dwiyana, 2015:174). Kutipan

tersebut menunjukkan kedudukan laki-laki lebih tinggi daripada wanita.

Sifat Diar yang welas asih membuat dirinya tidak bisa mengatakan hal

Page 33: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

68

tersebut kepada Darma, seperti tidak ada celah bagi mereka untuk

berbincang-bincang tentang bagaimana perasaan masing-masing individu.

Setiap gerak-gerik Darma menuntut Diar harus selalu menghormatinya.

Hal ini menyebabkan wanita kehilangan haknya untuk mengeluarkan

pendapatnya.

3. Stereotip Wanita dalam Novel Rembang Jingga

Ketidakadilan gender dan diskriminasi yang lain, terjadi akibat adanya

stereotip atau pelabelan negatif terhadap kaum wanita. Stereotip yang

dilekatkan terhadap kaum wanita akhirnya berakibat membatasi, menyulitkan,

memiskinkan, dan merugikan kaum wanita. Laki-laki dianggap kuat, jantan,

perkasa, dan rasional, sedangkan wanita dianggap lembut, cantik, keibuan,

dan irasional. Hal tersebut nampak dalam kutipan berikut, “Ada rasa bangga

pada diri Ires jika membayangkan dia terlihat berjalan bersama Herlambang

di mata teman-teman sekolahnya. Wajah Herlambang yang tampan, gagah

dengan kemeja dan dasi, ditambah tindak-tanduknya yang sopan serta terlihat

melindungi Ires” (Oetoro & Dwiyana, 2015:70).

Tokoh Ires merasa bangga jika bersama Herlambang yang

digambarkan seperti pada kutipan tersebut. Namun, wanita tidak berpikir

sebaliknya, apakah ada perasaan bangga pada laki-laki tersebut jika

bersamanya atau tidak. Laki-laki mencoba menaklukkan wanita dengan

terlihat melindungi Ires, tetapi hal tersebut tidak menjamin hal-hal yang akan

terjadi setelah mereka menikah. Laki-laki selalu melakukan hal-hal yang

Page 34: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

69

membuat wanita merasa bahagia dan tidak bisa menolaknya, akan tetapi

perilaku yang membahagiakan tersebut akan berubah seiring berjalannya

waktu, seperti dalam kutipan berikut, “Sindiran dan makian berkembang

menjadi pukulan dan tendangan. Pada awalnya, Herlambang sering pulang

untuk makan siang, namun sejak dia diangkat sebagai asisten jaksa, sulit

baginya untuk mengecek Ires secara langsung” (Oetoro & Dwiyana,

2015:71).

Kutipan di atas menunjukkan bahwa wanita pada pandangan laki-laki

itu bodoh. Perlakuan yang membahagiakan sebelum menikah menjadi sebuah

makian dan pukulan. Wanita dianggap mudah ditipu dan diperlakukan

semena-mena oleh laki-laki karena merasa memiliki wanita tersebut.

Ditambah lagi dengan adanya kultur Jawa yang mengajarkan bahwa wanita

itu harus lembut, penurut, dan tidak boleh membantah laki-laki. Hal tersebut

membuat wanita semakin dibatasi.

4. Kekerasan terhadap Wanita dalam Novel Rembang Jingga

Ketidakadilan gender juga dapat disebabkan oleh adanya kekerasan

terhadap wanita. Di Indonesia, kekerasan sudah termasuk dalam kategori

kejahatan. Dalam Novel Rembang Jingga terjadi kejahatan dalam bentuk

kekerasan fisik, baik seksual maupun non-seksual dan kekerasan psikis atau

kekerasan yang berupa menjatuhkan mental seseorang, biasanya berupa

makian/penghinaan dalam bentuk kata-kata.

Page 35: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

70

Stereotip atau anggapan bahwa wanita itu lemah secara fisik

menciptakan dorongan kepada laki-laki bahwa mereka boleh dan bisa

seenaknya memukul, menampar, atau memperkosa wanita. Banyaknya

peristiwa pemerkosaan bukan karena unsur kecantikan, melainkan karena

kekuasaan dan stereotip gender yang dilekatkan pada kaum wanita

(Sugihastuti dan Suharto, 2005:214).

a. Kekerasan Fisik pada Novel Rembang Jingga

Kekerasan fisik yang terjadi dibagi menjadi dua, yaitu kekerasan

seksual dan kekerasan non-seksual. Kekerasan seksual terjadi pada tokoh

Diar, sedangkan kekerasan non-seksual terjadi pada tokoh Ires. Berikut ini

akan diuraikan secara lengkap.

