BAB II.pdf
-
Upload
bryan-pramana -
Category
Documents
-
view
24 -
download
9
Transcript of BAB II.pdf
-
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka dan Hasil Penelitian Relevan
1. Modul
a. Pengertian Modul
Modul merupakan sebuah cara pengorganisasian materi pelajaran
yang memperhatikan fungsi pendidikan. Strategi pengorganisasian materi
pembelajaran mengandung squencing yang mengacu pada pembuatan
urutan penyajian materi pelajaran dan synthesizing yang mengacu pada
upaya untuk menunjukkan kepada pelajar keterkaitan fakta, konsep,
prosedur dan prinsip yang terkandung dalam materi pembelajaran
(Indriyanti & Susilowati, 2010). Modul adalah unit lengkap yang berdiri
sendiri dan terdiri dari serangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk
membantu siswa dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan secara
khusus dan jelas (Nasution, 2011). Modul merupakan bahan ajar yang
dikemas secara utuh dan sistematis, memuat seperangkat pengalaman
belajar yang terencana dan didesain untk membantu siswa mencapai tujuan
belajarnya dengan komponen minimal berupa tujuan pembelajaran,
materi/substansi belajar dan evaluasi sehingga siswa dapat belajar sesuai
kecepatannya masing-masing (Depdiknas, 2008).
Modul dapat diartikan sebagai serangkaian pengalaman belajar yang
sengaja direncanakan dan dirancang untuk pencapaian tujuan belajar serta
berisi tentang satuan bahasan tertentu yang dikemas secara sistematis,
operasional dan terarah untuk digunakan siswa serta dilengkapi dengan
pedoman penggunaan untuk para guru. Modul memberikan informasi
penting, memberikan petunjuk pelaksanaan yang jelas tentang kegiatan
yang harus dilakukan dan referensi rujukan yang bisa digunakan (Mulyasa,
2005). Modul juga diartikan sebagai jenis kesatuan kegiatan belajar yang
-
10
terencana dan dirancang untuk membantu siswa secara individual dalam
mencapai tujuan belajarnya (Sukiman, 2012). Modul memiliki beberapa
komponen yang mencakup tujuan belajar, bahan pembelajaran, metode
belajar, alat atau media, sumber belajar serta sistem evaluasi.
Pengertian modul berdasarkan pendapat para ahli disimpulkan
bahwa modul merupakan paket belajar yang berisi serangkaian kegiatan
belajar yang sengaja dirancang untuk membantu siswa secara individual
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang mengandung keterkaitan fakta,
konsep, prosedur dan prinsip materi pembelajaran meskipun tanpa
bimbingan guru. Modul memiliki empat ciri yaitu: 1) modul merupakan unit
bahan belajar yang dieancang secara khusus sehingga dapat dipelajari siswa
secara mandiri, 2) modul merupakan program pembelajaran utuh yang
disusun secara sistematis mengacu pada tujuan yang jelas dan terukur, 3)
modul memuat tujuan pembelajaran, bahan dan kegiatan untuk mencapai
tujuan serta evaluasi, 4) modul merupakan bahan belajar mandiri yang dapat
mengatasi kesulitan belajar siswa ketika tatap muka dikelas (Sukiman,
2012).
b. Fungsi Modul
Modul mempunyai fungsi sebagai bahan yang digunakan siswa
dalam kegiatan pembelajaran, sehingga proses belajar menjadi lebih terarah,
sistematis dan mendukung penguasaan kompetensi sesuai dengan kecepatan
masing-masing siswa (Purwanto, dkk, 2007; Depdiknas, 2008). Modul
menurut Mulyasa 2005 dilengkapi dengan referensi sumber belajar yang
berfungsi sebagai tambahan bahan rujukan untuk belajar.
Modul berfungsi sebagai bahan ajar mandiri, pengganti fungsi guru,
sebagai alat evaluasi dan sebagai bahan rujukan belajar bagi siswa. Modul
sebagai bahan ajar mandiri adalah sebagai peningkat kemampuan siswa
untuk belajar sendiri tanpa tergantung pada kehadiran guru karena dalam
modul telah terangkum kegiatan yang terarah dan terstruktur. Modul sebagai
pengganti pendidik maksudnya penjelasan materi dan kegiatan modul
-
11
didesain dengan memperhatikan usia dan pengetahuan siswa serta dikemas
dengan bahasa yang baik dan mudah dipahami sehingga penggunaan modul
yang baik dan mudah dipahami sehingga penggunaan modul bisa berfungsi
sebagai pengganti guru atau fasilitator pembelajaran. Modul sebagai alat
evalusi maksudnya adalah dengam modul siswa diharapkan dapat mengukur
dan menilai sendiri tingkat penguasaan materi yang telah dipelajaro siswa
sesuai petunjuk yang ada dalam modul. Modul sebagai bahan rujukan
maksudnya adalah didalam modul juga terangkum berbagai materi yang
harus dipelajari siswa (Purwanto, 2012).
c. Karakteristik Modul
Modul menurut Sukiman (2012) mempunyai lima karakteristik
sebagai berikut: 1) petunjuk mandiri (self intructional), 2) kesatuan isi (self
contained), 3) berdiri sendiri (stand alone), 4) adaptif (adaftive) dan 5)
bersahabat (user friendly). Lima karateristik modul tersebut perlu
diperhatikan dalam pengembangannya, supaya diperoleh modul yang sesuai
dengan tujuannya.
