BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN -...
Transcript of BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN -...
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil penelitian
1. Gambaran umum tempat penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perilaku masyarakat pada
penderita gangguan jiwa di RW 08 Kelurahan Muktiharjo Kidul
Kecamatan Pedurungan Kota Semarang (studi kualitatif di RW 08
Kelurahan Muktiharjo Kidul, Kecamatan Pedurungan, Kabupaten Kota
Semarang). Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan pada tanggal
25 Maret 2014 di Puskesmas Tlogosari Kulon dengan memperoleh data
awal sebagai acuan dalam penelitian.
Berdasarkan data di wilayah kerja puskesmas Tlogosari Kulon di dapatkan
data penderita gangguan jiwa terbanyak di kelurahan Muktiharjo Kidul
yaitu tercatat 10 orang dari 25 RW. Pengambilan data dilakukan di RW 8
karena dari 10 orang yang menderita ganggguan jiwa ada 2 penderita
gangguan jiwa yang berada di RW 8. Dengan mengawali memilih
partisipan sesuai karakteristik yang diinginkan dan melakukan pengenalan
terhadap patisipan. Peneliti melakukan wawancara kepada partisipan
sampai memperoleh data yang diinginkan. Peneliti memperoleh data yang
diinginkan pada 4 partisipan dan mencapai saturasi atau kejenuhan data.
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada tanggal 4 April 2014 dengan
melakukan observasi dan wawancara mendalam.
2. Karakteristik partisipan
Saat pengambilan data dari pagi sampai siang pada saat itu masyarakat
sekitar yang peneliti temui adalah ibu rumah tangga. Peneliti memperoleh
4 partisipan, terdiri dari ibu-ibu yang tinggal di sekitar lingkungan
penderita gangguan jiwa dengan rentang umur 20-43 tahun. Untuk
memperoleh rasa aman seluruh nama partisipan yang disebutkan dalam
33
penelitian menggunakan inisial nama yang selanjutnya akan diganti
dengan nomor urut partisipan. Berikut karakteristik khusus dari masing-
masing partisipan:
a. Partisipan pertama dengan kode Nn. I berusia 20 tahun pendidikan
terakhir SMP pekerjaan swasta. Partisipan merupakan tetangga
penderita gangguan jiwa.
b. Partisipan kedua dengan kode Ny. D berusia 43 tahun pendidikan
terakhir SD pekerjaan ibu rumah tangga. Partisipan merupakan tetangga
penderita gangguan jiwa.
c. Partisipan ketiga dengan kode Ny.I berusia 38 tahun pendidikan
terakhir SMP pekerjaan ibu rumah tangga. Partisipan merupakan
tetangga penderita gangguan jiwa.
d. Partisipan keempat dengan kode Ny. R berusia 40 tahun pendidikan
terakhir SMA pekerjaan wiraswasta. Partisipan merupakan tetangga
penderita gangguan jiwa.
3. Tema
Data yang telah terkumpul dari partisipan atas pertanyaan-pertanyaan yang
peneliti ajukan di tulis selengkap-lengkapnya sesuai dengan hasil rekaman
dan hasil catatan penelitian terlampir. Adapun hasil penelitian dari empat
partisipan untuk tujuan 1 sampai 3 terdapat 14 tema sebagai berikut:
a. Pengetahuan masyarakat tentang penderita gangguan jiwa
Dalam penelitian ini, tujuan untuk mendapatkan data tentang
pengetahuan masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa peneliti
memperoleh 7 tema yaitu gangguan psikologi, sosial budaya,
gangguan pikir, masalah ekonomi, hubungan dalam keluarga,
halusinasi, diam. Ketujuh tema tersebut akan diuraikan di bawah ini:
Tema 1 : gangguan psikologi
Gangguan psikologi terdiri dari beberapa kategori diantaranya
terkekang, stres. Diantaranya pada partisipan:
34
Tema 2 : sosial budaya
Tema sosial budaya ini terdiri dari kategori kerasukan ini didukung
dengan ungkapan partisipan sebagai berikut:
Tema 3 : gangguan pikir
Gangguan pikir terdiri dari beberapa kategori diantaranya tidak stabil
pemikirannya, terganggu pikirannya. Ini didukung dengan ungkapan
partisipan sebagai berikut:
Tema 4 : masalah ekonomi
Masalah ekonomi ini terdiri dari beberapa kategori diantaranya tekanan
ekonomi. Ini didukung dengan ungkapan partisipan sebagai berikut:
P1 : Setahu saya gangguan jiwa banyaknya masalah jadikepikiran..
P2 : Gangguan jiwa itu seperti orang yang terlalu terkengkang..tekanan dari orang tua jadi stres..
P4 : Tertekan mungkin karena ekonomi, keluarga yang tidak
harmonis
P2 : ..dia dirumah sendiri jadi mudah dirasuki
P3 : Perilaku seseorang yang diluar pikiran..
P4 : orang yang tidak stabil pemikirannya, pikirannyaterganggu..
P1 : Karena banyak masalah.. Contoh dalam rumah tanggakurang uang bisa menyebabkan gangguan jiwa
P3 : Gangguan jiwa itu bisa dari stres terhadap masalahnya,ekonomi juga bisa mbak,
P4 : Ekonomi, keluarga yang tertekan ekonomi jadi gakharmonis sehingga tertekan dengan masalahnya..
35
Tema 5 : hubungan dalam keluarga
Hubungan dalam keluarga terdiri dari kategori kurang kasih sayang
dan kekecewaan terhadap keluarga dan percintaan. Sesuai yang
diungkapkan dengan partisipan
Tema 6 : Halusinasi
Halusinasi ini terdiri dari beberapa kategori diantaranya gejala positif.
Ini didukung dengan ungkapan partisipan sebagai berikut:
Tema 7 : diam
Diam ini terdiri dari beberapa kategori diataranya gejala negatif. Ini
didukung dengan ungkapan partisipan sebagai berikut
P1 : Ngomong dengan sendirinya,. senyum-senyum sendiri
P2 : ..ngomong sendiri, kadang-kadang marah kalo marahsampai mecah kaca
P3 : .. linglung, perilakunya yang aneh-aneh
P4 : .. menghayal
P2 : duduk diam..
