BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …€¦ · Peneliti melakukan penelitian di...
Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran …€¦ · Peneliti melakukan penelitian di...
53
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga
Sejarah berdirnya Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan
Salatiga pada tahun 1934 dengan nama RSTP Ngawen Salatiga.
RSP dr. Ario Wirawan berfungsi sebagai tempat/santorium yaitu
sebagai fasilitas medis untuk penyakit jangka panjang terutama
tuberkulosis. Kemudian pada tanggal 26 September 2002, dengan
dikeluarkan SK Mentri Kesehatan RI nomor
1208/Menkes/SK/IX/2002, akhirnya RSTP Ngawen Salatiga diganti
menjadi Rumah Sakit Paru dr.Ario Wirawan, dan merupakan satu-
satunya rumah sakit paru di Propensi Jawa Tengah. Lokasi Rumah
Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga terletak di jalan Hasanuddin
No. 806 Salatiga, Jawa Tengah.
Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga adalah rumah
sakit negeri kelas A yang memiliki 144 tempat tidur inap, yang
terdiri dari kelas perawatan VVIP, VIP, kelas I, kelas II, dan kelas III.
Ruang Dahlia I dan Dahlia II merupakan kelas III yang
memiliki fasilitas ruangan dengan partisi 2 tempat tidur, bed pasien
yang standar, lemari pasien, dan kamar mandi di luar.
54
1.2 Pelaksanaan Penelitian
Peneliti melakukan penelitian di Rumah Sakit Paru dr. Ario
Wirawan Salatiga. Pelaksanaan penelitian dimulai pada tanggal 27
Juli – 5 Agustus 2015. Sebelum melakukan penelitian, peneliti
melakukan pengurusan surat di fakultas guna mendapatkan ijin
untuk melakukan penelitian, kemudian peneliti bertemu dan
menjelaskan tujuan penelitian kepada Kepala Bagian DIKLAT
Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. Penelitian
dilaksanakan setelah mendapat persetujuan atau ijin dari direktur
Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. Setelah itu peneliti
langsung bertemu dengan Kepala ruangan Dahlia I dan Dahlia II
untuk menyerahkan surat persetujuan penelitian serta menjelaskan
tujuan dari penelitian, peneliti langsung melaksanakan penelitian
dengan membagikan lembaran kuesioner kepada para perawat
yang sedang berada di ruangan atau sedang menjalankan tugas
(sift) sedangkan sebagiannya diberikan kepada kepala ruangan
dengan jumlah perawat yang tidak berada di ruangan. Selain
membagikan kuesioner peneliti juga melakukan observasi dan
wawancara dengan perawat. Dari jumlah kuesioner yang disebar
semuanya terkumpul kembali dan bisa digunakan dalam penelitian.
1.3 Gambaran Responden
Gambaran umum responden terlihat dari tabel distribusi
frekuensi. Responden penelitian seluruhnya berjumlah 40
55
responden. Gambaran umum responden penelitian berisi tentang
karakteristik usia, pendidikan dan masa kerja. Berikut gambaran
umum dari responden penelitian.
1.3.1 Karakteristik Penelitian
Tabel 4.1 : Distribusi Frekuensi Umur Responden di
Ruang Dahlia I dan Dahlia II
Usia (Th) Frekuensi Presentase (%)
20– 25 tahun 10 25%
26 – 35 tahun 24 60%
36 – 45 tahun 6 15%
Total 40 100%
Tabel 4.1 diatas menjelaskan bahwa mayoritas responden
memiliki umur 26 – 35 tahun (24 orang atau 60%) sedangkan
minoritas responden memiliki umur 36 - 45 tahun (6 orang
atau 15%).
Tabel 4.2 : Distibusi Pendidikan Responden di Ruang
Dahlia I dan Dahlia II RSPAW
Tingkat pendidikan Frekuensi Presentase
Akademi (D3) 25 62,5%
Serjana (S1) 15 37,5%
Total 40 100%
tabel 4.2 diatas menjelaskan bahwa mayoritas responden
memiliki tingkat pendidikan Akademik yaitu 25 orang
(62,5%), sedangkan minoritas dari tingkat pendidikan yaitu
Serjana 15 orang (37,5%).
