BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan...

39
48 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Fisik Daerah Penelitian 1. Letak, Luas dan Jarak Kecamatan Bantarujeg secara astronomis terletak pada 108 0 11’ 00” BT sampai 108 0 24’ 00” LS sampai 7 0 41’ 00” LS. Sedangkan secara administratif Kecamatan Bantarujeg termasuk kedalam wilayah Kabupaten Majalengka, adapun batas wilayahnya adalah sebagai berikut. a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Maja. b. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Talaga c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Ciamis. d. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Lemahsugih Kecamatan Bantarujeg memiliki wilayah seluas 65,088 Km 2 yang terdiri dari 13 desa. Desa yang memiliki wilayah terluas adalah Desa Gununglarang, yaitu 11,12 Km 2 . Sedangkan Desa yang mempunyai luas wilayah terkecil, yaitu Desa Cinambo seluas 1,97 Km 2. Jarak yang ditempuh untuk menuju ibukota Kabupaten Majalengka dari Kecamatan Bantarujeg adalah 31 Km 2 . Sedangkan jarak dari Kecamatan Bantarujeg ke Bandung adalah 122 Km 2 . Untuk lebih jelasnya tentang lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 4.1 Peta Administratif Kecamatan Bantarujeg.

Transcript of BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan...

Page 1: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

48

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Fisik Daerah Penelitian

1. Letak, Luas dan Jarak

Kecamatan Bantarujeg secara astronomis terletak pada 1080 11’ 00” BT

sampai 1080 24’ 00” LS sampai 70 41’ 00” LS. Sedangkan secara administratif

Kecamatan Bantarujeg termasuk kedalam wilayah Kabupaten Majalengka, adapun

batas wilayahnya adalah sebagai berikut.

a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Maja.

b. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Talaga

c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Ciamis.

d. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Lemahsugih

Kecamatan Bantarujeg memiliki wilayah seluas 65,088 Km2 yang terdiri

dari 13 desa. Desa yang memiliki wilayah terluas adalah Desa Gununglarang,

yaitu 11,12 Km2. Sedangkan Desa yang mempunyai luas wilayah terkecil, yaitu

Desa Cinambo seluas 1,97 Km2.

Jarak yang ditempuh untuk menuju ibukota Kabupaten Majalengka dari

Kecamatan Bantarujeg adalah 31 Km2. Sedangkan jarak dari Kecamatan

Bantarujeg ke Bandung adalah 122 Km2. Untuk lebih jelasnya tentang lokasi

penelitian dapat dilihat pada gambar 4.1 Peta Administratif Kecamatan

Bantarujeg.

Page 2: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

49

Page 3: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

50

Untuk luas masing-masing Desa di Kecamatan Bantarujeg yaitu sebanyak

13 Desa dapat dilihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Luas masing-masing Desa di Kecamatan Bantarujeg

No Nama Desa Luas Wilayah

(Km2) Persentase

1 Bantarujeg 2,96 4 2 Babakansari 7,41 11 3 Wadowetan 6,05 9 4 Gununglarang 11,12 17 5 Cikidang 5,98 9 6 Haurgeulis 5,15 8 7 Cinambo 1,97 3 8 Sukamenak 6,91 10 9 Salawangi 4,56 7 10 Silihwangi 3,78 6 11 Cimangguhilir 4,30 7 12 Cipeundeuy 2,73 4 13 Sindanghurip 2,96 5

Jumlah 65,88 100 Sumber: Monografi Kec Bantarujeg, 2009

2. Iklim

Iklim adalah rata – rata cuaca untuk waktu yang lama dan meliputi daerah

yang sangat luas. Klasifikasi iklim yang digunakan disini adalah menurut Schmidt

dan Ferguson (dalam Rafi’i, 1995:259) “Tipe iklim suatu daerah dapat ditentukan

dengan memperhatikan jumlah rata-rata bulan basah dan bulan kering dalam

kurun waktu 10 tahun hingga 20 tahun”.

Bulan basah adalah bulan yang curah hujannya lebih dari 100 mm. bulan

kering adalah bulan yang curah hujannya kurang dari 60 mm. bulan yang curah

hujannya antara 60-100 mm digolongkan pada bulan lembab.

Page 4: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

51

Rumus yang digunakan untuk menentukan tipe iklim menurut Schmidt

Ferguson adalah sebagai berikut.

(Rafi’i, 1995:43)

Keterangan :

Q = Tipe iklim Schmidt Ferguson

Md = Rata-rata banyaknya bulan kering dibagi oleh lama waktu pengamatan

Mw = Rata-rata banyaknya bulan basah dibagi oleh lama waktu pengamatan.

Klasifikasi nilai Q untuk penentuan tipe iklim suatu daerah menurut

Schmidt dan Ferguson disajikan pada tabel 4.2 sebagai berikut:

Tabel 4.2 Nilai Tipe Iklim

Tipe Nilai (%) Sifat A 0 < Q < 14,3 Sangat Basah B 14,3 < Q < 33,3 Basah C 33,3 < Q 60 Agak Basah D 60 < Q < 100 Sedang E 100 < Q < 167 Agak Kering F 167 < Q < 300 Kering G 300 < Q < 700 Sangat Kering H Q > 700 Ekstrim Kering

Sumber : Suryatna Rafi’i, 1995 Data curah hujan di Kecamatan Bantarujeg pada tabel 4.3 sebagai berikut.

Q =

Page 5: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

52

Tabel 4.3 Curah Hujan Bulanan Kecamatan Bantarujeg

Tahun 2000 sampai Tahun 2009

Bln Tahun

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 J 406 475 525 438 535 498 494 564 340 431 F 437 169 946 304 423 423 671 453 206 443 M 375 387 527 308 712 389 229 446 511 283 A 412 282 378 134 148 411 389 380 353 160 M 190 193 105 55 124 34 305 54 70 227 J 40 150 73 0 158 137 26 149 16 181 J 65 81 61 0 0 89 0 0 0 6 A 35 0 67 19 0 0 0 0 0 0 S 12 15 0 45 0 0 0 0 7 0 O 255 353 0 130 0 59 0 40 958 0 N 310 434 513 211 229 168 35 85 283 240 D 255 319 417 446 379 307 365 311 359 370

Jumlah 2792 2858 3612 2090 2705 2515 2514 2482 3096 2335

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Majalengka 2010 Dari tabel di atas diperoleh data bahwa selama sepuluh tahun rata-rata

curah hujan terbanyak tiap bulan terjadi pada bulan Januari hingga April, dan

Oktober sampai Desember. Curah hujan pada bulan Mei sudah mulai menurun,

kondisi tersebut berlangsung sampai pada bulan September.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa budidaya tembakau di

Kecamatan Bantarujeg dilaksanakan pada cocok untuk dilakukan pada Bulan Juni

sampai September karena tembakau yang dibudidayakan adalah tembakau musim

kemarau Voor Oogst (VO).

Berikut adalah rata –rata jumlah hujan per bulan dalam kurun 10 Tahun

dapat dilihat pada tabel 4.4.

