Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir -...

73
157 Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir Nama Eskatologi Hal-hal terakhir. Itulah pokok percakapan kita dalam bab ini. Ada berbagai nama yang dikenakan kepada dogma yang satu ini. Abraham Kuyper menyebutnya consummatio saeculi. Luis Berkhof menyebukan juga nama lain, yakni Novissimis. Meskipun begitu menurut Berkhof nama yang paling lazim dipakai adalah eskatologi. 175 Ada bebarapa referensi Alkitab yang dirujuk untuk penamaan ini antara lain Yesaya 2:2 dan Mika 4:1 yang berbicara tentang hari-hari terakhir (eschatai hemerai) atau I Petrus 1:20: zaman terakhir (eschaton ton chronon) dan I Yohanes 2:18: waktu yang terakhir (eschate hora). Terbatasnya rujukan ini yang kami tunjukkan tidak berarti bahwa eskatologi merupakan tema minor dalam Alkitab. Tidak! Eskatologi ternyata bukan sekedar satu tema di antara tema-tema lain dalam Alkitab. Seluruh kesaksian Alkitab, juga tema-tema yang terdapat dalam Alkitab bercorak eskatologis, artinya 175 Luis Berkhof. Systematic Theology. London: The Banner of Truth Trust. 1949. hlm. 666.

Transcript of Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir -...

Page 1: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

157

Bab IV

Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir

Nama Eskatologi

Hal-hal terakhir. Itulah pokok percakapan kita

dalam bab ini. Ada berbagai nama yang dikenakan

kepada dogma yang satu ini. Abraham Kuyper

menyebutnya consummatio saeculi. Luis Berkhof

menyebukan juga nama lain, yakni Novissimis. Meskipun begitu menurut Berkhof nama yang paling

lazim dipakai adalah eskatologi.175

Ada bebarapa referensi Alkitab yang dirujuk

untuk penamaan ini antara lain Yesaya 2:2 dan Mika 4:1

yang berbicara tentang hari-hari terakhir (eschatai hemerai) atau I Petrus 1:20: zaman terakhir (eschaton ton chronon) dan I Yohanes 2:18: waktu yang terakhir

(eschate hora).

Terbatasnya rujukan ini yang kami tunjukkan

tidak berarti bahwa eskatologi merupakan tema minor

dalam Alkitab. Tidak! Eskatologi ternyata bukan sekedar

satu tema di antara tema-tema lain dalam Alkitab.

Seluruh kesaksian Alkitab, juga tema-tema yang

terdapat dalam Alkitab bercorak eskatologis, artinya

175 Luis Berkhof. Systematic Theology. London: The

Banner of Truth Trust. 1949. hlm. 666.

Page 2: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

158

mengarah ke hal-hal yang akan datang.176 Bahkan

Alkitab sendiri, kata Karl Barth adalah, kitab yang

eskatologis.177

Blackwell Encyclopedia menjelaskan istilah

eskatologi dalam arti percakapan mengenai hal-hal

terakhir, apakah mengenai hidup seseorang atau dunia

dan apa yang biasa dikenal dengan nama penghakiman,

sorga dan neraka.178 Eskatologi adalah percakapan

tentang hal-hal terakhir. Nomenklatur hal-hal terakhir memberi kesan bahwa hal-hal yang menjadi isi dari

dogma ini baru akan terjadi di penghujung sejarah dan

bersifat kurang penting. Padahal sesungguhnya tidak

begitu.

Apa yang dimaksud dengan hal-hal terakhir dalam eskatologi adalah tujuan atau maksud dari setiap

pekerjaan Allah baik dalam penciptaan, pendamaian dan

penyelamatan.179 Eskatologi merupakan percakapan

kristen tentang tujuan dari seluruh karya Allah dalam

sejarah, mulai dari penciptaan sampai kepada

176 J. Koopmans, Wat Zegt de Bijbel over Volk, Overheid,

Gezin, Israel, Oorlog, Toekomst. Amsterdam:

Uitgevermaatschappij Holland. 1941. hlm. 81. 177 Karl Barth. The Word of God and the Word of Man.

London: Hodder and Stoughton. 1928. Diterjemahkan ke

dalam bahasa Inggris oleh Douglas Horton. 178 Alister E. Macgrath, ed., The Blackwell Encyclopedia

of Modern Christian thought, 1993. 179 Stanley J. Grenz, Theology for the Community of God.

United Kingdom. The Paternoster Press. 1994. hlm. 743.

Page 3: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

159

penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak sekedar

berbicara tentang hal-hal yang baru akan terjadi di akhir

atau penghujung sejarah. Ini tidak sepenuhnya benar.

Hal-hal terakhir atau eskatologi dalam paham Kristen

bukan peristiwa yang murni futuristik. Ia adalah

peristiwa masa depan yang sudah mulai dinyatakan di

dalam masa kini dunia dan manusia, yakni dalam

berbagai karya dan pekerjaan Allah dalam sejarah.

Karena eskatologi sudah menunjuk pada telos, tujuan dari setiap pekerjaan Allah yang nyata pada masa

kini, maka masa kini bukan sesuatu yang statis, dalam

arti sebagai roda yang berputar di tempat. Mereka yang

miskin akan tepat miskin. Anak pejabat akan kembali

menjadi pejabat. Paham tentang masa kini seperti itu

tidak dikenal Alkitab. Alkitab berbicara sebaliknya.

Israel yang hidup sebagai bangsa budak di Mesir dapat

bangkit menjadi bangsa yang merdeka bahkan menjadi

bangsa adidaya dalam pemerintahan Saul, Daud dan

Salomo. Tetapi kemudian ia kembali lagi menjadi budak

bangsa-bangsa dalam pembuangan di Babel.

Masa kini bukan sesuatu yang statis. Itu terjadi

karena hal-hal yang akan terjadi di masa depan

menyerobot masuk ke masa kini dengan kekuatan yang

dahsyat untuk membaharui masa kini. Eskatologi dalam

paham Kristen bukan sebuah event masa depan yang

telah mulai dinyatakan pada masa kini.

180 Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.

hlm. 780.

Page 4: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

160

Meskipun begitu adalah sebuah kekeliruan

untuk memahami bahwa hal-hal terakhir itu sebagai

sekedar perpanjangan atau juga perluasan dari hal-hal

yang sudah mulai dinyatakan sekarang. Apa yang akan

dinyatakan kelak berbeda dengan apa yang sudah mulai

dinyatakan sekarang.181

Allah Selalu di Depan Kita

Hal-hal terakhir ternyata bukan monopoli

pengajaran kristen. Dalam agama-agama lain, bahkan

juga dalam agama asli zaman akhir dan akhir zaman juga

merupakan pokok perenungan yang hangat. Apa yang

membuat ajaran kristen tentang zaman akhir dan akhir

zaman berbeda dengan yang ada dalam agama-agama

lain terletak dalam hal berikut.

Pertama, zaman akhir itu sudah mulai pada

masa kini (I Yoh. 2:18-19). Zaman akhir dan akhir

zaman bukan hal yang masih jauh dan bersifat nanti.

Akhir zaman itu bukan hal yang datang tiba-tiba dan

menimbulkan kebingungan dan ketakutan. Ia

merupakan satu periodisasi waktu yang berkarakter

dialektis: sudah datang tetapi belum selesai. Hal-hal

yang akan terjadi pada akhir zaman sudah mulai

diwujudkan dalam zaman akhir, yakni masa kini di

mana kita semua hidup (I Pet. 1: 10-12). Bertolak dari

prinsip thinking after the bible, Grenz menyebut masa

181 J.T. Bakker. “Toekomst als Terechtbrengen.” Dalam:

Gereformeerd Theologische Tijdschrift. No. 1. Februari 1982. Tweeentachtigste jaargang. Kampen: J.H. Kok. hlm. 3.

Page 5: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

161

kini sebagai immanent fulfilment of the eschatology,182

eskatologi yang diwujudkan pada masa kini.

Kedua, konsern utama kita bukan pada hal-hal

terakhir. Yang jadi fokus perhatian kristen saat

berbicara tentang zaman akhir dan akhir zaman bukan

masalah apa melainkan siapa. Zaman akhir dan akhir

zaman itu bersangkut paut dengan satu nama, Yesus

Kristus. Ada paham tentang tujuan atau maksud dari

semua realita yang ada dalam sejarah dalam berbagai

agama dan aliran kepercayaan. Umpamanya disebutkan

bahwa Allah menciptakan manusia untuk menjadi

budak bagi dewa-dewi. Bumi pada akhirnya akan

dibakar hangus. Iman kristen datang dengan kesaksian

yang sama sekali baru tentang tujuan atau maksud dari

realita ciptaan. Itu terjadi karena tujuan atau maksud

kenyataan ciptaan, menurut iman kristen bukan hal

yang independen tetapi berhubungan dengan nama

yang satu itu, Yesus Kristus.

Alkitab bersaksi bahwa Yesus Kristus adalah

yang Alfa dan Omega (Why. 1:8). Yesus Kristus tidak

berubah: kemarin, hari ini dan selama-lamanya (Ibr.

1:12, 13:8). Yesus Kristus juga disebut sebagai dasar dari

segala sesuatu (Rm. 15:20, I Kor. 3:11), batu penjuru (Ef.

2:20), yang sulung dari segala ciptaan (Kol. 1:15). Selain

itu Alkitab juga bersaksi bahwa Yesus Kristus adalah

tujuan dari semua yang diciptakan Allah (Fil. 2:2, 3:14).

182 Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.

hlm. 807.

Page 6: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

162

Jadi dasar dan tujuan keberadaan ciptaan ada di

dalam nama yang satu ini, Yesus Kristus. Dasar dan

tujuan dari ciptaan adalah Allah yang memperkenalkan

diri kepada Musa dengan nama AKU ADA YANG AKU

AKAN ADA (Kel. 3:14). Nama ini merupakan kombinasi

dari dasar dan tujuan. Selanjutnya Allah ini seperti

disaksikan Alkitab menyatakan diri di dalam Yesus

Kristus. Atas dasar itu Karl Barth menegaskan bahwa

kapan saja kita berbicara tentang Yesus Kristus kita

sebenarnya berbicara tentang Allah beserta dan kita berserta Allah.183 Pernyataan kembar ini mengarahkan

perhatian kita ke masa depan yang adalah tujuan dari

kehidupan masa kini dunia dan manusia.

Di manakah keberadaan Allah yang berserta kita

itu? Melihat pada Yesus Kristus, Allah itu serentak

berada di pre-temporal, supra temporal dan post temporal (sebelum ada waktu, di dalam waktu sebagai

Tuhan dan setelah waktu berlalu).184 Sebelum ada waktu

Allah ada. Dia jugalah yang mengawali segala sesuatu.

Selain itu Allah yang sama berada dalam waktu sebagai

Tuhan. Ketika waktu sudah berlalu Dia ada sebagai

tujuan. Dengan demikian Allah selalu berada di depan

kita. Dia adalah masa depan, tujuan dari semua jalan dan

gerakan.185

183 Karl Barth. Church Dogmatics. IV/1. hlm. 14,18. 184 Karl Barth. Church Dogmatics. II/2. hlm. 620. 185 E.I. Nuban Timo. The Eschatological Dimension in

Karl Barth‟s Thinking and Speaking about the Future.

Kampen: Drukkerij van den Berg. 2011. hlm. 343.

Page 7: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

163

Isi ajaran kristen tentang eskatologi tidak lain

dan tidak bukan adalah Allah. Ia mendahului manusia

dalam semua babakan dan periode waktu. Ia ada

sebelum manusia. Ia ada bersama manusia di dalam

sejarah sebagai Tuhan. Dia juga ada di masa depan

sebagai tujuan dari kehidupan segenap ciptaan. Dalam

dogma tentang Allah kita katakan bahwa Allah adalah

beresyit, kepala dari ciptaan. Sekarang kami temukan

satu arti baru lagi untuk ungkapan ini. Dia bukan saja

yang menentukan arah dan tujuan ciptaan. Dia juga

berada di depan ciptaan.

Tiga Periodisasi Waktu

Kalau kita memeriksa nubuat para nabi

Perjanjian Lama kita memperoleh kesan mengenai

adanya dua periodisasi waktu: masa kini (Ibrnai: olam hazzeh, Yunani: aion houtos) dan masa depan (Ibrnai:

olam habba, Yunani: aion mellon). Yang dimaksud para

nabi dalam nubuatan mereka tentang masa depan adalah

saat kedatangan Mesias. Dengan demikian, masa kini

sebagaimana yang ada dalam pemahaman para nabi

adalah periode sebelum kedatangan sang Mesias. Para

nabi sendiri sama sekali tidak membuat pembedaan

antara kedatangan Mesias yang pertama dan yang kedua.

Dalam persepsi mereka kedatangan Mesias sekaligus

juga berarti berakhirnya sejarah dunia dan manusia.186

Dalam Perjanjian Baru masa Mesianis seperti

yang dinubuatkan oleh para nabi Perjanjian Lama

186 Luis Berkhof. Systematic Theology. hlm. 666.

Page 8: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

164

digambarkan sebagai sebuah peristiwa rangkap dua: ada

perbedaan antara kedatangan Mesias yang pertama dan

yang kedua. Periode kedatangan Mesias yang pertama

disebut masa kini. Sementara peristiwa kedatangan

Mesias untuk kali kedua disebut sebagai masa depan.

Itulah saat eskatologi, satu masa yang terdiri dari dua

babak: Kedatangan Mesias dalam kerendahan dan

kedatanganNya kembali dalam kemuliaan.

Kita sekarang diperhadapkan dengan dua

pengertian yang berbeda mengenai masa kini dan masa

depan. Pada tempat pertama menurut para nabi, masa

kini adalah rentang waktu sejarah manusia sebelum

kedatangan Mesias. Masa depan adalah ditandai dengan

kedatangan Mesias. Bersamaan dengan itu berakhirlah

juga sejarah. Pada tempat kedua, para rasul dan umat

dalam Perjanjian Baru melihat periodisasi waktu secara

berbeda. Apa yang disebut oleh para nabi disebut

sebagai masa kini, justru dianggap sebagai masa lalu oleh

para rasul dan umat PB. Pada pihak lain apa yang oleh

para nabi dan umat PL dinamakan masa depan justru

dialami sebagai dua babak dari masa depan. Babak

pertama adalah kedatangan Mesias dalam kerendahan.

Babak kedua adalah kedatangan Mesias dalam

kemuliaan. Kedatangan dalam kerendahan itu disebut

masa kini. Sedangkan kedatangan dalam kemuliaan

adalah masa depan yang bersamaan dengan itu

berakhirlah juga sejarah dunia. Di antara dua masa ini

ada satu masa lagi, yakni kedatangan kembali Yesus

Kristus dalam Roh Kudus. Ini adalah masa gereja untuk

memberitakan kebangkitan kepada segala makhluk.

Page 9: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

165

Dua persepsi ini sebenarnya tidak perlu

dipertentangkan. Itu kelihatannya membingungkan

meskipun sebenarnya tidak, mengingat perhatian utama

kedua umat ini bukan pada zaman akhir an sich, pada

dirinya. Perhatian utama umat dalam PL dan PB

mengenai akhir zaman adalah pada kedatangan Mesias,

Yesus Kristus. Akhir zaman menurut pengertian kedua

umat ini berhubungan erat dengan kedatangan Mesias.

Umat dan para nabi PL percaya bahwa

kedatangan Mesias sama artinya dengan akhir zaman.

