BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A ......tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan lain...

29
36 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaturan Perundang-Uundangan Ketenagakerjaan Jenis Pekerjaan Outsourcing Di Indonesia Menurut definisi Maurice Greaver, Outsourcing dipandang sebagai tindakan mengalihkan beberapa aktivitas perusahaan dan hak pengambilan keputusannya kepada pihak lain (outside provider), di mana tindakan ini terikat dalam suatu kontrak kerja sama. 1 Dapat juga dikatakan outsourcing sebagai penyerahan kegiatan perusahaan baik sebagian ataupun secara menyeluruh kepada pihak lain yang tertuang dalam kontrak perjanjian. Penyerahan kegiatan ini dapat meliputi bagian produksi, beserta tenaga kerjanya, fasilitas, peralatan, teknologi dan aset lain serta pengambilan keputusan dalam kegiatan perusahaan. Penyerahan kegiatan ini kepada pihak lain merupakan hasil dari keputusan internal perusahaan yangbertujuan meningkatkan kinerja agar dapat terus kompetitif dalam menghadapi perkembangan ekonomi dan teknologi global. Dalam bidang ketenagakerjaan, outsourcing diartikan sebagai pemanfaatan tenaga kerja untuk memproduksi atau melaksanakan suatu pekerjaan oleh suatu perusahaan, melalui perusahaan penyedia/pengerah tenaga kerja. Perusahaan penyedia tenaga kerja secara khusus mempersiapkan, menyediakan, mempekerjakan tenaga kerja untuk kepentingan perusahaan lain. 2 Untuk mempermudah penjelasan menganai istilah outsourcing, penulis akan memberikan ilustrasi sebagai berikut 3 : A diangkat sebagai karyawan di perusahaan X. Sebelum diangkat sebagai karyawan, antara A dan perusahaan X dibuat perjanjian kerja yang isinya menyatakan bahwa A bersedia untuk ditempatkan di Perusahaan Y, disitu dapat dilihat bahwa perusahaan X adalah perusahaan penyedia jasa pekerja dan perusahaan Y adalah perusahaan 1 Iftida Yasar, Apakah Benar Outsourcing Bisa Dihapus?, (Jakarta : Pohon Cahaya, 2013) hlm. 17 2 Lalu Husni, Op Cit hlm. 187. 3 Adrian Sutedi, , Op.Cit. hlm. 217

Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A ......tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan lain...

Page 1: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A ......tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan lain diluar perusahaan induk. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup

36

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pengaturan Perundang-Uundangan Ketenagakerjaan Jenis Pekerjaan

Outsourcing Di Indonesia

Menurut definisi Maurice Greaver, Outsourcing dipandang sebagai

tindakan mengalihkan beberapa aktivitas perusahaan dan hak pengambilan

keputusannya kepada pihak lain (outside provider), di mana tindakan ini terikat

dalam suatu kontrak kerja sama.1

Dapat juga dikatakan outsourcing sebagai penyerahan kegiatan

perusahaan baik sebagian ataupun secara menyeluruh kepada pihak lain yang

tertuang dalam kontrak perjanjian. Penyerahan kegiatan ini dapat meliputi

bagian produksi, beserta tenaga kerjanya, fasilitas, peralatan, teknologi dan aset

lain serta pengambilan keputusan dalam kegiatan perusahaan. Penyerahan

kegiatan ini kepada pihak lain merupakan hasil dari keputusan internal

perusahaan yangbertujuan meningkatkan kinerja agar dapat terus kompetitif

dalam menghadapi perkembangan ekonomi dan teknologi global.

Dalam bidang ketenagakerjaan, outsourcing diartikan sebagai

pemanfaatan tenaga kerja untuk memproduksi atau melaksanakan suatu

pekerjaan oleh suatu perusahaan, melalui perusahaan penyedia/pengerah tenaga

kerja.

Perusahaan penyedia tenaga kerja secara khusus mempersiapkan,

menyediakan, mempekerjakan tenaga kerja untuk kepentingan perusahaan

lain.2Untuk mempermudah penjelasan menganai istilah outsourcing, penulis

akan memberikan ilustrasi sebagai berikut3 : A diangkat sebagai karyawan di

perusahaan X. Sebelum diangkat sebagai karyawan, antara A dan perusahaan X

dibuat perjanjian kerja yang isinya menyatakan bahwa A bersedia untuk

ditempatkan di Perusahaan Y, disitu dapat dilihat bahwa perusahaan X adalah

perusahaan penyedia jasa pekerja dan perusahaan Y adalah perusahaan

1 Iftida Yasar, Apakah Benar Outsourcing Bisa Dihapus?, (Jakarta : Pohon Cahaya, 2013) hlm. 17

2 Lalu Husni, Op Cit hlm. 187.

3 Adrian Sutedi, , Op.Cit. hlm. 217

Page 2: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A ......tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan lain diluar perusahaan induk. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup

37

pemberi kerja. Setelah perjanjian kerja antara A dan perusahaan X disepakati

maka perusahaan X akan membuat perjanjian dengan perusahaan Y yang

isinya bahwa perusahaan X akan mempekerjakan karyawannya di perusahaan

Y. Terhadap penempatan tersebut, perusahaan Y membayar sejumlah dana

kepada perusahaan X.

Dari ilustrasi di atas, dapat kita lihat bahwa dalam sistem

outsourcingterdapat dua perjanjian yaitu, yaitu :

1. Perjanjian kerja antara A denga perusahaan X.

2. Perjanjian penempatan A, antara perusahaan X dan perusahaan Y.

Dengan adanya dua perjanjian yang terpisah tersebut, walaupun A

sehari-hari bekerja di perusahaan Y, status A tetap sebagai karyawan perusahan

X. Oleh karena itu, dalam sistem outsourcing ini pemenuhan kebutuhan hak-

hak A, seperti perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta

perselisihan yang timbul tetap menjadi tanggung jawab perusahaan Y.

Kecenderungan suatu perusahaan untuk memperkerjakan karyawan

dengan sistem outsourcing, pada umumnya dilatarbelakangi oleh strategi

perusahaan untuk melakukan efisiensi biaya produksi. Dengan menggunakan

sistem outsourcing tersebut, pihak perusahaan berusaha untuk menghemat

pengeluaran dalam membiayai sumber daya manusia yang bekerja di

perusahaan yang bersangkutan.

1. Pengaturan Outsourcing di Indonesia

Tuntutan persaingan dalam era globalisasi dunia usaha yang ketat saat

ini maka banyak perusahaan berusaha meningkatkan kinerja usahanya melalui

pengelolaan organisasi yang efektif dan efesien. Salah satunya upaya dilakukan

dengan mempekerjakan jumlah tenaga kerja seminimal mungkin untuk dapat

memberi kontribusi maksimal sesuai sasaran perusahaan. Untuk itu perusahaan

berupaya fokus menangani pekerjaan yang menjadi bisnis inti (core business),

sedangkan pekerjaan penunjang diserahkan kepada pihak lain. Proses kegiatan

ini dikenal dengan istilah “outsourcing”.4

4

Ariswan, Seputar Tentang Tenaga Outsourcing, outsourcing-sebagai-solusi-dunia, dari

http://malangnet.wordpress.com,(Diaksespada tanggal 26 november 2019).