Page 6: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

53

Tabel 4.4 Jumlah Curah Hujan Bulanan Kecamatan Bantarujeg

Tahun 2000 sampai Tahun 2009 No Bulan Jumlah Rata-rata 1 Januari 4706 392 2 Februari 4475 373 3 Maret 4167 347 4 April 3047 254 5 Mei 1357 113 6 Juni 930 78 7 Juli 302 25 8 Agustus 242 20 9 September 79 6 10 Oktober 1795 15 11 November 2508 209 12 Desember 3528 294

Jumlah 27136 2126 Sumber : Hasil Penelitian 2010

Berikut jumlah bulan kering dan jumlah bulan basah tertera pada tabel 4.5

di bawah ini.

Tabel 4.5 Jumlah Bulan Kering dan Bulan Basah setiap Tahun (2000-2009)

di Kecamatan Bantarujeg

No Tahun Jumlah Curah Hujan

Rata-rata Curah Hujan

Tahunan

Bulan Kering

Bulan Lembab

Bulan Basah

1 2000 2792 233 3 1 8 2 2001 2858 238 2 1 9 3 2002 3612 301 2 3 7 4 2003 2090 174 5 0 7 5 2004 2705 226 4 0 8 6 2005 2515 210 4 1 7 7 2006 2514 209 6 0 6 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009 2335 195 4 0 8

Jumlah 26999 2251 39 7 73 Sumber : Hasil Perhitungan peneliti, 2010

Page 7: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

54

Dari tabel di atas, diperoleh jumlah curah hujan selama 10 tahun sebanyak

26999 mm, dengan rata-rata curah hujan tahunan 2251 mm/ tahun. Adapun

jumlah bulan kering selama 10 tahun (2000-2009) yaitu 39 dan jumlah bulan

basah selama 10 tahun (2000-2009) adalah 73. Dari data tersebut diperoleh rata-

rata bulan kering (Md) 39/10 = 3,9 dan rata-rata bulan basah (Mw) 73/10 = 7,3.

Untuk memperoleh nilai Q digunakan rumus menurut Schmidt Ferguson, yaitu :

Q = Md x 100% Mw

= 3,9 x 100% 7,3

= 53,42%

Dari hasil perhitungan di atas diperoleh nilai Q = 53,42%, maka

Kecamatan Bantarujeg menurut Schmidt Ferguson termasuk tipe iklim C (agak

basah), karena nilai Q berada pada 33,3% < Q < 60%.

Iklim menurut sifat dan unsur yang dimilikinya dapat dibedakan

berdasarkan tempat dan ketinggian, seperti yang dikemukakan oleh Junghuhn

(dalam Rafi’i, 1995:195) adalah

a. Zone iklim panas, antara ketinggian 0-700 m dpl. Di daerah ini ditanam

padi, jagung, tebu, kelapa tumbuh dengan baik.

b. Zone iklim sedang, antara ketinggian 700-1500 m dpl. Di daerah ini baik

untuk tumbuhan kelas perkebunan seperti karet, kopi, kina.

c. Zone iklim sejuk, antara ketinggian 1500-2500 m dpl. Di daerah ini

merupakan wilayah yang baik bagi tumbuhan pinus, jenis holtikultura,

seperti sayuran, bunga dan sebagainya.

Page 8: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

55

d. Zone iklim dingin, antara ketinggian 2500-3300 m dpl.

e. Zone iklim salju, di atas ketinggian 3300 m dpl.

Tabel 4.6 Pembagian Iklim Menurut Junghuhn

Ketinggian tempat (m) Daerah /iklim Temperatur (oC) 0-650 Panas 26,3

650-1500 Sedang 22,17,1 1500-2500 Sejuk 17,1-11

>2500 Dingin 11,1-6,2 Sumber : Suryatna Rafi’i, 1995 Berdasarkan kriteria dan klasifikasi iklim Junghuhn diatas, di Kecamatan

Bantarujeg sebagian besar termasuk ke dalam zone sedang karena sebagian besar

wilayahnya terletak antara 650-1500 dimana kondisi iklim ini berpengaruh

terhadap tingkat kesuburan tanaman tembakau karena tanaman tersebut cocok

untuk tumbuh di derah Zone iklim sedang..

3. Tanah

Di daerah penelitian yaitu Kecamatan Bantarujeg, jenis tanah yang

tersebar adalah tanah latosol, tanah litosol dan tanah podsolik merah kuning.

Tanah latosol merupakan tanah yang terletak pada ketinggian 300-900 m dpl.

Tanah ini memiliki lapisan solum yang tebal sampai sangat tebal, yakni berkisar

antara 1,35-5 m bahkan lebih, sedangkan batas antara horizon tidak begitu jelas,

berwarna merah coklat sampai kekuning-kuningan, kandungan bahan organiknya

antara 3-9% pH tanah 4,5-6,5 yaitu asam sampak agak asam, tekstur tanah adalah

liat, sedangkan strukturnya remah dan konsistensinya gembur, permeabilitas tanah

mudah sampai agak sukar, tanah latosol terdapat di Desa Sukamenak.

Page 9: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

56

Tanah litosol merupakan tanah yang memiliki lapisan solum yang sangat

tipis sampai tidak ada paling tebal solumnya 50 cm saja. Kandungan bahan

organiknya sangat rendah sampai tidak ada, warna tanah dan teksturnya kasar

yaitu berpasir struktur tidak ada atau berbutir lepas, pH dan permeabilitas

bervariasi. Tanah ini terdapat di Desa salawangi, Cimangguhilir, Cipeundeuy,

Sindanghurip, dan Cinambo, sedangkan tanah podsolik merah kuning mempunyai

ketebalan solum antara 50-180 cm dengan batas horizon yang nyata, bahan induk

liat dan pasir, batu pasir dan batu liat, warna tanah merah, struktur gempal dan

teksturnya lempung berpasir hingga liatl sedangkan tanah podsolik merah kuning

terdapat di Desa Sukamenak.

4. Geomorfologi

Bentukan geomorfologi yang terdapat di daerah penelitian yaitu bentukan

Denudasional yang terbentuk karena adanya proses gradasi yang meliputi proses

gradasi dan agradasi. Dalam kurun waktu yang lama proses gradasi dan agradasi

ini dapat merubah permukaan bumi menjadi suatu daratan yang seragam, dalam

perubahan bentuk permukaan bumi proses yang paling dominan adalah proses

degradasi yang ditunjukkan oleh hilangnya lapisan demi lapisan dari permukaan

akibat terjadinya pelapukan batuan yang terangkut oleh erosi dan longsoran,

bentukan ini terdapat di Desa Bantarujeg, Cinambo, dan Ciranca.

