BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1. Gambaran...

31
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Peta Lokasi Penelitian Gambar 4.1 Peta Lokasi Penelitian

Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1. Gambaran...

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 4.1 Peta Lokasi Penelitian

2. Alur Penelitian

a. Didalam melakukan penelitian ini, terlebih dahulu peneliti melakukan

studi awal untuk melihat problematik yang terjadi sehingga bisa dijadikan

kasus dalam penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Bulango Utara

Kecamatan Bulango Utara Kabupaten Bone Bolango.

b. Mengajukan surat pengambilan data awal dari Ketua Jurusan

Keperawatan untuk mendapatkan rekomendasi dari Dinas Kesehatan

Provinsi Gorontalo, Dinas Kesehatan kabupaten Bone Bolango, dan

Kepala Puskesmas Bulango Utara.

c. Data-data yang sudah dikumpulkan, kemudian dijadikan proposal

penelitian, dan mengikuti seminar proposal.

d. Mengajukan surat meneliti untuk mendapatkan rekomendasi dari Fakultas

Ilmu-ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan, Ketua Jurusan Keperawatan,

Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Bone Bolango,

Rektor Universitas Negeri Gorontalo, Dinas Kesehatan Kabupaten Bone

Bolango dan Kepala Puskesmas Bulango Utara Kecamatan Bulango

Utara Kabupaten Bone Bolango.

e. Melakukan pengambilan sampel secara purposive sampling yaitu

melakukan pengambilan sampel atau responden sesuai dengan

pertimbangan peneliti.

f. Melakukan penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Bulango Utara dengan

jumlah sampel sebanyak 104 responden.

g. Mengadakan pendekatan dengan calon responden dengan mendapatkan

persetujuan dari responden tersebut. Calon responden yang setuju dan

bersedia menjadi responden diminta untuk menandatangai surat

persetujuan menjadi responden

h. Peneliti membagikan kuesioner yang berisi pertanyaan kepada responden

dan memintanya untuk mengisi kuesioner tersebut.

i. Setelah melakukan penelitian, Kepala Pusekesmas Bulango Utara

Kecamatan Bulango Utara Kabupaten Bone Bolango memberika surat

rekomendasi kepada peneliti bahwa peneliti benar-benar melakukan

penelitian dilokasi tersebut.

j. Data hasil penelitian diolah dan dianalisis untuk dijadikan laporan

penelitian serta mengikuti seminar hasil penelitian.

3. Keadaan Geografis

Kecamatan Bulango Utara merupakan salah satu dari 17 kecamatan yang ada

di Kabupaten Bone Bolango. Kecamatan dengan luas wilayah 176,09 km2 atau

sebesar 8,87% dari luas wilayah Kabupaten Bone Bolango ini berbatasan dengan

Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara di sebelah utara, Kecamatan

Bulango Ulu di sebelah timur, Kecamatan Tapa di sebelah selatan serta

Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo di sebelah barat. Kecamatan ini terdiri

atas 9 desa, yaitu Desa Bandungan, Boidu, Tupa, Longalo, Tuloa, Lomaya, Kopi,

Bunuo, dan desa Suka Damai dengan ibukota kecamatan terletak di desa Boidu.

4. Keadaan Iklim

Kecamatan Bulango Utara merupakan daerah tropis yang terdapat dua musim

yaitu musim penghujan yang berlangsung dari bulan Desember sampai bulan

Maret dan musim kemarau yang berlangsung dari bulan Juni sampai bulan

September, iklim ini bergantian dalam keadaan normal setiap 6 bulan. Suhu rata-

rata 28°-32° Celcius dengan curah hujan rata-rata 128,75 mm dan rata-rata hari

hujan 187 hari hujan pertahun dan kelembaban rata-rata 70%-90%.

5. Kependudukan

Berdasarkan hasil verifikasi pendataan KK Miskin diperoleh jumlah

penduduk kecamatan Bulango Utara pada tahun 2012 sebanyak 7.239 jiwa.

Dengan perincian Laki-laki sebanyak 3.602 (49,75%), Perempuan sebanyak

3.637 (50,24%), dan jumlah KK sebanyak 1.979 KK. Angka ini menunjukan

peningkatan jumlah penduduk dibandingkan tahun 2011 sebanyak 6.933 jiwa.

Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk di Kecamatan Bulango

Utara, kepadatan penduduk juga semakin meningkat dari 39 jiwa/km2 pada tahun

2011 menjadi 42 jiwa/km2 pada tahun 2012. Adapun Desa yang paling padat

penduduknya yaitu Desa Bandungan dengan jumlah penduduk 1219 jiwa dengan

tingkat kepadatan 48 jiwa/km2. Desa yang paling sedikit penduduknya yaitu Desa

Bunuo dengan jumlah penduduk 359 jiwa dan tingkat kepadatan 14 jiwa/km2.

Mata pencaharian terperinci atas 71,36% di bidang pertanian, 10,37% di bidang

perdagangan, dan 18,26% di bidang jasa.

6. Sejarah Puskesmas Bulango Utara

Puskesmas Bulango Utara adalah Puskesmas persiapan pemekaran dari

Puskesmas induk tapa sejak bulan juli tahun 2003 dengan jumlah tenaga kerja

yang ada di Puskesmas Bulango Utara terdiri dari 9 orang pegawai sipil, 7 orang

pegawai tidak tetap, 1 orang tenaga kesehatan lingkungan, dan 3 orang tenaga

abdi. Jumlah wilayah kerja Puskesmas Bulango Utara terdiri dari 9 desa yaitu

Desa Lomaya, Boidu, Kopi, Tupa, Tuloa, Suka Damai, Bandungan, Bunuo, dan

Longalo, dan pelayanan kesehatan Puskesmas ini meliputi pelayanan kesehatan

dasar, pelayanan kesehatan diluar gedung, dan program Puskesmas, serta jumlah

kunjungan pasien satu tahun terakhir di Puskesmas ini sebanyak 500 pasien

dengan penyakit yang berbeda-beda.