P3 : Pandangan kosong..
P4 : Melamun, sering sendiri,.
P2 : Karena kekangan orang tua, mungkin orang tua terlalumengekang jadi gak boleh begini begitu sehingga jadikepikiran..
P3 : ...kekecewaan terhadap percintaan seperti cintanya ditolak..keluarga mbak seperti kurang kasih sayang dari orang tua..tapi yang diserang itu keluarganya sendiri mungkin dia kecewasama keluarganya
36
b. Sikap masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa
Sikap masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa peneliti
memperoleh 4 tema yaitu menerima, simpati, takut dan kesabaran.
Ketiga tema tersebut akan diuraikan dibawah ini:
Tema 8 : menerima
Menerima ini terdiri dari beberapa kategori diantaranya menerima,
diam. Ini didukug dengan ungkapan partisipan sebagai berikut:
Tema 9 : Simpati
Pasif ini terdiri dari beberapa kategori yaitu kasihan, ini didukung
dengan ungkapan partisipa sebagai berikut:
P1 : Ya menerima keberadaannya mbak, wong gangguan jiwajuga manusia
P2 : ..terus tak marahin mbak, kok kamu gak kasihan toh mbak mambahe.. tetangga pada datang mbak nolongin mbahnyasama nyadarin mbak N..
P3 : Kalau menurut saya selama tidak mengganggu biarin saja yambak.
P4 : Ya diam aja mbak, dibiarin selama tidak mengganggu tapikalau sudah mengganggu dan membahayakan orang lain yadi tangkap di bawa kerumahnya dan keluarganya membawakerumah sakit jiwa..
P1 : Kasihan mbak, kok bisa kayak gitu
P2 : Kasian mbak, orang tuanya sudah berusaha terusmenyembuhkan mbak N sampai kemana-mana mbak, di rumahsakit, di alternatif, sampai harta orang tuanya habis untukberobat mbak N
P4 : kita kasian malah mbak sama keluarga dan mbaknya, koknasibnya seperti itu gitu
37
Tema 10 : Takut
Tema takut ini seperti yang diungkapkan partisipan sebagai berikut:
Tema 11 : kesabaran
Kesabaran terdiri dari beberapa kategori antara lain kesabaran,
komunikasi. Ini didukung dengan ungkapan partisipan sebagai berikut:
c. Tindakan masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa
Tindakan masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa tergambar
dalam 3 tema yaitu saran, perhatian dan menghindar. Kedua tema
tersebut akan diuraikan dibawah ini:
Tema 12 : saran
Saran ini terdiri dari beberapa kategori yaitu dibawa kerumah sakit.
Seperti diungkapkan pada partisipan:
P1 : Bisa, dengan cara diberitahu yang baik-baik, jangandiberitahu yang buruk-buruk biar tidak kepikiran terhadapucapan
P2 : Insyaallah bisa mbak, dengan kesabaran orang tua untukberkomuikasi sedikit demi sedikit itu bisa mbak. Pokoknyasering-sering diajak komunikasi mbak
P3 : Mungkin bisa ya mbak, asalkan telaten merawatnya, diterapisecara teratur mungkin bisa dengan bantuan orang-orangterdekatnya
P4 : Saya kira bisa ya mbak dengan ketelatenan, kesabaran kita yambak untuk menyembuhkan dia, bagaimana merawat diasaya rasa bisa sembuh mbak
P3 : Biasa mbak, lihat-lihat orangnya juga kalau orange biasa yabiasa tapi kalau orange gak bisa diajak komunikasi lebih baikdiam dan menjauh takute kalau nanti marah-marah terusngamuk kita jadi sasaran
38
Tema 13 : perhatian
Perhatian terdiri dari beberapa kategori yaitu sering diajak
komunikasi dan memberi kasih sayang. Seperti yang diungkapka
partisipan
Tema 14 : mengabaikan
Menerima terdapat beberapa kategori antara lain Sering diam,
dibiarkan. Seperti yang diugkapkan partisipan:
P1 : Ya paling di kasih tahu lewat omongan memberitahu yangbaik-baik biar dia rileks, selain itu dibawa ke rumah sakittapi yang membawa keluarga mbak, kita tetangga kadangkasian ikut membawa juga
P3 : ..kalau sudah mengganggu ya minta orang terdekatnya ataukeluarganya dibawa kerumah sakit atau di terapi. Selamatidak mengganggu gak papa mbak
P4 : Ya paling kita tengok ke rumahnya kalau dia sudah keluardari rumah sakit mbak, ya kita bilangin yang baik-baik mbak,diajak komunikasi responya juga baik
P1 : Memberikan nasihat dengan cara memberikan kasih sayang,diajak komunikasi
P2 : Diam aja mbak, tapi kalau pas saya lihat dia duduk didepanrumah sendirian senyum-senyum sendiri ya tak sapa mbak,dia hanya senyum aja mbak
P4 : Kalau dia kumat gak ada yang berani mendekat mbak takutkalau diamuk, dia kalau kumat marah-marah mbak, ya kitabiarin aja mbak, karena sudah tahu seperti itu ya kita nyadariaja mbak
39
B. Pembahasan
Dalam bab ini peneliti akan membahas mengenai tema-tema yang muncul
dari fenomena yang diperoleh selama penelitian yaitu gangguan psikologi,
faktor sosial budaya, ganguan pikir, masalah keluarga, halusinasi, diam,
menerima, perasaa bingung, kesabaran, saran, perhatian, menghindar.
1. Pengetahuan masyarakat kelurahan Muktiharjo Kidul Kecamatan
Pedurungan tentang gangguan jiwa.
Pengetahun masyarakat di RW 08 Kelurahan Muktiharjo Kidul Kecamatan
Pedurungan Kota Semarag tergambar dalam 7 tema yaitu : gangguan
psikologi, sosial budaya, gangguan pikir, masalah ekonomi, hubungan
dalam keluarga, halusinasi, dan diam. Ketujuh tema akan diuraikan
dibawah ini.
a. Tema gangguan psikologi
Berdasarkan penelitian hasil wawancara pada masyarakat di RW 08
Kelurahan Muktiharjo Kidul Kecamatan Pedurungan Kota Semarang
tentang gangguan psikologi ditemukan 3 partisipan yang
mengemukakan gangguan psikologi.
