BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik...
Transcript of BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik...
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini adalah mahasiswa
Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB), Universitas
Kristen Satya Wacana, Salatiga. Adapun karakteristik
dari 57 partisipan yang digunakan untuk kepentingan
analisis meliputi jenis kelamin, asal daerah, etnis,
pendidikan, dan pengalaman investasi. Pengenalan
terhadap karakter partisipan perlu dilakukan untuk
mengetahui dan memahami perilaku investasi
partisipan. Berikut merupakan tabel yang menguraikan
lebih lanjut mengenai karakteristik partisipan.
29
Tabel 4.1. Karaktertistik Partisipan
Karakteristik Kategori Jumlah
Partisipan Persentase
Jenis Kelamin Laki-Laki 27 47,40
Perempuan 30 52,60
Asal Daerah Jawa 43 75,44
Luar Jawa 14 24,56
Etnis
Jawa 31 54,40
Tionghoa 12 21,10
Maluku 3 5,30
Ambon 2 3,50
Minahasa 2 3,50 Manado, Rote-NTT,
Banggai, Timor Leste,
Tobelo, Toraja, Dayak
7* 1,80
Pendidikan S1 27 47,40
S2 30 52,60
Pengalaman
Investasi
Ya 12 21,10
Tidak 45 78,90
Sumber : Lampiran 3
Keterangan : *) jumlah partisipan masing-masing etnis = 1
Tabel di atas menunjukkan bahwa karaktertisik
dari aspek jenis kelamin dan pendidikan mempunyai
jumlah partisipan yang hampir seimbang. Rasio
perbandingan tersebut sama untuk pendidikan
partisipan, antara S1 dan S2. Dilihat dari asal daerah
dan etnisnya, partisipan didominasi oleh mereka yang
berasal dari Jawa. Kemudian, jika dipandang dari
aspek pengalaman investasi, sebagian besar partisipan
tidak mempunyai pengalaman investasi. Tentu saja,
partisipan yang berpengalaman dalam investasi akan
30
mempunyai pertimbangan yang berbeda dalam
membuat keputusan investasi.
4.2. Hasil Uji Hipotesis
Sebelum menjawab hipotesis penelitian, penting
untuk mengetahui skor reaksi afektif serta besaran
investasi yang diberikan oleh partisipan pada setiap
perusahaan berdasarkan informasi keuangannya. Oleh
karena itu, tabel di bawah ini menyajikan hasil
penelitian berupa statistik deskriptif sekaligus hasil uji
beda Wilcoxon Signed Test terkait dengan perilaku
investasi individu berdasarkan informasi keuangan.
31
Tabel 4.2. Perilaku Investasi Individu Berdasarkan Informasi Keuangan
Reaksi Afektif
Industri Pilihan
Investasi Mean
Std.
Deviation
Wilcoxon Signed
Test
Z-statistic p-value
Finansial
Bank Investasi
Abadi 4,04 0,706
-4,423 0,000*** Bank
Simpanan
Sejahtera
3,26 0,955
Periklanan,
Percetakan,
dan Media
PT.Visi
Indonesia 3,67 0,809
-3,543 0,000*** PT. Wawasan
Nusantara 3,02 0,813
Telekomu-
nikasi
Satya Telecom 1,86 0,718 -3,391 0,001***
Mega Telecom 1,54 0,537
Besaran Investasi
Industri Pilihan
Investasi
Mean
(juta)
Std.