Hal yang sama juga diyakini oleh umat dalam PB.

Bedanya, karena umat dalam PL berdiri jauh di luar

masa itu mereka menyangka bahwa kedatangan itu

merupakan satu peristiwa tunggal. Sebaliknya, sebagai

kaum yang mengalami langsung peristiwa kedatangan

Mesias, umat dalam PB mengertai bahwa kedatangan itu

bukan suatu peristiwa tunggal, melainkan satu peristiwa

yang terdiri dari tiga babak.

Gambarannya seperti seseorang yang melihat

puncak sebuah gunung dari kejauhan. Yang nampak

padanya hanya satu gunung. Tetapi apabila ia mendaki

sendiri gunung itu, barulah ia sadar bahwa gunung itu

terdiri dari beberapa puncak. Antara puncak yang satu

dan puncak yang lain ada lembah panjang yang harus

pula dilalui. Puncak yang hanya satu dalam penglihatan

umat PL ternyata ada tiga dalam penglihatan umat PB.

Itu juga yang terjadi dengan temuan umat PB tentang

akhir zaman. Ia terdiri dari tiga babakan.

Babak pertama dari peristiwa kedatangan Mesias

adalah peristiwa kebangkitan Yesus Kristus dari antara

Page 10: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

166

orang mati. Babak kedua adalah peristiwa pencurahan

Roh Kudus oleh Mesias yang bangkit itu untuk

menyertai umatNya. Babak ketiga adalah kedatangan

kembali sang Mesias di dalam kemuliaan untuk

mewujudkan pemerintahan yang abadi di antara

manusia.

Untuk membantu kita memahami periodisasi

sejarah dunia yang rada membingungkan ini, Karl Barth

membuat sebuah konstruksi yang kami anggap sangat

berguna menolong kita memahami persoalan ini dengan

lebih baik.

Konstruksi Dogmatis Terhadap Waktu

Percakapan tentang waktu bisa kita lakukan dari

tiga sudut pandang. Pertama, waktu dari sudut pandang

Allah atau waktu Allah. Allah memiliki waktu sendiri

yang berbeda dengan waktu kita. Waktu Allah itu

disebut eternal present, masa kini yang kekal. Artinya,

waktu Allah itu tidak memiliki masa lalu, masa kini dan

masa depan.

Kedua, waktu dari sudut padang manusia atau

waktunya manusia. Ini adalah waktu yang diciptakan

Allah dan diberikan kepada manusia. Waktu manusia

ini memiliki tiga babak yang susul-menyusul, atau

merupakan realita yang terus mengalir: masa lalu, masa

kini dan masa depan. Masa lalu hanya bisa diingat. Masa

kini sangat singkat yang digambarkan kitab Mazmur

sebagai bunga yang pagi hari berkembang, sore hari lisut

dan lalu kemudian gugur ke tanah. Sedangkan masa

Page 11: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

167

depan adalah realita di hadapan kita yang masih kita

harapkan atau cita-citakan.

Ketiga, percakapan tentang waktu dari sudut

padang Yesus Kristus, yakni waktu keselamatan

(salvation history – Heilgeschiedenis). Karl Barth

membagi heilgeschiedenis ini dalam tiga babak atau

periode: masa lalu, masa kini dan masa depan. Titik

tolak pembagian ini adalah peristiwa Kebangkitan Yesus

Kristus. Masa yang terbentang antara Paskah dan

Pentakosta Barth namakan sebagai the eternal present, masa kini yang kekal. Ini adalah titik pusat dari waktu

manusia. Ia juga identik dengan waktu yang Allah

miliki bagi diriNya dan waktu di dalam mana Allah

berdiam. Masa antara Paskah dan Pentakosta itu

sesungguhnya adalah kekekalan. Itu adalah the heart of all time.187

Dalam berbicara tentang periodisasi waktu ini

para nabi dan rasul berdiri dalam rentang waktu Paskah

sampai Pentakosta. Dari situ mereka mulai berbicara

tentang masa lalu, masa kini dan masa depan.188 Masa

lalu adalah saat di mana kita sudah berdiam di dalam

Allah betapapun kita belum ada. Masa kini adalah saat

di mana kita dimampukan untuk hidup dalam iman,

kasih dan pengharapan akan Allah. Masa kini, yakni

antara kenaikan dan kedatangan kembali Yesus kristus

adalah waktu kesabaran Allah, sekaligus adalah waktu

187 Kark Barth. Church Dogmatics III/2. hlm. 455. 188 Kark Barth. Church Dogmatics III/2. hlm. 443.

Page 12: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

168

untuk mendengar dan memperdengarkan Injil.189 Masa

depan adalah saat di mana kita tetap ada dalam tangan

Allah betapapun kita tidak ada lagi.190

Dari sudut pandang Paskah yang disebut masa

lalu adalah rentangan waktu yang mendahului

kebangkitan Yesus Kristus. Masa itu terbentang ke

belakang, yakni dari peristiwa kebangkitan Yesus ke

peristiwa penciptaan langit dan bumi. Itu adalah periode

di mana segenap ciptaan menanti peristiwa kedatangan

Mesias, yakni kebangkitanNya. Masa ini adalah periode

di mana Allah berada dalam perjalanan menjumpai

manusia berdosa untuk menawarkan keselamatan.

Dari sudut pandang kebangkitan Yesus Kristus,

yang disebut masa kini adalah rentangan yang

berlangsung antara kenaikan Yesus Kristus ke sorga

sampai kedatanganNya kembali. Inilah masa di mana

orang-orang percaya diberi mandat oleh Allah untuk

memberitakan kepada dunia dan semua manusia tentang

dimulainya zaman baru dan kemanusiaan baru, supaya

dunia dan semua manusia boleh ambil bagian dalam

gerakan pembaharuan dan perubahan dunia dan

manusia yang sudah diwujudkan Allah lewat

kebangkitan Yesus Kristus. Merujuk pada judul buku

ketiga ini, masa kini adalah masa di mana manusia

berada dalam perjalanan menjumpai Allah untuk masuk

dalam persekutuan dengan Dia.

189 G.C. van Niftrik – B.J. Boland. Dogmatika Masakini.

Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1958. hlm. 238. 190 E.I. Nuban Timo. The Eschatological Dimension. hlm.

141.

Page 13: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

169

Sedangkan yang disebut masa depan adalah

waktu yang baru akan datang bersamaan dengan

kedatangan kembali Yesus Kristus. Inilah waktu di

mana Allah akan memberi nilai kepada semua aktivitas

dan karya manusia. Mereka yang selama hidup masa

kini melakukan karya yang sejalan dengan tuntutan

hidup di zaman baru demi mempromosikan

kemanusiaan baru akan diundang ambil bagian dalam

persekutuan yang kekal dengan Allah. Sedangkan

mereka yang menjalani hidup dalam semangat

permusuhan dengan kaidah-kaidah di zaman baru itu

akan ditolak oleh Allah ke dalam kegelapan yang paling

gelap, yang di dalamnya hanya terdapat ratap dan kertak

gigi" (Mt. 8:12).

Lalu bagaimana dengan zaman akhir? Dilihat

dari perspektif kebangkitan Yesus zaman akhir itu

bukan baru akan terjadi pada saat kedatangan kembali

Yesus Kristus. Zaman akhir itu sudah mulai sejak

kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati dan

akan mencapai kepenuhannya pada saat kedatangan

kembali Yesus Kristus. Jadi waktu yang terbentang ke

depan sejak peristiwa Paskah adalah bagian dari zaman

akhir itu. Itu merupakan the beginning of the great consummatum est.191

191 Kark Barth. Church Dogmatics III/2. hlm. 489.

Page 14: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

170

Tiga Babakan Eskatologi

Umat pada masa pra Paskah melihat kedatangan

Mesias sebagai zaman akhir sementara umat yang hidup

pada masa post paskah menggambarkan kedatangan

kembali Yesus Kristus sebagai akhir zaman. Dua persepsi

ini tidak bertentangan. Ini karena akhir zaman itu

bukan satu moment yang seketika. Ia adalah satu

peristiwa yang juga memiliki rentang waktu.192 Rentang

waktu yang disebut zaman akhir itu dimulai dengan

kedatangan Mesias, yakni Yesus Kristus yang terjadi

pada peristiwa kebangkitan. Moment ini sebagaimana

sudah kami sebutkan adalah the beginning of the great consummatum est. J. Koopmans menulis begini:

“Perhitungan waktu menurut Alkitab, sejak

kebangkitan Yesus dari antara orang mati, manusia

sudah berada dalam akhir zaman.”193

Hal-hal terakhir sudah mulai menjadi nyata

kedatangan Yesus Kristus dan akan mencapai puncak

perwujudan secara sempurna dan utuh pada kedatangan

kembali Yesus Kristus. Bertolak dari pemahaman ini,

eskatologi merupakan sebuah peristiwa rangkap tiga,

yakni: paskah, pentakosta dan parousia.194 Diskusi di

kalangan para ahli teologi dan kitab suci Kristen tentang

kapan akhir zaman itu terjadi membuahkan kesimpulan

192 E.I. Nuban Timo. The Eschatological Dimension. hlm.

198. 193 J. Koopmans. Wat Zegt di Bijbel over Volk, Overheid,

Gezin, Israel, Oorlog, Toekomst. Amsterdam:

Uitgevermaatschappij Holland. 1941. hlm. 83. 194 Kark Barth. Church Dogmatics IV/1. hlm. 342.

Page 15: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

171

berikut: akhir zaman itu sudah mulai tetapi belum

selesai.195

Menjadi jelas sekarang bahwa masa depan itu

bukanlah sesuatu kejadian yang masih jauh dan tidak

pasti. Ia benar-benar harapan yang dekat sekali dengan

kita bahkan sudah mulai terwujud dalam kehidupan

masa kini orang-orang percaya. Masa depan itu bukan

temuan atau hasil skenario kita. Masa depan itu adalah

tindakan Allah. Ia menyatakan bagi kita tujuan dan

akhir dari kehidupan masa kini kita. Di dalam karya

Allah ini kita beroleh kesempatan untuk

mempersiapkan diri supaya ikut menerima berkat masa

depan dimaksud.

Seperti apakah kenyataan masa depan itu

sehingga kita patut mempersiapkan diri? Secara garis

besar, sebagaimana terus-menerus kami tegaskan dari

bab pertama kenyataan masa depan itu adalah

persekutuan yang sempurna antara Allah dan manusia.

Untuk tujuan atau masa depan itu Allah menciptakan

dunia dan manusia, Allah mengerahkan seluruh energi

yang ada padaNya untuk meniadakan dosa dan

menaklukan si jahat. Tujuan atau masa depan yang

menanti kita adalah hidup bersama Allah yang oleh

anugerah dan kasih sayang berkenan membenarkan dan

menguduskan kita di dalam Kristus melalui Roh Kudus.

195 Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.

hlm. 793.

Page 16: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

172

Dalam masa depan itu kita bukan lagi seteru melainkan

sekutu Allah.196

Ini realita akhir atau tujuan dari semua yang

kami tunjukan dalam uraian di bab-bab sebelumnya.

Tujuan itu memang baru akan terwujud sempurna di

masa depan (parousia), tetapi di dalam kemurahannya

Allah sudah mulai menyingkapkan itu di dalam paskah

dan pentakosta yang adalah bentuk pertama dan kedua

dari eskatologi.

Penundaan Eskatologi

Masa eskatologi yang dicirikan dengan

ungkapan sudah terjadi tetapi belum selesai menimbulkan ketegangan sendiri dalam kehidupan

dunia dan pengharapan orang percaya. Dunia masih

harus terus berada dalam sakit bersalin (Rm. 8:22),

sementara orang percaya masih harus terus hidup dalam

iman melalui pendengaran, belum sampai pada hidup

dari melihat (Rm. 10:17).

Muncul pertanyaan, apa sebabnya terjadi

penundaan eskatologi ini? Allah sebenarnya bisa serta

merta mengakhiri sejarah dunia dan menyingkapkan

tujuan dari karya-karyaNya dalam sekejap. Tetapi Allah

tidak ingin melakukan itu. Ia menahan diri atau

menaruh batas bagi diri dan keputusanNya karena

mempertimbangkan manusia yang akan menjadi

196 E.I. Nuban Timo. The Eschatological Dimension. hlm.

199.

Page 17: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

173

sekutuNya. Ia menyingkapkan tujuan dan akhir itu

secara bertahap: mulai dengan paskah, berlanjut pada

pentakosta dan akhirnya parousia. Ini Tuhan buat

dengan dua maksud.

Pertama, supaya manusia beroleh kesempatan

untuk mempersiapkan diri menyambut hari yang besar

itu. Kedua, supaya makhluk-makhluk lain pun boleh

ambil bagian dalam persekutuan yang sempurna itu.

Makhluk lain yang dimaksud bukan hanya ciptaan yang

kelihatan, tetapi juga ciptaan yang tidak kelihatan.

Bahkan kita juga boleh katakan bahwa Allah memberi

kesempatan kepada iblis untuk berdamai dengan Allah

dan ambil bagian dalam keselamatan. Ini mengandaikan

dua hal. Allah tidak ingin melangkahi manusia dalam

hal penyataan tujuan akhir seluruh karyaNya, meskipun

begitu keselamatan itu tidak hanya diperuntukan bagi

manusia. Allah menginginkan segala makhluk ambil

bagian dalam penyataan akhir tujuan sejarah.

Karl Barth merampungkan dua poin tadi dalam

kalimat berikut: “Allah berkerinduan membagi-bagikan

kehidupannya dengan ciptaan. Dia sudah melakukan

segala sesuatu bagi manusia, tetapi Dia berharap

manusia ambil bagian dalam karyaNya. Dalam kasih

Allah mengingini respons manusia terhadap kehidupan

baru yang sudah secara sempurna diwujudkan di dalam

Yesus Kristus. Allah memang tidak membutuhkan itu,

tetapi dalam anugerah dan pengasihan, Ia tidak ingin

mengabaikan jawaban: Ya! Pujian dan Terima Kasih dari

manusia. Allah sudah menetapkan bahwa perwujudan

akhir dari KerajaanNya tidak akan terjadi sebelum Dia

Page 18: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

174

mendengarkan jawaban: Ya, Pujian dan Terima Kasih

dari ciptaanNya. Inilah kebesaran dari kasih karunia

Allah. Waktu antara Pentakosta dan Parousia adalah

masa bagi karya Roh Kudus, bagi persekutuan dan bagi

manusia.”197

Corporate dan Personal Eskatologi

Eskatologi seperti sudah kami tegaskan

merupakan percakapan kristen tentang tujuan dari

seluruh karya Allah dalam sejarah, mulai dari

penciptaan sampai kepada penyelamatan. Ia mencakup

juga tujuan dari karya Allah untuk masing-masing

individu. Jadi dalam eskatologi ada dua aspek yang patut

mendapat perhatian: corporate (eskatologi) dan personal

(individu).

Aspek umum (corporate eskatologi) bersangkut

paut dengan sejarah. Corporate eskatologi

membicarakan tujuan sejarah dari perspektif karya

keselamatan Allah. Stanley J. Grenz mencatat tiga

medan pembahasan dari corporate eschatology.198

Pertama, bagaimana akhir dari sejarah? Apakah sejarah

memiliki tujuan, arti atau makna ataukah ia hanya

kesia-siaan? Kedua, bagaimana dengan keberadaan Israel

197 Kark Barth. Church Dogmatics IV/1. hlm. 736. 198 Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.

hlm. 781. Sambil mengikuti pembagian yang dibuat Grenz,

kami membuat beberapa penambahan pokok bahasan dalam

tiga medan corporate eskatologi sejauh kami anggap itu

relevan dengan konteks Indonesia.

