BAB IV dan Lampiran Pengolahan Air
-
Upload
arinil-haq -
Category
Documents
-
view
16 -
download
6
description
Transcript of BAB IV dan Lampiran Pengolahan Air
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Air sampel yang digunakan adalah air gambut dari depan rektorat.
Percobaan dilakukan dengan menggunakan variabel debit air yaitu 10 L/jam dan
20 L/jam. Koagulan yang digunakan adalah tawas sebanyak 1 kg. Pengambilan
sampel untuk diuji sebanyak 20 ml dilakukan setiap selesai proses sedimentasi.
3.1 Pengukuran TSS
Sampe
lBerat Kertas Saring Kosong
Berat Kertas Saring +
Sampel
0 0,70 gram 0,82 gram
I 0,75 gram 0,78 gram
II 0,74 gram 0,80 gram
20ds
Sampel awal berupa air yang belum disedimentasi (Sampel 0), disaring
dengan kertas saring untuk kemudian diukur Total Suspended Solid (TSS)-nya.
Dari berat kertas saring 0,7 gram, setelah digunakan untuk menyaring air sampel 0
sebanyak 20 mL dan dioven, didapati beratnya berubah menjadi 0,82 gram. Dari
data tersebut, TSS untuk Sampel 0 ini terhitung sebanyak 6x10-3 mg/L.
Pada sampel berikutnya, Sampel I, yaitu air hasil sedimentasi dengan
debit air sebesar 10 L/jam dilakukan hal serupa. 20 ml air sampel disaring dengan
kertas saring dengan berat 0,75 gram yang setelah dioven beratnya berubah
menjadi 0,78 gram. Perhitungan TSS-nya didapat sebesar 1,5x10-3 mg/L.
Untuk air hasil sedimentasi dengan debit 20 L/jam (Sampel II), diambil
sebanyak 20 mL untuk disaring dengan kertas saring dengan berat 0,74 gram dan
dioven hingga kering dan dari data berat akhirnya sebesar 0,80 gram didapat nilai
TSS-nya sebesar 3x10-3 mg/L.
Dari grafik dapat dilihat bahwa proses sedimentasi menurunkan Total
Suspended Solid air sampel, namun peningkatan debit aliran mengurangi
efektifitas proses sedimentasi sebab debit berbanding terbalik dengan efisiensi
penghilangan TSS. Hal ini dipengaruhi oleh pola aliran air. Semakin tinggi debit
air, maka pola aliran air akan semakin turbulen. Sebagaimana kita ketahui, pola
aliran turbulen merupakan pola aliran dengan kecepatan tinggi pergerakan partikel
tidak teratur. Pergerakan seperti ini tidak diinginkan sebab akan memperlama
proses pengendapan dan menurunkan efisiensi kerja unit sedimentasi. (Lopez,
2008).
3.2 Pengukuran TDS
Total Dissolved Solid (TDS) ketiga sampel diukur menggunakan alat
TDS Meter. TDS untuk sampel 0, I, dan II berturut-turut terukur sebesar 1650
mg/L, 1240 mg/L, dan 1290 mg/L.
Sebagaimana pada TSS, kenaikan debit air juga berpengaruh buruk
terhadap efisiensi penurunan TDS. Dari grafik dapat dilihat bahwa TDS pada
sampel dengan debit 10 L/jam lebih rendah dibandingkan TDS pada sampel
dengan debit 20 L/jam. Hal ini diperkuat dengan lebih rendahnya efisiensi
penurunan TDS pada sampel II jika dibandingkan dengan sampel I. Unit
sedimentasi membutuhkan kondisi aliran yang laminer untuk menjamin terjadinya
pengendapan (Hadisoebroto dan Notodarmojo, 2004). Oleh karena itu, aliran yang
semakin cepat akan menghambat proses sedimentasi yang dibuktikan dengan
tingginya TDS yang tersisa pada sampel dengan aliran debit yang lebih tinggi.
3.3 Pengukuran TS
Ketiga sampel diukur Total Solid (TS)-nya dengan cara menguapkan
masing-masing air sampel dalam oven dengan menggunakan wadah cawan
porselen.
Sampel Berat Cawan Kosong Berat Cawan + Sampel
0 23,64 gram 23,73 gram
I 23,34 gram 23,41 gram
II 29.94 gram 29,99 gram
Untuk sampel 0 yang ditempatkan pada cawan kosong dengan berat
23,64 gram, setelah dioven didapat berat cawan yang telah berisi sample sebesar
23,73 gram. Setelah diukur, didapat nilai TS sampel 0 yaitu 4,5x10-3 mg/L.
Pengukuran TS untuk sampel I dilakukan dengan mengoven cawan
kosong dengan berat 23,34 gram yang diisi air sampel hingga seluruh air menguap
dan berat akhir cawan didapat sebesar 23,41 gram. Total Solid sampel I yaitu
3,5x10-3 mg/L.