1) Diar

Tokoh Diar dideskripsikan oleh TJ dan Dwiyana mengalami

kekerasan seksual. Ia dipekerjakan sebagai budak seks oleh ayahnya sendiri.

Ia dipaksa untuk melayani para sopir-sopir truk yang singgah di warungnya.

Uang hasil melayani mereka tidak pernah sampai ke tangan Diar, semua

diterima oleh Sugeng, ayahnya.

Begitu sampai, ayahnya menyuruhnya membuka jaket itu. Diar

enggan, tapi dorongan paksa dari Sugeng membuatnya tak bisa

mengelak. Lagi pula, gadis belasan tahun itu masih terpesona dengan

warna biru, terasa mewah dan bagus.

Sugeng menyuruh Diar mengikuti laki-laki berjaket hitam itu, namun

dia tidak ikut, bergeming di atas sepeda motornya sambil memegang

Diar. Diar ragu-ragu dan bertanya apa yang harus dilakukannya.

Sugeng tak menjawab, dia hanya emberi kode pada Diar untuk

mengikuti laki-laki itu. Diar agak tenang dengan kerelaan ayahnya,

berarti laki-laki berjaket hitam itu tidak akan mencelakakannya

(Oetoro & Dwiyana, 2015:58-59).

Page 36: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

71

Kalau ada neraka di dunia ini, inilah tempatnya, kamar hotel ini.

Diar melewati malam itu dengan segenap perasaan sedihnya. Laki-

laki gendut itu ternyata laki-laki pertama yang menikmati tubuhnya.

Peristiwa yang selalu ingin dilupakannya tapi selalu gagal pergi dari

benaknya. Betapa Diar meronta-ronta sekuat tenaga. Betapa setiap

rontaannya justru semakin membuat sesuatu pada laki-laki itu

menancap tajam di tubuhnya. Semakin meronta, semakin dalam.

Laki-laki itu pun seperti semakin beringas, semakin terpuaskan

dengan setiap rontaan Diar (Oetoro & Dwiyana, 2015:60).

Melalui kutipan di atas, dapat diketahui bahwa wanita distereotipkan

bodoh dan mudah dibodohi. Wanita yang masih berumur enam belas tahun

dan putus sekolah tersebut belum bisa menentukan mana yang baik mana

yang buruk. Kepolosan Diar dimanfaatkan ayahnya dan menjadikan Diar

sebagai pekerja seks. Wanita mendapatkan perlakuan yang begitu kejam

karena terlalu dipandang rendah. Pandangan tersebut menjalar kepikiran

Sugeng yang akhirnya membuat dirinya sebagai seorang ayah yang

kehilangan akal sehat. Dia ditelan keadaan sehingga tidak bisa

mengendalikan emosinya.

Kekuasaan laki-laki sebagai kepala keluarga menjadikan segala

sesuatu yang ia katakan tidak bisa dibantah, bahkan ditentang. Wanita

menjadi semakin lemah dan tidak bisa melindungi dirinya sendiri. Diar yang

masih di bawah umur tidak bisa melakukan apa-apa. Ia hanya bisa

melakukan semua yang diperintahkan oleh ayahnya. Melihat fakta yang

terjadi di masyarakat, sudah banyak terjadi peristiwa sedemikian rupa.

Seorang anak dipaksa melayani nafsu ayahnya sendiri, bahkan kepada

pamannya sendiri. Tokoh Diar menjadi salah satu contoh untuk mengkritik

peristiwa-peristiwa kejam tersebut.

Page 37: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

72

2) Ires

Kekerasan fisik yang kedua adalah kekerasan non-seksual.

Kekerasan yang berupa tamparan, pukulan, dan tendangan pada tubuh

seseorang. Kekerasan tersebut dialami oleh tokoh Ires. Ires merupakan

seorang ibu rumah tangga yang lemah lembut dan penurut terhadap suami.

Namun, kelembutannya tidak pernah dihargai oleh suaminya. Sejak

menikah ia semakin terkekang dan semakin menderita. Suaminya yang

merasa berkuasa dan merasa harus dihormati, membuat Ires tidak dapat

membantah semua yang dikatakan suaminya. Semakin Ires mencoba

melindungi dirinya, semakin ia mendapatkan makian dan pukulan. Hal

tersebut tercermin dalam kutipan berikut.

