laba dan konsep yang berkaitan
-
Upload
nurul-hafizah -
Category
Documents
-
view
70 -
download
2
description
Transcript of laba dan konsep yang berkaitan
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. PENGANTAR
Salah satu fungsi akuntansi adalah melakukan pengukuran termasuk
pengukuran prestasi, hasil usaha, laba maupun posisi keuangan. Salah satu
isu berat dalam pengukuran itu adalah pengukuran laba. Pengukuran laba
ini bukan saja penting untuk menentukan prestasi perusahaan, tetapi juga
penting sebagai informasi bagi pembagian laba, penentuan kebijkan
investasi, pembayaran zakat, pajak, bonus, dan pembagian hasil.
Penyediaan ukuran laba sebagai indikator kinerja perusahaan merupakan
fokus utama dari pelaporan keuangan modern. Banyak pandangan dan
praktik di masyarakat dalam pengukuran laba, namun yang menjadi
pembahasan adalah laba menurut ilmu ekonomi, laba menurut fiskus
(petugas pajak), laba menurut akuntansi, dan laba menurut perhitungan
zakat.
Perbedaan itu disebabkan berbagai alasan antara lain karena: (1) benda
atau produk dan jasa yang akan dinilai (biaya historis, biaya ganti, biaya
realisasi, present value); (2) unit ukur (bisa unit ukur uang atau ukuran
kemampuan tenaga beli).
IAI memadankan income dengan penghasilan yang meliputi pendapatan
dan untung. Income dalam buku-buku teks asing pada umumnya dimaknai
sebagai laba. Makalah ini menggunakan referensi buku dengan istilah laba
untuk menunjuk income dalam buku teks asing sesuai yang didefinisi oleh
FASB. Laba digunakan pula sebagai padan kata earnings.
2.2. DEFINISI LABA
Laba merupakan suatu konsep akuntansi yang memiliki berbagai sudut
pandang, tergantung dari siapa yang menilai dan bagaimana tujuan
penilaiannya tersebut. Oleh karena itu, para ahli dan organisasi akuntansi
memberikan definisi berbeda tentang konsep laba yaitu sebagai berikut :
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 5
Laba merupakan suatu pos dasar dan penting dari ikhtisar keuangan
yang merniliki berbagai kegunaan dalam berbagai konteks. Laba pada
umumnya dipandang sebagai suatu dasar bagi perpajakan, determinan
pada kebijakan pembayaran dividen, pedoman investasi, dan
pengambilan keputusan, dan unsur prediksi.
(Belkaoui : 1993)
Laba sebagai jumlah yang berasal dari pengurangan harga pokok
produksi, biaya lain dan kerugian dari penghasilan atau penghasilan
operasi.
(Commite On Terminology, Sofyan Syafri H : 2004)
Laba adalah pengambilan atas investasi kepada pemilik. Hal ini
mengukur nilai yang dapat diberikan oleh entitas kepada investor dan
entitas masih memiliki kekayaan yang sama dengan posisi awalnya.
(Stice, Skousen : 2009)
Laba merupakan jumlah residual yang tertinggal setelah semua beban
(termasuk penyesuaian pemeliharaan modal, kalau ada) dikurangkan
pada penghasilan. Kalau beban melebihi penghasilan, maka jumlah
residualnya merupakan kerugian bersih.
(Ikatan Akuntan Indonesia : 2007)
2.3. TUJUAN PELAPORAN LABA
Pengertian laba yang dianut oleh struktur akuntansi sekarang ini adalah laba
yang merupakan selisih pengukuran pendapatan dan biaya secara akrual.
Pengertian semacam ini akan memudahkan pengukuran dan pelaporan laba
secara objektif. Perekayasa akuntansi mengharapkan bahwa laba semacam
itu bermanfaat bagi para pemakai statemen keuangan khususnya investor
dan kreditor. Pendefinisian laba seperti ini jelas akan lebih bermakna
sebagai pengukur kembalian atas investasi (return on investment) daripada
sekedar perubahan kas. Hal ini ditegaskan oleh FASB dalam SFAC No. 1
(prg. 44, dalam Suwardjono, 2006; 456) sebagai berikut:
“Information about enterprise earnings and its components measured
by accrual accounting generally provides a better indication of
enterprise performance than information about current cash receipts
and payments.”
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 6
Dalam kenyataannya, para pemakai mempunyai konsep laba dan model
pengambilan keputusan yang berbeda-beda. Apapun pengertian dan cara
pengukurannya, laba akuntansi dengan berbagai interpretasinya diharapkan
dapat digunakan antara lain sebagai:
a. Indikator efisiensi penggunaan dana yang tertanam dalam perusahaan
yang diwujudkan dalam tingkat kembalian atas investasi (rate of return
on invested capital).
b. Pengukur prestasi atau kinerja badan usaha dan manajemen.
c. Dasar penentuan besarnya pengenaan pajak.
d. Alat pengendalian alokasi sumber daya ekonomik suatu negara.
e. Dasar penentuan dan penilaian kelayakan tarif dalam perusahaan publik.
f. Alat pengendali terhadap debitor dalam kontrak utang.
g. Dasar kompensasi dan pembagian bonus.
h. Alat motivasi manajemen dalam pengendalian perusahaan.
i. Dasar pembagian dividen.
Teori akuntansi tentang laba akan melibatkan pengukuran dan penyajian
laba yang dapat memenuhi berbagai tujuan di atas. Untuk melayani berbagai
kebutuhan di atas, ada dua pendekatan yang harus dipertimbangkan dalam
akuntansi laba yaitu suatu laba untuk berbagai tujuan (single income for
different purposes) atau beda tujuan beda laba (different income for different
purposes). Pendekatan pertama berusaha untuk memenuhi tujuan secara
umum. Inilah pendekatan yang ingin dicapai dalam merekayasa pelaporan
keuangan umum (general purpose financial reporting).
Walaupun teori tentang konsep laba lebih berkaitan dengan pendekatan
ini, akuntansi juga berusaha untuk menyediakan informasi agar tujuan
khusus dapat dipenuhi dengan menyediakan informasi yang memungkinkan
pemakai untuk menentukan konsep laba sesuai dengan kebutuhan
spesifiknya. Pendekatan kedua menggunakan berbagai konsep laba dan
menjanjikannya secara jelas berbagai konsep laba tersebut secara khusus.
Kebutuhan khusus ini dapat dilayani dengan menyertai statemen keuangan
umum (khususnya statemen laba-rugi) dengan berbagai laporan pelengkap.
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 7
2.4. KONSEP LABA KONVENSIONAL
Teori tentang laba masih harus dikembangkan dan dimantapkan agar
dicapai interpretasi yang tepat secara intuitif maupun ekonomik sehingga
angka laba akuntansi mempunyai manfaat yang tinggi khususnya bagi
investor dan kreditor. Hendriksen dan van Breda (1992, dalam Suwardjono,
2006; 457) mengemukakan bahwa laba akuntansi yang sekarang berjalan
(konvensional) masih problematik secara teoritis. Laba akuntansi
mempunyai beberapa kelemahan berikut:
a. Laba akuntansi belum didefinisi secara semantik dan jelas sehingga laba
tersebut secara intuitif dan ekonomik bermakna.
b. Penyajian dan pengukuran laba masih difokuskan pada pemegang
saham biasa atau residual.
c. Prinsip akuntansi berterima umum (PABU) sebagai pedoman
pengukuran laba masih memberi peluang untuk terjadinya
ketaktaatasasan (inkonsistensi) antar perusahaan.
d. Karena didasarkan pada konsep kos historis, laba akuntansi secara
umum belum memperhitungkan pengaruh perubahan daya beli dan
harga.
e. Dalam menilai kinerja perusahaan secara keseluruhan, investor dan
kreditor memandang informasi selain laba akuntansi juga bermanfaat
atau bahkan lebih bermanfaat sehingga ketepatan laba akuntansi belum
jadi tuntutan yang mendesak.
Atas dasar tujuan dan kelemahan laba akuntansi di atas, ada dua aspek
pokok teori laba yaitu (1) interpretasi laba dan implikasinya dalam tiap
tataran teori dan (2) lingkup laba atas dasar kegiatan operasi dan teori
entitas.
2.5. KONSEP LABA DALAM TATARAN SEMANTIK
Konsep laba dalam tataran semantik berkaitan dengan masalah makna apa
yang harus dilekatkan oleh perekayasa pelaporan pada simbol atau elemen
laba sehingga laba bermanfaat (useful) dan bermakna (meaningful) sebagai
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 8
informasi. Laba pada tataran semantik harus menggambarkan hubungan
pada realitas ekonomi yang mendasari. Pada tataran ini, teori berusaha untuk
menjawab pertanyaan apakah yang harus direpresentasi oleh laba. Seperti
teori tentang aset, realitas atau kegiatan entitas apa yang harus diinterpretasi
oleh angka laba. Makna yang dikandung dalam laba akhirnya harus
diinterpretasi oleh pemakai. Pemaknaan laba secara semantik akhirnya akan
menentukan pemaknaan laba secara sintatik yaitu pengukuran dan
penyajiannya.
2.5.1 Pengukuran Kinerja
Karena investor dan kreditor merupakan pihak yang dituju dalam
pelaporan keuangan, dianggap bahwa mereka berkepentingan dengan
informasi masa lalu untuk mengevaluasi prospek perusahaan di masa
datang. FASB, misalnya, menetapkan salah satu tujuan pelaporan
keuangan sebagai berikut:
“Fiancial reporting should provide information about an enterprise’s
financial performance during a period. ... The primary focus of
financial reporting is information about an enterprise’s performance
provided by measures of earnings and its components. ... Financial
reporting should provide information about how management of an
enterprise has discharged its stewardship responsibility to owners
(stockholders) for the use of enterprise resources entrusted to it.“
Tujuan di atas menyiratkan bahwa laba periode (earnings) dimaknai
sebagai informasi tentang kinerja masa lalu yang meliputi daya melaba
(earning power), akuntabilitas, dan efisiensi. Daya melaba dan efisiensi
merupakan konsep yang saling berkaitan. Kinerja perusahaan merupakan
manifestasi dari kinerja manajemen sehingga laba dapat pula diinterpretasi
sebagai pengukur keefektifan dan keefisienan manajemen dalam
mengelola sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Hal ini
dikemukakan oleh Paton dan Littleton (1967 dalam Suwardjono, 2006;
458) sebagai berikut:
“Accounting exists primarily as a means of computing a residuum, a
balance, the difference between cost (as efforts) and revenues ( as
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 9
accomplishment) for individual enterprises. The difference reflects
managerial effectiveness and is of particular significance to those who
furnish the capital and take the ultimate responsibility (hlm. 16).”
Pelaporan keuangan berkepentingan dengan informasi tentang
kemampuan atau daya melaba suatu kesatuan uasha dengan sumber daya
(aset) yang dikuasainya dalam suatu periode. Daya melaba merupakan
informasi semantik yang diharapkan bibawa oleh informasi akuntansi
melalui statemen keuangan yaitu objek (element), ukuran (size), dan
hubungan (relationship). Daya melaba akan mempunyai makna kalau laba
dikaitkan dengan periode dan sumber daya yang digunakan. Jadi, untuk
menentukan daya melaba, tiga komponen harus diketahui yaitu laba,
periode, dan tingkat sumber daya (investasi). Laba dapat diinterpretasi
sebagai pengukur keefisiensinan (efisiensi) bila dihubungkan dengan
tingkat investasi karena efisiensi secara konseptual merupakan suatu
hubungan atau indeks.
Secara umum, efisiensi adalah kemampuan menciptakan keluaran
(output) tertinggi dengan sumber daya tertentu sebagai masukan (input).
Bila keluaran atau sasaran tertentu telah ditentukan, efisiensi adalah
kemampuan mencapai keluaran tersebut dengan sumber daya terendah
(minimum) yang dimungkinkana. Dalam akuntansi, laba dimaknai dan
diinterpretasi sebagai pengukur efisiensi oleh investor dalam bentuk
kembalian atas investasi (return on investment atau ROI). Bagi
manajemen, efisiensi dapat diinterpretasi sebagai pengukur efisiensi
penggunaan sumber daya dalam bentuk kembalian atas aset ( return on
assets atau ROA). Bagi kreditor, efisiensi dapat ditunjukkan dengan
tingkat bunga (return on loan atau ROL). Jadi, angka laba itu sendiri tidak
termakna kalau tidak dihubungkan dengan tingkat investasi atau tolak ukur
atau patok duga (benchmark) tertentu misalnya pendapatan/penjualan.
Efisiensi perusahaan akan bermakna kalau dihubungkan dengan tolak ukur
di luar perusahaan misalnya efisiensi perusahaan lain yang sejenis atau
standar industri.
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 10
Jadi, laba dapat mempresentasi kinerja efisiensi karena laba
menentukan ROI, ROA, dan ROL sebagai pengukur efisiensi. Karena
kegiatan usaha sangat kompleks, laba dipandang cukup kaya
(komprehensif) untuk merepresentasi pengukur efisiensi. Namun, validitas
pengukur efisiensi tersebut bergantung pada bagaimana laba dan tingkat
investasi diukur serta dari sudut pandang siapa informasi efisiensi
ditujukan. Sebagai analogi, indeks prestasi atau IP mahasiswa dipandang
cukup kaya untuk merepresentasi kinerja belajar mahasiswa. Akan tetapi,
validitas indeks tersebut sangat bergantung pada bagaimana IP tersebut
diperoleh dan diukur.
2.5.2 Konfirmasi Harapan Investor
Perekayasa pelaporan juga berusaha menyediakan informasi untuk
meyakinkan bahwa harapan-harapan investor atau pemakai lainnya di
masa lalu tentang kinerja perusahaan memang terealisasi. Dengan
demikian, laba dapat diinterpretasi sebagai sarana untuk mengkonfirmasi
harapan-harapan terssebut. Asumsinya adalah para investor telah
menggunakan segala informasi yang tersedia secara publik sebagai basis
keputusan investasinya melalui prediksi laba. Bila diasumsi bahwa pasar
cukup efisien, laba yang diprediksi investor harus mendekati atau sama
dengan laba yang dilaporkan. Bila hal ini terjadi, laba merupakan sarana
untuk mengkonfirmasi harapan investor dan investor diharapkan tidak
bereaksi terhadap pengumuman laba.
Bila pasar tidak cukup efisien, angka laba justru ditunggu-tunggu oleh
para investor sebagai basis umtuk mengambil atau mengubah keputusan.
Dengan kata lain, laba diinterpretasi sebagai sarana untuk menyampaikan
informasi privat perusahaan sehingga laba harus mempunyai kandungan
informasi (information content) baru lebih dari apa yang telah ditangkap
oleh pasar. Dengan demikian, pasar diteorikan akan bereaksi terhadap
pengumuman laba.