1.2. Hasil Penelitian

1.2.1. Karakteristik Sampel

1. Umur Ibu

Distribusi kelompok umur ibu dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.1

Distribusi Responden Menurut Umur Ibu Di Wilayah Kerja

Puskesmas Bulango Utara

Kelompok Umur

(Tahun)

Jumlah

n %

20 – 30

31 – 40

41 – 50

51 – 60

56

38

9

1

53,8

36,5

8,65

0,96

Total 104 100,0

Sumber Data Primer 201

Berdasarkan data pada tabel 4.1 diatas menunjukan bahwa responden

dengan umur 20-30 tahun didapatkan sebanyak 56 responden (53,8%),

umur 31-40 tahun didapatkan sebanyak 38 responden (36,5%), umur 41-

50 tahun didapatkan sebanyak 9 responden (8,65%), sedangkan umur 51-

60 tahun didapatkan sebanyak 1 responden (0,96%). Jadi responden yang

paling banyak terdapat pada kelompok umur 20-30 tahun dengan jumlah

56 reponden (53,8%), dan yang paling sedikit terdapat pada kelompok

umur 51-60 tahun dengan jumlah 1 responden (0,96%).

2. Umur Balita

Distribusi kelompok umur balita dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.2

Distribusi Sampel Menurut Umur Balita Di Wilayah Kerja

Puskesmas Bulango Utara

Kelompok Umur

(Bulan)

Jumlah

n %

0 – 10

11 – 20

21 – 30

31 - 40

41 – 50

51 – 60

11

21

18

21

26

7

10,5

20,1

17,3

20,1

25,0

6,73

Total 104 100,0

Sumber Data Primer 2013

Berdasarkan pada tabel 4.2 diatas menunjukan bahwa balita sebagai

sampel pada umur 0-10 bulan sebanyak 11 orang (10,5%), umur 11-20

bulan sebanyak 21 orang (20,1%), umur 21-30 bulan sebanyak 18 orang

(17,3%), umur 31-40 bulan sebanyak 21 orang (20,1%), umur 41-50

bulan sebanyak 26 orang (25,0%), dan umur 51-60 bulan sebanyak 7

orang (6,73%).

3. Pekerjaan

Distribusi pekerjaan keluarga responden dapat dilihat pada tabel ini :

Tabel 4.3

Distribusi Responden Menurut Pekerjaan Keluarga Di Wilayah

Kerja Puskesmas Bulango Utara

Pekerjaan Jumlah

n %

Petani

Kuli Bangunan

Swasta

PNS

52

10

41

1

50,0

9,61

39,4

0,96

Total 104 100,0

Sumber Data Primer 2013

Berdasarkan data pada tabel 4.3 diatas menunjukan bahwa keluarga

responden dengan pekerjaannya sebagai petani didapatkan sebanyak 52

responden (50,0%), kuli bangunan didapatkan sebanyak 10 responden

(9,61%), swasta didapatkan sebanyak 41 responden (39,4%), sedangkan

PNS didapatkan sebanyak 1 responden (0,96%). Hal ini menunjukan

bahwa pekerjaan keluarga responden yang paling banyak yaitu sebagai

petani sebanyak 52 responden (50,0%), kuli bangunan didapatkan

sebanyak 10 responden (9,61%) dan yang paling sedikit yaitu PNS

sebanyak 1 responden (0,96%).

4. Pendidikan

Distribusi pendidikan responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.4

Distribusi Responden Menurut Pendidikan Di Wilayah Kerja

Puskesmas Bulango Utara

Pendidikan Jumlah

n %

SD

SMP

SMA

D3

S1

47

28

24

4

1

45,1

26,9

23,0

3,84

0,96

Total 104 100,0

Sumber Data Primer 2013

Berdasarkan data pada tabel 4.4 diatas menunjukan bahwa responden

dengan pendidikan SD didapatkan sebanyak 47 responden (45,1%), SMP

didapatkan sebanyak 28 responden (26,9%), SMA didapatkan sebanyak

24 responden (23,0%) dengan 2 responden diantaranya berpendidikan

SMK, D3 didapatkan sebanyak 4 responden (3,84%), sedangkan S1

didapatkan sebanyak 1 responden (0,96%). Hal ini menunjukan bahwa

pendidikan responden yang paling banyak yaitu SD sebanyak 47

responden (45,1%), dan pendidikan responden yang paling sedikit yaitu

S1 sebanyak 1 responden (0,96%).

5. Pendapatan atau Penghasilan

Distribusi pendapatan responden dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.5

Distribusi Responden Menurut Pendapatan Di Wilayah Kerja

Puskesmas Bulango Utara

Pendapatan Jumlah

n %

< Rp. 2.000.000

≥ Rp. 2.000.000

93

11

89,4

10,5

Total 104 100,0

Sumber Data Primer 2013

Berdasarkan data pada tabel 4.5 diatas menunjukan bahwa responden

dengan pendapatan atau penghasilan < Rp. 2.000.000 didapatkan

sebanyak 93 responden (89,4%), sedangkan ≥ Rp. 2.000.000 didapatkan

sebanyak 11 responden (10,5%). Hal ini menunjukan bahwa paling

banyak responden yang pendapatannya < Rp. 2.000.000 dan yang paling

sedikit responden yang pendapatannya ≥ Rp. 2.000.000.

1.2.2. Analisis Univariat

Analisis ini digunakan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi

atau besarnya proporsi menurut berbagai karakteristik variabel yang diteliti, baik

untuk variabel independen maupun variabel dependen.