Page 3: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A ......tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan lain diluar perusahaan induk. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup

38

Outsourcing adalah pendelegasian operasi dan manajemen harian dari

suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan penyedia jasa

outsourcing).Melalui pendelegasian, maka pengelolaan tak lagi dilakukan oleh

perusahaan, melainkan dilimpahkan kepada perusahaan jasa outsourcing. Atau

dengan kata lain, Outsourcing atau alih daya merupakan proses pemindahan

tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan lain diluar perusahaan induk.

Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup tenaga kerja

padaproses pendukung (non core business unit) ataupun secara praktek semua

lini kerja bisa dialihkan sebagai unit outsourcing.

Istilah Outsourcing tidak ditemukan secara langsung didalam

ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Didalam Pasal 64 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 hanya dikemukakan

bahwa “perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan

kepada perusahaan lainya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau

penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis”.Berdasarkan

ketentuan Pasal 64 tersebut, maka outsourcing atau yang disebut dengan

perjanjian pemborongan pekerjaan dapat dikatogorikan dalam dua kelompok,

yaitu: penyerahan suatu pekerjaan oleh suatu perusahaan kepada perusahaan

lain untuk dikerjakan ditempat perusahaan lain tersebut, atau penyedia jasa

pekerja, yang dipekerjakan pada perusahaan lain yang membutuhkan. Yang

pertama titik-beratnya terletak pada produk kebendaan, sedangkan yang kedua,

orang-perorangan yang jasanya dibutuhkan.5

Outsourcing, melalui ketentuan Pasal 64 diatas dapat dikelompokkan

dalam dua bagian, yaitu :

a.Penyerahan suatu pekerjaan oleh suatu perusahaan kepada perusahaan

lain untuk dikerjakan ditempat perusahaan lain; atau

b.Penyediaan jasa tenaga kerja oleh perusahaan penyedia jasa tenaga kerja

yang dipekerjakan pada perusahaan lain yang membutuhkan.

Maka jenis dari penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan yaitu

dapat berupa:

1.Perjanjanjian pemborongan pekerjaan atau

5 Sehat Damanik. Op.Cit. hlm 3

Page 4: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A ......tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan lain diluar perusahaan induk. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup

39

2.Penyediaan jasa pekerja/buruh.6

Perjanjian pemborongan pekerjaan Pasal 65 Undang-Undang Nomor

13 Tahun 2003 tentang Ketenagkerjaan merupakan salah satu jenis dari

penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain, dalam

melakukan perjanjian pemborongan pekerjaan ini disyaratkan harus

dilaksanakan melalui perjanjian secara tertulis (Pasal 65 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, secara limitative

Undang-Undang Ketenagakerjaan atau UUK menetapakan bahwa jenis

pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain dan dilakukan dengan

perjanjian pemborongan pekerjaan harus memenuhi syarat-syarat sebagai

berikut

a.Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama

b.Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi

pekerjaan

c.Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan

d.Tidak menghambat proses produksi secara langsung7

Lebih lanjut Pasal 65 UUK mengatur sebagai berikut :

a. Perusahaan lain sebagai perusahaan pelaksana penerima sebagian

pekerjaan harus berbentuk badan hukum.

b. Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada

perusahaan lain tersebut sekurang-kurangnya sama dengan

perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi

pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

c. Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat penyerahan pelaksanaan

sebagian pekerjaan akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

d. Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan diatur dalam perjanjian

kerja secara tertulis antara perusahaanlain dan pekerja/buruh yang

dipekerjakanya.

6 Agusmidah, Dinamika dan Kajian teori Hukum ketenagakerjaan di Indonesia, ( Bogor: Ghalia

Indonesia, 2010) hlm. 50. 7 Ibid, hlm. 51.

Page 5: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A ......tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan lain diluar perusahaan induk. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup

40

e. Hubungan kerja tersebut dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu

tidak tertentu (PKWTT) atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).

f. Apabila syarat-syarat penyerahan pelaksanaan sebagian pekerjaan tidak

dipenuhi dan atau jika perusahaan lain selaku penerima pekerjaan tidak

berbentuk badan hukum maka demi hukum status hubungan kerja

pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih

menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi

pekerjaan.

g. Hubungan kerja tersebut dapat berupa PKWTT atau PKWT.

Penyediaan jasa pekerja /buruh, penyerahan sebagian pelaksanaan

pekerjaan pada perusahaan lain dapat pula dilakukan dengan sistem penyediaan

jasa pekerja/buruh. Jika jenis pertama diistilahkan dengan

outsourcingpekerjaan maka jenis kedua ini dapat diistilahkan sebagai

outsourcing pekerja/buruh.

Undang-Undang Ketenagakerjaan menetapkan bahwa dalam

penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan yang berupa penyedia jasa

pekerja/buruh harus memenuhi ketentuan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan berikut:

1. Tidak untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang

berhubungan langsung dengan proses produksi, tetapi untuk kegiatan

jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung

dengan proses produksi.

2. Penyedia jasa pekerja/buruh memenuhi syarat sebagai berikut:

a.Adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan

penyedia jasa pekerja/buruh;

b.Perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana

dimaksudpada huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu

yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59

UUK dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat

secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah

pihak;c.Perlindungan upah dan kesehjahteraan, syarat-syarat kerja,

Page 6: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A ......tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan lain diluar perusahaan induk. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup

41

serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan

penyedia jasa pekerja/buruh; dan

d.Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan

perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa

pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasal

sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

3. Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan

hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab

dibidang ketenakerjaan.

4. Apabila terjadi pelanggaran atas beberapa hal berikut:

a. Pekerjaan yang dilakukan adalah pekerjaan inti bukan penunjang;

b. Tidak terpenuhi syrat a, b, dan d pada poin diatas;

c. Perusahaan Penyedia jasa pekerja/buruh tidak berbadan hukum

dan tidak memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab

dibidang ketenagakerjaan.

Dasar hukum outsourcing terdapat pada Pasal 64 Undang-Undang

Ketenagakerjaan yaitu perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan

pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan

pekerjaan atau penyedia jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis. Perlu

diketahui bahwa istilah perusahaan lainnya dalam Undang-Undang

Ketenagakerjaan sama dengan perusahaan pemborong atau penyedia jasa

pekerja/buruh yang dalam hal ini adalah perusahaan outsourcing.

Ketentuan mengenai pemborongan pekerjaan juga diatur dalam Pasal

1601 b Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, namun dalam Pasal tersebut

belum diatur mengenai perlindungan bagi pekerja/buruh yang dipekerjakan

maupun penyedia jasa pekerja/buruh. Oleh karena itu, Undang-Undang

Ketenagakerjaan mengatur mengenai penyerahan sebagian pelaksanaan

pekerjaan kepada perusahaan lain. Dalam perjalanannya, ketentuan ini telah

diajukan permohonan judicial review dan telah diputus oleh Mahkamah

Konstitusi dengan Putusan MK No.27/PUU-IX/2011.