Page 19: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

175

dan Gereja? Apakah yang akan terjadi dengan kedua

wujud dari persekutuan ini jika Allah menyatakan

KerajaanNya? Ketiga, bagaimana keberadaan langit dan

bumi? Apakah ia akan dibinasakan ataukah

diperbaharui?

Tanpa mengurangi appresiasi terhadap referensi

yang diberikan Grenz, kami menambahkan satu medan

bahasan yakni terusirnya Iblis dari sorga. Pokok ini akan

kami bahas mendahului tiga pokok yang disebutkan

Grenz.

Aspek personal dari eskatologi sebagian

besarnya sudah kami bahas dalam bab terdahulu, yakni

di bawah sub judul: Pengampunan dosa, Kebangkitan

Daging dan Hidup yang kekal. Pokok-pokok itu tidak

akan kami bahas lagi di sini. Yang akan kami bahas

berhubungan dengan ini adalah penghakiman manusia.

Erat berkaitan dengan itu kami akan membicarakan juga

mengenai sorga dan neraka. Hubungan protologi dan

eskatologi, serta nisbah eskatologi dan primal history

juga akan ikut disoroti.

Iblis Jatuh dari Langit

Salah satu kejadian eskatologis yang patut kita

beri perhatian adalah jatuhnya penghukuman atas iblis

dan para pengikutnya. Untuk memahami peristiwa ini

kita perlu mengetahui siapakah Iblis itu, dari mana asal-

usulnya, apakah pekerjaannya serta bagaimana nasibnya

pada zaman akhir?

Page 20: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

176

Dalam dogma penciptaan (bab dua) kami hanya

berbicara sepintas tentang makhluk-makhluk ciptaan

Allah yang bersifat spiritual. Di situ kami berjanji untuk

menuntaskan percakapan tentang pokok ini dalam bab

tentang eskatologi. Menurut kami di sinilah tempat

yang tepat untuk membicarakan pokok ini karena

dengan kedatangan Yesus Kristus realitas makhluk-

makhluk spiritual itu benar-benar disingkapkan.

Kami sudah menunjukkan bahwa Allah adalah

pencipta segala sesuatu baik yang kelihatan maupun

tidak kelihatan (Kol. 1:16). Makhluk-makhluk yang

tidak kelihatan juga diberikan Allah kesadaran dan

kuasa, begitu juga akal budi. Dengan adanya kualitas

tadi mereka dapat terlibat dalam tindakan-tindakan

yang benar dan yang salah, yang baik dan yang jahat.

Tapi bukan itu maksud Allah terhadap mereka.

Allah menciptakan makhluk-makhluk spiritual

itu dengan maksud mengerjakan urusan-urusan Allah

baik di sorga maupun dalam hubungan dengan hal-hal

di dunia dan manusia.199 Mereka ini tergolong pada apa

yang Alkitab sebut tentara-tentara sorga (Kej. 32:2, I

Raja 22:19, Neh. 9:6, Dan. 4:35, Lk. 2:13).

Makhluk spiritual ini terbagi dalam dua

kelompok.200 Yang pertama adalah malaikat-malaikat

dalam jumlah yang cukup banyak (Mt. 26:53, Why.

199 Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.

hlm. 284. 200 Luis Berkhof. Systematic Theology. Michigan: W.M.B.

Eerdmans Publishing Co. 1941. hlm. 733.

Page 21: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

177

5:11). Mereka ini terbagi lagi dalam tiga kelompok.

Pertama, yang ada di sekitar takhta Allah adalah

kerubim dan seraphim. Yang kedua, mereka yang

diperlengkapi dengan kuasa dan wewenang. Ketiga yang

menjadi pimpinan, yakni archangel, malaikat utama. Mereka memainkan peranan yang cukup penting dalam

kesaksian Alkitab tentang pergaulan Allah dan manusia.

Alkitab memperlihatkan beberapa tugas dari

bala tentara sorga, Mereka mengawal takhta Allah dan

terus-menerus bersiaga baik untuk menaikan puji

kepada Allah maupun untuk melaksanakan tugas yang

diberikan Allah (Yes. 6:1). Mereka juga melaksanakan

tugas melaksanakan pemerintahan di bumi atas nama

Allah (I Raja. 22:19), termasuk melindungi umat Allah

di bumi (2 Raja 6:17).201

Malaikat juga memainkan peran penting dalam

kehidupan dan pelayanan Yesus Kristus. Mereka

menyertai Dia mulai dari kelahiran sampai dengan

kebangkitan Yesus Kristus (Lk. 1:11-20, 22:43, Mt. 28:5-

7). Ini merupakan sebuah bukti betapa pentingNya

Yesus itu. Malaikat-malaikat bertugas mengawal takhta

Allah dan menyertai Dia. Kalau Yesus terus-menerus

dikawal oleh malaikat-malaikat, bukankah itu sebuah

pertanda bahwa Yesus itu adalah Allah?

Alkitab juga melaporkan bahwa malaikat ikut

memainkan peran dalam peristiwa akhir zaman (Mt.

13:29, 25:31, Mk. 8:38, 13L37, Lk. 12:8, II Tes. 1:7).

Malaikat juga akan muncul pada saat penghakiman

201 Karl Barth. Church Dogmatics. III/3. hlm. 375.

Page 22: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

178

terakhir, ketika Yesus Kristus datang kembali di dalam

kemuliaan (Why. 7:1, 8:1-9:21, 16:5).

Dengan tegas Alkitab melarang penyembahan

terhadap malaikat. Yesus Kristus juga bukan salah satu

dari antara malaikat karena ternyata malaikat-malaikat

menyembah Yesus Kristus (Ibr. 1:5-14). Di dalam

Kristus, manusia sesungguhnya lebih tinggi dari

malaikat (Ibr. 2:5-9). Bukan malaikat yang akan

menghakimi kita, justru kitalah yang akan menghakimi

malaikat (I Kor. 6:3).

Alkitab memberi perhatian khusus terhadap satu

dari malaikat itu, yakni malaikat TUHAN (the angel of Yahweh). Dia disebut sebagai utusan istimewa Allah.

Dialah yang khusus diutus Allah untuk melaksanakan

tugas tertentu di antara manusia. Malaikat TUHAN ini

bukan utusan biasa. Dia malah disebut sebagai

penjelmaan diri Allah (Kej. 16:7, 22:11). Dia juga selalu

menampakkan diri dalam rupa manusia.202 Betapa sering

orang-orang yang bertemu dengan malaikat TUHAN berseru bahwa mereka telah melihat Allah (Kej. 32:30,

Kel. 3:2).

Fenomena yang unik tentang malaikat TUHAN ini membuat banyak penafsir membangun pemikiran

yang menghubungkan malaikat TUHAN ini dengan

Yesus Kristus. Ia disebut sebagai pre-incarnate logos,

202 Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.

hlm. 286.

Page 23: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

179

kehadiran Kristus sebelum peristiwa inkarnasi,

kelahiran di Betlehem.203

Kelompok kedua dari makhluk spiritual yang

diciptakan Allah adalah roh-roh jahat yang disebut

demons yang dari kata Yunani: daimon dan daimonion.

Arti dari kata itu adalah ilah-ilah atau dewa-dewi yang lebih rendah. Banyak dari pemikir Kristen

mengolongkan roh-roh jahat sebagai malaikat-malaikat yang jatuh (2 Pet. 2:4, Yud. 1:6). Kejatuhan mereka ini

disebabkan oleh nafsu mereka untuk menikahi anak-

anak perempuan manusia (Kej. 6:2).204

Perjanjian Baru menggambarkan demons sebagai kelompok makhluk spiritual yang mengorganisir

diri beroposisi terhadap Allah dan merusak tujuan

penyelamatan Allah atas ciptaanNya.205 Mereka ini tidak

hidup sesuai dengan tujuan penciptaan mereka oleh

Allah. Mereka malah bekerja untuk memperluas

pemberontakan terhadap Allah dengan melibatkan

manusia, merusak persekutuan, memporak-porandakan

kesejahteraan dan keselamatan ciptaan Allah serta

merusak kehidupan manusia. Pemimpin mereka adalah

setan atau iblis.

Setan adalah nama untuk pemimpin malaikat-

malaikat yang jatuh. Kejatuhannya ini disebabkan oleh

203 Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.

hlm. 287. 204 Luis Berkhof. Systematic Theology. hlm. 141. 205 Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.

hlm. 289.

Page 24: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

180

ambisi dan kesombongan. Nama itu berasal dari kata

Ibrani setan yang berarti pendakwa atau penentang

(Zak. 3:1).206 Setan karena itu berfungsi sebagai

pendakwa atau penentang sebagaimana yang sering

terdapat dalam dunia peradilan. Pendakwa atau

penentang berguna untuk menguji nilai keadilan dalam

sebuah proses peradilan. Ini sebabnya setan (iblis)

merupakan salah satu anggota dewan sorgawi dan

diijinkan untuk ambil bagian dalam sidang sorgawi (Ay.

1:6, 2:1, Lk. 22:31, Why. 21:1-6).

Tetapi nyatanya dalam menjalankan fungsi itu,

setan (iblis) bertindak lebih jauh. Ia tidak sekedar

menjadi pendakwa untuk tujuan menegakkan keadilan

Allah. Ia justru menghasut terjadinya perlawanan dan

pemberontakan terhadap Allah baik di antara bala

tentara sorga, maupun di antara manusia. Dengan

berbuat begitu, setan menyalah-gunakan fungsi yang

diberikan Allah kepadanya dalam tatanan ciptaan.207 Itu

sebabnya, menurut Zakaria Allah menghardik setan

dengan keras (Zak. 3:1-2).

Kedatangan Yesus Kristus menandai

berakhirnya fungsi pendakwa yang dijalankan oleh

setan selama masa PL. Jika di penghujung masa PL Allah

hanya menghardik setan dengan keras, apa yang terjadi

pada kedatangan Yesus Kristus justru lebih definitif,

yakni setan jatuh dari langit (Lk. 10:18, Yoh. 12:31,

206 Nico Syukur Dister. Teologi Sistematika 2. Ekonomi

Keselamatan.Yogyakarta. 2004. hlm. 120. 207 Berkhof. Kristus dan Kuasa-Kuasa. Jakarta: BPK

Gunung Mulia. hlm. 26.

Page 25: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

181

16:11, Why. 12:8-12). Setan kehilangan peran dalam

sidang sorgawi.208

Setan diusir dari sorga. Ia tidak lagi mendapat

tempat di dalam sidang sorgawi. Perubahan radikal ini

berhubungan dengan fakta berikut. Dalam masa PL

Allah belum melaksanakan penebusan dosa bagi

manusia. Untuk itu setan tampil sebagai pendakwa

untuk menjamin tegaknya keadilan dalam keputusan

Allah. Tetapi penebusan itu sudah terjadi dengan

kedatangan dan karya Yesus Kristus. Ia sekaligus juga

telah duduk di kanan Allah untuk menjadi pembela

manusia berdosa. Kehadiran Kristus ini membuat setan

tidak lagi berperan di sorga, apalagi peran itu ternyata

disalahgunakan untuk menghasut.

Terusirnya setan dari sorga membuat dia

menemukan lahan baru di bumi, yakni menghasut

manusia untuk memboikot tujuan karya keselamatan

Allah. Ia menjelajah dunia seperti singa yang mengaum-

aum mencari mangsa ( I Pet. 5:8). Ada dua gerakan yang

dilakukan setan untuk mensukseskan programnya.

Pertama, dia membutakan mata dan hati manusia

terhadap Injil. Kedua, dia menista gereja dengan

menyerang persekutuan orang-orang percaya dari luar

melalui penganiayaan ( I Pet. 5:9, Why. 12:17) dan dari

dalam melalui pengajaran nabi-nabi palsu, kecurangan

dan pencobaan (II Kor. 11:14).

208 Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.

hlm. 294.

Page 26: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

182

Apa yang sekarang Iblis lakukan di bumi

memang dahsyat dan patut diwaspadai, tetapi tidak

perlu ditakuti karena dia melakukannya sebagai yang

telah kalah dan terusir. Manufer-manufernya tidak

lebih dari bayang-bayang, seperti mimpi yang

menyeramkan tetapi ketika bangun tidur ternyata tidak

ada apa-apa, kata Karl Barth. Manusia tidak boleh takut

terhadap gertakan Iblis apalagi tunduk dan menyembah

dia. Grenz menggambarkan nasib tragis yang dialami

Iblis karena ketidaktaatan dia pada peran yang

digariskan Allah bagi dirinya dalam kalimat berikut:

“Dia yang mulanya adalah pelayan Allah sebagai

pendakwa dalam pengadilan sorgawi, pada akhirnya

benar-benar terbuang dari hadapan Allah.”209

Pada parousia, yakni kedatangan kembali Yesus

Kristus, ia akan dibuang ke dalam api yang kekal (Mt.

25:41) untuk menjalani hukuman selama-lamanya.

Kiranya sekarang kami berhasil menyediakan jawaban

atas pertanyaan: “Siapakah Iblis itu, dari mana asal-

usulnya, apakah pekerjaannya serta bagaimana nasibnya

pada zaman akhir?”

Arti Sejarah

Perenungan manusia tentang tujuan sejarah

menghasilkan sekurang-kurangnya dua gambaran

dominan. Pertama, sejarah digambarkan sebagai satu

siklus tertutup. Siklus itu terdiri dari peristiwa yang

209 Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.

hlm. 295.

Page 27: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

183

terus berulang. Ada waktu untuk tertawa, ada waktu

untuk menangis. Kejadian-kejadian itu akan datang silih

berganti. Tidak ada yang baru di bawah matahari.

Pengkhotbah 1:9 merumuskan pengalaman siklis

terhadap sejarah dalam kalimat berikut: “Apa yang

pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat

akan dibuat lagi; tak ada sesuatu yang baru di bawah

matahari.” Di dalam siklus ini manusia terperangkap

dalam hukum karma yang tidak berkesudahan.

Kedua, sejarah digambarkan sebagai sebuah

gerakan dari masa lalu ke masa depan. Seumpama

sebuah garis lurus, sejarah berisi rentetan kejadian yang

terjadi susul menyusul di mana manusia selalu

mengalami hal-hal yang baru dan mengejutkan.

Kejadian-kejadian baru bisa tak punya hubungan

apapun dengan kejadian-kejadian sebelumnya, bisa juga

bersifat meniadakan kejadian terdahulu. Hal yang sudah

berlalu tidak akan diingat lagi. Ia akan pergi untuk

selama-lamanya. Van Peursen menggambarkan

perkembangan itu dalam tiga periodisasi: masa mistis

digantikan oleh masa ontologis, lalu digantikan lagi

dengan masa fungsional.210

Paham pertama tadi mengasumsikan sejarah

sebagai sebuah rutinitas yang statis dan tertutup. Sama

sekali tidak terbuka pintu bagi sesuatu yang baru.

Manusia terperangkap dalam nasib atau takdir yang

kedap terhadap perubahan. Manusia cenderung menjadi

makhluk yang pesimis bahkan apatis. Paham ini banyak

210 Van Peursen. Strategi Kebudayaan. Jakarta: BPK

Gunung Mulia. 1987. Hlm. 34.

