BAB IV Hasil Dan Pembahasan

22
HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Emulsifikasi Minuman Emulsi Minyak Sawit Merah Proses emulsifikasi minuman emulsi minyak sawit merah dilakukan dengan perlakuan proses homogenisasi dan proses pasteurisasi 1. Proses Homogenisasi Homogenisasi merupakan proses mengubah dua cairan yang sifatnya immisible (tidak bercampur) menjadi sebuah emulsi. Prinsip kerja homogenizer rotor stator adalah mengecilkan ukuran partikel emulsi dengan menggerus dan memotong partikel emulsi yang besar dengan rotor (bergerak) dan stator (diam) menjadi partikel yang lebih kecil. Emulsi akan tertarik oleh dorongan pusaran rotor stator kemudian masuk kedalam batang rotor stator. Emulsi kemudian didorong keluar oleh pemotong partikel (rotor) homogenizer setelah penggerusan (shear force). Frekuensi droplet masuk kedalam rotor stator homogenizer sejalan dengan lamanya homogenisasi. Proses pengecilan ukuran partikel pada homogenizer rotor stator dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 Proses pengecilan ukuran partikel pada homogenizer rotor stator Efektifitas pengurangan ukuran partikel oleh homogenizer rotor stator dapat dipengaruhi oleh jumlah bahan yang dihomogenisasi, waktu homogenisasi dan kecepatan putaran homogenisasi. Semakin banyak bahan yang dihomogenisasi maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mencampurkan kedua fasa bahan. Semakin lama waktu homogenisasi maka semakin banyak aliran cairan yang masuk menuju rotor stator untuk pengecilan ukuran partikel.

description

jj

Transcript of BAB IV Hasil Dan Pembahasan

Page 1: BAB IV Hasil Dan Pembahasan

33

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses Emulsifikasi Minuman Emulsi Minyak Sawit Merah

Proses emulsifikasi minuman emulsi minyak sawit merah dilakukan

dengan perlakuan proses homogenisasi dan proses pasteurisasi

1. Proses Homogenisasi

Homogenisasi merupakan proses mengubah dua cairan yang sifatnya

immisible (tidak bercampur) menjadi sebuah emulsi. Prinsip kerja homogenizer

rotor stator adalah mengecilkan ukuran partikel emulsi dengan menggerus dan

memotong partikel emulsi yang besar dengan rotor (bergerak) dan stator (diam)

menjadi partikel yang lebih kecil. Emulsi akan tertarik oleh dorongan pusaran

rotor stator kemudian masuk kedalam batang rotor stator. Emulsi kemudian

didorong keluar oleh pemotong partikel (rotor) homogenizer setelah penggerusan

(shear force). Frekuensi droplet masuk kedalam rotor stator homogenizer sejalan

dengan lamanya homogenisasi. Proses pengecilan ukuran partikel pada

homogenizer rotor stator dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Proses pengecilan ukuran partikel pada homogenizer rotor stator

Efektifitas pengurangan ukuran partikel oleh homogenizer rotor stator

dapat dipengaruhi oleh jumlah bahan yang dihomogenisasi, waktu homogenisasi

dan kecepatan putaran homogenisasi. Semakin banyak bahan yang

dihomogenisasi maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk

mencampurkan kedua fasa bahan. Semakin lama waktu homogenisasi maka

semakin banyak aliran cairan yang masuk menuju rotor stator untuk pengecilan

ukuran partikel.

Page 2: BAB IV Hasil Dan Pembahasan

34

a. Pengaruh Homogenisasi terhadap Stabilitas Emulsi

Homogenisasi didalam teknologi pencampuran, emulsifikasi dan suspensi

dikenal sebagai operasi yang pada dasarnya terdiri dari dua tahap yaitu pertama

pengecilan ukuran droplet pada fase bagian dalam dan kedua yang merupakan

tahap simultan pendistribusian droplet kedalam fase kontinu (Wirakartakusumah

1992).

Kestabilan emulsi merupakan proses pemisahan emulsi yang berjalan

lambat sehingga proses tersebut tidak teramati selama selang waktu yang

diinginkan (Frieberg et al. 1990). Pengaruh perlakuan kecepatan putaran

homogenizer dan waktu homogenisasi terhadap stabilitas emulsi diukur dengan

mengukur kemampuan pembentukan emulsi setelah dilakukan pemanasan dan

sentrifugasi. Pemisahan fase air dari sistim emulsi merupakan indikasi penurunan

stabilitas emulsi. Volume campuran yang masih membentuk emulsi diukur dan

stabilitas emulsi ditetapkan dengan persamaan. Pada Gambar 8 dapat dilihat

hubungan antara kecepatan putaran homogenizer dan waktu homogenisasi

terhadap stabilitas emulsi.

Gambar 8 Hubungan antara kecepatan putaran homogenizer dan waktu homogenisasi terhadap stabilitas emulsi.

Gambar 8 menunjukkan kurva stabilitas emulsi yang dinyatakan dalam %

pada berbagai kecepatan putaran homogenizer dan waktu homogenisasi dengan

menggunakan metode Yasumatsu et al. Gambar ini menunjukkan pada kecepatan

96,09

96,72

97,81

96,56

98,28

98,28

97,03

98,2898,59

94,595

95,596

96,597

97,598

98,599

1 3 4

Stab

ilita

s Em

ulsi

(%)

Waktu (menit)

6000 rpm

8000 rpm

10000 rpm

Page 3: BAB IV Hasil Dan Pembahasan

35

putaran homogenizer 10000 rpm, stabilitas emulsi lebih tinggi dibandingkan

dengan pada kecepatan putaran homogenizer 6000 rpm dan 8000 rpm. Demikian

juga pada waktu homogenisasi 4 menit, stabilitas emulsi lebih tinggi

dibandingkan dengan pada waktu homogenisasi 1 menit dan 3 menit.

