BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab...

49
66 BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PADA PT. LJF IV.1. Evaluasi atas PPh Pasal 4 ayat 2 Pasal 4 ayat 2 Undang-undang Pajak Panghasilan menyebutkan bahwa atas penghasilan berupa bunga deposito, dan tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan berupa pengalihan atas tanah dan/ atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, diatur dengan peraturan pemerintah yaitu Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1996 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 2002 jo KMK Nomor: 120/KMK.03/2002. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2002 jo KMK Nomor: 120/KMK.03/2002, atas penghasilan berupa sewa atas tanah dan atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, pertokoan, atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan bangunan industri dikenakan PPh yang bersifat final dengan tarif 10%. Di dalam rincian biaya operasional yang terdapat dalam laporan laba rugi PT. LJF terdapat biaya sewa gedung kantor sebesar Rp 9.999.996 yang merupakan obyek PPh Pasal 4 ayat 2 karena biaya tersebut merupakan biaya sewa sehubungan dengan penggunaan tanah dan/ atau bangunan. Tetapi atas sewa gedung kantor tersebut telah dipotong PPh Pasal 4 ayat 2 pada saat dilakukan kontrak dan pembayaran sewa pada bulan Maret 2004, yaitu sewa gedung kantor sebesar Rp 20.000.000 untuk jangka waktu 2 tahun/ 24 bulan (Maret 2004-Februari 2006). Jumlah Rp 9.999.996 yang ada pada laporan laba rugi adalah pengakuan pemakaian uang muka sewa gedung kantor yang

Transcript of BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab...

Page 1: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

66

BAB IV

EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PADA PT. LJF

IV.1. Evaluasi atas PPh Pasal 4 ayat 2

Pasal 4 ayat 2 Undang-undang Pajak Panghasilan menyebutkan bahwa atas

penghasilan berupa bunga deposito, dan tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi

saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan berupa pengalihan atas tanah

dan/ atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, diatur dengan peraturan

pemerintah yaitu Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1996 sebagaimana telah diubah

dengan Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 2002 jo KMK Nomor: 120/KMK.03/2002.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2002 jo KMK Nomor:

120/KMK.03/2002, atas penghasilan berupa sewa atas tanah dan atau bangunan berupa

tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, pertokoan,

atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

bangunan industri dikenakan PPh yang bersifat final dengan tarif 10%.

Di dalam rincian biaya operasional yang terdapat dalam laporan laba rugi PT.

LJF terdapat biaya sewa gedung kantor sebesar Rp 9.999.996 yang merupakan obyek

PPh Pasal 4 ayat 2 karena biaya tersebut merupakan biaya sewa sehubungan dengan

penggunaan tanah dan/ atau bangunan. Tetapi atas sewa gedung kantor tersebut telah

dipotong PPh Pasal 4 ayat 2 pada saat dilakukan kontrak dan pembayaran sewa pada

bulan Maret 2004, yaitu sewa gedung kantor sebesar Rp 20.000.000 untuk jangka waktu

2 tahun/ 24 bulan (Maret 2004-Februari 2006). Jumlah Rp 9.999.996 yang ada pada

laporan laba rugi adalah pengakuan pemakaian uang muka sewa gedung kantor yang

Page 2: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

67

sudah diakui sebagai beban selama tahun 2005, sehingga atas jumlah tersebut tidak

dilakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2.

Pada saat pembayaran sewa gedung kantor (Bulan Maret 2004), jurnalnya:

Sewa dibayar dimuka (uang muka sewa) 20.000.000

Hutang PPh Pasal 4 ayat 2 2.000.000

Bank 18.000.000

Pada saat pembayaran PPh Pasal 4 ayat 2 (paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya),

jurnalnya:

Hutang PPh Pasal 4 ayat 2 2.000.000

Bank 2.000.000

Pada tahun 2005, hanya mencatat uang muka sewa yang sudah terpakai dan diakui

sebagai biaya/ beban, sehingga tidak dilakukan lagi pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2.

Jurnalnya hanya:

Biaya sewa gedung kantor 9.999.996

Uang muka sewa gedung kantor 9.999.996

Sedangkan di dalam rincian harga pokok produksi terdapat biaya sewa lokasi

syuting sebesar Rp 788.960.500 yang belum dipotong PPh Pasal 4 ayat 2. Hal ini

disebabkan karena pemilik tempat tidak mau dipotong PPh Pasal 4 ayat 2 dan sebagian

besar sewa lokasi untuk syuting besarnya tidak terlalu material. Misalnya, hanya sewa

lokasi untuk tempat parkir pada saat syuting yang biaya sewanya tidak terlalu besar.

Karena banyak kasus seperti itulah maka jumlah biaya sewa lokasi syuting banyak yang

tidak dipotong PPh Pasal 4 ayat 2. Penyebab lain yaitu karena yang melakukan

pembayaran untuk sewa lokasi syuting biasanya tim produksi lapangan yang tidak

Page 3: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

68

mengerti tentang pajak. Setelah biaya produksi harian dikeluarkan, barulah laporannya

diberikan ke bagian keuangan.

Atas permasalahan ini, penulis memberikan saran agar pimpinan tim produksi

sebaiknya dibekali pengetahuan tentang pajak sehingga dalam melakukan penawaran

kontrak sewa tempat/ lokasi syuting sudah memasukkan kewajiban pemotongan PPh

Pasal 4 ayat 2, atau memilih lokasi syuting yang dimiliki oleh PT, bukan perorangan,

sehingga pemiliknya mau dipotong PPh Pasal 4 ayat 2.

Tabel IV.1

Biaya sewa sehubungan dengan penggunaan tanah dan atau bangunan

Sebelum Evaluasi Setelah Evaluasi No Keterangan Jumlah Obyek Pajak (Rp)

Tarif

PPh yang

dipotong(Rp)

Jumlah Obyek Pajak (Rp)

Tarif

PPh yang dipotong

(Rp)

1 Sewa

Gedung

Kantor

9.999.996 10% 999.999 9.999.996 10% 999.999

(telah

dipotong

masa

Maret

2004)

2 Sewa

Lokasi

Syuting

778.960.500 10% - 778.960.500 10% 77.896.050

Page 4: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

69

IV.2. Analisis Laporan Keuangan Dalam Kaitannya Dengan Kepatuhan

Perhitungan PPh Pasal 23 Pada PT. LJF

Dalam laporan keuangan perusahaan, penulis menganalisis dan menemukan

beberapa hal yang berkaitan dengan kepatuhan perhitungan PPh Pasal 23, yaitu:

1. Hutang lain-lain yang dimiliki perusahaan

Setelah penulis melakukan analisis dan wawancara kepada bagian akuntansi,

ditemukan fakta bahwa hutang lain-lain yang dimiliki perusahaan ternyata

merupakan hutang kepada pemilik atau pemegang saham. Menurut SE-005/92

Dirjen Pajak, ada beberapa kriteria mengenai hutang pemegang saham dalam

kaitannya dengan PPh Pasal 23, yaitu hutang kepada pemegang saham tidak

dikenakan PPh Pasal 23 jika:

• Perusahaan yang diberikan pinjaman oleh pemegang saham, dalam kondisi

keuangan yang sulit.

• Perusahaan yang diberikan pinjaman oleh pemegang saham, modal telah

seluruhnya disetor.

• Pemegang saham yang berbentuk badan hukum harus tidak dalam keadaan

merugi.

• Semua data didukung oleh bukti yang kuat.

Dan, menurut Surat Dirjen Pajak No. S-165/PJ.312/1992, pinjaman

perusahaan tanpa bunga dari pemegang sahamnya dapat dianggap wajar dan tidak

perlu dilakukan koreksi apabila:

• Pinjaman tersebut berasal dari dana milik pemegang saham pemberi pinjaman itu

sendiri dan bukan berasal dari pihak lain.

Page 5: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

70

• Modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham pemberi pinjaman kepada

perusahaan penerima pinjaman telah disetor seluruhnya.

• Pemegang saham pemberi pinjaman tidak dalam keadaan merugi.

• Perusahaan penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan untuk

kelangsungan usahanya.

Apabila salah satu dari ke empat unsur diatas tidak terpenuhi, maka atas

pinjaman tersebut dilakukan koreksi menjadi terutang bunga dengan tingkat bunga

wajar. Namun menurut Pengadilan Pajak, persyaratan untuk bisa diterimanya

pinjaman tanpa bunga sesuai S-165/PJ.312/1992 tidak dapat diterima. Jika memang

benar kenyataannya pinjaman tersebut tanpa bunga, maka tidak harus dikoreksi.

Pada PT. LJF, pinjaman dari pemilik atau pemegang saham memang tidak

dikenakan bunga dan dana pinjaman yang diberikan memang berasal dari pemilik

dan bukan berasal dari pihak lain, namun pada kenyataannya perusahaan tidak dalam

kondisi keuangan yang sulit sehingga tidak memenuhi salah satu syarat bahwa

pinjaman tersebut tidak dikenakan bunga. Oleh karena itu, seharusnya perusahaan

dikenakan bunga pinjaman menurut tingkat bunga yang wajar.