Rasa cinta dan hormat di hati Ires perlahan berubah menjadi rasa

takut. Wajah yang ceria menjelma menjadi layu. Ires pernah kabur,

pulang ke rumah orangtuanya. Itu terjadi ketika malam sebelumnya

dia menerima pukulan dahsyat dari Herlambang karena malam itu

Herlambang melihat Ires membuka akun facebook. Berarti

Herlambang mendapatkan istrinya berhubungan lagi dengan teman-

teman lamanya. Detik itu juga Herlambang langsung menghujam

Ires dengan segala tuduhan dan ketika Ires membantah, Herlambang

kalap. Dipukulnya Ires berkali-kali dan dibentur-benturkan kepala

istrinya ke dinding sampai pingsan (Oetoro & Dwiyana, 2015:72).

Kutipan di atas mendeskripsikan bagaimana seorang suami yang

sama sekali tidak bisa memberikan kebebasan kepada istrinya. Laki-laki

menganggap bahwa wanita sama sekali tidak boleh menyentuh ranah

publik, yaitu media sosial facebook. Kebebasan seorang istri benar-benar

dibatasi. Herlambang merasa dikhianati oleh Ires yang diam-diam membuka

jejaring sosial tersebut. Ia menjadi hilang kontrol dan ia memukuli istrinya

karena tidak bisa menerima pengkhianatan itu tanpa memikirkan perasaan

Page 38: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

73

istrinya dan dampak buruk akibat perbuatannya. Hal tersebut mencerminkan

pandangan laki-laki bahwa ia sudah merasa memiliki dan berkuasa terhadap

wanitanya.

Kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga terjadi akibat

penyalahgunaan budaya dan agama. Budaya Jawa mengatakan bahwa

wanita yang sudah menikah akan menjadi tanggungjawab suaminya. Agama

pun mengajarkan demikian. Namun, di dalamnya sudah mengandung

aturan-aturan yang menunjukkan bahwa laki-laki juga harus melindungi

istrinya. Bertanggung jawab bukan berarti semena-mena terhadap wanita.

Penderitaan Ires masih terus datang padanya. Setelah dipukuli karena

membuka jejaring sosial, kali ini ia dipukuli akibat ia mengikuti kegiatan

belajar yang dilakukan di luar rumah tanpa sepengetahuan suaminya.

Berikut kutipannya.

Ires mematung melihat suaminya yang tiba-tiba berada di

hadapannya. Dia tidak mendengar suara mobil datang. Hari itu

menjadi hari yang naas bagi Ires. Hari di saat dia kurang waspada.

Perlahan dia berdiri dan melangkah mundur menghindari tangan

suaminya. Tersandung kursi yang tadi diduduki, Ires jatuh.

Tubuhnya mulai menggigil ketakutan.

Setengah jam kemudian Ires meringkuk di pojok ruang makan, yang

dilakukannya cukup lama, karena dia tidak bisa bergerak. Bergeming

karena rasa sakit yang amat sangat. Tangannya memegang dada dan

perut, mencoba menahan rasa sakit itu. Warna ungu mulai terlihat di

sekitar mata, lengan dan kaki. Darah yang keluar dari hidung

membuatnya terpaksa bernapas dari mulut yang memerah oleh bibir

yang pecah-pecah (Oetoro & Dwiyana, 2015:88).

Stereotip masyarakat bahwa wanita hanya boleh melakukan

pekerjaan domestik, membuat wanita semakin miskin dan dibatasi. Tidak

ada ruang gerak yang membuat seorang wanita leluasa bergerak. Ires yang

Page 39: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

74

mencoba mengikuti kelompok belajar tanpa seizin suaminya membuat

Herlambang marah. Tidak ada kesempatan bagi Ires untuk menjelaskan apa

yang terjadi. Laki-laki menganggap bahwa tidak perlu ada penjelasan bagi

apa yang dia lihat. Anggapan tersebut akhirnya berakibat buruk bagi wanita

yang harus menerima amarah laki-laki.