5. Hidrologi

Sungai yang terdapat di Kecamatan Bantarujeg adalah mempunyai pola

aliran dendritis, induk yang mengalir di Kecamatan Bantarujeg adalah Sungai

Cilutung yang induknya berasal dari Kecamatan Talaga kemudian mengalir

Page 10: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

57

melalui Desa Salawangi, Desa Cikidang, Desa Wadowetan, Desa Bantarujeg,

Desa Babakansari, Desa Gununglarang dan keluar dari Kecamatan Bantarujeg

menuju Kecamatan Maja. Hidrologi ini berpengaruh pada mudah atau tidaknya

pengairan tanaman tembakau. Untuk lebih jelasnya tentang keadaan Hidrologi di

Kecamatan Bantarujeg dapat dilihat pada Peta Hidrologi dibawah;

6. Penggunaan Lahan

Penggunaan tanah di Kecamatan Bantarujeg sebagian diperuntukan untuk

lahan pertanian (sawah), Perkebunan, dan Peternakan, sedangkan sisanya

merupakan lahan kering yang dapat digunakan untuk bangunan dan fasilitas-

fasilitas lainnya. Untuk lebih jelasnya tentang penggunaan lahan di Kecamatan

Bantarujeg dapat dilihat pada Peta penggunaan Lahan dibawah;

Page 11: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

58

Page 12: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

59

Page 13: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

60

B. Kondisi Sosial

1.Jumlah Penduduk Berdasarkan Sex Ratio

Jumlah penduduk Kecamatan Bantarujeg pada tahun 2009 sebanyak

47.241 orang dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 13.798 KK . Jumlah

penduduk tersebut jika dilihat dengan perincian 23.924 penduduk laki-laki dan

23.317 penduduk perempuan, dari data tersebut dapat diketahui jumlah Sex Ratio

nya dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

= 23.924

23.317 x 100

= 103

Dari angka tersebut dapat disimpulkan bahwa dari setiap 100 orang

penduduk perempuan terdapat 103 orang penduduk laki-laki. Hal ini menunjukan

bahwa Sex Ratio penduduk Kecamatan Bantatrujeg lebih banyak jumah laki-

lakinya.

Adapun kepadatan penduduk di Kecamatan Bantarujeg diperoleh dari

perbandingan jumlah penduduk dengan jumlah luas wilayah. Jumlah penduduk

Kecamatan Bantarujeg pada tahun 2009 adalah 47.241 jiwa dan jika dibagi

dengan jumlah luas wilayah seluas 65,88 yaitu 0,7 per ha.

SR = Jumlah penduduk laki-laki Jumlah penduduk perempuan X 100

Page 14: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

61

2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia Produktif dan tidak Produktif

Jika penduduk tersebut dilihat dari segi produktivitasnya, maka dapat

dikelompokan kedalam beberapa kelompok usia kelompok usia belum produktif

berkisar antara usia 0-14 tahun, kelompok usia 15-65 tahun dianggap sebagai usia

produktif, dan kelompok usia 65 tahun keatas dianggap sebagai kelompok usia

tidak produktif. Komposisi penduduk Kecamatan Bantarujeg dapat dilihat pada

tabel 4.7.

Tabel 4.7 Komposisi Penduduk Kec Bantarujeg Menurut Usia belum Produktif, Usia

Produktif, dan Tidak Produktif No Kelompok Usia Jumlah % 1 0-14 5.654 12 2 15-65 28.965 65 3 >65 10.622 23

Jumlah 47.241 100 Sumber:Data Monografi Kec Bantarujeg 2009

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar Penduduk di

Kecamatan Bantarujeg berada pada kisaran Usia Produktif yaitu sebanyak 28.965

orang atau sekitar 65%, sedangkan jumlah Penduduk yang belum Produktif

sebanyak 5.654 orang atau sekitar 12%, dan jumlah Penduduk yang tidak

Produktif sebanyak 10.622 orang atau sekitar 23%.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Sumber Daya Manusia yang

ada di Kecamatan Bantarujeg terutama pada usia produktif sangat potensial jika

bisa dikelola dengan baik untuk mengolah Sumber Data Alam yang ada yang

hasilnya akan bermanfaat bagi kesejahteraan penduduk tersebut.

Page 15: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

62

3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Mata pencaharian bagi Penduduk adalah merupakan hal yang paling

penting, karena dari hal inilah semua kebutuhan dapat terpenuhi ataupun

sebaliknya, komposisi mata pencaharian Penduduk Kecamatan Bantarujeg dapat

dilihat pada tabel 4.8.

Tabel 4.8 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Bantarujeg

No Mata Pencaharian Jumlah % 1 Petani 28.026 53 2 PNS 800 2 3 Pengrajin 819 2 4 Pedagang 4.711 10 5 Peternak 215 1 6 Buruh 10.189 21 7 Lain-lain 2.461 5

Jumlah 47.241 100% Sumber:Data monografi Kecamatan Bantarujeg, 2009

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar Penduduk

Kecamatan Bantarujeg berprofesi sebagai petani sebanyak 53% kemudian bekerja

sebagai buruh 21%, berprofesi sebagai PNS 2%, Peternak 1%, bekerja sebagai

pengrajin 2%, berprofesi sebagai pedagang 10%, dan lain – lain sebanyak 5%.

Penduduk yang bermata pencaharian sebagai Pedagang dan Buruh

sebagian besar sudah tidak tinggal di Kecamatan Bantarujeg lagi karena mereka

umumnya pergi merantau ke Kota – kota besar seperti Bandung dan Jakarta. Dari

uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar penduduk di Kecamatan

Bantarujeg bermata pencaharian sebagi petani, buruh, dan pedagang.

Page 16: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

63

C. Karakteristik Responden Petani Tembakau

1. Jenis Kelamin

Manusia adalah makhluk hidup yang dapat berusaha sendiri untuk dapat

memilih sendiri berbagai jenis pekerjaan untuk dapat memenuhi kebutuhan

hidupnya. Seperti bagi petani tembakau di Kecamatan Bantarujeg, mereka

berusaha untuk tetap hidup dengan cara bekerja sebagai petani tembakau.

Dari penelitian diperoleh bahwa dari 80 petani yang dijadikan responden

13 diantaranya perempuan dan laki-laki sebanyak 67 orang. Dari 67 petani yang

berjenis kelamin laki-laki 25 diantaranya melibatkan istri mereka untuk bersama-

sama bekerja. Jadi, jumlah responden berdasarkan jenis kelamin terdiri atas 13

orang atau sebesar 17% perempuan. Sedangkan 67 orang atau sebesar 83% laki-

laki. Berdasarkan persentase yang ditunjukan oleh masing-masing jenis kelamin,

maka keterlibatan dalam aktifitas kerja di kebun didominasi oleh laki-laki yang

berperan sebagai kepala keluarga, perempuan yang bekerja hanya sebatas untuk

membantu perekonomian keluarga. Keterangan lebih kelas dapat dilihat pada

tabel 4.9.

Tabel 4.9 Jenis Kelamin Petani Sebagai Responden

No Jenis Kelamin F % 1 Laki –laki 67 83 2 Perempuan 13 17

Jumlah 80 100% Sumber : hasil penelitian, 2010 2. Usia

Dalam ketenagakerjaan dibagi menjadi usia produktif dan non produktif.