Ilustrasi perhitungannya:

Hutang lain-lain PT. LJF = Rp 200.000.000

Asumsi tingkat suku bunga pinjaman = 12% per tahun

Besarnya beban bunga pinjaman = Rp 24.000.000

PPh Pasal 23 yang harus dipotong = 15% x Rp 24.000.000

= Rp 3.600.000

Page 6: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

71

2. Hutang Bank

Setelah penulis melakukan analisis laporan keuangan perusahaan, penulis

menemukan kemungkinan terdapatnya penyertaan modal secara terselubung dengan

menyatakan penyertaan modal tersebut sebagai hutang. Dalam hal ini hutang kepada

bank yang diperkirakan berasal dari pemilik. Dalam arti, pemilik mungkin memiliki

deposito yang cukup besar pada bank yang bersangkutan dan deposito tersebut

dijadikan sebagai jaminan hutang bagi perusahaan (metode back to back). Penulis

mengambil kesimpulan ini karena beberapa penilaian, yaitu:

• Perusahaan tidak memiliki tanah dan bangunan kantor permanen, tetapi

perusahaan menyewa gedung kantor dari pihak lain.

• Perusahaan tidak memiliki asset lain yang dapat dijadikan jaminan dalam

memperoleh pinjaman dari bank, tetapi perusahaan mampu mendapatkan

pinjaman dari bank dalam jumlah yang cukup besar.

Berdasarkan kedua hal tersebut, penulis mencoba melakukan analisis dan

memberikan penilaian terhadap perilaku perusahaan dalam melaksanakan

kepatuhannya terhadap peraturan perpajakan yang berlaku.

Pihak fikus berwenang untuk menentukan hutang tersebut sebagai modal

perusahaan. Penentuan tersebut dapat dilakukan misalnya melalui indikasi mengenai

perbandingan antara modal dengan hutang yang lazim terjadi antara pihak yang tidak

dipengaruhi oleh hubungan istimewa atau berdasarkan data/indikasi lainnya.

Hubungan istimewa dianggap ada apabila wajib pajak memiliki penyertaan modal

langsung atau tidak langsung sebesar 25 % atau lebih pada wajib pajak lain (dalam

hal ini, pemilik perusahaan jelas memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan

Page 7: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

72

yang dimilikinya karena penyertaan modalnya lebih dari 25%). Dengan demikian,

bunga yang dibayarkan sehubungan dengan hutang yang dianggap sebagai

penyertaan modal itu tidak diperbolehkan untuk dikurangkan, sedangkan bagi

pemegang saham yang menerima atau memperolehnya dianggap sebagai dividen

yang dikenakan pajak.

Berdasarkan ketentuan diatas, apabila hutang bank tersebut memang benar

merupakan penyertaan modal terselubung dari pemilik perusahaan, maka perlakuan

perpajakan terhadap kasus pinjam meminjam antara perusahaan dengan pemiliknya

dalam hal pencatatannya pada buku besar adalah sebagai berikut:

• Bagi PT. LJF sebagai pihak yang meminjam, maka jurnal biaya bunga pinjaman

itu dicatat sebagai:

Biaya bunga pinjaman xxxx

Hutang kepada pemilik (85%) xxxx

Hutang PPh Pasal 23 (15%) xxxx

• Bagi pemilik perusahaan sebagai pihak yang meminjamkan uang, maka jurnal

dari perolehan bunga pinjaman itu adalah

Piutang bunga PT. LJF (85%) xxxx

Kredit pajak PPh Pasal 23 (15%) xxxx

Penghasilan bunga xxxx

Namun jika terdapat dokumen-dokumen yang menyatakan bahwa perusahaan

memang sedang mengalami kondisi keuangan yang sulit dan permohonan pinjaman

kepada bank telah ditolak akibat tidak dapat diajukan jaminan yang disyaratkan,

sehingga satu-satunya jalan untuk keluar dari kesulitan modal kerja itu ialah

Page 8: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

73

memperolehnya dari pinjaman pemilik atau perusahaan induk (jika ada), maka

pinjaman modal kerja tersebut bukan merupakan modal kerja terselubung, dan bunga

pinjaman yang dibayar oleh perusahaan merupakan biaya yang diperbolehkan

sebagai pengurang penghasilan (deductible expense – pasal 6 UU No. 17 tahun

2000) dan tidak terkena pemotongan PPh Pasal 23 baik pada saat terhutangnya atau

dibayarkannya.

• Bagi perusahaan sebagai pihak yang meminjam, maka jurnal biaya bunga

pinjaman dicatat:

Biaya bunga pinjaman xxxx

Hutang kepada pemilik xxxx

• Bagi pemilik sebagai pihak yang meminjamkan uang, mencatat junal:

Piutang bunga pinjaman xxxx

Penghasilan bunga xxxx

Untuk menghindar dari koreksi fiskal yang dilakukan oleh fiskus dalam hal

“bunga pinjaman dalam hubungan istimewa”, wajib pajak badan / perusahaan induk

/ pemilik perusahaan biasanya mendepositokan uangnya ke suatu bank, dan wajib

pajak badan / perusahaan anak memperoleh pinjaman dari bank yang bersangkutan

dengan jaminan deposito tersebut. Karena antara bank dan perusahaan anak tersebut

tidak ada hubungan istimewa, maka dianggap bahwa pemeriksa pajak tidak akan

melakukan koreksi fiskal positif terhadap bunga pinjaman yang terutang.

Page 9: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

74

IV.3. Evaluasi Atas Proses Pemotongan, Penyetoran, Dan Pelaporan

PajakPenghasilan Pasal 23

Untuk mengevaluasi proses pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal

23 pada PT. LJF, tahapan-tahapan yang dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi setiap pos-pos biaya yang menjadi objek PPh Pasal 23

Tujuan dari identifikasi ini adalah untuk mengelompokkan kembali isi dari setiap

pos biaya. Hal ini disebabkan karena isi dari pos-pos biaya tidak semuanya

merupakan obyek PPh Pasal 23, oleh karena itu harus ditelusuri ke dalam buku

besarnya. Pada tahapan ini penulis membuat kertas kerja pendukung untuk membuat

rincian dari pos-pos biaya tersebut.

Tabel IV.2

Identifikasi dari Setiap Pos Biaya Operasional

Pos-pos Biaya

Operasional

Sebelum

Evaluasi

(Rp)

Setelah

Evaluasi

(Rp)

Selisih

(Rp)

Keterangan Obyek /

Non

Obyek

PPh

Biaya Gaji &

THR

1.259.525.000 1.233.525.000 26.000.000 Biaya

Driver Fee

Obyek PPh

Pasal 23

Biaya Transport 464.000 464.000 - - Non Obyek

PPh

Biaya Entertaiment

54.129.598 54.129.598 - - Non Obyek

PPh

Biaya Iuran,Sumbangan

37.237.200 37.237.200 - - Non Obyek

PPh

Page 10: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

75

Biaya Perizinan 24.065.000 24.065.000 - - Non Obyek

PPh

Biaya Bahan Bakar Kendaraan

13.393.170 13.393.170 - - Non Obyek

PPh

Biaya Konsultan 94.864.860 94.864.860 - Biaya

Konsultan

Obyek PPh

Pasal 23

Biaya Pos & Meterai

18.827.975 18.827.975 - - Non Obyek

PPh

Biaya Listrik 22.729.792 22.729.792 - - Non Obyek

PPh

Biaya Air 7.253.750 7.253.750 - - Non Obyek

PPh

Biaya Peny. Bangunan

7.222.950 7.222.950 - - Non Obyek

PPh

Biaya Peny. Peralatan Kantor

191.159.957 191.159.957 - - Non Obyek

PPh

Biaya Peny. Kendaraan Kantor

95.083.333 95.083.333 - - Non Obyek

PPh

Biaya Alat Tulis Kantor

22.433.459 22.433.459 - Non Obyek

PPh

Biaya Perlengkapan Kantor

21.048.425 21.048.425 - Non Obyek

PPh

Biaya Sparepart Kendaraan

9.601.200 6.720.800 2.880.400 Biaya Obyek PPh

Page 11: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

76

Service

Kendaraan

Pasal 23

Biaya Perlengkapan Listrik

955.000 955.000 - - Non Obyek

PPh

Biaya Perlengkapan Komputer

8.581.800 6.007.300 2.574.500 Biaya

Service

Komputer

Obyek PPh

Pasal 23

Biaya Lain-lain Kantor

980.000 980.000 - - Non Obyek

PPh

Biaya Administrasi Bank

120.215.844 120.215.844 - - Non Obyek

PPh

Biaya Rumah Tangga

11.313.575 11.313.575 - - Non Obyek

PPh

Biaya Sewa Gedung Kantor

9.999.996 9.999.996 - - Obyek PPh

Pasal 4 (2)

Biaya Telepon & Internet

74.229.603 59.383.703 14.845.900 Biaya

Internet

Obyek PPh

Pasal 23

Biaya Fotocopy 611.500 611.500 - - Non Obyek

PPh

Biaya Percetakan 7.844.000 7.844.000 - - Non Obyek

PPh

Biaya Parkir & Tol

4.497.800 4.497.800 - - Non Obyek

PPh

Page 12: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

77

Biaya Pengobatan

5.347.850 5.347.850 - - Non Obyek

PPh

Biaya Asuransi Kendaraan

17.381.332 17.381.332 - - Non Obyek

PPh

Biaya Perjalanan Dinas

11.265.800 11.265.800 - - Non Obyek

PPh

Biaya Iklan 64.350.000 51.480.000 12.870.000 Biaya

Perancangan

Iklan

Obyek PPh

Pasal 23

Biaya Keperluan Editing

2.696.500 2.696.500 - - Non Obyek

PPh

Biaya Pinjaman Bank

404.462.501 404.462.501 - - Non Obyek

PPh

Total 2.623.772.770 2.564.601.970 59.170.800 - -

Tabel IV.3

Identifikasi Biaya dari Harga Pokok Produksi

Pos-pos

Biaya

Dari Harga

Pokok

Produksi

Sebelum

Evaluasi

(Rp)