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 11
2.5.3 Estimator Laba Ekonomik
Akuntansi menganut asas akrual untuk mendapatkan suatu angka yang
lebih bermakna secara ekonomik daripada sekadar kenaikan atau
penurunan kas dalam suatu perioda. Angka laba akan bermakna kalau
tidak merepresentasi perubahan kemakmuran (wealth) atau penciptaan
nilai (value creation) sebagai hasil kinerja ekonomik suatu kesatuan usaha.
Secara teknis, perubahan kemakmuran atau nilai diwujudkan dalam
kegiatan produktif (menghasilkan barang dan jasa).
Dengan asas akrual, pengukuran (accuring) dan penangguhan
(deferring) atas dasar konsep upaya dan hasil serta konsep kos historis
merupakan proses yang sangat lekat dengan penentuan laba akuntansi.
Perekayasa akuntansi mengharapkan bahwa laba akuntansi akan
mendekati laba ekonomik atau paling tidak merupakan estimator yang baik
untuk laba ekonomik. Artinya, perubahan laba akuntansi diharapkan
merefleksi pula perubahan ekonomik perusahaan. Dengan demikian, laba
akuntansi masih tetap bermanfaat bagi investor yang mungkin lebih
berkepentingan dengan laba ekonomik.
Laba akuntansi adalah laba dari kaca mata perekayasa akuntansi atau
kesatuan usaha karena keperluan untuk menyajikan informasi secara
objektif dan terandalkan. Oleh karena itu, laba akuntansi didasarkan pada
data yang telah terjadi bukannya data hipotesis yang dapat berupa kos
kesempatan (opportunity cost). Pengertian ekonomik dari segi akuntansi
adalah kelayakan ekonomik (economic reasonableness) jangka panjang
dan bukan penilaian ekonomik (economic valuetion) jangka pendek. Oleh
karena itu, depresiasi dalam akuntansi merupakan proses alokasi dan
bukan proses penilaian.
Sementara itu, laba ekonomik adalah laba dari kaca mata investor karena
keperluan untuk menilai investasi dalam saham yang dalam banyak hal
bersifat subjektif bergantung pada karakteristik investor. Dalam menilai
investasinya, investor selalu mendsarkan diri pada kos kesempatan yang
diwujudkan dalam bentuk tingkat kembalian pasar (market rate of return).
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 12
Dengan demikian, laba di mata investor adalah tingkat kembalian internal
(internal rate of return) aliran-aliran kas masa datang yang dapat
dihasilkan seandainya investor menanamkan asetnya di tempat lain (kos
kesempatan). Di mata investor, penilaian aset lebih banyak didasarkan
pada informasi pasar yang berubah-ubah setiap saat dan depresiasi
dipandang sebagai proses penilaian aset (penurunan nilai).
Perbedaan sudut pandang di atas menjadikan laba akuntansi berbeda
dengan laba ekonomik. Hendriksen dan van Breda (1992, hlm. 316)
menyederhanakan perbedaan laba akuntansi dan ekonomik atas dasar
konsep depresiasi. Laba akuntansi dihitung atas dasar depresiasi akuntansi
(alokasi) dan laba ekonomik dihitung atas dasar depresiasi ekonomik
(penurunan nilai).
Selain perbedaan di atas, laba ekonomik berbeda dengan laba akuntansi
karena pada umumnya laba ekonomik memperhitungkan perubahan daya
beli uang (perubahan harga umum) dan perubahan harga spesifik aset.
Daya beli uang diperhitungkan karena investor lebih berkepentingan
dengan kos kesempatan untuk menilai secara ekonomik investasinya.
Dalam hal ini, akuntansi juga berusaha untuk meningkatkan relevansi
informasi dengan cara melengkapi seperangkat statemen pokok (kos
historis) dengan laporan pelengkap untuk menunjukkan pengaruh
perubahan harga dan daya beli. Hal ini akan dibahas lebih lanjut dalam bab
lain berikut nanti.
Schroeder dan Clark (1998) menunjukkan perbedaan laba oleh Bedford
atas dasar sifatnya menjadi laba psikik, real, dan uang. Laba psikik
(psychic income) adalah laba yang berupa kenaikan dalam pemuasan
keinginan manusia. Laba ini dapat dirasakan maknanya tetapi sulit
dikuantifikasi secara umum karena kepuasan manusia bergantung pada
tingkat kemakmuran dan status sosial yang telah dicapai. Artinya, angka
rupiah laba yang sama tidak memberi kepuasan yang sama antara orang
satu dan lainnya. Laba real (real income) adalah laba yang berupa kenaikan
kemakmuran ekonomik (economic wealth) dan menjadi fokus pengukuran
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 13
laba ekonomik. Laba uang (money income) adalah laba yang berupa
kenaikan satuan uang dalam suatu perioda tanpa memperhatian pengaruh
perbedaan daya beli dan menjadi fokus pengukuran laba akuntansi. Jadi,
laba akuntansi berkepentingan dengan laba uang sedangkan laba
ekonomik berkepentingan dengan laba real.
Laba akuntansi juga berbeda dengan laba ekonomik karena konsep
dasar yang dianut. Laba akuntansi dilandasi oleh konsep kontinuitas usaha
yang memandang aset sebagai sisa potensi jasa sehingga kos historis
menjadi basis pengukurannya. Sementara itu, laba ekonomik dilandasi
oleh konsep likuidasi yang meliht aset sebagai simpanan atau desiaan nilai
(store of value) setiap saat sehingga nilai sekarang menjadi basis
pengukurannya. Dengan demikian, laba dipandang sebagai perubahan
nilai dalam satu perioda hingga nilai sekarang menjadi basis
pengukurannya. Dengan demikian, laba dipandang sebagai perubahan
nilai dalam suatu periode.
Jadi, dari beberapa aspek, laba akuntansi memang dan harus berbeda
dengan laba ekonomik. Namun, laba akuntansi diharapkan dapat menjadi
estimator atau indicator laba ekonomik. Gambar 1. di bawah ini meringkas
perbedaan antara laba akuntansi dan laba ekonomik.
ASPEK PEMBEDA LABA AKUNTANSI LABA EKONOMIK
Sudut pandang pemaknaan Perekayasa akuntansi, penyusun standar, atau penyusun statemen keuangan
Pemegang saham
Dasar pengukuran Kos historis Kos kesempatan, nilai pasar, nilai likuidasi
Pengertian “ekonomik” Kelayakan ekonomis jangka panjang
Penilaian ekonomik jangka pendek
Makna depresiasi Alokasi kos Penurunan nilai ekonomik
Unit pengukur Rupiah nominal Daya beli
Sasaran pengukuran atau sifat laba
Laba uang / nominal Laba real
Konsep dasar yang melandasi
Kontinuitas usaha, asas akrual
Likuidasi, nilai tunai
Fungsi asset Sisa potensi jasa Simpanan / sediaan nilai
Gambar 1. Perbandingan Laba Akuntansi dan Ekonomik
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 14
Pertanyaannya teoretis selanjutnya adalah apakah akuntansi juga harus
menyajikan laba ekonomi? Karena reliabilitas menjadi sasaran akuntansi,
akuntansi tidak harus menentukan laba ekonomik yang subjektif. Akan
tetapi, akuntansi harus berusaha untuk menyajikan dan memformulasikan
laba akuntansi yang dapat membantu investor dalam menentukan laba
ekonomik sesuai dengan persepsi para investor. Jadi, akuntansi cukup
menyajikan informasi laba dan aliran kas yang layak dan menyerahkan
semua analisis dan perhitungan laba ekonomik kepada investor atau
pemakai lainnya. Hal ini sesuai dengan gagasan FASB dalam merekayasa
pelaporan keuangan sebagai berikut (SFAC No. 1, prg.41):
… Indirect measures of cash flow potential are widely considered
necessary or desirable, both for particular resources and for
enterprises as a whole. That information may help those who desire to
estimate the value of a business enterprise, but financial accouting is
not designed to measure directly the value of an enterprise.
Investor, melalui analisis sekuritas , pada umumnya lebih mendasarkan
diri pada laba ekonomik untuk memprediksi aliran kas atau return saham
perusahaan di masa datang. Analisis memandang bahwa laba akuntansi
mengandung gangguan (noise) akibat penerapan PABU yang dalam
banyak hal tidak merefleksi realitas ekonomik (misalnya pengguanaan kos
historis) atau akibat manajemen laba (earnings management). Oleh karena
itu, kalau laba akuntansi bebas dari gangguan dan mendekati laba
ekonomik, laba akuntansi akan menjadi predictor yang andal juga. Dengan
demikian, kedekatan atau korelasi antara laba akuntansi dan laba
ekonomik akan menentukan kualitas laba akuntansi (earnings quality).
2.6. MAKNA LABA
Pembahasan dalam bagian ini masih merupakan bagian dari konsep laba
pada tataran semantik. Pemaknaan laba sebagai pengukur efisiensi,
konfrimasi harapan investor, dan estimator laba ekonomik merupakan
gagasan-gagasan untuk menemukan definisi (konsep atau makna) laba yang
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 15
tepat untuk tujuan akuntansi. Secara semantik, belum terdapat kesepakatan
tentang makna laba yang mantap yang menjadi basis akuntansi dalam
jangka panjang. Hendriksen dan van Breda (1992 dalam Suwardjono, 2006;
463) mengemukakan kritik terhadap laba akuntansi sebagai berikut:
“There is no long-run theoretical basis for the computation and
presentation of accounting income (hlm.309)”
Kritik di atas didasarkan pada kenyataan bahwa terdapat banyak definisi
atau makna yang dilekatkan pada simbol laba oleh berbagai sumber. Akan
tetapi, masih belum dapat diidentifikasi secara mantap makna manakah
yang sebenarnya dianut atau harus dianut akuntansi. Sebagai basis
pembahasan dan pencarian konsep laba, beberapa gagasan atau sumber
dibahas berikut ini.
FASB menetapkan laba (disebut laba komprehensif) sebagai elemen
statemen keuangan dan mendefinisinya sebagai berikut (SFAC No. 6,
prg.70):
“Comprehensif income is the change in equity of a business enterprise
during a period from transaction and other events and circumstances
from nonowner sources. It includes all change in equity during a period
except those resulting from investment by owners and distributions to
owners.”
Sejalan dengan definisi di atas adalah apa yang dikemukakan Barton
sebagaimana dikutip oleh Goddfrey, Hodgson, dan Holmes (1997 dalam
Suwardjono, 2006; 463) sebagai berikut:
“After removing the effects of any additional capital contributions or
withdrawals by owners from the initial capital investment, the increase
in net wealth is the income of the periode (hlm.475).”
Dua definisi di atas membatasi laba dari sudut pandang pemegang saham
residual sehingga laba didefinisi sebagai perubahan/kenaikan ekuitas atau
asset bersih atau kemakmuran bersih pemilik (pemegang saham) dalam
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 16
suatu periode yang berasal dari transaksi operasi dan bukan transaksi modal
(setoran dari dan distribusi ke pemilik). Dari sudut pandang perusahaan
sabagai entitas, Goddfrey, Hodgson, dan Holmes (1997 dalam Suwardjono,
2006; 464) juga mengutip makna laba dari Bedford sebagai berikut:
“It is the reward paid by the individuals to business entities for their
productivity which represents business income and therefore it is the
reward … which acts as the motivating force in a free market economy
(hlm. 475).”
Laba dimaknai sebagai imbalan atas upaya perusahaan menghasilkan
barang dan jasa. Ini berarti laba merupakan kelebihan pendapatan di atas
biaya (kos total yang melekat kegiatan produksi dan penyerahan
barang/jasa). Pengertian ini sejalan dengan konsep kesatuan usaha yang
dikemukakan Paton dan Littleton (1967 dalam Suwardjono, 2006; 464)
yang memandang laba sebagai kenaikan asset perusahaan seperti berikut:
“The figure of income, in turn, expresses the amount of resources which
may be drawn upon (if in disposable form) to meet the interest charges,
income taxes, and dividen appropriations without impairment of capital
and surplus as of the beginning of the period (hlm. 48).”
Laba adalah kenaikan asset dalam suatu periode akibat kegiatan
produktif yang dapat dibagi atau didistribusi kepada kreditor , pemerintah,
pemegang saham (dalam bentuk bunga, pajak, dan dividen) tanpa
mempengaruhi keutuhan ekuitas pemegang saham semula. Sejalan dengan
pengertian yang diberikan Barton, ini berarti bahwa pengaruh perubahan
ekuitas akibat transaksi modal (the effects of any additional capital
contributions or withdrawals by owners) harus dikeluarkan dari perhitungan
laba.
Dengan nada yang sama, Schroeder dan Clark (1998 dalam Suwardjono,
2006; 464) mengutip pengertian laba dari sudut pandand perorangan /
individu yang dikarakterisasi (diiberi karakter) oleh Hiks sebagai berikut :
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 17
“The purpose of income calculation in practical affairs is to give people
an indication of the amount they can comsume without improverishing
themselves. Following out this idea it would seem that we ought to define
a man’s income as the maximum value which he can consume during a
week, and still expect to be as well off at the end of the week as he was at
the beginning (hlm.90).”
Karena sudut pandang individual, pengertian mengkonsumsi (to
consume) di sini adalah menggunakan kenaikan kemakmuran untuk
keperluan pribadi atau noninvestasi seperti membeli baju, membelanjai istri,
atau membayar sekolah anak-anak. Pengertian di sini akan sama dengan
pengertian dari sudut pandang badan usaha (perusahaan) yang dikemukakan
Paton dan Littleton kalau kata mengkonsumsi diganti dengan mendistribusi
(to distribute) atau ditarik darinya (to be drawn upon) untuk didistribusi
ked an digunakan / dibelanjakan / dikonsumsi untuk keperluan apapun oleh
pihak pemegang pancang (kreditor, pemerintah, dan pemegang saham).
Dari berbagai pengertian laba di atas, dapat disimpulkan bahwa laba
secara konseptual mempunyai karakteristik umum sebagai berikut :
a. Kenaikan kemakmuran (wealth atau well-offness) yang dimiliki atau
dikuasai suatu entitas. Entitas dapat berupa perorangan / individual,
kelompok individual, institusi, badan, lembaga, atau perusahaan.
b. Perubahan terjadi dalam suatu kurun waktu (periode) sehingga harus
diidentifkasi kemakmuran awal dan kemakmuran akhir.
c. Perubahan dapat dinikmati, didistribusi, atau ditarik oleh entitas yang
menguasai kemakmuran asalakan kemakmuran awal dipertahankan.