Yang temasuk kedalam usia produktif mulai dari 15-64 tahun. Sedangkan usia

Page 17: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

64

nonproduktif meliputi 0 – 14 tahun dan yang berusia 65 tahun keatas, untuk lebih

jelasnya tentang usia petani tembakau dapat dilihat pada tabel 4.10

Tabel 4.10 Usia Petani

No Usia (tahun) F % 1 < 25 - - 2 25 – 40 30 35 3 41 – 55 43 34 4 >55 7 9

Jumlah 80 100 Sumber : hasil penelitian, 2010

Tabel di atas menunjukan bahwa usia responden seluruhnya berusia

produktif. Frekuensi tertinggi berada pada Usia 41-55 tahun, kemudian 25 – 40

tahun, dan > 55 tahun.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar

petani usianya relatif tua. , Faktor usia memegang peranan penting dalam bertani

karena semakin tua usia maka semakin berkurang pula tenaga seorang petani

dalam melakukan kegiatan pertanianya.

3. Jumlah Tanggungan Keluarga

Para petani tembakau selain bervariasi secara usia, juga bervariasi dari

jumlah tanggungan keluarga yang dimiliki, diketahui bahwa jumlah petani yang

memiliki jumlah tanggungan keluarga < 3 orang sebanyak 52%, kemudian petani

yang memiliki tanggungan keluarga 3 – 6 orang sebanyak 31%, petani yang

memiliki tanggungan keluarga 6 -9 orang sebanyak 13%, dan yang memiliki

tanggungan keluarga > 9 orang sebanyak 4%, untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada tabel 4.11.

Page 18: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

65

Tabel 4.11 Jumlah Tanggungan Keluarga

No Jumlah Tanggungan Keluarga F % 1 < 3 Orang 42 52 2 3 - 6 Orang 25 31 3 6 - 9 Orang 10 13 4 > 9 Orang 3 4

Jumlah 80 100% Sumber: Hasil Penelitian, 2010

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa jumlah tanggungan

keluarga para petani berbeda – beda, dan petani semuanya sudah mempunyai

tanggungan, tidak ada petani yang belum memiliki tanggungan dalam, hal ini

tidak ada petani yang belum menikah.

7. Pendidikan

Tingkat pendidikan petani di daerah penelitian sangat bervariasi, dan

sebagian besar dari mereka tidak sekolah, tamat SD, dan hanya sebagian kecil

tanat SMP, tidak ada petani yang tamat SMA maupun perguruan tinggi, untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.12.

Tabel 4.12 Pendidikan Responden

No Latar Belakang Pendidikan F % 1 Tidak sekolah 66 82 2 SD 10 13 3 SMP 4 5 4 SMA - - 5 Perguruan tinggi - -

Jumlah 80 100% Sumber: Hasil penelitian, 2010

Dari tabel 4.12 tersebut menunjukan tingkat pendidikan responden

didaerah penelitian masih rendah, hal ini bisa dilihat dari jumlah persentase

Page 19: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

66

tingkat pendidikan responden, yaitu 82% tidak sekolah, sebanyak 13% tamat SD,

dan 5% tamat SMP

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa rendahnya tingkat

pendidikan petani sedikit banyak akan berpengaruh terhadap pola budidaya

tembakaunya, karena hal tersebut akan berkaitan dengan kemampuan petani

dalam mengolah dan mengorganisasi budidaya tembakau yang mereka miliki.

8. Keterampilan Petani

Dapat diketahui bahwa keterampilan petani di daerah penelitian sebagian

besar diperoleh dari belajar sendiri, bertanya kepada petani yang lain, dan

bertanya kepada orang tua, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.13.

Tabel 4.13 Asal Keterampilan Responden

No Keterampilan Yang Diperoleh F % 1 Kursus - - 2 Bertanya kepada petani lain 23 29 3 Bertanya kepada orang tua 10 12 4 Belajar Sendiri 47 59

Jumlah 80 100% Sumber: Hasil Penelitian, 2010

Tabel tersebut menunjukan 12% responden mendapatkan keterampilan

dalam bertani tanaman tembakau berasal dari bertanya kepada orang tua, 29%

responden mendapatkan keterampilan dari bertanya kepada petani yang lain,

sedangkan sisanya sebanyak 59% mereka belajar sendiri dan didukung dengan

pengalaman yang mereka punya, dan tidak ada responden yang mendapatkan

keterampilan dari kursus.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar petani

selama ini mengandalkan dari belajar sendiri dalam menjalankan budidaya

Page 20: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

67

pertanian tembakau, sedangkan keterampilan yang diperoleh dari bertanya kepada

orang tua menunjukan bahwa hal tersebut menunjukan suatu budaya keterampilan

yang diwaiskan secara turun temurun.

9. Pengalaman Kerja

Pengalaman kerja merupakan salah satu faktor pendukung dalam

keberhasilan suatu kegiatan usaha, dikarenakan semakin lama seorang Petani

tersebut bekerja dalam bidangnya maka pengalaman dan keterampilan ilmu

bertaninya juga akan semakin baik dan semakin baik pula hasil produksi tanaman

yang dikelolanya. Berikut ini pengalaman kerja petani tembakau dapat dilihat

pada tabel 4.14.

Tabel 4.14 Pengalaman Kerja Responden

No Lama Kerja Petani Tembakau F % 1 < 1 tahun 2 2 2 1 - 5 tahun 5 6 3 5 -10 tahun 30 38 4 > 10 tahun 43 54

Jumah 80 100% Sumber: Hasil Penelitian, 2010

Dari tabel diatas diketahui sebanyak 2 % Petani baru bekerja selama < 1

tahun, 6 % telah bekerja selama 1 – 5 tahun, 38 % Petani telah bekerja selama 5 –

10 tahun, dan 54 % Petani telah bekerja selama > 10 tahun.

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa lebih dari sebagian

besar petani telah bekerja dalam sektor pertanian tembakau selama lebih dari 10

tahun .

Page 21: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

68

D. Pola Budidaya Tanaman Tembakau

1. Luas Kepemilikan Lahan

Luas Lahan pertanian tembakau yang ada di Kecamatan Bantarujeg adalah

seluas 740 Ha yang tersebar di beberapa Desa. Berikut ini adalah luas lahan

pertanian yang dimiliki oleh responden yang dapat dilihat pada tabel 4.15

Tabel 4.15 Luas Kepemilikan Lahan Pertanian

No Luas Lahan Pertanian F % 1 < 0, 5 Ha 14 18 2 0,5 - 1 Ha 66 82 3 1 – 1,5 Ha - - 4 >1,5 Ha - -

Jumlah 80 100% Sumber: hasil penelitian, 2010

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa sekitar 82 % petani tembakau di

Kecamatan Bantarujeg memiliki luas lahan pertanian seluas 0,5 - 1 Ha, , dan

sisanya sebanyak 18 % Petani memiliki lahan pertanian seluas < 1 Ha, tidak ada

petani yang memiliki lahan >1 Ha.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar petani

memiliki lahan pertanian tembakau yang cukup luas sangat sedikit dikarenakan

terbatasnya lahan yang dimiliki dan besarnya modal yang harus dikeluarkan

dalam budidaya tembakau.

2. Status Lahan Pertanian

Status lahan pertanian adalah tentang kepemilikan lahan pertanian yang

digarap oleh Petani dalam satu kali masa panen atau lebih. Berikut ini merupakan

tabel tentang status lahan pertanian pada tanaman tembakau di Kecamatan

Bantarujeg.

