BAB IV PEMBAHASAN A. 1. -...
-
Upload
nguyenquynh -
Category
Documents
-
view
218 -
download
0
Transcript of BAB IV PEMBAHASAN A. 1. -...
73
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Deskripsi Obyek Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Darut Taqwa bertempat di desa
pandean RT: 02 RW: 08 kecamatan Purwosari Pasuruan. Alasan bagi peneliti untuk
mengadakan penelitian di Pondok pesantren tersebut, karena ketertarikan peneliti
terhadap konsep Dinamika Motivasi Santri Menghafal Al-Qur’an dan Mengikuti
Thariqah Naqsyabandiyah wal Qadariyah, selain itu peneliti mengenai Motivasi di
daerah tersebut juga belum pernah dilakukan, sehingga peneliti berinisiatif untuk
melakukan penelitian ini.
2. Kilas Balik Sejarah
Pondok Pesantren Ngalah yang lebih dikenal dengan sebutan Pondok Ngalah
merupakan salah satu Pondok Pesantren yang bertempat di Kabupaten
Pasuruan.Pondok Ngalah didirikan oleh KH Moh.Sholeh Bahruddin Kalam pada
tanggal 30 Agustus 1985 Masehi atau bertepatan dengan Jum’at Pahing bulan 14
Dzulhijjah 1405 Hijriyah. Sama halnya dengan Pondok Pesantren yang lain tentunya
Pondok Ngalah juga mempunyai histori yang panjang.
Diawali pada tahun 1984 setelah manjing suluk (mendalami ilmu thoriqoh)
pada KH Munawir Kertosono, pengasuh sekaligus pendiri pondok yaitu KH Sholeh
Bahruddin mendapat amanah dari beliau (KH Munawir) dan ayahnya (KH Bahruddin
Kalam) untuk mendirikan pondok pesantren. Inti dari amanah tersebut adalah KH
74
Sholeh diperintah untuk mencari tempat untuk mendirikan pondok pesantren.
Akhirnya pada akhir tahun 1984 KH Sholeh berhasil menemukan tempat yang sesuai
seperti apa yang diamanahkan oleh gurunya.
Tepatnya pada hari Jumat Pahing bersamaan dengan pelaksanaan shalat
jumat, Pondok Pesantren Ngalah diresmikan oleh KH Bahruddin Kalam yang
disaksikan oleh beberapa ulama, pemerintahan dan masyarakat sekitar. Ulama yang
hadir pada saat itu diantaranya adalah KH Munawir (Kertosono-Nganjuk-Jawa
Timur), KH Abu Amar (Pasrepan-Pasuruan-Jawa Timur), KH Sirajuddin (Purwosari-
Pasuruan-Jawa Timur) dan perwakilan ulama Sidogiri yang membawa pesan dari KH
Nawawi bahwa beliau sangat ridho dengan berdirinya pondok pesantren ini. Tidak
hanya itu selang beberapa itu, KH Ahmad Muthohar (Mranggen-Semarang-Jawa
Tengah), pengarang beberapa kitab klasik sekaligus guru KH Sholeh, datang ke bumi
ngalah dan juga memberikan restunya terhadap berdirinya Pondok Pesantren Ngalah.
Setelah Pondok Pesantren Ngalah diresmikan, awalnya Pondok Pesantren
Ngalah memiliki beberapa santri yang dibawa oleh pengasuh dari pondok ayahnya di
Carat-Gempol-Pasuruan. Karena pada saat itu belum ada gutean (tempat semacam
asrama untuk istirahat santri), maka dibangunlah gutean tersebut seadanya dari
bambu untuk istirahat. Kemudian pada tahun 1986 dengan kegotongroyongan
masyarakat sekitar berdirilah bangunan berlantai dua dengan jumlah 4 kamar sebagai
tempat tidur santri putra yang kemudian disebut asrama A (A.1 A.2 A.3 A.4) dan kini
beralih menjadi A.1 A2 dan A.8 A.9. Tidak hanya itu seiring dengan pergantian
waktu santri yang menuntut Ilmu pada beliau (Romo KH. Sholeh Bahruddin) kian
75
hari kian bertambah banyak, tak ketinggalan pula santri putri pun mulai banyak yang
mengaji dan belajar kepada beliau. Melihat perkembangan santri putri yang kian
bertambah membuat para sahabat beliau ikut memikirkan tempat tinggal mereka.
Tidak jauh beda dengan pembuatan asrama putra, pembangunan tempat tinggal bagi
santri putripun dilakukan, walkhasil tidak lama kemudian berdirilah asrama B dengan
jumlah kamar pertama kali 2 lokal yaitu B.1 B.2 yang kini menjadi kantor pusat putri.
Setelah tahun demi tahun berganti, Pondok Ngalah mengalami perkembangan
dan kemajuan yang sangat pesat. Ini ditandai dengan bertambahnya santri dari setiap
tahunnya. Sampai saat ini Pondok Pesantren Ngalah memiliki 2000 santri (terhitung
data bulan Muharram 1432 H). Untuk menampung sejumlah santri tersebut, Pondok
Ngalah memiliki 8 asrama, mulai asrama A s/d H dan dalam waktu dekat akan
dibangun asrama I yang kesemua asrama tersebut terbagi dalam beberapa wilayah
untuk santri putra dan putri serta dalam wilayah tingkat pendidikan formal baik itu
RA s/d Universitas.
3. Visi dan Misi
a. Visi
Membentuk santri beriman dan bertaqwa, berakhlakul karimah, mampu
menjawab tantangan zaman serta memiliki kepedulian dan kepekaan
terhadap masalah agama, pendidikan, sosial budaya, nilai-nilai
kebangsaan dan kemasyarakatan.
76
b. Misi
1. Menanamkan aqidah dan mengamalkan syari’at Islam yang berhaluan
Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah
2. Memberdayakan potensi santri dalam bidang Keagamaan,
Kebangsaan, Keilmuan, Keorganisasian dan Kemasyarakatan
3. Mengimplementasikan nilai-nilai moral dalam dinamika kehidupan
kemasyarakatan
4. Menyiapkan santri yang unggul dalam IMTAQ dan IPTEK
4. Motto
“Melestarikan adat yang lama yang baik dan mengambil adat yang baru yang lebih
baik”
5. Potensi Pendidikan
Secara organisasi struktural, Pondok Pesantren Ngalah merupakan lembaga
pendidikan non formal yang berada dalam naungan Yayasan Darut Taqwa yang
membawahi Madrasah Diniyah Darut Taqwa. Adapun lembaga-lembaga yang
dimaksud sebagaimana berikut:
Pendidikan formal meliputi, RA Darut Taqwa, MI Darut Taqwa, MTs. Darut
Taqwa 02, SMP Bhinneka Tunggal Ika (BTI), MA Darut Taqwa, SMA Darut Taqwa,
SMK Darut Taqwa, Universitas Yudharta Pasuruan. Untuk pendidikan non formal,
77
Pondok Pesantren Ngalah, Madrasah Diniyah Darut Taqwa. Pendidikan In Formal,
Thoriqoh Qodiriyah wa Naqsabandiyah.
6. Susunan Organisasi
Organisasi pada dasarnya merupakan suatu bentuk wadah dari setiap
persekutuan hidup untuk mencapai tujuan yang telah diterapkan. Dengan demikian,
organisasi pesantren merupakan wadah bagi terealisasinya tujuan yang telah
ditetapkan.
Sebagaimana organisasi Podok Pesantren pada umumnya, system organisasi
Pondok Pesantren Ngalah menempatkan kyai sebagai pemegang kebijakan utama,
maksudnya adalah segala hal yang berkaitan dengan penentuan struktur program dan
personil pelaksana harus mendapat perstujuan dari Kyai.
Bidang yang ditetapkan dalam struktur organisasi di Pesantren Ngalah
merupakan perwujudan dari orientasi tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan yang
orientasinya pada penguasaan ilmu agama maupun pendidikan kemasyarakatan pada
umumnya. Kepengurusan Pondok Pesantren Ngalah terbagi dalam 2 wilayah, yaitu
pengurus pusat dan pengurus asrama. Dalam 2 wilayah tersebut juga dibagi dalam 2
kategori, yaitu kategori putra dan putri. Adapun keterangan kepengurusan Pondok
Pesantren Ngalah sebagaimana berikut:
a. Wilayah Pengurus Pusat (terbagi dalam wilayah putra dan putri), yang
didalamnya terdapat dewan pembina pengurus, pengurus harian, dan pengurus
biro yang membawahi biro di masing-masing asrama.
78
b. Wilayah Pengurus Asrama (terbagi dalam wilayah putra dan putri), yang
didalamya terdapat pembina asrama yang diambil dari keluarga ndalem,
pengurus harian, pengurus biro yang merupakan kepanjangan dari pengurus
biro yang ada di kepengurusan pusat dan terakhir ketua kamar.
c. Pengurus Kamar, didalamnya terdapat pengurus harian dan seksi-seksi.
B. Silsilah Thariqah Naqsyabandiyah Mujaddadiyah Khalidiyah KH.
Sholeh Bahruddin
Berikut ini adalah silsilah thariqah. Mursyid thariqah Naqsabandiyah KH. M.
Sholeh Bahruddin, pengasuh sekaligus pendiri pondok pesantren Ngalah
Sengonagung Purwosari Pasuruan:
1. KH. M. Sholeh Bahruddin
2. Syaikh Munawir Tegal Arum dan Syaikh Bahruddin Kalam
3. Syaikh Amnan Taluk Ngawi
4. Syaikh Minhaj Kebonsari
5. Syaikh Musthofa Tegal Arum
6. Syaikh Muhammad Sholeh Kutoharjo
7. Sayyidi Sulaiman Afandi Jabal Qubais
8. Sayyidi ismail Burwis
9. Sayyidi Sulaiman Afandi Qorin
10. Sayyidi Abdullah Afandi Makin
11. Sayyidi Maulana Kholid al-Baghdadi
12. Sayyidi Abdullah ad-Dahlawi
13. Sayyidi Habibullah Syamsuddin
14. Sayyidi Nur Muhammad al-Budwani
15. Sayyidi Muhammad Sifuddin
16. Sayyidi Muhammad Ma’shum
79
17. Sayyidi Ahmad Al-Faruqi
18. Sayyidi Muayyidudin Muhammad al-Baqi
19. Sayyidi Muhammad al-Khowajiki
20. Sayyidi Darwis as-Samarqondi
21. Sayyidi Muhammad Zahid
22. Sayyidi Ubaidullah al-Ahrori
23. Sayyidi Ya’qub al-jaraki
24. Sayyidi ’Alaudin al-’Athori
25. Sayyidi Syaikh Bah’udin an-Naqsyabandi
26. Sayyidi Amir Kilali
27. Sayyidi Muhammad Babassamasi
28. Sayyidi ’Ali ar-Romitani
29. Sayyidi Mahmud Anjirifghuni
30. Sayyidi ’Arif ar-Riwikri
31. Sayyidi Abdul Khaliq al-Ghujdawani
32. Sayyidi Yusuf al-Hamdani
33. Sayyidi Abi Ali al-Fadhli
34. Sayyidi Abi al-Hasan al-Kharqani
35. Sayyidi Abi Yazid al-Bustomi
36. Sayyidi Ja’far sodiq
37. Sayyidi Qosim bin Muhammad
38. Sahabat Salman al-Farisi
39. Sahabat Abu Bakar ra
40. Nabi Muhammad SAW
80
C. Tata Krama Dzikir Thariqah Naqsabandiyah
Berikut ini adalah tata krama dzikir thariqah Naqsabandiyah (dzikir Ismudz
Dzaat):
1. Suci hadats dan najis (berwudhu)
2. Sholat dua rakaat
3. Menghadap qiblat pada tempat yang sepi
4. Duduk dengan posisi kebalikan dari duduk tawarruk (duduk di antara dua
sujud)
5. Membaca istighfar 5 kali, atau 15 kali, atau 25 kali.
6. Membaca al fatihah satu kali, surat al-Ikhlas 3 kali dan menghadiahkan
pahalanya kepada Rasulullah SAW, dan kepada silsilah Thariqoh
Naqsabandiyah
7. Memejemkan mata, kedua bibir tertutup, dan lidah dilekatkan ke langit-
langit mulut
8. Rabithah kubur, yaitu seakan-akan seorang salik telah mati, dimandikan,
dikafani, disholati, dimasukkan ke dalam kubur, dan ditinggalkan
sendirian disana. Tiada yang menemaninya kecuali amal ibadahnya.
9. Rabithah Mursyid, yaitu seseorang salik mengadakan hatinya dengan hati
mursyid, seraya menjaga wajah mursyid ada dalam angan-angannya
10. Mengumpulkan seluruh indrawi, dan menghilangkan seluruh bisikan
hatinya, serta menghadapkannya kepada Allah SWT, lalu membaca do’a:
81
Setelah itu berdzikir Ismudz Dzat dengan hatinyta yaitu dengan cara
mengalirkan lafadz Allah dalam hatinya seraya memperhatikan makna bahwa Allah
adalah Dzat yang tidak ada yang menyamainya, dan Allah adalah Dzat yang hadir,
melihat, dan menguasai dirinya.
