BAB IV

21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini merupakan studi analisis jumlah kriteria ACR dan kadar anti dsDNA pada pasien Lupus Eritematosus Sistemik (LES). Penelitian ini dilakukan melalui analisis data rekam medik pasien rawat inap dan poliklinik Alergi Imunologi di RS Mohammad Hoesin Palembang. Dari data yang telah dikumpulkan, terdapat 248 kasus Lupus Eritematosus Sistemik. Setelah dilakukan pengumpulan data, terdapat 92 kasus Lupus Eritematosus Sistemik yang memenuhi kriteria penelitian. Pemaparan hasil penelitian adalah sebagai berikut: 4.1.1 Hasil Deskriptif 4.1.1.1 Karakteristik Pasien Lupus Eritematosus Sistemik Karakteristik pasien LES dilihat berdasarkan jenis kelamin dan umur. Selain itu, sampel pasien LES yang dipilih hanya pasien yang memiliki data mengenai jumlah kriteria ACR dan kadar Anti dsDNA. Berdasarkan seleksi kriteria inklusi dan eksklusi, sampel penelitian yang didapatkan adalah sebanyak 92 sampel.

description

lupus

Transcript of BAB IV

Page 1: BAB IV

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Penelitian ini merupakan studi analisis jumlah kriteria ACR dan kadar anti

dsDNA pada pasien Lupus Eritematosus Sistemik (LES). Penelitian ini dilakukan

melalui analisis data rekam medik pasien rawat inap dan poliklinik Alergi

Imunologi di RS Mohammad Hoesin Palembang. Dari data yang telah

dikumpulkan, terdapat 248 kasus Lupus Eritematosus Sistemik. Setelah dilakukan

pengumpulan data, terdapat 92 kasus Lupus Eritematosus Sistemik yang

memenuhi kriteria penelitian. Pemaparan hasil penelitian adalah sebagai berikut:

4.1.1 Hasil Deskriptif

4.1.1.1 Karakteristik Pasien Lupus Eritematosus Sistemik

Karakteristik pasien LES dilihat berdasarkan jenis kelamin dan

umur. Selain itu, sampel pasien LES yang dipilih hanya pasien yang

memiliki data mengenai jumlah kriteria ACR dan kadar Anti dsDNA.

Berdasarkan seleksi kriteria inklusi dan eksklusi, sampel penelitian yang

didapatkan adalah sebanyak 92 sampel.

4.1.1.1.1 Usia

Tabel 8. Usia Pasien

Kelompok Usia Jumlah (N) Persentase

15-24 tahun 29 31,5%

25-44 tahun 52 56,5%

45-64 tahun 11 12%

Total 92 100%

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, untuk distribusi

kelompok usia pasien Lupus Eritematosus Sistemik di RS Mohammad

Hoesin Palembang, kelompok umur 25-44 tahun memiliki kasus LES yang

paling tinggi di antara kelompok umur lainnya yaitu sebanyak 52 kasus

Page 2: BAB IV

(56,5%). Sedangkan tertinggi kedua pada kelompok 15-24 tahun yaitu

sebanyak 29 kasus (31,5%) dan 11 pasien pada usia 45-64 tahun (12%).

4.1.1.1.2 Jenis Kelamin

Tabel 9. Jenis Kelamin Pasien

Jenis Kelamin Jumlah Persentase

Pria 3 3,3%

Wanita 89 96,7%

Total 92 100%

Berdasarkan jenis kelamin, kelompok perempuan memiliki angka

kejadian Lupus Eritematosus Sistemik lebih tinggi dibanding laki-laki,

yaitu 89 dari 92 (96,7%) kasus. Kelompok laki-laki memiliki angka

kejadian sebanyak 3 dari 92 (3,3%) kasus.

4.1.1.1.3 Hasil Tes Anti DsDNA

Tabel 10. Hasil Tes Anti DsDNA

Hasil Tes Jumlah Persentase

Positif 73 79%

Negatif 19 21%

Total 92 100%

Dari hasil penelitian terhadap 92 pasien yang dinyatakan LES oleh

kriteria ACR, sebanyak 73 pasien (79%) memiliki Anti dsDNA yang

positif dan 19 (21%) pasien yang memiliki Anti dsDNA negatif.

