BAB IV
-
Upload
rizkia-retno-d -
Category
Documents
-
view
215 -
download
1
description
Transcript of BAB IV
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Penelitian ini merupakan studi analisis jumlah kriteria ACR dan kadar anti
dsDNA pada pasien Lupus Eritematosus Sistemik (LES). Penelitian ini dilakukan
melalui analisis data rekam medik pasien rawat inap dan poliklinik Alergi
Imunologi di RS Mohammad Hoesin Palembang. Dari data yang telah
dikumpulkan, terdapat 248 kasus Lupus Eritematosus Sistemik. Setelah dilakukan
pengumpulan data, terdapat 92 kasus Lupus Eritematosus Sistemik yang
memenuhi kriteria penelitian. Pemaparan hasil penelitian adalah sebagai berikut:
4.1.1 Hasil Deskriptif
4.1.1.1 Karakteristik Pasien Lupus Eritematosus Sistemik
Karakteristik pasien LES dilihat berdasarkan jenis kelamin dan
umur. Selain itu, sampel pasien LES yang dipilih hanya pasien yang
memiliki data mengenai jumlah kriteria ACR dan kadar Anti dsDNA.
Berdasarkan seleksi kriteria inklusi dan eksklusi, sampel penelitian yang
didapatkan adalah sebanyak 92 sampel.
4.1.1.1.1 Usia
Tabel 8. Usia Pasien
Kelompok Usia Jumlah (N) Persentase
15-24 tahun 29 31,5%
25-44 tahun 52 56,5%
45-64 tahun 11 12%
Total 92 100%
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, untuk distribusi
kelompok usia pasien Lupus Eritematosus Sistemik di RS Mohammad
Hoesin Palembang, kelompok umur 25-44 tahun memiliki kasus LES yang
paling tinggi di antara kelompok umur lainnya yaitu sebanyak 52 kasus
(56,5%). Sedangkan tertinggi kedua pada kelompok 15-24 tahun yaitu
sebanyak 29 kasus (31,5%) dan 11 pasien pada usia 45-64 tahun (12%).
4.1.1.1.2 Jenis Kelamin
Tabel 9. Jenis Kelamin Pasien
Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Pria 3 3,3%
Wanita 89 96,7%
Total 92 100%
Berdasarkan jenis kelamin, kelompok perempuan memiliki angka
kejadian Lupus Eritematosus Sistemik lebih tinggi dibanding laki-laki,
yaitu 89 dari 92 (96,7%) kasus. Kelompok laki-laki memiliki angka
kejadian sebanyak 3 dari 92 (3,3%) kasus.
4.1.1.1.3 Hasil Tes Anti DsDNA
Tabel 10. Hasil Tes Anti DsDNA
Hasil Tes Jumlah Persentase
Positif 73 79%
Negatif 19 21%
Total 92 100%
Dari hasil penelitian terhadap 92 pasien yang dinyatakan LES oleh
kriteria ACR, sebanyak 73 pasien (79%) memiliki Anti dsDNA yang
positif dan 19 (21%) pasien yang memiliki Anti dsDNA negatif.
4.1.1.1.4 Jumlah Kriteria ACR
Tabel 11. Jumlah Kriteria ACR
Banyaknya Kriteria Jumlah Persentase
4 32 34,8%
5 25 27,2%
6 19 20,7%
7 11 12%
8 3 3,3%
9 2 2,2%
Total 92 100%
Dari hasil penelitian, terdapat 32 pasien (34,8%) yang memiliki 4
kriteria ACR, 25 pasien (27%) memiliki 5 kriteria, 19 pasien (20,7%)
memiliki 6 kriteria, 11 pasien (12%) memiliki 7 kriteria, 3 pasien (3,3%)
memiliki 8 kriteria dan 9 pasien (2,2%) yang memiliki 2 kriteria ACR.