Dari Gambar 8 terlihat kecenderungan bahwa stabilitas emulsi akan

semakin besar dengan semakin meningkatnya kecepatan putaran homogenizer

dan waktu homogenisasi. Data perhitungan stabilitas emulsi dapat dilihat pada

Lampiran 1. Berdasarkan uji lanjut

Hal ini dikarenakan kecepatan putaran homogenizer yang semakin besar

dan waktu homogenisasi yang semakin lama akan menghasilkan energi yang

semakin besar untuk membuat pengemulsi lebih mampu menstabilkan droplet air

pada produk emulsi (McClement 2004). Ghannam (2005) juga menjelaskan

bahwa pada kecepatan homogenisasi yang sama, semakin lama waktu

homogenisasi akan menghasilkan emulsi yang lebih stabil.

Duncan, peningkatan kecepatan putaran

homogenizer dan waktu homogenisasi berpegaruh nyata terhadap stabilitas emulsi

(P<0.05)

Menurut Fajariyanto (1987) Stabilitas emulsi dipengaruhi oleh beberapa

faktor yang besarnya bergantung pada komposisi emulsi dan metode pengolahan.

Faktor-faktor internal yang mempengaruhi stabilitas emulsi terdiri dari tipe dan

konsentrasi bahan pengemulsi, jenis dan konsentrasi komponen-komponen fasa

terdispersi dan fase pendispersi, viskositas fasa pendispersi, perbandingan fasa

terdispersi terhadap fasa pendispersi, dan ukuran partikel. Sedangkan faktor-

faktor eksternal yang mempengaruhi stabilitas emulsi terdiri dari pengadukan atau

pengocokan, penguapan dan suhu.

b.Ukuran Droplet Emulsi

Stabilitas emulsi tergantung pada ukuran droplet pada fase terdispersinya.

Ukuran droplet yang semakin kecil menandakan produk emulsi yang semakin

stabil. Ukuran droplet emulsi diukur dengan menggunakan alat Particle Size

Analyzer merk Coulter. Rerata diameter partikel droplet emulsi hasil analisa

dengan particle size analyzer ditunjukkan dengan nilai sauter mean diameter

(SMD; d32). Sauter mean diameter didefinisikan sebagai diameter sebuah bola

Page 4: BAB IV Hasil Dan Pembahasan

36

yang memiliki rasio volume per luas permukaan yang sama seperti partikel yang

diukur.

Distribusi ukuran partikel emulsi pada kecepatan putaran homogenizer

6000 rpm dapat dilihat pada Gambar 9. Dari gambar tersebut dapat diketahui

bahwa pada waktu homogenisasi 1 menit, distribusi ukuran droplet emulsi lebih

banyak terdapat pada ukuran droplet yang besar sedangkan pada lama

homogenisasi 3 menit dan 4 menit diperoleh kurva distribusi ukuran partikel yang

memiliki ukuran lebih kecil dari lama homogenisasi 1 menit.

Pengukuran dengan particle analyzer diperoleh pada waktu homogenisasi

1 menit sebesar 50% volume minyak memiliki diameter ukuran droplet lebih kecil

dari 3,493 µm; pada waktu homogenisasi 3 menit sebesar 50% volume minyak

memiliki diameter ukuran droplet lebih kecil dari 2,864 µm; pada waktu

homogenisasi 4 menit sebesar 50% volume minyak memiliki diameter ukuran

droplet lebih kecil dari 2,589 µm.

Gambar 9 Distribusi ukuran partikel emulsi pada kecepatan putaran homogenizer 6000 rpm

Distribusi ukuran partikel emulsi pada kecepatan putaran homogenizer

8000 rpm dapat dilihat pada Gambar 10. Distribusi ukuran partikel emulsi pada

waktu homogenisasi 1 menit, lebih banyak terdapat pada ukuran droplet yang

besar sedangkan pada waktu homogenisasi 3 menit dan 4 menit diperoleh kurva

0123456789

10

0,1 1 10 100

Vol

ume

%

Diameter Partikel (μm)

1 menit

3 menit

4 menit

Page 5: BAB IV Hasil Dan Pembahasan

37

distribusi ukuran droplet yang memiliki ukuran lebih kecil dari waktu

homogenisasi 1 menit.

Pengukuran dengan particle analyzer diperoleh pada waktu homogenisasi

1 menit sebesar 50% volume minyak memiliki diameter ukuran droplet lebih kecil

dari 2,918 µm; pada waktu homogenisasi 3 menit sebesar 50% volume minyak

memiliki diameter ukuran droplet lebih kecil dari 2,489 µm; pada waktu

homogenisasi 4 menit sebesar 50% volume minyak memiliki diameter ukuran

droplet lebih kecil dari 2,365 µm.

Gambar 10 Distribusi ukuran partikel emulsi pada kecepatan putaran homogenizer 8000 rpm

Distribusi ukuran partikel emulsi pada kecepatan putaran homogenizer

10000 rpm dapat dilihat pada Gambar 11. Pada waktu homogenisasi 1 menit,

distribusi ukuran droplet emulsi lebih banyak terdapat pada ukuran droplet yang

besar sedangkan pada waktu homogenisasi 3 menit dan 4 menit diperoleh kurva

distribusi ukuran droplet yang memiliki ukuran lebih kecil dari waktu

homogenisasi 1 menit.