Dalam penelitian ini partisipan yang tinggal disekitar penderita
gangguan jiwa menilai bahwa gangguan psikologi pada gangguan jiwa
didasarkan pada penilaian partisipan pada keadaan tertekan, terkekang
hingga menimbulkan stres. Seperti yang diungkapkan partisipan berikut
ini :
P1 : Setahu saya gangguan jiwa banyaknya masalah jadikepikiran..
P2 : Gangguan jiwa itu seperti orang yang terlalu terkengkang..tekanan dari orang tua jadi stres.. dia dirumah sendiri jadimudah dirasuki
P4 : Tertekan mungkin karena ekonomi, keluarga yang tidakharmonis
40
Sesuai dengan teori menyebutkan bahwa stres dapat timbul dari awal
mula tubuh mampu menyesuaikan diri. Kebutuhan dan dorongan
seseorang merupakan dua faktor yang mempengaruhi perilaku manusia.
Manusia mampu dan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya maka
diperlukan dorongan. Makin besar keterlibatan manusia dalam suatu
usaha maka semakin besar pula dorongannya. Akan tetapi tidak jarang
dengan susah payah untuk mencapai tujuan sering ada penghalang,
kesukaran yang menuntut untuk mampu menyesuaikan diri yang
mampu menimbulkan stres. Jadi stres adalah segala masalah atau
tuntutan penyesuaian diri dan karena itu ssuatu yang menganggu
keseimbangan, bila tidak mampu mengatasinya dengan baik, maka akan
timbul gangguan badan atau gangguan jiwa (Maslow dalam Maramis,
1990).
Stres yang dipersepsikan masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa
karena penderita tidak mampu mengatasi segala masalah yang timbul
dalam dirinya. Sehingga segala tingkah laku penderita gangguan jiwa
dapat bermula dari stres ini. Masyarakat menganggap penderita
gangguan jiwa stres karena tekanan dan kekangan sehingga gejala yang
ditimbulkan oleh fisik maupun badaniah yang dirasakan oleh
masyarakat. Manusia itu bereaksi secara holistik dimana seluruh
manusia itu terlibat dalam timbulnya stres ini hingga menyebabkan
pikiran yang terganggu.
b. Sosial budaya
Berdasarkan penelitian hasil wawancara pada masyarakat di RW 08
Kelurahan Muktiharjo Kidul Kecamatan Pedurungan Semarang tentang
sosial budaya ini ditemukan 1 partisipan yang mengemukakan sosial
budaya. Seperti yang diungkapkan partisipan sebagai berikut:
P2 : ..dia dirumah sendiri jadi mudah dirasuki
41
Dalam penelitian ini masyarakat di RW 08 Kelurahan Muktiharjo Kidul
Kecamatan Pedurungan Semarang ada yang mempersepsikan bahwa
gangguan jiwa itu merupakan kerasukan mahkluk halus. Gangguan
jiwa merupakan suatu kondisi yang mengalami gangguan pada
kesehatan psikologis seseorang sehingga mempengaruhi perilaku
seseorang dalam bertindak dan berpikir. Penyebabnya dapat disebabkan
oleh faktor internal seperti fisik, kepribadian, psikologis, genetik.
Sedangkan faktor eksternal seperti lingkungan, sosial budaya,
pendidikan, agama.
Stigma di Indonesia dapat dijumpai seperti pada orang Jawa yang
percaya bahwa psikosis (gangguan jiwa berat) dapat disebabkan oleh
hal-hal sebagai berikut: 1) pengaruh setan atau kekuatan supranatural
lainnya; 2) mencoba 'ilmu' yang belum sempurna dikuasai; 3) korban
ilmu hitam; 4) hukum karma; 5) tidak melakukan ruwatan; 6)
melanggar pantangan; dan 7) ketularan penderita psikosis lain (Mubin,
2008). Menurut Idwar (2009) bahwa masyarakat mempersepsikan
gangguan jiwa terjadi karena guna-guna. Persepsi yang timbul di
masyarakat disebabkan oleh gejala-gejala yang dianggap aneh dan
berbeda dengan orang normal. Adanya persepsi ini juga berkaitan
dengan faktor tradisi atau kebudayaan dalam masyarakat yang masih
percaya takhayul dan tindakan-tindakan irrasional warisan nenek
moyang. Selain itu, persepsi tersebut muncul karena penyebab
gangguan jiwa itu sendiri dirasa sulit ditemukan. Bahkan, para ahli jiwa
masih sering berdebat tentang etiologi gangguan jiwa (Mubin, 2008).
c. Gangguan pikir
Berdasarkan penelitian hasil wawancara pada masyarakat di RW 08
Kelurahan Muktiharjo Kidul Kecamatan Pedurungan Kota Semarang
tentang gangguan pikir ditemukan 2 partisipan yang mengemukakan
gangguan pikir.
42
Dalam penelitian ini partisipan yang tinggal disekitar penderita
gangguan jiwa menilai bahwa gangguan jiwa merupakan gangguan
dalam berpikir, pemikiranya yang tidak stabil sehingga tidak
nyambung ketika diajak berbicara. Seperti yang diungkapkan partisipan
berikut ini:
Gangguan pikir erat kaitannya dengan fungsi otak, karena kemampuan
pasien untuk berpikir akan dipengaruhi oleh keadaan otak. Respon
kognitif maladaptif meliputi ketidakmampuan untuk membuat
keputusan, kerusakan memori dan penilaian, disorientasi, salah
persepsi, penurunan rentang perhatian, dan kesulitan berfikir logis.
Respon tersebut dapat terjadi secara episodik atau terjadi terus-menerus.
Suatu kondisi dapat reversibel atau ditandai dengan penurunan fungsi
secara progresif tergantung stressor (Stuart, 2006).
d. Masalah ekonomi
Berdasarkan penelitian hasil wawancara pada masyarakat di RW 08
Kelurahan Muktiharjo Kidul Kecamatan Pedurungan Kota Semarang
tentang masalah ekonomi ditemukan 3 partisipan yang mengemukakan
masalah ekonomi.