Deviation
(juta)
Wilcoxon Signed
Test
Z-statistic p-value
Finansial
Bank Investasi
Abadi
137,8
9 86,02
-4,308 0,000*** Bank
Simpanan
Sejahtera
70,70 73,31
Periklanan,
Percetakan,
dan Media
PT.Visi
Indonesia
114,2
1 72,42
-4,551 0,000*** PT. Wawasan
Nusantara 48,86 58,26
Telekomu-nikasi
Satya Telecom 6,75 25,22 -0,420 0,674
Mega Telecom 5,70 27,15
Sumber : Lampiran 4 dan 5 Keterangan : Nilai mean reaksi afektif merupakan rerata dari skala 1
(sangat tidak baik) sampai 5 (sangat baik). Tanda ***) signifikan pada level 1%; **) signifikan pada level 5%; *) signifikan pada level 10%
Berdasarkan hasil eksperimen yang tertuang
dalam data statistik deskriptif berupa mean dan
standar deviation (lihat Tabel 4.2.), partisipan
32
memberikan skor reaksi afektif kepada Bank Investasi
Abadi sebesar 4,04, sedangkan Bank Simpanan
Sejahtera sebesar 3,26. Artinya, Bank Investasi Abadi
dinilai lebih baik kinerja keuangannya oleh partisipan
dibandingkan Bank Simpanan Sejahtera. Untuk
industri periklanan, percetakan dan media, partisipan
menilai kinerja keuangan PT. Visi Indonesia lebih baik
dibandingkan PT. Wawasan Nusantara. Terakhir, pada
industri telekomunikasi, Satya Telecom dinilai lebih
baik kinerja keuangannya dibandingkan Mega Telecom.
Secara keseluruhan, partisipan menilai Bank
investasi Abadi sebagai perusahaan dengan kinerja
keuangan terbaik, sedangkan Mega Telecom dengan
kinerja keuangan terburuk. Terbukti dari terdapatnya
besaran investasi tertinggi yang dialokasikan untuk
Bank Investasi Abadi yaitu sebesar 137,89 juta,
sedangkan besaran investasi terendah terdapat pada
Mega Telecom yaitu sebesar 5,70 juta.
Selanjutnya, untuk menjawab hipotesis pertama
bahwa terdapat perbedaan perilaku investasi individu
berdasarkan informasi keuangan, maka dilakukan uji
beda secara statistik dengan menggunakan Wilcoxon
Rank Test (lihat Tabel 4.2.). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan perilaku
investasi individu secara signifikan pada setiap
pasangan perusahaan dalam industri yang sama
33
berdasarkan informasi keuangan. Bank Investasi Abadi
dan Bank Simpanan Sejahtera mempunyai penilaian
kinerja keuangan yang berbeda secara signifikan pada
level 1% (p-value sebesar 0,000). Hasil yang sama (p-
value sebesar 0,000) ditunjukkan pula oleh pasangan
PT. Visi Indonesia dan PT. Wawasan Nusantara, serta
pasangan perusahaan Satya Telecom dan Mega Telecom
(p-value sebesar 0,001).
Selain itu, perbedaan perilaku investasi individu
juga tampak dari besaran investasi yang dialokasikan
oleh partisipan. Perbedaan besaran investasi yang
signifikan (p-value 0,000) terlihat pada setiap pasangan
perusahaan terkecuali dalam industri Telekomunikasi
yaitu antara perusahaan Satya Telecom dan Mega
Telecom (p-value sebesar 0,674). Dengan kata lain,
maka hipotesis pertama pada penelitian ini diterima,
terkecuali aspek besaran investasi pada perusahaan
Satya Telecom dan Mega Telecom.
Hasil eksperimen selanjutnya dapat dilihat pada
Tabel 4.3. yang berkaitan dengan perilaku investasi
individu berdasarkan informasi keuangan dan citra
perusahaan. Jika dibandingkan dengan hasil data
statistik deskriptif sebelumnya (pada Tabel 4.2.), terjadi
perubahan perilaku investasi individu yang tampak dari
adanya peningkatan skor reaksi afektif pada
perusahaan dengan citra positif. Misalnya, Bank
34
Investasi Abadi yang sebelumnya mempunyai skor
sebesar 4,04 oleh partisipan meningkat menjadi 4,37.
Artinya, citra positif perusahaan serta informasi
keuangannya yang baik membuat penilaian partisipan
terhadap Bank Investasi Abadi semakin baik.
Sebaliknya, penurunan skor reaksi afektif terjadi pada
perusahaan dengan citra yang negatif. Misalnya, Mega
Telecom yang awalnya dinilai oleh partisipan sebesar
1,54 menurun menjadi 1,32. Citra perusahaan yang
negatif serta tidak baiknya informasi keuangan
menyebabkan Mega Telecom mendapatkan penilaian
yang semakin buruk dari partisipan.
35
Tabel 4.3. Perilaku Investasi Individu Berdasarkan Informasi Keuangan dan Citra
Perusahaan
Reaksi Afektif
Industri Pilihan
Investasi Mean
Std.
