BAB IV ANALISIS TENTANG MANAJEMEN KELAS PAI DI...

11
50 BAB IV ANALISIS TENTANG MANAJEMEN KELAS PAI DI SMA GITA BAHARI SEMARANG A. Analisis Manajemen kelas PAI di SMA Gita Bahari Untuk mewujudkan sistem pendidikan yang berkualitas, ada banyak prasyarat yang harus dipenuhi untuk mewujudkan cita-cita tersebut. Mastuhu menyebut ada 16 prasyarat yang harus dipenuhi agar pendidikan bisa masuk kategori bermutu. Keenam belas prasyarakt tersebut adalah Paradigma Akademik, Tata Among: Governance, Demokrasi Pendidikan, Otonom, Akuntabilitas, Evaluasi Diri, Akreditasi, Kompetensi, Kecerdasan, Kurikulum, Pembelajaran, Sumber Daya Manusia, Dan Perpustakaan (termasuk Laboratorium dan alat Pembelajaran), Lingkungan Akademik dan Kerja Jaringan. 1 Dari enam belas point tersebut kita menemukan ada satu tema yang berkaitan dengan pembahasan karya ini, yakni tentang metodologi pembelajaran. Tetapi perlu diingat cara atau metode yang baik jika tidak dibarengi dengan pengelolaan yang baik pula, maka kelas yang efektif sulit untuk diwujudkan. Dari sinilah diperlukan satu bentuk pengelolaan atau manajemen yang mendukung terciptanya proses kelas yang efektif, efisien dan tepat guna. Hal ini harus diwujudkan karena dalam kelas merupakan bagian integral dari pendidikan itu sendiri. Sementara dalam pendidikan, ada kaidah-kaidah yang harus dipenuhi oleh para pelaku pendidikan, baik guru, siswa dan elemen yang ada dalam satu institusi pendidikan termasuk orang tua. Secara filosofis, banyak norma yang harus diakui secara fundamental dalam pendidikan yaitu: 1. Perlu diusahakan agar cinta akan kebenaran, kebaikan kesederhanaan dan kerjasama, dapat tumbuh dalam jiwa seorang anak. Agar tendensi 1 Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21, (Jogjakarta: Safiria Insani Press bekerjasama dengan MSI UII, 2003), 66-123.

Transcript of BAB IV ANALISIS TENTANG MANAJEMEN KELAS PAI DI...

50

BAB IV

ANALISIS TENTANG MANAJEMEN KELAS PAI

DI SMA GITA BAHARI SEMARANG

A. Analisis Manajemen kelas PAI di SMA Gita Bahari

Untuk mewujudkan sistem pendidikan yang berkualitas, ada banyak

prasyarat yang harus dipenuhi untuk mewujudkan cita-cita tersebut.

Mastuhu menyebut ada 16 prasyarat yang harus dipenuhi agar pendidikan

bisa masuk kategori bermutu. Keenam belas prasyarakt tersebut adalah

Paradigma Akademik, Tata Among: Governance, Demokrasi Pendidikan,

Otonom, Akuntabilitas, Evaluasi Diri, Akreditasi, Kompetensi, Kecerdasan,

Kurikulum, Pembelajaran, Sumber Daya Manusia, Dan Perpustakaan

(termasuk Laboratorium dan alat Pembelajaran), Lingkungan Akademik dan

Kerja Jaringan.1

Dari enam belas point tersebut kita menemukan ada satu tema yang

berkaitan dengan pembahasan karya ini, yakni tentang metodologi

pembelajaran. Tetapi perlu diingat cara atau metode yang baik jika tidak

dibarengi dengan pengelolaan yang baik pula, maka kelas yang efektif sulit

untuk diwujudkan. Dari sinilah diperlukan satu bentuk pengelolaan atau

manajemen yang mendukung terciptanya proses kelas yang efektif, efisien

dan tepat guna.