Page 28: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

184

ditemukan dalam periode mistis. Dalam paham yang

kedua mendorong manusia optimis dan kreatif. Selalu

tersedia kemungkinan dan peluang baru untuk manusia

keluar dari jeratan nasib dan perangkap takdir.

Kekurangannya adalah kehidupan adalah seumpama

sebuah keleidoskop, rentetan peristiwa yang terlepas

satu sama lain. Manusia cenderung kehilangan identitas

dan integritas dirinya dalam rentetan peristiwa itu.

Dua paham di atas sangat bercorak

anthroposentris. Sejarah, sebagaimana yang dipahami di

situ memfokuskan perhatian pada perbuatan-perbuatan

manusia. Sejarah merupakan kisah tentang aktivitas

manusia untuk mewujudkan idealisme dan rencana-

rencananya. Manusia yang merancang dan

mengarahkan perjalanan sejarah. Alkitab memberi

kesaksian yang sama sekali berbeda.

Kalau kita bertanya: “Apa arti semua cerita yang

bermula dari Abraham berlanjut ke Musa kemudian

para nabi dan berpuncak pada Yesus Kristus dan para

rasul?” Jawabannya adalah: “Itu cerita tentang sebuah

sejarah yang unik dari Allah yang hidup, berbicara dan

bertindak.211 Allah ini berintervensi untuk

mendatangkan dunia baru di dalam sejarah. Tema utama

dari rentetan kisah tadi adalah perbuatan-perbuatan

Allah, peletakan dasar dan pembangunan dunia baru di

mana Allah dan moralitasNya memerintah.212 Di dalam

211 Karl Barth. The Word of God and the Word of Man.

hlm. 37. 212 Karl Barth. The Word of God and the Word of Man.

hlm. 39.

Page 29: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

185

dunia baru itu Allah menawarkan kehidupan yang baru

dan berpengharapan. Dunia baru itu bukan hasil usaha

manusia, bukan berasal dari manusia. Dunia baru itu

datang dari Allah.213 Manusia tidak dapat meniru atau

menjiplak dunia itu. Yang manusia bisa buat adalah

membiarkan dia hidup, bertumbuh dan berbuah.

Manusia hanya bisa percaya. Tidak ada pilihan lain atau

jalan ketiga.214

Sejarah karena itu bukanlah pertama-tama cerita

tentang aktivitas manusia. Ia berisi tentang tindakan-

tindakan Allah dalam menciptakan,215 menyelamatkan

dan mengendalikan aktivitas manusia ke arah tujuan

yang ditetapkanNya dalam primal history, waktu di

mana Allah merencanakan segala sesuatu. Sejarah merupakan event pertemuan personal antara Allah dan

manusia serta manusia dengan sesamanya. Allah yang

adalah Tuhan dalam sejarah tetapi yang juga sudah

berada di depan sebagai tujuan sejarah, datang dari masa

depan itu.

Allah datang dari masa depan sebagai pencipta

dan Tuhan atas sejarah dan mengatakan: TIDAK

terhadap semua aktivitas manusia yang ditandai oleh

DOSA, tetapi serentak dengan itu menunjukan cinta

kasih yang besar terhadap MANUSIA BERDOSA

213 Karl Barth. The Word of God and the Word of Man.

hlm. 34. 214 Karl Barth. The Word of God and the Word of Man.

hlm. 41. 215 Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.

hlm. 793.

Page 30: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

186

dengan jalan mengampuni dan mentransformasi

manusia dengan semua perbuatannya untuk menjadi

saksi dari dunia baru yang berpengharapan.216 Dosa

tidak membuat Allah undur dari sejarah. Ia tetap

bekerja untuk mewujudkan rencana yang diputuskan di

dalam kekekalan. Untuk itu Allah menghukum dosa

tetapi mengasihi orang berdosa.

Gambaran sejarah sebagaimana disaksikan Allah

bukan seperti sebuah lingkaran, bukan juga seperti

sebuah garis lurus. Ia lebih berbentuk sebuah kurva

yang bermula dari masa depan di mana Allah ada, lalu

menerobos masuk ke masa lalu untuk menarik manusia

keluar dari masa lalu yang gelap untuk hidup di masa

kini sebagai manusia baru. Pembaharuan hidup itu perlu

sebagai persiapan untuk menyongsong masa depan yang

kemuliaannya jauh lebih besar dari yang sudah

dinyatakan di masa kini.217

Sejarah tidak lain dari kisah tentang tindakan-

tindakan Allah membawa ciptaan kepada tujuan yang

sudah ditetapkanNya.218 Calvin tepat dalam

menggambarkan sejarah sebagai theatrum gloriae Dei, pentas di mana kemuliaan Allah dipertontonkan. Langit

menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala

memberitakan pekerjaan tanganNya (Mz. 19:2).

216 E.I. Nuban Timo. The Eschatological Dimension. hlm.

339. 217 E.I. Nuban Timo. The Eschatological Dimension. hlm.

340. 218 Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.

hlm. 791.

Page 31: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

187

Gambaran sejarah sebagai sebuah kurva

memberi tempat kepada hal-hal baru tanpa

mengabaikan atau meremehkan hal-hal masa kini dan

masa lalu ikut membentuk jatidiri dan identitas

manusia. Kota Allah yang dilihat gambarkan Yohanes

dalam Wahyu 22 sungguh mencegangkan. Ia

merupakan buah karya Allah, tetapi di kota itu buah

karya Adam pertama di Eden tidak diabaikan. Apa yang

ditemukan di Eden: sungai, pohon kehidupan dan aneka

batu berkelas tidak dibuang, tetapi dijadikan dekorasi

yang menyemarakkan kota Allah itu.

Sejarah sebagai sebuah kurva menawarkan

optimisme tanpa meniadakan realisme dan tidak

kehilangan profetisme. Inilah gambaran Alkitab tentang

sejarah. Sejarah memiliki tujuan dan arti yang pasti,

karena berhubungan dengan Allah yang adalah pencipta

sejarah, Tuhan dalam sejarah dan adalah tujuan sejarah.

Tempat bagi partisipasi manusia dalam membaharui

sejarah tidak dianulir atau ditolak. Karya manusia dalam

keluarga, gereja dan masyarakat; partisipasi aktif

manusia dalam politik, pembangunan, ekonomi,

pendidikan, hukum, kesehatan, kemiliteran, pertanian,

industri, dll. diberi tempat tetapi juga diberi nilai oleh

Allah.

Aktivitas manusia itu tidak dilihat sebagai yang

otonom dan independen. Allah juga ikut bekerja dalam

seluruh aktivitas manusia untuk kebaikan manusia (Rm.

8:28-29). Aktivitas manusia itu diarahkan dan juga akan

dinilai oleh Allah. Pekerja-pekerja yang memperoleh

nilai baik akan dipisahkan dari pekerja-pekerja yang

Page 32: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

188

memperoleh nilai buruk. Yang satu diibaratkan dengan

domba yang lainnya kambing. Yang domba diundang

masuk ke pesta kawin anak domba, sedangkan yang

kambing akan dibuang ke dalam api siksaan yang kekal

untuk dijadikan sate (Mt. 25:32 dst).

Dasar, makna dan tujuan sejarah ada pada Allah.

Menjalani hidup secara bermakna dalam sejarah hanya

bisa terjadi jika dilakukan dengan hati dan mata tertuju

kepada Allah. Paulus tegaskan itu dengan sangat indah

dalam Kolose 3:23-24: “Apa pun juga yang kamu

perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti

untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu,

bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang

ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan

dan kamu hamba-Nya.

Wujud Akhir Israel dan Gereja

Sejarah berisi kisah tentang tindakan-tindakan

Allah membawa ciptaan kepada tujuan yang sudah

ditetapkanNya. Telah berkali-kali kami tegaskan bahwa

tujuan Allah dengan sejarah adalah mewujudkan

persekutuan yang akrab dan ramah antara Allah dan

manusia serta manusia dengan sesama ciptaan lainnya

(Yes. 11:6 dst). Allah bermaksud menjadikan diriNya

sekutu manusia dan membuat manusia untuk menjadi

sekutu Allah.

Untuk maksud itu Israel dan Gereja dijadikan

Allah sebagai provisional representation, perwujudan

sementara dari persekutuan yang akan datang itu, yakni

Page 33: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

189

Kerajaan Allah di mana manusia hidup sebagai sekutu

Allah yang telah berjanji untuk menjadikan diriNya

sekutu manusia. Inilah klimaks sejarah, tujuan dari

karya Allah yang berlangsung baik dalam kekekalan

maupun dalam waktu. Israel dan Gereja merupakan

bayang-bayang dari persekutuan yang akan datang itu.

Israel dan Gereja bukan Kerajaan Allah tetapi

persekutuan, pengampunan, perlindungan yang dialami

dalam Israel dan Gereja menghadirkan kepada kita

pengalaman awal akan persekutuan, pengampunan dan

kehidupan dalam Kerajaan Allah. Grenz menyebut dua

elemen penting dari kehidupan di dalam Kerajaan Allah

yang sekarang menjadi pengalaman awal dalam setiap

persekutuan yang ada saat ini, termasuk di dalamnya

Israel dan Gereja.219

Pertama, manusia boleh merayakan kebaikan

Allah yang nyata dalam pengampunan dosa. Kedua, manusia dari berbagai latar belakang boleh bekerja sama

dalam mewujudkan persekutuan kemanusiaan sejati

dalam berbagai level: keluarga, masyarakat, politik dan

gereja. Karena itu adalah panggilan kepada para

pengikut Kristus untuk ikut ambil bagian aktif dalam

mendukung persekutuan apa saja dan siapa saja yang

bekerja untuk memajukan kemanusiaan yang sejati

dalam dunia ini tanpa peduli latar belakang agama atau

keyakinan persekutuan itu.

219 Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.

hlm. 794.

Page 34: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

190

Semua bentuk sikap mengkafirkan persekutuan

atau lembaga lain yang bermuara pada perang terhadap

sesama demi membela kebenaran sendiri dan setiap

bentuk klaim keunggulan komunitas agama serta ajaran

etis dan kesusilaan atas nama Allah bertentangan

dengan pengharapan Kristen akan masa depan yang

disediakan Allah. Ini sikap beragama orang-orang yang

tidak tahu diri, kata Bambang Noorsena.220 Sebagai ganti

sikap saling mempersalahkan dan mengkafirkan, hal

yang patut dilakukan oleh warga gereja adalah

mengalang persekutuan saling menghormati dan

menerima serta kerja sama untuk membangun

masyarakat dan dunia yang damai untuk semua

berdasarkan iman kepada Allah yang menjadi tujuan

akhir semua karya dan aktivitas kita.

Inilah keberadaan masa kini Israel dan Gereja.

Kedua bentuk dari persekutuan yang merupakan

bayangan Kerajaan Allah adalah tempat di mana

manusia merayakan kebaikan Allah dan melatih diri

untuk mewujudkan persekutuan kemanusiaan yang

sejati. Adapun wujud masa depan dari Israel dan Gereja,

yakni pada waktu sejarah dunia mencapai klimaksnya

dalam kedatangan Yesus Kristus adalah Kerajaan Allah.

Israel dan Gereja yang merupakan wujud masa

kini dari Kerajaan Allah secara tidak punah. Israel dan

Gereja tidak akan lenyap (Mal. 3:6). Keduanya akan

ditransformasi untuk bergabung dalam Kerajaan

220 Bambang Noorsena. Menyongsong Sang Ratu Adil.

Perjumpaan Iman Kristen dan Kejawen. Yogyakarta: Andi

Offset. 2007. hlm. 38.

Page 35: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

191

Allah.221 Kehidupan dalam kerajaan itu akan dirupakkan

oleh persekutuan yang diwarnai oleh suasana damai,

harmoni, kasih dan kebenaran.

Transformasi Dunia

Pandangan umum di kalangan warga gereja

mengenai wujud akhir dunia bercorak fatalistis. Langit

dan bumi akan lenyap. II Petrus 3:10 sering dipakai

menjadi titik tolak dari pandangan ini. Akibat dari

pandangan ini manusia acuh tak acuh untuk menjaga

kelestarian ekologi. Sikap meremehkan bahkan

mengutuk dan mengkafirkan hal-hal dalam dunia,

seperti pendidikan, kesehatan, bisnis, hukum,

kemiliteran dan politik merupakan pengembangan lebih

lanjut dari pandangan yang fatalistis tadi. Bumi akan

dibakar hangus dan berlalu tanpa ada bekasnya lagi.

Kalau kita mencermati II Petrus 3:10, 12 jelas

bahwa pandangan fatalistis tadi sangatlah berlebihan

sebab yang dikatakan di situ bukan dunia melainkan

unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala api, dan

bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang lenyap.

Kalau begitu bagaimana sesungguhnya wujud akhir dari

dunia pada saat tibanya hari yang agung itu, yakni

kedatangan kembali Yesus Kristus dalam kemuliaan?

Alkitab dengan tegas berkata bahwa Allah

mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk

221 E.I. Nuban Timo. The Eschatological Dimension. hlm.

319.

Page 36: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

192

membinasakan dunia, melainkan untuk menyelamat-

kannya (Yoh. 3:17). Dunia sekali-kali tidak akan

ditinggalkan oleh Allah betatapun dunia penuh dengan

dosa. Allah ikut bekerja dalam segala hal untuk

mengarahkan dunia ini menuju kepada tujuanNya,

yakni tempat yang layak bagi kehidupan persekutuan

yang damai antara Allah dan semua ciptaan.

Dalam diagnosanya terhadap Wahyu 21, C.S.

Song seorang teolog terkemuka Asia menegaskan bahwa

bumi baru dan langit baru yang nampak dalam Wahyu

21 bukanlah penghapusan bumi dan langit yang lama.

Keduanya haruslah merupakan penciptaan kembali dari

bumi dan langit yang lama. Setiap derita yang kita lihat

dan alami, dan setiap harapan yang kita rangkul dan

junjung, adalah bagian-bagian yang akhirnya akan

memperoleh tempatnya dalam sejarah Allah yang

baru.222

Dunia akan ditransformasi oleh Allah untuk

menjadi sesuai dengan tujuan yang sudah ditetapkan

sejak kekal. Perubahan dunia dari keadaan yang lama

kepada keadaan yang baru akan terjadi melalui proses

penghakiman. Ada banyak kekuatan dalam dunia yang

berusaha menjauhkan dunia dari Allah dan

membelokkannya untuk tujuan yang lain. Penghakiman

itu perlu dalam rangka reorganisasi dunia kepada tujuan

Allah.

222 Choan-seng Song. Sebutkanlah Nama-Nama Kami.

Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1989. hlm. 66.

Page 37: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

193

Karya Allah membaharui sejarah dunia dan

manusia yang rusak oleh dosa tidak dilakukan di luar

sejarah atau di luar dunia. Allah bekerja untuk

memulihkan dunia dan sejarah manusia dari dalam.

Ibarat merehab sebuah rumah, Allah bertindak seperti

seorang tukang bukan dengan meruntuhkan rumah itu

untuk membangun yang baru. Tidak! Allah

membongkar bagian-bagain yang rusak untuk diganti.

Hal ini ditegaskan dalam banyak bagian Alkitab.

Keluaran 12:12, 33:4 berbicara tentang hukuman Allah

atas tanah Mesir dan semua ilah-ilahi di sana, supaya

mereka membiarkan Israel pergi untuk beribadah

kepada Allah.