Wanita semakin merugi akibat kekerasan itu. Wanita menjadi sakit,

dan tidak bisa mendapatkan ilmu walau hanya sedikit. Ilmu yang didapatkan

Ires dalam mengikuti kegiatan kelompok belajar tidak sepadan dengan ilmu

yang didapatkan oleh suaminya yang seorang jaksa. Keadaan membuat

wanita semakin rendah. Anggapan bahwa wanita Jawa (Keraton) yang

begitu disanjung oleh suaminya sudah tidak ada lagi.

b. Kekerasan Psikis pada Novel Rembang Jingga

Kekerasan psikis merupakan peristiwa ketidakadilan gender atau

diskriminasi terhadap wanita dalam novel Rembang Jingga karya TJ dan

Dwiyana. Tokoh Ires dideskripsikan sebagai wanita yang paling menderita

di dalam narasi ceritanya. Setelah mengalami marginalisasi, subordinasi,

stereotip, dan kekerasan fisik bahkan kekerasan psikis. Selain ditampar dan

dipukuli, Ires semakin dijatuhkan dengan kata-kata kasar, makian, dan

sindiran. Hal tersebut tercermin dalam kutipan berikut, “Lama amat sih?

Padahal, cuma diminta beli rokok di warung depan, gimana kalau disuruh ke

Blok M…, bisa-bisa setahun baru balik. Kamu ketemu pacar ya?” teriak

Herlambang, berdiri tegak dihadapan Ires” (Oetoro & Dwiyana, 2015:69).

Page 40: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

75

Kutipan tersebut merupakan kekerasan psikis yang bentuknya sindiran. Blok

M dalam kalimat tersebut menunjukkan daerah yang sedikit agak jauh dari

kompleks rumahnya. Herlambang tidak membutuhkan penjelasan Ires

mengapa ia bisa sedikit agak lama membeli rokok, padahal hanya di warung

depan. Semua yang dilakukan Ires menjadi celah bagi Herlambang untuk

mengeluarkan sindiran dari mulutnya. Wanita dianggap hanya untuk

memenuhi semua perintah laki-laki tanpa ada kesalahan. Kesalahan sekecil

apapun akan menjadi bumerang baginya. Hal tersebut diperkuat dengan

kutipan di bawah ini.

Malam itu Herlambang mengernyitkan hidungnya saat melihat ayam

goreng buatan Ires. Ayam tersebut kelihatan lebih cokelat daripada

biasanya karena saat memasak Ires merasakan kebutuhan mendadak

ke kamar mandi dan ayam tertinggal di dalam minyak panas.

“Goreng ayam aja nggak becus. Nggak berguna sekali hidupmu,

Res. Beli pecel lele sana untukku. Ayam ini kamu yang makan, biar

tahu rasanya makan sampah.” Diambilnya uang dari dompetnya dan

dilempar begitu saja di atas meja untuk Ires memungut sambil terus

menundukkan kepala (Oetoro & Dwiyana, 2015:72-73).

Kutipan di atas menunjukkan adanya makian yang keluar dari mulut

Herlambang. Sebagai suami, ia tidak bisa menghargai apa yang dilakukan

oleh istrinya. Setiap kata yang dilontarkan oleh Ires adalah makian karena

mengandung kata-kata yang kasar. Bicara memang mudah, namun dari

perkataan, orang akan membuat lawan bicaranya tersakiti. Perkataan

tersebut semakin membuat Ires jatuh. Ditambah dengan tindakan

Herlambang yang melemparkan uang untuk membeli pecel lele di meja,

semakin membuat Ires merasa tersakiti. Mentalnya semakin ciut dan tidak

berani menatap suaminya.

Page 41: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

76

5. Beban Kerja pada Wanita dalam Novel Rembang Jingga

Ketidakadilan gender atau diskriminasi terhadap wanita adalah beban

kerja. Beban kerja yang dilimpahkan kepada wanita karena laki-laki yang

tidak bertanggung jawab. Hal tersebut terjadi pada tokoh Diar. Diar dipaksa

ayahnya untuk menjadi pekerja seks lantaran kondisi ekonomi yang di bawah

garis kemiskinan, berikut kutipannya.

Mulanya Diar mengira dia dibutuhkan di warung itu untuk membantu

si Mbok bekerja, tidak tahunya dia juga dipekerjakan sebagai PSK.

Tubuh anaknya sendiri “dijual”! kejadian penamparan saat pertama

kali Diar dijadikan pekerja seks itu membuat Diar tak bisa berkutik.

Dia terpaksa menuruti keinginan Sugeng. Dia harus menurut. Demi

meningkatkan penghasilan mereka yang sebenarnya di bawah garis

kemiskinan. Kepada Endang, Diar juga tak bisa berlindung, karena

Endang juga ketakutan setengah mati kepada Sugeng (Oetoro &

Dwiyana, 2015:63).