Deviation
Wilcoxon Signed Test
Z-
statistic
p-value
Finansial
Bank Investasi
Abadi 4,37 0,698
-6,583 0,000*** Bank
Simpanan
Sejahtera
1,61 0,675
Periklanan,
Percetakan,
dan Media
PT.Visi
Indonesia 2,49 0,826
-5,703 0,000*** PT. Wawasan
Nusantara 3,88 0,683
Telekomu-nikasi
Satya Telecom 2,96 0,886 -6,263 0,000***
Mega Telecom 1,32 0,572
Besaran Investasi
Industri Pilihan
Investasi
Mean
(juta)
Std.
Deviation
(juta)
Wilcoxon Signed
Test
Z-statistic p-value
Finansial
Bank Investasi
Abadi 167,02 89,53
-6,296 0,000*** Bank
Simpanan Sejahtera
14,74 37,28
Periklanan,
Percetakan,
dan Media
PT.Visi
Indonesia 59,30 56,74
-2,082 0,037** PT. Wawasan
Nusantara 85,17 67,27
Telekomu-
nikasi
Satya Telecom 31,32 36,80 -5,282 0,000***
Mega Telecom 0,00 0,000
Sumber : Lampiran 4 dan 5 Keterangan : Nilai mean reaksi afektif merupakan rerata dari skala 1
(sangat tidak baik) sampai 5 (sangat baik). Tanda ***) signifikan pada level 1%; **) signifikan pada level 5%; *) signifikan pada level 10%
Berdasarkan hasil eksperimen di atas, juga
mengindikasikan bahwa citra perusahaan lebih
diutamakan oleh partisipan dibandingkan informasi
keuangan. Sebagai contoh, terlihat pada perilaku
36
investasi individu untuk pasangan perusahaan PT. Visi
Indonesia dan PT. Wawasan Nusantara. Perusahaan PT.
Visi Indonesia mempunyai informasi keuangan yang
baik. Akan tetapi, karena citra perusahaannya negatif,
membuat penilaian partisipan terhadap perusahaan
semakin buruk (mean reaksi afektif menurun dari 3,67
menjadi 2,49). Berbeda halnya pada PT. Wawasan
Nusantara dengan informasi keuangannya yang tidak
baik, justru dinilai semakin baik oleh partisipan (mean
reaksi afektif meningkat dari 3,02 menjadi 3,88) karena
adanya citra perusahaan yang positif. Dengan demikian,
PT. Visi Indonesia yang dinilai lebih baik oleh
partisipan pada tahap pertama, dinilai lebih buruk
dibandingkan PT. Wawasan Nusantara pada tahap
kedua ini.
Perubahan perilaku investasi individu tersebut
juga tampak dari besaran investasi yang dialokasikan
partisipan. Perusahaan yang dinilai semakin baik oleh
partisipan, misalnya Bank Investasi Abadi, maka dana
investasi yang dialokasi juga bertambah (sebelumnya
sebesar 137,89 juta menjadi 167,02 juta). Sebaliknya,
semakin buruk penilaian partisipan terhadap
perusahaan tersebut, maka semakin kecil pula dana
investasi yang dialokasikan. Seperti yang terjadi pada
Mega Telecom dimana dana investasi sebelumnya
37
sebesar 5,70 juta menurun hingga tidak ada yang
melakukan investasi.
Adapun hipotesis kedua dari penelitian ini adalah
terdapat perbedaan perilaku investasi individu
berdasarkan informasi keuangan dan citra perusahaan.
Terlihat pada Tabel 4.3., terdapat perbedaan perilaku
investasi individu baik dari aspek reaksi afektif
maupun besaran investasi pada tiap pasangan
perusahaan. Reaksi afektif setiap pasangan perusahaan
berbeda secara signifikan pada level 1% dengan p-value
sebesar 0,000. Hasil yang sama juga terlihat pada
besaran investasi kecuali perbedaan pada PT. Visi
Indonesia dan PT. Wawasan Nusantara yang signifikan
pada level 5% dengan p-value sebesar 0,037. Dengan
demikian, hipotesis kedua ini diterima.
Selanjutnya, hasil eksperimen mengenai perilaku
investasi individu berdasarkan informasi keuangan,
citra perusahaan dan rekomendasi penasihat keuangan
tampak pada Tabel 4.4. di bawah ini.