Karakteristik petunjuk mandiri (selft intructional) dalam sebuah
modul memungkinkan siswa belajar mandiri dan tidak tergantung oleh
pihak lain. Karakter petunjuk mandiri (self intructional) dipenuhi dengan:
1) memuat tujuan yang jelas dan menggambarkan pencapaian Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar, 2) memuat materi pembelajaran yang
dikemas dalam unit-unit kegiatan yang kecil/spesifik, sehingga
memudahkan untuk dipelajari secara tuntas, 3) menyediakan contoh dan
ilustrasi yang mendukung kejelasan pemamparan materi pembelajaran, 4)
menyediakan soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang memungkinkan
untuk mengukur penguasaan siswa, 5) kontektual, materi yang disajikan
terkait dengan suasana, tugas atau konteks kegiatan dan lingkungan siswa,
6) menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif, 7) menyediakan
rangkuman materi pembelajaran, 8) menyediakan instrumen penilaian yang
memungkinkan siswa melakaukan penilaian sendiri (self assessment), 9)
-
12
menyediakan umpan balik atas siswa, sehingga siswa mengetahui tingkat
penguasaan materi, 10) menyediakan informasi tentang
rujukan/pengayaan/referensi yang mendukung materi pembelajaran
(Sukiman, 2012; Depdiknas, 2008).
Karakter kesatuan isi (self contained) bila didalam modul berisi
seluruh materi pembelajaran yang dibutuhkan. Tujuan penyususunan materi
secara utuh adalah memberikan kesempatan kepada siswa mempelajari
materi pembelajaran secara tuntas, karena materi dikemas kedalam satu
kesatuan yang utuh. Materi dari satu standar kompetensi apabila dibagi dan
dipisah harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan
standar kompetensi yang harus dikuasi oleh siswa, sehingga kesatuan isi
tetap terjaga (Sukiman, 2012). Karakter self contained dipenuhi dengan
cara: 1) pembuatan kerangka modul yang mencakup perumusan tujuan,
pengorganisasian soal evaluasi, materi, kegiatan dan penentuan alat-alat
yang dibutuhkan dalam pembelajaran sesuai tujuan yang dirumuskan, 2)
menulis program secara rinci yang mencakup pembuatan pentunjuk dan
kelengkapan paket belajar dalam modul (Suratsih, 2010).
Karakter berdiri sendiri (stand alone) merupakan karakteristik
modul yang tidak tergantung pada bahan ajar atau media lain, atau tidak
harus digunakan bersama-sama dengan media lain (Sukiman, 2012). Modul
tidak memerlukan bantuan bahan ajar lain ketika digunakan siswa dalam
mempelajari materi atau mengerjakan tugas didalam modul. Modul tidak
dikategorikan sebagai media yang berdiri sendiri ketika dalam
penggunaannya, siswa masih menggunakan atau bergantung pada media
lain selain modul yang digunakan (Depdiknas, 2008).
Karakter adaptif (adative) merupakan karakteristik modul yang
memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Modul dinyatakan adaptif apabila modul dapat
menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
ada pada suatu masa. Modul yang memperhatikan perkembangan ilmu dan
teknologi, pengembangannya tetap up to date (Sukiman, 2012).
-
13
Karakter bersahabat (user friendly) merupakan karakteristik yang
memungkinkan modul untuk memenuhi kaidah agar mudah digunakan oleh
siswa. Intruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat mempermudah
siswa dalam merespon dan mengakses sesuai keingininan. Karakter user
friendly dapat diwujudkan dengan penggunaan bahasa yang sederhana,
mudah dimengerti dan penggunaan istilah yang umum (Sukiman, 2012;
Depdiknas, 2008).
d. Unsur-unsur Modul
Modul disusun dengan memperhatikan unsur-unsur penyusun atau
komponen agar dapat didapatkan modul yang baik. Unsur-unsur terdiri dari
tujuh diantaranya: 1) rumusan tujuan pengajaran yang eksplisit dan spesifik,
2) petunjuk guru, 3) lembar kegiatan siswa, 4) lembar kerja siswa, 5) kunci
lembar kerja siswa, 6) lembar evaluasi dan 7) kunci lembar evaluasi
(Prastowo, 2012).