Page 3: BAB IV

4.1.1.1.4 Jumlah Kriteria ACR

Tabel 11. Jumlah Kriteria ACR

Banyaknya Kriteria Jumlah Persentase

4 32 34,8%

5 25 27,2%

6 19 20,7%

7 11 12%

8 3 3,3%

9 2 2,2%

Total 92 100%

Dari hasil penelitian, terdapat 32 pasien (34,8%) yang memiliki 4

kriteria ACR, 25 pasien (27%) memiliki 5 kriteria, 19 pasien (20,7%)

memiliki 6 kriteria, 11 pasien (12%) memiliki 7 kriteria, 3 pasien (3,3%)

memiliki 8 kriteria dan 9 pasien (2,2%) yang memiliki 2 kriteria ACR.

4.1.1.2 Manifestasi Pada Pasien Lupus Eritematosus Sistemik Berdasarkan

Kriteria ACR

Tabel 12. Distribusi Kriteria ACR Pada Sampel

Kriteria ACR Jumlah (N) Persentase (%)

Ruam malar 52 56,5%

Ruam discoid 26 28,3%

Fotosensivitas 19 20,7%

Ulkus oral 35 38%

Artritis 80 87%

Serositis 14 15%

Gangguan ginjal 33 35,8%

Gangguan neurologik 6 6,5%

Gangguan hematologik 42 45,6%

Gangguan imunologik 91 98,9%

Antibodi Antinukleus 92 100%

Page 4: BAB IV

Berdasarkan tabel, dari 92 pasien yang diteliti, kriteria yang

muncul pada saat pertama kali didiagnosis pada pasien Lupus

Eritematosus Sistemik di RS Mohammad Hoesin Palembang adalah

Antibodi Antinukleus, 92 kasus dari 92 pasien (100%). Kriteria

selanjutnya yang paling sering muncul adalah gangguan imunologik, 91

kasus dari 92 pasien (98,9%). Kriteria yang rata-rata dimiliki oleh

sebagian besar pasien adalah Arthritis, 80 kasus dari 92 pasien (87%),

kasus ruam malar muncul pada 52 kasus dari 92 pasien (56,5%), kasus

kelainan hematologi muncul 42 kasus dari 92 pasien (45,6%) dan terdapat

ulkus oral sebanyak 35 kasus dari 92 pasien (38%).

Kriteria yang hanya dimiliki sebagian kecil pasien adalah ganggan

ginjal, 33 kasus dari 92 pasien (35,8%), ruam discoid muncul 26 kasus

dari 92 pasien (28,3%) dan fotosensitivitas muncul 19 kasus dari 92 pasien

(20,7%). Sedangkan kriteria yang paling sedikit ditemui adalah serositis,

14 kasus dari 92 pasien (15%) dan gangguan neurologik, hanya 6 kasus

dari 92 pasien (6,5%).

4.1.2 Hasil Analisis Bivariat

4.1.2.1 Hubungan Jenis Kelamin Dengan Hasil Tes Anti DsDNA Positif Pada

Pasien Lupus Eritematosus Sistemik

Tabel 13. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Hasil Tes Anti DsDNA Pada

Pasien LES

N Median

(min-maks)

P

Wanita 71 75 (20-1838) 0,073

Pria 2 20 (20-37)

Dengan uji Mann-Whitney, diperoleh angka significancy 0,073.

Karena nilai p > 0,05 dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan

bermakna antara hasil tes Anti dsDNA pada pria dan wanita.

Page 5: BAB IV

4.1.2.2 Hubungan Jenis Kelamin Dengan Jumlah Kriteria ACR Pada Pasien

Lupus Eritematosus Sistemik.

Tabel 14. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Jumlah Kriteria ACR Pada

Pasien LES

N Median

(min-maks)

P

Wanita 89 5(4-9) 0,16

Pria 3 4(4-5)

Dengan uji Mann-Whitney, diperoleh angka significancy 0,16.

Karena nilai p > 0,05 dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan

bermakna antara jumlah kriteria ACR pada pria dan wanita.

4.1.2.3 Hubungan Usia Dengan Hasil Tes Anti DsDNA Positif Pada Pasien

Lupus Eritematosus Sistemik.

Tabel 15. Hubungan Usia Dengan Hasil Tes Anti DsDNA Positif Pada

Pasien LES (Hasil Uji Kruskal Wallis)

N Median

(min-maks)

P

15-24 29 67,44 (22-1018) 0,004

25-44 52 225 (20-1838)

45-64 11 36,62(23-75)

Uji post hoc Mann-Whitney: 15-24 vs 25-44 p = 0,126; 25-44 vs 45-64 p = 0,001; 15-24

vs 45-64 p = 0,041.