38
Tabel 4.4. Perilaku Investasi Individu Berdasarkan Informasi Keuangan, Citra Perusahaan
dan Rekomendasi Penasihat Keuangan
Reaksi Afektif
Industri Pilihan
Investasi Mean
Std.
Deviation
Wilcoxon Signed Test
Z-statistic p-value
Finansial
Bank Investasi
Abadi 4,44 0,756
-6,499 0,000*** Bank Simpanan
Sejahtera
1,70 0,844
Periklanan,
Percetakan,
dan Media
PT.Visi
Indonesia 3,09 0,892
-4,806 0,000*** PT. Wawasan
Nusantara 3,96 0,755
Telekomu-
nikasi
Satya Telecom 2,44 0,708 -5,531 0,000***
Mega Telecom 1,42 0,778
Besaran Investasi
Industri Pilihan
Investasi Mean (juta)
Std. Deviation
(juta)
Wilcoxon Signed Test
Z-statistic p-value
Finansial
Bank Investasi
Abadi 178,07 93,87
-6,065 0,000*** Bank
Simpanan
Sejahtera
9,91 36,61
Periklanan,
Percetakan,
dan Media
PT.Visi Indonesia
75,87 59,33
-1,762 0,078* PT. Wawasan
Nusantara 94,91 71,47
Telekomu-
nikasi
Satya Telecom 20,05 33,46 -4,215 0,000***
Mega Telecom 0,00 0,000
Sumber : Lampiran 4 dan 5 Keterangan : Nilai mean reaksi afektif merupakan rerata dari skala 1
(sangat tidak baik) sampai 5 (sangat baik). Tanda ***) signifikan pada level 1%; **) signifikan pada level 5%; *) signifikan pada level 10%
39
Berdasarkan hasil eksperimen di atas,
menunjukkan terdapat penilaian yang sama dengan
yang hasil sebelumnya (keputusan investasi
berdasarkan informasi keuangan dan citra perusahaan)
dimana Bank Investasi Abadi (skor reaksi afektif
sebesar 4,44) dinilai lebih baik oleh partisipan
dibandingkan Bank Simpanan Sejahtera (skor reaksi
afektif sebesar 1,70) pada industri finansial; PT. Visi
Indonesia dinilai lebih buruk dibandingkan PT.
Wawasan Nusantara; dan Satya Telecom dinilai lebih
baik daripada Mega Telecom oleh partisipan.
Bila hasil data statistik deskriptif pada Tabel 4.3.
dibandingkan dengan Tabel 4.4., terjadi perubahan
perilaku investasi individu yang tampak dari adanya
peningkatan besaran investasi yang dialokasikan
partisipan terhadap perusahaan dengan rekomendasi
beli. Misalnya, PT. Visi Indonesia yang sebelumnya
memperoleh dana investasi sebesar 59,30 juta
meningkat menjadi 75,87 juta. Sebaliknya terjadi
penurunan besaran investasi pada perusahaan dengan
rekomendasi jual, misal, Satya Telecom yang awalnya
memperoleh dana investasi dari partisipan sebesar
31,32 juta menurun menjadi 20,05 juta. Hal ini
mengindikasikan bahwa rekomendasi penasihat
keuangan mampu mempengaruhi perilaku keputusan
investasi individu.
40
Terdapat perbedaan perilaku investasi individu
berdasarkan informasi keuangan, citra perusahaan dan
rekomendasi penasihat keuangan merupakan hipotesis
terakhir dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil uji
beda pada kolom Wilcoxon Signed Test menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada level 1%
dengan p-value sebesar 0,000 untuk tiap pasangan
perusahaan dari aspek reaksi afektif. Hasil yang sama
(p-value sebesar 0,000) juga tampak pada aspek
besaran investasi yang dialokasikan, kecuali untuk PT.
Visi Indonesia dan PT. Wawasan Nusantara yang
berbeda signifikan pada level 10% dengan p-value
sebesar 0,078. Dengan kata lain, hipotesis terakhir
tersebut diterima.