1. Gambaran Responden Menurut Lingkungan

Gambaran responden menurut lingkungan dapat dilihat pada tabel

dibawah ini :

Tabel 4.6

Gambaran Responden Menurut Lingkungan Di Wilayah Kerja

Puskesmas Bulango Utara

Lingkungan Jumlah

n %

Kurang

Baik

55

49

52,9

47,1

Total 104 100,0

Sumber Data Primer 2013

Berdasarkan tabel 4.6 diatas menunjukan bahwa gambaran responden

menurut lingkungan terlihat bahwa responden yang termasuk dalam

lingkungan kurang sebanyak 55 responden (52,9%) dan responden

responden yang termasuk dalam lingkungan baik sebanyak 49 responden

(47,1%). Hal ini menggambarkan bahwa lingkungan yang ada di Wilayah

Kerja Puskesmas Bulango Utara termasuk dalam lingkungan yang kurang

baik.

2. Gambaran Responden Menurut Tingkat Pengetahuan Ibu

Gambaran responden menurut tingkat pengetahuan ibu dapat dilihat

pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.7

Gambaran Responden Menurut Tingkat Pengetahuan Ibu Di

Wilayah Kerja Puskesmas Bulango Utara

Tingkat

Pengetahuan Ibu

Jumlah

n %

Kurang

Baik

29

75

27,9

72,1

Total 104 100,0

Sumber Data Primer 2013

Berdasarkan tabel 4.7 diatas menunjukan bahwa gambaran responden

menurut tingkat pengetahuan ibu terlihat bahwa responden yang termasuk

dalam tingkat pengetahuan ibu kurang sebanyak 29 responden (27,9%) dan

responden responden yang termasuk dalam tingkat pengetahuan ibu baik

sebanyak 75 responden (72,1%). Hal ini menggambarkan bahwa tingkat

pengetahuan ibu yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Bulango Utara

termasuk dalam tingkat pengetahuan ibu yang baik.

3. Gambaran Responden Menurut Sosial Ekonomi Masyarakat

Gambaran responden menurut sosial ekonomi masyarakat dapat dilihat

pada tabel berikut ini :

Tabel 4.8

Gambaran Responden Menurut Sosial Ekonomi Masyarakat Di

Wilayah Kerja Puskesmas Bulango Utara

Sosial Ekonomi Masyarakat Jumlah

n %

Kurang

Baik

50

54

48,1

51,9

Total 104 100,0

Sumber Data Primer 2013

Berdasarkan tabel 4.8 diatas menunjukan bahwa gambaran responden

menurut sosial ekonomi masyarakat terlihat bahwa responden yang

termasuk dalam sosial ekonomi masyarakat kurang sebanyak 50 responden

(48,1%) dan responden responden yang termasuk dalam sosial ekonomi

masyarakat baik sebanyak 54 responden (51,9%). Hal ini menggambarkan

bahwa sosial ekonomi masyarakat yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas

Bulango Utara termasuk dalam sosial ekonomi masyarakat yang baik.

4. Gambaran Responden Menurut Makanan dan Minuman Yang

Dikonsumsi

Gambaran responden menurut makanan dan minuman yang

dikonsumsi dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.9

Gambaran Responden Menurut Makanan dan Minuman Yang

Dikonsumsi Di Wilayah Kerja Puskesmas Bulango Utara

Makanan dan Minuman Yang

Dikonsumsi

Jumlah

n %

Kurang

Baik

55

49

52,9

47,1

Total 104 100,0

Sumber Data Primer 2013

Berdasarkan tabel 4.9 diatas menunjukan bahwa gambaran responden

menurut makanan dan minuman yang dikonsumsi terlihat bahwa responden

yang termasuk dalam makanan dan minuman yang dikonsumsi kurang

sebanyak 55 responden (52,9%) dan responden responden yang termasuk

dalam makanan dan minuman yang dikonsumsi baik sebanyak 49

responden (47,1%). Hal ini menggambarkan bahwa makanan dan minuman

yang dikonsumsi oleh responden yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas

Bulango Utara termasuk dalam makanan dan minuman yang dikonsumsi

yang kurang baik.

5. Gambaran Responden Menurut Kejadian Diare

Gambaran responden menurut kejadian diare dapat dilihat pada tabel

dibawah ini :

Tabel 4.10

Gambaran Responden Menurut Kejadian Diare Di Wilayah Kerja

Puskesmas Bulango Utara

Kejadian Diare Jumlah

n %

Dehidrasi Berat

Dehidrasi Ringan

47

57

45,2

54,8

Total 104 100,0

Sumber Data Primer 2013

Berdasarkan tabel 4.10 diatas menunjukan bahwa gambaran responden

menurut kejadian diare terlihat bahwa responden yang termasuk dalam

kejadian diare dengan dehidrasi berat sebanyak 47 responden (45,2%) dan

responden responden yang termasuk dalam kejadian diare dengan dehidrasi

berat sebanyak 57 responden (54,8%). Hal ini menggambarkan bahwa di

Wilayah Kerja Puskesmas Bulango Utara yang paling banyak kejadian

diarenya dengan tingkat dehidrasi ringan.

1.2.3. Analisis Bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk mencari hubungan antara variabel

dependen dan independen. Pengujian analisis ini dilakukan dengan menggunakan

uji Chi Square. Analisis ini dikatakan bermakna bila hasil analisis menunjukan

adanya hubungan yang bermakna (signifikan) secara statistic variabel.