Tabel 4.3 : Distribusi Frekuensi Masa Kerja Responden di
Ruang Dahlia I dan Dahlia II RSPAW Salatiga
Masa Kerja (Th) Frekuensi Presentase (%)
1 – 5 tahun 26 65%
6 – 10 tahun 9 22,5%
56
11 – 15 tahun 5 12,5%
Total 40 100%
Tabel 4.3 diatas menjelaskan bahwa mayoritas responden
memiliki masa kerja 1 – 5 tahun (26 orang atau 65%)
sedangkan minoritas responden dengan masa kerja 11 – 15
tahun (5 orang atau 12,5%).
Tabel 4.4 : Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden
di Ruang Dalia I dan Dahlia II RSPAW Salatiga
Pendidikan Frekuensi Presentase (%)
Baik 12 30%
Cukup 20 50%
Kurang 8 20%
Total 40 100%
Tabel 4.4 diatas menjelaskan bahwa mayoritas responden
memiliki pengetahuan cukup yaitu 20 orang (50%)
sedangkan minoritas responden dengan pengetahuan baik
sebanyak 8 orang (20%).
1.4 Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil perhitungan faktor pengetahuan perawat
di Ruang Dahlia I dan Dahlia II Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan
Salatiga diperoleh nilai korelasi MSA (Measure of sampling
adequacy) antar variabel sebesar 0,543 (p>0,5) pada tabel korelasi
anti image dengan nilai signifikan sebesar 0,088 (p<0,05) pada
tabel KMO (Kaiser Meyer Olkin), sehingga dapat dikatakan faktor
pengetahuan berpengaruh terhadap pelaksanaan
pendokumentasian, yang diperkuat dengan hasil dari tabel
Komponen matrix yaitu 0,782 (p>0,5). Terlihat jelas dengan hasil
penelitian berdasarkan jawaban responden pada kuesioner variabel
57
pengetahuan. Karena pengetahuan merupakan suatu hasil usaha
manusia untuk memahami kenyataan yang dapat dijangkau oleh
pemikiran manusia, berdasarkan pengalaman manusia secara
empiris (Notoadmojo, 2003).
Hasil perhitungan faktor sikap dari perawat di Ruang Dahlia
I dan Dahlia II Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga
diperoleh hasil korelasi MSA (Measure of sampling adequacy)
antar variabel sebesar 0,517 dengan nilai signifikan 0,088 (p<0,05)
sehingga dikatakan faktor sikap berpengeruh terhadap pelaksanaan
pendokumentasian keperawatan. Hal ini juga diperkuat dengan
hasil dari tabel komponen matrix yaitu 0,734 (p>0,5).
Hasil perhitungan faktor beban kerja diperoleh nilai MSA
(Measure of sampling adequacy) antar variabel sebesar 0,364
(p>0,5) sedangkan nilai signifikan 0,088 (p<0,05). Hal ini berarti
faktor beban kerja tidak berpengaruh dalam pelaksanaan
pendokumentasian keperawatan. Walaupun nilai pada tabel
Komponen matrix sebesar 0,753 (p>0,5), hal ini dikarenakan faktor
beban kerja tidak termasuk dalam kolom faktor dominan pada tabel
komponen matrix.
Berdasarkan hasil perhitungan faktor supervisi diperoleh
nilai MSA (Measure of sampling adequacy) antar variabel
sebesar 0,633 (p>0,5) dengan nilai signifikan 0,088 (p<0,05). Faktor
supervisi tidak termasuk dalam faktor yang berpengaruh dalam
58
pelaksanaan pendokumentasian walaupun memiliki nilai MSA >0,5
dan nilai signifikan <0,05, karena bila dilihat nilai dari tabel
komponen matrix sebesar 0,489. Hal ini juga diperkuat bahwa
faktor supervisi tidak termasuk dalam kolom faktor dominan pada
tabel komponen matrix.
Hasil perhitungan faktor ketersediaan fasilitas format
pendokumentasian diperoleh nilai MSA (Measure of sampling
adequacy) antar variabel sebesar 0,646 (p>0,5) dengan nilai
signifikan sebesar 0,088, sehingga faktor ketersediaan fasilitas
format pendokumentasian berpengaruh terhadap pelaksanaan
pendokumentasian keperawatan. Hal ini juga diperkuat dengan nilai
dari komponen matrix sebesar 0,605 dan juga berada dalam kolom
faktor dominan.