11. Sebelum mengakhiri dzikir dan membuka mata, hendaknya salik
menunggu perintah untuk berhenti.
D. Paparan Data
1. Proses Awal Penelitian
Penulisan hasil penelitian ini merupakan gambaran mengenai masing-masing
subjek dengan berbagai karakteristik, latar belakang subjek, Pembentukan identitas
diri subjek terutama dalam mengambil keputusan saat awal mengikuti Thariqah dan
menghafal Al Qur’an.
Adapun hambatan-hambatan yang dirasakan penelitian ini antara lain seperti
kurang adanya good rapport antara peneliti dengan subjek diawal penelitian. Dan saat
peneliti ingin bertemu dan memulai untuk wawancara dengan subjek 1 sangat sulit
untuk di temuin karena subjek 1 masih berada di rumah karena ada acara keluarga
akhirnya di batalkan untuk pertemuannya, dan bisa bertemu pada hari jum’at tanggal
15 Februari 2013.
82
Pada hari Jum’at tanggal 15 Februari 2013 pukul 07.00 peneliti menemui
subjek 1 saat di asramanya (asrama I). setelah itu menemuinya dan berbincang-
bincang untuk melakukan wawancara. Dan subjek pun sudah merasa siap untuk di
wawancarai. Sebelum wawancara dilakukan subjek mengajak di lokasi yang sepi agar
bisa terekam dengan baik dan bisa konsentrasi untuk di wawancarainya. Akhirnya
pun subjek dan peneliti berangkat di ruangan yang sepi berada di sekolahan MI Darut
Taqwa dekat dengan lokasi (asrama) subjek. Wawancara berlangsung mulai pukul
07.10-08.00 WIB karena subjek ada kumpulan evaluasi kepengurusan, meskipun
wawancara itu belum selesai. Akan tetapi subjek langsung memberi waktu untuk di
lakukan wawancara selanjutnya setelah Jum’atan.
Pada saat pukul 13.30 dilakukan wawancara yang ke dua (selanjutnya), akan
tetapi subjek sepertinya merasa tidak bersemangat, berbeda dengan suasana yang tadi
pagi atau wawancara yang pertama. Tapi wawancara yang ke dua ini berjalan dengan
lancar. Dan subjek pun mempersilakan untuk melakukan wawancara lagi untuk lebih
memperdalam dan untuk menambah jika ada yang kurang.
Sama dengan subjek 2 peneliti belum bisa bertemu karena subjek 2 masih
melakukan manjing suluk sampai 10 hari, baru bisa bertemu dan bisa untuk
diwawancarai pada hari rabu tanggal 20 Februari 2013 pada pukul 07.30-09.08 WIB.
Dilakukan wawancara pada kantin asrama H. karena subjek memintak datang sendiri
di tempat penginapan peneliti.
83
Hubungan antara peneliti dan subjek 2 sangat akrab karena sebelumnya sudah
kenal dan pernah menjadi berteman walau tidak sama asramanya. Dan wawancara
pun dimulai di kantin dan suasananya begitu sepi tidak banyak santri lain karena pada
sekolah dan juga ada yang kulia. Sebelum peneliti mengajukan pertanyaan subjek
bercerita dahulu dan peneliti pun mendegarkannya sambil mempersiapkan alat yang
untuk digunakan wawancara. Mulailah pertanyaan yang pertama diajukan oleh
peneliti, subjek saat mau menjawab tertawa karena malu dan bingung pakai bahasa
apa. Akhirnya peneliti pun tidak memebatasi tentang bahasanya terserah agar subjek
lebih nyaman dan santai tidak terlalu formal bahasa santai. Akhirnya subjek pun
mulai serius dengan menjawab pertanyaan yang pertama.
Ditengah-tengah wawancara subjek telah menangis saat melakukan
pertanyaan selanjutnya karena teringat ibunya saat dirawat di rumah sakit. Akhirnya
peneliti pun mengalihkan pertanyaan selanjutnya. Sampai pertanyaan selesai akhirnya
wawancara selesai dan ditutupoleh peneliti. Setelah wawancara subjek melanjutkan
cerita biasa sambil menunggu temannya karena subjek ada keperluan lain.
2. Gambaran Diri Subyek
Subyek dalam penelitian ini berjumlah 2 orang perempuan. Yang sedang
menjalankan amalan Thariqah sekaligus menghafalkan Al Qur’annya.
Identitas Subyek 1
Nama : Bunga
Tempat tanggal lahir : Malang, 29 Januari 1989
84
Usia : 24 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : Perguruan Tinggi (S.I) UYP
Lama belajar dipondok pesantren : 10 Tahun
Alamat : Ngijo Karang Ploso Malang
Identitas Subyek 2
Nama : Mawar
Tempat tanggal lahir : Pasuruan, 09 Juni 1990
Usia : 22 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : UYP jurusan Psikologi smtr 7
Lama belajar dipondok pesantren : kurang dari 10 tahun
Alamat : Mojotengah Sukorejo Pasuruan
E. Profil Subjek Penelitian
Berdasarkan data-data yang peneliti dapatkan baik melalui wawancara,
observasi maupun dokumentasi, maka akan dipaparkan dan dianalisa dengan metode
deskriptif sehingga peneliti akan menguraikan data-data yang ada berupa kata-kata
dan bukan angka-angka. Paparan data yang disajikan sesuai dengan rumusan
permasalahan adalah sebagai berikut :
85
1. Subjek I
Subjek merupakan lulusan S1 jurusan fakultas psikologi Universitas Yudharta
Pasuruan yang bernama Bunga (nama disamarkan). Bunga menyelesaikan pendidikan
strata 1(S1) nya pada tahun 2011 dan sekarang tengah menginjak usia 24 tahun.
Selama menempuh pendidikan Strata 1 nya bunga bermukim di sebuah asrama yang
bernaung di bawah Pondok Pesantren Ngalah Purwosari Pasuruan yang diasuh oleh
KH. Sholeh Bahruddin Kalam.
Bunga merupakan anak terkhir dari 4 bersaudara. Keluarga bunga merupakan
salah satu bentuk keluarga yang menanamkan pendidikan agama dengan tegas pada
anak-anaknya sehingga selain menjalankan pendidikan formal bunga juga menempuh
pendidikan non formal dengan jalan nyantri di pondok Pesantren Ngalah
Sengonagung Purwosari Pasuruan. Bunga mulai masuk pesantren sejak dia masih
duduk di kelas VII dan sampai sekarang telah 10 tahun bunga menempuh
pendidikannya di Pesantren Ngalah.
10 tahun menempuh perjalanan pendidikannya bunga telah menyelesaikan
pendidikan formalnya mulai dari MTs, MAK, dan sampai pada Strata 1, begitu pula
dengan pendidikan non formalnya atau madrasah diniyahnya mulai dari madrasah
Ibtidaiyah, Wustho, Sampai pada Madrasah Mu’allimin Mu’allimat. Dan setelah
menyelesaikan pendidikan non formalnya kini bunga mengabdikan dirinya pada
madrasah tersebut dengan membantu sebagai pendidik pada madrasah tersebut.
86
Selain pendidikan non formal yang berupa madrasah diniyah di pondok
pesantren Ngalah juga terdapat pendidikan non formal yang merupakan pendidikan
hati atau ilmu kebatinan yang disebut dengan ilmu Thariqah Naqsabandiyah.
sehingga dalam menempuh pendidikannya di pesantren bunga memutuskan untuk
tidak tanggung-tanggung dalam menimba ilmu dan akhirnya memutuskan untuk
mengikuti ilmu kebatinan tersebut.
Dalam memutuskan untuk mengikuti ilmu kebatinan tersebut bukanlah sebuah
keputusan yang mudah, perlu adanya banyak pertimbangan agar bisa
mempertanggungjawabkannya dalam hal keistiqomahannya, sehingga tentunya
terdapat beberapa motivasi atau factor pendorong bagi bunga untuk memutuskannya.
Awal ketertarikan bunga dan motivasi yang mendorong dirinya untuk
mengikuti thariqah tersebut ialah dari lingkungannya yang mana pada saat itu ia
melihat adanya suatu perbedaan dalam bentuk pribadi seseorang pada seniornya yang
telah mengikuti thariqah. bunga menilai kakak seniornya yang telah mengikuti
thariqah lebih bijak dalam menghadapi masalah yang ada. Sehingga dari situlah
muncul keinginan bunga untuk mengikuti thariqah. seperti yang diutarakan subjek
bunga dalam wawancaranya sebagai berikut:
“motivasi awalnya dari lingkungan. Ketertarikan saya ingin tahu ikut itu
berawal dari senior yang juga teman saya yang salah satunya teman cewek dia
itu juga pengikut Thariqah yang saya tahu dari kakak kelas saya sendiri. Saya
lihat itu perbedaannya dari sikap terutama perbedaannya itu dalam menghadapi
masalah dia itu lebih tenang juga dalam menghadapi masalah-masalahnya.
Berangkat dari kepribadian yang baik juga tepat dan saya lihat dampak
dzikirnya. Karena Thariqah Naqsyabandiyah yang di utamkan adalah dzikir
melalui hati yang tidak di lafadzkan itu dampaknya sangat besar pada hati.
87
Kalau hal baik terpengaruh pada sikapnya juga kepribadian itu baik. Berawal
dari situ karena masalah kan gak pernah ada habisnya yach,,,, (sambil
tersenyum). Jadi saya ingin bisa bagaimana caranya mengatasi masalah itu
tidak perlu sampai stress tapi tepat dalam menyelesaikannya.”(W.1.S1.16)
Setelah mengikuti thariqah kini bunga tidak hanya melihat saja dampak positif
yang ditimbulkannya melainkan bunga telah merasakan sendiri dampak positif dan
keuntungan dari mengikuti thariqah tersebut. Bunga merasa lebih bisa menjaga dan
membersihkan hati dan jiwanya dari hal-hal yang kotor yang dicegah oleh syari’at,
selain itu bunga juga bisa lebih bijak dalam menilai suatu hal sehingga tidak selalu
memandang suatu hal dengan anggapan negatif melainkan lebih mengambil pada
nilai positifnya. Seperti yang diutarakan subjek bunga dalam wawancaranya sebagai
berikut:
“kembali lagi pada fungsi dari Thariqah itu untuk mensucikan hatinya ych,,,
hati itu, kalau diibaratkan di kita sendiri diri kita itu di ibaratkan seperti cermin
itu kotor atau buruk banyak sekali noda orang yang ada sekitar kita. Berada di
depan kita semua itu jelek padahal mereka di depan kita menjadi anggapan
bagaimana orang, seperti apa mesti anggapannya jelek. Munculnya jadinya
Thariqah itu mensucikan jiwa supaya kita memandang orang lain tidak ada sisi
buruk dan punyak sisi baik. Ini paling besar manfa’atnya untuk mensucikan
hati manusia dan jiwanya dari dalam.”(W.1.S1.17)
Ketika seseorang terjun lansung ke lapangan untuk melakukan beberapa hal
belum tentu orang tersebut memahami sepenuhnya apa yang sebenarnya ia lakukan,
begitu pula yang dirasakan bunga ketika mengikuti thariqah tersebut. Pada awal
mengikuti thariqah bunga belum faham benar tentang thariqah, bagaimana manfaat
dan bagaimana hakikat thariqah sebenarnya. Namun bunga bertekad untuk
menjalankannya dengan harapan bisa memahami dengan seiringnya waktu dengan
88
bertanya-tanya pada teman atau mursyid ketik ada kesulitan dalam menjalankannya.
Seperti yang diutarakan subjek bunga dalam wawancaranya sebagai berikut:
“owh,, yach,, kalau sebenarnya saya awalnya ikut belum terlalu faham dengan
Thariqah. Awal ikut pun sebenarnya masih belum faham jadi saya nekat
mungkin ketika ikut Thariqah saya akan tahu karena saya langsung terjun. Tapi
ych,, jadi sebelum ikut itu hanya sekedar tahu itu apa. Tapi belum tahu
manfa’atnya dan hakikatnya Thariqah itu seperti apa. Kalau sampai sekarang
pun masih belum terlalu faham cuman sudah ikut mungkin merasakan dan
lebih bisa memahami apa itu Thariqah. Jadi sebelum ikut saya belum faham,
sudah ikut pun juga belum terlalu faham. Jadiy ketika sudah ikut ini kalau
belum faham yach kita bisa bertanyak pada teman atau bisa juga
mursyid.”(W.1.S1.18)
Sesuai dengan hakikat bagaimana manusia itu diciptakan berbeda-beda begitu
pula sesuai dengan kenyataan yang ada dalam menjalankan tanggung jawabnya
sebagai seorang salik (pengikut thariqah) tentu juga berbeda-beda, ada yang dapat
menjalankannya dengan penuh kesadaran tanggung jawabnya ada juga yang belum
bisa. Dalam hal tersebut bunga baranggapan bahwa hal tersebut kembali pada
personal masing-masing. Menurut bunga hal tersebut terjadi mungkin karena danya
orang-orang tertentu yang memang belum memahami betul tentang bagaimana
hakikat thariqah yang sebenarnya, tentang bagaimana kewajibannya sebagai seorang
salik. Dan menurut bunga terdapatnya beberapa orang-orang yang dengan mudah
meninggalkan kewajibannya sebagai seorang salik tersebut dikarenakan hanya ingin
ikut-ikut saja tanpa mau memahaminya secara mendalam. Seperti yang diutarakan
subjek dalam wawancaranya sebagai berikut:
“owh yach… kenapa ada yang sudah iku tapi kok di tengah-tengah ada yang
lupa dengan kewajibannya sehingga di tinggal. Kenapa kok sampai guru itu
mengeluarkan fatwa yang ikut dilakoni kewajibannya? Itu kembali pada
personalnya Thariqah itu sangat besar pengaruhnya untuk menguci diri.