Sampel II, yang telah melalui proses sedimentasi dengan variasi debit 20
L/jam dioven pada cawan dengan berat kosong 29,94 gram dan berat akhir cawan
yang telah berisi sampel adalah 29,95 gram, sehingga didapat TS sampel sebesar
2,5x10-3 mg/L.
Total Solid (TS) merupakan penjumlahan dari TSS dan TDS, jadi secara
teori, TS yang tersisa pada sampel juga akan meningkat seiring dengan naiknya
debit air, sebab sebagaimana diketahui, peningkatan laju air akan memperlambat
proses sedimentasi.
Namun, pada percobaan didapati hal yang sebaliknya, dimana TS sampel
menurun seiring dengan kenaikan debit air. Diperkirakan, hal ini disebabkan oleh
kesalahan pada saat pengeringan sampel yang kurang sempurna atau tidak merata
pada setiap kali pengeringan. Disamping itu, kesalahan juga mungkin terjadi
diakibatkan oleh penimbangan cawan porselen yang kurang akurat, sehingga
didapati massa awal cawan porselen yang bervariasi dan berpengaruh pada
penimbangan setelah diisi sampel.
3.4 Efisiensi Pengendapan
Efisiensi pengendapan dilihat dari persentase TDS, TSS, dan TS yang
tersisa di air hasil sedimentasi. Persentase TDS, TSS, dan TS air setelah proses
sedimentasi untuk debit 10 L/jam dan 20 L/jam adalah berturut-turut 24,85% dan
21,82%, 75% dan 50%, serta 22,22% dan 44,44%.
8 10 12 14 16 18 20 220
102030405060708090
100
Grafik Persentase Efisiensi Sedimentasi terhadap Debit Air
TDS
TSS
TS
Debit Air (L/jam)
Efi
sien
si P
enge
ndap
an (%
)
Dari grafik, dapat dilihat bahwa efisiensi sedimentasi menurun seiring
peningkatan debit menurut TDS dan TSS, namun menunjukkan hal yang
sebaliknya pada TS. Ketidaksesuaian pada TS merupakan suatu kesalahan, sebab
menurut teori, peningkatan debit aliran akan memiliki dampak negatif terhadap
efisiensi sedimentasi. Hal ini diperkirakan merupakan kesalahan pada saat
percobaan yaitu pada saat penimbangan cawan porselen yang merupakan wadah
air yang diuapkan untuk diuji TS-nya.
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN
Sampel 0 : Air awal yang belum disedimentasi
Sampel I : Air yang disedimentasi dengan debit inlet 10 L/jam
Sampel II : Air yang disedimentasi dengan debit inlet 20 L/jam
A. Pengukuran TSS
Sampel 0:
TSS = (berat kertas saring+sampel )−berat kertas saring
volume sampel
= 0,82 gram−0,7 gram
20 ml=6 × 10-3 mg/L
Sampel I
TSS= (berat kertas saring+sampel )−berat kertas saring
volume sampel
= 0,78 gram−0,75gram
20 ml=1,5 ×10-3 mg/L
ηTSS = C¿−C eff
C¿×100 %
= 6 ×10−3 mg / L−1,5 ×10−3 mg /L
6 ×10−3mg /L×100 %=75 %
Sampel II
TSS= (berat kertas saring+sampel )−berat kertas saring
volume sampel
= 0,80 gram−0,74 gram
20 ml=3 ×10-3 mg/L
ηTSS = C¿−C eff
C¿×100 %
= 6 ×10−3 mg / L−3 × 10−3 mg / L
6 ×10−3mg /L×100 %=50 %
B. Pengukuran TDS
Sampel 0 : 1650 mg/L
Sampel I : 1240 mg/L
ηTDS= C¿−C eff
C¿×100 %
= 1650 mg /L−1240 mg / L
1650 mg /L×100 %=24,85 %
Sampel II: 1290 mg/L
ηTDS= C¿−C eff
C¿×100 %
= 1650 mg /L−1290 mg / L
1650 mg /L×100 %=21,82 %
C. Pengukuran TS
Sampel 0:
TS= (berat cawan+sampel )−berat cawan
volume sampel
= 23,73 gram−23,64 gram
20 ml=4,5 ×10-3 mg/L
Sampel I:
TS= (berat cawan+sampel )−berat cawan
volume sampel
= 23,41 gram−23,34 gram
20 ml=3,5 ×10-3 mg/L
ηTS = C¿−C eff
C¿×100 %
= 4,5 ×10−3mg /L−3,5× 10−3 mg / L
4,5 × 10−3 mg / L×100 %=22,22 %
Sampel II:
TS= (berat cawan+sampel )−berat cawan
volume sampel
= 29,99 gram−29,94 gram
20 ml=2,5 × 10-3 mg/L
ηTS = C¿−C eff
C¿×100 %
= 4,5 ×10−3mg /L−2,5× 10−3 mg / L
4,5 × 10−3 mg / L×100 %=44,44 %