Hal ini harus diwujudkan karena dalam kelas merupakan bagian

integral dari pendidikan itu sendiri. Sementara dalam pendidikan, ada

kaidah-kaidah yang harus dipenuhi oleh para pelaku pendidikan, baik guru,

siswa dan elemen yang ada dalam satu institusi pendidikan termasuk orang

tua. Secara filosofis, banyak norma yang harus diakui secara fundamental

dalam pendidikan yaitu:

1. Perlu diusahakan agar cinta akan kebenaran, kebaikan kesederhanaan

dan kerjasama, dapat tumbuh dalam jiwa seorang anak. Agar tendensi

1 Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21, (Jogjakarta: Safiria Insani Press bekerjasama dengan MSI UII, 2003), 66-123.

51

tersebut mendapat pengaruh yang baik, pendidikan perlu dilaksanakan

dengan iluminasi dan pemberian semangat mengenai segala kebaikan.

2. Pengaruh pendidikan hendaklah diusahakan agar meresap ke dalam

pribadi anak. Cara-cara pelaksanaan untuk ini adalah sebagai berikut:

3. Mula-mula mengikuti adanya perhatian spontan dan kecenderungan-

kecenderungan wajar yang ada pada anak. Dengan melatih akal dan

ingatan sebaik-baiknya dengan ceritera-ceritera yang mengandung ajaran

yang dalam. Pendidikan juga harus berusaha agar pribadi anak didik

mampu mengadakan adesi dengan realita. Hendaklah diuasahakan agar

pengetahuan yang diberikan kepada anak didik itu dipilih sedemikian

agar adesi dapat berlangsung sebaik-baiknya.

4. Pendidikan dan pengajaran adalah sarana untuk mewujudkan kebulatan

jiwa manusia dalam pribadi yang bulat dan seimbang pula. Pendidikan

dan pengajaran perlu mempunyai implikasi terhadap pengalaman dengan

menempatkan pendidikan intelek sebagai prioritas utama. Jadi, apa yang

dilakukan ini tidak semata-mata bersendikan atas spontanitas anak-anak.

5. Tujuan pengajaran adalah agar anak didik dengan akalnya dapat

menguasai apa yang ia pelajari. Dengan demikian, ia tidak berada di

dalam ikatan pekerjaannya, tetapi justru di atasnya.2

Kaidah-kaidah tersebut, tentu saja harus menjadi titik tolak semua

proses-proses pembelajaran. Artinya, berhasil tidaknya sebuah kelas sangat

terkait erat dengan bagaimana kelas itu dikelola. Dan pengelolaan itu akan

berjalan dengan baik jika ada pemahaman yang komprehensif terhadap

norma-norma ini.3

Oleh pemerintah, konsep tersebut diterjemahkan dalam berbagai

kurikulum tentang pendidikan, termasuk PAI. Untuk level SMA, kelas PAI

2 Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan: Sistem dan Metode, (Jogjakarta: Andi Offset, 1994), hlm. 75.

3 Dalam konteks ini ada baiknya jika kita sedikit berbicara tentang fungsi negara dalam pengembangan pendidikan. Fungsi pemerintah dalam wilayah pendidikan adalah sebagai pendorong, dan pemberi fasilitas dimana warga bisa berperan aktif secara mandiri dalam kegiatan pendidikan. Abdul Munir Mulkhan, Nalar Spiritual Pendidikan: Solusi Problem Filosofis Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002), hlm. 276.

52

memiliki beberapa fungsi antara lain (a) pengembangan keimanan dan

ketakwaan kepada Allah SWT serta akhlak mulia peserta didik seoptimal

mungkin, yang telah ditanamkan lebih dahulu dalam lingkungan keluarga.

(b) penanaman nilai ajaran Islam sebagai pedoman mencapai kebahagiaan

hidup di dunia dan akhirat. (c) penyesuaian mental peserta didik terhadap

lingkungan fisik dan sosial melalui pendidikan agama Islam. (d) perbaikan

kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan,

pengamalan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari. (e)

pencegahan peserta didik dari hal-hal yang negatif budaya asing yang akan

dihadapinya sehari-hari. (f) pengajaran tentang ilmu pengetahuan

keagamaan secara umum (alam nyata dan nir-nyata), sistem dan

fungsionalnya. (g) penyaluran siswa untuk mendalami pendidikan agama ke

lembaga pendidikan yang lebih tinggi.4

Landasan teoritik ini bisa kita jadikan untuk menganalisis

bagaimana manajemen kelas yang dikembangkan di SMA Gita Bahari.