0123456789

10

0,1 1 10 100

Vol

ume

%

Diameter Partikel (μm)

1 menit

3 menit

4 menit

Page 6: BAB IV Hasil Dan Pembahasan

38

Gambar 11 Distribusi ukuran partikel emulsi pada kecepatan putaran homogenizer 10000 rpm

Pengukuran dengan particle analyzer diperoleh pada waktu homogenisasi

1 menit sebesar 50% volume minyak memiliki diameter ukuran droplet lebih kecil

dari 2,759 µm; pada waktu homogenisasi 3 menit sebesar 50% volume minyak

memiliki diameter ukuran droplet lebih kecil dari 2,220 µm; pada waktu

homogenisasi 4 menit sebesar 50% volume minyak memiliki diameter ukuran

droplet lebih kecil dari 2,239 µm. Data pengukuran particle size analyzer dapat

dilihat pada Lampiran 21.

Pada setiap perlakuan kecepatan putaran homogenizer, terlihat bahwa

semakin lama waktu homogenisasi ukuran diameter partikel emulsi semakin

kecil. Distribusi ukuran globula emulsi pada kecepatan putaran homogenizer 6000

rpm, 8000 rpm dan 10000 rpm dan waktu putaran 4 menit dapat dilihat pada

Gambar 12. Distribusi ukuran pada perlakuan kecepatan putaran 6000 rpm

menunjukkan ukuran diameter partikel emulsinya tersebar pada ukuran yang lebih

besar dibandingkan dengan 8000 rpm dan 10000 rpm. Dari gambar ini

menunjukkan semakin meningkatnya kecepatan putaran homogenizer partikel

emulsi yang dihasilkan semakin kecil.

0123456789

10

0,1 1 10 100

Volu

me

%

Diameter Partikel (μm)

1 menit

3 menit

4 menit

Page 7: BAB IV Hasil Dan Pembahasan

39

Gambar 12 Distribusi ukuran partikel emulsi pada waktu homogenisasi 4 menit

Sauter mean diameter (d32) emulsi pada berbagai kecepatan putaran

homogenizer dan waktu homogenisasi dapat dilihat pada Tabel 10. Gambar 13

menunjukkan kurva rerata diameter partikel emulsi (d32

) pada berbagai kecepatan

putaran homogenizer dan waktu homogenisasi. Gambar 13 terlihat diameter

droplet emulsi pada kecepatan putaran homogenisasi 6000 rpm berukuran lebih

besar dari 8000 rpm dan 10000 rpm. Pada lama homogenisasi 4 menit, ukuran

diameter droplet emulsi lebih kecil dari lama homogenisasi 1 menit dan 3 menit.

Hal ini menunjukkan pada kecepatan putaran homogenizer 10000 dan lama waktu

homogenisasi 4 menit, proses emulsifikasi lebih baik dibandingan dengan

penggunaan kecepatan putaran homogenizer 6000 rpm dan 8000 rpm dan waktu 1

menit dan 3 menit.

Tabel 10 Rerata diameter partikel emulsi (d32

Kecepatan putaran (rpm), waktu homogenisasi

)

d 3,2 (µm)

6000 rpm, 1 menit 3,05 6000 rpm, 3 menit 2,54 6000 rpm, 4 menit 2,36 8000 rpm, 1 menit 2,60 8000 rpm, 3 menit 2,24 8000 rpm, 4 menit 2,15 10000 rpm, 1 menit 2,48 10000 rpm, 3 menit 2,04 10000 rpm, 4 menit 2,04

0123456789

10

0,1 1 10 100

Volu

me

%

Diameter Partikel (µm)

6000 rpm

8000 rpm

10000 rpm

Page 8: BAB IV Hasil Dan Pembahasan

40

Gambar 13 Rerata diameter partikel emulsi (d

32

) pada berbagai kecepatan putaran homogenizer dan waktu homogenisasi

Ukuran diameter droplet emulsi berkisar antara 2,04-3,05µm. Berdasarkan

uji lanjut Duncan yang dapat dilihat pada Lampiran 2 menunjukkan kecepatan

putaran homogenizer dan waktu homogenisasi berpengaruh nyata terhadap

ukuran rata-rata droplet emulsi (P<0.05)

Menurut Muller-Fischer et al. (2006), input energy berpengaruh secara

langsung terdapat ukuran droplet yang terbentuk. Ukuran droplet diduga akan

semakin kecil dengan peningkatan gaya yang diberikan (Hanselmann 1996).

Ukuran droplet emulsi dapat diperkecil dengan meningkatkan jumlah energy yang

disuplai selama proses emulsifikasi, selama masih tersedia emulsifier yang cukup

untuk menyelimuti permukaan droplet yang baru terbentuk.

. Penggunaan kecepatan putar

homogenizer yang semakin tinggi akan menghasilkan gaya geser yang diterima

oleh fluida akan semakin besar, hal ini akan menyebabkan minyak terpecah

menjadi droplet yang semakin kecil

Menurut McClements (2004) beberapa faktor yang mempengaruhi ukuran

droplet yang dihasilkan oleh homogenisasi yaitu tipe emulsi yang digunakan,

suhu, karakter komponen fasa-fasanya, dan masukan energi. Ukuran droplet yang

kecil yang dihasilkan oleh homogenisasi dapat meningkatkan fasa terdispersi.

Sabagai akibatnya viskositas semakin meningkat dan penyerapan emulsifier dapat

meningkat. Ketidakcukupan emulsifier dalam menyelubungi permukaan droplet-

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

3,5

0 1 2 3 4 5

Uku

ran

drop

let d

3,2

(µm

)

Waktu (menit)

6000 rpm

8000 rpm

10000 rpm

Page 9: BAB IV Hasil Dan Pembahasan

41

droplet akan menyebabkan koalesen. Pengemulsian juga membutuhkan waktu

homogenisasi yang tepat. Intensitas dan lama proses pencampuran tergantung

waktu yang diperlukan untuk melarutkan dan mendistribusikannya secara merata.