Page 22: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

69

Tabel 4.16 Status Kepemilikan Lahan Pertanian

No Status Lahan F % 1 Milik Sendiri 68 85 2 Menyewa 12 15

Jumlah 80 100

Sumber: Hasil Penelitian, 2010

Tabel tersebut menunjukan bahwa sebagian besar responden yaitu 85%

memiliki lahan garapan sendiri dan dikelola sendiri, 15% responden menyewa

lahan dari orang lain, umumnya para petani menyewa lahan pertanian dari orang

lain dengan kepemilikan yang luas dan memilih untuk disewakan daripada

digarap sendiri.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar

petani tembakau di Kecamatan Bantarujeg status kepemilikan lahan pertanianya

adalah milik sendiri, sehingga pendapatan yang akan mereka dapat nantinya akan

utuh dan tidak akan terpotong oleh beban sewa lahan yang harus mereka bayar.

3. Pergiliran Tanam

Seperti diketahui bahwa tanaman tembakau akan tumbuh bagus pada saat

musim kemarau seperti tembakau Virginia yang ditanam di Bantarujeg, maka

pada saat musim hujan tiba umumnya para petani menanam lahan pertanian

mereka dengan tanaman yang lain atau melakukan pergiliran tanaman, tanaman

yang biasanya ditanam pada saat pergiliran tanam adalah padi, palawija, dan

sayur – sayuran, untuk jelasnya mengenai pergiliran tanam dapat dapat dilihat

pada tabel 4.17.

Page 23: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

70

Tabel 4.17 Pergiliran Tanam

No Pengiliran Tanaman F % 1 Padi 37 46 2 Palawija 19 22 3 Sayuran 27 32

Jumlah 80 100% Sumber: Hasil Penelitian, 2010

Tabel diatas menunjukan bahwa 46 % responden memilih untuk menanam

padi pada saat pergiliran tanaman tiba, 22 % responden memilih menanam lahan

mereka dengan tanaman palawija pada saat musim hujan tiba, dan sisanya

sebanyak 32 % memilih menanam sayuran pada lahan mereka yang hasilnya

selain untuk memenuhi kebutuan sendiri juga untuk dijual ke Pasar.

Pergiliran tanaman (rotasi) dalam budidaya tanaman tembakau merupakan

bagian yang penting karena berkaitan dengan perlindungan tanaman dari

serangan hama dan penyakit. Dengan adanya pergiliran tanaman, siklus hidup dari

hama dan penyakit menjadi terputus.

4. Pengolahan Lahan Pertanian

Pengolahan lahan mempunyai tujuan dan fungsi agar lahan bisa

memberikan dukungan untuk tumbuh kembang tanaman. Pengolahan lahan

pertanian dilakukan diawal sebelum melakukan penanaman, Berikut merupakan

pola pengolahan lahan pertanian tembakau di Kecamatan Bantarujeg:

a. Pembibitan

Pembibitan merupakan salah satu langkah dari budidaya tembakau,

Penggunaan bibit unggul merupakan salah satu faktor penting untuk

meningkatkan produksi pertanian. Ciri-ciri suatu bibit unggul yaitu berproduksi

tinggi, tanah hama dan penyakit, berkualitas baik dan beradaptasi tinggi dengan

Page 24: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

71

lingkungan, dalam hal ini sebagian besar para petani lebih suka membeli bibit

tembakau dari pedagang bibit maupun dari petani tembakau lain yang mempunyai

bibit tembakau yang banyak, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.18.

Tabel 4.18 Asal Bibit Tembakau

No Asal bibit tembakau F % 1 Pedagang Bibit 69 86 2 Menanam Sendiri 11 14

Jumlah 80 100% Sumber: Hasil Penelitian, 2010

Dari tabel 4.18 dapat disimpulkan bahwa ternyata sebagian besar petani

lebih memilih untuk membeli bibit tembakau sebanyak 86% daripada petani yang

memilih untuk menanam sendiri bibit tembakaunya sebanyak 14% para petani

menganggap bahwa menanam bibit sendiri memerlukan waktu yang cukup lama,

sedangkan jika membeli akan lebih mudah dan dapat cepat untuk ditanam pada

lahan yang telah disediakan.

b. Kebutuhan Bibit Tembakau

Kebutuhan bibit tembakau biasanya disesuaikan dengan luas lahan yang

dimiliki oleh petani, semakin luas lahan yang dimiliki maka akan semakin banyak

jumlah bibit tembakau yang dibutuhkan.

Tabel 4.19 Kebutuhan Bibit Tembakau

No Jumlah Bibit F % 1 < 1000 batang - - 2 1000 – 2000 batang - - 3 3000 – 4000 batang - - 4 <4000 batang 80 80

Jumlah 80 100% Sumber: Hasil Penelitian, 2010

Page 25: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

72

Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa seluruh petani membutuhkan

lebih dari 4000 batang bibit tembakau dalam satu kali musim tanam dengan fakta

bahwa dalam lahan seluas 1 Ha di Kecamatan Bantarujeg membutuhkan jumlah

bibit tembakau sebanyak 15.000 batang, maka jika petani yang kepemilikan

lahanya dibawah 1 Ha maka jumlah bibit tembakau yang dibutuhkan sebanyak

7.500 batang.

c. Penyiraman dan Pengairan

Untuk mendapatkan produksi dan kualitas tembakau yang tinggi perlu

adanya sistem pengairan yang tepat. Sebab untuk pertumbuhan terbaiknya,

tanaman tembakau memerlukan air yang sesuai dengan kebutuhan yang

diinginkan. Penyiraman dan pengairan dimaksudkan untuk melengkapi

kekurangan air yang diberikan oleh alam sehingga untuk setiap daerah tidak sama,

melainkan disesuaikan dengan curah hujannya. Penyiraman dilakukan sore hari,

jumlah air yang diberikan sekitar 1-2 liter per tanaman. Pada umur 7-25 HST,

interval penyiraman diperjarang menjadi 3-5 hari sekali dengan jumlah air yang

diberikan sekitar 3-4 liter per tanaman. Setelah umur 25 HST tanaman sudah

mulai kuat, interval penyiraman makin diperjarang sampai seminggu sekali

dengan jumlah air yang diberikan sekitar 4 liter per tanaman. Akan tetapi secara

umum bisa dibuat patokan penyiraman berdasarkan pengalaman penanaman

tembakau sebelumnya.

d. Pemupukan

Pemupukan merupakan faktor terpenting dalam pemeliharaan tanaman.

Sebab, pemupukan mempunyai hubungan langsung dengan tingkat dan kualitas

Page 26: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

73

produksi. Produktivitas yang tinggi akan diperoleh jika selama masa pertumbuhan

tanaman tidak banyak mengalami hambatan yang cukup berarti. Pengaruh dari

hambatan yang terjadi selama pertumbuhan akan tampak secara langsung pada

kualitas daun tembakau yang dihasilkan, untuk lebih jelasnya tentang pemupukan

dapat dilihat pada tabel 4.20.