Dengan kata lain, apakah pengelolaan kelas sudah memenuhi hal-hal yang

menjadi indikator keberhasilan manajemen kelas atau tidak.

Kalau melihat kompleksitas indikator keberhasilan yang harus

dipenuhi dalam sebuah interaksi belajar mengajar, maka model manajemen

kelas PAI yang berlangsung di SMA Gita Bahari jelas belum dapat

dikategorikan telah memenuhi standar keberhasilan sebuah manajemen

kelas.

Yang paling kentara dari semua proses kelas itu adalah tidak

dijumpainya rumusan yang baku dalam kelas PAI. Dengan kata lain, penulis

tidak melihat ada kerangka yang bisa dijadikan rujukan sebagai bahan kelas

PAI. Guru PAI yang ada di SMA Gita Bahari tidak berusaha

menerjemahkan kurikulum yang telah dibuat oleh pemerintah dalam satu

pola pembelajaran yang efektif tentang PAI.

4 Departemen Pendidikan Nasional, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Untuk Sekolah Menengah Umum, Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum, 2002, hlm. 5.

53

Terlepas dari terbatasnya waktu yang dimiliki oleh SMA Gita

Bahari, tetapi perlu digaris bawahi bahwa tema-tema tentang PAI yang

harus dipenuhi oleh sekolah menengah umum, jika mengacu kepada aturan

kurikulum diknas, memuat beberapa dimensi antara lain, al-Quran,

keimanan, akhlak, tarikh (sejarah) dan ibadah.

Ini tentu membutuhkan sebuah manajemen kelas yang cukup rigid di

tengah terbatasnya waktu yang tersedia. Dengan kata lain, bagaimana kelas

dapat berlangsung dengan baik, dapat mengcover semua sub materi, meski

dengan jam pelajaran yang sangat sedikit.

Selain itu, penting pula untuk dipikirkan bagaimana membuat satu

model pengelolaan kelas, termasuk diskusi di dalamnya, agar tidak

membosankan dan membuat interaksi antar siswa berjalan dengan baik.

Yang terpenting bagaimana agar siswa tersebut mampu menyerap,

memahami dan mengamalkan apa yang ada dalam setiap materi PAI.

B. Problematika Yang Dihadapi Dalam Merumuskan Dan Menjalankan

Manajemen Pembelajaran SMA Gita Bahari Semarang

Kondisi kelas PAI adalah semua faktor yang mempengaruhi

penggunaan metode pembelajaran PAI. Karena itu, perhatian kita adalah

berusaha mengidentifikasi dan mendeskripsikan faktor-faktor yang termasuk

kondisi kelas, yaitu (1) Tujuan dan karakteristik bidang studi PAI, (2)

Kendala dan karakteristik bidang studi PAI dan (3) Karakteristik peserta

didik. Berbagai problematika pun muncul dalam manajemen kelas mata

pelajaran PAI di SMA Gita Bahari, diantaranya adalah:

1. Kurangnya jatah jam pelajaran PAI

Selama ini di SMA Gita Bahari melaksanakan kelas PAI

dengan waktu 2 x 45 menit (2 jam pelajaran), seperti halnya sekolah

menengah umum lainnya. Dengan alokasi waktu tersebut, tentunya

sangat mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya siswa dalam

menangkap mata pelajaran PAI. Sementara itu satu materi yang ada

sebenarnya mendapatkan waktu yang lebih banyak dari jatah waktu

54

yang ada (2 x 45 menit). Dengan kurangnya waktu tersebut

pembinaan-pembinaan dalam kelas PAI di SMA Gita Bahari berjalan

kurang sesuai dengan harapan. Padahal dengan waktu yang

dibutuhkan dengan semestinya mata pelajaran PAI akan mampu

diterima siswa sebagai dasar pembinaan keimanan, moral da akhlak.