Berikut ini adalah tabel yang menjelaskan faktor-faktor yang
dominan mempengaruhi pelaksanaan pondokumentasian
keperawatan.
Tabel 4.5 : Hasil uji faktor yang dominan mempengaruhi
pelaksanaan pendokumentasian
Component Matrixa
Component
1 2
Faktorpengetahuan .782 -.003
Faktorsikap .734 .428
Faktorbebankerja -.169 -.753
Faktorsupervisi -.410 .489
59
Faktorketersediaanfasilitasforma
tpendokumentasian -.605 .395
Keterangan : kolom yang bertuliskan angka 1 merupakan
kolom angka faktor yang paling dominan
Tabel 4.6: Hasil uji dari nilai KMO
Berdasarkan Bartlett’s Tes Of Sphericity dengan Chi-Square 16,413 (df 10) dan nilai signifikan 0,088 < 0,05 dan nilai KMO sebesar 0,538 sehingga nilai tersebut dalam kategori lebih dari cukup
Tabel 4.7 : Hasil uji dari nilai MSA (Measure of sampling
adequacy)
Anti-image Matrices
faktorpengetahuan faktorsikap
faktorbebankerja
faktorsupervisi
faktorketersediaanfasilitasformatpendokumentasian
Anti-image Covariance
Faktorpengetahuan .730 -.329 -.109 .053 .171
Faktorsikap -.329 .736 .215 .006 .036
Faktorbebankerja -.109 .215 .932 .011 .022
Faktorsupervisi .053 .006 .011 .943 -.181
faktorketersediaanfasilitasformatpendokumentasian
.171 .036 .022 -.181 .881
Anti-image Correlation
Faktorpengetahuan .534a -.449 -.132 .064 .214
Faktorsikap -.449 .517a .259 .007 .045
Faktorbebankerja -.132 .259 .364a .011 .024
Faktorsupervisi .064 .007 .011 .633a -.198
faktorketersediaanfasilitasformatpendokumentasian
.214 .045 .024 -.198 .646a
KMO and Bartlett's Test
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. .538
Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square 16.413
df 10
Sig. .088
60
1.5 Pembahasan Penelitian
4.5.1 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pelekasanaan
Pendokumentasian
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa ada
pengaruh antara variabel independent (pengetahuan, sikap,
beban kerja, supervisi, ketersediaan fasilitas format
pendokumentasian) terhadap variabel dependen
(Pendokumentasian keperawatan) sehingga dapat dilihat
pada data berikut ini :
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang dipahami
oleh perawat tentang pendokumentasian asuhan
keperawatan dalam hal ini mengenai defenisi, tujuan,
manfaat, syarat dan hal-hal yang berkaitan dengan
pendokumentasian asuhan keperawatan. Pengetahuan
merupakan suatu hasil usaha manusia untuk memahami
kenyataan yang dapat dijangkau oleh pemikiran manusia,
berdasarkan pengalaman manusia secara empiris, atau
merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
seseorang melakukan pengamatan terhadap obyek
tertentu (Notoadmojo, 2003).
Dalam penelitian ini untuk mengukur pengetahuan
perawat tentang dokumentasi keperawatan digunakan 7
61
indikator dalam bentuk pilihan ganda, dimana jawaban
yang benar diberi nilai 1 dan salah diberi nilai 0.
Hasil pengisian kuesioner mendapatkan bahwa
mayoritas responden memiliki pengetahuan cukup yaitu
sebanyak 20 orang (50%) dan minoritas responden
memiliki pengetahuan kurang sebesar 8 orang (20%).
Pengetahuan dari responden dikatakan cukup karena
terdapat jawaban yang kurang tepat pada pertanyaan
mengenai manfaat, fungsi, dan cara dalam melakukan
pendokumentasian keperawatan. Menurut Aditama,
pengetahuan sangat berpengeruh dalam menerapkan
asuhan keperawatan, untuk itu perawat dituntut agar
selalu mengembangkan ilmunya sehingga pelayanan
keperawtaan dapat terlaksana dengan baik. Kualitas
pelayanan yang baik sangat ditunjang dengan
pengetahuan dari perawat tentang tahapan
pendokumentasian dalam proses asuhan keperawatan
berupa melakukan pengkajian secara lengkap dan efektif
tentang kebutuhan pasien, menegakan diagnose
keperawatan sesuai analisa atau interpretasi data dan
identifikasi masalah klien, kemudian melakukan
perencanaan, implementasi serta melakukan evaluasi dari
tindakan asuhan keperawatan yang telah dilakukan.