Tabel 4.20. Pemupukan

No Pemupukan F % 1 Pupuk Organik 10 12 2 Pupuk Anorganik 7 9 3 Pupuk Organik dan Anorganik 63 79

Jumlah 80 100% Sumber: Hasil Penelitian, 2010

Dari tabel tersebut diketahui bahwa sebagian besar petani menggunakan

kombinasi antara pupuk organik dan anorganik dalam pemupukan tanaman

tembakaunya, sedangkan sisanya sebanyak 12% petani hanya menggunakan

pupuk organik saja dalam pemupukanya, dan hanya 9% saja petani yang

menggunakan pupuk anorganik.

e. Pendaringan, Penyiangan, dan Pembumbunan

Ketiga kegiatan ini saling berkaitan karena merupakan satu rangkaian.

Pendangiran dan pembumbunan untuk menggemburkan tanah di sekitar tanaman.

Sedangkan penyiangan bertujuan menghilangkan gulma sehingga dalam

menyerap unsur hara, tanaman tidak akan terganggu. Biasanya kegiatan tersebut

dilakukan bersamaan untuk menghemat waktu, tenaga, dan biaya, ketika

dilakukan pendangiran, tanah lapisan atas terangkat sehingga secara tidak

langsung gulma yang tumbuh di lapisan ini terangkat pula. Pendangiran dilakukan

Page 27: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

74

dengan cara mencabut gulma yang tumbuh di atasnya, sedangkan pembumbunan

dilakukan dengan cara menggemburkan kembali tanah yang telah padat.

f. Pemberantasan Hama dan Penyakit

Pembasmian hama dan penyakit adalah suatu cara dalam pertanian untuk

mencegah terserangnya tanaman oleh hama dan penyakit yang dapat dilakukan

dengan cara mengadakan perawatan secara teliti. Pemberantasan hama dan

penyakit ini dapat dilakukan dengan berbagai cara baik secara tradisional maupun

secara modern.

5. Biaya

Biaya dalam budidaya tembakau adalah jumlah keseluruhan biaya yang

dikeluarkan oleh petani dalam kegiatan budidaya tembakau, dalam hal ini biaya

yang dikeluarkan oleh petani dalam rangka budidaya tembakau yang meliputi

biaya pengolahan, pembibitan, pemupukan, penyiangan, dan tenaga kerja.

Budidaya tembakau adalah salah satu kegiatan budidaya yang dalam masa

pemeliharaanya membutuhkan biaya yang cukup besar, sehingga ketika harga

tembakau turun yang biasanya disebabkan oleh turunya hujan yang

berkepanjangan , maka petani akan merugi karena tanaman tembakau akan rusak,

sedangkan jika tanaman tembakau tidak terganggu oleh hujan maka harga di

pasaran cenderung stabil bahkan naik karena hasil panen yang bagus dan proses

penjemuran yang baik sehingga akan menghasilkan tembakau yang berkualitas.

Untuk jelasnya tentang biaya yang harus dikeluarkan oleh petani pada masa

budidaya tembakau per 1 hektar dapat dilihat pada tabel 4.21.

Page 28: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

75

Tabel 4.21 Biaya Budidaya Tembakau

Pemeliharaan Upah Tenaga Kerja (Rp)

Jumlah Tenaga Kerja Jumlah

Pria Wanita Pria Jumlah Wanita Jumlah Pembibitan 450.000 Pengolahan Tanah 20.000 60 1.200.000 Penanaman 20.000 12.500 10 200.000 30 375.000 575.000 Pupuk Buatan 660.000 Insektisida 250.000 Fungisida 50.000 Pemupukan Dasar 20.000 12.500 10 200.000 10 125.000 325.000 Pemupukan Utama 20.000 12.500 10 200.000 15 187.500 387.500 Pemberantasan Hama 20.000 8 160.000 160.000 Penyiangan dan Pendaringan

20.000 12.500 20 400.000 28 350.000 750.000

Penyiraman 12.500 10 125.000 125.000 Pemangkasan 12.500 10 125.000 125.000 Nyirung 12.500 30 375.000 375.000 Panen 20.000 12.500 24 480.000 20 250.000 780.000 Transportasi 300.00 Perajangan 20.000 12.500 6 120.000 6 75.000 195.000 Penjemuran 12.500 20 250.000 250.000

Jumlah 6.957.000 Sumber: Hasil Perhitungan peneliti, 2010

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa jumlah keseluruhan biaya yang

harus dikeluarkan oleh petani dalam masa budidaya tembakau per 1 hektar adalah

Rp 6.957.000.

6. Panen

Pemetikan daun tembakau dipetik pada tingkat kemasakan yang optimal

yaitu apabila sudah berwarna hijau kekuning-kuningan. Daun yang telah masak

optimal akan menghasilkan hasil tembakau rajangan yang bermutu baik.

Pemetikan dilakukan daun demi daun yang telah masak sebanyak 1-3 helai per

pohon dalam selang waktu 2-6 hari.

Page 29: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

76

Pemetikan dilakukan pada pagi hari. Dalam sekali petik, hanya dipetik

satu jenis daun saja misalnya jenis daun pasir atau daun kaki saja. Sebelum

diangkut daun yang telah dipetik diletakkan di keranjang dengan posisi berdiri,

apabila daun itu berembun dan basah tapi kalau daun sudah kering (tidak

berembun) dapat diatur posisi tidur. Dalam menunggu proses pengolahan

selanjutnya daun hijau diletakkan diatas lantai yang telah diberi alas. Berikut

merupakan tabel hasil panen tanaman tembakau yang sudah kering per 1 hektar.

Tabel 4.22. Jumlah Panen Tembakau

Panen Jumlah (Kg) Harga (Rp) Jumlah 1 220 20.000 4.400.000 2 770 35.000 26.950.000 3 110 15.000 1.650.000 1.100 33.000.000

Sumber: Hasil perhitungan peneliti, 2010

Dari tabel diatas diketahui bahwa dari 1 hektar luas lahan budidaya

tembakau dapat menghasilkan sekitar 1.100 Kg tembakau rajangan kering siap

jual dengan jumlah pendapatan kotor sekitar 33 juta, dari sini dapat diketahui

jumlah pendapatan petani dalam satu musim budidaya tembakau yaitu dengan

cara jumlah pendapatan tembakau dikurangi oleh biaya sehingga nantinya akan

menghasilkan jumlah pendapatan bersih petani.

Jumlah Pendapatan Petani = Pendapatan Hasil Panen – Biaya

= Rp 33.000.000 – 6.957.000

= Rp 26.043.000

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendapatan petani dalam 1

Ha luas kepemilikan lahan budidaya tembakau akan menghasilkan pendapatan

bersih sekitar Rp 26.043.000, untuk petani yang luas kepemilikan lahanya kurang

Page 30: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

77

dari 1 Ha Jumlah pendapatan bersih yang diterima hanya setengahnya dari jumlah

pendapatan bersih petani yang luas kepemilikan lahanya 1 Ha yaitu sekitar Rp

13.021.500.