Setelah

Evaluasi

(Rp)

Selisih

(Rp)

Keterangan Obyek /

Non

Obyek

PPh Pasal

23

Biaya Gaji, Upah, Bonus, Honor Kru & Artis

5.328.309.450 5.328.309.450 - Obyek PPh

Pasal 21

Non

Obyek

Page 13: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

78

PPh Pasal

23

Biaya Editing (Sewa Ruang Editing)

442.255.320 142.255.320 300.000.000 Belum

Dipotong

Obyek

PPh Pasal

23

Biaya Sewa Lighting Set

621.457.448 211.457.448 410.000.000 Belum

Dipotong

Obyek

PPh Pasal

23

Royalty Pemakaian Lagu

20.723.950 20.723.950 - - Obyek

PPh Pasal

23

Biaya Sewa Alat Shooting

652.925.533 152.925.533 500.000.000 Belum

Dipotong

Obyek

PPh Pasal

23

Biaya Sewa Audio, TV monitor

190.425.532 40.425.532 150.000.000 Belum

Dipotong

Obyek

PPh Pasal

23

Biaya Sewa Baby Pod, Floid Headtry

67.819.149 7.819.149 60.000.000 Belum

Dipotong

Obyek

PPh Pasal

23

Biaya Sewa Genset, Diesel

761.375.967 141.375.967 620.000.000 Belum

Dipotong

Obyek

PPh Pasal

23

Page 14: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

79

Biaya Sewa Dedolight

35.711.064 35.711.064 - - Obyek

PPh Pasal

23

Biaya Sewa Kamera, filter kamera

622.458.831 622.458.831 - - Obyek

PPh Pasal

23

Biaya Sewa Kendaraan

30.275.259 14.175.259 16.100.000 Belum

Dipotong

Obyek

PPh Pasal

23

Biaya Sewa Kinoflo

7.872.342 7.872.342 - - Obyek

PPh Pasal

23

Biaya Sewa Lampu HMI

190.793.834 190.793.834 - - Obyek

PPh Pasal

23

Biaya Sewa Lensa & Lensa Super Wide

37.588.303 37.588.303 - Obyek

PPh Pasal

23

Biaya Sewa Metbox, Wearless

13.117.022 13.117.022 - Obyek

PPh Pasal

23

Biaya Hunting Lokasi

998.992.500 998.992.500 - - Non

Obyek

Page 15: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

80

PPh Pasal

23

Biaya Bensin/ Solar

3.688.775.000 3.688.775.000 - - Non

Obyek

PPh Pasal

23

Biaya Fotocopy Skenario

952.500 952.500 - - Non

Obyek

PPh Pasal

23

Biaya Telepon, Wartel, Handphone

11.252.000 11.252.000 - - Non

Obyek

PPh Pasal

23

Biaya keperluan pembantu umum

122.475.803 122.475.803 - - Non

Obyek

PPh Pasal

23

Biaya Obat-obatan / PPPK

1.960.500 1.960.500 - - Non

Obyek

PPh Pasal

23

Biaya Sewa Lokasi

778.960.500 778.960.500 - - Obyek

Page 16: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

81

Syuting PPh Pasal

4 (2)

Biaya Pembelian Kaset Betacam

252.800.500 252.800.500 - - Non

Obyek

PPh Pasal

23

Biaya Snack, Kopi, Teh, Gula

58.960.500 58.960.500 - - Non

Obyek

PPh Pasal

23

Biaya Sewa Sound System

356.450.000 356.450.000 - - Obyek

PPh Pasal

23

Biaya Pembelian Pita Film

897.652.000 897.652.000 - - Non

Obyek

PPh Pasal

23

Biaya Pembelian Accu Light / Baterai

56.420.000 56.420.000 - - Non

Obyek

PPh Pasal

23

Biaya Tol & Parkir

48.150.000 48.150.000 - - Non

Obyek

Page 17: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

82

PPh Pasal

23

Biaya Alat Tulis

940.000 940.000 - - Non

Obyek

PPh Pasal

23

Sewa Kostum Pemain

1.150.980.000 1.150.980.000 - - Obyek

PPh Pasal

23

Biaya Promosi

1.240.300.000 1.240.300.000 - - Non

Obyek

PPh Pasal

23

Jasa Catering 2.219.823.000 2.219.823.000 - - Obyek

PPh Pasal

23

Total 20.898.953.807 18.842.853.807 2.056.100.000 - -

2. Mengadakan evaluasi pos-pos biaya yang merupakan obyek PPh Pasal 23 yang

sudah dipotong dan belum dipotong

Penulis mengelompokkan lagi setiap biaya yang merupakan obyek PPh Pasal 23 baik

dari rincian biaya operasional maupun dari rincian harga pokok produksi dan

Page 18: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

83

menentukan besar tarif PPhnya untuk setiap biaya sehubungan dengan penggunaan

jasa yang dipotong PPh Pasal 23.

Tabel IV.4

Biaya yang merupakan Obyek PPh Pasal 23 dari Harga Pokok Produksi

Pos-pos

Biaya

Dari

Harga

Pokok

Produksi

Jumlah

Obyek Pajak

Sebelum

Evaluasi

(Rp)

Tarif PPh yang

telah

dipotong

(Rp)

Jumlah

Obyek Pajak

Setelah

Evaluasi

(Rp)

Selisih

(Rp)

Keterangan

Biaya Editing (Sewa Ruang Editing)

142.255.320 6% 8.535.319 442.255.320 300.000.000 Belum

Dipotong

Biaya Sewa Lighting Set

211.457.448 6% 12.687.447 621.457.448 410.000.000 Belum

dipotong

Royalty Pemakaian Lagu

20.723.950 15% 3.108.593 20.723.950 - -

Biaya Sewa Alat Shooting

152.925.533 6% 9.175.532 652.925.533 500.000.000 Belum

dipotong

Biaya Sewa Audio, TV monitor

40.425.532 6% 2.452.532 190.425.532 150.000.000 Belum

Dipotong

Biaya Sewa Baby Pod, Floid Headtry

7.819.149 6% 469.149 67.819.149 60.000.000 Belum

Dipotong

Biaya Sewa Genset, Diesel

141.375.967 6% 8.482.558 761.375.967 620.000.000 Belum

Dipotong

Page 19: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

84

Biaya Sewa Dedolight

35.711.064 6% 2.142.664 35.711.064 - -

Biaya Sewa Kamera, filter kamera

622.458.831 6% 37.347.530 622.458.831 - -

Biaya Sewa Kendaraan

14.175.259 3% 425.258 30.275.259 16.100.000 Belum

Dipotong

Biaya Sewa Kinoflo

7.872.342 6% 472.341 7.872.342 - -

Biaya Sewa Lampu HMI

190.793.834 6% 11.447.630 190.793.834 - -

Biaya Sewa Lensa & Lensa Super Wide

37.588.303 6% 2.255.298 37.588.303 - -

Biaya Sewa Metbox, Wearless

13.117.022 6% 787.021 13.117.022 - -

Biaya Sewa Sound System

356.450.000 6% - 356.450.000 356.450.000 Belum

Dipotong

Sewa Kostum Pemain

1.150.980.000 6% - 1.150.980.000 1.150.980.000 Belum

Dipotong

Jasa Catering

2.219.823.000 1.5% - 2.219.823.000 2.219.823.000 Belum

Dipotong

Total 5.365.952.554 99.788.872 5.783.353.000 -

Page 20: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

85

Tabel IV.5

Biaya yang Merupakan Obyek PPh Pasal 23 dari Rincian Biaya Operasional

Pos-pos

Biaya

Dari Biaya

Operasional

Jumlah

Obyek Pajak

Sebelum

Evaluasi

(Rp)

Tarif PPh yang

telah

dipotong

(Rp)

Jumlah

Obyek Pajak

Setelah

Evaluasi

(Rp)

Selisih

(Rp)

Keterangan

Jasa Service Kendaraan

- 6% - 2.880.400 2.880.400 Belum

Dipotong

Jasa Service Komputer

- 6% - 2.574.500 2.574.500 Belum

dipotong

Jasa Pemakaian Internet

- 6% - 14.845.900 14.845.900 Belum

Dipotong

Jasa Driver Fee

- 6% - 26.000.000 26.000.000 Belum

dipotong

Jasa Perancangan / Desain Iklan

- 6% - 12.870.000 12.870.000 Belum

Dipotong

Jasa Konsultan

94.864.860 7.5% 7.114.865 94.864.860 - Sudah

Dipotong

Total 94.864.860 7.114.865 154.035.660 59.170.800

Page 21: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

86

Tabel IV.6

Pengelompokkan Biaya yang Telah Dipotong PPh Pasal 23

Akun-akun Biaya Jumlah

Obyek Pajak

(Rp)

Perkiraan

Penghasilan

Netto

Tarif

(%)

PPh yang

dipotong

(Rp)