Kemakmuran dapat berupa asset bersih, asset, modal pemegang saham,
kekayaan, investasi, sumber daya ekonomik, uang, atau apapun yang
bernilai uang atau yang dapat dinilai dengan uang. Kemakmuran tersebut
secara umum disebut capital (capital). Capital di sini berbeda dengan modal
karena modal mempunyai pengertian khusus dalam akuntansi yaitu ekuitas
pemegang saham. Bila istilah capital digunakan, harus selalu dibayangkan
siapa yang menguasai atau memiliki. Gambar 2 dibawah ini melukiskan
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 18
pengertian capital dari berbagai sudut pandang dalam konteks pembahasan
laba dan akuntansi.
Gambar 2. Pengertian Kapital Dalam Konteks Laba Akuntansi
Bagi pemegang obligasi dan pemegang saham, klaim atas nilai yang
tertanam di perusahaan akan masuk dalam klasifikasi yang disebut capital
keuangan (financial capital). Bagi perusahaan, capital dapat diklasifikasi
sebagai capital fisis (physical capital) kalau seluruh asset dipandang sebagai
himpunan kapasitas produktif atau dapat juga diklasifikasi sebagai capital
financial kalau seluruh asset dipandang sebagai nilai uang. Dalam bahasa
investasi, capital financial sering disebut juga dengan aset finansial
(financial asset) sedangkan capital fisis disebut asset real (real asset).
2.6.1 Laba dan Kapital
Pembahasan laba tidak dapat dipisahkan dengan pembahasan capital tetapi
makna keduanya harus dibedakan. Dengan mendasarkan diri pada
pengertian capital yang dikemukakan oleh Irving Fisher, Hendriksen dan
van Breda (1992) membedakan laba dan capital sebagai berikut :
Aset
Utang
Ekuitas
Kapital bagi pihak yang
mempunyai / menguasai
klaim (ditandai dengan
sertifikat utang, misalnya
obligasi)
Kapital bagi pihak yang
mempunyai / menguasai
klaim (ditandai dengan
sertifikat saham)
Kapital bagi badan usaha atau
manajemen yang menguasai
sumber ekonomik ini (fisis
atau financial)
Catatan :
capital bagi badan usaha atau
manajemen dapat berupa asset
total asset bersih (net asset).
Bila berupa asset total,
capital dapat dipandang
sebagai capital fisis atan
financial. Bila berupa asset
bersih, capital bersifat
financial saja.
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 19
“Capital is a stock of wealth at an instant time. Income is a flow of
services through time. Capital is the embodiment of future service, and
income is the enjoyment of these service over a specific period of time
(hlm.279)”.
Kapital dapat diasosiasi dengan sediaan atau potensi jasa (stock
concept). Jadi, capital dapat dipandang sebagai sediaan kemakmuran pada
saat tertentu. Sementara itu, laba dapat diasosiasi dengan aliran
kemakmuran (flow concept). Jadi, laba adalah aliran potensial jasa yang
dapat dinikmati dalam kurun waktu tertentu dengan tetap mempertahankan
tingkat potensi jasa mula-mula.
Bila dianalogi dengan tanki air (reservoar), capital adalah kandungan
air sampai level tertentu pada suatu saat. Dalam suatu periode, air dalam
tanki akan diisi dan sekaligus juga digunakan. Laba adalah aliran air yang
keluar dari tanki (digunakan atau dinikmati untuk berbagai keperluan
rumah tangga) dalam suatu periode dengan tetap mempertahankan
kandungan air di tanki pada level semula. Dalam hal kegiatan usaha,
pengertian “dinikmati” (to be enjoyed) adalah dikonsumsi, didistribusi,
atau ditarik untuk keperluan pribadi atau noninvestasi.
Berbeda dengan tanki air yang kapasitasnya terbatas, kegiatan usaha
biasanya berkembang terus. Oleh karena itu, laba tidak harus selalu
dinikamati tetapi dapat terus tertanam di perusahaan sehingga menambah
tingakat investasi. Kalau laba harus dinikmati maka hal tersebut hanya
dapat dilakukan sejauh tidak melampaui tingkat capital semula. Pengertian
laba semacam ini disebut laba atas dasar konsep pemertahanan capital atau
kemakmuran (capital atau wealth maintenance concept). Karakteristik
umum laba ketiga yang dibahas sebelumnya (karakteristik c) merupakan
konsekuensi dianutnya konsep ini.
2.6.2 Konsep Pemeliharaan Kapital
Konsep ini dilandasi oleh gagasan bahwa entitas (perusahaan atau
investor) berhak mendapatkan kembali / imbalan atau return dan
menikmatinya setelah capital (investasi) dipertahankan keutuhannya atau
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 20
pulih seperti sedia kala (recovered). Harapan umum dalam kegiatan bisnis
adalah capital atau investasi yang tertanam selalu berkembang. Konsep ini
mempunyai arti penting atau konsekuensi dalam beberapa hal yang saling
berkaitan sebagai berikut :
a. Membedakan antara kembalian atas investasi (return on investment)
dan pengembalian investasi (return on investment).
b. Memisahkan dan membedakan transaksi operasi (produktif) dalam
arti luas dengan transaksi pendanaan dari pemilik (owner
transactions).
c. Menjamin agar laba yang dapat didistribusi tidak mengandung
pengembalian investasi. Artinya, kalau laba suatu periode harus
dikonsumsi atau didistribusi seluruhnya, jumlah tersebut harus benar-
benar merefleksi juamlah yang memenuhi definisi laba sehingga
entitas mempunyai kemampuan ekonomik yang sama dengan
kemampuan mula-mula.
d. Memungkinkan penentuan jumlah penyesuaian capital (capital
adjustment) untuk mempertahankan kemampuan ekonomik (capital)
awal periode akibat perubahan harga dan daya beli sehingga laba
ekonomik akan terukur pula.
e. Memungkinkan penggunaan berbagai dasar penilaian untuk
menentukan tingkat capital pada saat tertentu (awal dan akhir).
f. Memungkinkan penerapan pendekatan asset-kewajiban (asset-
liability approach) secara penuh dalam pemaknaan laba sehingga
angka laba akuntansi akan mendekati angka laba ekonomik. Laba
didefinisi sebagai perubahan asset bersih bukan sebagai selisih antara
pendapatan dikurangi biaya. Dengan kata lain, laba merupakan selisih
pengukuran / penilaian asset bersih pada dua titik waktu yang berbeda.
Atas dasar berbagai uraian di atas, laba kemudian dapat didefinisi
secara umum, formal, dan semantic sebagai berikut :
Laba adalah tambahan kemampuan ekonomik yang ditandai dengan
kenaikan capital dalam suatu periode yang berasal dari kegiatan
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 21
produktif dalam arti luas yang dapat dikonsumsi atau ditarik oleh entitas
penguasa / pemilik capital tanpa mengurangi kemampuan ekonomik
capital mula-mula (awal periode).
Definisi di atas bersifat umum karena tidak membatasi entitas pada
pemegang saham saja tetapi entitas dapat berupa kreditor, badan usaha,
individual, atau kesatuan usaha. Definisi di atas juga menuntut pengukuran
atau penilaian kapital pada dua titik waktu (awal dan akhir periode) tetapi
tidak membatasi bagaimana capital dinilai. Ini berarti pemaknaan laba
berbeda dan terpisah dengan pengukuran laba. Tentang bagaimana capital
dinilai merupakan masalah dalam tataran sintaktik yang akan dibahas
berikut nanti.
2.6.3 Contoh Angka
Kasus hipotesis berikut digunakan untuk lebih memahami makna laba
sebagaimana didefinisi di atas. Pada awal periode, suatu entitas memiliki
capital berupa kas Rp200 juta. Kas tersebut digunakan untuk usaha yang
pada akhir periode dilikuidasi. Setelah itu, entitas tersebut memiliki kas
sebesar Rp250 juta. Pada awal periode, indeks harga umum adalah 100
sedangkan pada akhir tahun indeks harga adalah 105. Berapakan laba
entitas dengan konsep pemertahanan capital? Untuk menjawab masalah
ini. Gambar 3 memperagakan makna laba dalam kasus tersebut.
Gambar 3. Makna Laba Atas Dasar Konsep Pemertahanan Kapital
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 22
Besarnya laba atas dasar konsep pemertahanan capital bergantung pada
dasar penilaian capital. Bila digunakan dasar kos historis (rupiah nominal),
capital akhir sebesar ABCD (Rp200 juta) dianggap cukup untuk
mempertahankan capital awal ABCD sehingga laba yang dapat
dikonsumsi adalah sejumlah DCGH (Rp50 juta). Bila digunakan dasar
daya beli, capital akhir yang harus dipertahan kan adalah ABFE (Rp210
juta) sehingga laba yang dapat dikonsumsi adalah EFGH (Rp40 juta).
DCFE merupakan penyesuaian kapital yaitu jumlah untuk menjadikan
kemampuan elektronik akhir tetap sama dengan kemampuan ekonomik
awal perioda. DCFE bukan merupakan laba karena kalau jumlah tersebut
didistribusi maka entitas akan berkurang kemampuan ekonomiknya
sehingga kapital awal tidak dipertahankan. Bila BCFE tetap
dikonsumsi/didistribusi, jumlah tersebut merupakan likuiditasi atau
pengembalian kapital (return of capital). Kembalian atas kapital (return of
capital) yang sesungguhnya adalah EFGH.
2.7. KONSEP LABA DALAM TATARAN SINTAKTIK
Makna semantik laba yang dikembangkan di atas akhirnya harus dapat
dijabarkan dalam tataran sintaktik. Ini berarti konsep laba harus
dioperasionalkan dalam bentuk satandar atau prosedur akuntansi yang
mantap dan objektif sehingga angka laba dapat diukur dan disajikan dalam
statmen keuangan.
Salah satu bentuk penjabaran makna laba secara sintaktik adalah
mendefinisikan laba sebagai selisih pengukuran dan penandingan antara
pendapatan dan biaya. Masalah teoritis pendapatan dan biaya adalah definisi
dan pengukuran dalam arti luas. Definisi merupakan masalah pada tataran
semantik. Pengukuran dalam arti luas yang meliputi pengukuran, saat
pengukuran, dan prosedur pengukuran ditambah cara mengungkapkannya
(disclosures) merupakan masalah pada tataran sintaktik. Bila laba didefinisi
sebagai pendapatan dikurangi biaya, masalahnya adalah kapan laba timbul
sehingga harus diukur dan diakui? Paralel dengan masalah pengukuran
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 23
pendapatan, terdapat dua kriteria atau pendekatan dalam pengukuran laba
yaitu pendekatan transaksi (transactions approach) dan pendekatan
kegiatan (activities approach).
2.7.1 Pendekatan Transaksi
Dengan pendekatan ini, laba diukur dan diakui pada saat terjadinya
transaksi (terutama transaksi tertentu) yang kemudian terakumulasi sampai
akhir periode. Karena laba didefinisikan sebagai pendapatan dikurangi
biaya, pengukuran dan pengakuan pendapatan dan biaya dalam satu
periode sebenarnya juga merupakan pengukuran dan pengakuan laba. Oleh
karena itu, pengukuran dan pengakuan laba juga akan paralel dengan
kriteria terrealisasi (realized/realizable) dan sama dengan pengakuan
biaya atas dasar kriteria konsumsi (consumption of benefit). Beberapa
transaksi berikut sebenarnya merefleksi pengukuran lab.
Kas .................................................................. 100.000
Penjualan (Pelanggan Y)....................... 100.000
Kas Barang Terjual (Produk Y)...................... 60.000
Sediaan Barang Dagangan.................... 60.000
Biaya Gaji Administrasi................................. 10.000
Biaya Gaji Pemasaran.................................... 11.500
Biaya Bunga................................................... 2.500
Kas ...................................................... 24.000
Kas................................................................... 2.000
Depresiasi Akumulasi-Mesin (X).................... 24.000
Mesin (X).............................................. 25.000
Untung Penjualan Mesin (X)................ 1.000
Karena laba melekat pada pendapatan (penjualan), dengan pendekatan
transaksi dapat dikatakan bahwa laba timbul dan diakui pada saat
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 24
penjualan atau pertukaran terjadi. Laba akan terhitung dan diakui setelah
biaya yang diperkirakan mendatangkan pendapatan juga diakui (konsep
penandingan). Dengan contoh transaksi diatas, dapat dilihat beberapa
keuntungan pendekatan transaksi bagi akuntansi untuk pelaopran laba
yaitu antara lain :
a. Komponen pembentuk laba bersih dapat dirinci dengan berbagai basis
antara lain atas dasar produk atau pelanggan untuk kepentingan
manajerial.
b. Laba yang berasal dari berbagai sumber/jenis transaksi
(utama,tambahan, dan luar biasa) dapat dipisahkan dan dilaporkan
untuk kepentingan eksternal.
c. Perubahan aset dan kewajiban merupakan perubahan nilai yang diakui
secara objektif pada saat perubahan terjadi akibat transaksi penjualan
(pendapatan) dan biaya dengan pihak eksternal.
d. Jumlah rupiah serta jenis aset dan kewajiban mereka secara automatis
tersedia pada akhir periode. Jumlah rupiah yang tersedia (kos historis)
dapat dijadikan basis untuk penilaian berbagai aset dan kewajiaban
tanpa harus melakukan mempertimbangkan perubahan nilai.
Karena perubahan nilai pasar aset tidak diakui, artikulasi antarstatmen
keuangan dapat dipertahankan. Ini berarti, pendapatan dikurangi biaya
akan sama dengan perubahan ekuitas pemegang saham. Namun demikian,
perubahan nilai pasar aset (misalnya sediaan) bila perlu dapat diakui pada
saat akhir periode sebgai penyesuaian. Hal ini merefleksi penerapan
konsep pemertahanan kapital.
2.7.2 Pendekatan Kegiatan
Dengan pendekatan ini, laba dianggap timbul bersamaan dengan
berlangsungnya kegiatan atau kejadian bukan sebagai hasil suatu transaksi
pada saat tertentu. Pendekatan ini paralel dengan konsep penghimpunan
atau pembentukan pendapatan (earning process) sebagai basis pengakuan
pendapatan. Dengan konsep ini, pendapatan (dengan sendirinya laba)
dapat dinyatakan telah terbentuk (earned) bersamaaan dengan telah
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 25
dilakukannya kegiatan operasi perusahaan dalam arti luas (produksi,
penjualan, dan pengumpulan kas).
Pendekatan mempunyai keunggulan dalam membantu manajemen
melakukan analisis internal. Berbagai konsep laba dapat diciptakan untuk
mengukur efisiensi dan probabilitas tiap kegiatan/bagian operasi,
mengendalikan perilaku manajer divisi dengan sestem pengendalian
manajemen, dan menentukan kompensasi.
Dalam aplikasinya, kedua pendekatan diatas tidak berdiri sendiri tetapi
saling melengkapi. Laba tidak dapat diakui hanya atas dasar salah satu
pendekatan. Kedua kriteria harus dipenuhi. Oleh karena itu, praktik
akuntansi (dalam kaitan dengan laba) yang sekarang banyak dianut
sebenarnya merupakan kombinasi dari pendekatan transaksi dan
pendekatan kegiatan.