62
Hal senada juga di katakan oleh Notoadmojdo
(2003), bahwa faktor yang mempengaruhi pengetahuan
seseorang yaitu tingkat pendidikan, pengalaman diri
sendiri maupun orang lain, lingkungan dan media masa.
Sehingga jika dilihat dari pernyataan dari Notoadmojdo
dan dikaitan dengan hasil penelitian maka sangat
mendukung karena pengetahuan perawat dikatakan cukup
dilihat dari pendidikan terakhir dari perawat adalah
diploma akademik, masa kerja yang belum relatif lama
yaitu 1 – 5 tahun dan perawat belum mempunyai banyak
pengalaman juga.
Berdasarkan hasil korelasi anti image atau nilai MSA
(Medsure of sampling adequacy) sebesar 0,534 (p>0,5)
yang artinya korelasi cukup kuat sehingga faktor
pengetahuan berpengaruh terhadap pelaksanaan
pendokumentasian keperawatan. Hal ini juga di dukung
oleh hasil dari analisa komponen matrix yang menunjukan
bahwa nilai dari faktor pengetahuan sebesar 0,782 dan
merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi
pelaksanaan pendokumentasian keperawatan.
Hal ini sejalan dengan pernyataan dari Notoatmodjo
yang mengatakan bahwa pengetahuan merupakan faktor
dominan yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku
63
dan tindakan seseorang. Selain itu juga terlihat jelas
kurangnya pemahaman perawat mengenai pelaksanaan
pendokumentasian asuhan keperawatan pada jawaban
saat wawancara. Karena itu di harapakan agar perawat
meningkatkan pengetahuan serta pemahaman tentang
pendokumentasian asuhan keperawatan terutama pada
tahapan asuhan keparawatan guna meningkatkan
pelaksanaan pendokumentasian yang baik dan benar. Hal
ini juga dibuktikan dengan hasil penelitian dari Ardika
mengenai hubungan antara pengetahuan perawat tentang
rekam medis dengan kelengkapan pengisian catatan
keperawatan yang mengatakan bahwa pengetahuan
sangat berpengaruh dalam pengisian catatan
keperawatan. Selain itu juga hasil penelitian didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Istanto mengenai faktor-
faktor yang berpengaruhi dengan pelaksanaan standar
asuhan keperawatan yang dilaksanakan oleh pelaksana
perawatan yang mengatakan bahwa pengetahuan juga
berpengaruh dalam pelaksanaan pendokumentasian.
Selain itu juga penelitian yang dilakukan oleh Sandra,dkk (
2014) mengenai faktor yang mempengaruhi efektifitas
pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan
mengatakan bahwa adanya pengaruh antara pengetahuan
64
terhadap efektifitas pelaksanaan pendokumentasian
keperawatan.
2. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih
tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau
obyek. Manifestasi dari sikap tidak langsung dilihat tetapi
hanya ditafsirkan dari perilaku yang tertutup
(Notoadmodjo, 2003).
Dalam penelitian ini untuk mengukur sikap perawat
tentang dokumentasi keperawatan digunakan 7
pernyataan dimana jawaban yang benar diberikan 4
pilihan yaitu SS, S, TS, dan STS.