1. Analisis Hubungan Lingkungan Dengan Kejadian Diare Akut Pada

Balita Di Wilyah Kerja Puskesmas Bulango Utara

Untuk mengetahui analisis hubungan antara lingkungan dengan

kejadian diare akut pada balita dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.11

Hubungan Lingkungan Dengan Diare Akut Pada Balita Di Wilayah

Kerja Puskesmas Bulango Utara

Lingkungan

Kejadian Diare

Total

P value

Spearman

Dehidrasi

Berat

Dehidrasi

Ringan

n % n % n %

31,169

0,000

0,547

Kurang

Baik

39

8

70,9

16,3

16

41

29,09

83,6

55

49

100,0

100,0

Total 47 45,1 57 54,8 104 100,0

Sumber Data Primer 2013

Berdasarkan tabel 4.11 diatas, menunjukan dari seluruh sampel

berjumlah 104 responden, responden yang termasuk dalam lingkungan

kurang yaitu sebanyak 55 responden dengan kejadian diare pada dehidrasi

berat sebanyak 39 responden (70,9%) dan pada dehidrasi ringan sebanyak

16 responden (29,09%). Sedangkan responden yang termasuk dalam

lingkungan baik yaitu sebanyak 49 responden dengan kejadian diare pada

dehidrasi berat sebanyak 8 responden (16,3%) dan pada dehidrasi ringan

sebanyak 41 responden (83,6%). Hal ini menggambarkan bahwa kejadian

diare terjadi pada keadaan lingkungan yang kurang baik.

Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan rumus Chi Square

diperoleh hasil X² hitung 31,169 (X² > 3,84) dan nilai P value (0,000 <

0,05) menunjukan ada hubungan yang bermakna antara lingkungan

dengan kejadian diare dan kekuatan hubungan yang di uji menggunakan

rumus spearman correlation diperoleh hasil 0,547 yang berarti kekuatan

hubungan yang kuat, 54,7% lingkungan memberikan kontribusi terhadap

kejadian diare.

2. Analisis Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan Kejadian

Diare Akut Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Bulango Utara

Untuk mengetahui analisis hubungan antara tingkat pengetahuan ibu

dengan kejadian diare akut pada balita dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 4.12

Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan Diare Akut Pada Balita

Di Wilayah Kerja Puskesmas Bulango Utara

Tingkat

Pengetahuan

Ibu

Kejadian Diare

Total

P value

Spearman

Dehidrasi

Berat

Dehidrasi

Ringan

n % n % n %

42,826

0,000

0,642

Kurang

Baik

28

19

96,5

25,3

1

56

3,44

74,6

29

75

100,0

100,0

Total 47 45,1 57 54,8 104 100,0

Sumber Data Primer 2013

Berdasarkan tabel 4.12 diatas, menunjukan dari seluruh sampel

berjumlah 104 responden, responden yang termasuk dalam tingkat

pengetahuan ibu kurang yaitu sebanyak 29 responden dengan kejadian

diare pada dehidrasi berat sebanyak 28 responden (96,5%) dan pada

dehidrasi ringan sebanyak 1 responden (3,44%). Sedangkan responden

yang termasuk dalam tingkat pengetahuan ibu baik yaitu sebanyak 75

responden dengan kejadian diare pada dehidrasi berat sebanyak 19

responden (25,3%) dan pada dehidrasi ringan sebanyak 56 responden

(74,6%).

Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan rumus Chi Square

diperoleh hasil X² hitung 42,826 (X² > 3,84) dan nilai P value (0,000 <

0,05) menunjukan ada hubungan yang bermakna antara tingkat

pengetahuan ibu dengan kejadian diare dan kekuatan hubungan yang di

uji menggunakan rumus spearman correlation diperoleh hasil 0,642 yang

berarti kekuatan hubungan yang kuat, 64,2% pengetahuan memberikan

kontribusi terhadap kejadian diare.

3. Analisis Hubungan Sosial Ekonomi Masyarakat Dengan Kejadian

Diare Akut Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Bulango Utara

Untuk mengetahui hubungan antara sosial ekonomi masyarakat dengan

diare dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.13

Hubungan Sosial Ekonomi Masyarakat Dengan Diare Akut Pada

Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Bulango Utara

Sosial

Ekonomi

Masyarakat

Kejadian Diare

Total

P value

Spearman

Dehidrasi

Berat

Dehidrasi

Ringan

n % n % n %

36,900

0,000

0,596

Kurang

Baik

38

9

76

16,6

12

45

24

83,8

50

54

100,0

100,0

Total 47 45,1 57 54,8 104 100,0

Sumber Data Primer 2013

Berdasarkan tabel 4.13 diatas, menunjukan dari seluruh sampel

berjumlah 104 responden, responden yang termasuk dalam sosial

ekonomi masyarakat kurang yaitu sebanyak 50 responden dengan

kejadian diare pada dehidrasi berat sebanyak 38 responden (76%) dan

pada dehidrasi ringan sebanyak 12 responden (24%). Sedangkan

responden yang termasuk dalam sosial ekonomi masyarakat baik yaitu

sebanyak 54 responden dengan kejadian diare pada dehidrasi berat

sebanyak 9 responden (16,6%) dan pada dehidrasi ringan sebanyak 45

responden (83,8%).

Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan rumus Chi Square

diperoleh hasil X² hitung 36,900 (X² > 3,84) dan nilai P value (0,000 <

0,05) menunjukan ada hubungan yang bermakna antara sosial ekonomi

masyarakat dengan kejadian diare dan kekuatan hubungan yang di uji

menggunakan rumus spearman correlation diperoleh hasil 0,596 yang

berarti kekuatan hubungan yang kuat, 59,6% sosial ekonomi masyarakat

memberikan kontribusi terhadap kejadian diare.

