BAB IV
-
Upload
fredy-akbar-k -
Category
Documents
-
view
7 -
download
1
description
Transcript of BAB IV
57
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
Bab ini menggambarkan hasil analisis dari penelitian untuk
mengetahui hubungan IMT, lingkar pinggang, kadar profil lipid (HDL &
LDL) serum dengan derajat premenstrual syndrome pada wanita usia
subur. Penelitian terhadap 30 wanita usia subur dengan tehnik
pengambilan sampel secara purposive sampling.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tanggal 02 Mei sampai
dengan tanggal 06 Juni tahun 2012 dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Deskripsi Variabel Penelitian
Analisis deskripsi variabel penelitian merupakan hasil analisis
mengenai umur, IMT, Lingkar Pinggang, kadar HDL, LDL dan
premenstrual syndrom responden. Berdasarkan hasil penelitian dapat
dideskripsikan setiap variabel penelitian berdasarkan tabel berikut :
58
Tabel 4.1 Deskripsi Variabel Penelitian
VariabelJmlh(N)
Min Maks MeanStd.
Deviasi
1. Umur (Thn)
2. IMT (kg/m²)
3. Lingkar pinggang (cm)
4. Kadar HDL (mg/dl)
5. Kadar LDL (mg/dl)
6. Skor Derajat PMS
30
30
30
30
30
30
17
18,59
62
32
59
4
30
34,77
99
82
165
31
22,67
24,12
81,60
51,90
120,87
22,23
3,88
3,86
8,86
10,11
22,71
7,94
Sumber : Data Primer tahun 2012
Berdasarkan table 4.1 usia responden termuda adalah 17 tahun
sedangkan usia tertua adalah 30 tahun, dengan rata-rata usia responden
adalah 22,67 tahun (SD) = 3,88. Dari tabel 4.1 juga diperoleh data bahwa
untuk variabel Indeks Massa Tubuh (IMT) responden nilai terendah 18,5
kg/m² dan tertinggi 34,77 kg/m² dengan nilai rata-rata 24,12 kg/m² (SD) =
3,86. Lingkar pinggang responden terkecil 62 cm dan terbesar 99 cm
dengan rata-rata (81,60 cm) (SD) = 8,86. Untuk variabel kadar HDL serum
responden terendah adalah 32 ml/dl dan yang tertinggi 82 ml/dl dengan
rata-rata adalah 51,90 mg/dl (SD) = 10,11, sedangkan untuk kadar LDL
serum responden terendah adalah 59 mg/dl dan tertinggi 165 mg/dl
dengan nilai rata-rata 120,87 mg/dl (SD) = 22,71. Sedangkan derajat
premenstrual syndrome paling ringan adalah skor 4 dan terberat skor 31
dengan rata-rata 22,23 (SD) = 7,94.
59
2. Hubungan Umur, IMT, Lingkar Pinggang, Kadar HDL, LDL dengan
derajat premenstrual syndrome
Hubungan Umur, IMT, lingkar pinggang, kadar HDL, LDL dengan
derajat premenstrual syndrome pada wanita usia subur dianalisis untuk
mendapatkan gambaran korelasi antara variebel independen dan variabel
dependen sebagaimana tabel 4.2 berikut :
Tabel 4.2 Hubungan Umur, IMT, lingkar pinggang, kadar HDL, LDL
dengan derajat premenstrual syndrome responden
Variabel
Derajat premenstrual
syndrome
OR
(IK 95%)Ringan Berat N % N %
Umur
(Tahun)
14 – 24
25 – 34
6
4
60
40
11
9
55
45OR = 1,227 (0,263 – 5,73)
IMT
(kg/m²)
18,5-24,9
>.25
9
1
90
10
6
14
30
70OR = 21,00(2,155 –204,61)
Lingk. Pinggang
(Cm)
< 80
>.80
7
3
70
30
6
14
30
70 OR = 5,444 (1,039 – 28,53)
HDL(mg/dl)
< 50
>. 50
8
2
80
20
6
14
30
70OR = 9,333 (1,511 – 57,65)
LDL(mg/dl)
< 130
>.130
9
1
90
10
10
10
50
50OR = 9,000 (0,954 – 84,89)
Total 10 33,3 20 66,7Sumber : Data Primer tahun 2012
60
Berdasarkan tabel 4.2 di atas didapatkan hasil bahwa tidak terdapat
hubungan antara umur dengan derajat premenstrual syndrome dimana
nilai OR = 1,227 (0,263 – 5,734).