2.7.3 Pendekatan Pertahanan Kapital
Dua pendekatan yang dibahas diats sebenarnya mengikuti pendekatan
pendapatan-biaya (reveneu- expense approach) dalam pengukuran dan
penilaian elemen neraca (aset dan kewajiban). Nilai aset dan kewajiban
merupakan konsekuensi dari pengukuran pendapatan dan biaya atas dasar
konsep penandingan.
Dengan konsep pemertahanan kaptial, laba merupakan konsekuensi
dari pengukuran kapitalpada dua titik watu yang berbeda. Dengan konsep
ini, elemen statemen keuangan diukur atas dasar pendekatan aset-
kewajiban. Jadi, dapat dikatakan bahwa laba adalah perubahan atau
kenaikan kapital dalam suatu periode. Dengan kata lain, laba adalah
perbedaan nilai kapital pada dua saat yang berbeda. Masalah teoritis dalam
hal ini adalah bagaimana kapital diukur atau dinilai dan bagaimana laba
ditentukan.
2.8. PENGUKURAN ATAU PENILAIAN KAPITAL
Pembahasan dalam bagian ini masih merupakan bagian dari pembahasan
laba pada tataran sintaktik. Pengukuran kapital pada dua titik waktu berbeda
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 26
hal yang bersifat ekonomik berubah dan harus dipertimbangkan yaitu unit
stau skala pengukur dan dasar pengukuran. Hal lain yang menentukan cara
menilai kapital adalah jenis kapitak (fisis atau financial) dan dasar
penelitian.
2.8.1 Jenis Kapital
Telah disinggung bahwa pengertian kapital harus dilihat dari sudut
pandang pihak yang menguasi kapital tersebut. Jenis kapital berkaitan
dengan karakteristik dan wujud kapital dari kaca mata yang menguasai
serta apa yang harus dipertahankan untuk menentukan laba. Dalam hal ini
terdapat dua jenis konsep kapital yaitu kapital finansial dan fisis.
a) Kapital Finansial
Kapital finansial adalah klain dipandang dari jumlah rupiah atau jumlah
yang melekat padanya tanpa memperhatikan wujid fisis klain tersebut.
Kalau memang berwujud fisis, wujud kapital tersebut adalah instrumen
atau aset finansial. Pada umumnya, kapital finansial adalah kapital yang
dikuasai oleh pemegang saham atau pemegang obligasi. Dengan
konsep ini laba atau kembalian atas kapital finansial (return on
financial capital) akan timbul bila jumlah rupiah klaim finansial pada
akhir suatu periode melebihi jumlah rupiah klaim finansial pada awal
periode (setelah pengaruh tansaksi pemilik/penguasa klaim selama
periode dikeluarkan). Dari sudut pandang pemegang saham suatu
perusahaan, laba atau kembalian atas kapital finansial akan timbul bila
jumlah rupiah aset bersih (net assets) pada akhir suatu periode melebihi
jumlah rupiah aset bersih pada awal periode (tentu saja setelah
pengaruh transaksi pemilik dikeluarkan). Dengan pendekatan ini, yang
harus dipertahankan dalam penentuan laba adalah nilai ekonomik
dalam arti nilai tukar kapital.
Kapital finansial dari sudut badan usaha adalah jumlah rupiah yang
melekat pada aset total badan usaha tanpa memandang jenis atau
komponen aset. Laba atau kembalian atas kapital finansial akan timbul
bilamana jumlah rupiah aset pada akhir periode melebihi jumlah rupiah
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 27
pada awal periode (tentu saja setelah pengaruh transaksi ekuitas dan
utang dikeluarkan). Dalam analisis statemen keuangan tradisional,
tingkat kembalian atas kapital finansial ini dinyatakan sebagai tingkat
kembalian atas aset total atau rate of return on assets (ROA) yang
dirumuskan sebagai berikut:
ROA = Laba bersih + Biaya bunga
Aset total rata-rata
Dari sudut pandang kreditor, kapital finansial adalah jumlah
pinjaman yang tertanam di perusahaan. Jumlah rupiah pinjaman
ditambah bunga yang menjadi hak kreditor selama periode merupakan
kapital akhir. Dengan demikian, bunga yang menjadi hak kreditor
merupakan laba kreditor.
b) Kapital fisis
Kapital fisis adalah sumber ekonomik yang dikuasai oleh entitas yang
dipandang atau dimaknai sebagai kapasitas produksi fisis (physical
productive capacity) yaitu kemampuan menghasilkan barang dan jasa.
Dalam konteks akuntansi, entitas yang dimaksud adalah badan usaha
yang dijalankan oleh manajemen. Kapital fisis secara umum tidak
relevan dari sudut pandang investor dan kreditor. Dengan konsep ini,
laba atau kembalian atas kapital fisis (return on physical capital) akan
timbul bila kapasitas produksi fisis pada akhir periode melebihi
kapasitas produksi fisis pada awal periode. Yang harus dipertahankan
dalam menentukan laba adalah kapasitas produksi fisis (tentu saja
setelah pengaruh transaksi ekuitas dan utang dikeluarkan).
Laba akhirnya harus dinyatakan dalam jumlah rupiah. Oleh karena
itu, kapasitas produksi fisis akhirnya harus dinyarakan dalam jumlah
rupiah pula. Dengan konsep ini, kapital dapat dipertahankan kalau aset
non moneter diukur atas dasar kos sekarang (current costs) atai kas
pengganti (replacement cost) pada saat pengukuran/penilaian. Selisih
antara kos sekarang akhir dengan kos sekarang awal (atau kos historis)
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 28
merupakan jumlah rupiah penyesuaian untuk memeprtahankan kapital
sehingga tidak masuk sebagai bagian dari laba.
Perbedaan utama antara kedua konsep di atas adalah perlakuan
terhadap pengaruh perubahan harga atas aset yang ditahan atau
kewajiaban yang ditanggung selama suatu periode seandainya
pengaruh tersebut diakui. Dalam konsep kapital finansial, pengaruh
perubahan, pengaruh perubahan akan diakui sebagai untung atau rugi
menahan atau penahanan (holding gains or losses) dan dilaporkan
melalui statemen laba-rugi. Dalam konsep kapital fisis, pengaruh
perubahan diakui sebagai penyesuaian kapital (capital adjustment) dan
tidak masuk dalam statemen laba-rugi.
2.8.2 Skala Pengukuran
Skala pengukuran adalah unit pengukur yang dapat dilekatkan pada suatu
objek sehingga objek tersebut dapat dibedakan besar-kecilnya
(magnitudanya) dan objek yang lain atas dasar unit pengukur tersebut.
Dalam teori pengukuran, dikenal empat macam skala pengukuran yaitu
kategoris (nominal), ordinal, interval, rasio. Pengukuran dalam akuntansi
bersifat rasio karena angka nol menunjukkan ketiadaan atau kekosongan
nilai (devoid of value).
a) Skala Nominal
Skala nominal atau lebih tepatnya skala rupiah nominal adalah satuan
rupiah sebagaimana telah terjadi tanpa memperhatikan perubahan daya
beli dengan berjalannya waktu akibat perubahan kondisi ekonomik.
Dengan kata lain, jumlah rupiah untuk waktu yang berbeda dianggap
homogenus atau daya beli sama sehingga dapat saling dijumlahkan atau
dikurangkan. Karena nilai rupiah dianggap konstan sepanjang masa,
akuntansi atas dasar pengukuran ini sering disebut akuntansi dengan
asumsi nilai rupiah konstan yang di Amerika disebut “constant dollar
accounting”. Pengukuran dengan skala rupiah nominal lebih
menitikberatkan pada jumlah unit rupiah daripada jumlah unit daya
beli.
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 29
Karena dalam kenyataannya nilai satuan uang berubah karena
inflasi, pengukuran atas dasar skala rupiah nominal mengandung
kelemahan. Biala dua jumlah rupiah pada waktu yang berbeda
ditambahkan (misalnya Rp10.000 ditahun 2000 ditambah Rp10.000
ditahun 2004), hasil penjumlahan (Rp20.000) sebenarnya tidak
bermakna lagi karena dua skala yang berbeda telah ditambahkan.
Penambahan semacam ini sering disebut adding oranges and apples.
Lima jeruk ditambah lima apel tidak sama dengan 10 jeruk dan apel.
Kam (1990, hlm. 200-201) mengibaratkan uang sebagai meteran atau
tongkat pengukur (measuring stick) nilai suatu objek. Namun, nilai uang
berubah sehingga objek yang sama yang diukur dengan nilai uang yang
berbeda (skala berbeda) dapat menghasilkan angka rupiah atau nilai
yang berbeda. Perbedaan skal ini dilukiskan Kam dalam Gambar 4. di
bawah ini.
Gambar 4. Skala Rupiah Nominal Sebagai Meteran
Seaindainya terjadi inflasi menerus selama 1995-2000, meteran
dengan skala rupiah nominal sebenarnya telah mengerut (warped)
seperti tampak pada gambar di atas. Bila suatu objek yang sma diukur
dengan meteran yang berbeda, angka hasil pengukuran berbeda
A B
Skala rupiah nominal 1995
0 Rp1 Rp2 Rp3 Rp4 Rp5
Skala rupiah nominal 2000
0 Rp1 Rp2 Rp3 Rp4 Rp5
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 30
walaupun nilai ekonomiknya sama. Misalnya jarak AB
menggambarkan nilai ekonomik suatu objek, pengukuran dengan dua
meteran yang berbeda skalanya (yang dengan rupiah nominal dianggap
sama) akan memberi angka pengukuran yang berbeda yaitu Rp2 dengan
meteran 1995 dan Rp3,30 dengan meteran 2000.
b) Skala Daya Beli
Skala daya beli atau lebih tepatnya skala rupiah daya beli atau skala
daya beli konstan merupakan skala untuk mengatasi kelemahan skala
rupiah nominal. Dengan skala ini, rupiah nominal dinyatakan kembali
atau dihomogenuskan dengan bentuk rupiah daya beli atas dasar indeks
harga tertentu. Karena unit pengukur dinyatakan dalam rupiah daya beli
yang sam, penambahan hasil pengukuran akan memberi hasil yang
bermakna.
Perubahan skala pengukur dari rupiah nominal ke rupiah daya beli
secara substantif tidak berpengaruh terhadap laba sebagai perubahan
nilai ekonomik kapital. Yang berubah adalah skala pengukurannya
sebagaimana tambahan berat seseorang dalam suatu periode tidak akan
berubah hanya karena pengukurannya diubah dari kilogram menjadi
pon. Walaupun demikian, pengukuran dengan rupiah daya beli akan
menimbulkan untung atau rugi daya beli (purchasing power gains or
losses) terutama kalau suatu entitas menahan aset meneter.
2.8.3 Dasar atau atribut Pengukuran
Walaupun banyak atribut atau dasar dasar penilaian yang dapat digunakan,
di sini hanya akan dibahas dua dasar penilaian penting yang berpaut
dengan penentuan laba yaitu kos historis (historical cost) dan kos sekarang
(current cost) yang keduanya merupakan nilai masukan (input value).
a) Kos Historis
Kos historis merupakan jumlah rupiah sepakatan atau harga pertukaran
yang telah dicatat dalam sistem pembukuan. Kos historis dipilih
biasanya karena kos tersebut objektif dan dapat diuji kebenarannya
(verifiabel).
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 31
Masalah kos historis hendaknya dibedakan dengan skala rupiah
nominal. Kos historis berkaitan dengan masalah pilihan jumlah rupiah
mana yang akan dilekatkan pada elemen statemen keuangan sedangkan
skala nominal berkaitan denan pilihan unit pengukur yang akan
digunakan. Dengan demikian, dapat saja dasar pengukuran tetap kos
historis tetapi skala yang digunakan adalah skala rupiah daya beli.
Dengan kata lain, kalau digunakan kos historis sebagai dasar penilaian
tidak dengan sendirinya skala yang digunakan adalah skala rupiah
nominal.
b) Kos Sekarang
Kos sekarang atau kos pengganti atau kos masukan sekarang (current
input cost) menunjukkan jumlah rupiah harga pertukaran atau
kesepakatan yang diperlukan sekarang oleh unit usaha untuk
memperoleh aset yang sama jenis dan kondisinya atau penggantinya
yang setara (ekuivalennya). Harga pertukaran harus ditentukan dari
pasar barang yang sekarang digunakan kesatuan usaha (input market)
sehingga harga perukaran akan menggambarkan dengan tepat nilai aset
bersangkutan.
Selisih anatara kos historis dan kos sekarang harus dibedakan
dengan selisih akibat dijabarkannya rupiah nominal menjadi rupiah
daya beli. Kos sekarang berbeda dengan kos historis bukan karena
perubahan harga umum tetapi karena perubahan harga barang tertentu
(disebut perubahan harga spesifik) akibat perubahan selera, teknologi,
dan fungsi. Sebagai contoh, harga handphone jenis tertentu dapat
menjadi lebih murah beberapa waktu kemudian meskipun terjadi
inflasi. Hal tersebut dapat terjadi karena selera dan teknologi berubah.
Demikian juga, suatu jenis sepeda motor bekas tertentu menjadi lebih
mahal dari model baru karena sepeda motor bekas tersebut dipersepsi
sebagai barang antik yang diburu banyak orang. Jadi, penggunaan kos
sekarang masih tetap dilakukan atas dasar skala rupiah nominal.
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 32
2.8.4 Pengukuran Laba dengan mempertahankan Kapital
Adanya tiga faktor penentu nilai kapital (jenis, skala, dan dasar penilaian)
yang saling berinteraksi menimbulkan berbagai macam pendekatan atau
basis penilaian kapital. Tiap pendekatan sebenarnya merefleksi kombinasi
antara ketiga faktor yang dipertimbangkan. Pengukuran laba yang dibahas
di sini masih bersifat konseptual karena belum menunjukkan prosedur
akuntansi dan cara menyajikannya. Tujuan pembahasan di sini adalah
untuk menggambarkan atau merasakan makna laba secara umum sebagai
perubahan kapital atas dasar konsep pemertahanan kapital.
Berbagai pendekatan penilaian kapital dibahas dan disarankan oleh
banyak penulis. Oleh karena itu, terdapat juga berbagai pengukuran laba
sebagai hasil penilaian kapital pada dua waktu yang berbeda. Pendekatan
yang dimaksud di sini adalah cara atau prosedur untuk mendapatkan
jumlah rupiah kapital dan laba. Berbagai pendekatan penilaian kapital dan
implikasinya terhadap penentuan laba antara lain adalah:
a) Kapitalisasi Aliran Kas Harapan
Pendekatan ini berpaut dengan pengukuran laba dari kaca mata
pemegang saham atau investor sebagai entitas. Oleh karena itu, kapital
di sini adalah kapital finansial berupa nilai investasi yang tertanam di
perusahaan yang menjadi klaim pemegang saham.