Pada semua perlakuan ini ukuran droplet emulsi berkisar antara 2,04 – 3,05 µm.

Menurut Tangsuphoom dan Coupland (2005) ukuran minimum droplet dalam

emulsi yang dihasilkan oleh homogenizer tipe rotor/stator ± 2µm.

Menurut Wirakartakusumah (1992) rotor-stator homogenizer bekerja pada

tekanan yang lebih rendah sehingga membutuhkan energi yang lebih sedikit,

bilamana partikel ingin lebih dikecilkan ukurannya, sejumlah energi tambahan

tetap harus diberikan dari luar. Energi yang dibutuhkan untuk memecah droplet

atau partikel dating dari rotor yang juga memutar alat pengaduk (disc). Emulsifier

ditambahkan untuk meningkatkan efektifitas emulsifikasi karena emulsifier

mengurangi efek homogenisasi.

c. Pengaruh Homogenisasi Terhadap Penampakan Mikroskopik

Menurut Widodo (2003) homogenisasi merupakan salah satu tahapan

dalam proses pengolahan yang bertujuan untuk memecah globula lemak menjadi

lebih kecil dan homogen. Pengamatan ukuran partikel perlu dilakukan guna

melihat perbedaan hasil perlakuan homogenisasi terhadap kondisi partikel emulsi.

Menurut Suryani et al. (2000) bahwa pembentukan emulsi yang stabil

dipengaruhi oleh konfigurasi partikel fasa terdispersi dalam medium pendispersi.

Semakin kecil ukuran partikel fasa terdispersi maka konfigurasi partikel fasa

terdispersi dalam medium pendispersi akan semakin teratur. Pengamatan

mikroskopik partikel emulsi dapat dilihat pada Gambar 14.

Page 10: BAB IV Hasil Dan Pembahasan

42

A

a) b) c)

B

C

Gambar 14 Partikel emulsi dengan menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi perbesaran 200x, dengan kecepatan putaran homogenisasi A. 6000 B.8000 rpm C.10000 rpm dan lama homognisasi a) 1 menit b) 3 menit c) 4 menit

Menurut hasil pengamatan menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi

pada perbesaran 200x, meskipun berbeda secara signifikan pada disribusi ukuran

droplet emulsi dan diameter partikel emulsi, pengamatan mikroskopik emulsi

tidak banyak perbedaan. Pada Gambar 14 perlakuan kecepatan putaran

homogenisasi 6000 rpm terlihat bahwa pada lama homogenisasi 4 menit ukuran

droplet emulsi terlihat lebih kecil dari lama 1 dan 3 menit. Ukuran droplet emulsi

pada lama putaran homogenizer 10000 rpm terlihat lebih kecil dari 6000 rpm dan

8000 rpm.

2. Proses Pasteurisasi

Proses pasteurisasi merupakan proses pemanasan pada suhu dan waktu

tertentu (umumnya dilakukan pada suhu di bawah 100 oC). Panas digunakan

untuk membunuh mikroba pembusuk dan patogen, sehingga dapat meningkatkan

keamanan dan memperpanjang daya awet bahan pangan dalam jangka waktu

tertentu. Kusnandar et al. (2006) menyatakan bahwa pasteurisasi bertujuan untuk

Page 11: BAB IV Hasil Dan Pembahasan

43

mengurangi populasi mikroba pembusuk. Bahan pangan yang dipasteurisasi

tersebut akan mempunyai daya awet beberapa hari sampai dengan beberapa

bulan.

Proses pasteurisasi secara umum dapat mengawetkan produk pangan

dengan adanya inaktivasi enzim dan pembunuhan mikroorganisme yang sensitif

terhadap panas (terutama khamir, kapang dan beberapa bakteri yang tidak

membentuk spora). Proses pasteurisasi bisa menggunakan sistem batch atau

sistem sinambung. Dalam sistem batch, pasteurisasi menggunakan bak air panas

pada suhu yang telah ditentukan. Bahan yang akan dipasteurisasi dicelupkan ke

dalam air panas selama selang waktu yang telah ditentukan. Jika pemanasan telah

tercapai, produk tersebut diangkat dan dicelupkan ke dalam bak lain yang berisi

air dingin (Toledo 1991).

Proses pasteurisasi dalam sistem sinambung menggunakan konveyor yang

secara sinambung akan mentransportasikan produk masuk melalui bak air panas

dan akhirnya melalui bak air pendingin. Waktu pemanasan dapat dikendalikan

dengan mengendalikan kecepatan konveyor. Keuntungan dengan sistem ini

adalah proses pemanasan akan berjalan lebih cepat, sehingga tidak membutuhkan

ruangan yang terlalu besar (Toledo 1991).

Proses pasteurisasi dapat dilakukan sebelum dikemas atau setelah

dikemas. Proses pasteurisasi yang dilakukan sebelum dikemas dapat menerapkan

sistem sinambung. Teknologi ini terutama memproses produk cair (susu, sari

buah, dan telur cair) ataupun produk semi padat (pasta, yoghurt, dan bubur),

dimana proses pemanasannya dapat dilakukan dengan alat penukar panas (heat

exchanger) yang umumnya beroperasi secara sinambung.

Proses pasteurisasi setelah dikemas dilakukan dengan mengemas dahulu

bahan pangan dalam kemasan (misal gelas, kaleng, atau plastik). Setelah

pasteurisasi, bahan pangan didinginkan kembali sampai mencapai suhu sekitar

40o

C untuk mengevaporasi sisa-sisa air. Hal ini dilakukan untuk mencegah

terjadinya proses korosi dan mempermudah proses penempelan dan pengeleman

label pada permukaan bahan pengemas (Kusnandar et al. 2006).