Untuk variabel indeks massa tubuh (IMT) terdapat hubungan yang
kuat dengan derajat premenstrual syndrome dimana nilai OR = 21,000
(2,155 – 204,614), dan begitupula dengan hubungan lingkar pinggang
dengan derajat premenstruasi syndrom memiliki hubungan yang kuat
dimana nilai OR =5,444 (1,039 – 28,533). Untuk kadar HDL serum ada
hubungan dengan derajat premenstrual syndrome dimana nilai OR =
9,333 (1,511– 57,654) sedangkan kadar LDL serum tidak ada hubungan
dengan derajat premenstrual syndrome dengan nilai OR = 9,000 (0,954 –
84,899). Adapun rincian hasil analisis korelasi tiap variabel dalam
penelitian ini dideskripsikan pada tabel sebagai berikut :
Dari kelima variable tersebut diatas yang berkorelasi terhadap
derajat premenstrual syndrome tersebut yaitu IMT dan lingkar pinggang,
HDL sedangkan variabel LDL tidak berkolerasi terhadap derajat
premenstrual syndrome
3. Peran IMT, Lingkar Pinggang, Kadar HDL terhadap derajat
premenstrual syndrome
Peran IMT, lingkar pinggang, kadar HDL terhadap derajat
premenstrual syndrome pada wanita usia subur dianalisis untuk
61
mendapatkan gambaran variebel independen yang paling berperan
terhadap variabel dependen sebagaimana tabel 4.3 berikut :
Tabel 4.3 Peran IMT, lingkar pinggang, kadar HDL, terhadap derajatpremenstrual syndrome
Variabel Exp (B)95,0% C.I.for EXP(B)
Lower UpperIMT Obesitas (>25 kg/m²)
1,070 0,000 -
Lingkar Pinggang Obesitas (>80 cm)
0,000 0,000-
Kadar HDL Tinggi (>50 gr/dl)
3,064-
Constant0,000
Sumber : Data Primer 2012
Dari tabel tersebut diatas terlihat bahwa diantara ketiga variabel
yang berperan terhadap derajat premenstrual syndrom, Kadar HDL tinggi
merupakan faktor dominan terhadap derajat Premenstrual Syndrom
dengan nilai EXP (B) = 3,064 kemudian variabel IMT obesitas dengan
nilai EXP (B) = 1,070.
B. Pembahasan
1. Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan premenstrual
syndrome pada wanita usia subur.
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat analisis bahwa terdapat
hubungan antara IMT dengan derajat premenstrual syndrome pada wanita
usia subur dengan nilai OR = 21,00. Hal ini senada dengan penelitian
62
Bertone-Johnson et al (2001) menemukan adanya hubungan linier yang
kuat antara Body Mass Indeks (BMI) dengan resiko premenstrual
syndrome dengan confidence interval / CI( 1,01 – 1,05). Setiap kenaikan
1kg/m² Indeks massa Tubuh (IMT) berhubungan dengan peningkatan
secara signifikan 3% resiko terjadinya premenstrual syndrome.
Dalam penelitian yang melibatkan 15 responden dengan IMT
normal dan 15 responden dengan IMT obesitas ini diperoleh hasil bahwa
kecendrungan terjadinya premenstrual syndrome berat pada responden
dengan IMT obesitas yaitu 14 responden (93,33%) . Hal ini diperkuat oleh
penelitian Bertone-Johnson et al (2001) bahwa Indeks Massa Tubuh (IMT)
berkorelasi positif dengan gejala yang spesifik muncul pada wanita yang
mengalami premenstrual syndrome secara spesifik berupa
pembengkakan ekstremitas, nyeri punggung dan kram perut.
Hubungan kuat terjadi antara perubahan serum kolesterol dengan
perubahan berat badan sejak dewasa muda hingga usia pertengahan.