Konsep laba ini mendekati konsep laba ekonomik. Dengan konsep
ini, akan ditentukan nilai kapitalisasian (capitalized value) investasi
pemegang saham pada awal dan akhir periode. Nilai kapitalisasian
adalah nilai diskonan (discounted value) atau nilai sekarang (present
value) semua aliran kas masa datang dari investasi selama periode yang
diharapkan investor. Aliran kas ini dapat berupa dividen kas periodik
dan kas hasil penjualan atau likuidasi seluruh investasi di akhir periode
yang diharapkan. Bila tidak ada pembagian dividen, aliran kas adalah
kas yang akan diterima seandainya sebagian investasi dijual secara
periodik sebanyak kenaikan nilai investasi.
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 33
Dalam hal ini, laba merupakan selisih nilai kapitalisasian awal dan
akhir periode. Tentu saja untuk dapat menghitung nilai kapitalisasian
harus diketahui aliran kas harapan tiap periode, faktor kapitalisasi, dan
jangka investasi. Faktor kapitalisasi didasarkan pada tingkat kembalian
harapan (expected rate of return) yang biasanya merupakan kos
kesempatan investasi.
Sebagai ilustrasi, berikut ini adalah aliran kas yang diharapkan
diterima oleh pemegang saham dari investasinya pada tiap akhir tahun
selama empat tahun. Pada akhir tahun ke empat, investor mengharapkan
untuk menjual/melepas seluruh investasinya. Pada akhir tahun ke
empat, investasi dijual seluruhnya atau perusahaan dilikuidasi dan
investor mendapat pengembalian investasi.
Tahun 1 ............................................................ Rp 6.000.000
Tahun 2 ............................................................. 9.000.000
Tahun 3 ............................................................. 12.000.000
Tahun 4 ............................................................ 18.000.000
Dianggap aliran kas tahun 1 sampai 3 berasal dari dividen dan aliran
kas tahun 4 berasal dari dividen ditambah hasil penjualan atau
pengembalian seluruh investasi. Investor mengharapkan tingkat
pengembalian 20%. Atas dasar data tersebut, nilai kapitalisasian tiap
akhir tahun dapat ditentukan dengan menjumlah nilai sekarang (NS)
semua aliran kas masa datang sebagai berikut:
Nilai kapitalisasian awal tahun 1:
NS aliran kas tahun 1: Rp 6.000.000 x 0,8333= Rp 5.000.000
NS aliran kas tahun 2:Rp9.000.000 x 0,6944 = 6.250.000
NS aliran kas tahun 3: Rp12.000.000 x 0,5787= 6.944.400
NS aliran kas tahun 4: Rp18.000.000 x 0,4832= 8.680.600
Nilai kapitalisasian awal tahun 1 Rp 26.875.000
Nilai kapitalisasian akhir tahun 1 (awal tahun 2):
NS aliran kas tahun 2: Rp 9.000.000 x 0,8333= Rp 7.500.000
NS aliran kas tahun 3: Rp 12.000.000 x 0,6944= 8.330.300
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 34
NS aliran kas tahun 4: Rp 18.000.000 x 0,5787= 10.416.700
Nilai kapitalisasian akhir tahun 1 Rp 26.250.000
Nilai kapitalisasian akhir tahun ditambah aliran kas yang diterima
pada akhir tahun merepresentasikan nilai kapital bagi investor pada tiap
akhir tahun tersebut. Laba adalah selisih nilai kapital awal dan akhir
tahun. Dengan contoh di atas, laba tahun 1 dapat dihitung sebagai
berikut:
Nilai kapitalisasian akhir tahun 1 Rp 26.250.000
Kas diterima pada akhir tahun 1 6.000.000
Nilai kapital akhir tahun 1 Rp 32.250.000
Nilai kapitalisasian awal tahun 1 26.875.000
Laba Tahun 1 Rp 5.375.000
Laba untuk tahun 2 dan 3 dapat dihitung dengan cara yang sama.
Dianggap investor tidak mengubah harapannya tentang aliran kas serta
tingkat kapitalisasi (rate of return) tiap akhir tahun dan kas yang
diterima dibelanjakan untuk konsumsi no-investasi. Gambar berikut ini
menyajikan diagram penilaian kapital dan penentuan laba untuk kasus
yang sama.
Laba menurun karena dianggap kas yang diterima investor tidak
direinvestasi tetapi dikonsumsi dan tidak ada perubahan harapan karena
kasus dianggap berjalan dalam kondisi kepastian (certainty). Contoh ini
juga tidak realistik karena dianggap tidak ada lagi aliran kas setelah
Gambar 5. Penilaian Kapital dan Penentuan Laba
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 35
tahun keempat yang berasal dari alternatif investasi di tempat lain
sehingga nilai kapitalisasian nol.
Walaupun distribusi kas yang diharapkan Rp 6.000.000, laba untuk
tahun 1 hanya Rp 5.375.000. Artinya kalau pemegang saham ingin
mempertahankan tingkat kemakmurannya dan sekaligus menikmati
aliran kemakmuran tersebut, jumlah kemakmuran yang dapat dinikmati
hanyalah Rp 5.375.000. Jumlah ini menunjukkan kenaikan total
kapitalisasian (level kemakmuran) dan besarnya akan sama dengan
20% tingkat kapitalisasi awal. Dengan kata lain, jumlah tersebut
menunjukkan bunga atau tingkat kembalian investasi pemilik.
Selisihnya merupakan jumlah untuk mempertahankan kapital.
Agar realistik, aliran kas masa datang mestinya dibatasi hanya empat
tahun tetapi tidak terbatas (konsep kontinuitas usaha) dan tiap akhir
tahun dilakukan antisipasi baru terhadap aliran kas masa datang. Oleh
karena itu, nilai kapitalisasian harus dihitung atas dasar formula
perpetuitas (perpetuity).
Dari kaca mata perusahaan atau manajemen, uraian di atas dapat
diterapkan dengan mengganti kapital dengan aset bersih yang
merefleksikan nilai perusahaan (value of the firm). Aliran kas
dipandang sebagai laba tunai masa datang. Karena dapat dikatakan
bahwa pemegang saham memiliki perusahaan maka kapital bagi
manajemen tentunya akan sama dengan kapital bagi pemegang saham
hanya berbeda dari sudut pandang saja. Kenaikan aset bersih
perusahaan merupakan laba yang dapat didistribusikan dalam bentuk
dividen kas. Paralel dengan perhitungan laba oleh pemegang saham
(investor) di atas, bila harapan manajemen sama dengan harapan
investor, laba perusahaan tahun 1 dapat dihitung sebagai berikut:
Nilai kapitalisasian akhir tahun 1 Rp 26.250.000
Pembagian laba (dividen kas) pada akhir tahun 1 6.000.000
Nilai perusahaan akhir tahun 1 sebelum dividen Rp 32.250.000
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 36
Nilai kapitalisasian awal tahun 1 26.875.000
Laba perusahaan tahun 1 Rp 5.375.000
Laba perusahaan Rp 5.375.000 di atas menunjukkan laba yang dapat
didistribusikan tanpa memengaruhi kapital (aset bersih) awal. Bila
perusahaan membagi dividen kas sebesar Rp 6.000.000 maka aset
bersih awal akan berkurang sebesar selisihnya. Selisih ini sebenarnya
menggambarkan likuidasi atau pengembalian kapital (return of capital)
seperti yang dijelaskan dalam uraian gambar.
b) Penilaian Pasar atas Perusahaan
Penilaian ini memandang kapital sebagai kapital finansial. Penilaian ini
merupakan alternatif kapitalisasi aliran kas. Kapital diukur atas dasar
berapa jumlah rupiah yang investor bersedia membayar untuk seluruh
kekayaan perusahaan dikurangi seluruh kewajiban. Penilaian ini
dimaksudkan untuk menghilangkan subjektifitas penyaji laporan.
Penilaian diserahkan ke pihak lain dengan harapan penilaian tersebut
objektif. Walaupun demikian, subjektifitas investor tetap berperan
sehingga hasil penilaian dapat berbias.
Untuk memperoleh nilai kapital yang wajar, dapat digunakan
alternatif penilaian yaitu kapital diukur atas dasar perkalian antara
volume saham yang beredar dengan saham harga pasar saham pada
awal dan akhir periode. Cara ini sering dianggap lebih unggul dari
kapitalisasi dalam hal keterujiannya. Di samping itu, harga saham di
pasar dianggap telah merefleksikan risiko yang melekat pada investasi
dan kondisi ekonomi yang melingkupi
c) Setara Kas Sekarang
Penilaian ini memandang kapital sebagai kapital fisis. Dasar
pengukuran adalah gunggungan (sum) semua jumlah rupiah setara tunai
pos aset dikurangi jumlah rupiah setara tunai semua utang. Jumlah
rupiah setara tunai ini didasarkan atas harga pasar penjualan pos aset
secara individual yang dimiliki/dikuasai perusahaan. Untuj dapat
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 37
mengukur laba, tentu saja perubahan aset atau utang akibat transaksi
pendanaan harus dikeluarkan.
Berbeda dengan penilaian pasar atas perusahaan yang dibahas
sebelumnya, penilaian ini merupakan gunggungan harga pasar tiap
jenis aset secara individual. Ini berarti bahwa harga pasar dianggap
sebagai nilai kesempatan (opportunity value). Jumlah rupiah penilaian
atas dasar kedua pendekatan tersebut dapat berbeda khususnya kalau
ada goodwill yang melekat pada perusahaan secara keseluruhan
sehingga nilai perusahaan secara keseluruhan kemungkinan lebih tinggi
daripada gunggungan harga pasar tiap jenis aset.
Walaupun penilaian ini objektif, pasar bebas untuk setiap jenis aset
tidak selalu ada sehingga harga pasar akhirnya juga tidak lebih dari
sekedar taksiran (bahkan mungkin merupakan nilai likuidasi) karena
tidak ada barang yang setara di pasar sebagai pembanding. Kalau
akhirnya semua harga pasar sekarang merupakan nilai likuidasi, laba
yang diperoleh adalah laba yang seandainya perusahaan dilikuidasi tiap
akhir periode. Secara teknis, hal ini akan sukar untuk dilaksanakan
dalam sistem akuntansi perusahaan dan bertentangan dengan konsep
kontinuitas usaha. Oleh karena itu, keterandalan nilai kapital dengan
pendekatan ini boleh jadi tidak setinggi kos historis.
d) Harga Masukan Historis
Penilaian ini merupakan salah satu pendekatan penilaian dengan nilai
masukan (pendekatan lain dibahas sesudah ini). Penilaian atas dasar
harga masukan dilandasi oleh gagasan bahwa kapital dapat dikatakan
telah dipertahankan apabila aset pada akhir periode (dinilai dengan
harga masukan) sama dengan aset pada awal periode (juga dinilai
dengan harga masukan). Laba merupakan kenaikan aset (tentu saja
setelah transaksi ekuitas dikeluarkan). Walaupun berbasis harga
masukan, beberapa komponen aset (yang bersifat moneter) pada akhir
periode mungkin merefleksi harga keluaran.
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 38
Penilaian ini memandang kapital sebagai kapital fisis. Laba diukur
berdasarkan selisih aset bersih awal dan akhir periode yang masing-
masing dinyatakan dalam kos historisnya. Hasilnya akan sama dengan
laba yang dihitung sebagai selisih pendapatan dan biaya. Hal inilah
yang dianut akuntansi konvensional. Jadi, akuntansi konvensional
sebenarnya juga menganut konsep pemertahanan kapital. Hanya dalam
hal ini, kos historis digunakan untuk mengukur kapital yang harus
dipertahankan.
Karena perubahan daya beli dan perubahan harga tidak
diperhitungkan, dengan sendirinya untung atau rugi daya beli dan
untung atau rugi penahanan yang tidak teridentifikasi dan melekat pada
angka laba sehingga tidak dapat dilaporkan secara terpisah. Konsep
laba dengan pendekatan ini akan sama dengan laba komprehensif (all-
inclusive) karena laba didefinisi sebagai kenaikan aset bersih selain
yang berasal dari transaksi dengan pemilik.
e) Harga Masukan Sekarang
Penilaian ini pada dasarnya sama dengan penilaian harga masukan
historis kecuali bahwa dalam pendekatan ini menilai komponen-
komponen kapital awal dan akhir dengan kos masukan sekarang atau
kos pengganti pada saat itu. Kos pengganti suatu aset adalah jumlah
rupiah yang harus dikorbankan seandainya suatu entitas tidak
menguasai/memiliki aset yang bersangkutan. Kapital dapat
dipertahankan apabila kos pengganti akhir periode sama dengan kos
pengganti awal periode. Hal ini dapat diinterpretasi bahwa perusahaan
mampu mempertahankan kemampuan produktif seperti sedia kala
(awal periode) sebelum kenaikan kapital dapat didistribusi dalam
bentuk dividen.
Dengan cara ini, untung atau rugi penahanan aset (baik yang
terealisasi atau belum) akan teridentifikasi dan masuk dalam
perhitungan laba. Pendekatan ini sebenarnya berusaha untuk merinci
laba menjadi laba normal yang menunjukkan kinerja manajemen dan
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 39
laba semata-mata karena perubahan harga. Bila aset dipandang sebagai
kapital fisis, untung atau rugi perubahan harga akan merupakan jumlah
penyesuaian kapital (capital adjustment) agar kapital awal tetap dapat
dipertahankan.
f) Pemerataan Daya Beli Konstan
Pengukuran dengan unit daya beli konstan ini basisnya adalah kos
historis. Kapital awal dan akhir dinyatakan dalam unit daya beli konstan
pada indeks dasar tertentu (dapat indeks awal tahun, rata-rata, atau akhir
tahun). Laba yang diukur berdasarkan selisih kapital awal dan akhir
akan menggambarkan tambahan daya beli kapital yang
dimiliki/dikuasai perusahaan tanpa harus mengurangi daya beli kapital
yang mula-mula.
Secara umum dapat dikatakan bahwa penentuan laba atas dasar
konsep pemertahanan kapital memerlukan penilaian atas kapital baik
fisis maupun finansial pada awal dan akhir suatu periode. Sekali lagi,
pembahasan pengukuran laba berdasarkan konsep pemertahanan
kapital di atas masih bersifat konseptual karena belum dapat
ditunjukkan bagaimana prosedur akuntansi untuk menentukan laba dan
bagaimana komponen laba disajikan dalam statemen keuangan.