Melalui kutipan di atas, diskriminasi yang dilakukan Sugeng sebagai

suami adalah membebankan pekerjaan kepada anak dan istrinya. Endang

yang merupakan istrinya bekerja dengan membuka warung yang biasanya

disinggahi oleh sopir-sopir truk. Tidak puas dengan penghasilan dari warung,

dia menggunakan anak gadisnya sebagai pekerja seks untuk melayani sopir-

sopir truk yang singgah di warungnya. Wanita-wanita itu dibuatnya

menderita, sedangkan dirinya menikmati hasil dari penderitaan anak dan

istrinya tersebut.

Sekali lagi, laki-laki memanfaatkan kekuasaannya sebagai kepala

keluarga. Ia menyuruh anak-istrinya bekerja keras, sedangkan ia hanya

menunggu hasilnya. Dia juga memanfaatkan sifat wanita yang lembut dan

Page 42: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

77

penurut sebagai seorang istri, ia membuat mereka ketakutan agar mau

menuruti segala keinginannya. Wanita selalu saja dianggap rendah dan

bodoh.

Page 43: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

78

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan terhadap novel Rembang

Jingga dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Citra Wanita Jawa

Di dalam novel Rembang Jingga karya TJ Oetoro dan Dwiyana

Premadi mengandung citra wanita Jawa yang kuat pada masing-masing

tokohnya, yaitu (a) citra wanita Jawa yang melekat pada tokoh Karina adalah

mandiri dan seorang ibu yang baik; (b) citra wanita Jawa yang melekat pada

tokoh Amanda adalah mementingkan harmoni, menjunjung tinggi nilai

keluarga, dan seorang ibu yang baik; (c) citra wanita Jawa yang melekat pada

tokoh Diar adalah kuat fisik dan mental, welas asih dan pekerja keras; (d)

citra wanita Jawa yang melekat pada tokoh Ires adalah penurut dan lemah

lembut, tidak tegas dan pendiam. Dari penjabaran tersebut, dapat diketahui

bahwa baik tokoh yang termasuk golongan kelas atas maupun golongan kelas

bawah memiliki citra wanita Jawa yang sudah ditanamkan sejak dahulu.

Tokoh Karina dan Amanda dideskripsikan sebagai wanita yang

berpendidikan tinggi namun tidak lupa dengan kewajibannya sebagai seorang

ibu yang baik untuk anaknya. Mereka menjadi contoh bagi para wanita agar

menjadi wanita yang tangguh dan independen, tetapi tidak melupakan hal-hal

yang sudah menjadi tanggung jawabnya sebagai seorang wanita, sebagaimana

Page 44: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

79

kultur Jawa yang sudah dijalankan dalam kehidupan masyarakat Jawa. Tokoh

Diar dan Ires dirasa menjadi sebuah penolakan terhadap realita kehidupan

wanita yang kurang berpendidikan diperlakukan secara tidak adil. Namun,

tokoh Diar menjadi cerminan bahwa wanita yang diperlakukan secara tidak

adil mampu mempertahankan sifatnya yang welas asih terhadap orang yang

telah melakukan ketidakadilan terhadap dirinya. Hal ini juga

mempertimbangkan situasi dan kondisinya, sedangkan tokoh Ires menjadi

sebuah penolakan terhadap wanita yang terlalu terkekang dengan kultur

wanita Jawa, yaitu wanita yang terlalu menurut dan tidak dapat

memperjuangkan hak-haknya sebagai seorang istri. Hal tersebutlah yang

menjadi pemicu ketidakadilan gender.

2. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang terjadi dalam novel Rembang

Jingga karya TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi, yaitu:

a. Marginalisasi yang dialami oleh Ires. Ires kehilangan hak-haknya sebagai

seorang istri. Ia hanya boleh melakukan pekerjaan domestik dan tidak

boleh menyentuh pekerjaan di luar rumah. Ires semakin terpinggirkan dan

miskin karena tidak memperoleh apa yang seharusnya ia peroleh dari

seorang suami. Barang-barang dan rumah yang ia tinggali semuanya milik

suaminya.

b. Subordinasi yang dialami oleh Ires dan Diar. Sebagai wanita, Ires

dianggap tidak perlu meneruskan sekolahnya dan langsung diajak

menikah oleh Herlambang yang merupakan seorang Jaksa muda. Wanita

berada di posisi lebih rendah dari laki-laki. Hal ini menyebabkan Ires

Page 45: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

80

harus mengikuti segala perintah dan kemauan suaminya. Begitu juga yang

dialami oleh Diar. Perbedaannya adalah Diar tersubordinasi oleh

kekasihnya, karena Diar belum menikah. Diar yang tidak tamat SMP

memiliki kekasih bernama Darma yang bekerja sebagai pengacara. Dalam

menjalani hubungan sebagai sepasang kekasih, Diar dituntut untuk selalu

menghormati Darma.

c. Stereotip yang dialami oleh Ires. Wanita dianggap bodoh dan mudah

ditipu. Hal ini tercermin dalam perlakuan Herlambang terhadap Ires.