Dari data diatas, dengan uji Kruskal-Wallis diperoleh nilai p =

0,004. Oleh karena nilai p < 0,05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa

“paling tidak terdapat perbedaan hasil tes Anti dsDNA antara dua

kelompok usia”.

Secara statistik, tidak ada perbedaan hasil tes Anti dsDNA antara

kelompok usia 15-24 dan 25-44 (p =126) tetapi terdapat perbedaan hasil

tes Anti dsDNA pada kelompok usia 25-44 dan 45-64 (p=0,001) serta pada

Page 6: BAB IV

kelompok usia 15-24 dan 45-64 (p=0,041). Kelompok usia 45-64

cenderung memiliki kadar Anti dsDNA yang lebih rendah.

Tabel 16. Hubungan Usia Dengan Hasil Tes Anti DsDNA Pada Pasien

LES (Hasil Uji Korelasi Spearman)

Hasil Tes Anti DsDNA

Usia r -0,117p 0,267n 92

Dari hasil data diatas, diperoleh nilai significancy 0,267 yang

menunjukkan bahwa korelasi antara usia dengan hasil tes Anti dsDNA

pada pasien LES di RS Mohammad Hoesin Palembang adalah tidak

bermakna. Nilai korelasi Spearman sebesar 0,117 (11%) menunjukkan

bahwa arah korelasi negatif dengan kekuatan korelasi yang sangat lemah.

4.1.2.4 Hubungan Usia Dengan Jumlah Kriteria ACR Pada Pasien Lupus

Eritematosus Sistemik.

Tabel 17. Hubungan Usia Dengan Jumlah Kriteria ACR Pada Pasien LES

(Hasil Uji Kruskal Wallis)

N Median

(min-maks)

P

15-24 29 5(4-9) 0,711

25-44 52 5(4-9)

45-64 11 5(4-6)

Dari data diatas, dengan uji Kruskal-Wallis diperoleh nilai p =

0,711. Oleh karena nilai p > 0,05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa

tidak ada perbedaan jumlah kriteria ACR antar kelompok usia.

Page 7: BAB IV

Tabel 18. Hubungan Usia Dengan Kriteria ACR Pada Pasien LES (Hasil

Uji Korelasi Spearman)

Jumlah Kriteria ACR

Usia r -0,123p 0,243n 92

Dari hasil data diatas, diperoleh nilai significancy 0,243 yang

menunjukkan bahwa korelasi antara usia dengan jumlah kriteria ACR pada

pasien LES di RS Mohammad Hoesin Palembang adalah tidak bermakna.

Nilai korelasi Spearman sebesar 0,123 (12%) menunjukkan bahwa arah

korelasi negatif dengan kekuatan korelasi yang sangat lemah.

4.1.2.5 Korelasi Hasil Tes Anti DsDNA Dengan Jumlah Kriteria ACR Pada

Pasien Lupus Eritematosus Sistemik

Tabel 19. Korelasi Hasil Tes Anti DsDNA Dengan Jumlah Kriteria ACR

Pada Pasien Lupus Eritematosus Sistemik

Jumlah Kriteria ACR

Hasil Tes Anti DsDNA r 0,351

p 0.001

n 92

Karena data tidak berdistribusi normal, digunakan uji korelasi

Spearman. Dari hasil data diatas, diperoleh nilai significancy 0,001 yang

menunjukkan bahwa korelasi antara hasil tes Anti dsDNA dengan jumlah

kriteria ACR pada pasien LES di RS Mohammad Hoesin Palembang

adalah bermakna. Nilai korelasi Spearman sebesar 0,351 (35%)

menunjukkan bahwa arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang

lemah.

Page 8: BAB IV

Tabel 20. Hubungan Hasil Tes Anti DsDNA Dengan Jumlah Kriteria

ACR Pada Pasien LES

N Median (min-maks) P

Negatif 19 4 (4-7) 0,001

Positif 73 5 (4-9)

Dengan uji Mann-Whitney, diperoleh angka significancy 0,001.

Karena nilai p < 0,05 dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan

bermakna antara jumlah kriteria ACR pada pasien dengan dsDNA positif

dan dsDNA negatif.

4.1.2.6 Prevalensi Terjadinya Lupus Nefritis Berdasarkan Hasil Tes Anti

DsDNA.