Rumusan tujuan pengajaran yaitu menggambarkan tingkah laku
yang diharapkan dari siswa setelah melakukan kegiatan dalam modul.
Rumusan tujuan pengajaran tercantum pada lembar kegiatan siswa dan
petunjuk guru. Tujuan pengajaran pada lembar kegiatan siswa berfungsi
untuk memberitahukan kepada siswa tentang tingkah laku yang diharapkan
dari siswa setelah berhasil menyelesaikan kegiatan modul. Tujuan
pengajaran pada petunjuk guru berfungsi untuk memberitahukan guru
mengenai tingkah laku atau pengetahuan yang seharusnya dimiliki siswa
setelah menyelesaikan kegiatan dimodul (Prastowo, 2012). Rumusan tujuan
dalam modul dibedakan menjadi tujuan pembelajaran umum yang memuat
target capaian kompetensi umum siswa (kompetensi dasar) dan tujuan
pembelajaran khusus yang memuat uraian atau penjabaran dari kompetensi
umum dalam bentuk indikator (Purwanto dkk, 2007).
Petunjuk guru berisi instruksi penyelenggaraan pengajaran dengan
modul agar kegiatan pembelajaran lebih terarah dan efektif. Bagian
petunjuk guru berisi penjelasan tentang macam-macam kegiatan yang
-
14
dilakukan dalam kelas, waktu yang disediakan untuk menyelesaikan modul,
alat-alat pengajaran dan sumber yang digunakan, prosedur evaluasi dan
jenis alat yang digunakan (Prastowo, 2012). Petunjuk siswa digunakan agar
siwa paham tentang kegiatan yang dilakukannya (Sukiman, 2012). Petunjuk
yang tercantum dalam modul secara umum memuat penjelasan rinci tentang
penyelnggaraan pembelajaran supaya berjalan dengan efisien (Suratsih,
2010).
Lembar kegiatan siswa memuat materi pelajaran yang harus dikuasi,
kegiatan yang dilakukan siswa dan rujukan buku-buku yang dapat dipelajari
sebagai pendukung dan pelengkap materi dalam modul (Prastowo, 2012).
Materi yang tecantum dalam modul disusun secara logis dan sistematis serta
dilengkapi dengan gambar, bagan dan grafik sehingga membantu siswa
mencapai tujuan belajarnya. Kegiatan modul memuat kegiatan siswa selama
pembelajaran yang mendukung berlangsungnya proses belajar secara aktif,
tidak sekedar membaca, tetapi juga melakukan pengamatan, percobaan,
simulasi, diskusi, pemecahan masalah (Mulyasa, 2005; Muljono, 2001).
Kunci lembar kerja siswa digunakan untuk memeriksa ketepatan
hasil pekerjaan sehingga memungkinkan siswa segara melakukan koreksi
atas kesalahan yang dilakukan dalam belajar. Keberadaan kunci jawaban
dapat mendukung terjadinya konfirmasi dengan degera terhadap jawaban
siswa yang salah. Kunci jawaban lembar kerja siswa dapat dicantumkan
dalam modul atau diberikan terpisah atau disampaikan oleh guru (Prastowo,
2012).
Lembar evaluasi berupa tes atau rating scale yang digunakan untuk
evaluasi guru terhadap tercapai tidaknya tujuan yang dirumuskan pada
modul oleh siswa. Tes dan rating scale pada lembar evaluasi disusun dalam
item-item tes yang disesuaikan dan dijabarkan dari rumusan tujuan modul
(Prastowo, 2012). Evluasi yang berisi soal-soal pengukur penguasaan siswa
setelah mempelajari keseluruhan isi modul, dilengkapi pula dengan kunsi
jawaban dan rumus analisis tingkat penguasaan siswa (Sukiman, 2012).
-
15
Kunci lembar evaluasi berisi jawaban dari soal yang telah diberikan
sebelumnya dalam modul. Kunci soal evaluasi ditulis oleh penyusun modul
dan bertujuan untuk membantu siswa dalam mencocokkan hasil jawabannya
secara mandiri. Hasil jawaban siswa digunakan untuk mengetahui
ketercapaian tujuan dalam modul berdasarkan tingkat penguasaan materi
siswa. Kunci jawaban lembar evaluasi dapat dicantumkan pada akhir modul
atau diberikan terpisah dan sisimpan guru untuk menjaga kemurnian hasil
jawaban siswa (Prastowo, 2012; Sungkono, 2009).
e. Format Modul
Komponen modul terdiri dari lembar kegiatan siswa, lembar kerja
siswa, kunci lembar kerja, lembar soal, lembar jawaban dan kunci jawaban
yang dikemas dalam format modul. Format modul digunkan untuk
menjamin modul supaya isi dari modul tersusun secara sistematis. Format
modul menurut Mulyasa (2005) terdiri dari enam, yaitu: 1) bagian
pendahuluan, 2) tujuan pembelajaran, 3) tes awal, 4) pengalaman belajar, 5)
sumber belajar dan 6) tes akhir.