89
Ternyata setelah ikut dia meniggalkannya yaitu mungkin dia belum terlalu
faham dengan Thariqah jadi kewajiban yang harus dia kerjakan dan dihadapi
itu kembali pada personalnya yang kurang faham atau mendalaminya. Hanya
sekedar buntek apa ych,,,??? Hanya pengen ikut-ikut saja tapi tidak bisa
berhasil untuk mendalaminya.”(W.1.S1.19)
Selain mengikuti thariqah di pesantren bunga juga mulai menghafalkan Al-
qur’an yang mana pada saat itu pusat bagi anak-anak yang menghafalkan Al-qur’an
diasuh oleh neng Luluk Nadziroh yang merupakan salah satu putri pengasuh pondok
pesantren Ngalah. Tentu bukan hal yang mudah untuk menjalankan kedua hal yang
sifatnya sama-sama berat. Dari waktu sehari semalam yang hanya terdiri dari 24 jam
tentu tidaklah mudah untuk membaginya karena selama proses menghafalkan Al-
qur’an bunga juga belum menyelesaikan pendidikan Strata 1 nya.
Bunga bukanlah tipe orang yang suka mengeluh sehingga ia tidak mau
menganggap proses belajarnya ini adalah suatu hal yang sulit. Bunga mulai
menyusun jadwal hariannya sehingga bunga lebih mudah menjalankan kegiatannya.
Waktu sehari semalam yang hanya 24 jam bunga gunakan untuk istirahat hanya 6 jam
saja. Bunga menanamkan prinsip pada dirinya bahwa jika seseorang memiliki banyak
aktivitas maka dia akan semakin menghargai waktunya sehingga orang tersebut akan
lebih muda untuk mengatur waktunya apa lagi jika meman orang tersebut memiliki
keinginan yang kuat. Seperti yang telah diutarakan subjek pada wawancaranya
sebagai berikut:
“pembagian waktu itu emmm (sambil memikir) sebenarnya waktu kita sehari
tidak banyak yach,,, 24 jam dipotong waktu untuk istirahat kira-kira max 6jam.
Jadi begini mengaturnya (sambil berpikir) kalau saya karena pada waktu itu
kegiatan kepribadian saya sangat padat kalau orang itu terlalu banyak aktivitas
dia akan semakin menghargai waktunya.waktu itu akan sangat berharga ketika
90
aktivitas banyak dan tidak terlalu sulit untuk mengatur apa lagi kalau dia ada
keinginan cara membagi waktunya itu mudah. Bangun pagi terfokuskan untuk
mengaji juga ada focus yang lain kan masih kuliah juga pada waktu itu. Jadi,
ganti pada masalah kulia setelah perkulian selesai untuk masalah waktu
Thariqah bukan ketika ada waktu karena setiap saat pasti ada. Jadi cara
pembagian waktunya semakin banyak. Semakin bnyak aktivitas semakin bagus
meski hanya 5 mnt.”(W.1.S1.20)
Ada saat-saat diman bunga sangat sibuk dengan aktifitasnya terutama ketika
ia mulai membuat laporan PKN yang mana ia juga harus menjalankan kewajiban
thariqahnya dan juga harus tetap setoran hafalan al-qur’annya. Namun seperti sifatnya
yang tidak suka mengeluh bunga menyambut aktifitasnya yang padat tersebut dengan
senang hati. Dia merasa sangat di untungkan karena tentunya tidak ada waktu yang
membiarkan pikirannya melayang kemana-mana. Seperti yang telah diutarakan
subjek dalam wawancaranya sebagai berikut:
“tugas akhir niku PKN dan sudah memulai proposal skripsi. Jadi waktu itu
semakin padat kita semakin senang. Jadinya apa yach,,, (sambil berfikir) waktu
kita sangat berharga. Dari pada pikirannya melayang-layang dan ndak karu-
karuan jadinya lebih baik di padatkan saja aktifitasnya. Ada waktu tersendiri
untuk istirahat meskipun secukupnya. (sambil senyum).”(W.1.S1.20)
Akan tetapi thariqah bukanlah sesuatu yang benar-benar memberatkan bagi
yang menjalankannya seperti sebuah ucapan yang mengatakan bahwa Islam itu
mudah dan memudahkan pemeluknya. Thariqah memiliki rukhsoh (keringanan) jika
memang terdapat suatu halangan yang tidak dibuat-buat sehingga tidak dapat
melaksanakannya sesuai dengan aturannya. Seperti yang telah diutarakan oleh subjek
pada wawancaranya:
“Tapi benar-benar ndak ada kesempatan sama sekali artinya, sudah cari-cari
celah koq ndak ada berarti itu kan bagi yang tidak sanggup. Katakanlah itu
terlalu repot. Tidak apa-apa di rukhshoh ada keringanan untuk masalah
91
tawajjuh tapi, untuk wukuf qalbinya ya tetap berjalan seperti itu.Naqsabandy
itu kan ukiran artinya. Mengukir dalam hati.”(W.1.S1.21)
Melihat begitu banyak waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan antara
thariqah, hafalan Al-qur’an, dan tentunya aktifitas formal yang harus ditempuh tentu
seseorang perlu adanya banyak pertimbangan ketika akan mengikutinya. Dan bunga
memang pada saat itu memang telah benar-benar mempertimbangkannya dengan
matang dengan pertimbangan bahwa sebagai seorang wanita nantinya dia tidak ingin
disibukkan dengan sesuatu di luar rumah dan tentunya juga mendapat banyak
dorongan dari orang-orang sekitar apalagi ketika mengingat bahwa inti dari
kehidupan ini adalah kedekatan dengan tuhannya yang tentunya bisa ditempuh
melalui jalan thariqah dan menghafal Al-qur’an. Dan tentunya disrtai dengan niat
yang sungguh-sungguh. Seperti yang telah diutarakan subjaek dalam wawancaranya
sebagai berikut:
“sebenarnya gini,,, (sambil senyum) bagi seorang perempuan menurut saya
ey,,,, apa njeh? Saya lebih memilih untuk tidak banyak diluar nantinya dalam
jangka waktu kedepannya. Kenapa saya sekarang memilih ikut ini, bukan
karena saya mampu tapi diantaranya karena dorongan-dorongan dari orang
sekitar dan dari motivasi yang diberikan guru seperti pertimbangannya, selagi
itu bisa kenapa diam saja. Kita bisa dengan keduanya itu seolah lebih anu,,,
dalam arti tidak ada keinginan kesana. Dalam arti harus begini, begitu itu saja
sudah cukup (dalam nada serius) dalam hal apa yach?? (sambil berfikir) ey…
ap ych?? Kehidupan itu intinya yang kita cari itu gimana ych sebenarnya?
(seperti berfikir dlm kebingungan). Intinya sebenarnya yang kita cari itu adalah
keteguhan dan kedekatan kita nah,,, jalan untuk dekat itukan macam-macam.
Bisa melalui Thariqa dan meghafalkan Al Qur’an. Ketika keduanya itu di
gabungkan maka akan saling mengutungkan.”(W.1.S1.24)
Ketika seseorang mengambil keputusan untuk melakukan suatu hal tentu ada
maksud dan tujuannya. Seperti yang telah bunga lakukan dengan memutuskan untuk
menghafal Al-qur’an dan mengikuti thariqah tentu bunga memiliki tujuan yang
92
diantarnya yaitu untuk memperluas dan memperdalam ilmunya sehingga tidak hanya
memenuhi kebutuhan dhahir melainkan juga kebutuhan batinnya. Karena pada
hakikatnya ilmu dan iman merupakan sebuah kebutuhan primer bagi manusia bukan
sekedar kebutuhan sekunder. Sehingga terpenuhilah ilmu, iman, islam, dan ihsannya.
Seperti yang telah diutarakan oleh subjek dalam wawancaranya sebagai berikut:
“ikut keduanya pengen untuk memperluas keilmuan Dhahir dan sekedar syariat
tapi juga kalau bisa apa yach??? (berfikir) terpenuhilah antara ilmu iman, islam
dan ikhsan perantara itu harapannya ketiganya dibangun dengan baik tapi tidak
hanya sekedar difahami tapi juga yang kita mampu.”(W.1.S1.27)
Keluarga bunga yang merupakan keluarga agamis ternyata juga tidak selalu
mengiyakan keinginan bunga untuk memperdalam ilmu agamanya, karena sebagai
orang tua tentunya memiliki rasa khawatir terhadap anaknya, sehingga ketika diawal
bunga ingin mengikuti thariqah saat kelas 3 MAK orang tua bunga sempat tidak
mengizinkan karena khawatir terhadap usianya yang dianggap belum mencukupi.
Namun disisi lain bunga mendapat dorongan dari teman-temannya selagi bisa kenapa
tidak?. Seperti yang telah diutarakan subjek dalam wawancaranya sebagai berikut:
“orang tua sebenarnya tidak mengizinkan karena saya masih kecil dan itu baru
mulai awal kelas 3, takutnya tidak bisa bertanggung jawab dengan tugasnya.
Tapi ada dorongan dari teman atau lingkungan yang mengatakan untuk
melakukan kebaikan kenapa tidak, kenapa harus ditunda mumpung masih ada
kesempatan untuk melakukan kebaikan. Jangan ditunda, tidak ada
ruginya.”(W.1.S1.28)
Sedangkan untuk dorongan ketika memutuskan untuk menghafal Al-qur’an
orang tua bunga juga sempat tidak mengizinkan. Dengan alasan yang sama sebagai
bentuk kekhawatiran orang tua terhadap anaknya, karena pada saat itu bunga telah
mengikuti pembaiatan thariqah sehingga orang tua khawatir bunga tidak dapat
93
melaksanakan tanggung jawabnya. Namun seamangat jiwa muda bunga seakan tidak
pernah luntur dia berfikir selama masih bujang dan seluruh waktu masih bisa
difokuskan untuk dirinya dalam memperdalam ilmu akhirnya bunga memutuskan
untuk tetap mengikutinya dan akhirnya orang tua pun menyetujuinya dengan
pertimbangan bahwa hal tersebut adalah yang terbaik untuk anaknya. Sepeti yang
telah diutarakan subjek dalam wawancaranya sebagai berikut:
“kalau orang tua merasa keberatan, karena saya sudah melakukan pembai’atan
tentang Thariqah. Terus kemudian menghafalkan Al qur’an tapi dari saya
sendiri mumpung masih bujangan alangkah baiknya untuk mengikuti
keduanya, karena belum ada kewajiban yang lain dan saya masih mampu.
Kalau orang tua yach,,, kalau memang itu baik yach lakukan lah. Jadi intinya
dorongan untuk menghafalkan Al Qur’an tidak dari orang tua melainkan dari
keyakinan diri dan keinginan. Kalau keinginan itu tidak dijalnkan saya merasa
eman.”(W.1.S1.29)
Keputusan bunga yang bersikeras untuk menghafal Al-qur’an berawal mula
dari perjuangannya dalam menempuh pendidikan di madrasah diniyah, yang mana
pada waktu itu dia sudah menginjak kelas wustho tsani dan akan segera lulus. Pada
saat itu memang diwajibkan untuk menghafal Alfiyah dan bunga bertekad untuk
merampungkan hafalannya tersebut sehingga waktu untuk membaca Al-qur’an tersita
banyak. Dan pada saat bunga benar-benar rampung hafalan Alfiyahnya bunga merasa
aneh dan tidak enak ketika tidak menghafalkan lagi dan dari situlah bunga menyadari
bahwa menghafalkan itu adalah sesuatu yang menyenangkan.
Dan saat itu bunga memutuskan untuk menghafal Al-qur’an. Setelah bunga
izin kepada orang tua akhirnya bunga sowan ke neng luluk yang merupakan pengasuh
dan penyetor bagi anak-anak tahfidz (anak yang menghafal). Namun pada saat itu
94
neng luluk tidak berani memberi izin dikarenakan bunga telah mengikuti pembaiatan
thariqah yang mana thariqah juga bukan hal yang mudah dijalankan dan akhirnya
neng luluk menyuruh bunga untuk minta izin ke mursyidnya yang tidak lain adalah
pengasuh pondok pesantren Ngalah.