Tabel 21. Hubungan Hasil Tes Anti DsDNA dengan Manifestasi Kelainan

Ginjal

N Median (min-maks) P

Negatif 59 56 (3-1602) 0,070

Positif 33 163,4 (4-1834)

Dari 92 pasien yang diteliti, sebanyak 33 orang memiliki

manifestasi kelainan ginjal, sedangkan 59 orang tidak ada manifestasi

ginjal. Dengan uji Mann-Whitney, diperoleh angka significancy 0,070.

Karena nilai p > 0,05 dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan

bermakna antara hasil tes Anti dsDNA dengan manifestasi kelainan ginjal.

4.2 Pembahasan

Berikut ini adalah pembahasan hasil penelitian di atas yang terdiri atas

pembahasan hasil deskriptif dan hasil analitik.

4.2.1 Hasil Deskriptif

4.2.1.1 Karakteristik Pasien Lupus Eritematosus Sistemik

Page 9: BAB IV

4.2.1.1.1 Usia

Menurut Isbagio (2009), Penyakit ini dapat ditemukan di semua

usia tetapi paling banyak di usia 15-40 tahun (masa reproduksi).

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, untuk distribusi kelompok usia

pasien Lupus Eritematosus Sistemik di RS Mohammad Hoesin

Palembang, kelompok umur 25-44 tahun memiliki kasus LES yang paling

tinggi di antara kelompok umur lainnya yaitu sebanyak 52 kasus (56,5%).

Sedangkan tertinggi kedua pada kelompok 15-24 tahun yaitu sebanyak 29

kasus (31,5%) dan 11 pasien pada usia 45-64 tahun (12%).

Hal tersebut mendukung penelitian sebelumnya yang menyatakan

bahwa LES terutama menyerang wanita muda dengan insiden puncak pada

usia 15 sampai dengan 40 tahun selama masa reproduktif (Bertsias G,

2014). Pada usia reproduktif ditandai dengan adanya peningkatan hormon

estrogen pada perempuan dan hormon androgen pada laki-laki (Hahn Bh,

2012).

4.2.1.1.2 Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, kelompok perempuan memiliki angka

kejadian Lupus Eritematosus Sistemik lebih tinggi dibanding laki-laki,

yaitu 89 dari 92 (96,7%) kasus. Kelompok laki-laki memiliki angka

kejadian sebanyak 3 dari 92 (3,3%) kasus.

Sesuai dengan penelitian sebelumnya, pasien lupus lebih banyak

wanita dibandingkan pria. Lupus Eritematosus Sistemik (LES) lebih sering

terjadi pada wanita daripada laki-laki dengan perbandingan 6-9:1. (Lim,

2013) Sedangkan menurut Bertoli (2014), prevalensi LES di Amerika

dilaporkan 52 kasus per 100.000 penduduk, dengan rasio jenis kelamin

wanita dan laki-laki antara 9-14:1.

Namun di kasus ini, perbandingan antara pria dan wanita adalah

1:30, karena perlunya pemenuhan kriteria inklusi, sebanyak 92 pasien

yang memenuhi kriteria diambil dan tidak dilihat jenis kelaminnya, hal ini

akan berpengaruh terhadap signifikansi hasil.

Page 10: BAB IV

4.2.1.1.3 Hasil Tes Anti DsDNA

Dari hasil penelitian, sebanyak 73 pasien dari 92 pasien memiliki

anti dsDNA positif dan sisanya sebanyak 19 pasien memiliki anti dsDNA

negatif. Menurut penelitian oleh Giles (2013), Anti dsDNA adalah

antibodi yang spesifik untuk lupus, hanya kurang dari 0,5% dari orang

yang sehat atau pasien dengan gangguan autoimun yang lain yang

memiliki Anti dsDNA positif. Pada pasien lupus sendiri, sebanyak 70%

positif anti dsDNA. Pemeriksaan Anti dsDNA memang spesifik untuk

lupus tapi tidak sensitif. Semua pasien yang positif Anti dsDNA

dinyatakan lupus tapi tidak semua pasien lupus positif anti dsDNA.

4.2.1.1.4 Jumlah Kriteria ACR

Dari hasil penelitian, pasien LES di RSUP Mohammad Hoesin

Palembang paling banyak terdiagnosis lupus dengan 4-5 kriteria ACR

yaitu terdapat 32 pasien dari 27 pasien dari 92 kasus. Semakin

bertambahnya kriteria, semakin sedikit pasien yang memiliki jumlah

tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Anic, dkk (2014) range

jumlah kriteria yang dimiliki oleh pasien lupus adalah 4-6.