Dalam rangka menciptakan iklim hubungan industrial yang harmonis,

dinamis dan berkeadilan, Kemenakertrans menerbitkan Permenakertrans No.19

Page 7: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A ......tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan lain diluar perusahaan induk. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup

42

Tahun 2012. Kemudian, dalam rangka optimalisasi pelaksanaan pekerjaan

kepada perusahaan lain sebagaimana diatur dalam Permenakertrans No.19

Tahun 2012, maka Kemenakertrans menerbitkan Surat Edaran Menteri Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : SE.04/MEN/VIII/2013

Tentang Pedoman Pelaksanaan Permenakertrans No.19 Tahun 2012. Semenjak

diundangkannya, pelaksanaan outsourcing mengacu pada Permenakertrans No.

19 Tahun 2012 tersebut.

2. Pihak-Pihak Terkait Dalam Outsourcing

Ketentuan lain mengenai outsourcing terdapat pada Pasal 65 dan 66

Undang-Undang Ketenagakerjaan. Berdasarkan kedua pasal tersebut dapat

diketahui pihak-pihak yang terkait dalam praktik outsourcing dan dijelaskan

lebih lanjut pada Permenakertrans No.19 Tahun 2012.

Ada 3 (tiga) pihak yang terkait dalam praktik outsourcing yaitu

perusahaan pemberi kerja, perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan,

dan pekerja. Adapun penjelasan dari pihak-pihak yang terkait dalam praktik

outsourcingyaitu :

a. Perusahaan Pemberi Kerja

Menurut Pasal 1 Angka 1 Permenakertrans No.19 Tahun 2012, perusahaan

pemberi pekerjaan adalah perusahaan yang menyerahkan sebagian

pelaksanaan pekerjaanya kepada perusahaan penerima pemborongan atau

perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.

b. Perusahaan Yang Melaksanakan Sebagian Pekerjaan :

1. Perusahaan Penerima Pemborongan

Menurut Pasal 1 Angka 2 Permenakertrans No.19 Tahun 2012 , perusahaan

penerima pemborongan adalah perusahaan yang berbentuk badan hukum

yang memenuhi syarat untuk menerima pelaksanaan sebagian pekerjaan dari

perusahaan pemberi pekerjaan.

2. Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja

Menurut Pasal 1 Angka 3 Permenakertrans No.19 Tahun 2012, perusahaan

penyedia jasa pekerja adalah perusahaan yang berbentuk badan hukum

Perseroan Terbatas (PT) yang memenuhi syarat yaitu berbadan hukum dan

Page 8: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A ......tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan lain diluar perusahaan induk. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup

43

memiliki izin dari instansi ketenagakerjaan untuk melaksanakan kegiatan

jasa penunjang perusahaan pemberi pekerjaan.

3. Pekerja

Pengertian pekerja/buruh dalam konteks praktik outsourcing diatur dalam

Pasal 1 Angka 6 Permenakertrans No.19 Tahun 2012 yaitu, setiap orang

yang bekerja pada perusahaan penerima pemborongan atau perusahaan

penyedia jasa pekerja/buruh yang menerima upah atau imbalan dalam

bentuk lain. Penegasan imbalan dalam bentuk lain ini karena ada pula

pekerja/buruh yang menerima imbalan dalam bentuk barang.8

3. Hubungan Kerja Pada Perjanjian Kerja Outsourcing

a. Hubungan Kerja

Hubungan kerja adalah hubungan hukum antara pengusaha dengan

pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja. Adanya perjanjian kerja yang

dibuat merupakan ikatan antara pengusaha dan pekerja. Dengan perkataan lain,

ikatan karena adanya perjanjian kerja inilah yang merupakan hubungan kerja.9

Hubungan kerja yang terjadi dalam praktik outsourcing ini berbeda

dengan hubungan kerja pada umumnya, karena dalam outsourcingterdapat

hubungan kerja segi tiga, dikatakan bersegi tiga karena terdapat 3 (tiga) pihak

yang terlibat dalam hubungan kerja outsourcing, yaitu pihak perusahaan

pemberi pekerjaan, pihak perusahaan yang melaksanakan sebagaian pekerjaan

(Perusahaan Outsourcing) dan terakhir adalah pihak pekerja/buruh. Maka

hubungan kerja yang terjalin diantara ketiganya adalah hubungan kerja antara

perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan outsourcing, dan hubungan

kerja antara perusahaan outsourcingdengan pekerja/buruh.

Hubungan kerja antara perusahaan outsourcing dengan pekerja/buruh

diatur dalam Pasal 65 ayat (4), (6) dan (7) Undang-Undang Ketenagakerjaan,

berikut adalah bunyi ayat pada pasal tersebut :

4) Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh di

perusahaan lain sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan

8Iftida Yasar, Op Cit. hlm 45

9Adrian Sutedi, Op Cit, hlm.45.

Page 9: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A ......tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan lain diluar perusahaan induk. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup

44

kerja dan syarat-syarat kerja di perusahaan pemberi pekerjaan, atau

sesuai dengan perundang-undangan.

6) Hubungan kerja pada outsourcing diatur dalam perjanjian kerja

secara tertulis antara perusahaan lain dengan karyawan yang

dipekerjakannya.

7) Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat

didasarkan atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) dan

perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) apabila memenuhi

persyaratan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang

sama Pasal 59.

Selain itu hubungan kerja pada pekerjaan outsourcing juga diatur

dalam Pasal 29 ayat (1) Permenakertrans No.19 Tahun 2012. Bunyi Pasal 29

ayat (1) adalah hubungan kerja antara perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh

dengan pekerja/buruh dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak

tertentu (PKWTT) atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).

b. Perjanjian Kerja

Menurut ketentuan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, hubungan

kerja dalam praktik outsourcing dapat didasarkan atas PKWTT dan PKWT.

PKWTT merupakan perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha

untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap, jangka waktunya tidak

ditentukan, baik dalam perjanjian, undang-undang, maupun kebiasaan. Dalam

PKWTT dapat dipersyaratkan adanya masa percobaan kerja maksimal tiga

bulan. Sedangkan PKWT merupakan perjanjian kerja antara pekerja/buruh

dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu

atau untuk pekerjaan tertentu yang bersifat sementara dan selesai dalam waktu

tertentu.

Perjanjian kerja yang lazim digunakan pada perusahaan outsourcing

adalah PKWT. Perjanjian ini dianggap lebih fleksibel bagi perusahaan

outsourcing karena lingkup pekerjaan dan perusahaan pemberi kerja yang

berubah-ubah.10

10

Iftida Yasar, Op Cit, hlm. 27.

Page 10: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A ......tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan lain diluar perusahaan induk. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup

45

4. Jenis Penyerahan Sebagian Pekerjaan (Outsourcing)

Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,

memberikan peluang kepada perusahaan untuk dapat menyerahkan sebagian

pelaksanaan pekerjaan di dalam perusahaan kepada perusahaan lainnya

melalui:

1. Pemborongan pekerjaan

2. Perusahaan Penyediaan jasa Pekerja (PPJP).

Dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,

kedua bentuk kegiatan dimaksud dapat dilakukan dengan syarat-syarat tertentu.

Syarat-syarat yang dimaksud antara lain ditentukannya dengan wajib

dilaksanakan melalui perjanjian yang dibuat secara tertulis. Adapun perusahaan

penyediaan jasa pekerja, dipersyaratkan pula selain harus berbadan hukum,

juga terdaftar pada instansi ketenagakerjaan.