Ditambah dengan adanya kultur Jawa yang mengajarkan bahwa wanita itu

harus lembut, penurut, dan tidak boleh membantah laki-laki, membuat

wanita semakin dibatasi.

d. Kekerasan fisik dan psikis yang dialami oleh Diar dan Ires. Diar

mengalami kekerasan fisik yang tergolong kekerasan seksual. Ia dijadikan

PSK oleh ayahnya sendiri, sedangkan Ires mengalami kekerasan non-

seksual, seperti ditampar, dipukul, dan ditendang oleh suaminya karena

dianggap membantah dan melakukan kesalahan-kesalahan kecil yang

seharusnya tidak menjadi masalah. Selain itu, Ires juga mengalami

kekerasan psikis, seperti sindiran, makian, dan kata-kata kasar dari

suaminya.

e. Beban kerja yang dialami oleh Diar. Dampak ekonomi keluarga yang

dibawah garis kemiskinan membuat Diar harus melakukan pekerjaan

kotor tersebut. Siang hari membantu ibunya di warung dan malam hari

Page 46: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

81

harus melayani sopir-sopir truk yang haus seks. Uang hasilnya bekerja

semua disetorkan kepada ayahnya.

Sesuai dengan penjelasan Tong (2010:304), TJ dan Dwiyana ingin

menunjukkan bahwa wanita tidak berniat untuk meleburkan perbedaan antara

laki-laki dan wanita. Wanita tidak menginginkan hak untuk menjadi sama dengan

laki-laki. Sebaliknya, yang wanita inginkan adalah bagaimana antara laki-laki dan

wanita bisa saling melengkapi dan wanita tidak harus berlawanan dengan laki-

laki.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian pada novel Rembang Jingga, maka penulis

dapat memberikan saran sebagai berikut.

1. Novel Rembang Jingga dapat diperdalam lagi menggunakan teori sastra yang

lain, seperti psikologi sastra, sosiologi sastra, resepsi, dan lainnya. Penulis

menyarankan untuk penelitian novel Rembang Jingga berikutnya

menggunakan teori-teori tersebut.

2. Kajian kritik sastra feminis yang dilakukan penulis baru membahas tentang

citra wanita Jawa dan ketidakadilan gender. Penelitian masalah ketidakadilan

gender yang dilakukan oleh penulis baru sampai lima faktor, yaitu

marginalisasi, subordinasi, stereotip, kekerasan fisik dan psikis, dan beban

kerja. Oleh karena itu, diharapkan kepada peneliti selanjutnya dapat

memperluas permasalahan mengenai ideologi feminisme dari pengarang yang

dituangkan dalam novel Rembang Jingga.

Page 47: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

82

3. Ketidakadilan gender bisa terjadi kapan saja dan menimpa siapa saja, baik

laki-laki maupun wanita. Oleh karena itu, diharapkan adanya upaya untuk

menanggulangi ketidakadilan gender tersebut melalui penelitian-penelitian

berikutnya.

4. Ketika orang/pembaca membaca novel dan penelitian tentang kesetaraan

gender, diharapkan pembaca dapat berpikir lebih positif dan menyaring baik-

buruknya kesetaraan gender agar dapat menjadikan wanita Indonesia semakin

maju.

Page 48: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

83

DAFTAR PUSTAKA

Basuki, Agus Rinto. 2005. Perempuan (di Mata Budaya Jawa). Surabaya: Dinas

Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Timur.

Djajanegara, Soenarjati. 2000. Kritik Sastra Feminis: Sebuah Pengantar.Jakarta:

Gramedia.

Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: CAPS.

Fakih, Mansoer. 1999. Analisis Gender & Transformasi Sosial. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar

Fithriyana, Elfa. 2013. Ketidakadilan Gender dalam Nove Sali Karya Dewi

Linggasari. Skripsi. Jember: Fakultas Sastra Universitas Jember.