Bagian pendahuluan merupakan bagian pembuka modul yang berisi
deskripsi umum seperti materi yang disajikan, pengetahuan, keterampilan
dan sikap yang akan dicapai siswa setelah belajar termasuk kemampuan
awal yang harus dimiliki untuk mempelajari modul (Mulyasa, 2005).
Bagian tujuan pembelajaran berisi tujuan pembelajaran khusus yang dicapai
siswa setelah mempelajari modul, tujuan terminal, tujuan akhir dan kondisi
untuk mencapai tujuan. Bagian tes awal berfungsi untuk menetapkan posisi
siswa, mengetahui kemampuan awal siswa, menentukan awal siswa belajar
dan perlu tidaknya mempelajari modul. Bagian pengalaman belajar
merupakan rincian materi untuk setiap tujuan pembelajaran khusus yang
berisi sejumlah materi yang diikuti penilaian formatif sebagai balikan bagi
siswa tentang tujuan belajar yang dicapai. Bagian sumber belajar berisi
referensi yang dapat ditelusuri dan digunakan siswa untuk tambahan
informasi. Bagian tes akhir berisi instrumen evaluasi yang isinya sama
-
16
dengan tes awal, hanya lebih difokuskan pada tujuan terminal setiap modul
sehingga efektifitas modul dalam meningkatkan pembelajaran dapat diukur
(Mulyasa, 2005).
f. Langkah-langkah Penyusunan Modul
Penyusunan modul menurut Prastowo (2012) membutuhkan empat
tahapan yaitu: 1) tahap analisis kurikulum, untuk menentukan materi yang
memerlukan bahan ajar modul dengan cara melihat initi materi yang
diajarkan, kompetensi serta hasil belajar kritis yang harus dimiliki siswa, 2)
tahap menentukan judul modul, dilakukan dengan mengacu pada cakupan
kompetensi dasar atau materi pokok yang ada dalam kurikulum, satu
kompetensi yang cakupannya tidak terlalu besar dapat digunkan sebagai
judul modul, 3) tahap pemberian kode modul, dilakukan untuk
memudahkan pengelolaan modul melalui pemberian angka-angka yang
berisi makna, misalnya digit pertama menunjukkan kelompok jurusan
(IPA/IPS/Bahasa) dan digit kedua menunjukkan mata pelajaran (1= biologi,
2 = fisika), 4) tahap penulisan modul, dilakukan dengan memperhatikan
perumusan kompetensi dasar yang harus dikuasai, penentuan alat evaluasi
atau penilaian, penyusunan materi, urutan pengajaran yang dijelaskan dalam
petunjuk penggunaan modul bagi para guru dan siswa, serta struktur atau
unsur-unsur bahan ajar modul.
Empat tahapan penyusunan modul menurut Prastowo (2012) baru
mencapai tahapan penulisan modul sehingga secara umum dapat dilengkapi
dengan tahapan penulisan modul menurut Depdiknas (2008) yang terdiri
dari: 1) analisis kebutuhan modul untuk memperoleh informasi modul yang
dibutuhkan peserta didik dalam mempelajari kompetensi yang diprogram
kan, 2) desain modul dengan membuat buram modul dengan mengacu pada
RPP guru yang kemudian diujicobakan dahulu supaya terjamin
kevalidannya, 3) implementasi modul sesuai dengan alur, 4) penilaian hasil
belajar siswa setelah implementasi modul, 5) evaluasi dan validasi secara
-
17
periodik dan 6) jaminan kualitas untuk menjamin bahwa modul yang
dikembangkan telah sesuai dengan ketentuan pengembangan modul.
g. Keuntungan Pengunaan Modul
Modul yang dikembangkan dan disusun dengan baik mampu
memberikan banyak keuntungan baik bagi siswa maupun guru. Keuntungan
penggunaan modul bagi siswa adalah: 1) dapat memberikan balikan
(feedback) setelah siswa selesai menggunakan modul karena modul
dilengkapi dengan rumus tingkat penguasaan materi untuk mengetahui taraf
hasil belajar siswa sehingga siswa dapat segera memperbaiki kekuarangan
belajarnya, 2) memberikan kesempatan bagi siswa untuk menguasai bahan
pelajaran secara tuntas, 3) memudahkan siswa mencapai tujuan belajar
karena penyusunannya dirancang khusus untuk tujuan tertentu, 4)
memberikan motivasi kepada siswa karena berisi kegiatan dan langkah-
langkah belajar yang teratur, 5) bersifat fleksibel sehingga dapat digunakan
siswa dengan beragam latar belakang siswa dan 6) membuka kesempatan
unntuk terjadi kerjasama diantara siswa (Nasution, 2011).