Pada dasarnya pekerjaan yang bisa diserahkan (dioutsource) adalah

pekerjaan penunjang (non core) dan bukan pekerjaan utama (core). Hal

tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 66 Undang-Undang Ketenagakerjaan

yang berbunyi pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak

boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melakasanakan kegiatan pokok atau

kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk

kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak beruhubungan langsung

dengan proses produksi.

Kemudian ketentuan lain yang mengatur jenis pekerjaan yang dapat

diserahkan yaitu Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang Ketenagakerjaan jo. Pasal 3

ayat (2) Permenakertrans No.19 Tahun 2012, pasal tersebut menyatakan

pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain harus memenuhi

syarat-syarat sebagai berikut:

1. Pemborongan Pekerjaan

Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan

kepadaperusahaan lain melalui pemborongan pekerjaan. Perjanjian

pemborongan pekerjaan dapat dilakukan dengan perusahaan yang berbadan

hukum, dengansyarat-syarat sebagai berikut :

a. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama

Page 11: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A ......tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan lain diluar perusahaan induk. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup

46

b. Dilakukan dengan perintah langsung / tidak langsung dari pemberi

pekerjaan

c. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan.

d. Tidak menghambat proses produk secara langsung11

Hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan adalah adanya ketentuan

bahw aperlindungan dan syarat-syarat kerja bagi pekerja yang bekerja pada

perusahaan penerima kerja, sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan

kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bentuk hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan dimaksud, diatur

dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan penerima pekerjaan

dengan pekerja yang dipekerjakannya, yang dapat didasarkan atas perjanjian

kerja waktu tak tertentu akan perjanjian kerja waktu tertentu, sesuai dengan

persyaratan yang berlaku. Apabila ketentuan sebagai badan hukum dan / tidak

dibuatnya perjanjian secara bertulis tidak dipenuhi, demi hukum status

hubungan kerja pekerja dengan perusahaan penerima pemborongan beralih

menjadi hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan pemberi pekerjaan.

Hal ini menyebabkan hubungan kerja beralih antara pekerja dengan perusahaan

pemberi pekerjaan, dapat berupa waktu tertentu atau waktu tak tertentu,

tergantung pada bentuk perjanjian kerja semula (Pasal 64 dan 65 Undang-

undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).

2. Penyedia Jasa Pekerja/buruh

Penyedia Jasa Pekerja yang dimaksud dalam pasal 64 Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan diartikan sebagai perusahaan

menyerahkan pelaksanaan pekerjaan kepada “pihak lain” berikut perlengkapan

dan peralatan kerjanya. Dengan kata lain, “perusahaan lain” tersebut hanya

menyediakan jasa tenaga kerja saja. Proses penerimaan karyawan sampai

dengan proses Pemutusan Hubungan Kerja karyawan merupakan tugas dari

perusahaan penyedia jasa pekerja, tentunya dengan masukan serta

pertimbangan dari pihak pemberi pekerjaan. Penyediaan jasa tidak untuk

kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses

11

Adrian Sutedi, Op Cit, hlm 224

Page 12: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A ......tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan lain diluar perusahaan induk. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup

47

produksi. Perusahaan penyedia jasa berbentuk badan hukum dan memiliki izin

dari Instansi Ketenagakerjaan. Hubungan kerja antara perusahaan penyedia

jasa pekerja dengan karyawannya yang ditempatkan pada perusahaan pemberi

pekerjaan dapat berbentuk perjanjian kerja waktu tertentu ataupun perjanjian

kerja waktu tidak tertentu.

3. Persyaratan Formal Outsourcing

Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, diberikan beberapa

persyaratan formal untuk melakukan outsourcing yang harus diperhatikan oleh

pemberi pekerjaan. Persyaratan-persyaratan tersebut dapat dilihat dalam

ketentuan-ketentuan seperti tercantum dalam pasal 65 ayat (1) sampai ayat (7).

Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang

tidak berhubungan langsung dengan proses produksi harus memenuhi syarat

sebagai berikut :

a. Adanya hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan penyedia jasa

pekerja

b. Perjanjian kerja dapat berupa perjanjian kerja waktu tertentu /

perjanjian kerja waktu tak tertentu yang dibuat secara tertulis dan

ditanda tangani oleh kedua belah pihak.

c. Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta

perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan

penyedia jasa pekerja.

d. Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja dan perusahaan

penyedia jasa pekerja, dibuat secara tertulis sesuai ketentuan yang

diatur dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan.

4. Pembatasan Kegiatan Outsourcing

Pasal 65 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan mengatur tentang pekerjaan-pekerjaan tertentu yang dapat

diserahkan kepada perusahaan lain atau dapat juga disebut sebagai pembatasan

kegiatan outsourcing, seperti yang tertuang dalam Pasal 65 ayat (1) sampai

dengan ayat (9) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Page 13: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A ......tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan lain diluar perusahaan induk. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup

48

Ketenagakerjaan.Selanjutnya, mengenai pasal 66 ayat (1), Penjelasan UU

memberikan keterangan lebih lanjut sebagai berikut :

”Pada pekerjaan yang berhubungan dengan kegiatan usaha pokok atau

kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, pengusaha

hanya diperbolehkan mempekerjakan pekerja/buruh dengan perjanjian kerja

waktu tertentu dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu.”

Yang dimaksud kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak

berhubungan langsung dengan proses produksi adalah kegiatan yang

berhubungan di luar usaha pokok (core business) suatu perusahaan.” Kegiatan

tersebut antara lain: usaha pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha

penyediaan makanan bagi pekerja/buruh (catering),usaha tenaga pengaman

(security/satuan pengaman), usaha jasa penunjang di pertambangan dan

perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan pekerja/buruh.

Pekerja yang bekerja pada perusahaan penyedia jasa pekerja, juga

memperoleh hak yang sama dengan yang diperjanjikan, mengenai

perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan

yang timbul dengan pekerja lainnya di perusahaan penyedia jasa pekerja (Pasal

66 dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).

Perusahaan penyedia jasa pekerja yang memperoleh pekerjaan, dari perusahaan

pemberi pekerjaan, kedua belah pihak wajib membuat perjanjian tertulis yang

sekurang-kurangnya memuat :

a. Jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja dari perusahaan

penyedia jasa pekerja.

b. Penegasan bahwa dalam melaksanakan pekerjaan, hubungan kerja yang

terjadiadalah antara perusahaan penyedia jasa pekerja dengan pekerja,

sehingga perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta

perselisihan yangtimbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia

jasa pekerja.

c. Penegasan bahwa perusahaan penyedia jasa pekerja bersedia menerima

pekerjadari perusahaan penyedia jasa pekerja sebelumnya untuk jenis-jenis

pekerjaanyang terus-menerus ada di perusahaan pemberi kerja dalam hal

terjadipenggantian perusahaan penyedia jasa pekerja.

Page 14: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A ......tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan lain diluar perusahaan induk. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup

49

Kemudian jenis pekerjaan yang dapat diserahkan juga dijelaskan lebih

lanjut pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi

(Permenakertrans) No. 19 Tahun 2012 yaitu Pasal 17 ayat :

(2) Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan penyedia jasa

pekerja/buruh harus merupakan kegiatan jasa penunjang atau yang tidak

berhubungan langsung dengan proses produksi.