Ada dua alasan penghukuman atas kuasa-kuasa

dunia.223 Pertama, untuk membebaskan ciptaan dari

perbudakan kuasa-kuasa dunia itu. keadaan dunia dan

seluruh makhluk pada masa kini, sebagaimana

digambarkan Paulus telah ditaklukkan kepada kesia-

siaan, bukan oleh kehendaknya sendiri. Dalam situasi

ini semua makhluk mengeluh dan merasa sakit bersalin.

Mereka berharap dimerdekakan dari perbudakan

kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan

kemuliaan anak-anak Allah. (Rm. 8:20-22).

Penghakiman itu diarahkan kepada kuasa-kuasa yang

menindas dan membinasakan makhluk ciptaan Allah,

sebab hanya dengan membebaskan ciptaan dari kuasa-

kuasa perusak tadi, manusia bisa dengan leluasan

223 Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.

hlm. 794.

Page 38: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

194

menjawab YA kepada Allah, yakni menjadi sekutu

Allah.

Kedua, menurut Wahyu 21:3 Allah bermaksud

mendirikan tempat kediamanNya dan Ia diam bersama-

sama ciptaanNya di bumi. Mereka akan menjadi umat-

Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka. Dalam rangka

itu bumi harus diubah. Bumi harus diformat ulang,

dibersihkan dari kuasa perusak, kerusakan-

kerusakannya perlu direnovasi. Kehadiran Allah di

bumi untuk berdiam selama-lamanya menuntut agar

dunia dimurnikan dari maut.

Jadi bumi atau dunia tidak akan dilenyapkan

atau dibinasakan oleh Allah. Ia akan direorganisasi oleh

Allah. Bumi atau dunia akan diperbaharui. Api yang

disediakan untuk membakar bumi seperti ditegaskan II

Petrus 3:10 bukan untuk membinaskan dan

melenyapkan bumi, melainkan untuk membersihkan

dan memurnikannya dari anasir-anasir dan kuasa-kuasa

perusak itu. Penghancuran kuasa perusak itu

digambarkan secara metaforis dengan ditiadakannya

laut. Laut dalam Alkitab digambarkan sebagai yang

memisahkan manusia dengan Allah.224 Laut tidak ada

lagi dalam ciptaan baru (Why. 21:1).

Dunia yang dimuncul sebagai hasil transformasi

itu disebut sebagai ciptaan yang baru (2 Kor. 5:17) atau

langit yang baru dan bumi yang baru (Yes. 65:17, Why.

21:1). Ciptaan baru ini bukan bumi dan langit kedua,

224 Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.

hlm. 843.

Page 39: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

195

melainkan hasil dari transformasi atau penghakiman

yang dilakukan Allah terhadap bumi dan langit yang

lama, yang pertama.

Dalam dogma penciptaan kami tegaskan bahwa

Allah menciptakan langit dan bumi dengan mata tertuju

kepada perjanjian, yakni saat di mana Allah menjadi

sekutu umatNya dan manusia menjadi sekutu Allah.

Tujuan ini sudah mulai diwujudkan dalam penciptaan

tetapi belum selesai. Karya penciptaan bersifat sempurna

tetapi belum selesai. Pasca penciptaan Allah terus

bekerja untuk membawa ciptaan kepada tujuan tadi.

Yohanes menggambarkan penyelesaian akhir karya itu

dalam frasa: “Allah akan berdiam bersama-sama

manusia. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan

menjadi Allah mereka.” (Why. 21:3).

Supaya ciptaan layak menjadi kediaman Allah

maka ciptaan harus ditransformasi. Ciptaan yang lama

harus diganti dengan ciptaan yang baru melalui proses

penghakiman. Bukan hanya bumi yang ditransformasi.

Langit pun diperbaharui. Jurgen Moltmann justru lebih

progersif. Menurut Dia sorga pun perlu dibaharui.225 Ini

disebabkan tujuan akhir dari sejarah bukanlah migrasi

manusia dan seluruh ciptaan ke sorga melainkan ciptaan

yang baru: langit dan bumi yang baru.

Ciptaan baru yang dihasilkan oleh proses tadi

akan sama sekali berbeda dari yang lama. Perbedaan

paling mendasar adalah Allah akan menghalau semua

225 J. Moltmann. God in Creation. London: SCM Press.

1985. hlm. 183.

Page 40: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

196

kuasa perusak yang mengancam atau yang menentang

kehendak Allah, yakni: dosa, iblis dan aneka bentuk

penderitaan. Ciptaan baru itu bebas dari kerusakan,

penyakit, dan kematian. Realita itu sudah mulai

dinyatakan dalam kehadiran dan pelayanan Yesus di

mana orang buta melihat, uang sakit disembuhkan, dst.

Yesaya berbicara tentang ciptaan baru itu dari

perspektif anthropologi. Itu adalah masa di mana tidak

akan ada lagi orang yang berbuat jahat atau yang

berlaku busuk terhadap sesamanya, sebab seluruh bumi

penuh dengan pengenalan akan TUHAN, seperti air laut

yang menutupi dasarnya (Yes. 11:6-9). Kehidupan di

zaman baru itu digambarkan Yesaya sebagai kehidupan

yang tanpa kekerasan. Dunia diliputi damai dan

keadilan serta kebenaran ditemukan di mana-mana.

Yehezkiel melihat sisi ekologis dari ciptaan baru itu.

Tuhan akan memulihkan negeri dan tanah Israel dan

seluruh bumi sehingga ia akan memberikan kehidupan

yang subur bagi penduduknya. Tidak akan ada lagi

bencana dan malapetaka dari alam (Yeh:36:8-10).

Grenz menggambarkan ciptaan baru itu sebagai

sebuah realita yang muncul melalui proses yang serupa

dengan kebangkitan. Ciptaan yang lama harus

mengalami kematian untuk dibangkitkan.226 Itu berarti

ada juga elemen-elemen dari ciptaan yang tetap terjaga

dalam ciptaan baru (Why. 22:1-2). Yohanes memberi

kesaksian yang menunjukkan bahwa karya-karya

226 Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.

hlm. 842.

Page 41: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

197

terbaik dari peradaban manusia akan terbawa masuk

juga di langit dan bumi yang baru (Why. 21: 24,26).

Adanya kontinutas ini menjadi isyarat bahwa

betapa Allah tidak mengabaikan karya manusia. Ini

haruslah menjadi dorongan bagi kita untuk melakukan

hal-hal terbaik dalam zaman akhir ini. Bukankah semua

itu akan ikut mendapat tempat dalam dunia baru yang

datang darin Allah? Sebaliknya, semua yang jahat dan

berdosa haruslah kita hindari agar terhindar dari

penghakiman yang dahsyat.

Penghakiman Manusia

Penghakiman bukan hanya akan terjadi atas

kosmos tetapi juga akan berlaku terhadap manusia,

yakni individu demi individu. Satu demi satu manusia

akan dipanggil ke takhta Allah untuk

mempertanggungjawabkan hidup yang sudah

dijalaninya (Kis. 10:42, II Tim. 4:1, I Pet. 4:5).

Penghukuman ini juga merupakan satu proses

transformasi kehidupan. Manusia itu diuji kelayakannya

oleh Allah untuk ambil bagian dalam persekutuan yang

abadi dengan Allah.

Penghakiman itu memang bukan baru. Alkitab

mengajarkan bahwa Allah yang kudus tidak tahan

melihat dosa dan pemberontakan manusia. Kapan saja Ia

bertemu dengan manusia, pertemuan itu selalu

membawa di dalam dirinya penghukuman. Ada dua

pengalaman tak terlupakan dalam kisah hidup Israel

tentang penghakiman Allah atas dosa. Pertama,

Page 42: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

198

hukuman terhadap Mesir karena penindasan terhadap

Israel. Kedua, pembuangan mereka ke Babel akibat

ketidaksetiaan mereka kepada Allah. Penghakiman

sebagaimana disaksikan Alkitab bukan baru akan terjadi

nanti, tetapi sudah mulai terjadi dan akan terus berlaku

sampai tiba hari yang agung itu.

Penghakiman merupakan sisi yang tak

terpisahkan dari kehidupan bersama Allah yang kudus.

Meskipun begitu kita toh harus menyadari perbedaan

antara penghakiman yang berlangsung sekarang dan

penghakiman yang akan terjadi pada saat parousia. Penghakiman yang sedang berlangsung merupakan cara

yang dipakai Allah untuk menyadarkan umatNya dari

dosa dan kesesatan. Dengan demikian penghakiman

memiliki fungsi pedagogik. Paulus menyebut

penderitaan akibat hukuman sebagai karunia (Fil. 1:29).

Melalui hukuman-hukuman itu Allah menghendaki

pertobatan, Allah menunjukkan keilahianNya sebagai

Tuhan dan Allah memurnikan kesetiaan umatNya.227

I Korintus 11:32 menekankan fungsi pedagogik

itu dalam kalimat berikut: “Tetapi kalau kita menerima

hukuman dari Tuhan, kita dididik, supaya kita tidak

akan dihukum bersama-sama dengan dunia.

Selanjutnya, Ibrani 12:9-11 menegaskan bahwa ganjaran

yang kita terima dari Tuhan artinya kita dihormati.

Sebab Allah menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya

kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya. Memang

tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak

227 Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.

hlm. 816.

Page 43: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

199

mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi

kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang

memberikan damai kepada mereka yang dilatih

olehnya.

Penghakiman pada parousia memiliki karakter

yang berbeda. Pada waktu itu penghakiman tidak lagi

berfungsi pedagogik melainkan penetapan akhir. Allah

akan menyatakan secara final kemenangannya atas

kejahatan. Seiring dengan itu memberi upah kepada tiap

manusia. Mereka yang tidur akan dibangunkan.

Sebagian untuk mendapat hidup yang kekal, sebagian

untuk mengalami kehinaan dan kengerian yang kekal

(Dan. 12:2). Itu sebabnya penghakiman terakhir itu oleh

Alkitab digambarkan sebagai saat yang gelap. Tidak ada

lagi satu pun manusia maupun bangsa yang akan luput

(Am. 9:1-4, Mal. 3:2-5).

Sampai di sini tentulah ada yang bertanya-tanya

tentang dasar penghakiman yang dipakai oleh Allah

untuk membenarkan dan membinasakan manusia.

Alkitab menegaskan bahwa Allah akan menghakimi

berdasarkan perbuatan-perbuatan kita (Kej. 2:15-17,

Yer. 17:10, 32:19, Mt. 16:27, Rm. 2:6, II Kor. 5:10, Gal.

6:7-8, Why. 20:11-15, 22:12). Bukan keaktifan kita

menyerukan nama Tuhan yang menjadi dasar

penghakiman, melainkan kesukaan kita melakukan

kehendak Tuhan (Mt. 7:21).

Ada juga beberapa perbuatan yang khusus

disebut sebagai yang berakibat langsung pada

penghukuman kekal, yakni kepemilikan akan kekayaan

dunia secara berlebihan (Mk. 10:17-31, Lk. 12:13-21),

Page 44: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

200

ketidakpedulian terhadap mereka yang lemah dan

miskin (Mt. 25:31-46), dan keengganan untuk

mengampuni (Mt. 18:21-25).

Penghakiman terakhir akan dilakukan

berdasarkan perbuatan-perbuatan manusia. Banyak

fragmen dalam Alkitab mengandaikan bahwa Allah

menggunakan referensi hukum yang berbeda dalam

menghakimi manusia atas dasar perbuatan-

perbuatannya.228 Referensi itu adalah hukum yang

berlaku dalam tiap-tiap individu hidup. Dalam Roma

12:12-16 ditegaskan bahwa orang Yahudi akan dihakimi

berdasarkan Hukum Taurat. Orang non Yahudi

dihakimi menurut hukum alam yang tertulis dalam hati

mereka. Bagi Israel diberlakukan hukum penyataan

Allah. Bagi mereka yang hidup dalam masa Perjanjian

Baru akan dihakimi berdasarkan Injil Yesus Kristus.229

Hal serupa juga ditegaskan Yesus dalam

pengajaranNya agar murid-murid tetap waspada. Yesus

katakan bahwa hamba yang tahu kehendak tuannya,

tetapi yang tidak melakukan apa yang dikehendaki

tuannya, ia akan menerima banyak pukulan. Tetapi

hamba yang tidak tahu akan kehendak tuannya dan

melakukan apa yang harus mendatangkan pukulan, ia

akan menerima sedikit pukulan. “Setiap orang yang

kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak

dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan,

228 Luis Berkhof. Systematic Theology. hlm. 733. 229 Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.

hlm. 816.

Page 45: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

201

dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut" (Lk.

12:47-48).

Matius 25: 32-40 merupakan fragmen yang

secara eksplist menunjukkan betapa perbuatan-

perbuatan kasih yang manusia lakukan terhadap sesama

dijadikan dasar oleh Allah pada saat penghakiman

terakhir. Meskipun begitu patut juga kita camkan bahwa

perbuatan-perbuatan itu tidak otomatis memiliki

kualitas penyelamatan. Kualitas dari perbuatan-

perbuatan itu akhirnya juga akan dibedah berdasarkan

prinsip christlike, seperti Kristus. Perbuatan-perbuatan

itu akan diuji kesesuaiannya dengan kehendak

Kristus.230 Standar yang dipakai untuk menilai

perbuatan-perbuatan manusia adalah kehendak Kristus

(kristologi). Jadi betapapun rujukan hukum yang dipakai

berbeda-beda tetapi hasilnya akan tetap sama, karena

pada akhirnya yang dipersoalkan ialah apakah

perbuatan-perbuatan mereka menurut hukum yang

berlaku dalam tiap komunitas berpadanan dengan

kehendak Kristus.231

Itu nampak misalnya dalam perbuatan kasih

yang ditunjukkan dengan motivasi politik. Ada orang

yang menunjukkan kasih kepada sesama bukan karena

Ia hendak meneruskan kasih Kristus melainkan karena

perhitungan-perhitungan tertentu. Ia berbuat baik

untuk memperkuat serta memperbaiki posisi politik

230 Verne H. Fletcher. Lihatlah Sang Manusia. Suatu

Pendekatan Pada Etika Kristen Dasar. Jakarta: BPK Gunung

Mulia. 2007. hlm. 95. 231 Luis Berkhof. Systematic Theology. hlm. 733.

Page 46: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

202

dalam masyarakat atau dalam gereja. Ada juga orang

yang berbuat kasih demi membersihkan diri dari

kejahatan, seperti pencucian uang (money laundry).

Perbuatan-perbuatan seperti itu tidak masuk kategori

perbuatan eskatologi. Ia bahkan bisa diberi nilai negatif

oleh Allah seperti yang ditunjukkan Lukas dalam kisah

Ananias dan Safira (Kis. 5:1-10).

Proses Penghakiman Terakhir

Penghakiman manusia akan berlangsung dengan

menjadikan perbuatan-perbuatan sebagai dasar dan

kehendak Kristus sebagai standar. Grenz mengatakan:

“Kehidupan manusia akan diperiksa dengan teliti

(scrutinized) sesuai dengan prinsip yang menyatukan

keseluruhan sejarah sebagaimana dinyatakan di dalam

Yesus Kristus.”232 Proses itu akan terjadi demikian.