Pada saat mendengar hal tersebut sang mursyid menyambut dengan senang
dan mengatakan bahwa thariqah mendukung pada hafalan karena pada hakikatnya
thariqah bertujuan untuk takhlisul qalbi (keikhlasan hati) sehingga hati dan jiwa lebih
muda untuk menerima hal-hal yang baik termasuk Al-qur’an. Sesuai dengan
pernyataan subjek dalam wawancaranya sebagai berikut:
“itu berawal dari,,, owh yach tady ndak sama yach,,, (memikir). Yach salah
satunya itu dari guru em,, ap yach waktu mulai masuk wustho awal kalau di
Ngalah kan ada hafalan alfiyah, ada imrthi sampai Wustho Tsani. Dari situ
waktu tersita banyak jadi membaca Al Qur’an itu jarang bahkan sampai 1 bln
tidak pernah membaca. Waktu Alfiyahnya rampung dikelas wustho tsani, baru
selesai itu ketertarikan hafalan itu membuat kita istilahnya kecanduhan ndak
menghafalkan apa-apa lagi itu ndak enak, ternyata,,,, menghafalkan itu hal
yang menyenangkan.lah ketika berusaha untuk meyakinkan orang tua dan
mereka mengizini akhirnya saya ke neng luluk dan awalnya neng luluk tidak
berani untuk mengizini karena saya sudah ikut baiatan dan saya di suruh untuk
sowan ke Romo yai. Sampai Ndalem romo yai tersenyum dan kaget dengan
pertanyaan saya. Romo yai langsung dawuh lho kenapa kok harus takut wong
Thariqah itu malah membantu hafalannya. Kalau ikut Thariqah itu hafalannya
lebih cepat. Kan Thariqah itu untuk Takhlisul Qalbi (keikhlasan hati)
memurnikan hati supaya mudah menerima hal yang bersih hal-hal yang bersifat
mulia yach seperti Al Qur’an itu. Dan setelah sowan ke Romo yai ke ndalem
neng luluk dan akhirnya pun neng luluk juga mengizinkan saya untuk
menghafalkan Al Qur’an.”(W.1.S1.30)
Dalam menjalankan suatu kebaikan tentu tidak luput dari cobaan dan lika
likunya. Tentu sebagai pelaksana thariqah dan tahfidzul qur’an bunga juga tidak luput
dari cobaan tersebut diantaranya adanya permaslahan yang ditimbulkan dari lawan
95
jenis. Namun bunga tidak mudah goyah dengan adanya maslah tersebut karena bunga
menyadari bahwa sebagai manusia tentu tidak luput dari permasalahan dari lawan
jenisnya. Bunga tidak terlalu berfikir tentang jodoh karena dia yakin bahwa yang di
atas telah menyiapkan jodoh yang terbaik baginya. Sehingga dalam masa
perjalanannya menuntut ilmu bunga tidak mau terlalu berfikir masalah jodoh dia lebih
memilih untuk focus terhadap cita-citanya. Sesuai dengan pernyataan subjek dalam
wawancaranya sebagai berikut:
“memang kaum hawa itu cobahannya dari kaum adam begitu juga sebaliknya.
Ndak d pungkiri yach? Buktinya ada pernah saya alami juga sama halnya
dengan orang-orang lain. Ketika rasa ingin memiliki itu besar dan untuk
kehilangan pun takut. Dan begitu bagaimana cara saya mengatasinya agar tidak
menganjal aktivitas saya waktu itu saya berusaha diyaqinkan oleh guru. Jadi
neng luluk dawuh kalau kita sudah punyak pegangan ini alias Al Qur’an dan
hafalan maka jodoh itu Allah yang akan memilihkan. Insyallah itu yang terbaik
begitu. Jadi sekarang kita tdk perlu mencari yang seperti ini seperti itu malah di
tengah-tengah nanti jadi keteteran. Yaqin dan kita percayakan saja pada yang
diatas memberikan yang terbaik dan yang mendukung.”(W.1.S1.33)
Sebagai seorang manusia biasa tentu bunga tidak selalu lolos dari
permasalahannya. Bunga pernah sedikit goyah dengan masalah yang dihadapinya.
Pada saat itu bunga mengalami sedikit masalah pada kepengurusannya di pesantren.
Bung merupakan tipe orang yang takut di benci namun melihat posisinya sebagai
pengurus di pesantren tentu ada bebebrapa konflik antara pengurus dan adek-adek
santri yang menimbulkan adanya rasa benci dari salah satu pihak. Sehingga hal
tersebut benar-benar menyita fikiran dan tenaga bunga sehingga menyebebkan bunga
tidak hafalan beberapa hari. Sesuai pernyataan subjek dalam wawancaranya sebagai
berikut:
96
“em,, pernah waktu itu tapi saya ndak setoran lama itu bukan karena masalah
itu, malah justru kalau ada masalah itu jadiy apa selimuran, lebih baik saya
hentikan dari sini dari pada saya berlarut-larut dari masalah itu saya pernah
ndak setoran itu hamper 1 minggu tapi bukan karena itu tapi kesalahan dalam
kepengurusan. Ada beberapa konflik yg mungkin saya belum bisa mandiri
dengan santri sangat menggangu karena saya itu orang yang takut untuk di
benci orang. Tapi ada yang tidak sesuai, ada orang yang merasa tidak di benci
tapi kelakuannya yaitu menyakit kan orang lain, lah itukan tidak sesuai. yaitu
yang paling besar dan menyita waktu dan tenaga.”(W.1.S1.35)
Bunga juga pernah menghadapi suatu permasalahan yang sempat
membuatnya goyah pada saat dia menjalankan thariqahnya yaitu pada saat bapaknya
sakit dan akhirnya meninggal dunia. Sesuai pernyataan subjek sebagaimana berikut:
“injeh pernah, ketika bapak sakit”(W.1.S1.37)
Sebagai seorang remaja tentu bunga memiliki harapan dan telah
mempersiapkan segala sesuatunya untuk masa ke depannya. Namun hal tersebut tidak
mengganggu dan menggoyahkan konsentrasinya dalam proses pembelajaran. Sesuai
dengan pernyataan subjek dalam wawancara sebagai berikut:
“itu sudah saya pikirkan jenjang kedepannya. Menyadari kalu memang waktu
itu seperti masih milik sendiri”(W.1.S1.40)
2. Subyek II
Subjek merupakan salah seorang mahasiswi jurusan psikologi yang bernama
Mawar (nama samaran), dan sekarang mawar menempuh pendidikannya di fakultas
psikologi Universitas Yudharta Pasuruan semester 8 dan sebentar lagi akan memulai
sekripsinya. Selain berprofesi sebagai mahasiswi mawar juga berprofesi sebagai salah
satu santri dari Pondok Pesantren Ngalah Purwosari Pasuruan yang di asuh oleh KH.
M. Sholeh Bahruddin Kalam.
97
Usia mawar saat ini tengah menginjak usia 23 tahun. Mawar merupakan anak
ke dua dari empat bersaudara yang terdiri dari perempuan semua. Selama
menjalankan pendidikan Strata 1 nya bunga bermukim di sebuah asrama yang berada
di bawah naungan Pondok Pesantren Ngalah Purwosari Pasuruan. Mawar mulai
masuk ke pesantren sejak dia menginjak jenjeng sekolah menengah pertama dan
sampai sekarang. Kurang lebih telah 9 tahun mawar menjalani profesinya sebagai
santri di pesantren Ngalah dan 3 tahun terakhir ini sudah mulai menghafalkan Al-
qur’an dan setoran kepada neng Luluk Nadziroh yang tak lain merupakan salah satu
putri dari pengasuh Pondok Pesantren yang dinaunginya.
Pondok Pesantren Ngalah merupakan Pondok Pesantren yang memiliki
beberapa jenjang pendidikan di antaranya yaitu Madrasah Diniyah Ibtidaiyah,
Madrasah Diniyah Wustho, dan Madrasah Diniyah Mu’allimin Mu’allimat. Sebagai
seorang santri mawar telah menuntaskan pendidikan yang harus ditempuhnya. Dan
setelah lulus dari Madrasah Mu’allimin Mu’allimat mawar mulai mengajar di
Madrasah Diniyah, hal tersebut merupakan bentuk balas budi dan pengabdian mawar
terhadap Madrasah Diniyah yang telah membesarkannya sehingga lebih mendalami
ilmu agamanya.
Selain pendidikan Madrasah Diniyah Pondok Pesantren Ngalah juga memiliki
program pendidikan ilmu kebatinan yakni Thariqah Naqsabandiyah Qadriyah. Ilmu
kebatinan ini merupakan sebuah jam’iyah atau perkumpulan dari orang-orang yang
ingin menjaga hatinya agar selalu mengingat pada tuhannya dengan jalan dzikir
terutama dzikir melalui hati. Setelah menyelesaikan proses pendidikan formalnya
98
pada jenjang sekolah menengah ke atas dan mulai memasuki awal semester
perkuliahannya mawar mulai memutuskan untuk mengikuti jam’iyah thariqah
tersebut. Awal mula ketertarikan mawar untuk mengikuti jam’iyah tersebut ialah
karena adanya dorongan dari orang-orang sekitar terutama kakak-kakak kelasnya.
Setelah mendapat banyak wacana dari kakak-kakak kelasnya akhirnya mawar merasa
benar-benar yakin untuk mengikuti jam’iyah tersebut. Meskipun pada akhirnya orang
tua memberi izin pada awal mulanya orang tua tidak memberikan izin. Sesuai dengan
pernyataan subjek saat wawancara sebagai berikut:
“awalnya itu adanya dorongan dari kakak-kakak kelas, terus-terusnya itu jadi
mantep untuk ikut. Awal ikut thariqahnya itu awal semester satu dorongannya
itu dari diri saya sendiri tidak melibatkan orang tua. Artinya kalau ke orang tua
itu tidak boleh. Akhirnya saya minta restu untuk ikut thariqah akhirnya “yowes
lek ancen iku apik gawe awakmu yowes melok o gak popo”.( W.1.S2.21)
Dalam memutuskan untuk mengikuti thariqah seseorang perlu adanya tekad
untuk melaksanaknnya dengan istiqamah. Namun untuk melakukan suatu hal secara
berkala atau istiqamah bukanlah hal yang mudah oleh karena itu terkadang masih ada
saja orang yang tidak dapat menyempurnakan jumlah hitungan dzikirnya bahkan
sampai tidak dapat melaksanakan sama sekali. Setelah mawar bertanya-tanya pada
seniornya perihal tersebut akhirnya mawar dapat memahami bahwasannya
meninggalkan dzikir secara syar’i diperbolehkan asalkan dzikir dalam hati (wuquf
qalbi) tetap dijalankan tentunya jika terdapat suatu alasan yang benar-benar
memberatkan pelaksananya sehingga benar-benar tidak dapat melaksanakannya
bukan hal-hal yang sepele. Sesuai dengan pernyataan subjek pada wawancaranya
sebagai berikut:
99
“aslinya padahalnya seperti teman saya. Sangat sak aken. Yang pertama ke
romo kyai. Kulo ningali kepentingannya itu karena organisasi. Tapi saya
sendiri juga pernah meninggalkannya. Saya bertanya itu katanya kepentingan
organisasi. Kalau saya meninggalkannya itu karena waktu menjaga ibu saya
waktu sakit, dan yang menjaga waktu itu cuman saya sehingga saya tidak bisa
berlama-lama untuk wirid. Kemudian saya tanyak-tanyak kalau meniggalkan
dzikir secara syar’i, ternyata boleh meninggalkan dzikir secara syar’i, tapi
cukup wuquf qalbi saja. Tapi kalau sibuk masalah organisasi/sepele mungkin
ych saya tidak pernah kalau seperti itu kayak gimana gtu… “ (W.1.S2.22)
Thariqah bukanlah hal yang mudah sehingga untuk memutuskan masuk ke
dalamnya perlu adanya pemikiran yang matang dan memiliki tujuan yang pasti.
Dalam hal ini mawar juga telah benar-benar mempertimbangkan dan tentunya
memiliki tujuan. Mengingat dari fungsi thariqah yang pada hakikatnya untuk
menyucikan jiwa dan hati mawar bertujuan untuk menjadikan thariqah sebagai rem
dan pegangan hidup terhadap dirinya. Sebagai manusia biasa dengan mengingat tuhan
dalam kehidupan sehari-harinya tentu seseorang akan lebih tenang dalam menjalani
kehidupannya dan akan lebih terjaga dari hal-hal buruk yang membawa pengaruh
negative terhadap diri seseorang.