4.2.1.2 Manifestasi Tersering Pada Pasien Lupus Eritematosus Sistemik

Berdasarkan tabel, dari 92 pasien yang diteliti, kriteria yang

muncul pada saat pertama kali didiagnosis pada pasien Lupus

Eritematosus Sistemik di RS Mohammad Hoesin Palembang adalah

Antibodi Antinukleus, 92 kasus dari 92 pasien (100%). Kriteria

selanjutnya yang paling sering muncul adalah gangguan imunologik, 91

kasus dari 92 pasien (98,9%). Kriteria yang rata-rata dimiliki oleh

sebagian besar pasien adalah Arthritis, 80 kasus dari 92 pasien (87%),

kasus ruam malar muncul pada 52 kasus dari 92 pasien (56,5%), kasus

kelainan hematologi muncul 42 kasus dari 92 pasien (45,6%) dan terdapat

ulkus oral sebanyak 35 kasus dari 92 pasien (38%).

Page 11: BAB IV

Kriteria yang hanya dimiliki sebagian kecil pasien adalah ganggan

ginjal, 33 kasus dari 92 pasien (35,8%), ruam discoid muncul 26 kasus

dari 92 pasien (28,3%) dan fotosensitivitas muncul 19 kasus dari 92 pasien

(20,7%). Sedangkan kriteria yang paling sedikit ditemui adalah serositis,

14 kasus dari 92 pasien (15%) dan gangguan neurologik, hanya 6 kasus

dari 92 pasien (6,5%).

Hal ini sejalan dengan penelitian Anic dkk (2014), kriteria ACR

yang paling banyak ditemui pada pasien LES adalah ANA, gangguan

imunologi, arthritis, gangguan darah dan malar rash.

Antibodi Antinukleus dan kelainan imunologi paling banyak

ditemui di kasus ini karena di penelitian ini membahas mengenai Anti

dsDNA yang merupakan bagian dari ANA dan kelainan imunologi. ANA

bahkan tidak hanya muncul di penyakit LES tapi juga di penyakit

autoimun lainnya. Selanjutnya, manifestasi yang paling sering muncul

adalah manifestasi minor pada sistem dermato-muskulo skeletal berupa

arthritis, ulkus oral dan ruam malar, manifestasi ini juga merupakan

manifestasi khas pada LES.

Sedangkan gangguan ginjal jarang ditemui pada awal diagnosis

karena biasanya terjadi pada pasien yang telah lama terdiagnosis LES.

Untuk manifestasi ruam discoid, biasanya terjadi pada 3 dari 10 pasien

LES. Terakhir, serositis dan kelainan neurologis merupakan gejala mayor

yang biasanya muncul pada saat flare atau eksaserbasi penyakit lupus,

sehingga jarang dijumpai pada saat awal diagnosis.

4.2.2 Hasil Analisis Bivariat

4.2.2.1 Hubungan Jenis Kelamin Dengan Hasil Tes Anti DsDNA Pada Pasien

Lupus Eritematosus Sistemik

Tidak ada perbedaan yang signifikan untuk hasil tes Anti dsDNA

pada pasien LES pria dan wanita. Keparahan penyakit lupus pada pria

akan bertambah pada saat berusia diatas 50 tahun (Lahita, 2012).

Page 12: BAB IV

4.2.2.2 Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kriteria ACR Pada Pasien Lupus

Eritematosus Sistemik.

Tidak ada perbedaan yang signifikan untuk jumlah kriteria ACR

pada pasien LES pria dan wanita. Namun sesuai penelitian

Schwartzman-Morris (2012), terdapat kecenderungan munculnya

serositis dan pada pria. 2 dari 3 pasien pria di penelitian ini mengalami

serositis, serta jarang ditemui manifestasi arthritis.

4.2.2.3 Hubungan Usia Dengan Hasil Tes Anti DsDNA Pada Pasien Lupus

Eritematosus Sistemik.

Dari hasil analisis, tidak terdapat perbedaan hasil tes Anti dsDNA

yang signifikan untuk kelompok usia 15-24 dan 25-44. Hasil kadar anti

dsDNA berkisar 4-1838. Menurut Hahn Bh (2012), pada usia reproduktif

ditandai dengan adanya peningkatan hormon estrogen pada perempuan

dan hormon androgen pada laki-laki. Sementara untuk usia 45-64, kadar

Anti dsDNA-nya cenderung menjadi lebih rendah.