Logos atau Firman yang oleh Allah ditetapkan

sebagai dasar sekaligus tujuan sejarah akan dinyatakan

(Kol. 1:15-20). Waktu itu semua orang akan melihat

bahwa Yesus Kristus adalah pribadi yang menjadi

simpul penentu semua hal di sorga dan di bumi (Mt.

28:18). Tujuan atau maksud penciptaan dunia dan

manusia akan disingkapkan Allah lewat pribadi yang

satu ini, Yesus Kristus. Inilah standar yang dipakai

untuk memeriksa dengan teliti hidup dan perbuatan

manusia.

232 Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.

hlm. 824.

Page 47: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

203

Selanjutnya kehidupan dan perbuatan tiap-tiap

manusia akan dibentangkan di samping standar tadi.

Dengan cara itu akan terlihat dengan jelas dalam hal-hal

apa saja kehidupan dan perbuatan-perbuatan manusia

berpadanan dan bertentangan dengan. Tidak akan ada

satu pun moment dalam hidup dan perbuatan manusia

yang akan tersembunyi. Semuanya akan terbuka dan

terlihat dengan jelas di samping standar itu (Mt. 10:26-

27, Mk. 4:22).

Proses penghakiman itu berlangsung secara

terbuka, tidak berubah-ubah dan sewenang-wenang.

Gambaran klasik mengenai proses di mana masing-

masing orang dihakimi secara tertutup bertentangan

dengan gambaran dalam PB (Mt. 25:31-32) Standarnya

tetap dan sama, bahkan sudah ditetapkan sebelum

gunung-gunung diciptakan serta langit dan bumi

dijadikan.

Pada saat itu perkumpulan raya manusia yang

melihat kisah hidup dan perbuatan-perbuatannya

dibentangkan di samping standar itu akan dipisahkan

dalam dua kelompok. Mereka yang hidup dan

perbuatannya berpadanan dengan standar akan

dikumpulkan di sebelah kanan sedangkan lainnya di

sebelah kiri. Sang hakim kemudian akan

mengumumkan tempat yang menjadi tujuan akhir

kehidupan kedua kelompok itu.

Selanjutnya sang hakim akan memperlihatkan

keberpihak diriNya, yakni pada posisi mana sebenarnya

Ia berada. Kenyataan masa kini di mana kejahatan

berkuasa, ketidakadilan merajalela, penindasan

Page 48: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

204

berlangsung di semua sektor membuat manusia

bertanya-tanya tentang benarkah Allah mahakuasa dan

adil. Apa sebabnya Ia membiarkan semua kejahatan dan

kebengisan?

Pada moment penghakiman ini Allah

memperlihatkan diriNya yang sebenarnya dan

keberpihakanNya. Ia akan berpihak kepada orang benar

(Lk. 18:1-8), kepada mereka yang mengerjakan keadilan,

yang hidup dalam kejujuran, yang mencintai damai dan

mempromosikan kebenaran. Allah akan menyatakan

diri sebagai yang berada di sisi mereka yang lemah. Janji

Yesus bahwa orang yang terdahulu akan menjadi yang

terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang

terdahulu (Mt. 19:30) akan digenapi. Akan menjadi jelas

juga pada waktu itu bahwa Allah tidak mengukur sukses

atas dasar kuasa dan harta, tetapi atas dasar kesediaan

melayani kerelaan untuk menderita demi kebahagiaan

sesama. Yang terbesar dalam pandangan Allah adalah

mereka yang menjalani hidupNya dalam route yang

ditetapkan Kristus: “self-sacrifice in service to other.”233

Penghakiman itu akan berlaku bagi mereka

yang percaya kepada Yesus Kristus maupun mereka

yang tidak percaya. Bagi mereka yang percaya, Yesus

Kristus akan tampil sebagai pembela mereka. Sementara

bagi mereka yang tidak percaya, penghakiman itu akan

233 Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.

hlm. 826.

Page 49: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

205

menjadi saat yang berat karena mereka tanpa pembela

sebab Iblis sudah terusir dari sorga.234

Sorga dan Neraka

Tujuan dari karya-karya Allah dalam sejarah,

seperti sudah berkali-kali kami tegaskan adalah

menjadikan diriNya sekutu manusia dan memanggil

manusia untuk hidup dalam persekutuan yang kekal

dengan Allah. Proses terakhir untuk sampai pada

maksud ini adalah penghakiman. Mereka yang

hidupnya berpadanan dengan kehendak Kristus akan

diundang masuk dalam persekutuan yang kekal dengan

Allah. Mereka yang hidupnya menyimpang bahkan

memberontak akan ditolak dari persekutuan itu.

Jadi hanya ada dua tujuan akhir perjalanan

hidup manusia. Yang pertama adalah hidup dalam

persekutuan dengan Allah. Istilah teknisnya masuk

sorga. Yang kedua adalah terpisah secara kekal dari

Allah, atau masuk neraka. Seperti apakah sorga dan

neraka itu?

Bayangan kita tentang Sorga dan Neraka

berhubungan dengan dua tempat yang berbeda letak

dan fungsi. Sorga merupakan terminologi khas yang

menunjuk pada persekutuan yang tak terpisahkan lagi

antara Allah dan manusia. Masuk sorga artinya manusia

234 Alfred A. Glenn. Taking Your Faith to Work. Twelve

Practical Doctrines. Grand Rapids: Baker Book House. 1980. hlm. 95.

Page 50: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

206

berpartisipasi penuh dalam kehidupan Allah. Menurut

Alkitab, sorga adalah tempat kediaman Allah (Mz. 2:4,

Mt. 6:9, Ibr. 8:1, I Tes. 1:10, Why 11:13, 16:11).

Sorga selalu dianggap sebagai “dunia” yang ada

di atas bumi. Itu adalah tempat tinggal Allah dan tujuan

perjalanan semua orang yang percaya. Sedangkan

neraka tempatnya ada di bawah. Di sana hanya

kematian, ratap-tangis dan kertak gigi (Mt. 8:12).

Neraka juga kita anggap sebagai tempat yang

diperuntukan bagi orang-orang jahat, para tukang sihir,

dan mereka yang selama hidup memberontak melawan

Allah dan menolak Kristus sebagai juru selamat.

Pendapat umum ini memang memiliki dasar

dalam kesaksian Alkitab. Sorga dianggap sebagai yang

ada di atas bumi karena cerita kenaikan ke Sorga, Yesus

dikatakan terangkat dan diselimuti awan (Mat. 28,

Mark. 16:19, Luk. 24:51. Kisah 1:9). Sebaliknya, kalau

berbicara tentang neraka, maka yang selalu ditunjukkan

adalah satu tempat yang ada di bagian bawah bumi. Itu

karena dalam Pengakuan Iman Rasuli ada rumusan:

"Turun ke dalam kerajaan maut." Sorga ada di atas. Itu

tempat tinggal Allah dan orang-orang tebusan.

Sedangkan neraka terletak di bawah. Tempat itu

disediakan bagi semua orang yang akan dihukum,

termasuk di dalamnya Iblis. Benarkah anggapan umum

yang kita miliki tentang sorga dan neraka itu? Baiklah

kita pahami persoalan ini lebih saksama sesuai kesaksian

Alkitab.

Alkitab, khususnya PB, jarang berbicara tentang

sorga sebagai kawasan yang berdiri sendiri, melainkan

Page 51: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

207

sorga selalu dihubungkan dengan Allah. Dalam kitab

Matius kita temui ungkapan: “Bapa di sorga” sebanyak

14 kali, dan “Bapa sorgawi” sebanyak 5 kali. Dalam

Lukas hanya satu kali. Data-data ini penting untuk kita

mengetahui apa yang Yesus pikirkan tentang sorga, dan

yang Dia ajarkan kepada murid-murid-Nya. Dalam

sebuah doa, Yesus menggunakan ungkapan: “Bapa,

Tuhan langit (sorga) dan bumi” (Mt. 11:25 = Lk 10:21).

Di sini Yesus melukiskan sorga sebagai tempat di mana

Allah Bapa menjalankan kuasa dan pemerintahan-Nya,

sebagai mana halnya juga di bumi (Mt. 28:18).

Jadi menurut Yesus sorga itu sinonim dengan

kehadiran Allah. Dalam arti ini, sorga bagi Yesus

bukanlah satu tempat yang jauh dan asing. Kita katakan

demikian karena sorga, kata Yesus, adalah tempat

tinggal “Bapa-Ku”, dan juga “Bapa dari murid-murid.”

Ungkapan ini menonjolkan relasi yang intim, akrab dan

sangat dekat. Apalagi kalau kita hubungan dengan

perintah Yesus untuk berdoa kepada “Bapa di sorga”

dalam setiap waktu dan kesempatan.

Hubungan yang erat antara sorga dan Allah juga

kita lihat dalam doa Bapa Kami (Mt. 6:9 dan Luk. 11:2).

Ingat bahwa Yesus minta kita agar tiap hari datang

kepada Bapa di sorga dalam doa. Itu berarti bahwa sorga

tidak jauh dari kita. Dua ayat ini memberi kesan bahwa

Allah berbeda dengan kenyataan dunia ini. Ia tidak

terikat pada satu tempat dan ruang. Ini nyata dari cerita

tentang suara dari sorga waktu Yesus dibaptis (Mt. 3:17,

Mk. 1:11, Lk. 3:21-22), dan sikap Yesus menegadah ke

langit waktu berdoa (Mt. 14:19, Mk. 6:41, 7:34, Lk.

Page 52: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

208

9:16). Itu juga nampak dalam gambaran tentang Yesus

terangkat ke sorga (Mk. 16:19, Lk. 24:51).

Menjadi nyata bahwa sorga itu pertama-tama

bukan satu lokasi tertentu. Sorga adalah tempat di mana

Allah ada (Kisah 7:48-49). Allah ternyata ada di mana-

mana. Jadi di mana Allah ada di situ sorga. Sorga

menunjukkan pada kehadiran Allah.

Kalau begitu, di mana sebenarnya letak sorga

itu? Apakah dia ada di atas kita? Ungkapan “alam atas”

yang sering kita bayangkan tentang letaknya sorga,

bukan pertama-tama sebuah pengertian ruang atau

geografis dan fisik. “Atas” yang menunjuk kepada sorga

menegaskan tentang suasana atau atmosfir kehidupan

yang berbeda dengan apa yang kita alami di bumi. Apa

yang terjadi di “atas” (sorga) lebih baik bahkan sempurn

dari yang kita alami di bumi.

Sorga menunjuk pada suasana di mana kehendak

dan kuasa Allah berlaku secara total dan utuh. Tidak ada

satu pun sudut atau ruangan di sorga yang bertentangan

dengan kehendak Allah. Semua yang bertentangan

dengan dan memberontak melawan kehendak Allah

diusir dari sorga. Bandingkan iblis yang dihalau keluar

dari sorga (Luk. 10:18).

Jadi betatapun Alkitab selalu menunjuk ke “atas”

kalau berbicara tentang sorga (tempat kediaman Allah),

tetapi kita tidak boleh berpikir bahwa Allah hanya ada

di atas. Alkitab juga mengatakan bahwa Allah juga ada

di bumi, bahkan juga di bawah bumi. Bandingkan

misalnya cerita nabi Yunus, terutama doa yang dia

Page 53: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

209

ucapkan dari dasar samudera. “Di dasar gunung-gunung,

Aku tenggelam ke dasar bumi... ketika itulah engkau

naikkan nyawaku dari dalam liang kubur” (Yunus 2:6).

Itu alasannya kita tidak bisa mengindetikkan kata “atas”

sebagai sebuah pengertian ruang atau geografis dan

fisika. Ia lebih menunjuk pada pengertian suasana hidup

dalam kehadiran dan keselamatan Allah. Nico Syukur

Dister mengatakan: “Segala ketentuan konkret

mengenai sorga sebagai tempat kediaman Allah harus

dipandang sebagai bahasa kiasan. Pokok yang mau

diungkapkan dengan kiasan itu ialah Allah dan kesatuan

denganNya.”235

Kehidupan sorgawi digambarkan sebagai yang

berbeda dengan apa yang ada di bumi. Ada beberapa

gambaran yang kita temukan dalam Alkitab. Pertama, di

sorga tidak ada lagi perkawinan (Mt. 22:30, Mk. 12:25),

sebab di sana orang tidak lagi akan melahirkan dan

meninggal. Kedua, di sorga, kita akan mengenakan

tubuh yang baru, yang berbeda dari tubuh saat ini.

Tubuh saat ini Paulus namakan tubuh alami. Sedangkan

tubuh yang baru itu tubuh yang rohani (I Kor. 15:44

dst). Tetapi itu tidak berarti bahwa manusia tidak lagi

hidup dalam relasi dan tidak saling mengenal satu sama

lain. Tidak! Relasi tetap ada, hanya kita belum tahu

relasi itu seperti apa. Kita tetap akan saling mengenal,

sama seperti orang kaya mengenal Lazarus yang duduk

di pangkuan Abraham.

Ketiga, di sorga tidak ada lagi duka dan air mata,

235 Nico Syukur Dister. Teologi Sistematika. Ekonomi

Keselamatan . Yogyakarta. 2004. hlm. 595.

Page 54: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

210

ratap-tangis, perkabungan dan penderitaan, sebab segala

sesuatu yang lama itu sudah berlalu (Why. 21:4).

Singkatnya, di sorga, manusia hidup bersama Allah

dalam persekutuan yang penuh. Manusia berpartisipasi

dalam kemuliaan Kristus.236 Di bumi orang percaya

memang sudah hidup dalam persekutuan dengan Allah,

tetapi masih melalui perantaraan. Allah sudah hadir

bersama manusia, tetapi kehadiran itu nyata dalam rupa

manusia. Allah belum hadir secara langsung kepada kita.

Ia hadir bagi kita melalui perantaraan firman. Begitu

juga kita bersekutu dengan Allah, tetapi persekutuan itu

hanya melalui iman dan doa. Paulus bilang: Sekarang,

kita mengenal Allah masih secara samar-sama seperti

dalam cermin. Nanti, kita akan mengenal dan bertemu

dia muka dengan muka (I Kor. 13:12).

Di surga juga ada harta (Mt. 6:20), tetapi tidak

sama dengan harta dunia. Alkitab juga menyinggung

tentang upah di sorga yang akan diperoleh orang-orang

kudus (Mt. 5:12, 6:1, Lu. 6:23). Tetapi tidak ada uraian

detail mengenai bentuk, jenis dan rupa harta serta upah

itu. Kalaupun itu disebut masih dalam bentuk yang

abstrak bagi kita, yakni hidup yang kekal (Mt. 19:16,

Mk. 10:17, 10:30, Lk. 10:25,18:18). Menurut gambaran

kitab Yohanes sorga adalah rumah yang kekal bagi

semua orang yang percaya kepada Yesus (Yoh. 14:2).

Sistim administrasi di sorga tertata dengan

sangat baik. Lukas 10:20 misalnya bicara tentang nama

tiap orang percaya yang tercatat di sorga. Ini

236 Nico Syukur Dister. Teologi Sistematika. hlm. 596.

Page 55: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

211

menunjukan ada buku kehidupan yang mencatat semua

perbuatan manusia seperti yang disebut dalam kitab

apokaliptik (Why. 20:12). Kalau begitu pastilah di sorga

ada petugas-petugas yang membantu Allah mengerjakan

semua itu.

Dalam hubungan ini Alkitab menunjuk pada

makhluk sorgawi, yaitu malaikat. Mereka ini adalah

ciptaan Allah, tetapi mereka tidak menikah (Mk. 12:25).