Setiap peningkatan 1 kg/m² IMT berhubungan dengan peningkatan
kolesterol total plasma sebesar 7,7 mg/dl dan penurunan tingkat HDL
sebesar 0,8 mg/dl. Studi-studi tentang metabolisme telah
mendokumentasikan bahwa obesitas menghasilkan peningkatan angka
sintesis kolesterol endogen yaitu 20 mg setiap hari untuk kilogram
kelebihan berat badan (Denke, 2006)
63
Etiologi dari sindrom ini bersifat multifactor, beberapa teori
mengemukakan bahwa premenstrual syndrom merupakan efek dari
gangguan hormonal, kekurangan kalsium, magnesium ,piridoksin, alkohol
gangguan toleransi glukosa serta adanya obesitas.
Beberapa bukti menunjukkan bahwa fluktuasi kadar estrogen dan
progesteron terhadap timbulnya PMS, obesitas dapat mengubah fungsi
neurotransmitter melalui efeknya pada estrogen dan progesteron. Pada
beberapa studi, premenstrual syndrome telah menunjukkan kelainan
serotonin, gamma-aminobutyric acid (GABA), dan sistem lain. Estrogen
meningkatkan sintesa, transportasi dan responsif postsinapstik dengan
demikian disimpulkan bahwa estradiol memiliki kontribusi terhadap
adipositas yang dapat menyebabkan gangguan fungsi serotonin dan
memberikan kontribusi pada terjadinya PMS.
2. Hubungan lingkar pinggang dengan premenstrual syndrome
pada wanita usia subur.
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa ada hubungan antara
lingkar pinggang dengan derajat premenstrual syndrome pada wanita usia
subur dengan nilai OR = 5,444 (1,039 – 28,533).
Pengukuran lingkar pinggang juga dapat mengindikasikan
kuantitas lemak di perifer . Lingkar pinggang merupakan pengukur
distribusi lemak abdominal yang mempunyai hubungan erat dengan
64
indeks massa tubuh (Bell et al., 2001). Sehingga kadar lemak yang
menjadi sumber pembuatan estrogen yang merupakan faktor penyebab
premenstrual syndrome pun dapat diprediksi melalui pengukuran lingkar
pinggang. Dalam sebuah penelitian tentang hubungan lingkar pinggang
dengan kadar lemak menunjukan terdapat hubungan positif terhadap
semua komponen (Fasli J et al, 2008).
Estrogen merupakan hormon steroid dengan 10 atom C dan
dibentuk terutama dari 17 – ketosteroid androstendion. Estrogen alamiah
yang terpenting adalah estradiol (E2, Estron (E1), dan Estriol (E3). Secara
biologis , estradiol adalah yang paling aktif. Perbandingan khasiat biologis
dari ketiga hormon tersebut E2 : E1 : E3 = 10 : 5 : 1 . Potensi estradiol 12
kali potensi estron dan 8 kali estriol sehingga estradiol dianggap sebagai
estrogen utama (Speroff et al, 2005)
Selain di ovarium, estrogen juga disintesis di adrenal, plasenta,
testis, jaringan lemak dan susunan saraf pusat dalam jumlah kecil. Hal ini
menyebabkan wanita mempunyai kadar estrogen yang rendah setelah
menopause. Karena sel lemak juga dapat mensintesis estrogen dalam
jumlah sedikit, wanita gemuk yang memasuki menopause mungkin akan
mengalami beberapa keluhan seperti hot flashes dan osteoporosis, kedua
keluhan ini berhubungan dengan penurunan estrogen (Baziad, 2003) :
Speroff et al 2005
65
Lemak intraabdominal dan lemak subkutan abdominal lebih memiliki
arti penting dibanding lemak subkutan yang ada di bokong dan ektremitas
bawah. Ini mungkin berkaitan dengan fakta bahwa adiposit intraabdominal
lebih bersifat lipolitik aktif daripada yang berasal dari simpanan lain.