Handayani, Christina S. dan Ardhian 2011. Kuasa Wanita Jawa. Yogyakarta:

LKIS.

Jabrohim dan Ari Wulandari (ed). 2001. Metodologi Penelitian Sastra.

Yogyakarta: Hanindita Graha Widya.

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung:

RemajaRosdakarya.

Nugroho, Riant. 2008. Gender dan Strategi Pengarus-utamaannya di Indonesia.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Oetoro, TJ dan Dwiyana Premadi. 2015. Rembang Jingga. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama.

Partini. 2013. Bias Gender dalam Birokrasi. Yogyakarta: Penerbit Tiara Wacana.

Rarastesa, Zita. 2001. The Image of Women in Louise Edrich’s Love Medicine: A

Feminist Approach dalam Jurnal Bahasa, Sastra dan Studi Amerika Vol. 5,

No. 6, bulan September. Surakarta: Sastra Inggris UNS.

Ratna, Nyoman Kutha. 2012. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sangidu. 2004. Penelitian Sastra: Pendekatan, Teori, Metode, Teknik, dan Klat.

Yogyakarta: Unit Penerbitan Sastra Asia Barat Fakultas Ilmu Budaya

UGM.

Satoto, Soediro. 1994. Metode Penelitian Sastra. Surakarta: UNS Press.

Page 49: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

84

Sugihastuti. 2000. Wanita di Mata Wanita: Perspektif Sajak-Sajak Toety Heraty.

Bandung: Nuansa.

_________ dan Itsna Hadi Septiawan. 2007. Gender & Inferioritas Perempuan:

Praktik Kritik Sastra Feminis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

_________ dan Suharto. 2005. Kritik Sastra Feminis Teori dan Aplikasinya.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Susanti, Endah. 2015. Ketidakadilan Gender Pada Tokoh Perempuan dalam

Novel Kupu-Kupu Malam Karya Achmad Munif dalam Jurnal Artikulasi

Vol 10, No. 2. Tidak diterbitkan.

Tong, Rosmarie Putnam. 2010. Feminist Thought: Pengantar Paling

Komprehensif kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis. Yogyakarta:

Jalasutra.

Zed, Mestika. 2004. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia.

Sumber Internet:

Apriana, Risky Nur Soelika. 2016. Inferioritas Perempuan dalam Novel

Rembang Jingga Karya TJ Oetoro dan Dwiyana Premadidalam

http://simki.unpkediri.ac.id/mahasiswa/fil, diakses pada 4 Maret 2016

pukul 7.00 WIB.

Mudjiono, Zakiah Putri. 2012. Representasi Human Trafficking dan Kekerasan

pada Perempuan dalam Novel Galaksi Kinanthi (Analisis Wacana).

http//:google/library_Hasanudin-University.com diakses pada 20 Februari

2016 pukul 22.00 WIB.

Nurulifadhah. 2009. Feminisme dalam

https://nurulifadhah.wordpress.com/2009/09/04/feminisme/, diakses pada

13 Juni 2016 pukul 12.00 WIB.

Septiana, Hespi. 2016. Kekerasan Seksual pada Tokoh Diar dalam Novel

Rembang Jingga Karya TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi dalam

http://adobsi.org/Hespi-Septiana.pdf, diakses pada 4 Maret 2016 pukul

07.01 WIB.

Sriyadi. 2010. Nilai-Nilai Kewanitaan dalam Budaya Jawa dalam

http://sriyadi.dosen.isi=ska.ac.id/2010/03/31/karya=ilmiah/ diakses pada

10 Maret 2016 pukul 08.00 WIB

Page 50: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

85

SINOPSIS NOVEL REMBANG JINGGA

KARYA TJ OETORO DAN DWIYANA PREMADI

Amanda Anwar menemukan kakaknya, Linda, tewas karena overdosis

narkoba. Meninggalnya Linda menimbulkan kemarahan orangtuanya. Amanda

berusaha membuka hati ayahnya dengan mencari tahu penyebab Linda terjerumus

ke dunia narkoba melalui sebuah buku harian. Buku harian Linda ditemukan

Karina ketika ia berkunjung ke kediaman Anwar sekembalinya dari New York.

Melalui buku itu Amanda dan Karina mengetahui semua yang dirasakan Linda,

hal-hal yang menyebabkannya terjerumus ke dunia narkoba.