E. Kondisi Sosial Ekonomi Petani Tembakau

Kehidupan masyarakat petani yaitu yang meliputi kondisi sosial, ekonomi

masyarakat petani di Kecamatan Bantarujeg, penulis menggunakan lima

parameter sebagai indikator penelitian, yaitu tingkat pendapatan, tingkat

pendidikan, tingkat kesehatan, bentuk perumahan dan pemilikan sarana

transportasi dan komunikasi. Berikut ini akan di uraikan analisis hasil penelitian

dari masing-masing indikator tersebut.

1. Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan merupakan salah satu indikator untuk mengukur

kondisi sosial ekonomi suatu masyarakat. Dengan melihat tingkat pendapatan

maka dapat diketahui tingkat kelayakan hidup petani dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya. Tingkat pendapatan penduduk berkaitan erat dengan mata

pencahariannya, untuk lebih jelasnya tentang pendapatan petani tembakau dapat

dilihat pada tabel 4.23.

Tabel 4.23. Pendapatan Petani Tembakau Per Musim Tanam

No Jumlah Pendapatan F % 1 Rp. 1 – 10 jt - - 2 Rp. 11 – 20 jt 14 18 3 Rp. 21 – 30 jt 66 82 4 > Rp. 30 jt - -

Jumlah 80 100% Sumber:hasil penelitian, 2010

Page 31: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

78

Dari tabel diatas dapat diketahui sebagian besar petani tembakau yaitu

82% memiliki pendapatan antara Rp 21 – 30 juta dalam satu musim budidaya,

sedangkan 18% petani memiliki pendapatan antara Rp 11 – 20 juta. Hal tersebut

tidak terlepas dari luas kepemilikan lahan pertanian tembakau yang berbeda-beda,

dimana petani yang memiliki lahan pertanian yang lebih luas maka hasilnya akan

berbeda dari petani yang memiliki luas lahan pertanian yang lebih sedikit.

2. Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan hal yang penting di dalam kehidupan masyarakat

karena tingkat pendidikan dapat dijadikan sebagai indikator tingkat pengetahuan

suatu masyarakat. Tingkat pendidikan juga dapat dijadikan sebagai salah satu

indikator dalam menentukan kondisi sosial ekonomi masyarakat, karena nantinya

akan mengetahui keterbukaan terhadap inovasi-inovasi baru yang mempercepat

laju modernisasi dan pada akhirnya akan mempengaruhi kesejahteraan penduduk

itu sendiri.

Kesadaran masyarakat dalam hal pendidikan merupakan salah satu syarat

demi terciptanya pemerataan pendidikan, dimana jika rasa kesadaran akan

pentingnya pendidikan sudah ada, maka otomatis hal tersebut akan sangat

membantu dalam pelaksanaan pendidikan itu sendiri, berikut ini kesadaran

pentingnya pendidikan responden dapat diihat pada tabel 4.24.

Tabel 4.24 Kesadaran Pendidikan

No Pendidikan F % 1 Penting 71 89 2 Tidak Penting 9 11

Jumlah 80 100% Sumber: Hasil Penelitian, 2010

Page 32: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

79

Dari tabel 4.24 diatas dapat disimpulkan bahwa jumlah responden yang

memiliki kesadaran tentang pentingnya pendidikan mencapai 89 % sedangkan

sisanya sekitar 11% memandang bahwa pendidikan tidaklah terlalu penting.

Walaupun demikian kesadaran akan pentingnya arti pendidikan bagi generasi

muda di Kecamatan Bantarujeg telah mengalami peningkatan. Hal ini dapat

dilihat dari kecenderungan sebagian besar responden untuk memberikan

kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik dan lebih tinggi pada

anak-anaknya. Untuk jelasnya mengenai tingkat pendidikan anak responden dapat

dilihat pada tabel 4.25.

Tabel 4.25. Pendidikan Anak Responden

No Pendidikan Anak Responden F % 1 SD 17 21 2 SMP 19 23 3 SMA 20 25 4 Perguruan Tinggi 24 30

Jumlah 80 100% Sumber: Hasil Penelitian, 2010

Dari tabel tersebut diketahui bahwa 30% anak responden mempunyai

pendidikan sampai lulus perguruan tinggi, lulus SD 21%, lulus SMP 23%, dan

sisanya 25% merupakan lulusan SMA.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan

anak responden di daerah penelitian cukup bagus, dimana kesadaran responden

selaku Orang Tua dalam memberikan pendidikan yang layak bagi anak mereka

menjadikan masalah pendidikan begitu penting.

Page 33: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

80

3. Tingkat Kesehatan

Fungsi sosial ekonomi masyarakat dapat berkembang dengan baik jika di

dukung oleh kesehatan masyarakat. Hal ini dapat berkaitan dengan produktivitas,

karena semakin tinggi tingkat kesehatan mayarakat, maka semakin tinggi pada

produktivitasnya. Masyarakat yang mempunyai nilai produktivitas tinggi akan

dapat bekerja dengan baik, maka hasil yang diperolehpun akan semakin baik

juga. Berikut ini merupakan tabel tentang upaya responden dalam memenuhi

tingkat kesehatan di Kecamatan Bantarujeg.

Tabel 4.26. Upaya Responden Dalam Berobat

No Pengobatan F % 1 Dukun 2 3 2 Puskesmas 58 72 3 Dokter Praktek 15 19 4 Rumah Sakit 5 6

Jumlah 80 100% Sumber: Hasil Penelitian, 2010

Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa 72% responden lebih

memilih pengobatan ke puskesmas yang letaknya di ibukota Kecamatan, sekitar

19% memilih pengobatan ke Dokter praktek, 6% responden berobat ke Rumah

Sakit, dan masih ada responden yang memilih pengobatan ke Dukun.

Secara umum, kesadaran masyarakat Kecamatan Bantarujeg dalam

masalah kesehatan cukup tinggi, hal itu tercermin dari sedikitnya jumlah

responden yang memilih pengobatan ke dukun dan lebih memilih menjalani

pengobatan Dokter praktek, Puskesmas, maupun Rumah Sakit. sedangkan

mengenai ketersediaan sarana WC dapat dilihat pada tabel 4.27.

Page 34: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

81

Tabel 4.27 Ketersediaan Sarana WC

No Ketersediaan Kamar Mandi F % 1 Ya 70 87 2 Tidak 10 13

Jumlah 80 100% Sumber: Hasil Penelitian, 2010

Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa sekitar 87% responden

petani tembakau di Kecamatan Bantarujeg telah memiliki kamar mandi ,

sedangkan sekitar 13% responden tidak memiliki sarana kamar mandi. Sebagian

besar responden memilih untuk membuat kamar mandi terletak di dalam rumah

karena dapat memudahkan mereka untuk menjangkau kamar mandi tersebut

dibandingkan jika letaknya berada diluar rumah. Untuk jelasnya dapat dilihat pada

tabel 4.28.

Tabel 4.28 Letak Kamar Mandi

No Letak Kamar Mandi F % 1 Di dalam rumah 60 75 2 Di luar rumah 20 25

Jumlah 80 100% Sumber: Hasil Penelitian, 2010

Dilihat dari tabel diatas, jumlah responden yang memiliki kamar mandi

yang letaknya di dalam rumah sekitar 75%, sedangkan yang memilki kamar

mandi yang letaknya berada di luar rumah adalah 25%. Hal tersebut dapat dilihat

sebagai kesadaran dari responden dalam masalah kesehatan. Sedangkan mengenai

ketersediaan air bersih dapat dilihat pada tabel 4.29.