Keuntungan penggunaan modul bagi guru adalah: 1) memberikan
rasa kepuasan yang lebih besar karena modul bisa menjamin hasil belajar
yang baik melalui kemudahan penggunaannya, 2) memberikan waktu yang
lebih banyak untuk guru dalam memberikan bantuan dan perhatian
individual tanpa menggangu atau melibatkan seluruh kelas, 3) guru lebih
memiliki waktu banyak untuk memberikan pengayaan dan tambahan
informasi kepada siswa, 4) memberikan kebebasan untuk guru dalam
mengelola persiapan pembelajaran karena sudah terangkum dalam modul
(Nasution, 2011).
-
18
2. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS)
a. Pengertian Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS)
Proses berpikir merupakan kegiatan intelektual sesorang yang
terjadi dalam otak. Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan
keterampilan yang dapat dilatihkan (Thomas & Thorne, 2009). Berpikir
tingkat tinggi (HOTS) diartikan secara luas sebagai tantangan dan
memperluas proses berpikir ketika sesorang harus menafsirkan,
menganalis atau memanipulasi informasi suatu jawaban dari permasalahan
(Ghasempour, et.al, 2012), dimana dengan berpikir tingkat tinggi siswa
mampu mjawab permasalahan dengan melihat banyak solusi dan tidak
terpaku pada satu sumber jawaban saja (Thompson, 2008).
Proses berpikir kompleks atau yang sering disebut berpikir
tingkat tinggi (HOTS) dikategorikan menjadi empat kelompok meliputi
pemecahan masalah (problem solving), pengambilan keputusan (decision
making), berpikir kritis (critical thinking) dan berpikir kreatif (creative
thinking). Taksonomi Bloom yang telah direvisi dianggap merupakan
dasar bagi berpikir tingkat tinggi. Pemikiran ini didasarkan bahwa
beberapa jenis pembelajaran merupakan proses kognisi yang lebih
daripada yang lain, tetapi memiliki manfaat-manfaat lebih umum (Lewy,
dkk, 2009).
Berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skills
didefinisikan didalamnya termasuk berpikir kritis, logis, reflektif,
metakognisi dan kreatif (King, 2011; Ghasempour, et.al, 2012). Semua
keterampilan tersebut aktif ketika seseorang berhadapan dengan masalah
yang tidak biasa, ketidakpastian, pertanyaan dan pilihan. Penerapan yang
sukses dari keterampilan ini terdapat dalam penjelasan, keputusan,
penampilan, dan produk yang valid sesuai dengan konteks dari
pengetahuan dan pengalaman yang ada serta lanjutan perkembangan
keterampilan ini atau keterampilan intelektual lainnya.
-
19
Higher order thinking skills berdasarkan pada keterampilan
berpikir tingkat rendah seperti membedakan, penerapan dan analisis
sederhana, dan strategi kognitif yang berhubungan dengan pengetahuan
sebelumnya dari isi permasalahan pokok (kosakata, pengetahuan
prosedural, dan pola memberi alasan). Strategi pengajaran yang sesuai dan
lingkungan belajar yang memfasilitasi pertumbuhan kemampuan berpikir
yang lebih tinggi seperti halnya ketekunan siswa, pemantauan diri, dan
berpikiran terbuka, sikap fleksibel (King, 2011).
Higher order thinking terjadi ketika seseorang mengambil
informasi baru dan informasi yang tersimpan dalam memori dan saling
berhubungan dan / atau menata kembali dan memperluas informasi ini
untuk mencapai suatu tujuan atau menemukan jawaban yang mungkin
dalam situasi membingungkan. Berbagai tujuan dapat dicapai melalui
pemikiran tingkat tinggi; memutuskan apa yang harus percaya;
memutuskan apa yang harus dilakukan; menciptakan ide baru, objek baru,
atau ekspresi seni; membuat prediksi, dan memecahkan masalah tidak
rutin. Tiga level pertama (terbawah) merupakan Lower Order Thinking
Skills, sedangkan tiga level berikutnya Higher Order Thinking Skill
(Anderson & Krathwohl, 2010).
b. Aspek Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
Kemampuan berpikir tingkat mempunyai karakteristik dan aspek
yang berbeda menurut para ahli. Menurut Resnick karakteristik berpikir
tingkat tinggi ada delapan yaitu: 1) Non-algorithmic, 2) komplek
(complex), 3) menyediakan beberapa solusi (some solution), 4) bernuansa
penilaian dan interpretasi (nuanced judgement), 5) beberapa kriteria
(several criteria), 6) ketidakpastian (uncertainty), 7) regulasi sendiri (self-
regulation), 8) memaksakan makna (impose meaning) (Eva, 2014;
Ghasempour, et.al, 2012; Miri, et.al, 2007; Thompson, 2008). Non-
algorithmic artinya jalan tindakan tidak sepenuhnya ditentukan didepan.