Dari Rincian Biaya Operasional

Biaya Konsultan 94.864.860 50% 15% 7.114.865

Dari Rincian Harga Pokok Produksi

Biaya Editing 142.255.320 40% 15% 8.535.319

Biaya Sewa Lighting Set 211.457.448 40% 15% 12.687.447

Royalty Pemakaian Lagu 20.723.950 15% 3.108.593

Biaya Sewa Alat Shooting 152.925.533 40% 15% 9.175.532

Biaya Sewa Audio, TV monitor 40.425.532 40% 15% 2.425.532

Biaya Sewa Baby Pod, Floid Headtry 7.819.149 40% 15% 469.149

Biaya Sewa Genset 141.375.967 40% 15% 8.482.558

Biaya Sewa Dedolight 35.711.064 40% 15% 2.142.664

Biaya Sewa Kamera, filter kamera 622.458.831 40% 15% 37.347.530

Biaya Sewa Kendaraan 14.175.259 20% 15% 425.258

Biaya Sewa Kinoflo 7.872.342 40% 15% 472.341

Biaya Sewa Lampu HMI 190.793.834 40% 15% 11.447.630

Biaya Sewa Lensa & Lensa Super Wide

37.588.303 40% 15% 2.255.298

Biaya Sewa Metbox, Wearless 13.117.022 40% 15% 787.021

Total 1.733.564.414 - - 106.876.735

Page 22: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

87

Tabel IV.7

Pengelompokkan Biaya yang Belum Dipotong PPh Pasal 23

Akun-akun Biaya Jumlah

Obyek Pajak

(Rp)

Perkiraan

Penghasilan

Netto

Tarif

PPh 23

PPh yang

harus

dipotong

(Rp)

Dari Rincian Biaya Operasional

Biaya Driver Fee 26.000.000 40% 15% 1.560.000

Jasa Service Komputer 2.574.500 40% 15% 154.470

Jasa Pemakaian Internet 14.845.900 40% 15% 890.754

Jasa Service Kendaraan 2.880.400 40% 15% 172.824

Jasa Perancangan / Desain Iklan 12.870.000 40% 15% 772.200

Dari Rincian Harga Pokok Produksi

Biaya Editing 300.000.000 40% 15% 18.000.000

Biaya Sewa Lighting Set 410.000.000 40% 15% 24.600.000

Biaya Sewa Alat Shooting 500.000.000 40% 15% 30.000.000

Biaya Sewa Audio, TV monitor 150.000.000 40% 15% 9.000.000

Biaya Sewa Baby Pod, Floid Headtry

60.000.000 40% 15% 3.600.000

Biaya Sewa Genset 620.000.000 40% 15% 37.200.000

Biaya Sewa Kendaraan 16.100.000 20% 15% 483.000

Biaya Sewa Sound System 356.450.000 40% 15% 21.387.000

Biaya Sewa Kostum Pemain 1.150.980.000 40% 15% 69.058.800

Biaya Jasa Catering 2.219.823.000 10% 15% 33.297.345

Dari Hutang Lain-lain

Page 23: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

88

Beban Bunga Pinjaman 24.000.000 15% 3.600.000

Total PPh Pasal 23 yang Belum

Dipotong dan Disetor

5.866.523.800 - - 253.776.393

3. Memeriksa bukti pemotongan dan SSP atas PPh Pasal 23

Pada tahapan ini penulis melakukan pemeriksaan bukti potong PPh Pasal 23. Penulis

memeriksa apakah bukti potong yang dibuat sudah benar dengan melihat cara

pengisian bukti potong. Penulis juga mencocokkan nama, alamat, dan NPWP wajib

pajak yang dipotong PPh Pasal 23, jenis jasa yang dipotong PPh Pasal 23, tarifnya,

serta tanggal pembuatan bukti potong. Penulis menjabarkannya dengan membuat

rekapan atas bukti pemotongan dan SSP atas PPh Pasal 23 dalam kertas kerja

pendukung (Tabel IV.8).

Tabel IV.8

Rekap bukti potong PPh Pasal 23

Bulan Tanggal Bukti

Potong

Nomor Bukti Bukti Potong PPh Pasal 23

yang dipotong

(Rp)

Januari 31 Januari 2005 001/23/I/05 – 012/23/I/05 8.049.000

Februari 28 Februari 2005 013/23/II/05 - 024/23/II/05 5.535.600

Maret 31 Maret 2005 025/23/III/05 – 039/23/III/05

001/LJF/05

8.751.150

April 30 April 2005 040/23/IV/05 – 050/23/IV/05

002/LJF/05

5.746.618

Page 24: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

89

Mei 31 Mei 2005 051/23/V/05 – 054/23/V/05

003/LJF/05 – 005/LJF/05

3.874.200

Juni 30 Juni 2005 055/23/VI/05 – 064/23/VI/05

006/LJF/05

5.527.000

Juli 31 Juli 2005 064//23/VII/05 –

079/23/VII/05 , 007/LJF/05

8.028.452

Agustus 31 Agustus 2005 080/23/VIII/05-

110/23/VIII/05, 008/LJF/05

11.212.535

September 30 September 2005 111/23/IX/05 – 134/23/IX/05

009/LJF/05

12.369.722

Oktober 31 Oktober 2005 135/23/X/05 – 170/23/X/05

010/LJF/05

20.832.462

November 30 November 2005 171/23/XI/05 – 186/23/XI/05

011/LJF/05

7.761.662

Desember 31 Desember 2005 187/23/XII/05 –

200/23/XII/05, 012/LJF/05 –

013/LJF/05

9.188.334

Total 106.876.735

4. Membuat kertas kerja pada setiap masalah yang ditemukan, khususnya pada pos-pos

biaya untuk membandingkan PPh Pasal 23 yang telah disetor oleh perusahaan

dengan PPh Pasal 23 yang terutang setelah dilakukan evaluasi oleh penulis.

Page 25: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

90

5. Memeriksa tanggal pada surat setoran pajak (SSP) atas PPh Pasal 23 dibandingkan

dengan bukti potongnya.

Pengecekkan ini bertujuan untuk mengevaluasi apakah pajak yang terutang pada

suatu masa pajak telah disetor ke kas Negara paling lambat tanggal 10 bulan

berikutnya.

6. Pemeriksaan Bukti Penerimaan Surat, Surat Setoran Pajak dan SPT Masa PPh Pasal

23.

Pengecekkan ini bertujuan untuk mengevaluasi apakah PPh Pasal 23 yang terutang

pada suatu masa pajak telah disetorkan dan dilaporkan tepat waktu ke Kantor

Pelayanan Pajak.

Dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan, penulis menemukan

informasi tambahan dalam kaitannya dengan pemotongan, penyetoran dan pelaporan

Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah:

1. Pada rincian biaya operasional perusahaan, terdapat biaya perbaikan dan

pemeliharaan yang meliputi akun-akun biaya sebagai berikut:

Tabel IV.9

Jasa yang Digunakan Dehubungan dengan Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan

No. Keterangan Jumlah

(Rp)

Perkiraan

Penghasilan

Netto

Tarif PPh

Pasal 23

1. Biaya Service Komputer 2.574.500 40% 15%

Page 26: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

91

yang termasuk dalam jasa

perawatan / pemeliharaan /

perbaikan mesin dan

peralatan

2. Biaya Service Kendaraan

yang termasuk dalam jasa

perawatan / pemeliharaan /

perbaikan alat-alat

transportasi

2.880.400 40% 15%

2. Pada rincian biaya operasional perusahaan, terdapat biaya jasa professional.

Tabel IV.10

Jasa yang Digunakan Sehubungan dengan Biaya Jasa Professional

No. Keterangan Jumlah

(Rp)

Perkiraan

Penghasilan

Netto

Tarif PPh

Pasal 23

1. Biaya konsultan yang

termasuk dalam jasa

akuntan dan pembukuan.

94.864.860 50% 15%

3. Pada rincian biaya operasional perusahaan, terdapat biaya-biaya sehubungan dengan

penggunaan jasa-jasa lain yang termasuk dalam obyek PPh Pasal 23.

Page 27: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

92

Tabel IV.11

Biaya-biaya Sehubungan dengan Jasa-jasa Lain yang Digunakan oleh Perusahaan

No. Keterangan Jumlah

(Rp)

Perkiraan

Penghasilan

Netto

Tarif PPh

Pasal 23

1. Biaya Driver Fee yang

termasuk dalam jasa

rekruitmen / penyedia

tenaga kerja

26.000.000 40% 15%

2. Biaya Internet yang

termasuk jasa pemanfaatan

di bidang teknologi

informasi.

14.845.900 40% 15%

3. Biaya perancangan / desain

iklan yang termasuk dalam

jasa perancang / desain

12.870.000 40% 15%

Dari hasil penelitian yang dilakukan, penulis menemukan beberapa permasalahan

dalam perusahaan dalam kaitannya dengan pemotongan, penyetoran dan pelaporan

Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah:

1. Adanya biaya-biaya yang seharusnya merupakan obyek PPh Pasal 23 dan dipotong

PPh Pasal 23 tetapi dalam kenyataannya tidak dipotong PPh Pasal 23.