4. Analisis Hubungan Makanan Dan Minuman Yang Dikonsumsi

Dengan Kejadian Diare Akut Pada Balita

Untuk mengetahui hubungan antara lingkungan dengan kejadian diare

akut pada balita dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.14

Hubungan Makanan Dan Minuman Yang Dikonsumsi Dengan Diare

Akut Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Bulango Utara

Makanan

Dan

Minuman

Yang

Dikonsumsi

Kejadian Diare

Total

P value

Spearman

Dehidrasi

Berat

Dehidrasi

Ringan

n % n % n %

16,033

0,000

0,393

Kurang

Baik

35

12

63,6

24,4

20

37

36,3

75,5

55

49

100,0

100,0

Total 47 45,1 57 54,8 104 100,0

Sumber Data Primer 2013

Berdasarkan tabel 4.14 diatas, menunjukan dari seluruh sampel

berjumlah 104 responden, responden yang termasuk dalam makanan dan

minuman yang dikonsumsi sampel kurang baik yaitu sebanyak 55

responden dengan kejadian diare pada dehidrasi berat sebanyak 35

responden (63,6%) dan pada dehidrasi ringan sebanyak 20 responden

(36,3%). Sedangkan responden yang termasuk dalam makanan dan

minuman yang dikonsumsi sampel baik yaitu sebanyak 49 responden

dengan kejadian diare pada dehidrasi berat sebanyak 12 responden

(24,4%) dan pada dehidrasi ringan sebanyak 37 responden (75,5%).

Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan rumus Chi Square

diperoleh hasil X² hitung 16,033 (X² > 3,84) dan nilai P value (0,000 <

0,05) menunjukan ada hubungan yang bermakna antara makanan dan

minuman yang dikonsumsi dengan kejadian diare dan kekuatan hubungan

yang di uji menggunakan rumus spearman correlation diperoleh hasil

0,393 yang berarti kekuatan hubungan sedang antara makanan dan

minuman yang dikonsumsi dengan kejadian diare.

1.3. Pembahasan

1. Lingkungan

Berdasarkan tabel 4.11 diatas, menunjukan dari seluruh sampel berjumlah

104 responden, responden yang termasuk dalam lingkungan kurang yaitu

sebanyak 55 responden dengan kejadian diare pada dehidrasi berat sebanyak 39

responden (70,9%). Hal ini menggambarkan bahwa kejadian diare terjadi pada

keadaan lingkungan yang kurang baik dan berdasarkan uji statistik dengan

menggunakan rumus Chi Square diperoleh P value (0,000 < 0,05) menunjukan

ada hubungan yang bermakna antara lingkungan dengan kejadian diare dan

54,7% lingkungan memberikan kontribusi terhadap kejadian diare.

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Joko

(2000), Sony (2002), Sunanti (2004), dan Yance Warman (2008) mengatakan

bahwa faktor lingkungan berhubungan erat dan merupakan faktor resiko yang

sangat berpengaruh terhadap kejadian diare akut pada balita. Lingkungan yang

tidak memenuhi standar kesehatan diketahui merupakan faktor resiko timbulnya

gangguan kesehatan masyarakat. Diare merupakan salah satu penyakit yang erat

dengan hygiene dan sanitasi lingkungan seperti penggunaan air minum yang

tidak bersih, tidak memadainya sarana pembuangan kotoran, limbah, sampah dan

perumaha yang tidak memenuhi standar kesehatan. Kurangnya kebersihan

lingkungan ini menyebabkan angka kejadian diare semakin meningkat, berarti

semakin baik kondisi lingkungan seseorang maka semakin kecil kemungkinan

terjadinya diare akut pada balita.

Faktor lingkungan merupakan faktor yang sangat penting terhadap

timbulnya berbagai penyakit tertentu, sehingga untuk memberantas penyakit

menular diperlukan upaya perbaikan lingkungan (Trisnanta, 1995). Melalui

faktor lingkungan, seseorang yang keadaan fisik atau daya tahannya terhadap

penyakit kurang, akan mudah terserang penyakit (Slamet, 1994).

Berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian yang dilakukan oleh peneliti di

Wilayah Kerja Puskesmas Bulango Utara, diketahui bahwa responden yang

berada pada lingkungan kurang angka kejadian diare sebesar 52.9% sedangkan

responden yang berada pada lingkungan baik angka kejadian diare sebesar

47.1%. Hal ini menggambarkan bahwa keadaan lingkungan di Wilayah Kerja

Puskesmas Bulango Utara ini tergolong dalam lingkungan kurang baik. Hal ini

disebabkan karena kurangnya kesadaran masyarakat yang ada di wilayah kerja

tersebut tentang kebersihan lingkungan dan dampak yang akan ditimbulkan jika

lingkungan sekitar dalam keadaan tidak bersih akan menyebabkan gangguan

kesehatan masyarakat.

Sebagian besar responden tidak memiliki jamban yang baik, jarak jamban

yang benar dengan sumber air bersih, pengelolaan sampah dan limbah yang tidak

baik. Responden menggunakan jenis jamban yang tidak memenuhi syarat

kesehatan, yakni jamban-jamban yang dibuat diatas sungai dan kali yang mana

jika musim hujan tiba jamban akan penuh oleh air yang fesesnya dapat mengotori

air permukaan. Dan ada juga yang menggunakan sungai sebagai tempat buang air

besar, karena tidak semua responden memiliki jamban sendiri akan tetapi paling

banyak memiliki jamban milik bersama yang dibuatkan oleh pemerintah daerah

setempat agar masyarakat bisa buang air besar pada tempatnya yang memenuhi

syarat kesehatan. Sementara untuk kebersihan air bersih seperti memasak, mandi,

dan mencuci semua peralatan yang dibutuhkan menggunakan air sumur, ada juga

masyarakat yang menggunakan air sungai sebagai kebutuhan air bersih untuk

mandi dan mencuci semua peralatan rumah serta untuk mencuci pakaian. Hal ini

tentu semakin memudahkan penularan diare secara fecal oral kepada anak balita.