Sebuat riset yang dilakukan di Universitas Birminghan, Inggris
menunjukkan bahwa sel lemak di sekitar pinggang bukanlah bongkahan
lemak yang pasif melainkan sel-sel aktif berlebih yang dapat
mengacaukan stabilitas insulin dan meningkatkan tekanan darah dan
kolesterol dalam darah (Flier, 2005). Menurut Ren J (2004) dalam Natasya
(2007) sel lemak ternyata dapat menghasilkan sitokin-sitokin yang
memiliki efek seperti organ endokrin. Beberapa diantaranya yaitu : leptin,
adiponektin, interleukin-6, resistin dan TNF-α. Sedangkan menurut
Sharma AM (2004) sel lemak viseral dilaporkan lebih banyak IL-6, TNF-α,
dan resistin sedangkan leptin dan adiponektin dihasilkan dalam jumlah
lebih sedikit.
Menurut Pittas AG (2004) dalam Natasya (2007) interleukin-6(IL-6)
adalah sitokin yang dihasilkan oleh sel lemak dimana peningkatan
kadarnya dipengaruhi oleh peningkatan jumlah atau ukuran sel lemak. IL-
6 memiliki efek pro-inflamasi yang dapat dihubungkan dengan resistensi
insulin. Selain itu juga menurut Wiecek (2002) TNF-α juga merupakan
sitokin pro-inflamasi yang dipercaya turut berpartisipasi dalam
66
menginduksi dan mempertahankan keadaan inflamasi subakut yang
berhubungan dengan obesitas.
Menurut Berrgren JR (2005) dalam Natasya (2007) resistin
merupakan hormon yang diekspresi dan disekresi oleh sel lemak. Resistin
diperkirakan memiliki peran dalam obesitas dan diabetes tetapi
patogenesisnya sampai sekarang masih belum jelas Kadar leptin dalam
serum berhubungan dengan ekspresi mRNA leptin pada sel lemak dan
kadar trigliserida dalam sel tersebut. Tempat kerja leptin yang penting di
hipotalamus, dimana leptin bekerja sebagai regulator pemasukan dan
pengeluaran energi serta memiliki peran dalam beberapa aksis
neuroendokrin. Ada beberapa efek menonjol dari leptin yaitu menurunkan
sintesis lemak, menurunkan sintesis trigliserida dan meningkatkan
oksidasi asam lemak sehingga bisa meningkatkan sensitivitas insulin.
Perempuan dengan kadar lemak berlebihan, 4 -5 kali lebih sering
terjadi gangguan fungsi ovarium. Pada perempuan gemuk terjadi
kelebihan androgen dan kelebihan estrogen terutama estron. Pada
perempuan gemuk didapatkan keadaan hormonal sebagai berikut :
produksi androgen suprarenal meningkat, peningkatan pengeluaran 17-
ketosteroid dan 17-hidroksisteroid, kadar plasma testosteron meningkat,
kadar plasma androstenadion meningkat, rasio estron/estradiol 2,5, kadar
sex hormon binding globulin (SHBG) rendah (Baziad, 2003).
67
Sintesis hormons steroid dimulai dari perkembangan fulikel
ovarium, hormon folikel stimulating hormon (FSH) akan merangsang
perkembangan folikel primordial yang selanjutnya akan membentuk
hormon steroid. Sumber pembuatan hormon steroid adalah kolesterol
yang berasal dari diet yang dibawa low density lipoprotein (LDL) dalam
pembuluh darahm kolesterol yang dibuat oleh sel-sel endokrin, dan sel-sel
yang disimpan dalam endokrin (Herslagh A, 1998). Sehingga dengan
rendahnya kolesterol dalam tubuh yang diindikasikan dengan kuantitas
lingkar pinggang akan menyebabkan rendahnya kadar hormon steroid
termasuk kadar estrogen progesteron sebagai penyebab munculnya
premenstrual syndrome, demikian juga sebaliknya. Dari tabel 4.2 terlihat
bahwa wanita usia subur yang memiliki lingkar pinggang lebih dan
mengalami premenstrual syndrome derajat berat yaitu sebanyak 14
responden (82,35%). Dalam penelitian oleh Mayes dan Watson 2004
dilaporkan bahwa semakin besar lingkar pinggang seorang wanita,
ternyata semakin tinggi kadar hormon estrogen dalam tubuh.