2.9. KONSEP LABA DALAM TATANAN PRAGMATIK
Tataran pragmatik dalam teori komunikasi berkepentingan untuk
menentukan apakah pesan sampai kepada penerima dan mempengaruhi
perilaku sebagaimana diarah. Teori akuntansi pragmatik memusatkan
perhatiannya pada pengaruh informasi terhadap perubahan perilaku
pemakai informasi akuntansi. Informasi diharapkan mempunyai pengaruh
kalau informasi tersebut benar-benar digunakan oleh para pemakai karena
menurut persepsi pemakai (atau model pengambilan keputusannya)
informasi tersebut mempunyai manfaat, kualitas, atau nilai informasi.
Bila dikaitkan dengan laba, tataran ini membahas apakah informasi laba
bermanfaat atau apakah informasi laba nyatanya digunakan. Kalau memang
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 40
digunakan, untuk kepentingan apa informasi laba digunakan sehingga angka
laba benar-benar harus disediakan. Menanyakan langsung kepada pemakai
apakah mereka menggunakan angka laba akuntansi merupakan salah satu
cara untuk mengetahui kebermanfaatan laba. Karena banyak pemakai
dengan berbagai perspektif dan kepentingan, cara ini kurang terandalkan
sebagai bukti tentang kebermanfaatan laba. Cara lain adalah dengan
mengenali bagaimana informasi laba nyatanya digunakan. Cara lain adalah
dengan mengukur reaksi pasar modal terhadap pengumuman laba akuntansi.
2.9.1 Prediktor Aliran Kas Investor
Telah disebutkan bahwa perekayasaan akuntansi (misalnya FASB) yakin
bahwa angka laba dan komponennya yang diukur atas dasar asas akrual
merupakan indikator kinerja yang lebih baik daripada sekedar perubahan
(aliran kas). Karena investor dan kreditor menjadi pihak utama yang dituju
dalam pelaporan keuangan, perekayasa berteori bahwa investor dan
kreditor berkepentingan dengan alliran kas yang masuk ke mereka atas
investasinya. Hal ini dinyatakan dalam tujuan pelaporan keuangan FASB
sebagai berikut:
“Pelaporan keuangan harus menyediakan informasi untuk membantu
para investor dan kreditor dan pemakai lain, baik berjalan maupun
potensial, dalam menilai jumlah, saat terjadi, dan ketidakpastian
penerimaan kas mendatang dari dividen atau bunga dan pemerolehan
kas mendatang dari penjualan, penebusan, atau jatuh temponya
sekuritas atau pinjaman.”
Penjelasan di atas memberi isyarat bahwa harus ada hubungan logis
antara laba (earnings) dan aliran kas ke investor dan kreditor. Hubungan
ini akan membantu investor dan kreditor dalam mengembangkan model
untuk memprediksi aliran kas ke mereka guna menilai investasi atau
kapitalnya.
Aliran kas yang diterima atau diharapkan investor akan dipengaruhi
oleh kemampuan perusahaan untuk mancipatkan kas yang cukup untuk (a)
membayar semua kewajiban pada saaynta, (b) mendanai keperluan
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 41
operasi, (c) reinvestasi, dan (d) membayar bunga, dan (e) membayar
dividen. Kemampuan menciptakan kas tersebut akan ditentukan oleh
kemampuan perusahaan mendatangkan laba (earnings) jangka panjang
yang memadai. Oleh karena itu, investor dan kreditor harus memprediksi
kemampuan melaba (earnings power) jangka panjang. Untuk itu, investor
dan kreditor memerlukan informasi laba masa lalu untuk memprediksi laba
masa datang. Laba masa datang menjadi basis bagi investor untuk
memprediksi aliran kasa masa datang dari investasinya.
Aliran kas di mata investor (pemegang saham) dapat ditentukan atas
dasarharapan harga saham di masa datang. Bila perusahaan memperoleh
laba yang memadai, dengan sendirinya nilai buku asset bersih juga naik
sehingga nilai buku per saham juga naik. Dengan demikian, secara teoritis
laba (berupa laba per saham atau earnings per share) akan berasosiasi
dengan kenaikan harga saham. Secara teoritis, harga saham masa datang
dapat menjadi proksi (estimator) aliran kas masa datang. Kalau investor
mampu memperdiksi laba masa datang, maka investor akan mampu
memprediksi aliran kas dari investasinya. Argument semacam ini
menjelaskan timbulnya berbagai teknik pemrakiraan laba (earnings
forecasting) yang digunakan para analis sekuritas. Teknik-teknik tersebut
pada umunya menggunakan laba (laba per saham) sebagai data masukan.
Gambar 6. melukiskan fungsi laba sebagai prediktor aliran kas ke
investor. Secara pragmatik laba memang bermanfaat karena diperlukan
oleh para analis keuangan atau sekuritas untuk menyediakan angka
prakiraan laba yang pada akhirnya membantu pemakai dalam
memprediksi aliran kas masa datang. Arti penting pemrakiraan laba telah
memicu munculnya beberapa institusi yang bergerak dalam usaha
menyediakan jasa perkiraan laba (earnings forecast) seperti Institutional
Broker Estimates System (IBES) oleh Lynch, Jones, and Ryan, The
Earnings Forecaster oleh Standard and Poor, The Icarus Service oleh
Zacks Investmen Research, dan The Value Line Investment Survey.
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 42
2.9.2 Perkontrakan Efisien
Teori perkontrakan efisien (efficient contracting theory) merupakan
bagian atau turunan dari teori keagenan (agency theory). Teori ini
didasarkan atas berbagai aspek dan implikasi hubungan keagenan.
Hubungan keagenan adalah hubungan antara principal (principal) dan
agen (agent) yang di dalamnya agen bertindak atas nama dan untuk
kepentingan principal dan atas tindakannya (actions) tersebut agen
mendapatkan imbalan tertentu. Hubungan tersebut biasanya dinyatakan
dalam bentuk kontrak. Dalam teori keagenan, agen biasanya dianggap
sebagai pihak yang ingin memaksimumkan dirinya tetapi ia tetap selalu
berusaha memenuhi kontrak. Kontrak dikatakan efisien apabila
mendorong pihak yang berkontrak melaksanakan apa yang diperjanjikan
tanpa perselisihan dan para pihak mendapatkan hasil (outcome) yang
paling optimal dari berbagai kemungkinan alternative tindakan yang dapat
dilakukan agen. Kontrak efisien adalah kontrak yang tidak banyak
menimbulkan persengketaan dan yang mendorong pihak yang berkontrak
melaksanakan apa yang diperjanjikan.
Dalam konteks pelaporan keuangan, hubungan antara investor dan
manajemen dapat dikarakterisasi sebagai hubungan keagenan; pemegang
Hubungan Logis antara Laba dan Aliran Kas ke Investor
Laba akuntansi (akrual)
Prediksi
Aliran kas
Prediksi Investor
Aliran kas
(Dividen, kenaikan nilai
investasi, dan
pengembalian atau
penjualan investasi)
Laba akuntansi
menjadi predictor
aliran kas ke investor
melalui berbagai modal
prakiraan laba
(earnings forecastiung
models)
Kesatuan Usaha
Gambar 6. Hubungan Logis antara Laba dan Aliran Kas ke Investor
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 43
saham sebagai principal dan manajemen sebagai agen. Dengan demikian,
perilaku manajemen dapat dijelaskan dengan teori keagenan ini.
Adapun makna semantik laba dan apapun kelemahan laba akuntansi,
dalam kenyataannya tidak mempunyai dampak keprilakuan dalam dunia
nyata. Secara empiris dapat ditunjukkan bahwa banyak sekali kontrak
yang di dalamnya memuat pasal yang mensyaratkan laba sebagai unsur
kesepakatan. Misalnya kontrak pembagian laba, kontrak bonus, dan
kontrak utang. Peran laba dalam berbagai kontrak menyebabkan pula
berbagai perilaku pihak yang harus memenuhi kontrak terhadap penentuan
laba. Pihak yang mempunyai keleluasaan menentukan laba (manajemen
sebagai agen) pada umumnya diteorikan akan melaporkan laba untuk
memaksimumkan dirinya melalui manajemen laba. Hal ini dimungkinkan
karena manajemen dapat memilih metode akuntansi yang menguntungkan
manajemen dalam memenuhi kontrak.
Aspek pragmatik laba dalam perkontrakan efisien didasarkan pada
gagasan bahwa kontrak akan efisien kalau laba akuntansi menjadi kriteria
dalam kontrak tanpa memandang aspek semantik (makna) laba tersebut.
Gagasan ini didasari oleh kenyataan empiris bahwa masyarakat umumnya
bersedia bersedia memenuhi aturan main apapun yang dipilihnya tanpa
memperhatikan apakah aturan tersebut masuk akal. Secara pragmantik,
banyak kontrak yang memasukkan laba akuntansi sebagai hal yang harus
dipenuhi tanpa memperhatikan apa makna dan bagaimana laba akuntansi
dihitung. Jadi, laba akuntansi mempunyai manfaat karena secara
pragmantik tidak dijadikan untuk mencapai kontrak yang efisien (optimal).
2.9.3 Pengendalian Manajemen
Ikatan dalam bentuk kontrak tidak hanya terjadi antara perusahaan dan
investor atau pihak luar lainnya tetapijuga antara para pihak internal
perusahaan. Kontrak bonus merupakan salah satu contoh kontrak internal.
Dalam hal ini, laba mempunyai manfaat karena laba dapat digunakan
untuk mengendalikan perilaku para partisipan di dalam perusahaan. Dalam
tataran pragmantik, laba digunakan sebagai pengukur kinerja divisi atau
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 44
manajernya. Laba mempunyai peran penting dalam suatu system
pengendalian manajemen (management control system). System ini
dirancang untuk mengarahkan perilaku para manajer agar mereka
memaksimumkan kepentingan dirinya atau divisinya (self-interst) tetapi
pada saat yang sama kepentingan perusahaan secara keseluruhan juga
tercapai. Bila hal ini tercapai, terjadilah apa yang disebut keselarasan
tujuan (gool congruence).
Perilaku manajer dikendalikan melalui laba dengan cara mengaitkan
kompensasi dengn laba sebagai pengukur kinerja. Pengendalian akan
efektif apabila manajer mempunyai persepsi bahwa laba sebagai pengukur
kinerja benar-benar laba yang diakibatkan oleh tindakan atau upayanya
(action and efforts). Oleh karena itu, dalam pengendalian manajemen
terdapat berbagai tingkat laba dengan berbagai sebutan sebagai pengukur
kinerja manajer.
Pengendalian manajemen menuntut adanya kontrak-kontrak internal
yang memerlukan berbagai tingkat laba akuntansi sebagai unsur
kesepakatan. Jadi, secara pragmatik, laba akuntansi memang digunakan
oleh manajemen. Hal ini memberi indikasi bahwa laba akuntansi
bermanfaat untuk kepentingan atau kontrak internal.
2.9.4 Teori Pasar Efisien
Teori akuntansi pragmatik memustkan perhatiannya pada pengaruh
informasi terhadap perubahan perilaku pemakai. Perekayasa akuntansi
menyediakan informasi tertentu agar pemakai bereaksi dan bertindak kea
rah yang diharapkan demi kepentingan luas (Negara). Apakah informasi
sampai ke yang dituju dan diinterpretasi dengan tepat merupakan masalah
keefektifan komunikasi. Apakah akhirnya pihak yang dituju informasi
memakai informasi tersebut untuk dasar pengambilan keputusan
merupakan masalah kebermanfaatan (usefulness) informasi. Jadi,
kebermanfaatan informasi akan menentukan keefektifan pencapaian
tujuan pelaporan keuangan.
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 45
Seksi ini membahas apakah para pemakai statemen keuangan
menggunakan laba untuk pengambilan keputusan dan apakah laba
memengaruhi perilaku (khususnya investor). Menanyakan langsung
kepada pemakai apakah mereka menggunakan angka laba akuntansi
merupakan salah satu cara untuk mengetahui kebermanfaatan laba.
Kelemahan cara ini adalah pemakai tidak selalu dapat menjelaskan proses
atau model pengambilan keputusannya sehingga jawabannya lebih banyak
bersifat intuitif. Kelemahan lain adalah bahwa pertanyaan diajukan kepada
pemakai secara individual kemudian hasilnya diagregasi sehingga
dinamika pemakai secara kelompok tidak tertangkap. Jadi, karena pemakai
individual mempunyai perspektif dan kepentingan berbeda-beda, cara ini
kurang terandalkan sebagai bukti tentang kebermanfaatan laba.
Cara lain adalah menerapkan konsep yang dikemukakan Lev (1989)
bahwa kalau para pemakai secara bersama bertindak seakan-akan
menggunakan informasi tertentu, maka informasi tersebut dapat dianggap
bermanfaat. Pasar modal dapat merepresentasi para pemakai informasi
secara bersama. Pasar modal adalah sarana untuk mempertemukan
pengguna dana dan penyedia dana (pemodal) serta sarana untuk
memperjual-belikan surat-surat berharga ksususnya saham.
Variabel penting pasar modal adalah harga saham (stock price), volume
perdagangan saham, return atau kembalian saham, dan indeks harga saham
gabungan (IHSG). Pelaku pasar modal biasanya selalu mengikuti harga
saham dan mencari informasi tentang perusahaan untuk menentukan harga
saham. Oleh karena itu, reaksi pasar modal terhadap informasi dapat
digunakan untuk mengukur atau menguji kebermanfaatan informasi.
Hubungan antara informasi dan harga saham dibahas dalam konteks yang
disebut efesiensi pasar (market efficience) atau hipotesis pasar efisien
(efficient market hypotsis). Beaver (1989) mendefinisi efisiensi pasar
sebagai berikut:
“A security market is said to be efficient with respect to an information
system if and only if the prices act as if everyone observes the signals
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 46
from that informations system. In other words, prices act as if there is
a universal knowledge of that information. If price have this property,
they :fully reflect” the information system (hlm. 130).”
Efisiensi pasar juga berkaitan dengan kecepatan suatu signal dicerna
dan terefleksi dalam harga saham. Jones (1998) menegaskan sebagai
berikut:
An efficient market is one in which the prices of all securities quickly
and fully replect all available information about the assets (hlm. 255).
Kedua definisi di atas menunjukkan bahwa efisiensi pasar harus
dikaitkan dengan system informasi yaitu mekanisme penyediaan informasi
dengan segala regulasi yang berlaku dalam lingkup beroperasinya pasar
modal. System informasi menghasilkan sehimpunan informasi bagi pelaku
pasar untuk menentukan harga saham. Pasar dikatakan efisien dalam
kaitan dengan informasi atau signal tertentu hanya jika harga saham
berperilaku seakan-akan semua pelaku pasar menangkap signal tersebut
dan segera merevisi harga saham harapannya (tercermin dalam kutipan
harga saham atau quoted price sebelum signal) kemudian mengambil
strategi investasi (jual, beli, atau tahan) sehingga terjadi ekuilibrium baru.