Adaupun untuk pertimbangan dan persiapan yang dilakukan mawar untuk
mengikuti thariqah adalah persiapan dhahir dan batinnya. Dalam melakukan segala
hal yang menentukan pertama kali adalah niatnya sehingga niatlah yang pertama kali
disiapkan mawar untuk menentukan pilihannya tersebut. Ketika seseorang mulai
masuk dalam dunia thariqah seseorang tersebut harus lebih menjaga hubungan antara
ghaira muhrimnya sehingga pikiran dan hatinya akan lebih terjaga dan akan lebih
memudahkan untuk mencapai maqam yang sempurna. Sesuai dengan pernyataan
subjek dalam wawancaranya sebagai berikut:
100
“thariqah itukan merupakan jalan untuk menuju, op njeh ??? (sambil berfikir)
menuju ey,, memperbaiki diri yach intinya cek damel nyekel terus enten seng
damel ngerem. Setidaknya ada yang di,, meskipun mafi kulli zaman, kulli
waqtin, tapi setidaknya setiap hari, setiap waktu berdzikir itu”.(W.1.S2.23)
“untuk mengikuti thariqah itu siap dhahir batin. Awal masuk thariqah apa yang
perlu disiapkan yaitu niatnya dan mempunyai pegangan dzikir. Kan pas waktu
manjing thariqah itu tidak boleh keluar ndak boleh berhubungan dengan ghoiru
muhrim. Pas waktu itu faham saya hanya tidak boleh keluar dan bertemu
ghoiru muhrim. Dan saya tidak tau kalau ternyata berhubungan lewat telfon itu
melanggar. Secara batiniyah untuk menahan keinginan ketika mengikuti
thariqah itu banyak tapi kalau masalah pelanggaran saya belum tahu.”
(W.1.S2.24)
Selepas dari persiapan dan tujuannya thariqah juga memiliki beberapa hal
positif yang memberi keuntungan bagi pelaksananya. Beberapa keuntungan yang
dirasakan mawar setelah mengikuti thariqah diantaranya adalah dapat lebih banyak
mengingat Allah dengan lebih banyak berdzikir. Dibandingkan dengan dulu mawar
sangat jarang berdzikir sedangkan sekarang mawar lebih sering melafadkan asma
Allah meskipun itu hanya dalam hati. Dan sekarang mawar benar-benar merasakan
pengaruh positifnya dengan lebih sering brdzikir hati dan jiwa mawar lebih tenang.
Sesuai dengan pernyataan subjek dalam wawancaranya sebagai berikut:
“keuntungannya njeh kulo niku bertambah banyak dzikir. Ketika sholat pun
saya dulu jarang untuk berdzikir. Ketika sudah mengikuti thariqah setidaknya
ada waktu lah untuk berdzikir. Dari pada dulu saya sebelum mengikuti thariqah
itu jarang lah untuk mengingat. Kalau sekarang setidaknya adalah niat untuk
menjalankan wuquf qalbi meskipun dalam hati.” (W.1.S2.26)
Sebelum mawar memutuskan untuk mengikuti thariqah mawar sempat
dilemma antara ingin ikut atau tidak, karena memang thariqah bukanlah sebuah
permainan melainkan suatu pilihan yang akan mengantarkan manusia pada jalan agar
lebih dekat dengan tuhannya. Mawar merasa belum siap dan belum ada keberanian
untuk ikut masuk dalam dunia thariqah namun selama beberapa waktu yang memang
101
posisi mawar berada di pesantren tentu tidak jarang orang disekitarnya yang telah
mengikuti thariqah sehingga sedikit banyak mawar mendengar cerita-cerita tentang
kehebatan thariqah dan mursyidnya yang penuh misteri.
Pada akhirnya pernah dari salah seorang pengikut thariqah yang juga
merupakan teman sekaligus senior mawar yang mengatakan padanya agar segera
mengikuti thariqah. senior tersebut mengatakan pada mawar bahwa mumpung guru
mursyid masih ada dan bisa ditemui serta ditanyai langsung ketika mengalami
kesulitan-kesulitan terkait thariqah, apalagi thariqah tersebut terdapat di pondok
pesantren yang telah disinggahi mawar sejak tingkat MTs. Tentu merupakan suatu hal
yang langkah dan sangat sayang jika dilewatkan. Setelah berpikir lama akhirnya
mawar memutuskan untuk mengikuti thariqah setelah melihat banyak factor
pendukung dan motivasi bagi mawar yang membuat tidak ada alasan untuk tidak
mengikutinya. Sesuai dengan pernyataan subjek dalam wawancaranya sebgai berikut:
“yang membuat motivasi saya karena guru mursyid. Pertama saya lihat kok
banyak mbak-mbak yang seneng ikut thariqah? Ternyata ada yang bilang
eman-eman mumpung disini itu masih ada guru mursyid mumpung tasek
sugeng kalau sudah tidak ada getun nek ndak melok thariqah di pondok dewe.
Mumpung ada di pondok kene deweh, yang jarang bisa ditempuh di pondok
lain. Kapan maneh kok sek ape ditunda-tunda wae. Itu saya sambil berfikir dan
akhirnya awal-awal kuliyah semester 1 saya tomot.” (W.1.S2.27)
Setelah mawar mengikuti thariqah beberapa waktu kemudian mawar mulai
ikut menghafal al-qur’an. Pada saat itu awal mulanya mawar tidak berfikir sama
sekali untuk menghafal al-qur’an. Ketika mawar mengajar di TPQ yang ujga berada
dibawah naungan pesantren seluruh guru TPQ diwajibkan untuk mengaji pada neng
luluk yang merupakan pengasuh tahfidz (anak yang menghafal al-qur’an). Awal mula
102
mengaji pada neng luluk seluruh peserta mengaji harus mulai menghafalkan juz
Amma, setelah selesai menghafal juz amma mawar berniatan hanya untuk mengaji
saja tanpa menghafal.
Setelah beberapa waktu teman-teman mawar yang dulunya mengaji bersama
dengan mawar lama kelamaan semakin sedikit, banyak di antara teman mawar yang
sudah mulai tidak mengaji lagi. Namun mawar dengan salah satu temannya yang
sekarang tengah sama-sama menghafal al-qur’an berniat untuk meneruskan
mengajinya. Sampai pada akhirnya neng luluk menyuruh mawar untuk melanjutkan
hafalannya pada surat Yasin, setelah mawar selesai menghafal Yasin tiba-tiba neng
luluk menyuruh mawar utnuk mulai menghafal juz 1. Dari situ mawar mulai berfikir
apa dia harus melanjutkan hafalannya atau tdak apalagi mengingat banyak cerita yang
mengatakan bahwa orang yang menghafal al-qur’an ketika lupa maka dia akan
berdosa, hal itulah yang membuat mawar ragu-ragu dan takut untuk melanjutkan
hafalannya.
Setelah libur panjang idul fitri mawar soawan ken eng luluk, pada saat di
ndalemnya mawar ditanyai neng luluk kenapa sekarang jarang mengaji. Dan
kemudian neng luluk memberi motivasi-motivasi agar mawar melanjutkan
hafalannya. Setelah mendapat motivasi dai neng luluk mawar mulai bergerak dengan
mencari refrensi-refrensi melalui buku dan internet tentang menghafal al-quran.
Setelah berfikir panjang akhirnya mawar memutuskan untuk melanjutkan hafalannya.
Sesuai dengan pernyataan subjek dalam wawancaranya sebagai berikut:
103
“awalnya niku tidak ada motivasi diri sendiri untuk menghafalkan al qur’an.
Awalnya kan jadi guru TPQ terus pas jadi guru TPQ itu jarang ngaos setiap
hari jewwarang ngaos. Kemudian diwajibkan guru TPQ hrus mengaji di
tekankan sepeti itu akhirnya di wajibkan di Darut Tqwa ini guru qiro’ati untuk
mengaji ke neng. Akhirnya saya mengaji ke neng luluk dan di suruh untuk
menhgafalkan Juz A’mma dan yasin hanya itu saja pada waktu itu. Kulo niku
sering bolos. Akhirnya Rencang kulo niku katah seng moro-moro mboten
ngaos. Akhirnya saya dan ina ikut mb tucha. Nuri ayuk ngaji yasin itu
hafalannya selama 1 bulan lebih itu sakeng ndak niate. Mantun yasin dan juz
a’mma sudah nah,,, terus kulo bingug. Ngaos thok wae wes mados sanatan
nagos binadhor thok. Akhirnya pas ngaos binahdor teng neng luluk niki di
wecanteni “mbak nuril ngapalno juz 1” owh,, kulo mikire paleng juz 1 thok
wes akhirnya kulo hafalkan. Tinggal 2 lempir mau ke juz 2 saya berfikir-fikir,
waduuhh,,, iki nek kengken nerusno juz 2 yoknopo??? Trus di samping itu ada
salah satu guru yang bilang ngafalno qur’an itu abot,,, lali iku duso… waduh
ancaman-ancaman banyak yang masuk akhirnya perasaan saya sendiri akhirnya
saya tidak setoran lama dan saya tidak melanjutkannya. Pada waktu balikan
idul fitri pas saya sowan ke neng luluk, trus kata neng luluk “ mbak nuril kok
gak tau ngaji dan setoran? Mari di omongi ustadz sopo se,, kok iso koyok
ngene gak usah goyang, wong ngapalno qur’an duduk lali nderes terus lali,
wong lali iku manusiawi, seng lali duso iku em,,,yang benar-benar
meninggalkan terus tidak lagi nderes, lek atase wes berusaha nderes tapi lali
iku gak popo jenenge manusiawi, mosok al-qur’an iku dituruno nabi
muhammmad nang menungso gawe lali, kan gak mungkin iku yo digawe
syafaat. Trus setelah itu kulo matur teng abah “ yowes apalno”, dulu itu
awlanya saya Cuma ngetes orang tua “buk kulo ngapalno ge,,,” kate ngapalno
wong gek omah gak tau ngaji kate ngapalno al-quran”. Akhirnya pun kulo
mboten ngapalno al-quran, trus dapat seminggu “buk, neng luluk ngutus
ngapalaken”. Trus lek wes jare guru koyok ngono yowes apalno, trus saya
membaca refrensi untuk menguatkan hati untuk menghafalkan al-quran dari
internet dari buku agar saya termotivasi dalam menghafalkan al-qur’an. Dari
situlah masak al-quran itu untuk dilupakan kecuali kalu saya memang niat
meninggalkannya itukan saya baru dilaknat. Dari keyakinan diri sendiri. Kalu
masalah thariqah saya kira kulo mboten sampek mikir sampek rwepot ngoten,
pernah pas saya dereng munggah ngaji jadi wiridannya kan Cuma 5000 saya
kira itu tidak menghambat kulo insyaalllah bisa mengatur kapan waktu
menghafalkan.”(W.1.S2.28)
Setelah mengikuti thariqah dan menghafal alqur’an aktifitas mawar sehari-
hari sangat padat. Mulai dari aktiffitas formalnya, wiridannya, dan hafalannya yang
sama-sama tidak bisa ditinggalkan membuat mawar semakin sibuk dan semakin
membutuhkan banyak waktu. Mawar mulai membagi waktunya dengan
104
menggunakan waktu di pagi hari sebelum berangkat kuliah untuk menghafalkan dan
wiridan dengan cara mencicil atau berangsur-angsur, kemudian sorenya mawar
gunakan untuk setoran. Sesuai dngan pernyataan subjek dalam wawancaranya
sebagai berikut:
“lek kulo wiridan itu kan mulai habis isyak minimal separoh lah, trus
shubuhnya itu saya tidak wiridan tapi saya gunakan untuk menghafalkan al-
qur’an trus saya melanjutkan wiridan, nah untuk waktu ashar itu saya
khususkan untuk menambah hafalannya sampek 2 halaman” (W.1.S2.29)
Manusia hidup tidak luput dari masalah dan cobaan. Ketika awal mawar
menghafal antara juz 1-15 mawar merasa tidak ada hambatan dan merasa lancar
dalam proses menghafal. Meskipun pada usia mawar saat itu sudah mengundang
banyak pria untuk meminangnya mawar mencoba untuk tidak menghiraukannya
karena mawar masih ingin menyelesaikan seluruh proses belajarnya dan hafalannya.
Ketika mawar mulai menghafal juz 16 ke atas ada beberapa rentetan maslah
yang mulai menghampiri dan mulai membuat konsentrasi mawar pecah. Pada saat itu
ibu mawar mulai sakit-sakitan dan pada saat menghafl juz 17 ibu mawar sakit parah
sehingga mau tidak mau mawar meninggalkan hafalannya dalam waktu yang cukup
lama. Pada saat ibu mawar meninggal mawar mulai bingung apa dia bisa melanjutkan
hafalan atau ttidak mengingat kondisi keluarga yang mana pada saat itu mawar masih
memiliki adik. Namun kakak mawar memberi dukungan untuk melanjutkan
hafalannya dan agar mawar tidak terlalu memikirkan adiknya karena masih ada
kakaknya. Sesuai dengan pernyataansubjek dalam wawancaranya sebagai berikut:
105
“ya itu tadi, ketika saya menghaflkan juz 1-15 itu tenag-tenang saja dan tidak
ada godaannya, meskipun banyak yang menggoda atau yang mau melamar
saya tidak menghiraukan dan tidak meresponnya, tapi ketika kena keluarga,
waktu juz 16 ibu saya sakit dan sering pulang sehingga sering tidak setoran
itulah yang membuat terhambat, trus pas akhir juz 17 niku ibuk kulo pas sakit
parah-parahnya 2 bulan lebih saya tidak ada di pondok, untuk menjaga ibuk di
rumah sakit akhirnya sampai tidak ikut setoran, itu yang parah memang, pas di
rumah sakit pun deres-dersnya Cuma sedikit, bisanya deres itupun bisanya
Cuma lewat mendengarkan rekaman, kalau masalah cowok sampek garai gudo-
gudo itu ndak ada, tapi pas orang tua kulo tidak ada hamper saya berfikir isok
ta nerusno iki opo mane adekku sek cilik terus neng sedang hamil? Kemudian
kata mbak saya “ wes terusno, ibuk iku seneng lek awakmu ngapalno qur’an,
ojok dipikirno adek-adekmu jek onok aku”, akhirnya saya meneruskan mondok
sampek sekarang.” (W.1.S2.30)
Setelah cobaan yang menerpa mawar. Mawar tidak mau putus asa dia terus
melanjutkan apa yang menjadi cita-citanya dan apa yang menjadi cita-cita orang
tuanya. Mawar berencana untuk kedepannya setelah dia menyelesaikan hafalannya
dia akan pergi ke pondok yang memang khusu tempat anak menghafal al-qur’an.