Pengolahan sampah dan limbah juga masih perlu diperhatikan, karena

sebagian besar responden membuang sampah pada lahan-lahan kosong seperti

semak-semak. Pembuangan limbah rumah tangga pada tanah terbuka umumnya

langsung dibelakang rumah dan ada juga responden yang membuang sampah

disungai. Hal ini akan menjadi media yang sangat baik untuk perkembangbiakan

kuman penyakit, untuk memutuskan mata rantai perkembangbiakan penyakit

menular seperti diare ini diperlukan usaha keras dari berbagai pihak, seperti

upaya peningkatan pendapatan masyarakat sehingga dengan bertambahnya

pendapatan mereka dengan sendirinya akan memperbaiki kondisi kehidupannya.

Selain itu perlu pengadaan sarana dan prasarana umum untuk meningkatkan

kebersihan lingkungan seperti jamban umum yang memenuhi syarat kesehatan,

tempat sampah, tempat pengelolaan limbah, dan lain-lain.

Untuk mengurangi angka kejadian diare ini, maka kebersihan lingkungan

harus ditingaktkan. Meningkatkan kebersihan lingkungan ini terutama

lingkungan yang berada disekitar rumah, agar tidak akan menimbulkan kuman

atau bakteri yang dapat menyebabkan diare pada balita. meningkatkan

kebersihan lingkungan ini dengan cara jangan membuang sampah disembarang

tempat, sampah atau limbah rumah tangga jangan dibiarkan menumpuk

dibelakang rumah, jika sampah sudah banyak maka segera dibakar agar tidak

akan menjadi tempat berkembangnya kuman dan bakteri yang akan

menyebabkan penyakit, jangan biarkan anak balita buang air besar atau berak

disamping rumah, dan selalu menyediakan air bersih untuk kebutuhan keluarga

baik untuk dimasak, mandi, dam mencuci pakaian maupun peralatan rumah.

2. Tingkat Pengetahuan Ibu

Berdasarkan tabel 4.12 diatas, menunjukan dari seluruh sampel berjumlah

104 responden, responden yang termasuk dalam tingkat pengetahuan ibu kurang

yaitu sebanyak 29 responden dengan kejadian diare pada dehidrasi berat

sebanyak 28 responden (96,5%) dan berdasarkan uji statistik dengan

menggunakan rumus Chi Square diperoleh P value (0,000 < 0,05) menunjukan

ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian

diare dan 64,2% pengetahuan memberikan kontribusi terhadap kejadian diare.

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Joko

(2000), Sony (2002), Sunanti (2004), dan Yance Warman (2008) mengatakan

bahwa pengetahuan ibu sebagai faktor utama yang menyebabkan terjadinya diare

akut pada balita, karena semakin tinggi pengetahuan seorang ibu terhadap suatu

penyakit maka akan semakin kecil resiko anak balitanya menderita penyakit

tersebut. Pengetahuan dan sikap ibu sangat berpengaruh dalam terjadinya diare

pada anak balita. bila pengetahuan ibu baik, ibu akan mengetahui cara merawat

anak yang menderita diare dirumah dan berobat atau merujuk kesarana

kesehatan. Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

perilaku seseorang, berpengaruh terhadap praktik baik secara langsung maupun

tidak langsung melalui perantara sikap.

Berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian yang dilakukan oleh peneliti di

Wilayah Kerja Puskesmas Bulango Utara, diketahui bahwa tingkat pengetahuan

ibu kurang angka kejadian diare sebesar 27.9% sedangkan tingkat pengetahuan

ibu baik angka kejadian diare sebesar 72.1%. Hal ini menggambarkan bahwa

pada penelitian ini sebagian kecil masih ada ibu yang memiliki pengetahuan

kurang, hal ini dikarenakan bahwa telah sampai akses informasi kesehatan

terhadap mereka misalnya lewat penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh

kader-kader kesehatan yang ada dilingkungan mereka walaupun masih sangat

minimal dan baru dalam tahap tahu belum memahami apalagi menganalisis dan

mengaplikasikannya.

Sebagian kecil ibu-ibu balita tidak mengetahui apa itu diare dan kata lain

dari diare itu apa, mereka hanya mengenal mencret dibandingkan dengan diare

dan mereka juga tahu bahwa diare itu buang air besar. Tapi sudah sebagian besar

ibu-ibu balita mengetahui apa itu penyakit diare, penyebab diare, pengobatan

diare di rumah, cara pencegahan dan bagaimana cara penularan dari penyakit

diare itu. Ibu-ibu yang kurang mengetahui tentang konsep medis dari diare itu

karena mereka tidak mau atau malas pergi ketempat-tempat pelayanan kesehatan,

misalnya jika diadakan posyandu di setiap desa tidak semua ibu-ibu datang

ketempat tersebut. Sehingga ibu-ibu yang tidak datang tersebut tidak mengetahui

informasi atau penyuluhan yang dilakukan oleh petugas kesehatan. Hal ini akan

merugikan diri mereka sendiri, dan semua akan berdampak pada anak balitanya

sehingga jika anak balitanya mengalami diare mereka tidak tahu bagaimana

pengobatan diare di rumah jika tempat tinggal mereka jauh dari tempat pelayan

kesehatan dan mereka juga tidak tahu bagaimana cara menanggulangi penyakit

diare itu serta bagaimana cara penularannya kepada balita sehingga balita

mengalami diare.

Pengetahuan sebagai parameter keadaan sosial dapat sangat menentukan

kesehatan masyarakat. Masyarakat dapat terhindar dari penyakit asalkan

pengetahuan tentang kesehatan dapat ditingkatkan, sehingga perilaku dan

keadaan lingkungan sosialnya menjadi sehat. Pada balita yang belum dapat

menjaga kebersihan dan menyiapkan makanan sendiri, kualitas makanan dan

minuman tergantung pada ibu sebagai pengasuh utama. Perilaku ibu dalam

menjaga kebersihan dan mengolah makanan sangat dipengaruhi oleh

pengetahuan ibu tentang cara pengolahan dan penyiapan makanan yang sehat dan

bersih. Sehingga dengan pengetahuan ibu yang baik diharapkan dapat

mengurangi angka kejadian diare pada anak balitanya.