Page 12: BAB IV Hasil Dan Pembahasan

44

a. Pengaruh Pasteurisasi terhadap Stabilitas Emulsi

Pengaruh perlakuan pasteurisasi terhadap stabilitas emulsi minyak sawit

merah diukur dengan metode sentrifuse emulsi. Pemisahan fase air dari sistim

emulsi merupakan indikasi penurunan stabilitas emulsi minyak sawit merah.

Pemisahan ini dapat terjadi akibat penggabungan partikel air yang ada pada sistim

emulsi sebagai akibat penurunan kapasitas penahanan air penstabil. Pengaruh

suhu pasteurisasi dan lama pasteurisasi terhadap stabilitas emulsi dapat dilihat

pada Gambar 15.

Gambar 15 Pengaruh suhu dan waktu pasteurisasi terhadap stabilitas emulsi.

Dari Gambar 15 terlihat bahwa stabilitas emulsi kontrol (tanpa

pasteurisasi) yaitu 98,44%. Stabilitas emulsi pada suhu 70oC dan 80oC selama 10

menit yaitu 97,81% dan 96,56%. Stabilitas emulsi pada lama pasteurisasi 15

menit pada suhu 70oC dan 80oC yaitu 97,81% dan 96,09%. Berdasarkan uji

lanjut

Dalam sistem dispersi, partikel terdispersi dalam fase pendispersinya (air)

akan selalu bergerak dengan arah yang tidak beraturan (gerak brown) karena

terjadinya tumbukan antara partikel dan air. Pasteurisasi yang melibatkan suhu

tinggi menyumbangkan energi kinetik yang menyebabkan gerak brown semakin

Duncan yang dapat dilihat pada Lampiran 3 menunjukkan suhu pasteurisasi

berpengaruh nyata terhadap stabilitas emulsi sedangkan lama waktu pasteurisasi

tidak berpengaruh nyata terhadap stabilitas emulsi (P<0.05).

98,44

97,81

96,56

97,81

96,09

94,5

95

95,5

96

96,5

97

97,5

98

98,5

99

Kontrol 70 80

Stab

ilita

s Em

ulsi

(%)

Suhu (oC)

10 menit

15 menit

Page 13: BAB IV Hasil Dan Pembahasan

45

cepat, artinya jumlah tumbukan antara partikel dengan air semakin bertambah

banyak, sehingga menyebabkan lepasnya elektrolit yang terabsorpsi di permukaan

sistem dispersi (terlepasnya interaksi partikel dengan air) (Schooneveld et al.

2009; Mandala dan Bayas 2004). Pemisahan sebagian air dari sistem dispersi

menyebabkan air berada di bagian bawah dan sistem dispersi yang masih stabil

berada di bagian atas karena densitas air lebih besar di bandingkan densitas sistem

dispersi.

b. Pengaruh Pasteurisasi terhadap Warna Emulsi

Warna merupakan salah satu atribut sensori yang penting dalam

penerimaan suatu produk pangan. Warna juga merupakan salah satu karakteristik

fisik bahan pangan yang menentukan kualitas bahan pangan tersebut. Emulsi

minyak sawit merah berwarna kuning kemerahan, warna tersebut karena pigmen

karotenoid yang larut dalam minyak/lipida (Winarno 1991).

Salah satu instrumen yang umum digunakan pada pengukuran atribut

warna adalah kromameter. Prinsip kerja dari kromameter yaitu mengukur

perbedaan warna melalui pantulan cahaya oleh permukaan sampel (Hutching

1999). Pada emulsi minyak sawit merah, pengukuran warna emulsi dilakukan

pada bagian permukaan emulsi. Nilai L (kecerahan), nilai a, nilai b emulsi minyak

sawit merah dapat dilihat pada Gambar 16.

Page 14: BAB IV Hasil Dan Pembahasan

46

Gambar 16 Nilai L (kecerahan), nilai a, nilai b emulsi minyak sawit merah pada

berbagai suhu dan waktu pasteurisasi

Pada analisis warna, derajat kecerahan emulsi diwakili oleh nilai L.

Gambar 16 memperlihatkan perubahan nilai L (kecerahan) emulsi minyak sawit

merah pada berbagai suhu dan waktu pasteurisasi. Nilai L (kecerahan) emulsi

minyak sawit merah kontrol adalah 78,72. Sedang pada sampel emulsi yang

dipasteurisasi pada suhu 80oC selama 15 menit nilai L (kecerahan) emulsi

menjadi 82,35. Dengan semakin tingginya suhu dan lamanya waktu pasteurisasi

nilai L (kecerahan) emulsi minyak sawit merah semakin meningkat. Berdasarkan

uji lanjut

Nilai a merupakan derajat kromatis yang menunjukkan warna kemerahan

atau kehijauan. Nilai a berada pada skala -80 sampai 100. Nilai a emulsi minyak

sawit merah pada perlakuan suhu dan waktu pasteurisasi dapat dilihat pada

Gambar 16. Nilai a

Duncan yang dapat dilihat pada Lampiran 4 menunjukkan peningkatan

suhu pasteurisasi dan lamanya waktu pasteurisasi tidak berpengaruh nyata

terhadap nilai L kecerahan (kecerahan) emulsi (P<0.05).