Dalam penelitian ini partisipan yang tinggal disekitar penderita
gangguan jiwa menilai bahwa karena banyak masalah salah satunya
ekonomi menyebabkan gangguan jiwa. Kebutuhan seseorang yang
tinggi dalam kehidupan sehari-hari tidak diimbangi dengan pendapatan
yang cukup dapat mengakibatkan tekanan dalam masalah ekonomi.
P3 : Perilaku seseorang yang diluar pikiran..
P4 : orang yang tidak stabil pemikirannya, pikirannya terganggu..
43
Penilaian ini didasarkan pada tekanan ekonomi yang sesuai dengan
pernyataan partisipan sebagai berikut:
Salah satu penyebab gangguan jiwa masalah ekonomi. Status ekonomi
rendah sangat mempengaruhi kehidupan seseorang. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Erlina dkk. (2010) yang menunjukkan bahwa
kelompok ekonomi rendah kemungkinan mempunyai risiko 7,48 kali
lebih besar mengalami kejadian Schizoprenia dibandingkan kelompok
ekonomi tinggi. Menurut Werner et al (2007 dalam Erlina dkk 2010)
yang melakukan penelitian di Israel mengatakan orang yang dilahirkan
mempunyai orangtua yang berstatus sosial ekonomi rendah dan di
daerah miskin berhubungan dengan peningkatan risiko Schizoprenia.
Graham (1989 dalam Erlina dkk 2010) menyatakan bahwa keluarga
adalah faktor perantara yang paling penting. Ketika kehidupan keluarga
dipengaruhi oleh penyebab lingkungan (rumah yang kecil, tidak adanya
waktu dan rasa aman) maka hal ini merupakan beban bagi orangtua
yang akibatnya akan mempengaruhi kesehatan anak. Kemiskinan
ditandai dengan oleh sedikitnya dukungan, sedikitnya keselamatan,
tidak adanya ruang sehingga terlalu sesak, tidak adanya kebebasan
pribadi, ketidakpastian dalam masalah ekonomi yang akhirnya mungkin
menimbulkan risiko kesehatan bagi keluarga.
P1 : Karena banyak masalah.. Contoh dalam rumah tanggakurang uang bisa menyebabkan gangguan jiwa
P3 : Gangguan jiwa itu bisa dari stres terhadap masalahnya,ekonomi juga bisa mbak,
P4 : Ekonomi, keluarga yang tertekan ekonomi jadi gak harmonissehingga tertekan dengan masalahnya..
44
e. Hubungan dalam keluarga
Berdasarkan penelitian hasil wawancara pada masyarakat di RW 08
Kelurahan Muktiharjo Kidul Kecamatan Pedurungan Kota Semarang
tentang hubungan dalam keluarga ditemukan 2 partisipan yang
mengemukakan hubungan dalam keluarga merupakan penyebab
gangguan jiwa.
Dalam penelitian ini partisipan yang tinggal disekitar penderita
gangguan jiwa menilai bahwa penyebab gangguan jiwa itu hubungan
dalam keluarga. Kurang kasih sayang dan kekecewaan anak terhadap
orang tuanya dalam memperlakukan anak. Sesuai yang dingkapkan
partisipan sebagai berikut:
Menurut hasil penelitian (Amelia&Anwar, 2013) bahwa hubungan
dalam keluarga yang tidak harmonis serta perlakuan keluarga yang
kurang baik menyebabkan pasien mengalami kekambuhan. Menurut
Tomb (2004 dalam Amelia&Anwar) bahwa kekacauan dan dinamika
dalam keluarga memegang peranan penting dalam menimulkan relaps
dan mempertahankan remisi. Pasien yang paling beresiko adalah
penderita yang berasal dari keluarga dengan suasana penuh
permusuhan, keluarga yang memperlihatkan kecemasan yang
berlebihan, terlalu protektif terhadap pasien atau pasien yang sering
dikekang oleh keluarganya.
P2 : Karena kekangan orang tua, mungkin orang tua terlalumengekang jadi gak boleh begini begitu sehingga jadikepikiran..
P3 : ...kekecewaan terhadap percintaan seperti cintanya ditolak..keluarga mbak seperti kurang kasih sayang dari orang tua..tapi yang diserang itu keluarganya sendiri mungkin dia kecewasama keluarganya
45
f. Halusinasi
Berdasarkan penelitian hasil wawancara pada masyarakat di RW 08
Kelurahan Muktiharjo Kidul Kecamatan Pedurungan Semarang tentang
halusinasi ditemukan 4 partisipan yang mengemukakan halusinasi
merupakan tanda dan gejala penderita gangguan jiwa.
Dalam penelitian ini partisipan yang tinggal disekitar penderita
gangguan jiwa menilai bahwa halusinasi merupakan tanda dan gejala
gangguan jiwa. Penilaian ini didasarkan pada gejala positif yang
meliputi ngomong sendiri, marah, melamun, mengkhayal, senyum
sendiri, linglung dan perilaku aneh. Seperti pernyataan partisipan
sebagai berikut:
Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi
yang tidak terjadi dalam realitas (Videbeck, 2008). Karakteristik
perilaku yang dapat ditunjukkan klien dengan kondisi halusinasi berupa
: berbicara, senyum dan tertawa sendiri, pembicaraan kacau dan kadang
tidak masuk akal, tidak dapat membedakan hal nyata dan tidak nyata,
menarik diri dan menghindar dari orang lain, disorientasi, perasaan
curiga, takut, gelisah, bingung, ekspresi wajah tegang dan mudah
tersinggung, menunjukkan perilaku merusak (diri sendiri, orang lain
dan lingkungan) (Townsend, 1998).