Padahal dalam pembelajaran PAI tidak hanya sebatas penyampaian

materi saja, akan tetapi membutuhkan waktu untuk praktek

pelaksanaan-pelaksanaan ibadah. Sehingga dengan waktu tersebut (2 x

45 menit) pembelajaran PAI di SMA Gita Bahari memerlukan

tambahan waktu kelas mata pelajaran PAI.

2. Bahan pembelajaran PAI

Pada tahun 2005/2006 pembelajaran PAI di SMA Gita Bahari

menggunakan kurikulum 2004 (KBK) bagi siswa kelas X dan XI dan

kurikulum 1994 bagi kelas III. Selama ini untuk penyampaian materi

mata pelajaran PAI dan untuk mengetahui hasil kemampuan para

siswa guru PAI hanya menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS)

sebagai pegangan wajib bagi para siswa. Dengan berbagai

pertimbangan-pertimbangan yang ada LKS dianggap mampu

mewakili penyampaian materi-materi PAI secara menyeluruh (jelas).

Padahal pada dasarnya LKS merupakan salah satu alat dalam

pembelajaran PAI. Sehingga disamping LKS harusnya ditunjang

dengan buku-buku paket yang ada. Selain itu diperlukan buku-buku

penudukung lainnya sebagai sarana pemahaman materi PAI secara

jelas dan menyeluruh. Hal inilah yang belum dilakukan dalam kelas

PAI di SMA Gita Bahari.

3. Sarana dan prasarana

Dalam kelas PAI di SMA Gita Bahari memiliki sarana dan

prasarana yang belum mencukupi. Seperti halnya tempat ibadah yang

dimiliki kondisinya belum 100% sempurna karena masih dalam

pembangunan. Walaupun dalam masjid tersebut dilengkapi dengan

perlengkapan ibadah, al-Qur’an dan fasilitas lainnya akan tetapi

55

fasilitas tersebut kurang mecukupi apabila digunakan pembelajaran

PAI di SMA Gita Bahari. Sementara ini pemanfaatan sarana dan

prasarana tersebut harus bergantian penggunaannya sehingga

memunculkan berbagai masalah baru.

Selain itu alat peraga yang tersedia belum sepenuhnya

dimanfaatkan seperti halnya OHP dan LCD proyektor yang dimiliki

masing-masing hanya satu buah dan digunakan pembelajaran mata

pelajaran-mata pelajaran lain. Disisi lain pemanfaatan tersebut belum

bisa optimal karena faktor-faktor lainnya.

C. Upaya Pemecahan Problematika Manajemen Kelas di SMA Gita Bahari.

Untuk mensiasati persoalan tersebut dapat dilakukan beberapa

langkah yang dapat ditempuh, yaitu:

1. Kurangnya jam pelajaran

Di SMA Gita Bahari alokasi waktu pembelajaran PAI dibagi

dua kali tatap muka dalam seminggunya. Hal ini diharapkan adanya

kontrol pembinaan agama yang lebih intensif, berpangkal tolak dari

kurangnya jam pembelajaran tersebut guru dituntut untuk dapat

mengelola proses belajar mengajar menurut Badawi bahwa mengajar

guru dikatakan berkualitas apabila seorang guru dapat menampilkan

kelakuan yang baik dalam usaha mengajarnya. Kelakuan guru tersebut

diharapkan mencerminkan kemampuan guru dalam mengelola proses

belajar mengajar yang berkualitas yang meliputi :5

a) Kemampuan dalam mempersiapkan pengajaran.

1) Kemampuan merencanakan PBM, terdiri dari sub-sub

bab kemampuan

(a) Kemampuan merumuskan tujuan pengajaran

(b) Kemampuan memilih metode alternatif

(c) Kemampuan memilih metode yang sesuai

dengan tujuan pengajaran.