+ emulsi kontrol yaitu 10,75. Sedangkan nilai a emulsi yang

dipasteurisasi pada suhu 70oC selama 10 dan 15 menit secara berturut-turut yaitu

4,735 dan 2,6. Nilai a emulsi yang dipasteurisasi pada suhu 80oC selama 10 dan

15 menit yaitu 4,74 dan 2,17. Berdasarkan uji lanjut Duncan yang dapat dilihat

pada Lampiran 5 menunjukkan peningkatan suhu pasteurisasi berpengaruh nyata

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Kontrol A (70oC, 10

mnt)

B (70oC, 15

mnt)

C (80oC, 10

mnt)

D (80oC, 15

mnt)

Nilai L

Nilai a

Nilai b

Page 15: BAB IV Hasil Dan Pembahasan

47

terhadap nilai a emulsi minyak sawit merah sedangkan waktu pasteurisasi tidak

berpengaruh nyata terhadap nilai a emulsi (P<0.05).

Nilai b merupakan derajat kromatis yang menunjukkan warna kebiruan

atau kekuningan. Nilai b negatif menunjukkan derajat kebiruan. Nilai b positif

menunjukkan derajat kekuningan (Hutching 1999). Nilai b pada emulsi minyak

sawit merah bernilai positif, hal ini berarti emulsi minyak sawit merah memiliki

kecenderungan berwarna kekuningan. Nilai b emulsi minyak sawit merah pada

perlakuan suhu dan waktu pasteurisasi dapat dilihat pada Gambar 16.

Nilai b emulsi yang belum dipasteurisasi yaitu sebesar 88,79 menunjukkan

bahwa sampel berada pada kisaran warna merah dan kuning dengan tingkat

intensitas warna kuning lebih tinggi. Nilai b emulsi yang dipasteurisasi pada suhu

70oC selama 10 dan 15 menit yaitu 83,1 dan 82,45. Emulsi yang dipasteurisasi

pada suhu 80oC selama 10 dan 15 menit yaitu 83,33 dan 80,81. Dengan semakin

tingginya suhu dan semakin lamanya waktu pasteurisasi nilai b emulsi minyak

sawit merah semakin menurun. Berdasarkan uji lanjut Duncan yang dapat dilihat

pada Lampiran 6 menunjukkan peningkatan suhu dan lamanya waktu pasteurisasi

tidak berpengaruh nyata terhadap nilai b emulsi (P<0.05).

Warna minyak sawit ditentukan oleh adanya pigmen karoten yang larut

dalam minyak, sebab asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna (Ketaren

2005). Warna merah pekat pada minyak sawit diakibatkan oleh kandungan

komponen karotenoidnya yang tinggi (500-700 ppm). Sebagian besar karotenoid

dalam minyak sawit terdiri dari β-karoten dan α-karoten (jumlahnya mencapai

90% dari total karotenoid minyak sawit (Ooi et al. 1996). Mac Dougall (2002)

dalam Riyadi (2009) menyebutkan bahwa warna kuning, jingga, merah

karotenoid adalah terkait dengan sistem konjugasi ikatan rangkap karbon-karbon.

Semua struktur trans dapat diubah menjadi isomer cis. Isomerisasi cis-trans

menghasilkan perubahan warna produk yang ditunjukkan oleh sifat spectral

karotenoid cis yang berbeda dengan karotenoid trans. Rantai poliene yang

berperan dalam penyerapan cahaya dan ikatan rangkap terkonjugasinya yang

berperan sebagai antioksidan, disisi lain justru membuat karotenoid menjadi tidak

stabil. Strukturnya mudah rusak dengan adanya serangan radikal bebas seperti

Page 16: BAB IV Hasil Dan Pembahasan

48

molekul oksigen tunggal dan senyawa lain yang reaktif. Panas, sinar dan asam

memacu isomerisasi bentuk trans karotenoid ke bentuk cis.

Eskin (1979) dalam

Penelitian lain yang menunjukkan pengaruh karten terhadap suhu

diantaranya Alyas et al (2006) dalam penelitiannya terhadap perubahan β-karoten

selama pemanasan minyak olein merah (Red Palm Olein, RPOn) mengamati

adanya pengurangan sebesar 59% pada pemanasan dengan suhu 200

Riyadi (2009) mengemukakan pengaruh suhu

terhadap karotenoid. Karotenoid akan mengalami kerusakan pada suhu tinggi

sehingga terjadi dekomposisi karotenoid yang mengakibatkan turunnya intensitas

warna karotenoid atau terjadi pemucatan.

oC. Akan

tetapi, dilaporkan juga bahwa peningkatan waktu pemanasan dari 30 menjadi 120

menit menyebabkan pengurangan kadar β-karoten sebesar 3% pada 50oC atau 6%

pada 100o

Pengaruh suhu terhadap oksidasi pada karotenoid dikemukakan oleh

Worker (1957) dalam Muchtadi (1992) yaitu bahwa karotenoid belum mengalami

kerusakan karena pemanasan pada suhu 60

C.

o

C, sedangkan Gross (1991) dalam

Riyadi (2009) mengatakan bahwa laju oksidasi β-karoten meningkat dengan

peningkatan suhu.

c. Pengaruh Pasteurisasi terhadap Total Mikroba

Perhitungan jumlah mikroba sangat penting untuk dilakukan terutama

untuk produk pasteurisasi untuk mengetahui efektivitas dari proses pasteurisasi

yang telah dilakukan. Analisis mikrobiologi yang dilakukan adalah total mikroba

dengan melakukan pemupukan pada media PCA yang dapat digunakan untuk

melakukan perhitungan jumlah mikroorganisme aerobik (bakteri, kapang dan

khamir) atau angka lempeng total (TPC). Analisa mikrobiologi dapat

menunjukkan kualitas produk karena beberapa jenis mikroba menghasilkan enzim

yang dapat menghidrolisis minyak . Berdasarkan hasil analisis, jumlah mikroba

pada sampel dapat dilihat pada Tabel 11.