Pengertian merefleksi secara penuh (fully reflect) adalah bahwa semua
signal yang tersedia telah tertangkap oleh pelaku pasar dan terefleksi
dalam harga saham ekuilibrium baru. Untuk dikatakan efisien, ekuilibrium
baru harus tercapai dalam waktu yang cukup cepat. Dalam pasar efisien,
pelaku pasar dengan strategi apapun tidak akan dapat memperoleh
keuntungan lebih (return abnormal) dalam jangka panjang. Dengan kata
lain, tidak seorang pun dapat mengalahkan atau mengecoh pasar (no one
can beat or fool the markets) bila pasar tersebut efisien.
a) Bentuk Efisiensi Pasar
Karena efisiensi pasar hanya dapat dikaitkan dengan informasi atau
signal tertentu dalam suatu mekanisme penyediaan informasi, terdapat
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 47
tiga bentuk efisiensi yaitu lemah (weak), semi-kuat (semi-strong), dan
kuat (strong).
1) Bentuk Lemah. Pasara adalah efisien dalam bentuk lemah jika
harga sekuritas merefleksi secara penuh informasi harga dan
volume sekuritas masa lalu (yang biasanya tersedia secara
public). Dalam bentuk ini, dianggap pelaku pasar hanya
menggunakan data pasar modal historis untuk menilai investasinya
sehingga data tersebut tidak bermanfaat lagi untuk memprediksi
perubahan harga masa datang. Dengan kata lain, pelaku masih
dimungkinkan untuk memperoleh return abnormal dengan
memanfaatkan informasi selain data pasar.
2) Bentuk Semi-kuat. Pasar adalah efisien dalam bentuk semi-kuat
jika harga sekuritas merefleksi secara penuh semua informasi
yang tersedia secara public termasuk data statemen keuangan.
Karena semua pelaku pasar memperoleh akses yang sama terhadap
informasi public, strategi investasi yang mengandalkan data
statemen keuangan publikasian tidak akan mampu menghasilkan
return abnormal secara terus-menerus.
3) Bentuk Kuat. Pasar adalah efisien dalam bnetuk kuat jika harga
sekuritas merefleksi secara penuh semua informasi termasuk
informasi privat atau dalam (inside information) yang tidak
dipublikasi atau off-the records. Dengan efisiensi semacam ini,
pelaku pasar yang mempunyai akses terhadap informasi dalam
sekalipun tidak akan memperoleh return yang berlebih dalam
jangka panjang.
b) Laba Sebagai Signal
Laba akuntansi yang diumumkan lewat laporan keuangan merupakan
salah satu signal dari himpunan informasi yang tersedia bagi pasar
modal. Walaupun hipotesis pasar efisien mengisyaratkan bahwa tidak
seorangpun akan memperoleh return lebih hanya atas pengetahuannya
terhadap data laba, penelitian empiris menunjukan bahwa laba (per
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 48
saham) yang diumumkan lewat laporan keuangan mempunyai dampak
terhadap harga saham. Oleh karena itu, sebagaimana telah dibahas
sebelum ini, data laba juga sangat diperlukan oleh investor untuk
memprediksi laba dan harga masa mendatang.
Informasi dalam (inside information) berupa kebijakan manajemen,
rencana manajemen, pengembangan produk, strategi yang
dirahasiakan, dan sebagainya yang tidak tersedia secara publik akhirnya
akan terefleksi dalam angka laba (laba per saham) yang dipublikasi
melalui laporan keuangan. Dengan kata lain, laba merupakan sarana
untuk menyampaikan signal-signal dari manajemen yang tidak
disampaikan secara publik. Jadi, laba mempunyai kandungan informasi
(information content) yang penting bagi pasar modal. Sementara itu,
investor berusaha untuk mencari informasi untuk memprediksi laba
yang akan diumumkan atas data yang tersedia secara publik. Oleh
karena itu, informasi laba sangat diharapkan para analis untuk
menangkap informasi privat atau dalam yang dikandungnya dan untuk
mengkonfirmasi laba harapan investor.
c) Pengujian Kandungan Informasi Laba
Apakah laba mengandung informasi yang dapat ditunjukan oleh reaksi
pasar terhadap pengumuman laba (earnings announcement) sebagai
suatu peristiwa (event). Bila angka laba mengandung informasi,
diteorikan bahwa pasar akan bereaksi terhadap pengumuman laba. Pada
saat diumumkan, pasar telah mempunyai harapan tentang berapa
besarnya laba perusahaan atas dasar semua informasi yang tersedia
secara publik. Berbagai model prakiraan laba merupakan cara untuk
menentukan laba harapan (expected earnings). Selisih antara laba
harapan dan lapa laporan atau aktual (reported atau actual earnings)
disebut laba kejutan (unexpected earnings). Laba kejutan
merepresentasi informasi yang belum tertangkap oleh pasar sehingga
pasar akan bereaksi pada saat pengumuman. Gambar 7 melukiskan
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 49
konsep laba kejutan sebagai representasi informasi yang dikandung
laba pada saat diumumkan yang belum ditangkap oleh pasar.
Laba dalam analisis seperti ini biasanya adalah laba per lembar
saham (earnings per share) untuk perusahaan tertentu. Laba aktual
dapat pula berada dibawah laba harapan. Laba kejuatan adalah angka
angka yang ada dalam persepsi investor individual. Oleh karena itu,
laba kejutan untuk perusahaan tertentu dapat berbeda-beda antar
investor karena berbagai faktor.
Gambar 7
Laba Kejutan dalam Peristiwa Pengumuman Laba
Reaksi pasar ditunjukan dengan adanya perubahan harga pasar (return
saham) perusahaan tertentu yang cukup mencolok adalah terdapat
perbedaan yang cukup besar return yang terjadi (actual return) dengan
return harapan (expected return). Dengan kata lain, terjadi return kejutan
atau abnormal (unexpected atau abnormal return) pada saat
pengumuman laba.
Return atau kembalian adalah apa yang diperoleh investor dari
investasinya dalam suatu periode yang dalam hal saham dapat berupa
dividen dan untung kapital (capital gain) yaitu kenaikan nilai investasi.
Return umumnya dinyatakan dalam persen perubahan. Oleh karena itu,
return saham suatu perusahaan dapat dinyatakan sebagai berikut (Van
Horne, 1998, hlm. 26)
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 50
𝑅𝑒𝑡𝑢𝑟𝑛 = 𝑅 = 𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛𝑠 + (𝐸𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑃𝑟𝑖𝑐𝑒 − 𝐵𝑒𝑔𝑖𝑛𝑛𝑖𝑛𝑔 𝑃𝑟𝑖𝑐𝑒 )
𝐵𝑒𝑔𝑖𝑛𝑛𝑖𝑛𝑔 𝑃𝑟𝑖𝑐𝑒
Bila tidak ada dividen dan harga (price) dinotasi dengan P, maka
return perusahaan j pada periode t dinyatakan sebagai berikut :
𝑅 𝑗, 𝑡 = 𝑃𝑡1 − 𝑃𝑡0
𝑃𝑡0
Rj,t merupakan return aktual. Untuk mengetahui adanya return
abnormal, harus ditentukan suatu pembanding yang dianggap sebagai
return normal atau return harapan (expected returns). Terdapat berbagai
macam model estimasi untuk menentukan return normal baik yang
menggunakan hanya data perusahaan maupun yang menggunakan data
pasar. Bila digunakan hanya data perusahaan, return normal yang
digunakan adalah rata-rata return perusahaan masa lalu (Ṝ). Model ini
disebut return sesuaian mean (mean adjusted returns). Dapat juga
digunakan return pasar (Rm) sebagai pembanding. Return pasar (Rm)
adalah rata-rata berbobot-nilai (value-weight average) seluruh return
saham perusahaan yang tercatat di bursa saham pada saat tertentu.
Model yang terakhir disebut dengan return sesuaian pasar (market-
adjusted-returns). Dengan pembanding tersebut, return abnormal (RA)
perusahaan j pada waktu t ditentukan sebagai berikut :
Mean Adjusted Returns : RAj,t = Rj,t - Ṝj
Market Adjusted Returns : RAj,t = Rj,t - Ṝm
Karena reaksi pasar tidak selalu terjadi seketika pada hari
pengumuman, reaksi dapat diukur untuk periode beberapa hari sebelum
dan sesudah peristiwa (disebut jendela peristiwa atau event window).
Dalam menentukan Ṝj untuk suatu perusahaan, return untuk jendela
peristiwa biasanya tidak diperhitungkan. Perioda-perioda (lamanya
hari) yang diperhitungkan dalam menentukan Ṝj disebut perioda
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 51
estimasi (estimation period). Gambar 10.9 melukiskan return abnormal
untuk jendela peristiwa t1 = -3 sampai dengan t2 = +2 dengan model
return sesuaian mean (RSM) dan return sesuaian pasar (RSP).
Dengan jendela peristiwa yang lebar, perbedaan kecepatan reaksi
antar pelaku pasar dapat diakomodasi. Reaksi pasar kemudian diukur
dengan apa yang disebut return abnormal kumulatif/RAK
(cumulative abnormal return / CAR). RAK untuk jendela peristiwa t1
dan t2 dapat dinyatakan sebagai berikut :
RAK j(t1, t2) = ∑ 𝑅𝐴𝑗, 𝑡
𝑡2
𝑡=𝑡1
Untuk menguji kandungan informasi laba, dua pendekatan dapat
dilakukan yaitu pendekatan asosiasi dan pendekatan peristiwa.
Penelitian yang mendasarkan pada pendekatan asosiasi sering disebut
studi peristiwa (event studies). Variabel-variabel diatas ditentukan
untuk perusahaan secara individual. Pengujian harus dilakukan pada
level pasar sehingga diperlukan beberapa perusahaan sebagai sampel
untuk mengujinya.
Gambar 8
Return Abnormal dengan Model RSM dan RSP
A. Model Return Sesuaian Mean
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 52
B. Model Return Sesuaian Pasar
Periode Estimasi dalam model return sesuaian mean pada umumnya
cukup panjang, bahkan dalam beberapa penelitian periode estimasi
mencapai 250 hari (misalnya hari -255 sampai dengan hari -5). Dalam
model return pasar sesuaian, periode estimasi tidak diperlukan karena
setiap saat (hari) return pasar dapat ditentukan dan return tersebut
berfluktuasi mengikuti dinamika pasar.
d) Pengujian Asosiasi
Studi asosiasi sering disebut pula studi koefisien responsa laba
(Earnings Response Coefficient atau ERC). Koefisien responsa laba
adalah kepekaan return saham terhadap setiap rupiah laba atau laba
kejutan. Bila semua variabel dapat ditentukan untuk sampel
perusahaan, model-model pengujian berikut dapat digunakan :
R i,t = β0 + β1Li,t + εi,t (i = 1, 2, 3, ..., n)
e) atau
RA i,t = β0 + β1LKi,t + εi,t (i = 1, 2, 3, ..., n)
f) atau
RAK i,(t1,t2) = β0 + β1LKi,t + εi,t (i = 1, 2, 3, ..., n)
Dalam model-model diatas, LK adalah laba kejutan dan β1 adalah
koefisien asosiasi. Untuk model terakhir, (t1, t2) adalah jendela
peristiwa. Model-model tersebut hanya menggambarkan secara
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 53
sederhana hubungan antara laba dan pasar modal. Dalam banyak
penelitian akuntansi, model-model yang lebih canggih telah banyak
dikembangkan. Bila secara statistik β1 tidak sama dengan nol, berarti
secara umum terdapat asosiasi antara laba dan return saham. Pengujian
ini menunjukan bahwa pada tatanan pragmatik, laba memang
mengandung informasi sehingga bermanfaat bagi investor.
Studi empiris menunjukan bahwa asosiasi atau korelasi antara laba
dan return tidak begitu kuat atau tidak sempurna. Beberapa alasan
dikemukakan untuk menjelaskan hal ini. Pertama, angka laba hanya
merupakan sebagian kecil faktor yang mempengaruhi harga saham.
Persepsi investor terhadap risiko, kondisi ekonomi, dan sentimen
politik juga menjadi penentu harga pasar. Kedua, fluktuasi laba tidak
selalu menggambarkan perubahan ekonomik perusahaan tetapi semata-
mata merupakan perubahan metoda akuntansi. Ketiga, laba akuntansi
dapat dipengaruhi oleh manajemen dan inkonsistensi internal akuntansi
sehingga angka laba mengandung gangguan (noise). Perubahan laba
akuntansi sering lebih merupakan perubahan kosmetik daripada
perubahan fundamental ekonomik dalam perusahaan. Keempat,
investor tidak selalu seragam dalam menginterpretasi informasi yang
tersedia di pasar. Terakhir, pasar sering berperilaku yang tak terprediksi
(idiosinkratik).
g) Pengujian Peristiwa
Angka laba tidak lagi digunakan dalam pengujian ini karena yang
menjadi fokus adalah peristiwa pengumuman laba. Reaksi pasar diukur
sebagai return abnormal mean/RAM (Mean Abnormal Return) untuk
seluruh atau sampel perusahaan di pasar modal. RAM dan RAKM
ditentukan sebagai berikut :
RAMt = ∑ 𝑅𝐴𝑖𝑛𝑖=1 (n = ukuran sampel)
RAKM(t1,t2) = ∑ 𝑅𝐴𝐾𝑖𝑛𝑖=1 (n = ukuran sampel)
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 54
Reaksi pasar dianggap ada bilamana RAM atau RAKM secara
statistis tidak sama dengan nol. Bila RAM dan RAKM secara statistis
positif berati terjadi reaksi positif terhadap laba sehingga laba dianggap
membawa berita baik demikian pula sebaliknya.
Dari berbagai uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa laba
mempunyai efek pragmatik terhadap perilaku pasar modal. Reaksi
pasar paling tidak menunjukan bahwa secara empiris pelaku pasar
modal seolah-olah telah menggunakan laba sehingga dapat dikatakan
bahwa laba bermanfaat bagi investor.
2.10 LABA EKONOMI DAN LABA AKUNTANSI
2.10.1 Sifat Laba Ekonomi
Para ahli ekonomilah sebenarnya yang memulai membahas masalah konsep
laba ini, kemudian profesi akuntan mengikutinya. Adam Smith menjelaskan
bahwa income adalah kenaikan dalam kekayaan. Pengertian ini diikuti oleh
Marshall dan kawan-kawan dan dihubungkannya dalam konsep praktik
bisnis. Mereka membedakan modal tetap dengan modal kerja, modal fisik,
dan laba, dan menekankan pda realisasi sebagai pengakuan laba. Von Bohm
Bawerk pada akhir abad XIX telah memperkenalkan pendapat bahwa laba
bukan saja unsur kas, dia memperkenalkan konsep laba non moneter.