5 Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar Disekolah, (Rineka Cipta, Jakarta :1997), hlm. 20-23

56

(d) Kemampuan merencanakan langkah-langkah

pengajaran.

2) Kemampuan mempersiapkan bahan pengajaran, terdiri

dari :

(a) Kemampuan menyiapkan bahan yang sesuai

dengan tujuan.

(b) Kemampuan mempersiapkan pengayaan bahan

pengajaran.

(c) Kemampuan menyiapkan bahan pengajaran

remedial.

3) Kemampuan merencanakan media dan sumber, terdiri

dari :

(a) Kemampuan memilih media pengajaran yang

tepat.

(b) Kemampuan memilih sumber pengajaran yang

tepat.

4) Kemampuan merencanakan penilaian terhadap prestasi

siswa, terdiri dari sub-sub kemampuan :

(a) Kemampuan menyusun alat penilaian hasil

pengajaran

(b) Kemampuan merencanakan penafsiran

penggunaan hasil penilaian pengajaran.

b). Kemampuan dalam melaksanankan pengajaran.

1) Kemampuan mengusai bahan yang direncanakan dan

disesuaikannya terdiri dari sub-sub kemampuan :

(a) Kemampuan mengusai bahan yang direncanakan.

(b) Kemampuan menyampaikan bahan yang direncanakan

(c) Kemampuan menyampaikan pengayaan bahan

pengajaran.

(d) Kemampuan memberikan pengajaran remedial.

57

2) Kemampuan dalam mengelola PBM terdiri dari :

(a) Kemampuan untuk mengarahkan pengajaran untuk

mencapai tujuan pengajaran.

(b) Kemampuan menggunakan metode pengajaran yang

direncankan.

(c) Kemampuan menggunakan metode pengajaran

alternatif.

(d) Kemampuan menyesuaikan langkah-langkah mengajar

dengan langkah-langkah yang direncanakan.

3) Kemampuan mengelola kelas, terdiri dari kemampuan :

(a) Kemampuan menciptakan suasana kelas yang serasi.

(b) Kemampuan memanfaatkan kelas untuk mencapai

tujuan pengajaran.

4) Kemampuan menggunakan metode dan sumber terdiri dari :

(a) Kemampuan menggunakan media pengajaran yang

direncanakan.

(b) Kemampuan menggunakan sumber pengajaran yang

telah direncanakan.

5) Kemampuan melaksanakan interaksi belajar mengajar, terdiri

dari sub-sub kemampuan :

(a) Kemampuan melaksanakan PBM secara logis

berurutan.

(b) Kemampuan memberi pengertian dan contoh yang

sederhana.

(c) Kemampuan menggunakan bahasa yang mudah

dimengerti.

(d) Kemampuan bersikap sungguh-sungguh terhadap

pengajaran.

(e) Kemapuan bersikap terbuka terhadap pengajaran.

(f) Kemampuan memacu aktifitas siswa.

(g) Kemampuan mendorong siswa untuk berinisiatif.

58

(h) Kemampuan merangsang timbulnya respon siswa

terhadap pengajaran.

6) Kemampuan melaksanakan penilaian terhadap hasil

pengajaran, terdiri dari sub-sub kemampuan :

(a) Kemampuan melaksanakan penilaian hasil pengajaran.

(b) Kemampuan melaksanakan penilaian selama PBM

berlangsung.

7) Kemampuan pengadministrasian kegiatan belajar mengajar,

terdiri dari sub-sub kemampuan :

(a) Kemampuan menulis di papan tulis.

(b) Kemampuan mengadministrasikan peristiwa penting

yang terjadi selama PBM.

Selain itu sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai para

siswa diwajibkan berdo’a bersama yang dipimpin langsung lewat

sentral speaker oleh guru yang ada. Adapun bacaan doa-doa tersebut

meliputi bacaan Q.S. al-Fatihah, Syahadat, Sholawat Nariyah,

Istighfar dan do’a belajar. Sedangkan kegiatan belajar mengajar

diakhiri dengan membaca Q.S. al-Ashr. Selain itu para siswa

dibudayakan bersalaman dengan guru yang mengajar jam pertama dan

terakhir. Selain itu setiap jum’at pagi diisi dengan jum’at beriman

yang bentuknya dengan ceramah-ceramah keagamaan dengan jadwal

guru piket bergantian. Pada bulan Ramadhan para siswa dianjurkan

memakai pakaian yang islami, bagi laki-laki memakai peci dan bagi

perempuan memakai jilbab/kerudung.