Namun mawar belum ada fikiran untuk melanjutkan S2 nya. Sesuai dengan
pernyataan subjek dalam wawancaranya sebagai berikut:
“lek masalah alqur’annya kalau sudah hatam rencana kulo keluar dari sini,
pengen mondok ke tempat yang khusus al-qur’an, perlunya untuk mendalami
al-qur’an, lek thariqah dengan menghafalkan al-qur’an nantinya tetap berjalan
gak ada kesulitan. Untuk target S2 mboten sek.” (W.1.S2.33)
Dengan tekad yang kuat untuk menghafalkan mawar tentu memiliki tujuan
tertentu kenapa tekadnya sampai sebesar itu. Tentu keselamtan dan kebahagian
akhirat yang mawar kejar sehingga dia memiliki tekad yang besar untuk
menghafalkan alqur’an. Meskipun pada awalnya mawar tidak memiliki tujuan apapun
karena awal mawar menghafal dulu adalah perintah dari guru. Sesuai dengan
pernyataan subjek dalam wawancarany sebagai brikut:
106
“hehehe….(sambil tertawa) awal kulo manhafalkan al-quran itu tidak ada
tujuannya, kulo kan mbten semerap nopo-nopo awale niku, kulo mikir-mikir
male niku karena setelah saya membaca artikel niku, membaca buku
keutamaan dan ancaman-ancaman, dan tentang al-qur’an itu diturnkan untuk
obat bagi orang yang menjalankannya. Tujuannya ge cek ingatlah,, pasti orang
kan mengalami mati harus dipercayai ngoten, dalam hadis juga diterangkan
anak yang menghafal alqur’an itu menjaga kubur orang tuanya dan menjaga
dirinya dalam kubur dan sebagainya, juga mabantu orang tua dan menolong
orang tua ketika sudah meninggal. Meskipun onok tledor-tledor e ya tetap
semangat lah.” (W.1.S2.34)
F. Analisis Data dan Pembahasan
1. Motivasi yang Dimiliki Santri Ketika mengambil Keputusan untuk
Menghafalkan Al Qur’an dan Mengikuti Thariqah.
Kata motivasi berawal dari kata motif yang berarti alasan, daya bati atau
dorongan. Kata motif dapat diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang
untuk melakukan sesuatu. Motif dapat diartikan sebagai daya penggerak dari dalam
dan didalam subyek untuk melakukan aktifitas-aktifitas tertentu demi mencapai suatu
tujuan. Motif dapat diartikan sebagai kondisi intern berawal dari kata motif, maka
motivasi dapat diartikan sebagai penggerak yang telah menjadi aktif. Motivasi
menjadi aktif pada saat-saat tertentu terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan
sangat dirasakan.1
Motivasi adalah suatu proses untuk mengaitkan motif-motif menjadi
perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau
keadaan dan kesiapan dalam individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat
sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.2 Firman Allah SWT dalam surat Yusuf ayat
87 :
1Kartini Kartono, Bimbingan Belajar di SMA dan Perguruan Tinggi, (Jakarta; Rajawali, 1985), hal 3
2Mohammad Uzer Usman, Op cit, Hlm: 24
107
……
Artinya : “……dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya
tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir".(QS. Yusuf: 87)
Cara subjek menginterpretasikan atau cara memahami tentang pengambilan
keputusan untuk menghafalkan Al Qur’an dan mengikuti Thariqah telah berbeda-
beda untuk termotivasi ketika untuk mengikutinya, dan adapun 2 jenis motivasinya
yakni Motivasi instrinsik dan ekstrinsiknya. Dan masing-masing dari 2 subjek
berbeda-beda saat pengambilan keputusan, adapun paparan dari masing-masing
subjek.
Dengan hasil penelitian antara subjek 1 dan subjek 2 motivasi atau dorongan
saat menghafalkan Al Qur’an begitu berbeda. Adapun subjek 1 (Bungah) dorongan
untuk menghafalkan Al Qur’an dikarenakan sudah terbiasa dengan aktifitas yang
menghafalkan, seperti pada waktu masih sekolah non formal (Diniyah) bungah
terbiasa dengan hafalan Imrithi (ilmu nahwu), dan juga alfiyah (ilmu nahwu). Saat
selesai dari pendidikan non formalnya (Diniyah) Bungah merasa tidak terbiasa
dengan aktifitas diam atau tidak menghafalkannya, karena kebiasaan Bungah
menghafalkan. Bungah akhirnya mengambil keputusan untuk menghafalkan Al
Qur’an dan memintak izin kepada kedua orang tuanya (ibunya), akan tetapi awalnya
izin pada orang tuanya Bungah tidak diberi izin karena ibunya takut Bungah tidak
bisa melakukannya karena sudah melakukan pemba’iatan Thariqahnya. Akan tetapi
Bungah tetap yaqin dengan niatnya untuk menghafalkan Al Qur’an akhirnya seorang
108
ibu mengikuti niat hati anaknya asalkan Bungah benar-benar bisa menjalankan dan
menjaganya dengan baik.
Dengan setelah itu Bungah dan orang tuanya untuk izin pada seorang guru Al
Qur’annya, akan tetapi seorang guru (Neng luluk) tidak berani memberikan izin
karena Bungah sudah melakukan pemba’aitan Thariqahnya dan Bungah disuruh
memintak izin pada guru (Mursyidnya) Thariqahnya. Dan Bungah pergi pada
mursyidnya untuk memintak izin kemudian Mursyidnya dawoh.
”kenapa harus takut lawong Thariqah itu malah membantu hafalannya. Kalau
ikut Thariqah itu hafalannya lebih cepat. Karena Thariqah itukan untuk
Takhlisul Qalbi (keikhlasan hati) memurnikan hati supaya mudah menerimah
hal yang bersih hal-hal yang bersifat mulia ya seperti Al Qur’an itu”3.
Dengan setelah mendapatkan dawuh atau nasihat Bungah bertambah
termotivasi dan yaqin dengan niatan hatinya yang untuk menghafalkan Al Qur’an.
Berbeda pada saat pengambilan keputusan untuk mengikuti Thariqah,
dikarenakan Bungah termotivasi pada saat melihat teman-temannya dan seniornya
yang sudah banyak mengikuti Thariqah dan disekitar lingkungannya juga sudah
banyak pengamalan Thariqahnya. Karena Bungah melihat perbedaan seorang
temannya yang sudah mengikuti atau mengamalkan Thariqahnya berbeda dengan
yang belum mengikutinya, perbedaannya saat menyelesaikan masalah pada seorang
yang sudah mengikutinya perasaan hatinya dengan tenang, tidak grusar-grusur (tidak
gegabah), dan tidak beremosi. Dengan itu Bungah termotivasi untuk mengikutinya
karena Thariqah adalah jalan untuk kesucihan hati dan kebersihan.
3Transkip wawancara subjek
109
Karena Tarekat secara epistemology, tarekat berarti menjalankan ajaran Islam
dengan hati-hati dan teliti dan melaksanakan fadlailu-l-a’mal serta bersungguh-
sungguh mengerjakan ibadah dan riyadhah. Meninggalkan perkara yang syubhat,
yang remang-remang, dan tidak jelas hukumnya, adalah contoh kehati-hatian
tersebut. Contoh fadlailu-l-a’mal adalah mengerjakan shalat tahajjud, shalat sunnat
rawatib, dan lainnya. Sementara aktif berzikir, istighfar, berpuasa sunnah pada hari
senin dan kamis merupakan contoh riyadhah.4
Sedangkan pada subjek 2 (Mawar), awal untuk menghafalkan Al Qur’an
termotivasi dari seoarang gurunya guru Qur’an (Neng luluk). Karena awalnya Mawar
tidak berniat untuk menghafalkannya hanya untuk mengaji binadhor (tidak
menghaflkan) dan agar bisa beristiqamah membaca Al Qur’an karena dulunya jarang
bisa untuk beristiqamah sibuk dengan aktifitas Qiro’ati. Setelah dipondok pesantren
tidak ada metode Qiro’ati santri yang dulu perbah menjadi guru diwajibkan untuk
mengaji di neng luluk dan disalah satunya yaitu Mawar. Selama mengaji Mawar
disuruh neng luluk setoran juz 1 mawar pun mengikutinya tetapi pada juz 1 akhir
akan ke juz 2 Mawar merasa tidak nyaman dan tidak siap jika untuk melanjutkannya
akhirnya Mawar jarang setoran dan apa laginya Mawar tergoyang atau terpengaruh
dari bicaranya orang lain kalau menghafalkan Al Qur’an kemudian lupa akan
berdosa. Kemudian pada hari raya Mawar bersowan pada neng luluk dan neng luluk
langsung bilang Rasulullah menurunkan Al Qur’an tidak untuk dilupakan umatnya
tetapi, diberikan syfa’atnya pada kaumnya. Jika kita sudah berniat dan berusaha untuk
4Siroj aqil said, Tasawuf sebagai kritik social. Bandung: PT. Mizan Pustaka. 2006. Hlm: 97
110
memabacanya beberapa kali akan tetapi masih lupa itu sudah biasa karena manusia
memiliki sifat pelupa dan jika itu benar-benar niat untuk dilupakan maka itu yang
berdosa. Dengan semua nasihat seorang gurunya Mawar pun mulai untuk termotivasi
dan berkeinginan untuk melanjutkan hafalannya.
Sedangkan untuk pengambilan keputusan untuk mengikuti Thariqah dorongan
atau motivasi instrinsiknya untuk mendekatkan diri pada Allah dan agar selalu
teringat melalui berdzikir.. Dan mulai rasa berkeinginan ikut sejak masih duduk
dibangku aliyah akan tetapi masih belum dapat izin kedua orang tuanya, kemudia saat
kuliah semester 1 mulai ada pemasukan dari seniornya yang sudah mengikuti
Thariqah karena masih mumpung ada mursyidnya secara langsung jadi merasa eman
(rugi) kalau tidak mengikutinya. Dengan dorongan atau motivasi ekstrinsiknya dari
teman-teman seniornya yang sudah banyak mengikutinya.
Motivasi Instrinsik adalah dorongan yang berasal dari dalam diri individu.
W.S. Winkel berpendapat “motivasi ini merupakan daya penggerak dari dalam dan
didalam suatu subyek untuk melakukan aktifitas tertentu demi mencapai suatu
tujuan.5
Dari pengertian diatas berarti motivasi adalah daya atau kondisi intern dari
dalam diri seseorang yang mendorong seseorang bertingkah laku guna mencapai
tujuan. Misalnya seorang santri yang berkeinginan untuk menjadi khamilul Qur’an
maka ia akan terdorong untuk selalu membaca Al Qur’an walaupun tanpa di perintah
gurunya atau siapapun.
5W.S Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar (Jakarta: Gramedia, 1980), Hal: 27
111
Motivasi ekstrinsik adalah motivasi ini timbul dari diri manusia misalnya,
murid akan belajar sungguh-sunggu karena akan menempuh ujian. Jadi dalam
motivasi ekstrinsik ini kegiatan-kegiatan belajar dilakukan untuk mencapai tujuan,
dengan kata lain kegiatan belajar hanya dianggap sebagai alat atau sarana. Sejalan
dengan uraian tersebut, W.S. Winkel merumuskan motivasi ekstrinsik adalah
motivasi yang didalamnya aktifitas belajar dilakukan berdasarkan suatu dorongan
yang secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar. Misalnya, anak rajin belajar
untuk memperoleh hadiah yang telah dijanjikan kepada anaknya oleh orang tuanya.6
Untuk menimbulkan motivasi merupakan tindakan yang tidak mudah, karena
motivasi itu sebagai sesuatu yang komplek. Motivasi akan menyebabkan terjadinya
perubahan energy yang ada dalam diri manusia sehingga akan berkaitan dengan
persoalan kejiwaan (perasaan) dan juga emosi. Kemudian bertindak untuk melakukan
sesuatu. Dan agar tercapainya tujuan yang ada dalam rasa keinginannya. Adapun
tujuan motivasi Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk
menggerakkan atau menggungah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya
untuk mendapatkan sesuatu sehungga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan
tertentu.