Ketidakseimbangan kadar estrogen ini yang menyebabkan premenstrual
syndrome (Suparman, 2011).
3. Hubungan kadar HDL serum dengan derajat premenstrual
syndrome pada wanita usia subur.
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat adanya hubungan antara kadar
HDL dengan derajat premenstrual syndrome pada wanita usia subur
68
dengan nilai OR = 9,333 (1,511 – 57,654). Pada penelitian yang dilakukan
oleh Susan Thys et al (2005) terhadap 890 responden wanita berusia 18 –
45 tahun di Tristate New York diperoleh hasil bahwa ada pengaruh
pemberian estradiol selama fase luteal terhadap beratnya premenstrual
syndrome. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mumford ,et al
(2005) terhadap 259 wanita usia subur bahwa pada fase luteal terdapat
peningkatan kadar HDL serum dibandingkan pada fase folikuler siklus
menstruasi serta terdapat korelasi positif antara estradiol dengan HDL.
Dalam penelitian yang melibatkan 30 responden wanita usia subur ini
bila ditinjau dari umur berada pada rentang usia 18 – 30 tahun, dan
sebagian besar memilki kadar HDL tinggi. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Kwiterovich, 1996 bahwa faktor usia sangat mempengaruhi
kadar HDL seseorang. Rentang usia muda cenderung memilki kadar profil
HDL yang tinggi dibanding mereka yang berusia tua. Mekanisme yang
mendasari hal ini adalah adanya faktor hormon dalam hal ini hormon
estrogen dan progesteron.
Menurut Setyowati (2006) faktor hormonal merupakan faktor dominan
penyebab premenstrual syndrome yaitu ketidakseimbangan kadar
estrogen. Disekitar masa subur, fluktuasi kadar kolesterol paling tampak.
Tepat pada puncak masa subur (fase ovulasi), kadar HDL (kolesterol baik)
akan melonjak dibandingkan pada fase yang lain. Fase tersebut
69
merupakan puncak kenaikan hormon esterogen dan perlahan akan
menurun sesaat fase luteal dimulai.
Reader at al (1997) Fase luteal ditandai dengan berkurangnya
produksi estrogen oleh ovarium dan peningkatan produksi progesteron
oleh corpus luteum yang mencapai puncaknya pada pertengahan fase
luteal , kadar LH dan FSH kembali rendah. Premenstrual syndrome terjadi
akibat dari ketidakseimbangan kadar estrogen progesteron, lebih lanjut
Lam (2002) mengemukakan bahwa dominasi hormon estrogen terjadi bila
rasio hormon progesteron terhadap estradiol serum kurang dari 22:1 pada
fase proliferasi dan kurang dari 30 : 1 pada fase luteal.
Dalam penelitian ini juga diperoleh hasil bahwa responden dengan
kadar serum HDL tinggi yaitu 16 responden, 14 responden (87,5%)
mengalami premenstrual Syndrome berat. Hal ini membuktikan bahwa
peningkatan kadar HDL serum pada fase luteal siklus menstruasi
berpontensi untuk memperberat premenstrual Syndrome.
Etrogen merupakan hormon steroid derivat kolesterol yang
disintesis di ovarium. Kolesterol disintesis didalam kelenjar atau diambil
dari plasma. Kajian dengan sel-sel adrenal menunjukkan bahwa HDL
adalah komponen plasma yang memberikan kolesterol pada kelenjar. Bila
tidak segera digunakan untuk sintesa hormon steroid, kolesterol disimpan
di dalam kelenjar sebagai ester kolesterol (Montsgomery R, 1992)
70
Thys Jacob dkk (2008), estrogen berperan penting terhadap
munculnya Premenstrual syndrome dalam hal ini estrogen mempengaruhi
regulasi secara luas didaerah otak dengan memodulasi metabolisme
monoamine dan jalur neuropeptida sehingga mempengaruhi mekanisme
yang terlibat dalam gangguan mood dan afektif yang kebanyakan muncul
pada wanita yang mengalami Premenstrual syndrome. Estrogen eksogen
telah terbukti mempengaruhi profil lipid yang mengarah pada hipotesa
bahwa estrogen endogen memiliki efek yang sama.