Agar angka kejadian diare ini menurun ibu-ibu dapat meningkatkan

pengetahuannya tentang bagaimana cara pencegahan, penularan, dan pengobatan

suatu peyakit tersebut terutama penyakit diare pada balita melalui penyuluhan

atau sosialisasi yang diberikan oleh petugas kesehatan. Sehingga semua

pengetahuan yang didapatkan dari petugas kesehatan dapat diaplikasikan dalam

kehidupan sehari-hari. Ibu-ibu balita harus rajin datang ketempat-tempat

pelayanan kesehatan untuk mencari informasi-informasi tentang penyakit yang

bisa terjadi pada balita dan tidak meremehkan petugas-petugas kesehatan jika

sedang memberikan penyuluhan kesehatan.

3. Sosial Ekonomi Masyarakat

Berdasarkan tabel 4.13 diatas, menunjukan dari seluruh sampel berjumlah

104 responden, responden yang termasuk dalam sosial ekonomi masyarakat

kurang yaitu sebanyak 50 responden dengan kejadian diare pada dehidrasi berat

sebanyak 38 responden (76%) dan berdasarkan uji statistik dengan menggunakan

rumus Chi Square diperoleh P value (0,000 < 0,05) menunjukan ada hubungan

yang bermakna antara sosial ekonomi masyarakat dengan kejadian diare dan

59,6% sosial ekonomi masyarakat memberikan kontribusi terhadap kejadian

diare.

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Joko

(2000), Sony (2002), Sunanti (2004), dan Yance Warman (2008) mengatakan

bahwa angka kejadian diare akut pada balita dipengaruhi oleh keadaan sosial

ekonomi, karena semakin tinggi tingkat kesejahteraan suatu keluarga maka angka

kejadian diare akut pada balita juga semakin rendah. Sebaliknya, jika semakin

terpuruknya sosial ekonomi masyarakat khususnya pada suatu keluarga maka

angka kejadian diare akut pada balita semakin tinggi. Sosial ekonomi masyarakat

ini merupakan suatu tingkat kekurangan dan kelebihan manusia yang dapat

menunjang kehidupan manusia itu sendiri serta mempunyai pengaruh langsung

terhadap faktor penyebab diare. Kebanyakan anak mudah menderita diare berasal

dari keluarga besar dengan daya beli rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak

mempunyai penyediaan air bersih yang memenuhi syarat kesehatan.

Berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian yang dilakukan oleh peneliti di

Wilayah Kerja Puskesmas Bulango Utara, diketahui bahwa 27.4% responden

tergolong dalam sosial ekonomi kurang sedangkan 78.9% responden tergolong

dalam sosial ekonomi baik. Hal ini menggambarkan bahwa angka kejadian diare

akut pada balita juga dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi masyarakat.

Walaupun sebagian besar responden tergolong dalam sosial ekonomi baik,

namun mereka juga masih tergolong dalam keluarga yang memiliki ekonomi

kurang baik, karena paling banyak responden berasal dari keluarga besar dengan

daya beli rendah, jadi pendapatan mereka setiap bulannya tidak mencukupi untuk

membeli kebutuhan yang dibutuhkan sehari-hari. Sebagian besar yaitu 50%

pekerjaan keluarga hanya sebagai petani dan ada juga yang bekerja sebagai kuli

bangunan serta ibu-ibu dari balita ini pekerjaanya hanya sebagai ibu rumah

tangga. Tetapi ada juga sebagian kecil ibu-ibu balita mereka membuka usaha

kecil-kecilan yang membutuhkan modal yang tidak terlalu banyak untuk

menambah penghasilan suaminya yaitu dengan membuka usaha warung kecil

dan ada juga yang membuat kue untuk dijual. Akan tetapi walaupun mereka

membantu untuk menambah penghasilan tersebut, tetap tidak mencukupi untuk

kebutuhan sehari-hari.

Keluarga besar tidak mampu memenuhi kebutuhan asupan balitanya, hal ini

nampak dari ketidakmampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga

khususnya pada anak balita. Sehingga mereka cenderung memiliki status gizi

yang kurang bahkan buruk yang akan memudahkan balita tersebut terkena diare.

Ada juga keluarga yang memiliki penghasilan atau pendapatan lebih dari cukup

tidak memperhatikan kebutuhan asupan balitanya, oleh karena itu walaupun

keluarga yang pengahasilannya tidak cukup bahkan lebih dari cukup untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari masih mengalami penyakit diare.

Usaha untuk pencegahan penyakit, pemanfaatan pelayanan kesehatan tidak

terpenuhi oleh karena keterbatasan uang, hal ini menyebabkan masyarakat rentan

menderita penyakit menular seperti diare. Kemiskinan bertanggung jawab atas

penyakit yang ditemukan pada anak, karena kemiskinan mengurangi kapasitas

orang tua untuk mendukung perawatan kesehatan yang memadai pada anak,

cenderung memiliki hygiene yang kurang, miskin diet, miskin pendidikan.

Sehingga anak yang miskin memiliki agka kematian dan kesakitan yang lebih

tinggi untuk hampir semua penyakit.