Berdasarkan hasil korelasi anti image atau nilai MSA
(Medsure of sampling adequacy) sebesar 0,517 (p>0,5)
yang artinya korelasi cukup kuat sehingga faktor sikap
dikategorikan dalam faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan pendokumentasian. Hal ini juga diperkuat
dengan hasil dari analisa komponen matrix sebesar 0,734
yang merupakan faktor yang paling dominan
mempengaruhi pendokumentasian keperawatan. Jika
dilihat dari jawaban pengisian kuesioner dan wawancara
diperoleh hasil bahwa mayoritas memiliki sikap cukup
sebanyak 21 responden (52,5%), dan hanya 9 responden
65
(22,5%) yang memiliki sikap kurang dalam melaksanakan
pendokumentasian. Selain itu juga terdapat jawaban dari
hasil wawancara responden beranggapan bahwa
pelaksanaan pendokumentasian memerlukan waktu yang
lama dan itu menghambat pelayanan asuhan keperawatan
terhadap pasien. Dengan demikian sebagian kecil
responden yang belum mengerti akan pentingnya
dokumentasi keperawatan. Hal ini bertantangan dengan
pendapat dari Nursalam (2011) yang mengatakan bahwa
dokumentasi keperawatan sangatlah penting, karena jika
terjadi kesalahan atau masalah yang berhubungan
dengan profesi keperawatan dalam hal pembwri jasa dan
penerima jasa maka dokumentasi keperawatan dapat
digunakan sebagai alat bukti hukum, selain itu juga bisa
dijadikan sebagai alat komunikasi antara profesi
kesahatan yang satu dengan yang lain dan juga untuk
proses akreditasi dari rumah sakit.
Suatu sikap yang dimiliki oleh seseorang mengenai
pekerjaannya dihasilkan dari persepsi mereka terhadap
pekerjaannya, didasarkan pada faktor lingkungan kerja,
gaya supervisi dan kebijakan serta prosedur. Sesuai hasil
penelitian diatas maka diharapkan agar pihak dari RSPAW
Salatiga agar lebih memperketat supervisi dari kepala
66
ruang kepada perawat yang melaksanakan tugas sebagai
pemberi asuhan keperawatan. Supervisi yang dilakukan
yaitu memberikan motavasi kerja pada perawat
pelaksana, mengikutsertakan perawat pelaksana dalam
kegiatan peningkatan kompetensi, pelatihan customer
care, pelatihan kepribadian berupa pelatihan kompetensi
dan soft skill untuk meningkatan rasa percaya diri,
komunikasi, kesabaran (emosional). Hal ini dilakukan
guna memperdalam pengetahuan serta pemahaman
perawat dalam pelaksanaan pendokumentasian.
3. Beban Kerja
Beban kerja adalah proses untuk menetapkan jam
kerja orang yang digunakan atau dibutuhkan untuk
menyelasaikan suatu pekerjaan dalam waktu tertentu.
Beban kerja seluruh kegiatan atau aktivitas yang dilakukan
oleh seorang perawat selama bertugas disuatu unit
pelayanan keperawatan dalam penerpan
pendokumentasian asuhan keperawatan .
Berdasarkan hasil korelasi anti image atau nilai MSA
(Medsure of sampling adequacy) sebesar 0,364 (p>0,5)
yang artinya korelasi sangat lemah sehingga dikatakan
faktor beban kerja tidak berpengaruh terhadap
pelaksanaan pendokumentasian. Walaupun hasil analisa
67
komponen matrix sebesar 0,753, karena jika dilihat pada
tabel komponen matrix maka faktor beban kerja tidak
termasuk dalam kolom faktor dominan.
Hasil pengisian kuesioner menunjukan bahwa
mayoritas responden memiliki beban kerja sedang
sebanyak 21 orang (52,5%) dan minoritas responden
memiliki beban kerja berat sebanyak 14 orang (35%).
Hasil penelitian ini juga didukung dengan penelitian
yang dilakukan oleh Mastini (2013), yang mengatakan
bahwa beban kerja sedang, dokumentasi proses asuhan
keperawatan yang dikerjakan oleh perawat juga dalam
kategori sedang. Proses asuhan keperawatan yang
dilakukan oleh perawat tidak semuanya dilakukan seperti
tidak melaksanakan pengkajian secara lengkap serta tidak
melakukan evaluasi untuk membandingkan respon klien
dengan kriteria. Hal ini juga terlihat jelas pada saat
penelitian, perawat setelah selesai melakukan tindakan
asuhan keperawatan hanya melakukan atau mengisi
sebagian dari pendokumentasian keperawatan.
Pendokumentasian keperawtaan yang tidak lengkap akan
mengakibatkan terjadinya kesalahan pada saat
pemberiaan asuhan keperawatan karena manfaat
dokumentasi keperawatan sebagai alat komunikasi yang
68
memudahkan dalam memberikan asuhan keperawatan
selain itu juga akan berpengaruh terhadap mutu atau
kualitas pelayanan keperawtaan.