Halusinasi merupakan salah satu gejala positif pada pasien skizofrenia
yang dapat terjadi pada sistem pengindraan dimana terjadi pada saat
kesadaran individu itu penuh dan baik, maksudnya rangsangan tersebut
P1 : Ngomong dengan sendirinya,. senyum-senyum sendiri
P2 : ..ngomong sendiri, kadang-kadang marah kalo marahsampai mecah kaca
P3 : .. linglung, perilakunya yang aneh-aneh
P4 : .. menghayal
46
terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari dalam
diri individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang
tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan
(Nasution,2003). Menurut penelitian Boro (2008) bahwa tanda dan gejala
yang ditimbulkan penderita halusinasi adalah suka bicara sendiri, tertawa
sendiri, kadang marah-marah, disuruh membanting barang dan jalan-jalan.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan partisipan bahwa tanda dan gejala
penderita gangguan jiwa yaitu ngomong sendiri, marah, melamun,
senyum sendiri, linglung dan perilaku aneh.
g. Diam
Berdasarkan penelitian hasil wawancara pada masyarakat di RW 08
Kelurahan Muktiharjo Kidul Kecamatan Pedurungan Kota Semarang
tentang diam ditemukan 3 partisipan yang mengemukakan diam
merupakan tanda dan gejala penderita gangguan jiwa.
Dalam penelitian ini partisipan yang tinggal disekitar penderita
gangguan jiwa menilai bahwa diam merupakan tanda dan gejala
gangguan jiwa. Penilaian partisipan tentang gejala negatif ini meliputi
diam, melamun, sering sendiri, pandangan yang kosong. Sebab
kebanyakan dimasyarakat orang yang menderita gangguan jiwa terlihat
diam, tidak mau berkomunikasi atau bersosialisasi. Gejala negatif
seringkali tidak disadari atau kurang diperhatikan oleh pihak keluarga
dan masyarakat karena dianggap tidak mengganggu sehingga
penanganan terhadap penderita gangguan jiwa terlambat. Hal ini sesuai
dengan pernyataan partisipan sebagai berikut:
P2 : duduk diam..
P3 : Pandangan kosong..
P4 : Melamun, sering sendiri,.
47
Kejadian yang seringkali di masyarakat hingga saat ini adalah adanya
keterlambatan dalam pengenalan masalah kesehatan jiwa dan
keterlambatan dalam membawa pasien gangguan jiwa berobat ke
fasilitas kesehatan. Kebanyakan tidak disadari oleh masyarakat itu
sendiri. Masyarakat akan datang meminta pertolongan kepada petugas
kesehatan atau orang lain bila dalam dirinya terjadi adanya gangguan
fisik, sedangkan bila masyarakat mengalami gangguan jiwa, yang
bersifat ringan biasanya dianggap kejadian normal sedangkan yang
sudah berat biasanya ditutupi dan mencari pengobatan alternatif dan
tidak perlu mencari pertolongan kepada petugas kesehatan maupun
orang. Sikap masyarakat kita yang mengucilkan serta
mendiskriminasikan penderita gangguan jiwa dan juga budaya kita yang
merasa malu bila anggota keluarga kita mengalami gangguan kesehatan
jiwa turut memperparah upaya peningkatan kesehatan jiwa. Oleh karena
itu masyarakat perlu diberdayakan melalui berbagai cara untuk
membantu dan berperan aktif dalam pencegahan dan penaggulangan
masalah kesehatan jiwa (Dirjen Bina Kesmas, 2005).
Berdasarkan tujuh tema diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan
masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa didapatkan tujuh tema
yaitu gangguan psikologi, sosial budaya, gangguan pikir, masalah
ekonomi, hubungan dalam keluarga, halusinasi dan diam. Pengetahuan
masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa bahwa gangguan jiwa itu
gangguan psikologi, gangguan pikir yang dipengaruhi oleh sosial
budaya yang disebabkan oleh masalah ekonomi, hubungan dalam
keluarga yang ditandai dengan halusinasi dan diam. Ketujuh tema
tersebut merupakan gangguan psikologi negatif yang ada pada penderita
gangguan jiwa.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa 3 dari 4 partisipan
mempunyai pengetahuan terhadap penderita gangguan jiwa sudah baik
48
dan sesuai dengan teori Yosep (2007) bahwa gangguan jiwa adalah
gangguan cara berpikir (Cognitif), kemauan (Volition), emosi
(affective), tindakan (psychomotor). Gangguan jiwa merupakan
kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang
berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan
tersebut dibagi ke dalam dua golongan yaitu : gangguan jiwa (neurosa)
dan sakit jiwa (psikosa). Keabnormalan terlihat dalam berbagai macam
gejala yang terpenting diantaranya adalah: ketegangan (tension), rasa
putus asa dan murung, gelisah, cemas, perbuatan-perbuatan yang
terpaksa (convulsive), hysteria, rasa lemah, tidak mampu mencapai
tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk.
2. Sikap masyarakat di RW 08 Kelurahan Muktiharjo Kidul
Kecamatan Pedurungan Kota Semarang terhadap penderita
gangguan jiwa.
Sikap masyarakat di RW 08 Kelurahan Muktiharjo Kidul Kecamatan
Pedurungan tergambar dalam 4 tema yaitu menerima, simpati, takut,
kesabaran. Keempat tema akan diuraikan dibawah ini:
a. Menerima
Berdasarkan penelitian hasil wawancara pada masyarakat di RW
08 Kelurahan Muktiharjo Kidul Kecamatan Pedurungan Kota
Semarang tentang menerima ditemukan 4 partisipan yang
mengemukakan menerima merupakan sikap masyarakat terhadap
penderita gangguan jiwa. Penerimaan masyarakat terhadap penderita
gangguan jiwa meliputi menerima, membiarkan, dan diam. Seperti
yang diungkapkan partisipan sebagai berikut:
49
Partisipan menganggap bahwa orang yang menderita gagguan jiwa
adalah orang yang sedang sakit batin dan tertekan maka kita perlu
untuk bersikap arif dan mengusahakan kesembuhannya dengan jalan
memeriksakan kerumah sakit jiwa yang dapat menangani penyakit
tersebut.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ada masyarakat yang sudah
tahu bagaimana harus bersikap terhadap penderita gangguan jiwa,
hal ini dikaitkan dengan pendapat Notoatmodjo (2007) menyatakan
bahwa sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Allport
(1954) dalam Notoatmodjo (2007) juga menjelaskan bahwa sikap itu
mempunyai tiga komponen pokok yaitu kepercayaan (keyakinan),
ide dan konsep terhadap suatu obyek, kehidupan emosional evaluasi
terhadap suatu obyek, dan kecenderungan untuk bertindak.