4.1.1.2 Manifestasi Pada Pasien Lupus Eritematosus Sistemik Berdasarkan
Kriteria ACR
Tabel 12. Distribusi Kriteria ACR Pada Sampel
Kriteria ACR Jumlah (N) Persentase (%)
Ruam malar 52 56,5%
Ruam discoid 26 28,3%
Fotosensivitas 19 20,7%
Ulkus oral 35 38%
Artritis 80 87%
Serositis 14 15%
Gangguan ginjal 33 35,8%
Gangguan neurologik 6 6,5%
Gangguan hematologik 42 45,6%
Gangguan imunologik 91 98,9%
Antibodi Antinukleus 92 100%
Berdasarkan tabel, dari 92 pasien yang diteliti, kriteria yang
muncul pada saat pertama kali didiagnosis pada pasien Lupus
Eritematosus Sistemik di RS Mohammad Hoesin Palembang adalah
Antibodi Antinukleus, 92 kasus dari 92 pasien (100%). Kriteria
selanjutnya yang paling sering muncul adalah gangguan imunologik, 91
kasus dari 92 pasien (98,9%). Kriteria yang rata-rata dimiliki oleh
sebagian besar pasien adalah Arthritis, 80 kasus dari 92 pasien (87%),
kasus ruam malar muncul pada 52 kasus dari 92 pasien (56,5%), kasus
kelainan hematologi muncul 42 kasus dari 92 pasien (45,6%) dan terdapat
ulkus oral sebanyak 35 kasus dari 92 pasien (38%).
Kriteria yang hanya dimiliki sebagian kecil pasien adalah ganggan
ginjal, 33 kasus dari 92 pasien (35,8%), ruam discoid muncul 26 kasus
dari 92 pasien (28,3%) dan fotosensitivitas muncul 19 kasus dari 92 pasien
(20,7%). Sedangkan kriteria yang paling sedikit ditemui adalah serositis,
14 kasus dari 92 pasien (15%) dan gangguan neurologik, hanya 6 kasus
dari 92 pasien (6,5%).
4.1.2 Hasil Analisis Bivariat
4.1.2.1 Hubungan Jenis Kelamin Dengan Hasil Tes Anti DsDNA Positif Pada
Pasien Lupus Eritematosus Sistemik
Tabel 13. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Hasil Tes Anti DsDNA Pada
Pasien LES
N Median
(min-maks)
P
Wanita 71 75 (20-1838) 0,073
Pria 2 20 (20-37)
Dengan uji Mann-Whitney, diperoleh angka significancy 0,073.
Karena nilai p > 0,05 dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan
bermakna antara hasil tes Anti dsDNA pada pria dan wanita.
4.1.2.2 Hubungan Jenis Kelamin Dengan Jumlah Kriteria ACR Pada Pasien
Lupus Eritematosus Sistemik.
Tabel 14. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Jumlah Kriteria ACR Pada
Pasien LES
N Median
(min-maks)
P
Wanita 89 5(4-9) 0,16
Pria 3 4(4-5)
Dengan uji Mann-Whitney, diperoleh angka significancy 0,16.
Karena nilai p > 0,05 dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan
bermakna antara jumlah kriteria ACR pada pria dan wanita.
4.1.2.3 Hubungan Usia Dengan Hasil Tes Anti DsDNA Positif Pada Pasien
Lupus Eritematosus Sistemik.
Tabel 15. Hubungan Usia Dengan Hasil Tes Anti DsDNA Positif Pada
Pasien LES (Hasil Uji Kruskal Wallis)
N Median
(min-maks)
P
15-24 29 67,44 (22-1018) 0,004
25-44 52 225 (20-1838)
45-64 11 36,62(23-75)
Uji post hoc Mann-Whitney: 15-24 vs 25-44 p = 0,126; 25-44 vs 45-64 p = 0,001; 15-24
vs 45-64 p = 0,041.
Dari data diatas, dengan uji Kruskal-Wallis diperoleh nilai p =
0,004. Oleh karena nilai p < 0,05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa
“paling tidak terdapat perbedaan hasil tes Anti dsDNA antara dua
kelompok usia”.
Secara statistik, tidak ada perbedaan hasil tes Anti dsDNA antara
kelompok usia 15-24 dan 25-44 (p =126) tetapi terdapat perbedaan hasil
tes Anti dsDNA pada kelompok usia 25-44 dan 45-64 (p=0,001) serta pada
kelompok usia 15-24 dan 45-64 (p=0,041). Kelompok usia 45-64
cenderung memiliki kadar Anti dsDNA yang lebih rendah.