Peneliti dapat menyimpulkan bahwa pentingnya Motivasi Ekstrinsik dan
Instrinsik dalam pengambilan keputusan atau dorongan kita semua untuk melakukan
suatu hal yang bermanfa’at dan agar tercapainya tujuan yang ada dalam rasa
keinginannya. Sehingga pada subjek 1&2 begitu dengan adanya motivasi Ekstrisnsik
6Ibid Hal: 34
112
dan Instrinsik begitu berbeda ketika mengambil keputusan untuk melakukan hafalan
Al Qur’annya dan mengikuti Thariqah.
113
TABEL 1.1 Jenis Motivasi Santri Mengikuti Keduanya
Subjek 1 (Bungah)
Jenis Motivasi
Menghafal Al Qur’an
1. Tujuan
Untuk mengembangkan keilmuwan
dalam menghafalkan.
Jenis Motivasi
1. Motivasi Instrinsik
Dari kebiasaan menghafalkan kemudian
merasa tidak nyaman ketika tidak
menghafalkan lagi. Akhirnya menghafalkan
Al Qur’an. Karena dari saya sendiri
mumpung masih bujangan alangkah baiknya
untuk mengikuti keduanya, karena belum ada
kewajiban yang lain.
Sebagai kaum hawa subjek lebih memilih
untuk tidak banyak diluar nantinya dalam
jangka waktu kedepannya. Pada intinya yang
subjek cari adalah keteguhan dan kedekatan
hati pada Allah dengan cara Mengamalkan
Thariqah dan menghafalkan Al Qur’an.
Untuk menjadi hamilul Qur’an.
2. Motivasi Ekstrinsik
Dari guru karena Thariqah itu membantu
untuk hafalan Al Qur’annya dan hafalannya
lebih cepat karena Thariqah itu untuk
takhlisul Qalbi memurnikan hati supaya
mudah menerima hal yang bersih hal-hal
yang bersifat mulia seperti Al Qur’an.
Dari lingkugan karena Melihat seorang teman
yang sering melakukan seaman. Dan hati pun
begitu tenang ketika dibuat untuk membaca
Al Qur’an (ketenangan hati).
114
Subjek 2 (Mawar)
Jenis Motivasi
Menghafal Al Qur’an
1. Tujuan
Agar teringat selalu dan bisa
membahagiakan dari diri sendiri
Menghafal Al Qur’an
1. Motivasi Instrinsik
Agar bisa beristiqomah dalam membaca Al
Qur’an, karena sebelumnya jarang bisa
untuk istiqomah membacanya.
Untuk membahagiakan orang tua di akirat
nanti. Karena jika anak menghafal Al
Qur’an itu bisa menjaga kedua orang tuanya
dan dirinya dalam kubur.
Menjadi kaum hawa yang hamilul Qur’an
2. Motivasi Ekstrinsik
Dari nasehat guru karena orang yang
menghfalkan Al Qur’an banyak
kenikmatannya seperti mempermudah
untuk mengigat selalu ayat-ayat Al Qur’an.
Bisa membantu lingkungan sekitar atau
mengajarinya makhrijul Khuruf Al Qur’an
dengan baik.
115
2. Dinamika Motivasi Santri yang Menghafalkan Al Qur’an dan Mengikuti
Thariqah
Dinamika adalah kegiatan atau keadaan gerak dan selalu bergerak baik
mengarah kearah positif ataupun negatif.Dalam perubahan ini berhubungan dengan
kepribadian dalam setiap individu sebagai makhluk social yang tidak lepas dari
permasalahan.7
Bagaimana dengan santri yang memutuskan untuk mengikuti keduanya yaitu
menghafalkan Al Qur’an dan mengamalkan atau mengikuti Thariqahnya disaat masih
menetap di pondok pesantren dan sekaligus mengikuti aktivitas lain. Seperti aktifitas
menjadi guru madrasah diniyah, kuliah, dan masalah kepengurusan.Dengan
keputusan untuk mengikuti keduanya tidak begitu menjadi permasalahan asalkan
berangkat dari niatan hatinya dan kebanyakan keuntungannya untuk mengikuti
keduanya yaitu menghafalkan Al Qur’an dan mengamalkan atau mengikuti
Thariqahnya.8
Pada proses analisis terkait dinamika motivasi peneliti membandingkan
tingkat motivasi nya pada setoran atau kelancaran menghafalkan Al Qur’annya
sedangkan pada Thariqahnya dilihat dari tingkat perubahan setelah melakukan
manjing suluk, karena pada setiap santri yang setelah melakukan manjing suluk
beberapa kali ada perubahan pada jiwa hatinya dan kepribadiannya.
Kata suluk berasal dari terminologi Al-Qur’an, Fasluki, dalam Surat An-Nahl
(16) ayat 69, Fasluki subula rabbiki zululan, yang artinya :Dan tempuhlah jalan
7Al Barry, 1994 : 112
8Analisis perbandingan Transkip wawancara subjek 1&2
116
Rabb-mu yang telah dimudahkan (bagimu). Seseorang yang menempuh jalan suluk
disebut salik. Selain itu, suluk bisa diartiakan suatu program latihan rohani dengan
menjalankan amalan lahir dan amalan bathin yang tujuannya adalah semata-mata
mendekatkan diri kepada Allah SWT (Taqarrub Ilallah) dan mengharap ridho-Nya
dengan disertai perjuangan keras melawan hawa nafsu.Sehingga suluk dalam tarekat
Naqsyabandiyah biasa dilakukan dalam waktu tertentu yang telah ditentukan oleh
Mursyid dengan tujuan taqarrub dan membersihkan diri (jiwa) secara total.9
Karena pengukuran dari kemampuan tiap orang itu berbeda begitu juga
dengan subjek 1 dan 2.Tingkat kemampuannya pun berbeda dan hal tersebut salah
satunya disebabkan oleh motivasi yang berbeda dan juga keadaan emosi pula. Emosi
yang dimaksud disini adalah emosi bathin yaitu sebuah ketenangan hati yang
dirasakan keduanya ketika proses menghafal Al-Qur’an.
Pada subjek 1 (Bungah) dalam menghafal Al-Qur’an lebih cepat dibandingkan
subjek 2 (mawar).Bungah khatam juz 1 sampai 30 selama satu tahun setengah. Juz 1
sampai 5 diselesaikan selama 6 bulan,waktu ini dirasakan cukup lama karena ketika
proses hafalan bersamaan dengan banyaknya aktivitas dan pada waktu proses setelah
setoran juga membutuhkan waktu yang lumayan banyak yakni setelah setoran harus
membaca kembali yang telah disetorkan sebanyak 27 kali kemudian besok dibaca lagi
11 kali. Juz 6 sampai 10 prosesnya hampir sama tetapi dapat diselesaikan selama 3
bulan. Untuk juz 11 sampai 15 diselesaikan dalam waktu 4 bulan.Dan yang terakhir
juz 16 sampai 30 itu diselesaikan hanya dalam 4 bulan. Hal ini karena adanya
9http://gus7.wordpress.com/2008/04/29/martabat-tujuh-dalam suluk-sujinah
117
dorongan dari guru yang mengizinkan untuk setor hafalan sehari 2 kali jadi proses
selesainya lebih cepat dari juz-juz sebelumnya.
Proses cepatnya hafalan Bungah salah satunya didukung oleh ketenangan
hatinya yang ditimbulkan dari seringnya melakukan manjing suluk sebanyak 12
kali.Bungah berpendapat bahwa semakin sering manjing suluk maka menambah
tingkatan maqom sehingga ketenangan hati pun bertambah, kedekatan dengan Allah
pun bertambah. Tetapi semua itu akan terjadi jika dilakukan dengan sungguh-
sungguh.
Kata suluk berasal dari terminologi Al-Qur’an, Fasluki, dalam Surat An-Nahl
(16) ayat 69, Fasluki subula rabbiki zululan, yang artinya :Dan tempuhlah jalan
Rabb-mu yang telah dimudahkan (bagimu). Seseorang yang menempuh jalan suluk
disebut salik. Selain itu, suluk bisa diartiakan suatu program latihan rohani dengan
menjalankan amalan lahir dan amalan bathin yang tujuannya adalah semata-mata
mendekatkan diri kepada Allah SWT (Taqarrub Ilallah) dan mengharap ridho-Nya
dengan disertai perjuangan keras melawan hawa nafsu.
Tidak jauh berbeda dengan subjek 1 (Bungah), subjek 2 (Mawar) proses
hafalannya sama yaitu dengan setoran kepada guru Al-Qur’an tetapi yang
membedakan adalah Mawar lebih lama daripada Bungah. Juz 1 sampai 5 selesai
dalam 7 bulan, juz 6 sampai 10 selama 4 bulan, juz 11 sampai 15 selama 7 bulan. Juz
16 sampai 20 paling lama yaitu selama 10 bulan baru selesai.Hal ini disebabkan
karena Mawar mengalami berbagai cobaan yang memang sedikit menghambat
118
hafalannya mulai dari ketika ibunya sakit Mawar harus selalu menunggui ibunya di
rumah sakit sampai akhirnya ibunya meninggal dunia.Sempat Mawar bingung
melanjutkan hafalan atau tidak tapi atas dorongan dari guru dan keluarganya Mawar
tetap melanjutkan dan sekarang telah mencapai juz 23.Untuk thoriqoh jelas berbeda
sekali karena barubeberapa bulan kemarin Mawar manjing suluk yang pertama dan
Mawar masih belum begitu merasakan banyak apapun dari manjing suluk tersebut.
Dari paparan di atas akan lebih mudah lagi dilihat perbedaan dinamika
motivasinya jika dengan melihat tabel.
119
A. Subjek 1
Garis vertikal menunjukkan lama waktu (bulan) yang dibutuhkan untuk
menghafal Al Qur’an, sedangkan garis horizontal menunjukkan hafalan Juz
dalam Al Qur’an.Semakin tinggi grafik maka waktu yang diperlukan semakin
lama sehingga diambil kesimpulan bahwa motivasi semakin rendah, dan
sebaliknya apabila grafik rendah maka waktu yang diperlukan semakin cepat,
kesimpulannya subyek memilki motivasi tinggi.
0
1
2
3
4
5
6
7
JUZ 1-5 JUZ 6-10 JUZ 11-15 JUZ 16-20 JUZ 21-25 JUZ 26-30
Motivasi Menghafal Al Qur'an
120
B. Subjek 2
Garis vertikal menunjukkan lama waktu (bulan) yang dibutuhkan untuk
menghafal Al Qur’an, sedangkan garis horizontal menunjukkan hafalan Juz
dalam Al Qur’an.Semakin tinggi grafik maka waktu yang diperlukan semakin
lama sehingga diambil kesimpulan bahwa motivasi semakin rendah, dan
sebaliknya apabila grafik rendah maka waktu yang diperlukan semakin cepat,
kesimpulannya subyek memilki motivasi tinggi.
0
2
4
6
8
10
12
JUZ 1-5 JUZ 6-10 JUZ 11-15 JUZ 16-20 JUZ 21-23
Motivasi Menghafal Al Qur'an
121
3. Permasalahan yang Dialami Santri Ketika Menghafalkan Al Qur’an dan
Mengikuti Thariqah.
Aktivitas sehari-hari seseorang tidak akanlepas dari suatu alasan atau faktor
sebelum melakukan tindakan, faktor tersebut lah yang unik dan berbeda dari sebuah
aktifitas pengambilan keputusan santri saat menghafalkan Al Qur’an dan mengikuti
Thariqahnya. Alasan mereka berbeda satu sama lain dan sangat beragam sesuai
dengan situasi dan kondisi masing-masing subjeknya. Adapun faktor yang menjadi
dasar dan menjadi perbandingan antara subjek yang satu dengan subjek yang lain
(subjek 2) suatu catatan tersendiri bagi peneliti. Selain di dalam motivasi juga
terdapat suatu rangkaian interaksi antar berbagai factor yang dimaksud meliputi:10
a. Individu dengan segala unsur-unsurnya
Kemampuan dan ketrampilan, kebiasaan, sikap dan sistem nilai yang
dianut, pengalaman traumatis, latar belakang kehidupan sosial budaya,
tingkat kedewasaan, dsb.
Dari hasil wawancara kedua subjek (Bungah dan Mawar) ditemukan
beberapa unsur dari unsur-unsur yang telah disebutkan diatas yaitu
kemampuan dan ketrampilan,sikap, dan tingkat kedewasaan.
Dari subjek 1 (Bungah) dalam kemampuan dan keterampilannya,
Bungah mampu dalam mengahafalkan Al Qur’an dan mengikuti
Thariqahnya sedangakan yang dimaksud dalam keterampilan disini adalah
cara Bungah melakukan pembagian waktu antara menghafalkan Al Qur’an
10
Sobur, Alex. Psikologi Umum. Bandung : CV. Pustaka Setia. 2003
122
dan juga mengikuti Thariqah. Sebenarnya tidak ada pembagian waktu yang
detail tetapi ada waktu untuk beristirahat maksimal 6jam, adapun waktu
untuk kuliah difokuskan pada kuliah,waktu mengaji difokuskan mengaji,
dan selain itu digunakan untuk menghafal dan nderes. Sedangkan waktu
untuk Thariqah sebenarnya setiap saat pasti ada.