Mereka adalah makhluk roh. Tugasnya ialah untuk

melayani Allah, menjadi pembawa berita kepada

manusia, dan membantu manusia yang berada dalam

kesulitan. Adanya malaikat dihubungkan kenyataan

bahwa Allah adalah raja yang mulia dan tidak bisa

dihampiri atau transenden.237 Yesus juga mengakui

adanya malaikat (Mk. 12:25, Mt. 26:53, Lk. 15:7). Tetapi

hanya Allah saja yang harus disembah. Malaikat adalah

ciptaan sama seperti manusia (Why. 22:8-9).

Selain malaikat sebagai pelayan-pelayan Allah di

sorga dengan tugas masing-masing, Alkitab masih

menyebut lagi satu kategori makhluk yang selalu ada di

hadapan takhta Allah. Mereka adalah orang-orang

kudus dan para martir, yaitu orang-orang yang mati

karena mempertahankan iman mereka pada Kristus.

Kitab Wahyu beberapa kali menyebut hal itu (Why. 6:9;

20:4). Juga disebutkan tentang mereka yang meniggal

dunia karena kesusahan yang besar dan yang mencuci

jubah mereka menjadi putih dengan darah anak Domba

(Why 7:14). Sorga disediakan bagi mereka yang telah

237 Donald Guthrie, New Testament Theology. England:

Inter-Varsity Press. hlm. 123

Page 56: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

212

ditebus dari bumi. Dan hanya mereka yang namanya

tercatat dalam kitab kehidupan Anak domba yang akan

berdiri di hadapan takhta Allah (Why. 20:12) untuk

menyanyikan pujian dan penyembahan (Why. 14:3).

Jumlah mereka, seperti tertulis dalam Wahyu 7:4 adalah

144. 000 orang. Semuanya dari ke12 suku Israel.

Apakah hanya itu saja jumlah orang-orang

kudus yang layak berdiri di hadapan takhta Allah.

Sudah pasti bahwa jumlah ini punya arti simbolis. Itu

tidak bisa dipahami sebagai sebuah pengertian

matematis. Alasan pertama, Wahyu adalah kitab

apokaliptik. Banyak yang dikatakan di situ merupakan

ungkapan-ungkapan simbolis. Artinya, data-data itu

menunjuk pada sesuatu arti yang ada di balik apa yang

kelihatan. Kedua, jumlah itu hanya dari suku-suku

keturunan Israel saja. Gereja belum disebutkan.

Yang pasti ialah sorga ada tempat yang

disediakan bagi orang-orang tebusan, yakni mereka

yang mengikuti Anak Domba dan menjauhkan diri dari

berbagai kecemaran dan dosa (Why. 14:4-5). Bukankah

anda juga pengikut Anak Domba itu? Bersiaplah untuk

sukacita itu.

Kata “neraka” muncul tujuh kali dalam Matius

(5:22,29,30, 10:28, 18:9, 23:15, 23:33). Kitab Markus

mencantumkan kata itu tiga kali (9:43,45,47), dan hanya

satu kali dalam kitab Lukas (12:5). Semua ayat ini

membawa kita pada kesimpulan bahwa neraka sebagai

tempat bagi mereka yang hidup dalam pemberontakan

terhadap Allah.

Page 57: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

213

Sebagai tempat hidup tanpa Tuhan, neraka

menjadi tempat penghukuman yang mengerikan. Yesus

bicara tentang api yang tak terpadamkan di dalam

neraka (Mk. 9:43). Jadi adalah lebih baik manusia masuk

ke tempat itu dengan tubuh yang tidak lengkap, dari

pada berada di sana dengan seluruh anggota tubuh

lengkap. Api yang kekal itu dihubungkan dengan

penghukuman yang kekal (Mt. 25:46). Neraka adalah

the eternal tragedy, the eternal human failure.238

Alkitab tidak memberikan petunjuk mengenai

letak neraka: apakah ada di atas atau di bawah bumi.

Kesan yang ditunjukkan Alkitab ialah neraka sebagai

keterpisahan yang kekal dengan Allah.239 Inilah yang

dimaksudkan dengan kematian kedua (Why. 20:14).

Menurut Pengakuan Iman Rasuli neraka ada di bawah.

Itu terjadi karena pengaruh kosmologi dunia sekitar

Alkitab. Orang Yunani menggambarkan dunia sebagai

yang terdiri dari tiga lapisan: atas, tengah dan bawah.

Dunia atas sebagai tempat hidup para dewa, tengah

sebagai tempat tinggal manusia, dan dunia bawah

sebagai tempat iblis.

Tidak adanya petunjuk dari Alkitab mengenai

letak neraka, membawa kita pada kesimpulan bahwa

neraka bukan pertama-tama sebuah gagasan mengenai

tempat. Ia lebih menunjuk pada suasana kehidupan di

mana manusia mengalami sisi gelap dari kasih Allah,

238 Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.

hlm. 836. 239 Ladd, George E. A Theology of the New Testament.

Revised Edition. Michigan: Grand Rapids. 1993. hlm. 839.

Page 58: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

214

yakni keterasingan, kesendirian dan kengerian dalam

kualitas yang mengerikan dan tak berujung.

Jadi neraka bukan seperti yang biasa kita

pahami, yakni tempat di mana iblis memerintah untuk

selama-lamanya sebagai lawan dari sorga. Jika demikian

berarti bahwa neraka sebenarnya adalah sorga bagi Iblis

dan para pengikutnya. Betatapun terbuang dari Allah,

para pengikut Iblis toh akhirnya juga memperoleh

perlindungan dari sang pemimpin, yakni Iblis. Tidak!

Neraka bukanlah tempat Iblis memerintah untuk

selama-lamanya. Ia adalah sisi gelap dari kasih Allah.240

Iblis dan para pengikutnya dilempar ke neraka bukan

untuk mengorganisir kehidupan dalam wujud sebuah

kerajaan baru, melainkan untuk dilupakan selama-

lamanya.

Keberatan terhadap Neraka

Keberadaan neraka sebagai destinasi akhir dari

kehidupan ciptaan dalam arti negatif tidak sepenuhnya

disambut gembira oleh beberapa pemikir Kristen.

Adanya neraka sebagai tempat keterasingan yang kekal

dari hadirat Allah mereka tanggapi sebagai yang

memperlihatkan kegagalan karya keselamatan Allah.

Di depan kami tegaskan bahwa tujuan Allah

dalam karya penciptaan adalah menjadi diriNya sekutu

bagi ciptaan dan menarik ciptaan ambil bagian dalam

240 Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.

hlm. 839.

Page 59: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

215

persekutuan dengan diriNya. Kalau akhirnya ada

sebagian betapapun dalam jumlah yang sedikit terusir

dari hadirat Allah selama-lamanya, hal ini harus dilihat

sebagai tanda kegagalan Allah.241 Selain itu adanya

neraka juga bertentangan dengan hakikat Allah yang

adalah KASIH, kasih yang menutupi segala sesuatu.242

Magis Suseno merumuskan protes ini dengan

sangat keras. Ia mengatakan bahwa ada neraka sebagai

sebagai eternal torture chamber, kamar penyiksaan yang

kekal “merupakan penghinaan terhadap Allah.”

Selanjutnya dia berkata: “Menggambarkan Allah secara

aktif-positif menyebabkan siksaan mendekati hojatan.

Apalagi siksaan untuk selama-lamanya. Manusia yang

buruk pun tidak menginginkan bahwa musuhnya, atau

seorang penjahat luar biasa, disiksa untuk selama-

lamanya. Apalagi hal itu dikaitkan dengan Allah.243

Untuk menjawab problema ini muncul ajaran

apokatastasis, yang secara harafiah berarti pemulihan total. Pada akhirnya semua manusia, tanpa kecuali akan

ambil bagian dalam persekutuan yang kekal dengan

Allah. Origenes (185-254) mengatakan bahwa kuasa

kebangkitan Yesus Kristus tidak akan dapat dikalahkan

oleh perlawanan, juga dari Iblis. Bahkan Iblis pun pada

akhirnya akan disambut kembali dalam kemuliaan

241 Nico Syukur Dister. Teologi Sistematika. hlm. 597. 242 Ebenhaizer I. Nuban Timo. Alam Belum Berhenti

Berbicara. Maumere: Penerbit Ledalero. 2010. hlm. 164. 243 Franz Magnis Suseno. Menalar Tuhan. Yogyakarta:

Kanisius. 2006. hlm. 220.

Page 60: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

216

sorgawi.244 Jurgen Moltmann menegaskan bahwa iblis

sekalipun tidak di luar kasih yang menyelamatkan dari

Allah.245 Neraka memang merupakan tempat

penghukuman, tetapi tidak bersifat pembinasaan

melainkan pemulihan. Allah menghukum dalam rangka

membawa mereka yang dihukum itu kepada

keselamatan.

Ajaran apokatastasis memang ditolak oleh gereja

dalam konsili Latern IV tahun 1215. Di situ ditegaskan

bahwa neraka bersifat kekal. Meskipun begitu

apokatastasis memberi tantangan serius bagi

pemahaman gereja akan kasih Allah. Alkitab

menunjukkan bahwa Allah sendiri mengajarkan

manusia untuk mengampuni 70x7x (Mt. 18:22), untuk

manusia mengasihi musuh dan mendoakan para

penganiaya (Mt. 5:44). Bagaimana mungkin Allah yang

mengajarkan hal ini bertindak lain?

Dalam dogma tentang Allah kami tegaskan

bahwa Allah tidak berubah dalam kasih kepada ciptaan.

Kasih bernyala-nyala untuk membawa manusia dalam

persekutuan dengan diriNya. Kasih yang bernyala-nyala

itu muncul dalam bentuk cemburu yakni semangat yang

tak terbendung oleh apapun untuk menyelesaikan

semua bentuk upaya menjauhkan ciptaan dari diriNya.

Dilihat dari sudut pandang ini ajaran

apokatastasi memanggil gereja untuk mewaspadai

244 Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.

hlm. 827. 245 J. Moltmann. God in Creation. hlm. 169.

Page 61: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

217

ajarannya tentang neraka. Kalau ada neraka, itu harus

lebih dipahami sebagai tindakan oleh yang

bersangkutan sendiri.246 Manusia itu sendiri yang tidak

mau menerima pengampunan dan undangan Allah

untuk hidup sebagai sekutu Allah.247

Apalagi kalau diperhatikan, dalam pengakuan

imannya gereja sama sekali tidak berkata apa-apa

tentang neraka. Yang menjadi pokok pengakuan gereja

tentang hal-hal terakhir hanyalah: pengampunan dosa,

kebangkitan daging dan hidup yang kekal. Allah

mengulurkan tangannya untuk memberikan

pengampunan dosa, kebangkitan daging dan hidup yang

kekal bagi manusia. Tangan Allah yang terulur itu tidak

pernah ditarik kembali.

Kegagalan manusia untuk menjawab: YA kepada

Allah adalah hal yang real. Manusia dari dirinya sendiri

tidak bisa dan tidak mau menjadi sekutu Allah. Tetapi

kematian dan kebangkitan Kristus serta pencurahan Roh

Kudus merupakan sebuah sinyal bahwa jawaban YA

dari manusia kepada Allah adalah sebuah keniscayaan.

Untuk hal yang satu ini masih merupakan rahasia,

misteri. Hanya Allah sendiri yang tahu tujuan akhir dari

mereka yang hidup dalam permusuhan denganNya.

246 Ebenhaizer I. Nuban Timo. Alam Belum Berhenti

Berbicara. hlm. 164. 247 Franz Magnis Suseno. Menalar Tuhan. hlm. 220.

Page 62: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

218

Protologi dan Eskatologi

Eskatologi sebagaimana sudah kami katakan

bukan pertama-tama menyangkut hal-hal terakhir,

tetapi menyangkut telos, tujuan dari karya-karya Allah.

Kami juga sudah tunjukkan bahwa eskatologi bukan satu

bab khusus dari dogmatika, juga tempatnya bukan di

akhir dari karya dogmatika. Eskatologi hadir di setiap

bab dan mewarnai setiap pokok percakapan tentang

karya Allah.

Itu berarti eskatologi berhubungan erat dengan

penciptaan, pendamaian dan penyelamatan. Semua

karya Allah dalam sejarah mengarah pada satu tujuan.

Tujuan itu kami namakan perjanjian, yakni moment di

mana Allah menampakan diriNya secara penuh sebagai

sekutu manusia dan manusia ditarik masuk untuk

menikmati secara penuh persekutuan dengan Allah

dalam status sebagai sekutu yang kekal. Penciptaan

adalah protologi sedangkan perjanjian merupakan

eskatologi.

Jelasnya, penciptaan, pendamaian dan

penyelamatan mengarah kepada peristiwa perjanjian,

sedangkan perjanjian berdasar pada penciptaan,

pendamaian dan penyelamatan. Jadi adalah keliru untuk

mengatakan bahwa eskatologi meniadakan atau sama

sekali berbeda dari protologi.248 Tidak! Tujuan sejarah

yang Tuhan Allah tunjukan pada saat parousia

248 E.I. Nuban Timo. The Eschatological Dimension. hlm.

340.

Page 63: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

219

berkorespondensi dengan apa yang Allah sudah lakukan

dalam sejarah.

Tetapi juga adalah keliru untuk mengatakan

bahwa eskatologi merupakan sekedar kelanjutan dari

protologi. Yang benar ialah eskatologi lebih dari

protologi. Ada hal-hal lebih besar lagi, yang sekarang

belum terbayangkan yang akan Allah tunjukan di

penghujung sejarah. Ia juga sekaligus merupakan

penggenapan dari keputusan kekal Allah yang diambil

di dalam kekekalan, atau yang kami sebut sebagai primal history.249

Dua kekeliruan ini sudah kami tunjukan dengan

menegaskan tentang adanya kontinutas sekaligus

diskontinutas dari sejarah, manakala tiba hari yang besar

itu, yakni saat di mana Allah menyingkapkan secara

penuh tujuan dari karya-karyanya. Kami katakan bahwa

Allah tidak menciptakan langit dan bumi yang baru,

juga tidak membentuk manusia untuk kali yang kedua.

Yang Allah buat ialah mentransformasi ciptaan yang

lama menjadi ciptaan yang baru.

Eskatologi dan Primal History

Eskatologi merupakan penggenapan dari

keputusan kekal Allah yang diambil di dalam primal history. Apa itu primal history? Berkali-kali ungkapan

249 J.M. van „t Kruis. De Geest als missionaire beweging.

Een onderzoek naar de functie en toerekendheid van

gereformeerde theologie in de huidige missiologische

discussie. Zoetemeer. 1998. hlm. 141.

Page 64: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

220

ini kami pakai. Barth menamakan primal history, the beginning of God‟s ways and works, awal mula dari

segala jalan Allah.250 Jadi primal history menunjuk

kepada waktu sebelum ada langit dan bumi. Lebih tepat

primal history menunjuk pada keberadaan Allah di

dalam kekekalan.

Berkali-kali di dalam buku ini kami katakan

bahwa semua yang Allah kerjakan dalam waktu, mulai

dari penciptaan sampai dengan penyelamatan adalah

aktualisasi atau perwujudan dari keputusan yang Allah

ambil dalam primal history. Ada tiga implikasi konkret

dari penegasan ini.