4. Supervisi
Supervisi merupakan pengamatan secara langsung
dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang
dilakukan oleh bawahan untuk kemudian apabila
ditemukan maslaah segera diberikan petunjuk atau
bantuan yang bersifat langsung untuk mengatasinya.
Perawat pelaksana dalam memberikan asuhan
keperawatan sangat memerlukan dorongan dan dukungan
baik secara internal maupun eksternal dari kepala ruang
sebagai dorongan untuk mempermudah perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada pasien agar
pelayanan yang diberikan berkualitas.
Berdasarkan hasil korelasi anti image atau nilai MSA
(Medsure of sampling adequacy) sebesar 0,633 (p>0,5)
yang artinya korelasi kuat sehingga faktor supervisi tidak
termasuk dalam faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
pendokumentasian. Hal ini di dukung dengan hasil dari
analisa komponen matrix sebesar 0,489 dan juga tidak
termasuk dalam komponen faktor dominan. Dibuktikan
juga dengan hasil pengisian kuesioner yang menjelaskan
69
bahwa hasil supervisi adalah cukup yaitu sebanyak 19
orang (47,5%).
Dikarenakan kepala ruangan selalu melakukan
supervisi terhadap setiap tindakan asuhan keperawatan
yang dilakukan oleh perawat. Selain itu juga kepala
ruangan selalu memberikan informasi mengenai adanya
perubahan pada pengisian atau pelaksanaan
pendokumentasian asuhan keperawatan. Baiknya struktur
supervisi kepala ruang tergambar dari kepala ruang yang
selalu melakukan supervisi untuk memberikan penjelasan
yang mudah dimengerti oleh perawat pelaksana tentang
pendokumentasian.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh Widyaningtyas yang mengatakan
bahwa terdapat hubungan antara supervisi dengan
pelaksanaan pendokumentasian proses keperawatan.
Karena dengan kehadiran kepala ruangan untuk
memberikan arahan dan saran dapat meningkatkan
kepatuhan dalam dokumentasi keperawatan. Selain itu
juga di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Wirawan yang mengatakan bahwa supervisi kepala
ruangan diperlukan terhadap pelaksanaan
pendokumentasian asuhan keperawatan untuk menjamin
70
bahwa pendokumentasian asuhan keperawatan berjalan
sesuai dengan prinsip-prinsip utama pendokumentasian.
Hal senada juga dilakukan oleh kepala ruang di
RSPAW Salatiga, dimana kepala ruang selalu ikutserta
dalam memberikan tindakan asuhan keperawatan,
memberikan penjelasan tentang pelaksanaan
dokumentasian keperawatan dan memberikan informasi
jika terjadi perubahan pada format pendokumentasian
keperawatan serta memberikan arahan jika ada perawat
pelaksana yang salah melakukan asuhan keparwatan dan
memnerikan motivasi kerja kepada perawatan pelaksa.
Dari hasil analisa yang didapatkan peneliti dapat
menyimpulkan bahwa supervisi sangat dibutuhkan dalam
mendapatkan kualitas asuhan keperawatan dan
pelaksanaan pendokumentasian yang baik. Pelaksanaan
dekumentasi yang baik harus sesuai syarat yaitu
kesederhanaan, keakuratan, kesabaran, ketepatan,
kelengkapan, kejelasan dan keobjektifan (Hidayat 2007
dalam fajri 2011). Selain itu juga harus sesuai dengan
standar dokumentasi yang ada dengan tujuan untuk
mempertahankan akreditasi, mengurangi
pertanggungjawaban, dan untuk menyesuaikan kebutuhan
pelayanan keperawatan (Potter & Perry, 2005).
71
5. Ketersediaan Fasilitas Format Pendokumentasian
Kertersediaan adalah kesiapan suatu sarana
(tenaga, barang, modal, anggaran) untuk dapat digunakan
atau dioperasikan di waktu yang telah ditentukan
sedangkan fasilitas adalah sarana yang melancarkan
pelaksanaan fungsi.