4.3. Pembahasan
Terdapat tiga hal yang menjadi pokok
pembahasan dalam penelitian ini, sesuai dengan
jumlah hipotesis yang diajukan. Tiga pokok
pembahasan tersebut meliputi: 1)perilaku investasi
individu berdasarkan informasi keuangan, 2)perilaku
investasi individu berdasarkan informasi keuangan dan
citra perusahaan, 3)perilaku investasi individu
berdasarkan informasi keuangan, citra perusahaan dan
rekomendasi penasihat keuangan. Berikut ini
41
merupakan pembahasan lebih lanjut untuk tiap pokok
bahasan tersebut.
4.3.1. Perilaku Investasi Individu berdasarkan Informasi Keuangan
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan reaksi afektif yang
signifikan pada setiap pasangan perusahaan dalam
industri yang sama berdasarkan informasi
keuangan. Seperti yang dikemukakan oleh Ackert et
al. (2003), afektif merupakan kesan dan penilaian
yang akan mempengaruhi pengambilan keputusan
individu. Maka, dapat dikatakan bahwa semakin
baik kesan dan penilaian partisipan terhadap
kinerja keuangan perusahaan, maka dana investasi
yang dialokasikan akan lebih tinggi pula. Hal ini
terbukti dari reaksi afektif yang konsisten dengan
besaran investasi, dimana semakin tinggi reaksi
afektif maka semakin besar pula dana investasi
yang.
Reaksi afektif yang berbeda signifikan secara
tidak langsung berdampak pula pada perbedaan
besaran investasi yang signifikan. Akan tetapi,
berbeda halnya pada pasangan perusahaan di
industri telekomunikasi. Reaksi afektif antara Satya
Telecom dan Mega Telecom berbeda secara
signifikan, tetapi tidak untuk besaran investasinya.
42
Perusahaan Satya Telecom dan Mega Telecom
mempunyai kinerja keuangan yang sama-sama
kurang baik, tetapi Satya Telecom dinilai lebih baik
dibandingkan Mega Telecom. Penilaian yang lebih
baik ini dikarenakan adanya informasi keuangan
berupa kenaikan pendapatan perusahaan dari
tahun sebelumnya, meskipun perusahaan
mengalami kerugian (sama dengan Mega Telecom).
Informasi kenaikan pendapatan membuat investor
percaya bahwa perusahaan masih mempunyai
prospek ke depannya.
Besaran investasi yang tidak berbeda pada
kedua perusahaan tersebut dikarenakan keduanya
mempunyai kinerja keuangan yang sama yaitu
harga saham yang menurun, serta perusahaan
mengalami kerugian. Satya Telecom dan Mega
Telecom memperoleh alokasi dana investasi terkecil
dibandingkan yang lainnya. Hal ini seiring dengan
pendapat dari Abdelkarim et al. (2009), informasi
keuangan memudahkan investor untuk
memprediksi kinerja perusahaan di masa yang akan
datang serta menaksir risk dan return yang akan
diperolehnya. Informasi keuangan yang kurang baik,
membuat investor menghindar untuk berinvestasi
lebih besar karena adanya risiko yang tinggi dan
tidak sebanding dengan return yang diterima.
43
4.3.2. Perilaku Investasi Individu berdasarkan Informasi Keuangan dan Citra Perusahaan
Hasil uji beda terhadap perilaku investasi
individu diamati berdasarkan informasi keuangan
dan citra perusahaan, mendukung penelitian
Junaedi (2005) yang menemukan bahwa informasi
keuangan tidak menjadi salah satu sumber yang
penting dan menentukan dalam proses pengambilan
keputusan bagi para investor. Citra perusahaan
juga menjadi salah satu pertimbangan bagi investor
dalam berinvestasi. Hal ini terbukti dari adanya
perbedaan yang signifikan baik pada reaksi afektif
maupun besaran investasi pada setiap pasangan
perusahaan di industri yang sama.
Perusahaan dengan citra positif mendapatkan
penilaian lebih baik dan secara tidak langsung
berdampak pada dana investasi yang dialokasikan.