(3) Kegiatan jasa penunjang yang dapat diserahkan pada perusahaan

penyedia jasa pekerja/buruh meliputi:

1. Usaha pelayanan kebersihan (cleaning service);

2. Usaha penyedia makanan bagi pekerja/buruh (catering);

3. Usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan);

4. Usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan; dan

5. Usaha penyediaan angkutan bagi pekerja/buruh.

Page 15: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A ......tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan lain diluar perusahaan induk. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup

50

B. Perlindungan Hukum Pekerja Outsourcing Pasca Putusan Mahkamah

Konstitusi No.27/PUU-IX/2011

1. Pengujian Materil atas Undang-Undang Ketenagakerjaan

Menurut Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, Mahkamah

Konstitusi berwenang antara lain untuk mengadili pada tingkat pertama dan

terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang

terhadap Undang-Undang Dasar. Hal tersebut ditegaskan kembali dalam Pasal

10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi yang antara lain juga menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi

berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya

bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar.

Selanjutnya, berdasarkan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa yang dapat

mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang

Dasar adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusinya

dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang, yang dapat berupa perorangan

warga negara Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih

hidup sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang, badan hukum publik

atau privat atau lembaga negara.

Pada tanggal 21 Maret 2011, Didik Supriadi mengajukan permohonan

uji materi Undang-Undang Ketenagakerjaan terhadap Undang-Undang Dasar

1945. Pemohon adalah Ketua Umum Aliansi Petugas Pembaca Meteran Listrik

Indonesia yang terletak di Provinsi Jawa Timur yang merupakan Lembaga

Swadaya Masyarakat berbadan hukum, yang bergerak dan didirikan atas dasar

kepedulian untuk memberikan perlindungan dan penegakan keadilan, hukum

dan hak asasi manusia di Indonesia, khususnya bagi buruh/pekerja sebagai

pihak yang lemah.

Pemohon berinisiatif mengajukan permohonan judicial review atas

kasus pekerja outsourcing yang dirugikan atas tidak terpenuhinya hak-hak dan

tidak adanya jaminan perlindungan hukum atas keberlangsungan pekerjaan

mereka. Pemohon juga bertindak atas nama Lembaga Swadaya Masyarakat

Page 16: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A ......tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan lain diluar perusahaan induk. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup

51

Aliansi Petugas Penghitung Meteran Listrik (yang untuk selanjutnya disebut

AP2ML) mengajukan permohonan judicial review pasal-pasal yang berkaitan

dengan ketentuan outsourcing yaitu Pasal 59, Pasal 64, Pasal 65 dan Pasal 66

dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Adapun pasal-pasal tersebut

selengkapnya menyatakan:

Pasal 59

(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan

tertentu yang menuntut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan

selesai dalam waktu tertentu, yaitu :

a.Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;

b.Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang

tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;

c.Pekerjaan yang bersifat musiman; atau

d.Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru,

atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

(2)Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan

yang bersifat tetap.

(3)Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau

diperbaharui.

(4)Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu

dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh

diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.

(5)Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu

teretentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja

waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis

kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.

(6)Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah

melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya

perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja

waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2

(dua) tahun.

(7)Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, ayat 2, ayat 4, ayat 5, dan ayat 6

maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.

(8)Hal-hal lain yang belum diatur dalam Pasal ini akan diatur lebih lanjut

dengan Keputusan Menteri.

Pasal 64

“Perusahaan dapat menyerahkan sebagaian pelaksanaan pekerjaan kepada

perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau

penyedia jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis”

Page 17: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A ......tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan lain diluar perusahaan induk. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup

52

Pasal 65

1. Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain

dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat

secara tertulis

2. Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana

dimaskud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;

b. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari

pemberi kerja;

c. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan

d. Tidak menghambat proses produksi secara langsung

3. Perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus berbentuk

badan hukum.

4. Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada

perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 sekurang-kurangnya

sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan

pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-udangan yang

berlaku.

5. Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud

dalam ayat 2 diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

6. Hubungan kerja dalam pelasanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud

dalam ayat 1 diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara

perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakannya.

7. Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat 6 dapat didasarkan

atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu

tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaskud dalam

pasal 59.

8. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dan ayat 3 tidak

terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh dengan

perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja

pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan.

9. Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberi pekerjaan

sebagaimana dimaksud dalam ayat 8, maka hubungan kerja pekerja/buruh

dengan pemberi pekerjaan sesuai dengan hubungan kerja sebagaimana

dimaksud dalam ayat 7.

Pasal 66

1. Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh

digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau

kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali

untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan

langsung dengan proses produksi.

2. Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan

yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi harus

memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan

penyedia jasa pekerja/buruh;

b. Perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana

dimaksud huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang

Page 18: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A ......tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan lain diluar perusahaan induk. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup

53

memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59

dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara

tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak;

c. Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta

perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan

penyedia jasa pekerja/buruh; dan

d. Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan

perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa

pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasal

sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

3. Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan

hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang

ketenagakerjaan.

4. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) huruf

a, huruf b, dan huruf c serta ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum

status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perushaan penyedia jasa

pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan

perusahaan pemberi pekerjaan.

Menurut Pemohon ketentuan Pasal 59 dan Pasal 64 Undang-Undang

Ketenagakerjaan, yang pada intinya mengatur tentang penyerahan sebagian

pekerjaan kepada perusahaan lain (outsourcing) menempatkan buruh/pekerja

sebagai faktor produksi semata. Buruh hanya dijadikan komoditas di pasar

tenaga kerja dengan mudah dipekerjakan bila dibutuhkan dan diputus

hubungan kerjanya ketika tidak dibutuhkan lagi. Karena itu menurut Pemohon

menyatakan Pasal 59 dan Pasal 64 Undang-Undang Ketenagakerjaan yang

dengan sendirinya terkait dengan ketentuan Pasal 65 dan Pasal 66 bertentangan

dengan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (2) dan Pasal 33 ayat (1) dalam

Undang-Undang Dasar 1945. Adapun pasal-pasal tersebut selengkapnya

menyatakan:12

Pasal 27 ayat (2) UUD 1945

“Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak

bagi kemanusiaan”,

Pasal 28D ayat (2) UUD 1945

“Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan

yang adil dan layak dalam hubungan kerja”,

Pasal 33 ayat (1) UUD 1945

12

Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara No.27/PUU-IX/2011, hlm 23

Page 19: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A ......tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan lain diluar perusahaan induk. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup

54

“Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas

kekeluargaan, yang diartikan bahwa perekonomian kita didasarkan atas

demokrasi ekonomi dimana produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua,

dengan mengutamakan kemakmuran rakyat”.