Sikap merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara
tertentu terhadap objek sikap. Sikap menentukan apakah seseorang
akan pro atau kontra terhadap sesuatu; menentukan apa yang disukai,
diharapkan dan diinginkan; mengesampingkan apa yang tidak
P1 : Ya menerima keberadaannya mbak, wong gangguan jiwajuga manusia
P2 : ..terus tak marahin mbak, kok kamu gak kasihan toh mbakma mbahe.. tetangga pada datang mbak nolonginmbahnya sama nyadarin mbak N..
P3 : Kalau menurut saya selama tidak mengganggu biarin sajaya mbak.
P4 : Ya diam aja mbak, dibiarin selama tidak mengganggu tapikalau sudah mengganggu dan membahayakan orang lainya di tangkap di bawa kerumahnya dan keluarganyamembawa kerumah sakit jiwa..
50
diinginkan, apa yang harus dihindari. Dalam hal ini masyarakat
berarti mengetahui bahwa penyakit jiwa merupakan penyakit batin
sehingga masyarakat berperilaku menerima bahkan berusaha
membantu kesembuhan seorang yang menderita gangguan jiwa
dengan bersikap arif dan tidak mengucilkan sang penderita gangguan
jiwa.
b. Simpati
Berdasarkan penelitian hasil wawancara pada masyarakat di
Kelurahan Muktiharjo Kidul Kecamatan Pedurungan Semarang
tentang kasian ditemukan 3 partisipan yang mengemukakan kasian
terhadap penderita gangguan jiwa. Seperti yang diungkapkan
partisipan sebagai berikut:
Rasa kasian masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa karena
masyarakat empati dan simpati pada penderita gngguan jiwa
bagaimana orang gangguan jiwa bisa sembuh dan pulih kembali.
Namun keterbatasan masyarakat dalam menangani penderita
gangguan jiwa maka masyarakat hanya bisa merasa kasian.
Simpati dapat dirumuskan sebagai perasaan tertariknya seseorang
terhadap orang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi
berdasarkan penilaian perasaaan sebagaimana proses identifikasi. Orang
tiba–tiba merasa dirinya tertarik kepada orang lain seakan–akan dengan
sendirinya, dan tertariknya itu bukan karena salah satu ciri tertentu
P1 : Kasihan mbak, kok bisa kayak gitu
P2 : Kasian mbak, orang tuanya sudah berusaha terusmenyembuhkan mbak N sampai kemana-mana mbak, dirumah sakit, di alternatif, sampai harta orang tuanya habisuntuk berobat mbak N
P4 : kita kasian malah mbak sama keluarga dan mbaknya, koknasibnya seperti itu gitu
51
melainkan karena keseluruhan cara bertingkah laku orang
tersebut.Timbulnya simpati itu merupakan proses yang sadar bagi diri
manusia yang merasa simpati terhadap orang lain. Simpati
menghubungkan seseorang dengan orang lain (Gerungan 2004).
c. Takut
Berdasarkan penelitian hasil wawancara pada masyarakat di RW 08
Kelurahan Muktiharjo Kidul Kecamatan Pedurungan Kota Semarang
tentang takut ditemukan 1 partisipan yang mengemukakan takut
terhadap penderita gangguan jiwa. Ketakutan masyarakat terhadap
penderita gangguan jiwa dikarenakan takut menjadi sasaran amukan
penderita gangguan jiwa. Seperti yang diungkapkan partisipan
sebagai berikut:
Takut merupakan emosi yang timbul terhadap suatu bahaya. Takut
adalah perasaan yang mendorong individu untuk menjauhi sesuatu
dan sedapat mungkin menghindari kontak dengan hal itu
(Wade&Travis, 2008). Masyarakat takut kepada pasien dengan
gangguan jiwa karena adanya kekhawatiran terhadap perilaku pasien
dengan gangguan jiwa, salah satunya adalah perilaku mengamuk.
Namun ada juga keluarga yang menyatakan apabila memiliki anggota
keluarga dengan gangguan jiwa akan segera membawa keluarganya ke
rumah sakit jiwa agar penyakitnya tidak bertambah parah (Kusumawati
dkk, 2012).
d. Kesabaran
Berdasarkan penelitian hasil wawancara pada masyarakat di RW 08
Kelurahan Muktiharjo Kidul Kecamatan Pedurungan Kota Semarang
P3 : Biasa mbak, lihat-lihat orangnya juga kalau orange biasa yabiasa tapi kalau orange gak bisa diajak komunikasi lebih baikdiam dan menjauh takute kalau nanti marah-marah terusngamuk kita jadi sasaran
52
tentang kesabaran ditemukan 3 partisipan yang mengemukakan
bahwa dengan kesabaran penderita gangguan jiwa dapat
disembuhkan. Kesabaran masyarakat terhadap penderita gangguan
jiwa dalam membantu menyembuhkan penderita gangguan jiwa
meliputi kesabaran, ketelatenan dan komunikasi. Seperti yang
diungkapkan partisipan sebagai berikut:
Masyarakat berpendapat bahwa dengan dengan seringnya mengajak
komunikasi dan sabar merawat penderita gangguan jiwa maka akan
membantu menyembuhkan penderita sehingga tidak bertambah
parahnya penderita gangguan jiwa. Seseorang yang telaten atau
disiplin dalam merawat penderita gangguan jiwa akan menimbulkan
pulihnya kesehatan jiwa pada penderita sehingga banyak masyarakat
yang sudah menyadari bahwa gangguan jiwa bukan yang
membahayakan namun harus dibantu untuk memulihkan kesehatan
jiwanya dengan cara yang sederhana seperti mengajak berbicara atau
sharing kemauan merawat agar tidak kambuh lagi.