Kompleks (complex) artinya total jalur tidak telihat (mental berbicara) dari
-
20
setiap sudut pandang tunggal. Menyediakan beberapa solusi (some
solution) artinya masing-masing dengan biaya dan manfaat, bukan solusi
yang unik. Beberapa kriteria (several criteria) artinya yang kadang-kadang
bertentangan dengan satu sama lain. Ketidakpastian (uncertainty) artinya
tidak semua yang dikenakan pada tugas yang ditangan dikenal. Regulasi
sendiri (self-regulation) artinya dari proses, kita tidak mengenali
pemikiran orde tinggi dalam diri sesorang ketika orang lain menyebut
bermain di setiap langkah. Memaksakan makna (impose meaning) yaitu
menentukan struktur dalam gangguan jelas (Eva, 2014).
Kemampuan berpikir kritis menurut King (2011) dan
Kusumaningrum dan Saefudin (2012) memiliki 6 komponen yaitu berpikir
kritis, kreatif, logis, analitis dan reflektif. Berikut akan diulas komponan
dari kemampuan berpikir tingkat tinggi.
1) Kemampuan berpikir kritis
Kritis menurut Parnes dan Ennis sebagai kemampuan berpiir
reflektif untuk menganalisa fakta, mengorganisasi ide-ide,
mempertahankan pendapat, membuat perbandingan, membuat
kesimpulan, mmpertimbangkan argument dan memecahkan masalah
yang berfokus pada keputusan yang diyakini (Kusumaningrum dan
Saefudin, 2012).
Berpikir kritis menurut Ennis mempunyai enam aspek yaitu,
1) fokus (focus) yaitu menitik beratkan saat identifikasi masalah,
sehingga masalah dikenali dengan baik, 2) alasan (reason) dibutuhkan
untuk mendukunh permasalahan secara logis, 3) kesimpulan (inference)
didasarkan analisi dan alas an yang tepat, 4) situasi (situation)
dicocokan dengan situasi yang sebenarnya, 5) kejelasan (clarity)
digunakan untuk mendefinisikan istilah yang dipakai saat berargumen
sehingga tidak terjadi kesalahan dalam menarik kesimpulan, 6) tinjauan
ulan (over view) berguna untuk mengkaji ulang sesuatu yang telah
ditemukan (Happy dan Listyani, 2011).
-
21
2) Kemampuan berpikir kreatif
Kreatif menurut KBBI (2002) adalah daya cipta atau
kemampuan untuk menciptakan. Kreatiftitas merupakan produk dari
berpikir kreatif seseorang, berpikir kreatif merupakan proses ketika
seseorang mendatangkan atau memunculkan suatu ide atau gagasan
baru (Kusumaningrum dan Saefudin, 2012). Ciri-ciri kemampuan
berpikir kreatif menurut Wilson yaitu 1) Kelancaran (fluency) yaitu
kemampuan untuk membangkitkan sebuah ide sehingga terjadi
peningkatan solusi, 2) Fleksibilitas (flexibility) yaitu kemampuan
memproduksi atau menghasilkan suatu produk, persepsi atau ide yang
bervariasi terhadap suatu masalah, 3) Elaborasi (elaboration) yaitu
kemampuan untuk mengembangkan ide atau suatu karya, 4)
Originalitas (originality) yaitu kemampuan menciptakan ide, hasil
karya yang berbeda atau baru, 5) Kompleksitas (complexity) yaitu
kemampuan memasukan suatu konsep yang ditinjau dari berbagai segi,
6) Keberanian mengambil resiko (risk-taking) yaitu kemampuan
bertekad dalam mencoba sesuatu yang penuh resiko, 7) Imajinasi
(imagination) yaitu kemampuan untuk berimajinasi, meciptakan barang
baru melalui percobaan yang dapat menghasilkan produk sederhana dan
8) Rasa ingin tahu (curiosity) yaitu kemampuan mencari, meneliti,
mendalami dan keinginan mengetahui tentang sesuatu lebih jauh
(Parwati, 2005).
3) Kemampuan berpikir logis
Berpikir logis berbeda dengan menghafal (Saragih, 2006).
Menghafal hanya mengacu pada pada pencapaian kemampuan ingatan,
sedang berpikir logis mengacu pada pemahaman, kemampuan aplikasi,
kemampuan analisis, kemampuan sintesis dan kemampuan membentuk
kecakapan (suatu proses) (Kusumaningrum dan Saefudin, 2012). Pola
berpikir dibagi menjadi dua yaitu pola berpikir vertikal dan lateral. Pola
berpikir logis konvensional yang kita kenal dan umum dipakai
termasuk kedalam pola berpikir vertikal (Rosnawati, 2011).