Pemohon mengajukan permohonan ke MK pasal-pasal tersebut di

atas, untuk selengkapnya di didasarkan pada argumentasi bahwa dalam

ketentuan kontrak kerja outsourcingterdapat hal-hal sebagai berikut :

a. Kontrak kerja dalam outsourcing dilakukan sebagai penekanan

efisiensi secara berlebihan dalam rangka peningkatan investasi

dengan upah berakibat hilangnya keamanan kerja (job security);

b. Status pekerja/buruh outsourcing sebagai buruh kontrak

menghilangkan hak-hak, tunjangan kerja, jaminan kerja dan

jaminan sosial, yang dinikmati pekerja tetap;

c. Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dalam Pasal 59 dan Pasal

64 Undang-Undang Ketenagakerjaan menjadikan buruh dipandang

sebagai komoditas perdagangan pasar kerja, sehingga bertentangan

dengan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu hak atas pekerjaan dan

penghidupan layak dalam Pasal 27 ayat (2) dan hak bekerja dan

imbalan serta perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja

dalam Pasal 28D ayat (2); dan

d. Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu

demokrasi ekonomi dalam Pasal 33 ayat (1)

2. Pertimbangan dan Putusan mahkamah konstitusi

Dari uraian tersebut di atas, menurut MK, ketentuan Pasal 59, Pasal

64, Pasal 65 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (8), ayat

(9) serta Pasal 66 ayat (1), ayat (2) huruf a, huruf c, huruf d, ayat (3), serta ayat

(4) Undang-Undang Ketenagakerjaan telah sejalan dengan amanat konstitusi

Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (2) dan Pasal 33 ayat (1) dalam Undang-

Undang Dasar 1945.

Terhadap ketentuan Pasal 65 ayat (7), dan Pasal 66 ayat (2) huruf b

Undang-Undang Ketenagakerjaan bertentangan secara bersyarat dengan

Undang-Undang Dasar 1945 (conditionally unconstitutional). Mahkamah

Konstitusi kadang mempersempit atau memperluas makna suatu norma

Page 20: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A ......tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan lain diluar perusahaan induk. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup

55

undang-undang untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi warga

negara. Inilah yang disebut dengan putusan inkonstitusional bersyarat

(conditionally unconstitutional).13

Setelah menimbang berbagai ketentuan tersebut Mahkamah Konstitusi

memutuskan dalam amar putusannya pada Putusan Nomor 27/PUU-IX/2011

menyatakan :

1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian;

2. Frasa “...perjanjian kerja waktu tertentu” dalam Pasal 65 ayat (7)

dan frasa “....perjanjian kerja untuk waktu tertentu” dalam Pasal 66

ayat (2) huruf b Undang-Undang Ketenagakerjaan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 39, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkanadanya

pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek

kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang

melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain

atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.14

3. Frasa “....perjanjian kerja waktu tertentu” dalam Pasal 65 ayat (7)

dan frasa “....perjanjian kerja untuk waktu tertentu” dalam Pasal 66

ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4279) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang

dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya

pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek

kerjanya ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang

melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain

atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;

13

Hamdan Zoelva, Negara Hukum dan Demokrasi : Peran Mahkamah Konstitusi dalam

Menegakkan Hukum dan Demokrasi, dalam Susi Dwi Harijanti, et. al (eds.), Negara

Hukum Yang Berkeadilan : Kumpulan Pemikiran Dalam Rangka Purna Bakti Prof. Dr. H.

Bagir Manan, S.H., M. CL(Bandung : Rosda, 2011) hlm. 646-647. 14

Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara No.27/PUU-IX/2011, hlm 46

Page 21: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A ......tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan lain diluar perusahaan induk. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup

56

4. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya;

5. Memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam Berita Negara

Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

Dengan Putusan MK ini maka ketentuan Pasal 65 ayat (7) dan Pasal

66 ayat (2) huruf b UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak

berlaku lagi. Dengan kata lain dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No

27/PUU-IX/2011 yang menyatakan mekanisme kontrak kerja outsourcing

terhadap objek pekerjaan yang bersifat tetap meskipun pekerjaan tersebut

sifatnya penunjang, dan pekerjaan inti perusahaan, bertentangan dengan

konstitusi UUD 1945, normanya harus dipandang sebagai revisi hukum

outsourcing yang sangat berarti bagi dunia kerja dan dunia usaha.

Pasal 65 ayat 7 Ketentuan yang dicabut oleh Putusan MK tersebut

berbunyi:

“Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara

perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakannya”. Ayat (7):

“Hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat didasarkan

atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu

tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 59”.

Pasal 66 Ayat (2) yang dinyatakan tidak berlaku menurut Putusan MK

adalah: “Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau

kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi harus

memenuhi syarat sebagai berikut: b. perjanjian kerja yang berlaku dalam

hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam huruf a adalah perjanjian kerja

untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 59 dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat

secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak; sebagaimana

diputuskan oleh MK tentang: menyatakan Pasal 59, Pasal 64, Pasal 65 kecuali

ayat (7) dan Pasal 66 kecuali ayat (2) huruf (b) UU No. 13 tahun 2003 tidak

bertentangan dengan UUD 1945. Artinya, ketentuan selain ayat (7) pada Pasal

65 dan ayat (2) huruf (b) pada Pasal 66 tetap berlaku sebagai hukum positif.

Berkaitan dengan kedudukan outsourcing pasca Putusan MK, pengusaha tetap

Page 22: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A ......tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan lain diluar perusahaan induk. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup

57

boleh menyerahkan atau memborongkan pekerjaannya kepada perusahaan lain

sehingga sistem outsourcing tetap bisa dilaksanakan. Hal ini sesuai dengan

pertimbangan MK yang menyatakan “penyerahan sebagian pelaksanaan

pekerjaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan pekerjaan

secara tertulis atau melalui perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh

(perusahaan outsourcing) adalah kebijakan usaha yang wajar dari suatu

perusahaan dalam rangka efisiensi usaha.

Berdasarkan putusan MK yang tidak menyatakan sistem outsourcing

sebagai sistem terlarang dalam relasi bisnis dan hubungan kerja antara

pekerja/buruh dengan pengusaha. Dalam posisi itu, Pasal 64 UU No 13 Tahun

2003 tetap sah sebagai dasar hukum bagi perusahaan untuk melaksanakan

outsourcing dan Pasal 65 kecuali ayat (7) dan Pasal 66 kecuali ayat (2) huruf

(b) sebagai teknis hubungan kerja dalam perusahaan outsourcing.

Dengan demikian pengaturan tentang outsourcing dianggap oleh MK

tidak bertentangan dengan UUD 1945 kecuali ketentuan Pasal 65 ayat 7 dan

Pasal 66 ayat (2b), sehingga perjanjian kerja dengan sistem outsourcing masih

boleh dilaksanakan asal dilaksanakan dengan perjanjian waktu tidak tertentu

untuk pekerjaan yang sifatnya terus menerus.

3. Perlindungan Hukum Pekerja Outsourcing Pasca Putusan MK

No.27/PUU-IX/2011 Dengan Menerapkan Prinsip Pengalihan

Perlindungan

Menurut amar putusan tersebut, prinsipnya pekerja yang

melaksanakan pekerjaan dalam perusahaan outsourcing tidak boleh kehilangan

hak-hak konstitusionalnya. Karena itu harus ada jaminan kepastian bahwa

hubungan antara pekerja dan perusahaan outsourcing yang melindungai pekerja

dan pengusaha tidak menyalahgunakan kontrak outsourcing. Untuk menjamin

perlindungan hak-hak pekerja tersebut diatas tidak cukup hanya dengan

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) saja karena kedudukan atau posisi

Page 23: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A ......tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan lain diluar perusahaan induk. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup

58

tawar (bargaining position) pekerja lemah sebagai akibat oversupply tenaga

kerja.15

Solusinya, Mahkamah Konstitusi memberikan 2 (dua) model

perlindungan dan jaminan hak bagi pekerja yaitu :

1. Mensyaratkan agar perjanjian kerja antara pekerja dengan

perusahaan yang melakukan pekerjaan outsourcing tidak berbentuk

PKWT, melainkan PKWTT, atau

2. Menerapkan prinsip pengalihan tindakan perlindungan bagi pekerja

dengan Transfer of Undertaking Protection of

Employment(TUPE).16

Berdasarkan prinsip dan solusi tersebut Mahkamah Konstitusi

menyatakan bahwa frasa “perjanjian kerja waktu tertentu” dalam Pasal 65 ayat

(7) dan dalam Pasal 66 ayat (2) huruf b Undang-Undang Ketenagakerjaan tidak

konstitusional bersyarat (conditionally unconstitutional). Artinya, bertentangan

dengan Undang-Undang Dasar 1945 manakala “perjanjian kerja tersebut tidak

disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang

objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang

melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau

perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.