Page 17: BAB IV Hasil Dan Pembahasan

49

Tabel 11 Jumlah mikroba pada perlakuan suhu dan waktu pasteurisasi

Perlakuan Jumlah mikroba

Suhu 70o

Suhu 70C, 10 menit

o

Suhu 80C, 15 menit

o

Suhu 80C, 10 menit

o

4 x 10

C, 15 menit

1 x 101

2 x 101

1 x 101 1

Jumlah mikroba pada semua perlakuan suhu dan waktu pasteurisasi adalah

kurang dari 2,5 x 102 koloni/ml. Dengan mengacu pada SNI 01-3816-1995

mengenai santan cair, maka TPC pada sampel emulsi minyak sawit merah jauh

dibawah batas maximum, yaitu 1 x 105

koloni/ g.

Analisis Biaya Minuman Emulsi Minyak Sawit Merah

1. Biaya investasi

Pada usaha minuman emulsi minyak sawit merah, terdapat biaya investasi

dan biaya operasional. Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada

saat usaha belum berproduksi seperti biaya lahan dan bangunan, mesin dan alat

serta perlengkapan. Produksi minuman emulsi minyak sawit merah membutuhkan

biaya investasi sebesar Rp 507.040.420. Rekapitulasi biaya investasi dapat dilihat

pada Tabel 12. Perincian biaya investasi dapat dilihat pada Lampiran 7.

Tabel 12 Rekapitulasi biaya investasi

No Jenis Biaya Biaya (Rp) 1 Lahan dan Bangunan 430.000.000 2 Mesin dan Alat 62.806.920 3 Perlengkapan 10.500.000 4 Instalasi penunjang 3.133.500 5 Perizinan 600.000 Total 507.040.420 Kredit (70%) 354.928.294 Modal Sendiri (30%) 152.112.126

Page 18: BAB IV Hasil Dan Pembahasan

50

2. Biaya Operasional

Biaya operasional merupakan biaya keseluruhan yang berhubungan

dengan kegiatan operasional dari suatu usaha. Biaya operasional ini dikeluarkan

secara berkala selama usaha tersebut berjalan. Biaya operasional terdiri dari biaya

tetap dan biaya variabel. Total biaya operasional yang dibutuhkan untuk usaha

minuman emulsi minyak sawit merah dalam satu tahun adalah Rp. 1.176.604.896.

Rekapitulasi biaya operasional dapat dilihat pada Tabel 13. Perincian biaya

operasional dapat dilihat pada Lampiran 8.

Tabel 13 Rekapitulasi biaya operasional

No Jenis Biaya Biaya (Rp) 1 Biaya Variabel

a. bahan baku b. bahan kemasan c. gaji tenaga kerja langsung d. Pemasaran e. Listrik dan air

1.010.130.000

2 Biaya Tetap 166.474.896 Total 1.176.604.896 Kredit (70%) 823.623.427 Modal Sendiri (30%) 352.981.469

3. Biaya Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan minuman emulsi minyak

sawit merah yaitu minyak sawit merah yang di produksi oleh Seafast Center IPB.

Harga pembelian minyak sawit merah yaitu Rp. 16000/ liter. Minyak sawit merah

yang dibutuhkan dalam industri skala kecil minuman emulsi minyak sawit merah

ini yaitu sebanyak 70 liter/hari untuk kapasitas produksi sebanyak 100 liter

emulsi/hari. Jika pabrik beroperasi sebanyak 25 hari dalam sebulan dan 300

hr/tahun maka diperlukan sebanyak 1750 liter minyak sawit merah/bulan dan

21000 liter minyak sawit merah/tahun sehingga besar biaya minyak sawit merah

adalah Rp. 336.000.000/tahun

Pembuatan minuman emulsi minyak sawit merah memerlukan bahan-

bahan pembantu dan utilitas seperti air mineral, emulsifier tween 80, kalium

Page 19: BAB IV Hasil Dan Pembahasan

51

sorbat, butiril hidroksi toluen (BHT), flavor jeruk, fruktosa, kemasan, label dan

listrik. Kebutuhan dan biaya bahan pembantu pada produksi minuman emulsi

minyak sawit merah 100 liter/hari dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Kebutuhan dan biaya bahan pembantu pada produksi minuman emulsi

minyak sawit merah 100 liter/hari.

Kebutuhan bahan pembantu

Jumlah Satuan Harga (Rp)

Biaya (Rp)

Bahan pembantu - Air mineral - Emulsifier tween 80 - Kalium sorbat - Butiril hidroksi toluen - Flavor jeruk - Fruktosa - Kemasan - Label

30 1000 100 20 1 10 500 500

Liter Mililiter Gram Gram Liter Liter Buah Lembar

850 100 8 90 830000 18000 1500 250

25.500 100.000 2.400 5.400 100.000 180.000 750.000 125.000

4. Biaya Pemeliharaan dan Penyusutan

Biaya pemeliharaan yaitu berupa pemeliharaan bangunan, mesin dan

peralatan. Biaya pemeliharaan diperlukan untuk menjaga agar bangunan, mesin

dan peralatan berfungsi dengan baik. Biaya yang dibutuhkan untuk pemeliharaan

adalah dengan asumsi biaya pemeliharaan 2% dari harga awal, sedangkan biaya

penyusutan adalah 10% dari nilai sisa. Perincian biaya pemeliharaan dan

penyusutan dapat dilihat pada Lampiran 9.