-
22
4) Kemampuan berpikir analitis
Aspek analitis merupakan salah satu aspek kognitif dalam
taksonomi Bloom yang menempati urutan keempat setelah
pengetahuan, pemahaman dan aplikasi. Menurut Herdian kemampuan
analitis adalah kemampuan siswa untuk menguraikan suatu hal ke
dalam bagian-bagian dan mencari keterkaiatannya (Kusumaningrum
dan Saefudin, 2012). Hal ini sejalan dengan Bloom yang menyatakan
bahwa kemampuan berpikir analitis menekankan pada pemecahan
materi ke dalam bagian-bagian yang lebih khusus atau kecil dan bagian
tersebut terhubung dan terorganisir (Widodo, 2005).
Bloom membagi aspek analisi menjadi tiga kategori yaitu, 1)
analisis bagian (unsur) seperti melakukan pemisalan fakta, unsur yang
didefinisikan, argument, aksioma (asumsi), hipotesis dan kesimpulan,
2) analisis hubungan (relasi) seperti menghubungkan antara unsur-
unsur dari suatu sistem, 3) analisis system seperti mampu menganal
unsur dan hubungannya dengan struktur yang terorganisir
(Kusumaningrum dan Saefudin, 2012).
5) Kemampuan berpikir reflektif
Menurut Dewey pendidikan merupakan proses sosial dimana
anggota masyarakat (terutama anak-anak) ikut berpartisipasi dalam
masyarakat, yang tujuannya untuk meberikan kontribusi dalam
perkembangan pribadi dan sosial seseorang melalui pengalaman dan
pemecahan masalah yang berlangsung secara reflektif (reflective
thinking) (Kusumaningrum dan Saefudin, 2012). Berpikir reflektif
mempunyai lima komponen yaitu, 1) merasakan dan
mengidentifikasikan masalah (recognize or felt difficulty/problem), 2)
membatasi dan merumuskan masalah (location and definition of the
problem), 3) mengajukan beberapa kemungkinan alternative solusi
pemecahan masalah (suggestion of possible solution), 4)
mengembangkan ide untuk memecahkan masalah dengan cara
mengumpulkan data yang dibutuhkan (rational elaboration of an idea)
-
23
dan 5) melakukan tes untuk menguji solusi dari pemecahan masalah dan
menggunakannya sebagai bahan pertimbangan membuat kesimpulan
(test and formation of conclusion) (Kusumaningrum dan Saefudin,
2012).
Kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skill)
menurut taksonomi Bloom berada pada tingkat menganalisis (analyze),
mengevalusi (evaluate) dan mencipta (create) (King, 2011, Ramirez &
Ganaden, 2008); Riadi & Ferita, 2014). Analisis (analyze) meliputi
kemampuan memecahkan suatu kesatuan menjadi bagian dan bagaimana
bagian tersebut dihubungkan satu dengan yang lain. Mengevaluasi
(evaluate) didefisinikan sebagai kemampuan judgement berdasar pada
kriteria dan standar tertentu. Mencipta (create) didefinisikan sebagai
generalisasi ide baru, produk atau cara pandang yang baru dari kesatuan
(King, 2011). Ketiga tingkatan taksonomi Bloom dari C4, C5 dan C6
merupakan kemampuan ranah kognitif yang mampu melatihkan dan
mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dalam
menyelaesaikan masalah dan menemukan alternatif jawaban (Lewy, dkk,
2009; Ramirez & Ganaden, 2008).
Kemampuan menganalisis (analyze) merupakan jenis kemampuan
yang banyak dituntut dari kegiatan pembelajaran (Gunawan & Palupi,
2013). Terdapat tiga kategori proses menganalisis (analyze) yaitu,1)
kemampuan membedakan (differentiating) yaitu meliputi kemamapuan
mebedakan bagian-bagian dari keseluruhan struktur dalam bentuk yang
sesuai, 2) mengorganisai (organizing) meliputi kemampuan
mengidentifikasi unsur secara bersamaan menjadi struktur yang saling
terkait, 3) mengatribusikan (attributing), kemampuan siswa untuk
menyebutkan tentang sudut pandang, bias, nilai dari suatu masalah yang
diajukan (King, 2011; Widodo, 2005).
Evaluasi mempunyai kriteria penilaian, kriteria yang biasa
digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi dan konsistensi (Gunawan
& Palupi, 2013). Kategori dari mengevaluasi (evaluate) yaitu, 1)
-
24
memeriksa (checking) yaitu kemampuan untuk mengetes konsistensi
internal atau kesalahan pada operasi atau hasil serta mendeteksi
keefektifan prosedur yang digunakan, 2) mengkritik (critiquing) yaitu
kemampuan memutuskan hasil berdasarkan kriteria tertentu (King, 2011;
Widodo, 2005).