Tabel 16. Hubungan Usia Dengan Hasil Tes Anti DsDNA Pada Pasien
LES (Hasil Uji Korelasi Spearman)
Hasil Tes Anti DsDNA
Usia r -0,117p 0,267n 92
Dari hasil data diatas, diperoleh nilai significancy 0,267 yang
menunjukkan bahwa korelasi antara usia dengan hasil tes Anti dsDNA
pada pasien LES di RS Mohammad Hoesin Palembang adalah tidak
bermakna. Nilai korelasi Spearman sebesar 0,117 (11%) menunjukkan
bahwa arah korelasi negatif dengan kekuatan korelasi yang sangat lemah.
4.1.2.4 Hubungan Usia Dengan Jumlah Kriteria ACR Pada Pasien Lupus
Eritematosus Sistemik.
Tabel 17. Hubungan Usia Dengan Jumlah Kriteria ACR Pada Pasien LES
(Hasil Uji Kruskal Wallis)
N Median
(min-maks)
P
15-24 29 5(4-9) 0,711
25-44 52 5(4-9)
45-64 11 5(4-6)
Dari data diatas, dengan uji Kruskal-Wallis diperoleh nilai p =
0,711. Oleh karena nilai p > 0,05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa
tidak ada perbedaan jumlah kriteria ACR antar kelompok usia.
Tabel 18. Hubungan Usia Dengan Kriteria ACR Pada Pasien LES (Hasil
Uji Korelasi Spearman)
Jumlah Kriteria ACR
Usia r -0,123p 0,243n 92
Dari hasil data diatas, diperoleh nilai significancy 0,243 yang
menunjukkan bahwa korelasi antara usia dengan jumlah kriteria ACR pada
pasien LES di RS Mohammad Hoesin Palembang adalah tidak bermakna.
Nilai korelasi Spearman sebesar 0,123 (12%) menunjukkan bahwa arah
korelasi negatif dengan kekuatan korelasi yang sangat lemah.
4.1.2.5 Korelasi Hasil Tes Anti DsDNA Dengan Jumlah Kriteria ACR Pada
Pasien Lupus Eritematosus Sistemik
Tabel 19. Korelasi Hasil Tes Anti DsDNA Dengan Jumlah Kriteria ACR
Pada Pasien Lupus Eritematosus Sistemik
Jumlah Kriteria ACR
Hasil Tes Anti DsDNA r 0,351
p 0.001
n 92
Karena data tidak berdistribusi normal, digunakan uji korelasi
Spearman. Dari hasil data diatas, diperoleh nilai significancy 0,001 yang
menunjukkan bahwa korelasi antara hasil tes Anti dsDNA dengan jumlah
kriteria ACR pada pasien LES di RS Mohammad Hoesin Palembang
adalah bermakna. Nilai korelasi Spearman sebesar 0,351 (35%)
menunjukkan bahwa arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang
lemah.
Tabel 20. Hubungan Hasil Tes Anti DsDNA Dengan Jumlah Kriteria
ACR Pada Pasien LES
N Median (min-maks) P
Negatif 19 4 (4-7) 0,001
Positif 73 5 (4-9)
Dengan uji Mann-Whitney, diperoleh angka significancy 0,001.
Karena nilai p < 0,05 dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
bermakna antara jumlah kriteria ACR pada pasien dengan dsDNA positif
dan dsDNA negatif.
4.1.2.6 Prevalensi Terjadinya Lupus Nefritis Berdasarkan Hasil Tes Anti
DsDNA.
Tabel 21. Hubungan Hasil Tes Anti DsDNA dengan Manifestasi Kelainan
Ginjal
N Median (min-maks) P
Negatif 59 56 (3-1602) 0,070
Positif 33 163,4 (4-1834)
Dari 92 pasien yang diteliti, sebanyak 33 orang memiliki
manifestasi kelainan ginjal, sedangkan 59 orang tidak ada manifestasi
ginjal. Dengan uji Mann-Whitney, diperoleh angka significancy 0,070.
Karena nilai p > 0,05 dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan
bermakna antara hasil tes Anti dsDNA dengan manifestasi kelainan ginjal.