Untuk hasil uji korelasi, korelasinya tidak bermakna. Kadar Anti

dsDNA berbanding terbalik dengan umur, semakin tinggi umur semakin

rendah kadar Anti dsDNA-nya

4.2.2.4 Hubungan Usia Dengan Jumlah Kriteria ACR Pada Pasien Lupus

Eritematosus Sistemik.

Tidak terdapat perbedaan perbedaan yang signifikan pada tiap

kelompok umur pasien LES. Sesuai dengan penelitian oleh Anic, dkk

(2014) rata-rata jumlah kriteria yang dimiliki oleh pasien lupus adalah 5.

Namun, sesuai dengan penelitian oleh Domenech (1992), pada kelompok

usia lanjut memiliki kecendurungan berkurangnya kriteria fotosensitivitas,

sariawan dan ruam diskoid.

Page 13: BAB IV

4.2.2.5 Korelasi Hasil Tes Anti DsDNA Dengan Jumlah Kriteria ACR Pada

Pasien Lupus Eritematosus Sistemik

Korelasi antara hasil tes Anti dsDNA dengan jumlah kriteria ACR

pada pasien LES di RS Mohammad Hoesin Palembang adalah bermakna.

Nilai korelasi Spearman menunjukkan bahwa arah korelasi positif tetapi

kekuatan korelasinya lemah.

Terdapat banyak pasien dengan Anti dsDNA nya rendah tapi

memiliki jumlah kriteria ACR yang banyak, karena gejala yang muncul

adalah gejala minor yaitu di sistem dermato-muskulo-skeletal berupa

arthritis, ruam malar, ulkus oral dan fotosensitivitas, yang bisa dikontrol

dengan pemberian obat prednisolon (Swaak, 1982)

Namun di penelitian ini juga ditemukan pasien dengan jumlah

kriteria ACR nya sedikit tetapi kadar Anti dsDNA nya tinggi karena

penyakitnya sudah menyerang organ vital seperti otak. Menurut Giles

(2013), munculnya kadar anti dsDNA pada tubuh seseorang sebelum

adanya manifestasi yang muncul menunjukkan progresifitas penyakit yang

sedang terjadi di tubuh. Peningkatan kadar anti dsDNA berhubungan

dengan flare dari penyakit lupus dan biasanya bersamaan dengan

penurunan C3 dan C4. Flare atau eksaserbasi penyakit lupus biasanya

ditandai dengan tingginya kadar anti dsDNA bersamaan dengan

munculnya gejala mayor berupa gangguan ginjal, gangguan

kardiovaskular atau gangguan neurologi.

Hal ini menunjukkan bahwa pasien dengan kadar Anti dsDNA

yang tinggi tidak selalu memiliki jumlah kriteria ACR yang banyak.

4.2.2.6 Prevalensi Terjadinya Lupus Nefritis Berdasarkan Hasil Tes Anti

DsDNA.

Walau hasilnya tidak bermakna secara statistik, pasien dengan

kelainan ginjal cenderung memiliki hasil tes anti dsDNA yang lebih tinggi.

Bila dilihat dari kasus, terdapat 35% pasien yang memiliki manifestasi

ginjal.

Page 14: BAB IV

Gangguan ginjal berupa lupus nefritis biasanya akan muncul pada

pasien yang telah lama mengidap lupus karena penumpukan komplemen

anti dsDNA di ginjal (Linnik, 2005), sedangkan penelitian ini dilakukan

untuk melihat manifestasi yang terjadi pada pasien lupus pada saat awal

didiagnosis menderita LES.

Dari hasil penelitian, peneliti tidak dapat menentukan prevalensi

terjadinya lupus nefritis pada pasien LES karena hanya menggunakan

metode pengambilan data satu waktu.

4.3 Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini, terdapat beberapa keterbatasan yang dihadapi yaitu:

1. Karena penelitian menggunakan data sekunder, data yang diambil tidak

lengkap dan/atau tidak sesuai dengan keadaan pasien yang sebenarnya.

2. Terdapat kesulitan pencarian sampel karena data yang tersedia kurang

lengkap, yaitu tidak ada kadar Anti dsDNA atau kriteria ACR pasien

sehingga banyak sampel yang menjadi eksklusi.

3. Kurangnya sampel menyebabkan kemungkinan adanya pengaruh terhadap

signifikansi hasil sehingga tidak sesuai dengan literatur yang sudah ada.

4.1