Untuk menurunkan angka kejadian diare ini, agar dapat meningkatkan sosial

ekonomi masyarakat terutama sosial ekonomi dalam keluarga, karena sosial

ekonomi dalam keluarga sangat menentukan pemenuhan kebutuhan kepada

keluarga terutama pada kebutuhan gizi anak balita. Meningkatkan sosial ekonomi

masyarakat ini dengan cara membuka lapangan kerja atau mencari pekerjaan

yang bisa menghidupi keluarga dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya jika

pekerjaan keluarga sebagai petani, maka hasil dari kebun tersebut untuk dijual

keliling agar dapat menambah penghasilan dan untuk ibu-ibu yang bekerja

sebagai ibu rumah tangga harus membuka usaha kecil-kecilan, misalnya

membuka warung yang isinya kebutuhan sehari-sehari dan bisa juga membuka

usaha jualan kue. Sehingga pendapatan dari suami akan bertambah dan

kebutuhan sehari-hari bisa terpenuhi tanpa adanya kekurangan, gizi dari anak

balitanya pun terpenuhi.

4. Makanan Dan Minuman Yang Dikonsumsi

Berdasarkan tabel 4.14 diatas, menunjukan dari seluruh sampel berjumlah

104 responden, responden yang termasuk dalam makanan dan minuman yang

dikonsumsi sampel kurang baik yaitu sebanyak 55 responden dengan kejadian

diare pada dehidrasi berat sebanyak 35 responden (63,6%) dan berdasarkan uji

statistik dengan menggunakan rumus Chi Square diperoleh P value (0,000 <

0,05) menunjukan ada hubungan yang bermakna antara makanan dan minuman

yang dikonsumsi dengan kejadian diare dan kekuatan hubungan yang di uji

menggunakan rumus spearman correlation diperoleh hasil 0,393 yang berarti

kekuatan hubungan sedang antara makanan dan minuman yang dikonsumsi

dengan kejadian diare.

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Mei Yati

(2004) mengatakan bahwa mengatakan makanan dan minuman yang dikonsumsi

juga mempengaruhi kejadian diare akut pada balita. Makanan dan minuman yang

dikonsumsi yang sudah terkontaminasi oleh bakteri maupun virus akan

menyebabkan diare, karena sistem pencernaan dan sistem imunologik dari balita

belum kuat. Pada makanan dan minuman yang dikonsumsi ini, kontak antara

sumber dan host dapat terjadi melalui air terutama air minum yang tidak

dimasak, dapat juga terjadi sewaktu mandi dan berkumur. Kontak kuman pada

kotoran dapat langsung ditularkan pada orang lain apabila melekat pada tangan

dan kemudian dimasukkan kemulut yang dipakai untuk memegang makanan

maupun kontaminasi alat-alat makan dan dapur.

Berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian yang dilakukan oleh peneliti di

Wilayah Kerja Puskesmas Bulango Utara, diketahui bahwa 52.9% responden

makanan dan minuman yang dikonsumsi sampel kurang baik, sedangkan 47.1%

responden makanan dan minuman yang dikonsumsi sampel baik. Hal ini

menggambarkan bahwa bahwa kejadian diare akut pada balita juga dipengaruhi

oleh makanan dan minuman yang dikonsumsi, karena semakin tinggi tingkat

makanan dan minuman yang dikonsumsi secara sembarangan maka kejadian

diare akut pada balita semakin tinggi, begitupun sebaliknya. Makanan dan

minuman yang dikonsumsi apabila sudah terkontaminasi tidak bisa diberikan

kepada anak balita, karena akan menyebabkan peradangan usus dan terjadi diare.

Makanan dan minuman yang dikonsumsi yang tercemar dapat melalui pemberian

makanan kepada balitanya jika tangan ibu tidak dalam keadaan bersih dan bisa

juga melalui jajan sembarangan tanpa sepengetahuan orang tua.

Sebagian besar ibu-ibu balita membiarkan anak mereka makan sembarangan,

semua makanan bisa dimakan oleh balitanya. Begitupun dalam pemberian

minuman kepada balita, mereka membiarkan anak balita mereka minum semua

jenis minuman bahkan ada juga ibu balita yang membiarkan anak balitanya

meminum minuman berwarna yang sering dijual diwarung-warung kecil. Ibu-ibu

balita ini tidak memikirkan dampak yang akan terjadi jika balitanya diberikan

makanan dan minuman yang sembarang yang belum layak dimakan dan

diminum oleh anak yang seumur mereka. Anak-anak balita ini juga ada yang

alergi terhadap makanan dan minuman tertentu, seperti minuman yang berwarna

dan susu serta makanan kemasan atau snack. Makanan kemasan atau snack tidak

bisa diberikan kepada anak yang masih dibawah umur, karena makanan kemasan

itu banyak mengandung bahan-bahan pewarna yang belum bisa di berikan

kepada anak yang dibawah umur. Dalam pemberian makanan dan minuman yang

dikonsumsi oleh anak balita, ibu-ibu harus memperhatikan makanan minuman

apa saja yang bisa diberikan dan makanan minuman apa saja yang tidak bisa

diberikan.

Untuk mengurangi atau menurunkan angka kejadian diare ini, agar dapat

memperhatikan makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh balita agar tidak

akan menimbulkan diare pada balita. Jika balita diberikan makanan dan minuman

yang sudah terkontaminasi oleh bakteri akan menyebabkan diare. Pada

pemberian makanan dan minuman yang dikonsumsi ibu-ibu balita harus

memperhatikan tingkat kebersihan dari makanan dan minuman tersebut. Anak-

anak balita tidak bisa diberikan makanan minuman yang sudah basi atau

makanan minuman yang sudah lama, karena makanan minuman yang sudah basi

atau sudah lama itu sudah terkontaminasi oleh kuman dan bakteri yang akan

menyebabkan usus dari anak balita tersebut meradang sehingga akan

menimbulkan diare pada anak balita tersebut. Anak balita harus diberikan

makanan dan minuman yang baru dimasak, dan pemberian makanan itu pun

harus dijaga jangan sampai peralatan yang digunakan untuk tempat makanan

minuman balita dalam keadaan kotor atau belum di cuci.