Amanda dan Karina sudah bersahabat sejak lama. Tidak ada rahasia di

antara mereka. Bahkan ketika Amanda menemukan Karina yang sedang hamil di

luar nikah, ia tetap berada di sisi Karina untuk menenangkan wanita itu. Karina

ditinggalkan oleh kekasihnya yang bernama Dodi setelah Karina memberi tahu

apa yang sedang terjadi. Dodi menghilang tanpa jejak. Selain itu, Karina dianggap

sebagai anak yang memalukan orangtuanya. Mereka sangat membenci Karina dan

membiarkan Karina kembali keluar negeri dengan keadaan hamil. Beruntung, di

New York sudah ada seorang pria bernama Roger yang menunggunya sejak lama.

Pria itu sangat menyukai Karina, bahkan ketika mengetahui kebenaran bahwa

Karina hamil, ia langsung menikahi Karina.

Beberapa tahun setelah suaminya meninggal, Karina Hakim memutuskan

meninggalkan New York bersama anaknya, kembali ke Jakarta untuk membangun

kehidupan baru. Sahabatnya yang bernama Amanda mengajaknya pergi ke

Page 51: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

86

Rembang untuk membuktikan sebuah fakta dalam buku harian Linda. Melewati

New York, Jakarta, Rembang, ternyata masa lalu Karina masih terus

menghantuinya.

Waktu menuntun Amanda dan Karina untuk bertemu kembali dengan Diar

di Rembang. Diar adalah teman masa kecil Amanda. Ia adalah cucu dari Mbah

Karto yang dulu bekerja untuk keluarga Anwar. Namun, kehidupan Diar tidak

berlangsung normal, karena ia dipaksa menjadi pelacur oleh ayahnya sendiri. Ia

harus melayani para sopir truk yang haus akan seks, dan hasil dari melayani

mereka disetorkan kepada Sugeng. Tidak tahan dipaksa menjadi pelacur oleh

ayahnya, Diar memutuskan minggat dari tempat prostitusi di Pantura. Jalan

panjang dan berliku harus ditempuh Diar, bahkan menjadi pelayan warung nasi di

Tegal sampai akhirnya di Jakarta. Hingga takdir hidup Diar harus pulang lagi ke

Rembang.

Ketika menjadi pelayan warung di Tegal, Diar bertemu dengan Ires yang

memiliki kehidupan seorang istri yang terpinggirkan. Setelah menikah, Ires

berharap mendapatkan kasih sayang dari suami yang sangat dicintainya.

Herlambang namanya. Namun, yang ia dapatkan hanya kekerasan fisik dan

mental. Setiap kesalahan kecil yang dilakukan Ires selalu menjadi masalah bagi

suaminya. Hampir setiap hari tamparan, pukulan, dan kata-kata kasar selalu

menjadi makanan Ires. Rumah dan harta benda yang ada di dalamnya semua atas

nama Herlambang. Ires sama sekali tidak mendapatkan haknya sebagai seorang

istri. Pertemuan Ires dengan Diar memberi harapan baru baginya. Ires mengikuti

Page 52: BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Tokoh Wanita dalam Novel ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0212054_bab5.pdf · Hal tersebut terjadi pada tokoh Karina, berikut kutipan deskripsinya.

87

ajakan Diar untuk kabur dari rumah. Ires yang lugu dan berhati lembut tidak

mengira suaminya menyimpan dendam dan bertekad mengejarnya ke mana pun.

Di Rembang, keempatnya bertemu. Amanda dan Karina ke Rembang

untuk mengunjungi makam Linda, lalu mampir ke tempat Mbah Karto yang

dulunya mengabdi untuk keluarga Amanda. Pada saat yang sama, Diar kembali ke

Rembang untuk menguburkan ayahnya yang telah meninggal. Tentu saja Ires ikut

serta ke Rembang untuk menemani Diar. Di tempat Mbah Karto mereka berempat

bertemu.

Kemudian, peristiwa kebakaran rumah Mbah Karto pun terjadi. Menurut

saksi, Herlambanglah pelakunya. Setelah diselidiki polisi, memang benar

pelakunya adalah Herlambang, suami Ires. Akibat kejadian tersebut, Ires

menggugat cerai suaminya. Namun, Herlambang memanfaatkan kepolosan Ires.

Saat di penjara, ia berlaku seolah-olah menjadi orang yang lebih baik. Ires merasa

menjadi orang yang baru mengenal Herlambang dan seperti jatuh cinta lagi. Pada

hari yang dijanjikan mereka untuk bertemu, saat itulah Herlambang membunuh

Ires.