Page 28: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

93

Setelah penulis melakukan evaluasi terhadap biaya-biaya operasional dan

rincian harga pokok produksi yang terdapat dalam laporan laba rugi perusahaan,

penulis menemukan adanya biaya-biaya yang merupakan objek PPh Pasal 23 yang

tidak dipotong PPh Pasal 23. Hal tersebut terjadi karena bagian keuangan dan bagian

akuntansi dalam PT. LJF kurang teliti dalam mengidentifikasi apakah suatu biaya

merupakan objek PPh Pasal 23 atau bukan. Biaya-biaya yang berasal dari biaya

operasional tersebut adalah:

a) Biaya Driver Fee

Biaya driver fee adalah pembayaran kepada jasa penyedia tenaga kerja (PT. Duta

Mitra Solusindo) dalam hal penyediaan tenaga driver untuk PT.LJF. Atas jasa

tersebut dikenakan PPh Pasal 23 dengan tarif 6%, tetapi perusahaan belum

melakukan pemotongan atas jasa tersebut.

b) Biaya Service Kendaraan

Biaya sevice kendaraan merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk

perbaikan dan pemeliharaan kendaraan yang dimiliki perusahaan. Biaya ini

awalnya masuk dalam biaya sparepart kendaraan karena bagian keuangan tidak

meneliti terlebih dahulu ketika melakukan pembayaran atas biaya tersebut

sehingga tidak mengetahui bahwa di dalam biaya penggantian sparepart

kendaraan terdapat biaya pemasangan sparepart dan service kendaraan. Atas

jasa tersebut seharusnya dikenakan PPh Pasal 23 dengan tarif sebesar 6%, tetapi

perusahaan belum melakukan pemotongan atas pembayaran jasa tersebut.

c) Biaya Service Komputer

Biaya sevice komputer merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk

perbaikan dan pemeliharaan komputer. Biaya ini awalnya masuk dalam biaya

Page 29: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

94

pelengkapan komputer. Setelah diteliti ternyata di dalam biaya tersebut terdapat

biaya service komputer yang di invoice-nya tergabung dengan pembelian

perlengkapan komputer lainnya. Atas jasa tersebut seharusnya dikenakan PPh

Pasal 23 dengan tarif sebesar 6%, tetapi perusahaan belum melakukan

pemotongan atas pembayaran jasa tersebut.

d) Biaya Internet

Biaya tersebut merupakan biaya berlangganan internet yang seharusnya

dikenakan PPh Pasal 23 dengan tarif sebesar 6%. Namun karena bagian

keuangan dalam perusahaan tidak mngetahui bahwa biaya tersebut dikenakan

PPh Pasal 23, maka perusahaan belum melakukan pemotongan atas pembayaran

jasa tersebut.

e) Biaya Perancangan / Desain Iklan

Biaya perancangan / desain iklan merupakan biaya perancangan iklan film yang

dimuat di media cetak. Atas jasa tersebut seharusnya dikenakan PPh Pasal 23

dengan tarif sebesar 6%, tetapi perusahaan belum melakukan pemotongan atas

pembayaran jasa tersebut.

Penyebab dari permasalahan diatas adalah karena bagian keuanngan serta

bagian akuntansi dan pajak dalam perusahaan tidak mengetahui bahwa di dalam

biaya operasional peusahaan terdapat biaya driver fee, biaya service kendaraan,

biaya service computer, biaya internet, dan biaya perancangan / desain iklan. Mereka

tidak mengidentifikasikan dengan benar bahwa biaya-biaya tersebut termasuk dalam

obyek PPh Pasal 23. Mereka juga tidak mendapatkan informasi mengenai peraturan-

peraturan perpajakan yang baru dan kurang memahami isi dari peraturan-peraturan

tersebut sehingga tidak tahu biaya-biaya apa saja yang harus dipotong PPh Pasal 23.

Page 30: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

95

Hal ini mengakibatkan biaya-biaya tersebut diatas tidak dikenakan

pemotongan PPh Pasal 23 sehingga jumlah PPh Pasal 23 yang telah disetorkan

selama tahun 2005 lebih kecil dari jumlah PPh Pasal 23 yang seharusnya terutang.

Atas kewajiban pajak yang tidak dipotong dan disetorkan ini, apabila dilakukan

pemeriksaan oleh fiskus maka akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar 2% per

bulan maksimal 24 bulan terhitung sejak saat terutangnya pajak sampai dengan

tanggal diterbitkannya Surat Keterangan Pajak Kurang Bayar.

Atas pemasalahan yang ada, penulis merekomendasikan agar bagian

keuangan serta bagian akuntansi dan pajak pada PT. LJF lebih teliti dalam

mengidentifikasi dan mengelompokkan biaya-biaya yang termasuk dalam obyek PPh

Pasal 23. Selain itu, harus selalu meng-update pengetahuan mereka mengenai

peraturan-peraturan perpajakan yang terbaru serta memahami isi dari peraturan-

peraturan tersebut sehingga bagian keuangan serta bagian akunatansi dan pajak tidak

hanya tahu peraturan, tetapi juga dapat menerapkan peraturan pajak tersebut dengan

benar sehingga PT. LJF dapat memenuhi kewjiban pajaknya dengan baik. Dari pihak

perusahaan sendiri, PT. LJF harus memperbaiki SPTnya dan membuat SPT

pembetulan.

Menurut UU No. 16 tahun 2000, pasal 8 ayat 1, “wajib pajak dapat

membetulkan SPT yang telah dilapor dengan menyampaikan pernyataan tertulis

dalam jangka waktu 2 tahun sesudah berakhirnya masa pajak atau tahun pajak

dengan syarat belum dilakukan pemeriksaan oleh Direktorat Jendral Pajak.” Dan,

dalam hal wajib pajak membetulkan sendiri SPT-nya yang mengakibatkan utang

pajak menjadi lebih besar, maka dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% per

bulan atas jumlah pajak yang kurang bayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT

Page 31: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

96

sampai dengan tanggal pembayaran karena SPT pembetulan tersebut (UU No. 16

tahun 2000 pasal 8 ayat 2).

Di bawah ini merupakan perhitungan PPh Pasal 23 terhadap biaya-biaya

sehubungan dengan penggunaan jasa rekruitmen / penyedia tenaga kerja, jasa service

kendaraan, jasa service komputer, jasa pemakaian internet, dan jasa perancangan/

desain iklan.

Tabel IV.12

Perhitungan PPh Pasal 23 atas Jasa yang Belum Dilakukan Pemotongan dari Rincian

Biaya Operasional

Jenis Jasa Jumlah

(Rp)

Perkiraan

Penghasilan

Netto

Tarif PPh

Pasal 23

PPh Terutang

Sebelum Setelah Evaluasi Evaluasi

Jasa Service

Kendaraan

2.880.400 40% 15% - 172.824

Jasa Service

Komputer

2.574.500 40% 15% - 154.470

Jasa Pemakaian

Internet

14.845.900 40% 15% - 890.754

Jasa Driver Fee 26.000.000 40% 15% - 1.560.000

Jasa Perancangan

/ Desain Iklan

12.870.000 40% 15% - 772.200

Total 59.170.800 - 3.550.248

Page 32: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

97

Biaya-biaya yang berasal dari rincian harga pokok produksi yang juga belum

dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 adalah:

a) Biaya Sewa Sound System

Adalah biaya sewa sound system untuk syuting di lapangan. Biaya ini seharusnya

dipotong PPh Pasal 23 dengan tarif 6%. Namun karena kelalaian dan

ketidakmengertian tim produksi lapangan untuk memotong PPh Pasal 23 atas biaya

sewa tersebut maka biaya tersebut belum dilakukan pemotongan. Penyebab lain

yaitu karena pembayarannya dilakukan secara langsung dan tidak ada kontrak

perjanjiannya sehingga bagian keuangan juga tidak dapat mengontrol pengeluaran

biaya tersebut dan melakukan pemotongan PPh Pasal 23.

b) Biaya Sewa Kostum Pemain

Adalah biaya sewa kostum pemain pada saat syuting di lapangan yang terdiri dari

sewa kostum artis dan figuran. Biaya ini seharusnya dipotong PPh Pasal 23 dengan

tarif 6%. Namun karena kelalaian dan ketidakmengertian tim produksi lapangan

untuk memotong PPh Pasal 23 atas biaya sewa tersebut maka biaya tersebut belum

dilakukan pemotongan. Penyebab lain yaitu karena pembayarannya dilakukan secara

langsung dan tidak ada kontrak perjanjiannya sehingga bagian keuangan juga tidak

dapat mengontrol pengeluaran biaya tersebut dan melakukan pemotongan PPh Pasal

23.

c) Biaya Jasa Catering

Adalah biaya makan kru dan artis pada saat syuting. Tim produksi menggunakan

jasa catering untuk penyediaan makanan untuk kru dan artis serta untuk keperluan

syuting. Misalnya, di dalam sinetron / film terdapat adegan makan atau minum.

Biaya ini seharusnya dikenakan PPh Pasal 23 dengan tarif 1.5%. Namun karena

Page 33: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

98

kelalaian dan ketidakmengertian tim produksi lapangan untuk memotong PPh Pasal

23 atas biaya sewa tersebut maka biaya tersebut belum dilakukan pemotongan.

Penyebab lain yaitu karena pembayarannya dilakukan secara langsung dan tidak ada

kontrak perjanjiannya sehingga bagian keuangan juga tidak dapat mengontrol

pengeluaran biaya tersebut dan melakukan pemotongan PPh Pasal 23.