4.2 Pembahasan
Berikut ini adalah pembahasan hasil penelitian di atas yang terdiri atas
pembahasan hasil deskriptif dan hasil analitik.
4.2.1 Hasil Deskriptif
4.2.1.1 Karakteristik Pasien Lupus Eritematosus Sistemik
4.2.1.1.1 Usia
Menurut Isbagio (2009), Penyakit ini dapat ditemukan di semua
usia tetapi paling banyak di usia 15-40 tahun (masa reproduksi).
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, untuk distribusi kelompok usia
pasien Lupus Eritematosus Sistemik di RS Mohammad Hoesin
Palembang, kelompok umur 25-44 tahun memiliki kasus LES yang paling
tinggi di antara kelompok umur lainnya yaitu sebanyak 52 kasus (56,5%).
Sedangkan tertinggi kedua pada kelompok 15-24 tahun yaitu sebanyak 29
kasus (31,5%) dan 11 pasien pada usia 45-64 tahun (12%).
Hal tersebut mendukung penelitian sebelumnya yang menyatakan
bahwa LES terutama menyerang wanita muda dengan insiden puncak pada
usia 15 sampai dengan 40 tahun selama masa reproduktif (Bertsias G,
2014). Pada usia reproduktif ditandai dengan adanya peningkatan hormon
estrogen pada perempuan dan hormon androgen pada laki-laki (Hahn Bh,
2012).
4.2.1.1.2 Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, kelompok perempuan memiliki angka
kejadian Lupus Eritematosus Sistemik lebih tinggi dibanding laki-laki,
yaitu 89 dari 92 (96,7%) kasus. Kelompok laki-laki memiliki angka
kejadian sebanyak 3 dari 92 (3,3%) kasus.
Sesuai dengan penelitian sebelumnya, pasien lupus lebih banyak
wanita dibandingkan pria. Lupus Eritematosus Sistemik (LES) lebih sering
terjadi pada wanita daripada laki-laki dengan perbandingan 6-9:1. (Lim,
2013) Sedangkan menurut Bertoli (2014), prevalensi LES di Amerika
dilaporkan 52 kasus per 100.000 penduduk, dengan rasio jenis kelamin
wanita dan laki-laki antara 9-14:1.
Namun di kasus ini, perbandingan antara pria dan wanita adalah
1:30, karena perlunya pemenuhan kriteria inklusi, sebanyak 92 pasien
yang memenuhi kriteria diambil dan tidak dilihat jenis kelaminnya, hal ini
akan berpengaruh terhadap signifikansi hasil.
4.2.1.1.3 Hasil Tes Anti DsDNA
Dari hasil penelitian, sebanyak 73 pasien dari 92 pasien memiliki
anti dsDNA positif dan sisanya sebanyak 19 pasien memiliki anti dsDNA
negatif. Menurut penelitian oleh Giles (2013), Anti dsDNA adalah
antibodi yang spesifik untuk lupus, hanya kurang dari 0,5% dari orang
yang sehat atau pasien dengan gangguan autoimun yang lain yang
memiliki Anti dsDNA positif. Pada pasien lupus sendiri, sebanyak 70%
positif anti dsDNA. Pemeriksaan Anti dsDNA memang spesifik untuk
lupus tapi tidak sensitif. Semua pasien yang positif Anti dsDNA
dinyatakan lupus tapi tidak semua pasien lupus positif anti dsDNA.
4.2.1.1.4 Jumlah Kriteria ACR
Dari hasil penelitian, pasien LES di RSUP Mohammad Hoesin
Palembang paling banyak terdiagnosis lupus dengan 4-5 kriteria ACR
yaitu terdapat 32 pasien dari 27 pasien dari 92 kasus. Semakin
bertambahnya kriteria, semakin sedikit pasien yang memiliki jumlah
tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Anic, dkk (2014) range
jumlah kriteria yang dimiliki oleh pasien lupus adalah 4-6.