Kemudian pada awal abad XX Fischer, Lindahl, dan Hick menjelaskan
sifat-sifat laba ekonomi mencakup tiga tahap, yaitu sebagai berikut.
1. Physical Income, yaitu konsumen barang dan jasa pribadi yang
sebenarnya memberikan kesenangan fisik dan pemenuhan kebutuhan,
laba jenis ini tidak dapat diukur.
2. Real Income adalah ungkapan kejadian yang memberikan peningkatan
terhadap kesenangan fisik. Ukuran yang dapat digunakan untuk real
income ini adalah “biaya hidup” (cost of living). Dengan perkataan lain,
kepuasan timbul karena kesenangan fisik yang timbul dari keuntungan
yang diukur dengan pembayaran uang yang dilakukan untuk membeli
barang dan jasa sebelum dan sesudah dikonsumsi.
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 55
3. Money Income merupakan hasil uang yang diterima dan dimaksudkan
untuk konsumsi dalam memenuhi kebutuhan hidup. Menurut Fischer,
money income lebih dekat pada pengertian akuntansi tentang income.
Lidahl menganggap konsep laba sebagai interest, yaitu merupakan
penghargaan yang terus-menerus terhadap barang modal sepanjang
waktu. Perbedaan antara interest dengan konsumsi yang diharapkan
pada periode tertentu dianggap sebagai saving sehingga laba dianggap
sebagai konsumsi ditambah saving. Hick mengembangkan teori Fischer
dan Lindahl tentang economic income. Ia mendefinisikan personal
income sebagai:
Jumlah yang paling tinggi yang dapat dikonsumsikan seseorang selama
seminggu dan dia masih mengharapkan seperti itu pada akhir minggu
sebagaimana keadaannya pada awalnya.
Definisi dapat disederhanakan menjadi:
Jumlah maksimum yang dapat dikonsumsikan pada periode tertentu
dan dia masih tetap mempertahankan modalnya tidak berkurang
sebagaimana saldo di awal.
2.10.2 LABA AKUNTANSI
Accounting Income adalah perbedaan antara realisasi penghasilan yang
berasal dari transaksi perusahaan pada periode tertentu dikurangi dengan
biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan penghasilan itu. Vernon Kam
(1986) menggunakan istilah business income yang berarti kelebihan dari
harga akhir yang dibayar individu dan lembaga lain atas output perusahaan
di atas biaya yang dikeluarkannya.
Perhitungan income atau profit ini sangat sederhana jika transaksi itu
completed atau sempurna, tidak ada saldo piutang, sisa persediaan atau
aktiva tetap. Semua terjual dan menjadi kas. Untuk kasus seperti ini, laba
adalah jumlah kas yang ada setelah semua dikonversikan ke kas pada akhir
periode dikurangi dengan jumlah kas (modal awal) pada awal periode.
Kalau hasil penjualan barang dan sebagainya Rp 15.000,00 sedangkan
modal awal adalah Rp 10.000,00, laba bisnis adalah Rp 5.000,00.
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 56
Namun, dalam kenyataannya tidak demikian, apalagi bisnisnya besar dan
luas. Di samping ada transaksi perusahaan yang sudah sempurna
dilaksanakan, masih banyak lagi transaksi yang masih belum sempurna
pelaksanaannya, yang masih memerlukan kas tambahan atau pengorbanan
lainnya. Mungkin ada piutang, ada persediaan barang, da nada aktiva tetap
yang terus-menerus dipakai dalam proses bisnis. Dalam konteks ini Vernom
Kam (1986) memberi dua kemungkinan, yaitu:
1. Kondisi pasti (certainty), di mana jumlah harga atau kas yang akan
diterima atau dibayarkan di masa yang akan datang dapat ditentukan.
2. Kondisi penuh ketidakpastian (uncertainty) di mana jumlah harga atau
kas yang akan diterima atau dibayarkan di masa yang akan datang
belum dapat ditentukan secara pasti.
Untuk kasus yang pertama (1), hampir sama dengan kasus sederhana di
atas, perbedaannya hanya terletak pada taksiran kas terhadap kondisi dari
transaksi yang akan dating yang sudah dapat ditentukan itu. Sementara itu,
yang selalu terjadi adalah kasus kedua (2) di mana transaksi kas kebanyakan
masih belum menentu baik kejadiannya, waktunya, dan harganya. Untuk
itu, kita menghadapi beberapa masalah tentang: nilai ekonomi, harga,
modal, skala, pengukuran pertukaran. Nilai ekonomi adalah preferensi
seseorang terhadap suatu komoditas berdasarkan kegunaan baginya di masa
yang akan dating disbanding dengan komoditas lain. Jika terjadi pertukaran,
muncullah harga atau harga pertukaran (exchange price). Harga ini
ditetapkan berdasarkan nilai uang. Maka, di sini muncul beberapa bentuk
harga, yaitu:
1. Harga historis (histirocal cost);
2. Harga sekarang (current price) atau harga ganti (replacement cost) atau
exit price;
3. Harga nanti bisa harga ganti nanti, atau harga exit price nanti;
4. Harga diskonto atau computed amount.
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 57
Akuntansi konvensional masih lebih banyak menggunakan harga
historis. Harga ini sangat menentukan dalam perhitungan laba, income atau
profit. Tetapi dengan FASB 157 mulai digunakan Fair Value.
a. Modal (Capital)
Modal adalah aktiva bersih. Laba menaikkan modal atau aktiva
bersih. Laba adalah arus kekayaan, sedangkan modal adalah simpanan
kekayaan. Oleh karena itu, penentuan laba, yaitu penentuan kenaikan
modal juga menyangkut masalah harga juga. Modal bisa berarti
financial capital di mana tekanannya adalah nilai uang dari aktiva
dikurangi dengan nilai kewajiban yang merupakan kontribusi uang
pemilik kepada perusahaan. Physical capital, yaitu di sini difokuskan
pada kemampuan fisik dari modal itu untuk memproduksi barang dan
jasa bukan pada nilai uangnya. Ukurannya adalah kapasitas produksi
dari aktiva yang dimiliki.
b. Replacement Cost Income
Dalam konsep replacement cost income dikenal dua komponen
income yaitu:
(1) Current operating profit yang dihitung dari pengurangan biaya
pengganti (replacement cost) dari penghasilan.
(2) Realized holding gain and loss yang dihitung dari perbedaan antara
replacement cost dari barang yang dijual dengan biaya historis dari
barang yang sama. Laba rugi ini dibagi dua yaitu:
Yang direalisasi dan accrued pada periode itu
Yang direalisasi pada periode itu, tetapi accrued pada
periode sebelumnya
Dari pembagian ini, menurut Belkaoui, Accounting Income dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Pa = Accouting Income
X = Current operating profit
Pa = X + Y + Z
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 58
Y = Realisasi dan accrued holding gain pada periode itu
Z = Realisasi holding gain pada periode itu, tetapi accrued pada
periode sebelumnya.
Money Income berbeda dengan Accounting Income dalam hal :
1. Money income dihitung berdasarkan nilai replacment cost,
sedangkan Accouting Income berasarkan historical cost;
2. Money income hanya mengikuti gain yang accrued pada periode itu.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa money income dapat dihitung
sebagai berikut :
Pm = Money Income
Pa = Accouting Income
Z = Realisasi holding gain and loss pada periode itu, tetapi accrued
pada periode sebelumnya
W = Holding gain and loss yang belum direalisasi
Atau bisa juga dihitung sebagai penjumlahan dari :
1. Current operating profit atau X;
2. Realisasi dan accrued holding gain pada periode itu atau Y;
3. Holding gain dan loss yang belum direalisasi yang accrued pada
periode itu.
Contoh :
Dibeli 1.000 unit produk A seharga Rp100,00 per unit. Pada akhir 31
Desember 1999 replacment cost adalah Rp200,00 per unit. Jumlah 1,000
unit dijual pada akhir tahun 2000 dengan harga Rp300,00 per unit. Harga
replacment cost adalah Rp250,00 per unit.
Pm = Pa – Z + W
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 59
1999 : Accounting Income adalah Rp 0,-
Pa = X + Y + Z
= 0 + 0 + 0
= 0
Money Income adalah Rp 1.000,-
Pm = X + Y + W
= 500 + 500 + 0\
= 1.000,-
2000 : Accounting Income adalah Rp 2.000,-
Atau 500 + 500 + 1.000 Rp 2.000,-
Money Income adalah Rp 1.000,-
Atau 500 + 500 Rp 1.000,-
Atau Pa – Z + W
2.000 - 1.000 + 0 Rp 1.000,-
Pada tahun pertama accounting income tidak ada laba, namun pada
dua periode tersebut accounting income sama dengan money income.
Perbedaan antara laba akuntansi dan laba ekonomi dapat dilihat dari
rumus sebagai berikut (Most, 1982).
Accounting Income + Perubahana Aktiva Berwujud yang tidak direalisasi –
Perubahan Aktiva berwujud yang terjadi pada awal periode + Perubahan
nilai Aktiva Tidak Berwujud = Laba Ekonomi.
Dalam Akuntansi yang memiliki konsep perhitungan laba juga
dikenal perbedaan pandangan dalam menghitung laba (Income). Di sini
kita perkenalkan empat pendapat, yaitu :
1. Pemikiran klasik yang berpedoman pada postulat unit of measure dan
Prinsip Historical Cost yang sering disebut Historical Cost Accounting
atau Conventional Accounting sebagaimana yang kita anut saat ini,
yang dinamakan konsep laba Accounting Income;
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 60
2. Pemikiran neo klasik yang mengubah postulat unit of measure dengan
menerapkan perhitungan perubahan tingkat harga umum (General
Price Level) dan tetap mempertahankan prinsip Historical Cost, yang
ini dikenal dengan istilah General Price Level Adjusted Historical Cost
Accounting (GPLA Historical Accounting), dan perhitungan labanya
disebut GPLA Accounting Income;
3. Pemikiran radikal yang memilih harga sekarang (current value) sebagai
dasar penilaian bukan Historical Cost lagi, di mana konsep ini dikenal
dengan Current Value Accounitng.
4. Pemikiran neo radikal yang menggunakan Current Value, tetapi
disesuaikan dengan perubahan tingkat harga umum, yang disebut
GPLA Current Value Accounting, sedangkan perhitungan labanya
disebut Adjusted Current Income.
Sifat Laba Akuntansi
Menurut akuntansi yang dimaksud dengan laba akuntansi itu adalah
perbedaan antara revenue yang direalisasi yang timbul dari transaksi pada
periode tertentu dihadapkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan pada
periode tersebut. Menurut Belkaoui, definisi tentang laba itu mengandung
lama sifat berikut.
1. Laba akuntansi didasarkan pada transaksi yang benar-benar terjadi,
yaitu timbulnya hasil dan biaya untuk mendapatkan hasil tersebut.
2. Laba akuntansi didasarkan pada postulat “periodik” laba itu, artinya
merupakan prestasi perusahaan itu pada periode-periode tertentu.
3. Laba akuntansi didasarkan padaprinsip revenue yang memerlukan
batasan tersendiri tentang apa yang termasuk hasil.
4. Laba akuntansi memerlukan perhitungan terhadap biaya dalam bentuk
biaya historis yang dikeluarkan perusahaan untuk mendapatkan hasil
tertentu.
5. Laba akuntansi didasarkan pada prinsip matching artinya hasil
dikurangi biaya yang diterima/ dikeluarkan dalam periode yang sama.
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 61
Most menambahkan ciri-ciri laba akuntansi sebagai berikut.
1. Laba akuntansi menggunakan konsep periodik.
2. Laba akuntansi diperluas bukan hanya transaksi dan termasuk seluruh
nilai fenomena dan periode yang dapat diukur.
3. Laba akuntansi mengizinkan agregasi ke dalam ketegori berupa input
dan output
4. Oleh karena itu, perbandingan input dengan output akan menghasilkan
sisa.
5. Dengan demikian, mayoritas mereka yang berkepentingan terhadap
angka itu dapat menggunakannya untuk berbagai tujuan.
Kebaikan Dan Kelemahan Laba Akuntansi
Beberapa kebaikan dari konsep laba akuntansi ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat terus-menerus ditelusuri dan diuji.
2. Karena perhitungannya didasarkan pada kenyataan yang terjadi (fakta)
dan dilaporkan secara objektif, perhitungan laba ini dapat diperiksa
(verifiability).
3. Memenuhi prinsip conservatisme, karena yang diakui hanya laba yang
direalisasi dan tidak memerhatikan perubahan nilai.
4. Dapat dijadikan sebagai alat kontrol oleh manajemen dalam
melaksanakan fungsi-fungsi manajemen.
Para pendukung ini antara lain Ijiri, Kohler, Littleton, dan Mautz.
Namun, di samping adanya keistimewaannya ini, kelemahan yang
terkandung di dalamnya adalah sebagai berikut.
1. Tidak dapat menunjukan laba yang belum direalisasi yang timbul dari
kenaikan nilai. Kenaikan ini ada, namun belum direalisasi.
L a b a d a n K o n s e p Y a n g B e r k a i t a n | 62
2. Sulit mengakui kebenaran jika dilakukan perbandingan. Hal ini timbul
karena perbedaan dalam metode menghitung cost, perbedaan waktu
antara realisasi hasil dan biaya.
3. Penerapan prinsip realisasi, Historical Cost, dan Consevatisme dapat
menimbulkan salah pengertian terhadap data yang disajikan.
Hendriksen (1992) dan Most (1982) memberikan kelemahan laba
akuntansi sebagai berikut :
1. Konsep laba akuntansi belum dirumuskan secara jelas dalam teori
akuntansi. Akuntansi dinilai;
a. Belum mampu memberikan ukuran terbaik untuk menentukan
nilai arus jasa dan perubahan nilainya;
b. Belum sepakat mana yang masuk dan tidak masuk dalam
perhitungan laba;
c. Ketidaksepakatan antara berbagai pihak siapa yang menjadi
pemakai informasi net income ini.
2. Standar akuntansi yang diterima umum masih mengandung berbagai
cara yang berbeda-beda dan mengandung ketiakkonsistenan baik
antarperusahaan maupun alam suatu periode tertentu.
3. Perubahan tingkat harga telah mengubah arti laba yang diukur
berdasarkan nilai historis sehingga perubahan nilai uang atau tingkat
inflasi belum diperitungkan dalam laporan keuangan.
4. Kurang bermanfaat untuk keputusan jangka pendek.
5. Informasi lainnya di luar data historis dinilai lebih bermanfaat bagi
investor dalam pengambilan keputusan.
6. Kurangnya informasi fisik dan perilaku yang membuat informasi laba
semakin bermanfaat.