Tabel IV.13

Perhitungan PPh Pasal 23 atas Jasa yang Belum Dilakukan Pemotong dari Rincian HPP

Jenis Jasa Jumlah

(Rp)

Perkiraan

Penghasilan

Tarif PPh

Pasal 23

PPh Terutang

Sebelum Setelah

Jasa Sewa Sound

System

356.450.000 40% 15% - 21.387.000

Jasa Sewa

Kostum Pemain

1.150.980.000 40% 15% - 69.058.800

Jasa Catering 2.219.823.000 10% 15% - 33.297.345

Total 3.727.253.000 123.743.145

2. Adanya hutang PPh Pasal 23 yang belum disetorkan ke kas Negara dalam jumlah

yang cukup material.

Kondisi yang ada di perusahaan sekarang yaitu terdapat PPh Pasal 23 yang

belum disetorkan ke kas Negara walaupun masa penyetoran pajak telah lewat.

Berdasarkan hasil evaluasi yang penulis lakukan dengan membandingkan jumlah

PPh Pasal 23 yang seharusnya disetor dengan PPh Pasal 23 yang telah disetor oleh

perusahaan, maka di dapat kewajiban PPh Pasal 23 yang belum disetor sebesar Rp

Page 34: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

99

253.776.393 Jumlah ini berasal dari biaya-biaya operasional perusahaan dan biaya

dari rincian harga pokok produksi yang seharusnya dipotong PPh Pasal 23 namun

belum dipotong PPh Pasal 23, sehingga atas kalalaian tersebut menyebabkan

perusahaan memiliki hutang PPh Pasal 23.

Disamping itu juga masih ada biaya-biaya yang termasuk dalam harga pokok

produksi film yang tidak dipotong PPh Pasal 23. Hal ini disebabkan karena bagian

produksi lapangan kurang mengerti tentang perpajakan dan tidak adanya kontrak

sewa menyewa yang menyatakan adanya pemotongan PPh Pasal 23. Contoh kasus

yang terjadi dalam PT. LJF, bagian produksi lapangan diberi uang oleh bagian

keuangan untuk melakukan produksi harian (syuting), dan pada saat pelaksanaan

syuting tersebut, bagian produksi lapangan menyewa kendaraan (truk) untuk

mengangkut peralatan ke lokasi syuting. Atas transaksi sewa menyewa tersebut,

pembayarannya langsung dilakukan pada saat itu juga dan tidak dilakukan

pemotongan PPh Pasal 23 dengan tarif sebesar 3%. Tim produksi lapangan hanya

memasukkan biaya sewa truk tersebut sebagai biaya transport dan mencatatnya

dalam form biaya harian. Demikian pula untuk biaya sewa sound system, sewa

kostum pemain, dan lain-lain yang belum dipotong PPh Pasal 23.

Berdasarkan UU No. 17 tahun 2000, atas setiap PPh Pasal 23 yang terutang

pada suatu masa pajak harus disetorkan ke kas Negara paling lambat tanggal 10

setelah masa terutangnya pajak tersebut.

Penyebabnya yaitu yang pertama, karena bagian keuangan serta bagian

akuntansi dan pajak dalam perusahaan tidak mengetahui bahwa ada biaya-biaya

yang merupakan obyek PPh Pasal 23 namun tidak dipotong PPh Pasal 23, yang

kedua, karena ada kemungkinan bahwa tidak semua supplier mau dipotong PPh

Page 35: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

100

Pasal 23 dengan alasan pemotongan pajak tersebut akan mengurangi penghasilan

mereka sehingga dalam negosiasi biasanya mereka akan mengajukan harga netto,

dan yang ketiga, transaksi yang merupakan objek PPh Pasal 23 dapat dilakukan oleh

bagian manapun di perusahaan, khususnya bagian produksi yang berkaitan dengan

biaya-biaya yang termasuk dalam harga pokok produksi film sehingga seringkali

dalam negosiasi mengabaikan adanya pemotongan PPh Pasal 23 walaupun

merupakan objek PPh Pasal 23. Dengan banyaknya pembayaran yang tidak

dilakukan pemotongan pajak penghasilan, maka banyak PPh Pasal 23 yang tidak

disetor ke kas Negara. Hal ini juga disebabkan karena perusahaan tidak pernah

melakukan pengecekkan ke biayanya karena belum adanya suatu metode yang tepat.

Hutang pajak yang tidak disetorkan tersebut mengakibatkan denda

administrasi berupa bunga 2% sebulan yang harus dibayar oleh perusahaan pada saat

pemeriksaan pajak dengan menerbitkan SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang

Bayar).

Atas permasalahan yang ada maka penulis memberikan rekomendasi suatu

format rekonsiliasi untuk mengecek PPh Pasal 23 yang terutang setiap bulan,

sehingga PPh Pasal 23 yang disetorkan tidak hanya atas PPh yang telah dilakukan

pemotongan dan pemungutan tetapi atas PPh Pasal 23 yang terutang secara

keseluruhan.

3. Dalam surat perjanjian kerja sama tidak memasukkan kewajiban PPh Pasal 23.

Setelah penulis mengadakan pengecekkan terhadap dokumen perjanjian

kerjasama maka ditemui kondisi perusahaan yang ada sekarang tidak memasukkan

kewajiban PPh Pasal 23 pada kontrak kerja tersebut. Dalam surat perjanjian

Page 36: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

101

kerjasama atau sewa menyewa tersebut hanya terdapat jangka waktu sewa, jenis

barang yang disewa, pihak-pihak yang menyewa dan jumlah sewa yang harus

dibayar.

Kriteria yang seharusnya adalah apabila suatu transaksi merupakan objek

PPh Pasal 23, maka dalam kontrak kerjasama harus disebutkan agar pada saat

pembayaran, pihak penerima penghasilan bersedia untuk dipotong PPh Pasal 23.

Penyebabnya yaitu banyak perusahaan pemberi jasa yang tidak mau

penghasilannya dipotong PPh Pasal 23. Contohnya, di PT. LJF sebagian besar pihak

pemberi jasa merupakan orang pribadi yang tidak mengerti pajak sehingga mereka

tidak mau dipotong PPh Pasal 23 (misal: sewa truk pengangkut alat-alat syuting,

sewa lampu,dll). Penyebab lain yaitu transaksi dalam perusahaan dapat dilakukan

oleh bagian manapun dalam organisasi sehingga mereka tidak mengetahui bahwa

transaksi tersebut merupakan obyek PPh Pasal 23. Khususnya bagian produksi film

yang berada di lapangan. Ketika mereka membutuhkan truk pengangkut untuk

mengangkut alat-alat shooting, mereka akan langsung menyewa tanpa adanya

perjanjian sewa menyewa yang memasukkan kewajiban pemotongan PPh Pasal 23

atas penghasilan yang diterimanya.

Hal tersebut mengakibatkan bagian keuangan dalam perusahaan

membayarkan tagihan tanpa pemotongan PPh Pasal 23 sehingga mengakibatkan

kewajiban PPh Pasal 23 tidak disetorkan ke kas Negara. Atas kewajiban pajak yang

tidak disetor ini, pada saat pemeriksaan pajak akan diterbitkan surat ketetapan pajak

kurang bayar (SKPKB) ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar

2% per bulan maksimal 24 bulan. Hal ini akan sangat merugikan perusahaan sebagai

akibat dari tidak melakukan kewajiban PPh Pasal 23 ini.

Page 37: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

102

Sehubungan dengan permasalahan ini maka penulis akan memberikan

rekomendasi yaitu perusahaan harus membuat suatu prosedur kerja yaitu sebelum

menandatangani perjanjian kerjasama maka terlebih dahulu suatu departemen /

bagian harus mengkonfirmasi hal tersebut ke bagian akuntansi dan pajak untuk

mengidentifikasikan apakah transaksi yang akan dilakukan dengan surat perjanjian

kerjasama tersebut merupakan obyek PPh Pasal 23. Apabila perusahaan pemberi jasa

tidak mau penghasilannya dipotong PPh Pasal 23 maka perusahaan harus membuat

kesepakatan dengan pihak pemberi jasa untuk menggross-up nilai transaksinya.

Dengan metode gross-up ini, penghasilan pihak pemberi jasa / supplier tidak

berkurang dan perusahaan tidak harus menanggung PPh Pasal 23 tersebut. Hal ini

disebabkan karena PPh Pasal 23 tersebut dapat dibiayakan.

Metode groos-up adalah metode yang menaikkan jumlah / harga transaksi

sebesar jumlah pajak yang harus dipotong dari transaksi tersebut.

Rumusnya adalah : Jumlah nilai transaksi

(100% - tarif PPh Pasal 23)

Contoh : Nilai transaksi Rp 5.000.000,00, tarif PPh Pasal 23 7.5%, maka nilai setelah

di gross-up adalah Rp 5.000.000,00 = Rp 5.405.405,41

(100% - 7.5%)

Metode ini merupakan salah satu cara yang diterapkan oleh PT. LJF sebagai

cara alternatif apabila ada supplier yang tidak mau penghasilannya dipotong PPh

Pasal 23. PT. LJF telah menerapkan metode gross-up dalam transaksi-transaksinya

Page 38: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

103

yang berhubungan dengan pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 23 sehingga PT.

LJF dapat melakukan penghematan pajak.

Berikut ini adalah perbandingan dari perhitungan biaya-biaya operasional

dan biaya-biaya yang berhubungan dengan harga pokok produksi apabila PT. LJF

melakukan metode gross-up dan tidak melakukan metode gross-up.