TUPE (Transfer of Undertaking Protection of Employement) yang

mempunyai pengertian dimana ketika pekerjaannya masih ada pada perusahaan

pemberi kerja dan yang sebelumnya pekerjaan tersebut telah ditangani oleh

perusahaan Outsourcing Y dan tergantikan oleh perusahaan Outsourcing Z.

Atau secara sederhana adalah prinsip pengalihan tindakan perlindungan

Prinsip pengalihan tindakan perlindungan (prinsip Transfer of

Undertaking Protection of Employment atau TUPE), terdapat dalam butir

[3.18] pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor

27/PUU-IX/2011 (Putusan MK) yang menyatakan bahwa “dengan menerapkan

prinsip pengalihan perlindungan, ketika perusahaan pemberi kerja tidak lagi

memberikan pekerjaan borongan atau penyediaan jasa pekerja/buruh kepada

15

Ahmad Fadlil Sumadi, “Mahkamah Konstitusi dan Kontrak Outsourcing”, Jurnal Konstitusi IX,

No.1 (Maret 2012) : h.23. 16

Putusan MK Nomor 27/PUU-IX/2011, hlm.44

Page 24: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A ......tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan lain diluar perusahaan induk. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup

59

suatu perusahaan outsourcing yang lama, dan memberikan pekerjaan tersebut

kepada perusahaan outsourcing yang baru, maka selama pekerjaan yang

diperintahkan untuk dikerjakan masih ada dan berlanjut, perusahaan penyedia

jasa baru tersebut harus melanjutkan kontrak kerjayang telah ada sebelumnya,

tanpa mengubah ketentuan yang ada dalam kontrak, tanpa persetujuan pihak-

pihak yang berkepentingan, kecuali perubahan untuk meningkatkan

keuntungan bagi pekerja/buruh karena bertambahnya pengalaman dan masa

kerjanya.

Dengan demikian, yang dimaksud dengan prinsip pengalihan tindakan

perlindungan (prinsipTransfer of Undertaking Protection of Employment atau

TUPE), adalah jaminan kelangsungan hubungan kerja dan syarat-syarat kerja

bagi pekerja/buruh dengan penghargaan masa kerja (experience) serta

penerapan ketentuan kesejahteraan (upah) yang sesuai dengan pengalaman dan

masa kerja yang dilalui seseorang pekerja/buruh.

Setelah terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi No.27/PUU-IX/2011,

secara teknis dapat diatur suatu perjanjian outsourcing yang dapat melindungi

semua pihak, dalam hal ini perusahaan pemberi kerja, perusahaan penyedia

jasa pekerja/buruh dan pekerja. Perusahaan outsourcing yang akan

melaksanakan sebagian pelaksanaan pekerjaan dapat menentukan perjanjian

kerja berdasarkan sifat pekerjaannya

Dalam kaitan dengan amar putusan Mahkamah Konstitusi di atas,

Kemenakertrans dalam Surat Edaran No.B.31/PHIJSK/I/2012 menafsirkan

amar putusan MK itu sebagai berikut :

a. Apabila dalam perjanjian kerja antara perusahaan penerima

pemborongan pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh

dengan pekerja/buruhnya tidak memuat adanya pengalihan

perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada

(sama), kepada perusahaan penerima pemborongan pekerjaan lain atau

perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh lain, maka hubungan kerja

antara perusahaan penerima pekerjaan borongan atau perusahaan

penyedia jasa pekerja/buruh dengan pekerja/buruh harus didasarkan

pada Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).

Page 25: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A ......tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan lain diluar perusahaan induk. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup

60

b. Apabila dalam perjanjian kerja antara perusahaan penerima

pemborongan pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh

dengan pekerja/buruhnya memuat syarat adanya pengalihan

perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada

(sama), kepada perusahaan penerima pemborongan pekerjaan atau

perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh lain, maka hubungan kerja

antara perusahaan penerima pekerjaan borongan atau perusahaan

penyedia jasa pekerja/buruh dengan pekerja/buruhnya dapat didasarkan

pada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).

Apabila pekerja outsourcing tersebut diberhentikan dengan alasan

pergantian perusahaan pemberi kerja jasa pekerja, maka para pekerja diberi

kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan berdasarkan hal itu kepada

pengadilan hubungan industrial sebagai sangketa hak. Melalui prinsip

pengalihan perlindungan tersebut, kehilangan atau terabaikannya hak-hak

konstitusional pekerja outsourcing dapat dihindari.17

Untuk melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi No.27/PUU-

IX/2011 pada perjanjian kerja waktu tertentu disarankan adanya pencantuman

klausul sebagai berikut :

a. Pada bagian Tanggung Jawab Para Pihak :

“Pihak pertama (perusahaan) bertanggung jawab dalam

terselenggaranya pengalihan hak Pihak Kedua (pekerja/buruh)”

b. Pada bagian Hak Para Pihak :

“Pihak kedua berhak atas kepastian kelangsungan bekerja jika masa

kontrak belum berakhir pada saat terjadi pengalihan kepada perusahaan

lain”.18

1. Tujuan Prinsip Pengalihan Perlindungan

Prinsip pengalihan perlindungan pekerja/buruh diterapkan untuk

melindungi para pekerja/buruh outsourcing dari kesewenang-wenangan pihak

pemberi kerja/pengusaha. Dengan menerapkan prinsip pengalihan

perlindungan, ketika perusahaan pemberi kerja tidak lagi memberikan

17

Putusan MK Nomor 27/PUU-IX/2011, hlm.45 18

Iftidayasar, Op Cit. hlm.119

Page 26: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A ......tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan lain diluar perusahaan induk. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup

61

pekerjaan borongan atau penyediaan jasa pekerja/buruh kepada suatu

perusahaan outsourcing yang lama dan memberikan pekerjaan tersebut kepada

perusahaan outsourcing yang baru, maka selama pekerjaan yangdiperintahkan

untuk dikerjakan masih ada dan berlanjut, perusahaan penyedia jasa baru

tersebut harus melanjutkan kontrak kerja yang telah ada sebelumnya, tanpa

mengubah ketentuan yang ada dalam kontrak, tanpa persetujuan pihak-pihak

yang berkepentingan, kecuali perubahan untuk meningkatkan keuntungan bagi

pekerja/buruh karena bertambahnya pengalaman dan masa kerjanya.