4.2.1.2 Manifestasi Tersering Pada Pasien Lupus Eritematosus Sistemik
Berdasarkan tabel, dari 92 pasien yang diteliti, kriteria yang
muncul pada saat pertama kali didiagnosis pada pasien Lupus
Eritematosus Sistemik di RS Mohammad Hoesin Palembang adalah
Antibodi Antinukleus, 92 kasus dari 92 pasien (100%). Kriteria
selanjutnya yang paling sering muncul adalah gangguan imunologik, 91
kasus dari 92 pasien (98,9%). Kriteria yang rata-rata dimiliki oleh
sebagian besar pasien adalah Arthritis, 80 kasus dari 92 pasien (87%),
kasus ruam malar muncul pada 52 kasus dari 92 pasien (56,5%), kasus
kelainan hematologi muncul 42 kasus dari 92 pasien (45,6%) dan terdapat
ulkus oral sebanyak 35 kasus dari 92 pasien (38%).
Kriteria yang hanya dimiliki sebagian kecil pasien adalah ganggan
ginjal, 33 kasus dari 92 pasien (35,8%), ruam discoid muncul 26 kasus
dari 92 pasien (28,3%) dan fotosensitivitas muncul 19 kasus dari 92 pasien
(20,7%). Sedangkan kriteria yang paling sedikit ditemui adalah serositis,
14 kasus dari 92 pasien (15%) dan gangguan neurologik, hanya 6 kasus
dari 92 pasien (6,5%).
Hal ini sejalan dengan penelitian Anic dkk (2014), kriteria ACR
yang paling banyak ditemui pada pasien LES adalah ANA, gangguan
imunologi, arthritis, gangguan darah dan malar rash.
Antibodi Antinukleus dan kelainan imunologi paling banyak
ditemui di kasus ini karena di penelitian ini membahas mengenai Anti
dsDNA yang merupakan bagian dari ANA dan kelainan imunologi. ANA
bahkan tidak hanya muncul di penyakit LES tapi juga di penyakit
autoimun lainnya. Selanjutnya, manifestasi yang paling sering muncul
adalah manifestasi minor pada sistem dermato-muskulo skeletal berupa
arthritis, ulkus oral dan ruam malar, manifestasi ini juga merupakan
manifestasi khas pada LES.
Sedangkan gangguan ginjal jarang ditemui pada awal diagnosis
karena biasanya terjadi pada pasien yang telah lama terdiagnosis LES.
Untuk manifestasi ruam discoid, biasanya terjadi pada 3 dari 10 pasien
LES. Terakhir, serositis dan kelainan neurologis merupakan gejala mayor
yang biasanya muncul pada saat flare atau eksaserbasi penyakit lupus,
sehingga jarang dijumpai pada saat awal diagnosis.
4.2.2 Hasil Analisis Bivariat
4.2.2.1 Hubungan Jenis Kelamin Dengan Hasil Tes Anti DsDNA Pada Pasien
Lupus Eritematosus Sistemik
Tidak ada perbedaan yang signifikan untuk hasil tes Anti dsDNA
pada pasien LES pria dan wanita. Keparahan penyakit lupus pada pria
akan bertambah pada saat berusia diatas 50 tahun (Lahita, 2012).
4.2.2.2 Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kriteria ACR Pada Pasien Lupus
Eritematosus Sistemik.
Tidak ada perbedaan yang signifikan untuk jumlah kriteria ACR
pada pasien LES pria dan wanita. Namun sesuai penelitian
Schwartzman-Morris (2012), terdapat kecenderungan munculnya
serositis dan pada pria. 2 dari 3 pasien pria di penelitian ini mengalami
serositis, serta jarang ditemui manifestasi arthritis.
4.2.2.3 Hubungan Usia Dengan Hasil Tes Anti DsDNA Pada Pasien Lupus
Eritematosus Sistemik.
Dari hasil analisis, tidak terdapat perbedaan hasil tes Anti dsDNA
yang signifikan untuk kelompok usia 15-24 dan 25-44. Hasil kadar anti
dsDNA berkisar 4-1838. Menurut Hahn Bh (2012), pada usia reproduktif
ditandai dengan adanya peningkatan hormon estrogen pada perempuan
dan hormon androgen pada laki-laki. Sementara untuk usia 45-64, kadar
Anti dsDNA-nya cenderung menjadi lebih rendah.