Terlihat pada perusahaan Satya Telecom dan Mega
Telecom dimana keduanya memiliki kinerja
keuangan yang tidak baik, tetapi perilaku investasi
individu diantara keduanya berbeda secara
signifikan. Reaksi afektif dan besaran investasi
untuk perusahaan Satya Telecom lebih tinggi
dibandingkan Mega Telecom. Artinya, citra
perusahaan Satya Telecom yang positif dinilai baik
dan membuat partisipan berani untuk
44
mengalokasikan dana investasinya. Berbeda dengan
Mega Telecom, karena citra perusahaan yang negatif
dinilai buruk dan menyebabkan partisipan tidak
berani melakukan investasi. Tidak adanya dana
investasi yang dialokasikan pada perusahaan Mega
Telecom dikarenakan risiko lebih besar
dibandingkan pilihan investasi yang lainnya.
Dengan karakteristik partisipan yang sebagian
besar adalah mahasiswa dan tidak berpengalaman
dalam investasi, tentu saja dana investasi akan
lebih banyak dialokasikan pada perusahaan-
perusahaan yang dirasa menguntungkan, baik dari
sisi kinerja keuangan maupun citra perusahaannya.
Hal yang serupa juga terjadi pada perusahaan
PT. Visi Indonesia dan PT. Wawasan Nusantara.
Perilaku investasi individu pada kedua perusahaan
tersebut berbeda secara signifikan. PT. Wawasan
Nusantara mempunyai kinerja keuangan yang
kurang baik memperoleh alokasi dana investasi
yang lebih besar dibandingkan PT. Visi Indonesia
yang kinerja keuangannya baik. Hal ini dikarenakan
adanya citra perusahaan PT. Wawasan Nusantara
yang dipandang positif oleh partisipan.
Hasil tersebut memperkuat penelitian
MacGregor et al. (2000) serta Cooper et al. (2001)
dalam Lucey dan Dowling (2005) yang menemukan
45
bahwa citra perusahaan mempunyai dapat
mempengaruhi keputusan investasi seseorang. Mac
Gregor et al. menambahkan bahwa citra
perusahaan mempunyai peran yang signifikan bagi
partisipan dalam mengestimasi mengenai kinerja
investasi perusahaan. Citra yang positif membuat
investor yakin untuk berinvestasi serta baiknya
kinerja perusahaan di masa yang akan datang. Oleh
karena itu, sebaiknya perusahaan tidak hanya
berfokus pada kinerja keuangan saja, tetapi lebih
penting adalah menciptakan dan memelihara citra
perusahaan yang baik. Sesuai dengan hasil
penelitian ini, partisipan akan meningkatkan
investasi pada perusahaan dengan citra yang positif
meskipun kinerja keuangannya kurang baik.
4.3.3. Perilaku Investasi Individu berdasarkan Informasi Keuangan, Citra Perusahaan dan
Rekomendasi Penasihat Keuangan
Sesuai dengan hasil penelitian Shafi (2014),
tidak hanya informasi keuangan dan citra
perusahaan saja yang mempengaruhi perilaku
investasi individu. Berdasarkan hasil pengujian
hipotesis, rekomendasi penasihat keuangan mampu
mempengaruhi partisipan dalam mengambil
keputusan investasi. Hal ini terbukti dari adanya
peningkatan besaran investasi dari hasil
46
sebelumnya pada saat rekomendasi beli, dan
sebaliknya terjadi penurunan saat rekomendasi jual.
Mengingat, karakteristik partisipan dalam penelitian
ini sebagian besar tidak mempunyai pengalaman
investasi, maka hasil ini seiring dengan penelitian
Kelly et al., (2008) yang menemukan bahwa investor
yang kurang berpengalaman dalam investasi,
biasanya mengandalkan rekomendasi dari
penasihat keuangan.
Meskipun demikian, hasil eksperimen
menunjukkan terdapat perbedaan perilaku investasi
individu yang signifikan. Pada PT. Visi Indonesia
dan PT. Wawasan Nusantara yang keduanya
mempunyai rekomendasi beli, berbeda secara
signifikan baik reaksi afektif maupun besaran
investasinya. PT. Visi Indonesia dinilai lebih buruk
dibandingkan PT. Wawasan Nusantara meskipun
keduanya memiliki rekomendasi yang sama.
Penilaian yang lebih buruk tersebut diindikasikan
karena adanya citra perusahaan yang negatif dari
PT. Visi Indonesia. Kemudian, besaran investasi
untuk perusahaan PT. Visi Indonesia juga lebih
kecil dibandingkan PT. Wawasan Nusantara dan
berbeda secara signifikan pula.