5. Biaya Pokok Produksi

Total biaya tetap untuk kapasitas produksi emulsi minyak sawit merah 100

liter/hari atau 30.000 liter/tahun sebesar 166.474.896/tahun dan total biaya

variabel sebesar Rp. 791.130.000/tahun. Sehingga didapatkan total biaya produksi

selama satu tahun sebesar Rp. 957.604.896/tahun. Produk yang dihasilkan yaitu

30.000 liter/tahun. Sehingga didapatkan biaya pokok produksi emulsi sebesar Rp.

6.384/ 200 ml emulsi. Rekapitulasi biaya pokok produksi dapat dilihat pada Tabel

15. Perincian biaya pokok produksi dapat dilihat pada Lampiran 10.

Page 20: BAB IV Hasil Dan Pembahasan

52

Tabel 15 Rekapitulasi biaya pokok produksi

No Jenis Biaya Biaya (Rp) 1 Biaya Variabel

a. bahan baku b. bahan kemasan c. gaji tenaga kerja langsung d. Pemasaran e. Listrik dan air

1.010.130.000

2 Biaya Tetap 166.474.896 Total 1.176.604.896

Harga jual emulsi dapat ditentukan dengan memperhitungkan persentase

keuntungan yang hendak diraih dari biaya pokok produksi. Dengan margin

keuntungan 50% dan pajak pertambahan nilai 10%, dihasilkan harga jual

minuman emulsi minyak sawit merah per botol (200 ml) adalah Rp. 11.000.

6. Kriteria Kelayakan Investasi

Kriteria kelayakan investasi dapat dihitung setelah proyeksi arus kas

ditentukan. Hasil perhitungan kelayakan investasi dapat dilihat pada Tabel 16.

Proyeksi arus kas, proyeksi laba rugi dan perhitungan kelayakan kriteria investasi

dicantumkan dalam Lampiran 12, 13 dan 14 .

Tabel 16 Hasil perhitungan kriteria kelayakan investasi

Parameter Nilai NPV (Rp.) 1.111.711.032 IRR 38% Net B/C 1,18 BEP (Rp.) 319.819.738 BEP (unit) 29075

NPV atau nilai kini bersih adalah manfaat bersih tambahan yang diterima

proyek selama umur proyek pada tingkat discount rate tertentu. Nilai NPV yang

diperoleh yaitu Rp. 1.111.711.032. Nilai IRR atau tingkat pengembalian internal

adalah kemampuan suatu proyek untuk menghasilkan pengembalian. Nilai IRR

Page 21: BAB IV Hasil Dan Pembahasan

53

yang diperoleh yaitu 38%. Berdasarkan nilai IRR nya maka proyek ini layak

dilaksanakan karena jauh lebih tinggi dari bunga bank (15%).

Kelayakan proyek juga ditentukan oleh nilai net B/C. Jika nilai net B/C

lebih dari satu, proyek ini layak untuk direalisasikan dan jika nilainya kurang dari

satu maka proyek ini tidak layak untuk direalisasikan. Nilai net B/C untuk proyek

ini adalah sebesar 1,18

Perhitungan BEP (break even point) dilakukan untuk mengetahui jumlah

minimal unit produk yang harus terjual untuk mencapai titik impas sehingga

perusahaan tidak mengalami kerugian. Nilai BEP yang diperoleh yaitu 29075 unit

(botol) atau Rp. 319.819.738.

Pengembalian pinjaman untuk biaya investasi dan biaya operasional

dilakukan mulai dari tahun pertama proyek dan akan berakhir pada tahun ke

sembilan. Rencana pengembalian pinjaman dapat dilihat pada Lampiran 11.

7. Analisis Sensitivitas

Sebagai upaya untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan seperti

gejolak/fluktuasi harga, baik harga jual produk atau harga beli bahan baku, maka

dilakukan analisis sensitivitas. Sensitivitas investasi diukur berdasarkan

perubahan nilai NPV, IRR, Net B/C Ratio dan PBP. Analisis sensitivitas

dilakukan untuk melihat apakah proyek masih layak jika terjadi kesalahan atau

perubahan-perubahan dalam asumsi dasar yang digunakan. Analisis sensitivitas

pada produksi emulsi 100 liter/hari dilakukan terhadap perkiraan penurunan harga

jual produk sebesar 9,1 % dan kenaikan harga bahan baku (minyak sawit merah)

sebesar 15%. Hasil perhitungan analisis sensitivitas terhadap penurunan harga

jual produk dapat dilihat pada Tabel 17. Proyeksi arus kas, proyeksi laba rugi dan

perhitungan kelayakan kriteria investasi untuk penurunan harga jual produk 9,1%

dapat dilihat pada Lampiran 15, 16 dan 17 .

Page 22: BAB IV Hasil Dan Pembahasan

54

Tabel 17 Analisis sensitivitas pada penurunan harga jual produk 9,1%

Parameter Nilai NPV (Rp.) 537.586.228 IRR 19 % Net B/C 1,09 BEP (Rp.) 352.268.179 BEP (unit) 35227

Hasil perhitungan analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga bahan baku

15% dapat dilihat pada Tabel 18. Proyeksi arus kas, proyeksi laba rugi dan

perhitungan kelayakan kriteria investasi untuk kenaikan harga bahan baku 15%

dapat dilihat pada Lampiran 18, 19 dan 20.

Tabel 18 Analisis sensitivitas pada kenaikan harga bahan baku 15%

Parameter Nilai NPV (Rp.) 657.503.676 IRR 24 % Net B/C 1,10 BEP (Rp.) 371.093.479 BEP (unit) 33736

Dari hasil analisis sensitivitas terhadap penurunan harga jual produk dan

kenaikan bahan baku, dapat disimpulkan bahwa proyek masih layak untuk

direalisasikan sampai tingkat penurunan harga jual sampai tingkat 9,1% dan

kenaikan harga bahan baku sampai tingkat 15%.