Pertama, karya-karya Allah dalam sejarah bukan

sesuatu yang terjadi begitu saja. Penciptaan, pendamaian

dan penyelamatan bukan pekerjaan Allah karena

dipaksa oleh sesuatu kuasa di luar diriNya. Tidak! Allah

melakukan pekerjaan-pekerjaan itu atas dasar

keputusanNya yang bebas. Sebelum berkarya, Allah

merencanakan karya itu secara matang. Itu sebabnya

hasil dari karya itu, seperti kata Alkitab sungguh amat

baik adanya (Kej. 1:31).

Kedua, Allah adalah pribadi yang bekerja. Ia

tidak hanya berkerja dalam sejarah. Sebelum sejarah ada

Allah sudah bekerja dan setelah sejarah berakhir Allah

juga terus bekerja. Allah karena itu bukan deus otiosus. Mazmur 121:3-4 menegaskan itu dalam kalimat bahwa

penjaga Israel tidak terlelap dan tidak tertidur. Ia

250 E.I. Nuban Timo. The Eschatological Dimension. hlm.

201.

Page 65: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

221

menjaga keluar masuk ciptaanNya dari sekarang sampai

selama-lamanya.

Ketiga, ada keterkaitan erat antara apa yang

Allah lakukan di dalam sejarah dan di luar (sebelum dan

setelah) sejarah. Sejarah merupakan aktualisasi dari apa

yang terjadi dalam kekekalan sedangkan kekekalan

adalah dasar dan tujuan dari semua yang terjadi dalam

sejarah. Allah karena itu setia pada diriNya (2 Tim.

2:13). Kesetiaan Allah pada apa yang diputuskanNya di

primal history menjadi jaminan bahwa barang siapa

yang mempertaruhkan hidupnya kepada Allah ia tidak

akan dipermalukan.

Di primal history Allah bekerja. Ia menetapkan

keputusan yang tidak akan Dia ubah. Isi ringkas dari

keputusan itu adalah menjadikan manusia sebagai

sekutuNya, dan menjadikan diriNya sebagai sekutu

manusia. Seluruh karya Allah di dalam sejarah adalah

untuk mewujudkan keputusan itu. Perwujudan yang

sempurnanya terjadi pada parousia. Uraian detail

mengenai isi keputusan kekal Allah di primal history

sudah kami buat dalam buku sebelumnya. Bagi yang

berminat mengetahui hal itu dapat membacanya di

sana.251

251 Eben Nuban Timo. Pemberita Firman Pencinta

Budaya. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2006. Khusus bab

mengenai predestinasi.

Page 66: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

222

Arti Etis Dogma Eskatologi

Eskatologi menarik perhatian kita pada tujuan

dari karya-karya Allah. Tujuan itu baru akan dinyatakan

secara definitif dan penuh pada peristiwa parousia, yakni pada kedatangan kembali Yesus Kristus. Yesus

Kristus yang menjadi figur sentral pada peristiwa

parousia ternyata bukan tokoh yang sama sekali baru. Ia

yang akan datang kembali sudah datang dalam peristiwa

paskah dan sedang datang dalam Roh sejak peristiwa

Pentakosta.

Karena itu tujuan dari karya-karya Allah bukan

merupakan sebuah misteri yang baru akan disingkapkan

pada parousia. Tujuan itu sudah mulai dinyatakan juga

pada masa kini. Dengan demikian apa yang akan terjadi

di masa depan sudah mulai diantisipasi dalam peristiwa

paskah dan pentakosta. Dalam arti ini, paskah dan

pentakosta merupakan arrabon, jaminan atau uang

muka dari apa yang akan terjadi pada parousia.252

Dogma eskatologi menempatkan manusia dalam

sebuah ketegangan antara sudah dan belum. Hal-hal

terakhir itu sudah mulai dinyatakan tetapi belum selesai

dituntaskan. Manusia masih terus berharap penyelesaian

akhirnya dengan berpijak pada hal-hal yang sudah

diwujudkan Allah.

Dengan demikian respons yang patut dari

manusia dalam ketegangan antara yang sudah dan

belum ini tidak lain adalah hidup dalam pengharapan.

252 E.I. Nuban Timo. The Eschatological Dimension. hlm.

342.

Page 67: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

223

Kasih, iman dan pengharapan adalah tiga sikap hidup

yang patut manusia jalani sebagai responsnya kepada

Allah yang berkarya demi keselamatannya. Kasih, iman

dan pengharapan sebenarnya bukan tiga sikap hidup

melainkan tiga aspek dari satu sikap hidup.

Dalam dogma penciptaan kami katakan bahwa

respons manusia adalah hidup dalam kasih terhadap

dunia dan kemanusiaan baru yang diantisipasi Allah

dalam karya itu. Dalam dogma pendamaian dan

penyelamatan kami tegaskan tentang iman sebagai

respons manusia terhadap karya pendamaian dan

penyelamatan Allah. Iman artinya manusia menjalani

hidupnya dalam kesadaran bahwa dalam segala hal ia

selalu berada dalam perjumpaan dengan Kristus.

Sekarang, dalam dogma ekskatologi respons yang patut

dari manusia adalah hidup dalam pengharapan.

Pengharapan kata Barth adalah tujuan dari kasih

dan iman.253 Manusia dipanggil mengasihi Allah dan

sesama, juga untuk hidup dalam perjumpaan yang

mendatangkan keselamatan dengan Allah dan sesama

karena berharap akan dunia dan kemanusiaan baru yang

akan diwujudkan secara sempurna di parousia. Inilah isi

dari penugasan (vocation)254 selama masa antara

kenaikan ke sorga sampai dengan kedatangan kembali

Yesus Kristus. Manusia mempraktekkan kasih dan iman

karena berharap akan perealisasian akhir dari

253 Karl Barth. Church Dogmatics. IV/3. hlm. 913. 254 Perhatikan pembahasan mengenai vocation dalam

buku kedua dari trilogi ini.

Page 68: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

224

kemanusiaan baru yang sudah mulai nyata dalam

paskah.

Dalam arti ini pengharapan dapat kita

umpamakan sebagai minyak yang menjaga agar pelita

kasih dan iman kita tetap bernyala. Kasih kita kepada

sesama dan karya-karya iman kita saat ini memang tidak

sempurna. Ada juga banyak hambatan, tantangan dan

ancaman yang mencoba untuk memperlemah kasih dan

iman akan dunia dan kemanusiaan baru. Tetapi karena

kita tahu bahwa kasih dan iman kita tidak sia-sia

melainkan akan ditransformasi oleh Allah untuk layak

dipersembahkan ke hadapan takhta Allah (Why.

21:24,26) maka kita tidak boleh undur dari kasih dan

iman itu.

Demikianlah dogma tentang penciptaan,

pendamaian dan penyelamatan sebagaimana yang sudah

kami uraikan secara panjang lebar dalam buku trilogi ini

menegaskan kepada kita untuk tetap hidup dalam kasih,

iman dan pengharapan akan Allah. Ia telah memulai

karya itu tanpa persetujuan manusia, dengan tidak

memperhitungkan kontribusi apapun dari manusia.

Tetapi Ia tidak ingin dan tidak pernah mau

menyelesaikan karya-karya itu seorang diri, tanpa

partisipasi manusia. Ia bertindak untuk membuat

manusia ambil bagian aktif dalam penyelesaian akhir

dari karya-karya itu. Ia juga akan memperhitungkan

karya-karya manusia pada saat penyelesaian akhir itu.

Page 69: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

225

Catatan Penutup

Pekerjaan yang melelahkan tetapi sekaligus

menimbulkan gairah. Inilah pengalaman kami selama

menulis buku ini. Saat kami sampai pada bagian-bagian

yang krusial dalam pembahasan (atribut-atribut dan

jenis kelamin Allah, konsep kenosis dalam penciptaan,

korban berdarah, pandangan tentang kematian dan sub-

sub bagiannya) kami merasa kehabisan energi dan

enggan melanjutkan pekerjaan. Gagasan penuh di kepala

kami, tetapi kami bingung mencari data pendukung dari

karya-karya para pakar.

Syukur kepada Allah, pada saat kami merasa

tidak berdaya meneruskan pembahasan, ada saja

kegairahan baru yang kami temukan. Dengan tidak

disangka-sangka kami menemukan buku-buku atau

artikel-artikel dalam jurnal yang membangkitkan

kembali semangat. Semuanya datang secara

mengejutkan, misalnya waktu menemani anak membeli

buku di Gramedia, atau kiriman paket buku dari

sejumlah teman yang ketika diperiksa ternyata

membahas gagasan yang sedang menjadi pergumulan

kami.

Atas dasar itu kami berkeyakinan bahwa buku

ini sebenarnya merupakan bagian dari wahyu yang kami

terima. Sebagai wahyu, ia merupakan pemenuhan atau

perluasan dari sesuatu ide, gagasan, pengetahuan yang

Page 70: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

226

kami pikirkan. Kami sungguh menaikan syukur kepada

Allah Tritunggal, yang menurut kami ikut bekerja

dalam seluruh proses penyelesaian buku ini. Seakan-

akan Allah ikut bekerja agar buku ini diselesaikan. Allah

ikut bersejarah dengan penulis dalam merampungkan

buku ini. Betapapun begitu, buku ini tetap berada dalam

tanggung jawab kami. Untuk itu perkenankan kami

mengatakan beberapa hal lagi sebagai penjelasan

mengenai isi keseluruhan buku ini.

Pertama, buku ini lebih merupakan sebuah

refleksi teologi yang bercorak elevasi, bukan restorasi.

Pola berteologi yang kami kembangkan di sini tidak

melihat ke belakang kepada apa yang disebut proton, melainkan menatap ke depan kepada eskaton. Kami

membicarakan karya-karya Allah secara teleologi. Itu

sebabnya kami melihat penciptaan sebagai yang

berkarakter belum selesai. Allah terus memproses

ciptaan itu agar berpadanan dengan tujuannya yang

akan disingkapkan pada parousia. Karya pendamaian

dan penyelamatan Allah bukan sekedar memperbaiki

kerusakan pada ciptaannya, melainkan juga untuk

mentransformasi ciptaan itu. Inilah yang corak elevasi

teologi.

Teologi yang bercorak restorasi melihat

penciptaan sebagai hal yang sudah selesai. Kalau Allah

masih terus bekerja pasca pencipataan itu tidak lain

untuk melakukan restorasi, reparasi atau memformat

ulang kerusakan atau penyimpangan dalam ciptaannya

yang disebabkan oleh dosa. Dalam teologi yang bercorak

restorasi, eskhatologi identik dengan protologi.

Page 71: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

227

Hal kedua, kami tidak bermaksud untuk

menunjukkan kepada pembaca hal-hal yang patut

dipercayai dan yang patut ditolak. Apa yang kami buat

adalah menjelaskan ulang kepada pembaca masa kini isi

kepercayaan gereja yang dirumuskan pada masa lalu.

Dalam upaya ini di beberapa tempat kami melakukan

manufer-manufer yang mengganggu, seperti mencari

route yang baru atau mengkonstruksi gambaran

alternatif untuk membuat warisan iman gereja itu

berbicara secara lebih bermakna bagi warga gereja pada

masa kini, tanpa merubah substansi pemberitaan.

Akibat dari manufer-manufer ini perubahan arti

dari rumusan-rumusan iman yang diterima secara

turun-temurun tidak terhindarkan. Pastilah pembaca

bukan hanya terganggu melainkan menolak perubahan

arti itu. Predikat nabi palsu dan pembawa ajaran sesat

sudah diberikan kepada kami oleh sekelompok orang di

Kupang mencermati fragmen-fragmen perenungan

dogmatis yang kami munculkan dalam surat kabar lokal.

Tetapi menurut kami perubahan arti itu perlu,

mengingat konteks di mana rumusan-rumusan iman

dihayati sudah mengalami perubahan. Tentu saja kami

tidak bermaksud bahwa arti baru itu harus diterima

sebagai pengganti dari arti rumusan iman yang

mentradisi. Arti yang kami ajukan ini hendaklah dilihat

sebagai alternatif demi menujukkan bahwa karya-karya

Allah tidak pernah akan habis dipahami maknanya dan

diselami artinya. “Tak berkesudahan kasih setia

TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru

tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!” (Rat. 3:22-23).

Page 72: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

228

Hal ketiga dan terakhir dari buku ini

berhubungan dengan fakta yang dicatat Jongeneel

berikut ini.255 Dogmatika adalah satu fungsi dari iman

Kristen dan dari gereja Kristen. Di bagian mana saja dari

belahan bumi di mana Injil Kristus diberitakan dan

gereja ditemukan di situ dogmatika harus juga

dikerjakan.

Dogmatika dikerjakan di mana ada gereja dan

ada pemberitaan Injil Kristus. Tetapi tidak ada yang

namanya dogmatika Belanda, dogmatika Swiss,

dogmatika India dan dogmatika Indonesia. Yang ada

ialah dogmatika di Belanda, di Swiss, di India dan di

Indonesia. Dogmatika di Belanda relevan untuk Swiss,

dogmatik Indonesia cocok juga untuk India, dst., karena

dogmatika adalah satu fungsi dari gereja dan iman

Kristen yang bersifat lintas budaya dan negara. Batas-

batas negara, budaya dan nasionalitas tidak berlaku bagi

dogmatika.

Pernyataan tadi hendak menekankan kebenaran

kembar dari sebuah karya dogmatikam yakni ia bersifat

ekumenis (lintas budaya) sekaligus juga kontekstual.

Domatika di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari

dogmatika di bagian lain dari bumi ini, sekaligus juga

harus tetap menjaga keterikatannya atau kesatuannya

dengan sejarah dan pergumulan masyarakat di

Indonesia.

255 J.A.B. Jongeneel. “Christelijke Dogmatiek in

Indonesie.” Dalam: Kerk en Theologie. 23e Jaargang. No.3 Juli

1972. „S-Gravenhage: Boekencentrum. hlm. 209.

Page 73: Bab IV Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6285/5/BOOK_Ebenhaizer I... · 159 penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak

229

Buku ini merupakan sebuah percobaan untuk

mewujudkan ketegangan rangkap yang melekat dalam

setiap karya dogmatika. Itu sebabnya dalam setiap

halaman yang sudah dilewati tak henti-hentinya kami

mengganggu kenikmatan pembaca dengan berbagai

rujukan yang diambil dari karya para pemikir baik di

dalam maupun di luar Indonesia.

Berganda terima kasih kami sampaikan kepada

Pdt. Profesor Dr. John A. Titaley (Rektor UKSW), Pdt.

Prof. Dr. Solarso Sopater (Ketua Umum PGI tahun

1989-1999) dan Pdt. Dr. Anderias. A. Yewangoe (guru

dogmatikaku dan Ketua Umum PGI 2005-2014) dan

Pdt. Dr. Thobias Messakh (Ketua Sinode GMIT 1982-

1991 & 1999-2003) yang membaca naskah buku ini dan

memberikan catatan-catatan yang membuat buku ini

layak dipublikasikan. Ucapan terima kasih juga penulis

sampaikan kepada anak rohani kami: Yafet Ranboki

yang membaca kembali seluruh naskah ini sambil

membuat koreksi tata bahasa. Dia juga yang terus

bertanya kapan buku ini selesai. Bahkan sebelum selesai

ditulis, dia sudah mempromosikan kepada banyak

rekannya. Kepada Penerbit Satya Wacana yang bersedia

mempublikasikan karya ini, penulis juga sampaikan

berganda terima kasih.