Tabel IV.14

Perbandingan Biaya Sebelum dan Setelah di Gross-up

No Jenis Biaya Jumlah sebelum di

Gross up

Jumlah setelah di

Gross up

Dari Biaya Operasional

Perusahaan

1. Biaya Konsultan Rp 87.750.000,00 Rp 94.864.860,00

2. Biaya Service Kendaraan Rp 2.707.576,00 Rp 2.880.400,00

3. Biaya Service Komputer Rp 2.420.030,00 Rp 2.574.500,00

4. Biaya Internet Rp 13.955.146,00 Rp 14.845.900,00

5. Biaya Driver Fee Rp 24.440.000,00 Rp 26.000.000,00

6. Biaya Perancang Iklan Rp 12.097.800,00 Rp 12.870.000,00

Dari Rincian Harga Pokok

Produksi

1. Biaya Editing Rp 133.720.000,00 Rp 142.255.320,00

2. Sewa Lighting Set Rp 198.770.000,00 Rp 211.457.448,00

3. Royalty Pemakaian Lagu Rp 17.615.350,00 Rp 20.723.950,00

4. Sewa Alat Shooting Rp 143.750.000,00 Rp 152.925.533,00

Page 39: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

104

5. Sewa Audio,tv monitor Rp 38.000.000,00 Rp 40.425.532,00

6. Sewa Baby Pod, Floid Headtry Rp 7.350.000,00 Rp 7.819.149,00

7. Sewa Genset Rp 132.893.400,00 Rp 141.375.967,00

8. Sewa Dedolight Rp 33.568.400,00 Rp 35.711.064,00

9. Sewa Kendaraan Rp 13.750.000,00 Rp 14.175.259,00

10. Sewa Kinoflo Rp 7.400.000,00 Rp 7.872.342,00

11. Sewa Lampu HMI Rp 179.346.200,00 Rp 190.793.834,00

12. Sewa Lensa dan lensa super wide Rp 35.333.000,00 Rp 37.588.303,00

13. Sewa Metbox, wearless Rp 12.330.000,00 Rp 13.117.022,00

14. Sewa Kamera, filter kamera Rp 585.111.300,00 Rp 622.458.831,00

Total Keseluruhan Rp1.648.739.802,00 Rp1.792.735.214,00

Setelah dilakukan perhitungan, maka terdapat selisih sebesar Rp 143.995.412

(Rp 1.792.735.214 – Rp 1.648.739.802). Selisih tersebut merupakan beban yang

dapat dibiayakan sehingga PT. LJF dapat melakukan penghematan pajak dalam

menghitung PPh Pasal 29-nya.

4. Adanya pemotongan PPh Pasal 23 dengan dasar dan tarif PPh Pasal 23 yang tidak

tepat.

Berdasarkan pengecekkan ke dokumen perusahaan yaitu bukti pemotongan

PPh Pasal 23 ditemukan adanya pemotongan PPh Pasal 23 dengan tarif dan dasar

pemotongan yang tidak tepat. Contohnya, untuk sewa yang berhubungan dengan

penggunaan harta dan sewa kendaraan. Pada PT. LJF ditemukan adanya biaya sewa

Page 40: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

105

kendaraan yang pembayarannya disatukan dengan sewa alat shooting. Karena

suppliernya adalah satu pihak yang sama, maka supplier tersebut hanya menerbitkan

satu invoice untuk dua pembayaran jasa yang berbeda. Untuk sewa alat dan sewa

kendaraan, jumlahnya langsung digabung dan tidak dirinci sehingga bagian

akuntansi pada PT. LJF langsung menerbitkan bukti potong PPh Pasal 23 dengan

memasukkan jumlah pembayaran tersebut ke dalam kategori sewa yang sehubungan

dengan penggunaan harta dengan tarif 6%. Hal ini tentu merugikan bagi pihak

supplier karena PT. LJF memotong PPh Pasal 23 terlalu besar. Seharusnya untuk

sewa kendaraan, tarif PPh Pasal 23 adalah 3%. Namun ini bukan mutlak kesalahan

perusahaan (PT. LJF) karena supplier tidak merinci jumlah pembayaran untuk dua

jenis jasa yang dikenakan dua tarif yang berbeda.

Hal dan kriteria yang harus diperhatikan dalam melakukan pemotongan dan

pemungutan PPh Pasal 23 adalah harus sesuai dengan ketentuan UU No.17 tahun

2000 pasal 23. Sebelum melakukan pemotongan PPh Pasal 23 , terlebih dahulu harus

diidentifikasi obyek PPh Pasal 23 tersebut. Apakah objek pajak tersebut merupakan

ojek PPh Pasal 23, termasuk jenis jasa apa serta berapa tarifnya.

Terjadinya kesalahan dalam penetapan dasar dan tarif pemotongan PPh Pasal

23 disebabkan identifikasi obyek PPh Pasal 23 tidak berdasarkan peraturan

perpajakan yang terbaru dan keteledoran dari supplier maupun pihak perusahaan.

Akibat yang ditimbulkan dari permasalahan tersebut yaitu terjadinya kurang /

lebih pemotongan PPh Pasal 23. Kelebihan pemotongan PPh Pasal 23 menyebabkan

kerugian bagi wajib pajak, sedangkan kekurangan pemotongan akan menimbulkan

denda administrasi berupa sanksi bunga sebesar 2% per bulan.

Page 41: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

106

Saran dan rekomendasi penulis untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu

setiap pemotongan PPh Pasal 23 harus berpedoman pada UU No.17 tahun 2000 dan

membaca penjelasan dari UU tersebut serta peraturan perpajakan yang terbaru

mengenai PPh Pasal 23.

5. Adanya penyetoran PPh Pasal 23 yang melampaui tanggal 10.

Kondisi perusahaan berdasarkan pengecekkan dokumen, yaitu surat setoran

pajak (SSP) PPh Pasal 23 dibandingkan dengan bukti pemotongannya, didapat

adanya keterlambatan penyetoran PPh Pasal 23.

Kriterianya yaitu menurut UU parpajakan, atas PPh Pasal 23 yang terutang

harus dilakukan penyetoran paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dari masa

terutangnya PPh tersebut.

Penyebab dari keterlambatan penyetoran adalah banyaknya hari libur yang

dekat dengan tanggal pembayaran pajak sehingga PPh Pasal 23 yang akan disetor

menjadi tertunda. Seringkali tanggal 10 jatuh pada hari minggu atau hari libur

Nasional. Hal ini membuat jangka waktu penyetoran pajak menjadi lebih sempit

karena perusahaan harus menyetorkan pajak yang telah dipotong sebelum tanggal

10. Bagian akuntansi biasanya disibukkan dengan pekerjaan rutin bulanan mereka

sehingga lupa untuk menghitung pajak yang harus disetor ke kas Negara dan tidak

disadari sudah mendekati tanggal 10. Ketika hal ini terjadi, penyetoran pajak yang

telah dipotong menjadi tertunda. Selain itu, pada saat hari terakhir pembayaran,

banyak orang yang mengantri di bank yang telah ditunjuk atau di KPP untuk

membayar atau menyetorkan pajak yang telah mereka potong. Pada saat antrian yang

Page 42: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

107

padat tersebut seringkali terjadi gangguan sistem komputer pada bank sehingga

menjadi off-line.

Akibatnya, atas PPh Pasal 23 yang terlambat disetor tersebut dikenakan

denda sebesar 2% per bulan dihitung dari masa pajak seharusnya sampai dengan

tanggal surat setoran pajak (SSP).

Tabel IV.15

Rekap Tanggal Pembayaran PPh Pasal 23 yang Tercantum dalam SSP

No. Masa Pajak Tanggal Setor Keterangan Denda Bunga Pasal 19 (1)

atau Pasal 19 (2)

1. Januari 2005 8 Februari 2005 Tepat waktu -

2. Februari 2005 16 Maret 2005 Terlambat

setor

2% x Rp 5.535.600 =

Rp 110.712,00

3. Maret 2005 8 April 2005 Tepat waktu -

4. April 2005 11 Mei 2005 Terlambat

setor

2% x Rp 5.746.618,00 =

Rp 114.932,00

5. Mei 2005 9 Juni 2005 Tepat waktu -

6. Juni 2005 7 Juli 2005 Tepat waktu -

7. Juli 2005 9 Agustus 2005 Tepat waktu -

8. Agustus 2005 13 September 2005 Terlambat

setor

2% x Rp 11.212.535 = Rp

224.250

9. September 2005 12 Oktober 2005 Terlambat

setor

2% x Rp 12.369.722 =

Rp 247.394

10. Oktober 2005 18 November 2005 Terlambat 2% x Rp 20.832.462 =

Page 43: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

108

setor Rp 416.649

11. November 2005 8 Desember 2005 Tepat waktu -

12. Desember 2005 9 Januari 2006 Tepat waktu -

Untuk permasalahan ini, penulis merekomendasikan agar bagian akuntansi

dan pajak memperhitungkan hari libur yang dekat dengan tanggal pembayaran PPh

Pasal 23 sehingga besarnya pajak yang telah dipotong dan harus disetorkan telah

diketahui lebih awal dan proses permintaan dana untuk pembayaran juga dapat

dilakukan lebih awal.