Berdasarkan hasil korelasi anti image atau nilai MSA
(Medsure of sampling adequacy) sebesar 0,646 (p>0,5)
yang artinya korelasi kuat sehingga faktor kertersediaan
fasilitas format pendokumentasian berpengaruh terhadap
pelaksanaan pendokumentasian. Hasil ini juga di perkuat
dengan hasil dari analisa komponen matrix sebesar 0,605
dan merupakan faktor yang dominan mempengaruhi
pelaksanaan pendokumentasian keperawatan. Hal ini juga
di dukung dengan hasil pengisian kuesioner dan hasil
wawancara yang menjelaskan bahwa sebagian besar
responden masih bingung jika adanya perubahan dari
format pendokumentasian sehingga perlu adanya
supervisi dari kepala ruangan untuk menjelaskan cara
pengisian format pendokumentasian. Selain itu fasilitas
kerja yang disediakan rumah sakit masih kurang,
terkadang lembaran askep juga tidak ada atau kurang,
bentuk dari tampilan lembaran askep yang bentuknya
72
horizontal, formatnya yang semakin rumit dan banyak, dan
berkas rekam medic yang hanya kadang-kadang saja
tersusun rapi. Fasilitas yang ada juga hendaknya dalam
jumlah serta jenis yang memadai dan selalu dalam
keadaan siap pakai.
Hasil penelitian di atas juga di dukung dengan hasil
penelitian yang di lakukan oleh Martini (2007),
mengatakan bahwa adanya pengaruh antara ketersediaan
fasilitas format pendokumentasian terhadap pelaksanaan
pendokumentasian keperawatan. Selain itu juga Martini
mengatakan bahwa dalam menjalankan tugas, tingkat
kualitas kerja yang baik hasilnya ditentukan oleh
ketersediaan fasilitas.
Sesuai dengan hasil penelitian dan pendapat dari
beberapa peneliti, maka disimpulkan bahwa ketersedian
fasilitas format pendokumentasian sangat berpengaruh
terhadap pelaksanaan pendokumentasian sehingga untuk
meningkatkan kualitas pelaksanaan pendokumentasian di
butuhkan ketersedian fasiitas format. Ketersediaan
fasilitan format pendokumentasian juga harus sesuai
dengan standar dokumentasi yang ada, karena
kemampuan perawat dalam pendokumentasian ditunjukan
pada ketrampilan seorang perawat melakukan penulisan
73
sessuai standar dokumentasi yang konsisten, pola yang
efektif, lengkap dan akurat.
Karena secara umum manajemen sarana dan
prasarana adalah untuk memberikan layanan secara
professional dibidang kesehatan secara baik dan benar.
Peneitian ini juga didukung oleh hasil penelitian yang
dilakukan oleh Tutik yang mengatakan bahwa salah satu
faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan perawat
dalam pelaksanaan pendokumentasian keperawatan
adalah faktor ketersediaan fasilitas dan sarana pelayanan
kesehatan. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Parulian yang mengatakan bahwa
ketersediaan fasilitas berpengaruh terhadap kinerja
perawat dalam melakukan pendokumentasian asuhan
keperawatan.
1.6 Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengalami beberapa kesulitan
dalam pengumpulan data diantaranya :
1. Peneliti hanya fokus menggunakan kuesioner sebagai alat
instrumen penelitian sehingga hal ini mungkin dipengaruhi
oleh situasi dan kondisi pelaksanaan pengisian kuesioner
(waktu dari responden). Selain itu juga dipengaruhi oleh
74
kesalahpahaman responden terhadap maksud dari
pertanyaan/pernyataan yang ada di kuesioner.,
2. Keterbatasan bahasa yang digunakan, dimana peneliti
berasal dari Indonesia bagian timur sehingga terjadi
kesulitan dalam penyusunan dan penulisan dengan bahasa
yang benar. Sehingga menyebabkan kesalahpahaman
maksud antara peneliti dan responden.
3. Dalam penelitian ini peneliti masih terbatas hanya meneliti
beberapa faktor seperti pengetahuan, sikap, beban kerja,
supervisi, dan ketersediaan fasilitas format
pendokumentasian. Diharapkan untuk peneliti selanjutnya
bias mengembangkan dengan variabel penelitian tentang
pendokumentasian keperawatan yang lain dan alat
instrumen yang berbeda.