Selain itu penerapan prinsip pengalihan perlindungan yang bertujuan

untuk melindungi hak-hak pekerja/buruh oursourcing juga diharapkan dapat :

1) Mendorong perusahaan-perusahaan untuk mengurangi atau tidak

melakukan sistem kerja outsourcing.

2) Mendorong perusahaan-perusahaan untuk sebanyak mungkin

menggunakan sistem kerja dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu

(PKWTT).

3) Memastikan kelangsungan pekerjaan bagi pekerja dengan menerapkan

prinsip pengalihan perlindungan pekerja (Transfer of Undertaking

Protection of Employement-TUPE).19

2. Prinsip Pengalihan Perlindungan Pekerja Outsourcingyang dimuat dalam

Permenakertrans No. 19 Tahun 2012

Prinsip pengalihan perlindungan yang lahir dari Putusan Mahkamah

Konstitusi No.27/PUU-IX/2011 dimaksudkan untuk menciptakan kepastian

hukum bagi pekerja/buruh outsourcing di Indonesia, maka untuk menjalankan

amanah dari putusan tersebut, Pemerintah menerbitkan peraturan pelaksanaan

dari Undang-Undang Ketenagakerjaan yaitu Permenakertrans No.19 Tahun

2012.

Prinsip pengalihan perlindungan diterapkan dengan cara membuat

klausul mengenai pengalihan perlindungan pada perjanjian kerja

outsorcing,antara perusahaan pelaksana sebagian pekerjaan dengan

pekerja/buruh. Menurut Permenakertrans No. 19 Tahun 2012, ada dua jenis

19

Iftida yasar, Ibidhlm.140

Page 27: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A ......tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan lain diluar perusahaan induk. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup

62

penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain

(Outsourcing), yaitu melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau perjanjian

penyedia jasa pekerja/buruh.

Beberapa pasal dalam Permenakertrans No.19 Tahun 2012 memuat

ketentuan mengenai prinsip pengalihan perlindungan bagi pekerja/buruh

outsourcing melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yaitu :

Pasal 9 ayat (2) huruf b

“Perjanjian pemborongan pekerjaan harus memuat jaminan terpenuhinya

perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh sesuai

peraturan perundang-undangan.”

Pasal 10

“Perjanjian pemborongan pekerjaan harus didaftarkan oleh perusahaan

penerima pemborongan kepada instansi yang bertangung jawab di bidang

ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat pemborongan pekerjaan

dilaksanakan.”

Berdasarkan 2 (dua) ketentuan di atas, perjanjian pemborongan

pekerjaan merupakan perjanjian antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan

perusahaan penerima pemborongan yang dalam perjanjian itu harus memuat

jaminan terpenuhinya perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi

pekerja/buruh sesuai peraturan perundangan. Jaminan tersebut pun diperkuat

dengan ketentuan yang mengaharuskan pendaftaran perjanjian tersebut pada

instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota

tempat dilaksanakannya pemborongan pekerjaan.

Selanjutnya, ketentuan perjanjian kerja pemborongan pekerjaan yang

memuat prinsip pengalihan perlindungan terdapat pada Pasal 13

Permenakertrans No.19. Perjanjian kerja pemborongan merupakan perjanjian

antara perusahaan pemborongan pekerjaan (perusahaan outsourcing) dengan

pekerja/buruh, ketentuat tersebut berbunyi :

Pasal 13

“Setiap perjanjian kerja dalam pemborongan pekerjaan wajib memuat

ketentuan yang menjamin terpenuhinya hak-hak pekerja/buruh dalam

hubungan kerja sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-

undangan.”

Kententuan tersebut tidak memaparkan secara langsung mengenai

prinsip pengalihan perlindungan, namun mengandung tujuan utama prinsip

Page 28: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A ......tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan lain diluar perusahaan induk. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup

63

pengalihan perlindungan. Oleh sebab itu, pada perjanjian kerja pemborongan

pekerjaan harus memuat jaminan terpenuhinya perlindungan kerja, agar dapat

mencegah terjadinya pelanggaran yang dilakukan perusahaan pemborongan

pekerjaan dalam hal terjadi pergantian perusahaan pemborongan dan

perusahaan tersebut mengalihkan hak-hak pekerjanya pada perusahaan lain

sehingga pekerja/buruh tetap menerima hak-hak pekerja/buruh pada jenis

pekerjaan pemborongan pekerjaan.

Selanjutnya, pasal-pasal dalam Permenakertrans No.19 Tahun 2012

yang memuat ketentuan mengenai prinsip pengalihan perlindungan bagi

pekerja/buruh outsourcing pada jenis perjanjian penyedia jasa pekerja/buruh :

Pasal 19 ayat (1) huruf b

“Perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh bersedia menerima pekerja/buruh

dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh sebelumnya untuk jenis

pekerjaan yang terus menerus ada di perusahaan pemberi pekerjaan dalam

hal terjadi pergantian perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.”

Pasal 20 ayat (1)

“Perjanjian penyedia jasa pekerja/buruh antara perusahaan pemberi

pekerjaan dengan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh harus

didaftarakan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang

ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat pekerajaan dilaksanakan.”

Pasal 32 ayat (1)

“Dalam hal perusahaan pemberi pekerjaan tidak melanjutkan perjanjian

penyediaan jasa pekerja/buruh dan mengalihkan pekerjaan penyediaan jasa

pekerja/buruh kepada perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh yang baru,

harus melanjutkan perjanjiasn kerja yang telah ada sebelumnya tanpa

mengurangi ketentuan yang ada dalam perjanjian kerja yang telah

disepakati.”

Pasal 32 ayat (2) “

Dalam hal terjadi pengalihan pekerjaan kepada perusahaan penyedia jasa

pekerja/buruh yang baru maka masa kerja yang telah dilalui pada

perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh yang lama harus tetap dianggap

ada dan diperhitungnkan oleh perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh

yang baru.”

Beberapa ketentuan diatas merupakan ketentuan yang mengandung

prinsip pengalihan perlindungan bagi pekerja/buruh outsourcing pada jenis

perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh. Prinsip pengalihan perlindungan lebih

Page 29: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A ......tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan lain diluar perusahaan induk. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup

64

banyak diterapkan pada jenis pekerjaan yang terus menerus ada di perusahaan,

maka akan mungkin sering terjadi pergantian perusahaan penyedia jasa

pekerja/buruh. Perjanjian penyedia jasa pekerja/buruh juga harus didaftarkan

pada instansi yang bertanggung jawab pada bidang ketenagakerjaan

kabupaten/kota tempat dilaksanakannya pekerjaan.

Ketentuan tersebut juga mengatur pelaksanaan prinsip pengalihan

perlindungan diberlakukan dalam hal perusahaan pemberi pekerjaan tidak

melanjutkan perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh. Perusahaan pemberi

kerja tersebut mengalihkan pekerjaan penyediaan jasa pekerja/buruh kepada

perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh yang baru, maka perusahaan penyedia

jasa pekerja/buruh tersebut harus melanjutkan perjanjian kerja yang telah ada

sebelumnya tanpa mengurangi ketentuan yang ada dalam perjanjian kerja yang

telah disepakati. Seperti masa kerja yang telah dilalui pada perusahaan

penyedia jasa pekerja/buruh yang lama harus tetap dianggap ada dan

diperhitungnkan oleh perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh yang baru.