Selain itu, terlihat pula hal yang sama pada
perusahaan di industri telekomunikasi yaitu Satya
47
Telecom dan Mega Telecom yang keduanya
mempunyai rekomendasi jual. Meskipun
rekomendasinya sama, tetapi perilaku investasi
individu untuk kedua perusahaan tersebut berbeda
signifikan. Partisipan masih mengalokasikan dana
pada perusahaan Satya Telecom meskipun ada
rekomendasi jual. Hal ini terjadi dikarenakan
adanya citra perusahaan Satya Telecom yang
dipandang positif. Berbeda halnya dengan
perusahaan Mega Telecom, adanya informasi
keuangan dan citra perusahaan yang negatif serta
didukung rekomendasi jual membuat partisipan
semakin yakin untuk tidak melakukan investasi.
Dengan demikian, dapat diindikasikan bahwa citra
perusahaan menjadi perhatian utama bagi
partisipan dalam membuat keputusan investasi.
Untuk mendukung hasil penelitian bahwa
rekomendasi penasihat keuangan tidak menjadi
satu-satunya faktor yang terlalu berpengaruh pada
keputusan investasi individu, maka eksperimenter
menambahkan pertanyaan tambahan mengenai
prioritas partisipan dalam mengambil keputusan
investasi. Jawaban atas pertanyaan tersebut dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
48
Tabel 4.5. Prioritas dalam Pengambilan Keputusan Investasi
Prioritas Partisipan 𝒙/𝒏 (%)
Informasi Keuangan
Citra Perusahaan
Rekomendasi Penasihat
Keuangan
31/57 (54,36%)
23/57 (40.35%)
3/57 (5.26%)
Sumber: Lampiran 2
Tabel di atas menunjukkan bahwa
rekomendasi penasihat keuangan menjadi prioritas
terakhir dalam pengambilan keputusan investasi.
Dari 57 partisipan, hanya terdapat 3 partisipan
yang menjadikan rekomendasi penasihat keuangan
sebagai prioritas utama. Oleh karena itu, dapat
diindikasikan bahwa rekomendasi penasihat
keuangan tidak menjadi hal yang terpenting dalam
keputusan investasi individu.
4.3.4. Analisis Tambahan
Mengingat terdapatnya perbedaan
karakteristik partisipan, maka perlu diamati apakah
hal tersebut akan berdampak dalam pengambilan
keputusan investasi. Berikut ini merupakan tabel
yang menunjukkan hasil uji perbedaan aspek
prioritas dalam membuat keputusan investasi
berdasarkan pendidikan partisipan.
49
Tabel 4.6. Perbedaan Aspek Prioritas dalam Mengambil Keputusan Investasi
Berdasarkan Pendidikan
Prioritas Pendidikan N Mean T Sig.
Informasi
Keuangan
S1 27 1,26 -3,060 0,003***
S2 30 1,67
Citra
Perusahaan
S1 27 1,89 2,113 0,039*
S2 30 1,53
Rekomendasi
Penasihat
Keuangan
S1 27 2,85
0,385 0,702 S2 30 2,80
Sumber : Lampiran 6 Keterangan : ***) signifikan pada level 1%; **) signifikan pada level
5%; *) signifikan pada level 10%
Sebagai analisis tambahan, hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan aspek
prioritas dalam mengambil keputusan investasi
berdasarkan pendidikan. Tabel di atas
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan prioritas
yang signifikan pada aspek informasi keuangan dan
citra perusahaan. Mahasiswa S1 lebih
memprioritaskan informasi keuangan perusahaan
dalam mengambil keputusan investasi. Hasil ini
mendukung penelitian Victoravich (2010) yang
menemukan bahwa investor dengan pengetahuan
dan pengalaman yang sedikit mengenai investasi
lebih optimis dalam menilai kinerja perusahaan
melalui informasi keuangan.
50
Berbeda halnya dengan mahasiswa S2,
dimana partisipan tersebut lebih mengutamakan
citra perusahaan dibandingkan informasi keuangan.
Dengan kata lain, hasil eksperimen
mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang, aspek informasi keuangan
tidak menjadi perhatian utama, melainkan aspek
lain seperti citra perusahaan.