4. Hubungan kadar LDL serum dengan derajat premenstrual
syndrome pada wanita usia subur.
Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa tidak terdapat hubungan
antara kadar LDL serum dengan derajat premenstrual syndrome pada
wanita usia subur dengan nilai OR = 9,000 (0,954 – 84,899). Penelitian
Mumford ,et al (2005) tentang hubungan antara estrogen endogen dengan
lipoprotein menemukan bahwa kadar LDL serum selama fase luteal lebih
rendah dibanding fase lainnya dalam siklus menstruasi dan memiliki
korelasi negatif terhadap peningkatan estradiol . Lebih lanjut dikemukakan
bahwa estrogen endogen memiliki efek yang sangat cepat terhadap
peningkatan kadar HDL tetapi tidak demikian halnya dengan kadar LDL.
Disekitar masa subur (fase ovulasi), fluktuasi kadar kolesterol
paling tampak.. Dimulai pada fase tersebut, kadar LDL (kolesterol jahat),
trigliserida dan kolesterol total mengalami penurunan dan mencapai titik
71
terendah sesaat menjelang menstruasi (Rosdiana R, 2012). Pada fase
luteal Sindrom Premenstruasi mempengaruhi proses perilaku dan memori
penemuan ini mengkonfirmasi peran yang penting dari steroid sebagai
etiologi Sindrom Premenstruasi.
Dari penelitian untuk melihat hubungan kadar LDL serum dengan
premenstrual
syndrome yang dilakukan pada 30 responden ini diperoleh hasil bahwa
dari 11 responden dengan kadar LDL serum tinggi terdapat 10 responden
(90,09%) mengalami premenstrual syndrome berat. Hal ini
menggambarkan bahwa semakin tinggi kadar LDL serum maka derajat
premenstrual syndrome semakin berat.
LDL bersirkulasi dalam tubuh dan dibawa ke sel otot, lemak dan
sel-sel lainnya. Pengatur utama kadar kolesterol darah adalah hati, karena
sebagian reseptor LDL terdapat didalam hati. LDL disebut juga kolesterol
jahat, karena kadar LDL yang tinggi menyebabkan kolesterol dalam arteri
(Sunita Almatsier, 2004)
Dalam penelitian Lejla Mezalic, et al, menemukan bahwa semakin
tinggi kadar estradiol maka kadar VLDL serum semakin menurun. Dengan
kata lain terdapat korelasi negatif antara kadar estradiol dengan kadar
LDL serum.
72
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Wanita usia subur yang memiliki IMT obesitas memiliki resiko 21 kali
(2,155 – 204,614) mengalami derajat premenstrual berat.
2. Wanita usia subur yang memiliki lingkar pinggang lebih memiliki resiko
5 kali (1,039 – 28,533) mengalami derajat premenstrual syndrome
berat.
3. Wanita usia subur yang memiliki kadar HDL serum tinggi beresiko 9
kali (1,511 – 57,654) mengalami derajat premenstrual syndrome berat.
4. Wanita usia subur yang memiliki kadar LDL serum tinggi tidak beresiko
mengalami derajat premenstrual syndrome berat.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian maka diperlukan beberapa saran sebagai
berikut :
1. Pentingnya upaya pengelolaan terhadap premenstrual syndrome pada
wanita usia subur baik secara farmakologis maupun nonfarmakologis
73
2. Diperlukan upaya pengaturan diet jenis dan pola asupan makanan
secara proporsional untuk memperoleh berat badan ideal sehingga
dapat membantu meringankan derajat premenstrual syndrome.
3. Pengaturan latihan aktivitas fisik yang berdampak pada pengaturan
jumlah lemak dalam tubuh khususnya lemak intabadominal sehingga
akan berdampak positif terhadap produksi estrogen progesteron pada
premenstrual syndrome.
4. Diperlukan penelitian lanjutan untuk mengetahui kadar estrogen
progesteron dalam darah selama fase luteal siklus menstruasi pada
wanita usia subur yang mengalami premenstrual syndrome.
74