Selain itu disarankan untuk terapi religius yang ternyata membawa
manfaat. Kegiatan terapi keagamaan seperti sembahyang, berdoa,
P1 : Bisa, dengan cara diberitahu yang baik-baik, jangandiberitahu yang buruk-buruk biar tidak kepikiran terhadapucapan
P2 : Insyaallah bisa mbak, dengan kesabaran orang tua untukberkomuikasi sedikit demi sedikit itu bisa mbak. Pokoknyasering-sering diajak komunikasi mbak
P3 : Mungkin bisa ya mbak, asalkan telaten merawatnya,diterapi secara teratur mungkin bisa dengan bantuanorang-orang terdekatnya
P4 : Saya kira bisa ya mbak dengan ketelatenan, kesabaran kitaya mbak untuk menyembuhkan dia, bagaimana merawat diasaya rasa bisa sembuh mbak
53
menajatkan puji-pujian kepada tuhan. Pemahaman dan penafsiran
yang salah terhadap agama dapat mencetuskan terjadinya gangguan
jiwa yang dapat diamati dengan gejala-gejala waham atau jalan
pikiran yang patologis dengan pola sentral keagamaan. Dengan
terapi psikoreligius ini gejala patologis dengan pola sentral
keagamaan tadi dapat diluruskan, dengan demikian keyakinan atau
keimanan penderita dapat dipulihkan kembali dijalan yang benar. Di
dalam ajaran islam adanya penykit itu dianggap sebagai suatu
cobaan dan ujian keimanan seseorang, oleh karenanya orang harus
bersabar dan tidak boleh berputus asa berusaha untuk berdoa
memohon pertolongan allah (Hawari, 2001).
Berdasarkan empat tema diatas dapat disimpulkan bahwa sikap
masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa didapatkan empat
tema yaitu menerima, simpati, takut dan kesabaran. Sikap yang
diberikan masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa dengan
menerima penderita gangguan jiwa. Perasaan yang ditimbulkan
masyarakat yaitu simpati dan takut. Penderita gangguan jiwa dapat
disembuhkan dengan kesabaran dalam merawat penderita gangguan
jiwa. Dari empat tema tersebut sikap positif yang ditunjukkan
masyarakat yaitu simpati, menerima, kesabaran menyembuhkan
penderita gangguan jiwa. Sedangkan yang negatif ditunjukan
masyarakat dengan perasaan takut terhadap penderita gangguan jiwa.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa 3 dari 4
partisipan bersikap baik terhadap penderita gangguan jiwa dengan
menerima keberadaannya yang ditunjukan dengan menerima,
simpati, dan sabar merawatnya. Namun ada partisipan yang takut
terhadap keberadaan penderita gangguan jiwa. Hal ini sesuai dengan
teori bahwa sikap adalah adalah sikap respon tertutup seseorang
terhadap stimulus atau obyek tertentu, yang sudah melibatkan faktor
54
pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-
tidak setuju, baik-tidak baik) (Notoatmodjo, 2005). Menurut
Campbel (1950 dalam Notoatmodjo, 2005) bahwa sikap itu suatu
sindroma atau kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek,
sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan
gejala kejiwaan yang lain.
3. Tindakan masyarakat di RW 08 Kelurahan Muktiharjo Kidul
Kecamatan Pedurunga Kota Semarang terhadap penderita
gangguan jiwa.
Tindakan masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa tergambar
dalam 3 tema yaitu saran, perhatian dan menghindar. Ketiga tema
akan diuraikan dibawah ini:
a. Saran
Berdasarkan penelitian hasil wawancara pada masyarakat di RW 08
Kelurahan Muktiharjo Kidul Kecamatan Pedurungan Kota
Semarang tentang saran ditemukan 3 partisipan yang
mengemukakan saran merupakan. Saran masyarakat terhadap
penderita gangguan jiwa meliputi dibawa kerumah sakit dan
menjenguk. Dengan memberikan saran untuk dibawa kerumah
sakit maka penderita ganguan jiwa akan mendapat perawatan yang
lebih intensif sehingga penderita gangguan jiwa dapat sembuh dan
bisa beraktifitas dilingkungan masyarakat. Hal ini sesuai yang
diungkapkan partisipan sebagai berikut:
P1 : Ya paling di kasih tahu lewat omongan memberitahu yangbaik-baik biar dia rileks, selain itu dibawa ke rumahsakit tapi yang membawa keluarga mbak, kita tetanggakadang kasian ikut membawa juga
P3 : ..kalau sudah mengganggu ya minta orang terdekatnyaatau keluarganya dibawa kerumah sakit atau di terapi.Selama tidak mengganggu gak papa mbak
P4 : Ya paling kita tengok ke rumahnya kalau dia sudahkeluar dari rumah sakit mbak, ya kita bilangin yang baik-baik mbak, diajak komunikasi responya juga baik
55
Masyarakat juga mempunyai peran penting dalam penanganan
penderita gangguan jiwa, yang paling penting persepsi yang harus
dipahami masyarakat adalah penderita gangguan jiwa merupakan
manusia biasa seperti halnya penderita penyakit lain adalah
manusia biasa yang menghadapi masalah dan memerlukan
bantuan (Juliansyah, 2010).
Penanganan gangguan jiwa harus dilakukan dengan tepat dan
tepat serta terencana. Salah satu titik penting untuk memulai
pengobatan adalah keberanian masyarakat dan keluarga untuk
menerima kenyataan. Mereka juga harus menyadari bahwa
gangguan jiwa itu memerlukan pengobatan sehingga tidak perlu
dihubungkan kepercayaan yang macam-macam. Terapi bagi
penderita gangguan jiwa bukan hanya pemberian obat dan
rehabilitasi medik, namun diperlukan peran keluarga dan
masyarakat dibutuhkan guna resosialisasi dan pencegahan
kekambuhan. Bentuk terapi dalam penangan gangguan jiwa
antara lain: psikofarma, psikoterapi, psikoreligius, psikososial,
dan rehabilitasi (Sasanto, 2005).
b. Perhatian
Berdasarkan penelitian hasil wawancara pada masyarakat di RW 08
Kelurahan Muktiharjo Kidul Kecamatan Pedurungan Kota
Semarang tentang perhatian ditemukan 1 partisipan yang
mengemukakan bahwa dengan memberikan perhatian kepada
penderita ganguan jiwa maka kemungkinan kecil untuk kambuh.