Page 35: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

82

Tabel 4.29. Ketersediaan Air Bersih

No Ketersediaan Air Bersih F % 1 Sungai - - 2 Mata Air 47 59 3 Sumur 23 29 4 PDAM 10 12

Jumlah 80 100% Sumber: Hasil Penelitian, 2010

Tabel 4.29 menunjukan bahwa sebagian besar responden 59% di

Kecamatan Bantarujeg menggunakan mata air sebagai sumber utama, 12% petani

responden menggunakan air PDAM serta 29% memanfaatkan sumur, dan tidak

ada responden yang menggunakan sungai.

Responden yang menggunakan mata air sebagai sumber air utama lebih

banyak, karena ada sumber mata air tersebut tidak perlu mengeluarkan biaya

banyak, dimana dalam memanfatkan sumber mata air hanya perlu membuat

tempat penyimpanan air serta selang untuk mengalirkan air ke Rumah - rumah

penduduk.

4. Kepemilikan Rumah

Kondisi perumahan penduduk merupakan salah satu indikator di dalam

meningkatkan kesejahteraan tingkat sosial ekonomi penduduknya, karena salah

satu aspek kesejahteraan penduduk akan tercermin melalui keadaan rumahnya.

Tingkat perumahan ini dapat dilihat dah status rumah, dan kondisi rumah.

Berdasarkan hasil penelitian, status rumah responden di Kecamatan

Bantarujeg dapat dilihat pada tabel 4.30.

Page 36: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

83

Tabel 4.30. Status Rumah Responden

No Status Rumah F % 1 Sendiri 63 79 2 Mertua 17 21 3 Sewa / Kontrak - -

Jumlah 80 100% Sumber: Hasi Penelitian, 2010

Tabel 4.30 menunjukan bahwa sebagian besar responden yaitu 79% telah

memiliki rumah sendiri, 21% masih ikut dengan orang tua. Tidak ada seorangpun

responden yang mengontrak atau menyewa rumah, karena hal seperti ini tidak

biasa dilakukan. di daerah yang umumnya berada di pedesaan dan jauh dari pusat

Kota, sebab sebagian besar warga di Kecamatan Bantarujeg adalah penduduk

asli.

Selanjutnya tentang kondisi rumah yang meliputi dinding dan lantai

rumah dapat dilihat pada tabel 4.31 dan tabel 4.32.

Tabel 4.31. Kondisi Dinding Rumah Responden

No Kondisi Dinding Rumah F % 1 Permanen 65 81 2 Non Permanen 15 19 3 Semi Permanen - -

Jumlah 80 100% Sumber: Hasil Penelitian, 2010

Tabel 4.31 menunjukan bahwa sebagian besar responden sebanyak 81%

memiliki Rumah dengan kondisi dinding Rumah yang telah permanen, 19%

responden memiliki rumah dengan kondisi dinding yang non permanen dan tidak

ada responden yang memiliki rumah semi permanen.

Page 37: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

84

Tabel 4.32. Kondisi Lantai Rumah Responden

No Kondisi Lantai Rumah F % 1 Tanah - - 2 Dilapisi Semen 13 16 3 Dilapisi Ubin / Tegel 44 55 4 Dilapisi Keramik 23 29

Jumlah 80 100% Sumber:Hasil Penelitian, 2010 Tabel 4.32 menunjukan bahwa 55% jumlah responden memiliki rumah

dengan kondisi lantai telah dilapisi oleh ubin, 16% responden memilki rumah

dengan kondisi lantai yang dilapisi semen, 29% lantai rumah responden yang

dilapisi keramik, dan tidak ada responden yang rumahnya masih beralaskan

tanah.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar rumah

responden di Kecamatan Bantarujeg termasuk kedalam keadaan yang cukup

pantas untuk ditinggali oleh penghuninya karena sebagian besar lantai telah dalam

kondisi dilapisi oleh ubin atau tegel, berdasarkan hal tersebut peneliti mengambil

kesimpulan bahwa petani tembakau di Kecamatan Bantarujeg termasuk kedalam

Keluarga Sejahtera 1(KS 1) karena telah terpenuhi kebutuhan makan, bagian

terluas rumah bukan terbuat dari tanah, dan bila anak sakit dibawa ke Puskesmas

5. Kepemilikan Sarana Informasi dan Transportasi

Kepemilikan sarana Informasi dan transfortasi merupakan salah satu

indikator untuk melihat kondisi sosial ekonomi suatu masyarakat. Fasilitas

tranportasi dan komunikasi ini akan memperlancar mobilitas penduduk Desa–

desa yang bersangkutan. Dengan demikian, Desa-desa tersebut dan terutama Desa

yang letaknya jauh dari pusat keramaian akan mudah menyerap unsur-unsur

Page 38: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

85

modernisasi dan inovasi baru secara lebih cepat sehingga diharapkan dapat

meningkatkan kondisi sosial ekonomi penduduk yang berada di wilayah tersebut.

Adapun kepemilikan sarana informasi responden yang dapat dilihat pada

tabel 4.33.

Tabel 4.33 Kepemilikan Sarana Informasi

No Kepemilikan Sarana Informasi

dan Komunikasi F % 1 TV 43 54 2 Radio 10 12 3 Telepon 12 15 4 HP 15 18

Jumlah 80 100% Sumber: Hasil Penelitian, 2010

Tabel 4.33 menunjukan bahwa 54% responden di Kecamatan Bantarujeg

telah memiliki sarana informasi berupa TV sebagai sarana hiburan mereka dan

12% responden lainya memiliki radio, 18% responden memiliki sarana

komunikasi berupa HP yang biasanya diperlukan untuk mempermudah

komunikasi dengan para petani yang lainya, dan 15% responden telah memiliki

telepon.

Dapat disimpulkan bahwa kepemilikan sarana informasi di daerah

penelitian cukup bagus. Sedangkan mengenai kepemilikan sarana transportasi

responden dapat dilihat pada tabel 4.34.

Tabel 4.34. Kepemilikan Sarana Transportasi

No Sarana Transportasi F % 1 Tidak Memiliki - - 2 Sepeda 3 4 3 Motor 48 60 4 Mobil 29 36

Jumlah 80 100% Sumber: Hasil Penelitian, 2010

Page 39: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. 41’ 00” LS. Sedangkan ...a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0607448_chapter4(1).pdf · 8 2007 2482 207 5 1 6 9 2008 3096 258 4 1 7 10 2009

86

Tabel 4.34 menunjukan bahwa sebagian besar responden yaitu 60% telah

memiliki sarana transportasi berupa motor, 36% responden memiliki mobil, dan

4% memiliki sepeda. Dapat disimpulkan bahwa kepemilikan sarana transportasi

responden di daerah penelitian telah dalam tahap menyeluruh baik kepemilikan

sarana transportasi baik motor maupun mobil.