Untuk hasil uji korelasi, korelasinya tidak bermakna. Kadar Anti
dsDNA berbanding terbalik dengan umur, semakin tinggi umur semakin
rendah kadar Anti dsDNA-nya
4.2.2.4 Hubungan Usia Dengan Jumlah Kriteria ACR Pada Pasien Lupus
Eritematosus Sistemik.
Tidak terdapat perbedaan perbedaan yang signifikan pada tiap
kelompok umur pasien LES. Sesuai dengan penelitian oleh Anic, dkk
(2014) rata-rata jumlah kriteria yang dimiliki oleh pasien lupus adalah 5.
Namun, sesuai dengan penelitian oleh Domenech (1992), pada kelompok
usia lanjut memiliki kecendurungan berkurangnya kriteria fotosensitivitas,
sariawan dan ruam diskoid.
4.2.2.5 Korelasi Hasil Tes Anti DsDNA Dengan Jumlah Kriteria ACR Pada
Pasien Lupus Eritematosus Sistemik
Korelasi antara hasil tes Anti dsDNA dengan jumlah kriteria ACR
pada pasien LES di RS Mohammad Hoesin Palembang adalah bermakna.
Nilai korelasi Spearman menunjukkan bahwa arah korelasi positif tetapi
kekuatan korelasinya lemah.
Terdapat banyak pasien dengan Anti dsDNA nya rendah tapi
memiliki jumlah kriteria ACR yang banyak, karena gejala yang muncul
adalah gejala minor yaitu di sistem dermato-muskulo-skeletal berupa
arthritis, ruam malar, ulkus oral dan fotosensitivitas, yang bisa dikontrol
dengan pemberian obat prednisolon (Swaak, 1982)
Namun di penelitian ini juga ditemukan pasien dengan jumlah
kriteria ACR nya sedikit tetapi kadar Anti dsDNA nya tinggi karena
penyakitnya sudah menyerang organ vital seperti otak. Menurut Giles
(2013), munculnya kadar anti dsDNA pada tubuh seseorang sebelum
adanya manifestasi yang muncul menunjukkan progresifitas penyakit yang
sedang terjadi di tubuh. Peningkatan kadar anti dsDNA berhubungan
dengan flare dari penyakit lupus dan biasanya bersamaan dengan
penurunan C3 dan C4. Flare atau eksaserbasi penyakit lupus biasanya
ditandai dengan tingginya kadar anti dsDNA bersamaan dengan
munculnya gejala mayor berupa gangguan ginjal, gangguan
kardiovaskular atau gangguan neurologi.
Hal ini menunjukkan bahwa pasien dengan kadar Anti dsDNA
yang tinggi tidak selalu memiliki jumlah kriteria ACR yang banyak.
4.2.2.6 Prevalensi Terjadinya Lupus Nefritis Berdasarkan Hasil Tes Anti
DsDNA.
Walau hasilnya tidak bermakna secara statistik, pasien dengan
kelainan ginjal cenderung memiliki hasil tes anti dsDNA yang lebih tinggi.
Bila dilihat dari kasus, terdapat 35% pasien yang memiliki manifestasi
ginjal.
Gangguan ginjal berupa lupus nefritis biasanya akan muncul pada
pasien yang telah lama mengidap lupus karena penumpukan komplemen
anti dsDNA di ginjal (Linnik, 2005), sedangkan penelitian ini dilakukan
untuk melihat manifestasi yang terjadi pada pasien lupus pada saat awal
didiagnosis menderita LES.
Dari hasil penelitian, peneliti tidak dapat menentukan prevalensi
terjadinya lupus nefritis pada pasien LES karena hanya menggunakan
metode pengambilan data satu waktu.
4.3 Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini, terdapat beberapa keterbatasan yang dihadapi yaitu:
1. Karena penelitian menggunakan data sekunder, data yang diambil tidak
lengkap dan/atau tidak sesuai dengan keadaan pasien yang sebenarnya.
2. Terdapat kesulitan pencarian sampel karena data yang tersedia kurang
lengkap, yaitu tidak ada kadar Anti dsDNA atau kriteria ACR pasien
sehingga banyak sampel yang menjadi eksklusi.
3. Kurangnya sampel menyebabkan kemungkinan adanya pengaruh terhadap
signifikansi hasil sehingga tidak sesuai dengan literatur yang sudah ada.
4.1