6. Adanya pelaporan PPh Pasal 23 yang melampaui tanggal 20.

Kondisi yang ada sekarang di perusahaan berdasarkan pengecekkan antara

bukti penerimaan surat dari KPP dengan bukti pemotongan PPh Pasal 23 yaitu

terdapat pelaporan PPh Pasal 23 yang lewat dari tanggal 20.

Kriteria yang seharusnya yaitu sesuai dengan UU Perpajakan, yaitu pasal 7

KUP. Setiap PPh Pasal 23 yang terutang dan telah disetor ke kas Negara harus

dilaporkan ke KPP setempat paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak terutang.

Keterlambatan pelaporan ini disebabkan karena data-data dari pihak yang

dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 belum lengkap. Contoh: data alamat dan

NPWP, sehingga bagian akuntansi dan pajak di perusahaan pemotong (PT. LJF)

belum bisa membuat bukti potong PPh Pasal 23. Karena banyak supplier yang belum

memberikan data secara lengkap, maka pembuatan bukti potong menjadi sangat

banyak yang tertunda sehingga pada saat akan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23,

Page 44: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

109

bukti potongnya belum lengkap. Hal ini menyebabkan pelaporan pajak menjadi

terlambat.

Keterlambatan pelaporan ini mengakibatkan perusahaan membayar denda

administrasi sebesar Rp 50.000,00 atas keterlambatan setiap pelaporan PPh Pasal 23.

Denda ini akan ditagih melalui Surat Tagihan Pajak (STP).

Tabel IV.16

Rekap Tanggal Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 23 yang Tercantum dalam

Bukti Penerimaan Surat

No. Masa Pajak Tanggal Lapor Keterangan Denda Bunga

Pasal 7 KUP

1. Januari 2005 15 Februari 2005 Tepat waktu -

2. Februari 2005 16 Maret 2005 Tepat waktu -

3. Maret 2005 8 April 2005 Tepat waktu -

4. April 2005 11 Mei 2005 Tepat waktu -

5. Mei 2005 14 Juni 2005 Tepat waktu -

6. Juni 2005 14 Juli 2005 Tepat waktu -

7. Juli 2005 12 Agustus 2005 Tepat waktu -

8. Agustus 2005 15 September 2005 Tepat waktu -

9. September 2005 19 Oktober 2005 Tepat waktu -

10. Oktober 2005 24 November 2005 Terlambat

Lapor

Rp 50.000

11. November 2005 15 Desember 2005 Tepat waktu

12. Desember 2005 16 Januari 2006 Tepat waktu -

Page 45: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

110

Untuk permasalahan ini, penulis merekomendasikan agar semua data pihak-

pihak yang dipotong PPh Pasal 23 dilengkapi pada saat pemotongan tersebut

dilakukan.

7. Evaluasi keterlambatan pemotongan PPh Pasal 23 atas Biaya Konsultan

Keadaan yang ada di perusahaan saat ini adalah perusahaan telah melakukan

keterlambatan pemotongan PPh Pasal 23 atas biaya konsultan untuk bulan Januari

dan Februari 2005. Seharusnya perusahaan langsung melakukan pemotongan PPh

Pasal 23 pada saat pembayaran karena saat terutangnya PPh Pasal 23 adalah pada

saat pembayaran dilakukan. Tetapi perusahaan baru membuat bukti potong dan

melakukan pemotongan untuk biaya konsultan bulan Januari dan Februari pada

bulan Mei.

Hal ini disebabkan karena bagian akuntansi dan pajak lalai untuk membuat

bukti potong dan memotong PPh Pasal 23 pada saat pembayaran fee konsultan bulan

Januari dan Februari. Mereka baru memotongnya pada bulan Mei.

Atas keterlambatan ini menyebabkan kurang bayar pajak untuk masa Januari

dan Februari dan perusahaan dapat dikenakan sanksi bunga sebesar 2% per bulan.

Perhitungannya adalah sebagai berikut:

Tabel IV.17

Perhitungan Keterlambatan Pemotongan PPh Pasal 23 + Sanksi

Sebelum Evaluasi Setelah Evaluasi Masa Pajak Penghasilan

Bruto (Rp)

PPh yang Telah

Disetor (Rp)

Penghasilan Bruto (Rp)

PPh yang seharusnya

Disetor (Rp)

Selisih Kurang Bayar

Sanksi Bunga (Rp)

Page 46: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

111

Januari 134.150.000 8.049.000 139.555.405 8.454.405 405.405 2% x 405.405 x 4

bulan = 32.432

Februari 92.260.000 5.535.600 97.665.405 5.941.005 405.405 2% x 405.405 x 3

bulan = 24.324

Total 810.810 56.756

8. Adanya PPh Pasal 23 yang dipotong salah tahun

Dalam melakukan usahanya, perusahaan mengunakan jasa sewa kamera dari

PT. Taman Kampung Artis. Jasa sewa kamera termasuk dalam sewa sehubungan

dengan penggunaan harta dengan tarif 6%. Kondisi yang terjadi, perusahaan telah

melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas pembayaran jasa tersebut. Tetapi setelah

penulis melakukan evaluasi dengan menelusuri surat kontrak dan invoice serta bukti

pembayarannya, ternyata pembayaran atas jasa sewa kamera tersebut dilakukan

bulan November 2004. Namun dalam Surat Setoran Pajak yang ada, perusahaan baru

memotong PPh tersebut pada bulan Januari 2005. Perusahaan melakukan kesalahan

atas pemotongan jasa sewa kamera tersebut sebesar Rp 2.490.000.

Menurut undang-undang perpajakan, biaya atas sewa harus dipotong pajak

pada saat pembayaran telah dilakukan.

Permasalahan ini disebabkan karena bagian akuntansi dan pajak kurang teliti

dan tidak memeriksa invoice pembayaran atas jasa sewa tersebut sehingga baru

memotong biaya sewa tersebut pada masa pajak Januari 2005.

Page 47: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

112

Tabel IV.18

Jasa yang Dipotong PPh Pasal 23 Salah Tahun

Setelah Evaluasi Jasa-jasa Biaya (Rp)

Perkiraan Penghasilan

Netto

Tarif PPh terutang tahun 2004

(Rp) Jasa sewa sehubungan

dengan penggunaan harta

(sewa kamera)

41.500.000 40% 15% 2.490.000

Keterangan:

PPh Pasal 23 yang terutang pada bulan Januari 2005 Rp 8.049.000

PPh Pasal 23 yang dipotong salah tahun Rp 2.490.000 -

PPh yang seharusnya terutang bulan Januari 2005 Rp 5.559.000

Setelah penulis melakukan evaluasi dari setiap pos-pos biaya yang ada dalam

perusahaan dan telah melakukan tahap-tahap pemeriksaan terhadap dokumen-

dokumen dan bukti pendukung yang berkaitan dengan PPh Pasal 23 serta

membandingkan SPT Masa PPh Pasal 23 PT. LJF yang telah dilapor dan hasil

evaluasi penulis, masih ditemukan adanya kewajiban perpajakan yang belum

dipenuhi dalam kaitannya dengan pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal

23 yang telah dilakukan dalam perusahaan, yaitu masih ada PPh Pasal 23 yang

kurang bayar sebesar Rp 253.776.393. Perhitungan secara rincinya dapat dilihat pada

Tabel IV.19 Rincian Perhitungan PPh Pasal 23 pada PT.LJF

Page 48: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

113

Atas pajak yang kurang bayar tersebut, apabila dilakukan pemeriksaan oleh

fiskus dan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) pada tahun

2007, maka PT. LJF dapat dikenakan sanksi dengan perhitungan sebagai berikut:

Kurang Bayar PPh Pasal 23 (Pokok) = Rp 253.776.393

Sanksi Administrasi bunga 2% x Rp 253.776.393 x 24 bulan = Rp 121.812.648 +

Jumlah yang harus dibayar oleh PT. LJF = Rp 375.589.041

Sanksi administrasi dihitung dengan asumsi maksimal 24 bulan karena

dihitung dari masa pajak tahun 2005-2007. Dalam UU No. 16 tahun 2000 pasal 19

ayat 1, ”Atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar dikenakan sanksi

administrasi berupa bunga 2% untuk seluruh masa yang dihitung dari tanggal jatuh

tempo sampai dengan tanggal pembayaran atau tanggal diterbitkannya surat tagihan

pajak.”

Selain sanksi administrasi yang harus ditanggung, atas permasalahan yang

terjadi diatas, PT. LJF dapat dikenakan sanksi pasal 38 UU No. 16 tahun 2000 atau

sanksi pasal 39 UU No. 16 tahun 2000 yang berbunyi:

Pasal 38

Setiap orang yang karena kealpaannya:

a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau

b. menyampaikan Surat Pemberitahuan yang isinya tidak benar atau tidak

lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar,sehingga dapat

menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, dipidana dengan pidana

kurungan paling lama 1 tahun dan atau denda paling tinggi 2 kali jumlah pajak

yang terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Page 49: BAB IV EVALUASI PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN …thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/2007-3-00027-AK-Bab 4.pdf · atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan

114

Pasal 39

Setiap orang yang dengan sengaja:

- tidak menyampaikan Surat Pmberitahuan; (huruf b) atau

- menyampaikan Surat Pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak

benar atau tidak lengkap; (huruf c) atau

- tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, (huruf g)

sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan

pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi 4 kali jumlah pajak

terutang yang tidak atau kurang dibayar.