2. Bahan Pembelajaran PAI

Selama ini selain menggunakan LKS para siswa diberi

penugasan dan penggunaan rangkuman tulisan yang bersumber dari

LKS maupun buku-buku pendukung lainnya yang sesusai dengan

materi yang ada. Pemilihan bahan pembelajaran PAI sekurang-

kurangnya dapat mempertimbengkan lima hal: (1) tingkat kecermatan

representasi (2) tingkat interaktif yang dapat ditimbulkannya (3)

59

tingkat kemampuan khusus yang dimilikinya (4) tingkat motivasi yang

dapat ditimbulkannya, dan (5) tingkat biaya yang diperlukannya.

Penugasan ini bersifat kelompok dan dipaparkan di depan kelas oleh

kelompok masing-masing. Satu kelompoknya terdiri dari 7

siswa/siswi. Selain itu para siswa diwajibkan menulis kembali materi

aspek al-Qur’an yang berisi ayat al-Qur’an dan terjemahannya saja.

Kemudian dihafalkan atau dibaca di depan guru PAI bergantian satu

persatu dalam waktu per semester. Selain itu para siswa diminta

membaca al-qur’an bersama-sama.

3. Sarana dan Prasarana

Proses belajar mengajar disekolah akan berjalan lancar jika

ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai, baik jumlah,

keadaan maupun kelengkapannya. Jumlah yang dimaksud keberadaan

dan banyak sedikitnya sarana yang dimiliki.

Yang dimaksud dengan sarana pendidikan adalah semua

fasilitas yang diperlukan dalam proses belajar mengajar baik yang

bergerak maupun yang tidak bergerak agar pencapaian tujuan

pendidikan dapat berjalan dengan lancar teratur, efektif dan efisien.

Lebih luas fasilitas dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang

dapat memudahkan dan melancarkan pelaksanaan suatu usaha dapat

berupa benda-benda maupun uang.

Jadi dalam hal ini fasilitas disamakan dengan sarana. Fasilitas

atau sarana menurut Suharsimi AK dikutip suryobroto dalam bukunya

proses belajar mengajar disekolah, dibedakan menjadi dua jenis :6

1. Fasilitas fisik yaitu segala sesuatu yang berupa benda atau

yang dapat dibendakan yang mempunyai peranan

untuk memudahkan atau melancarkan suatu usaha.

2. Fasilitas uang yaitu segala sesuatu yang bersifat

mempermudah suatu kegiatan sebagai akibat

bekerjanya nilai uang. 6 ibid., hlm. 292.

60

Dengan keterbatasan fasilitas yang ada para siswa dijadwalkan

pemakaiannya, atau dengan membawa sendiri peralatan-peralatan

yang dimiliki. Atau bisa juga direkomendasikan kepada pihak

birokrasi terkait untuk menambah anggaran yang dialokasikan untuk

pemenuhan sarana serta fasilitas yang menunjang proses

pembelajaran.

Upaya lain yang dapat diterapkan yaitu (1) Dengan

penjadwalan kegiatan pembelajaran yang menunjukkan tahap-tahap

kegiatan peserta didik yang harus ditempuh peserta didik dalam

pembelajaran, (2) Pembuatan catatan kemajuan belajar peserta didik

melalui penilaian yang komprehensif dan berkala selama proses

pembelajaran berlangsung maupun sesudahnya, (3) Pengelolaan

motivasi peserta didik dengan menciptakan cara-cara yang mampu

meningkatkan motivasi belajar peserta didik, (4) Kontrol belajar yang

memberi kebebasan untuk memilih tindakan belajar sesuai dengan

karakteristik peserta didik.