Pada subjek 2 (Mawar) dalam kemampuan dan keterampilannya,
Mawar mampu dalam menghafalkan Al Qur’an dan mengikuti Thariqahnya
sedangkan yang dimaksud dalam keterampilan disini adalah cara Mawar
melakukan pembagian waktu antara menghafalkan Al Qur’an dan mengikuti
Thariqah. yaitu, untuk waktu Thariqahnya atau Dzikirnya di mulai setelah
isya’ sebagiannya di selesaikan setelah subuh. Kemudian untuk deres
dilakukan setelah selesainya dzikir kemudian persiapan untuk kuliah
sedangkan untuk menambah ziyadah (undaan) Al Qur’an pada waktu sore.
Jika dilihat dari unsur sikap dan tingkat kedewasaannya antara subjek
1&2 begitu ada perbedaan. Pada subjek 1 sikapnya lebih tenang dan lebih
dewasa dalam menyikapi permasalahan, sedangkan pada subjek 2 sedikit
cemas ketika menyikapi Permasalahan yang mengejutkan misalnya ketika
ibunya meninggal dunia, Mawar sempat ragu untuk meneruskan hafalannya
dan kembali ke pondok pesantren.
b. Situasi dimana individu bekerja akan menimbulkan berbagai rangsangan
Persepsi individu terhadap kerja, harapan dan cita-cita dalam kerja itu
sendiri, persepsi bagaimana kecakapannya terhadap kerja, kemungkinan
123
timbulnya perasaan cemas, perasaan bahagia yang disebabkan oleh
pekerjaan.
Situasi dimana subjek menghafalkan Al Qur’an dan mengikuti
Thariqah juga akan menimbulkan berbagai rangsangan seperti timbulnya
perasaan cemas dan perasaan bahagia yang disebabkan saat menghafalkan
Al Qur’an dan mengikuti Thariqah.
Perasaan cemas dan perasaan bahagia pasti akan dirasakan oleh setiap
orang. Apalagi dalam menentukan sebuah keputusan seperti halnya
keputusan untuk menghafalkan Al Qur’an ketika sudah mengikuti
Thariqah.Bungah merasakan kecemasan ketika meyakinkan orang tuanya
untuk memberikan izin saat memutuskan menghafalkan Al Qur’an karena
orang tuanya tidak yakin kalau Bungah mampu atau kuat untuk
menghafalkan Al Qur’an sekaligus mengamalkan Thariqahnya.Tetapi
kenyataannya Bungah mampu untuk menghatamkan hafalan Al Qur’annya
tanpa meninggalkan Thariqah.Sedangkan pada perasaan bahagianya Bungah
dengan tercapainya niatan hatinya untuk menjalankan keduanya
(menghafalkan Al Qur’an dan mengikuti Thariqah).
Pada paparan subjek 2 (Mawar) mulai merasakan kecemasan ketika
sudah berada di sebagian perjalanannya dalam menghafal Al-Qur’an dan
menjalankan thariqahnya. Yakni ketika ibu mawar meninggal dunia, Mawar
mulai bimbang antara melanjutkan atau tidak hafalannya karena adanya
tuntutan dari keluarga agar segerah pulang (boyong) untuk membantu
merawat adiknya yang masih usia TK B. akan tetapi Mawar berhasil
124
meyakinkan kkeluarganya untuk tetap melanjutkan hafalannya juga tanpa
mengganggu pengamalan thariqah disetiap harinya. Sedangkan untuk
perasaan bahagianya mawar merasakan ketika mulai menghafal Al-qur’an
dan mengamalkan thariqah mawar bisa lebih sering untuk mengingat sang
penciptanya.
c. Pengaruh yang datang dari berbagai pihak
Pengaruh dari sesama rekan, kehidupan kelompok maupun tuntutan
atau keinginan kepentingan keluarga, pengaruh dari berbagai hubungan di
luar pekerjaan.
Unsur-unsur yang ada pada pengaruh yang datang dan berbagai pihak
yaitu pengaruh dari sesama rekan, kehidupan kelompok maupun tuntutan
atau keinginan kepentingan keluarga.
Pada subjek 1 (Bungah) unsur pengaruh dari sesama rekan, ketika
pengambilan keputusan saat awal mengikuti Thariqah dengan menilai antar
teman yang sudah mengikuti dan yang belum mengikuti begitu jauh
perbedaannya ketika dalam menyelesaikan masalah.Untuk hafalan Al
Qur’annya tidak ada rasa pengaruh sesama rekan karena Bungah terdorong
dari kebiasaan untuk menghafalkannya.
Sedangkan kehidupan kelompok maupun tuntutan pada Bungah saat
menjalankan hafalan Al Qur’annya kendala atau tuntutan dalam kehidupan
kelompoknya yaitu pada saat kepengurusan asramanya, sehingga Bungah
125
tidak melakukan setoran disebabkan ada hal-hal yang harus
diperselesaikan.Karena Bungah seorang yang memiliki kepribadian takut
untuk dibenci sehingga Bungah begitu hati-hati saat menyelesaikan
permasalahan kepengurusannya.
Pada paparan subjek Mawar sama dengan Bungah saat awal untuk
mengikuti Thariqah karena pengaruh dari seorang teman atau seniornya
(sesama rekan). Sedangkan saat menghafalkan Al Qur’an Mawar mengalami
rasa tuntutan atau kepentingan keluarganya, karena sejak ibunya meninggal
dunia Mawar bingung dengan perubahan perilaku abahnya dan juga
saudaranya yang mendorong untuk cepat-cepat keluar (boyong) dari pondok
karena masih memiliki adik yang masih kecil dan duduk dibangku TK B.
d. Proses penyesuaian yang harus dilakukan oleh masing-masing individu
terhadap pelaksanaan pekerjaannya.
Ketika dalam proses penyesuaian yang harus dilakukan oleh masing-
masing individu terhadap pelaksanaan pekerjaannya antara subjek 1&2 tidak
ada permasalahan untuk pembagian waktu karena masih bisa dijalani dan
dengan semakin banyaknya aktivitas semakin bagus dan waktu semakin padat
maka seseorang kansemakin menghargai waktunya. Karena waktu itu akan
sangat berharga ketika aktivitas banyak dan tidak terlalu sulit untuk mengatur.
e. Reaksi yang timbul terhadap pengaruh individu.
Ketika subjek 1&2 saat mendapatkan pemasukan dari temannya reaksi
yang dirasakannya tertarik dan berhasil untuk terpengaruhnya.
126
f. Perilaku atas perbuatan yang ditampilkan oleh individu.
Ketika dalam proses pelaksanaan hafalan Al-qur’an dan thariqah
masing-masing individu mendapatkan beberapa dampak pada perbuatan atau
perilaku sebab dari mengikuti kedua hal tersebut antara subjek 1 dan 2.
Perilaku yang ditampilkan Bunga (subjek 1) ketika telah mengikuti keduanya
adalah Bunga semakin lebih bisa menyikapi suatu masalah dengan bijaksana
tanpa harus banyak mengeluh. Bunga juga lebih bisa menilai sesuatu dari
beberapa sisi sehingga tidak mudah menyalahkan orang lain.
Paparan pada subjek 2 (Mawar) dalam tampilan perilakunya adalah
Mawar lebih bisa menahan diri. Dalam perilaku beribadah pun mawar lebih
bisa menahan diri sehingga yang dulunya Mawar setelah sholat selalu ingin
cepat-cepat sekarang mawar lebih memilih untuk berdzikir terlebih dahulu.
g. Timbulnya persepsi dan bangkitnya kebutuhan baru, cita-cita dan tujuan.
Situasi dimana subjek menghafalkan Al Qur’an dan mengikuti
Thariqah juga akan menimbulkan berbagai rangsangan seperti dalam
harapan dan cita-cita dalam menghafalkan Al Qur’an dan mengamalkan
Thariqahnya.
Pada subjek 1 (Bungah) mempunyai harapan dan cita-cita untuk
Menjadi pendidik dan khamilul Qur’an professional dengan jalan
menghafalkan dan menkhotamkan Al Qur’an serta di dorong oleh
127
pengamalan Thariqah yang telah diikutinya.Karena Thariqah bisa
mempermudah dan mempercepat dalam menghafalkan Al Qur’an.
Sedangakan pada subjek 2 (Mawar) mempunyai harapan dan cita-cita
untuk tetap menjaga hafalan Al Qur’annya dengan cara mengikuti Riyadah
di pondok pesantren lain setelah khatamnya Al Qur’an di pondok Ngalah
agar lebih bisa mengamalkan ilmu Al-qur’annya, dan diiringi dengan
pengamalan Thariqahnya. Karena dengan menjalankan keduanya membuat
Mawar lebih tentram dan lebih dekat dengan tuhannya.
Keputusan dalam menentukan untuk mengikuti thariqah dengan diiringi
menghafal Al-qur’an merupakan sebuah keputusan yang sulit dan butuh banyak
pertimbangan. Dan tentunya sebuah keputusan memiliki dampak positif dan dampak
negatif sesuai dengan bagaimana seseorang tersebut menentukan pilihannya.
Keputusan bisa berdampak negatif jika seseorang yang mengambil keputusan itu
belum benar-benar siap dan tergesa-gesa dalam mengambil keputusan, bisa juga
krena adanya keterpaksaan atau tekanan dari pihak lain.
Dalam penelitian ini peneliti menemukan adanya beberapa perbedaan dampak
ketika mengambil keputusan untuk menghafal Al-qur’an ketika sudah mengikuti
thariqah antara subjek 1 dan subjek 2. Pada subjek 1 dapat dilihat adanya dampak
positif dari pengambilan keputusan tersebut. Dengan mengambil keputusan tersebut
subjek 1 lebih bisa menguasai dan membersihkan hati dan jiwanya sehingga dalam
menghadapi sebuah masalah subjek 1 bisa menghadapinya dengan lebih bijak dan
terarah. Dalam menyelesaikan masalah-masalahnya subjek 1 lebih bisa menilai dan
128
memandang dari beberapa sudut tidak hanya monoton terhadap satu titik pandang
sehingga subjek tidak mudah putus asa dan menyalahkan orang lain dalam problema-
problemnya. Namun sebagai manusia biasa subjek juga tidak luput dari kekhilafan
dan kelemahannya. Subjek pernah merasa goyah dan rapuh ketika dihadapkan pada
masalah kepengurusan yang berisiko bisa dibenci oleh beberapa orang, sedangkan
subjek amat sangat takut jika harus dibenci oleh seseorang sehingga subjek hampir
kehilangan keseimbangan dirinya.
Namun, pada subjek 2 peneliti menemukan beberapa dampak negatif dari
pengambilan keputusannya untuk mengamalkan thariqah dengan diiringi menghafal
Al-qur’an. Peneliti menemukan bahwa subjek 2 adalah tipe orang yang mudah goyah
dan mudah terpengaruh oleh pihak lain. Dalam mengambil keputusannya untuk
mengikuti thariqah dan menghafal Al-qur’an pun subjek 2 sempat beberapa kali
goyah karena adanya pengaruh dari luar begitupun ketika memutuskan kembali untuk
mengikutinya. Sehingga dalam menghadapi problema-problemnya subjek 2
cenderung lebih mudah goyah dan dirundung rasa cemas ketika menghadapinya.
Seperti halnya ketika sang ibu dari subjek 2 meninggal dunia subjek mulai bingung
antara melanjutkan hafalannya atau tidak apalagi ketika mendengar pembicaraan dari
keluargnya sehingga sekali lagi subjek digoyahkan oleh pihak ekstern. Dari
permasalahan tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang cukup
besar terhadap subjek 2 dalam menyelesaikan problemnya ketika mengikuti thariqah
dan menghafal Al-qur’an. Namun juga dapat dirasakan dampak positif pada subjek 2
129
ketika mengikuti thariqah dan hafalan dalam usaha untuk menahan diri dari nafsunya
sehingga subjek 2 lebih bisa mendekatkan diri pada sang khaliq.
Dapat disimpulkan bahwasannya banyak permasalahan yang datang pada
subjek 1&2 ketika menghafalkan Al Qur’an dan mengamalkan Thariqah, dan
permasalahan itu berbeda-beda dan banyak yang membuat antara subjek1&2 berbeda
ketika dalam menyelesaikan permasalahan itu dan cara menghadapinya. Meskipun
dengan banyaknya permasalahan subjek Bungah dan Mawar masih bisa untuk
meneruskan hafalan Al Qur’annya dan beristiqamah dalam dzikirnya. dan
permasalahan itu datangnya dari Allah dan itu semua adalah ujian untuk hambanya.
Akan tetapi dengan banyaknya masalah Allah tidak merubah nasib pada hambanya.
Sesuai dengan Firman Allah SWT dalam surat Ar-Ra’du 11 :
... إن اهلل اليغيرمابقىم حتى يغيروامابأنفسهم...
“….Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah
diri mereka sendiri….”.