Perhatian yang diberikan seperti kasih sayang, diajak
komunkasi. Seperti yang diungkapkan partisipan sebagai berikut:
P1 : Memberikan nasihat dengan cara memberikan kasihsayang, diajak komunikasi
56
Dukungan yang dimiliki oleh seseorang dapat mencegah
berkembangnya masalah akibat tekanan yang dihadapi. Seseorang
dengan dukungan yang tinggi akan lebih berhasil menghadapi dan
mengatasi masalahnya dibanding dengan yang tidak memiliki
dukungan. Penderita gangguan jiwa yang ketidakmampuannya
melakukan fungsi sosial tentunya sangat memerlukan adanya
dukungan untuk menjadi individu yang lebih kuat dan menghargai diri
sendiri sehingga dapat mencapai taraf kesembuhan yang lebih baik
dan meningkatkan keberfungsian sosialnya. Tanpa adanya dukungan
pasien akan sulit sembuh, mengalami perburukan dan sulit untuk
bersosialisasi dalam lingkungan yang penuh dengan tekanan (Ambari,
2010).
Mengingat penderita gangguan jiwa tidak bisa dibiarkan begitu saja
tanpa perhatian dari masyarakat dan keluarga. Penderita gangguan
jiwa memerlukan dorongan, motivasi dalam menjalankan
aktivitasnya sehingga dapat mengurangi beban pikirannya atau
jiwanya yang sedang mengalami gangguan. Penderita gangguan
jiwa yang mendapat dukungan seperti perhatian, kasih sayang dari
keluarga maupun masyarakat akan merasa dihargai, dicintai,
dirawat sehingga dapat meningkatkan keinginan untuk sembuh dan
memperkecil kekambuhan penderita gangguan jiwa.
c. Mengabaikan
Kategori yang muncul dari tema mengabaikan adalah sebagai
berikut : diam, dan dibiarkan yang ditujukan oleh 2 partisipan.
Partisipan bertindak seperti itu karena takut kalau jadi sasaran
kemarahan penderita gangguan jiwa ketika sedang kambuh. Disisi
lain partisipan melakukan pembiaran kepada penderita gangguan
jiwa karena sudah lama dan sudah terbiasa terhadap keberadaaan
57
penderita gangguan jiwa. Hal ini seperti yang diungkapkan
partisipan sebagai berikut:
Menurut Suarni (2013) Banyak orang yang menganggap atau
berpikir negatif terhadap orang yang mengidap gangguan jiwa.
Mereka menganggap bahwa gangguan jiwa itu menakutkan.
Adanya pikiran negatif terhadap penderita gangguan jiwa sehingga
masyarakat mengabaikan keberadaan penderita gangguan jiwa,
bahkan menjauhi. Padahal orang yang memiliki gangguan jiwa
juga memiliki akal dan hidup normal, sebelum mereka akhirnya
terkena gangguan jiwa. Menurut penelitian Nimah (2009) bahwa
pendapat masyarakat tentang gangguan jiwa adalah gangguan
perilaku dan mudah tersinggung, dengan sikap pasrah, menerima
dan menolak dengan perilaku pembiaran dan berusaha menghindar
kepada penderita gangguan jiwa.
Tindakan masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa didapatkan
tiga tema yaitu saran, perhatian dan mengabaikan. Peran
masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa dengan memberikan
saran kepada keluarga untuk dibawa kerumah sakit, ketika
penderita gangguan jiwa mengalami kekambuhan yang dilakukan
masyarakat memberikan perhatian, namun ada pula yang
mengabaikan. Tindakan masyarakat yang positif pada gangguan
jiwa dengan memberikan saran dan perhatian kepada penderita
gangguan jiwa sehingga penderita tidak mengalami kekambuhan.
P2 : Diam aja mbak, tapi kalau pas saya lihat dia dudukdidepan rumah sendirian senyum-senyum sendiri ya taksapa mbak, dia hanya senyum aja mbak.
P4 : Kalau dia kumat gak ada yang berani mendekat mbak takutkalau diamuk, dia kalau kumat marah-marah mbak, ya kitabiarin aja mbak, karena sudah tahu seperti itu ya kitanyadari aja mbak
58
Sedangkan tindakan yang negatif dengan mengabaikan penderita
gangguan jiwa.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tindakan
masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa baik sesuai dengan
teori bahwa tindakan merupakan suatu perbuatan nyata yang dapat
diamati atau dilihat. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam
bentuk tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap
menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau
suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas
(Notoatmodjo, 2007). Seperti dalam penelitian ini bahwa
masyarakat menyarankan dibawa kerumah sakit dan menjenguk
penderita gangguan jiwa ketika sudah pulang dari rumah sakit
dengan memberikan perhatian kepada penderita gangguan jiwa.
Mengingat penderita gangguan jiwa tidak bisa dibiarkan begitu saja
tanpa perhatian dari masyarakat dan keluarga. Penderita gangguan
jiwa memerlukan dorongan, motivasi dalam menjalankan
aktivitasnya sehingga dapat mengurangi beban pikirannya atau
jiwanya yang sedang mengalami gangguan. Penderita gangguan
jiwa yang mendapat dukungan seperti perhatian, kasih sayang dari
keluarga maupun masyarakat akan merasa dihargai, dicintai,
dirawat sehingga dapat meningkatkan keinginan untuk sembuh dan
memperkecil kekambuhan penderita gangguan jiwa.
59
C. Keterbatasan Penelitian
1. Pemilihan partisipan mengalami kesulitan. Karena masyarakat di RW 08
Kelurahan Muktiharjo Kidul terutama yang tinggal disekitar penderita
gangguan jiwa banyak yang bekerja dan ada yang menolak menjadi
partisipan. Penolakan tersebut karena kurang mampu memberikan
tanggapan kepada peneliti.
2. Setting lingkungan pada saat wawancara terhadap masing-masing
partisipan tidak peneliti menjabarkan karena keterbatasan waktu
penelitian.
3. Kemampuan peneliti dalam melakukan wawancara mendalam dan catatan
lapangan yang belum maksimal. Peneliti merasa perlu untuk melatih diri
dalam memperlancar wawancara mendalam. Melatih diri dan menambah
pengalaman menjadi sangat penting untuk mampu menggali pengalaman
mendalam informan.