Mencipta (create) sangat berkaitan erat dengan pengalaman belajar
siswa dan mengarahkan siswa untuk dapat melaksanakan dan
menghasilkan karya (Gunawan & Palupi, 2013). Proses mencipta (create)
dapat dipecah menjadi tiga fase yaitu 1) merumuskan (generating) yaitu
masalah diberikan dan siswa mencoba memahami soal dan mengeluarkan
solusi; 2) merencanakan (planning) yaitu perencanaan penyelesaian,
dimana siswa memikirkan kemungkinan dan 3) memproduksi (producing)
yaitu memikirkan rancangan yang dilaksanakan; pelaksaan penyelesaian,
dimana siswa berhasil melaksanakan rencana (King, 2011; Widodo, 2005).
c. Cara Mengajar dan Mengembangkan Kemampuan Berpikir Tingkat
Tinggi Siswa
Kemampuan berpikir tingkat tinggi perlu dikembangkan karena
alasanya untuk mendorong pengetahuan ke memori jangka panjang siswa
dan siswa engan pengetahuan konseptualnya akan mampu untuk
mengakses informasi ke dalam konteks yang baru (Brookhart, 2010).
Taksonomi Bloom merupakan kerangka kerja yang sering digunakan
dalam mengajar berpikir tingkat tinggi, karena sesuai dengan tujuan
Bloom untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam
pendidikan seperti mengevaluasi dan menganalisis, bukan hanya mengajar
siswa mengingat fakta (hafalan) (Collins, 2014).
Kemampuan berpikir tingkat tinggi menurut Collins (2014) dapat
diajarkan dengan terstruktur sesuai dengan menggunakan taksonomi
Bloom, yaitu 1) secara spesifik mengajarkan konsep kemampuan berpikir
tingkat tinggi, guru tidak harus mengajarkan konsep melainkan
memberitahu siswa apa yang mereka lakukan dan mengapa kemampuan
-
25
berpikir tingkat tinggi diperlukan bagi mereka untuk memecahkan
masalah di sekolah dan dikehidupan; 2) merencanakan pertanyaan dan
waktu diskusi untuk memanfaatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi,
guru merancang siswa untuk mengajukan pertanyaan atau mengatasi
masalah dengan waktu dan diskusi dengan cermat; 3) mengajarkan konsep
secara jelas, sehingga siswa memahami apakah konsep ini, kongkret,
abstrak, verbal, nonverbal atau sebuah proses; 4) menyediakan perancah,
dengan memberikan perancah kepada siswa diawal pelajaran kemudian
bertahjap beralih menjadi tanggung jawab kepada siswa; 5) secara sadar
mendorong siswa berikir tingkat tinggi; 6) memastikan item penilaian/
evaluasi selalu mengacu pada berpikir tingkat tinggi.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dapat ditunjukkan
dengan enam tahapan aktivitas, yaitu: 1) Menggali informasi, yaitu
masalah dirumuskan sehingga siswa dituntut untuk melakukan investigasi
konteks, karena tidak semua informasi diberikan secara eksplisit; 2)
Mengajukan dugaan, yaitu siswa mengajukan penyelesaian masalah; 3)
Melakukan inkuiri, yaitu individu mengajukan pertanyaan dan mencar
informasi yang cukup dengan mengkaji dan menganalisa informasi untuk
menjawab pertanyaan yan dimunculkan; 4) Membuat konjektur, yaitu
pernyataan yang dihasilakna berdasarkan pengamatan atau eksplorasi,
ercobaan, tetapi belum dibuktikan kebenarannya secara formal merupakan
suatu bentuk kesimpulan secara umum; 5) Mencari alternatif, siswa
mencari atau menunjukkan alternatif jawaban; 6) Menarik kesimpulan
(Rosnawati, 2009).
3. Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku akibat adanya
proses belajar, meliputi kecakapan, sikap, kebiasaan, kepribadian atau
pengertian (Aunurrahman, 2009). Hasil belajar menurut Sudjana (2010)
merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah mendapatkan
-
26
pengalaman belajar selama proses belajar mengajar berlangsung. Hasil
belajar menurut Sukmadinata (2004) adalah perwujudan dari kecakapan
potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang melalui proses belajar.
Hasil belajar menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa segala
bentuk perubahan tingkah laku dan kemampuan tertentu yang didapatkan
akibat proses belajar. Hasil belajar merupakan capaian akhir dari proses
pembelajaran yang dinilai dari kegiatan evaluasi untuk mendapatkan
pembuktian yang menunjukkan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan
pembelajaran (Sudjana, 2010).
b. Dimensi Hasil belajar
Hasil belajar memiliki empat dimensi pengetahuan dan enam
kategori dimensi proses kognitif yang diklasifikasikan dalam taksonomi
pendidikan. Dimensi pengetahuan terdiri dari; 1) pengetahuan faktual, 2)
pengetahuan konseptual, 3) pengetahuan prosedural dan 4) pengetahuan
metakognitif. Kategori dimensi proses kognitif terdiri dari: 1) mengingat
(remember), 2) memahami (understand), 3) mengaplikasikan (apply), 4)
menganalisis (analyze), 5) mengevaluasi (evaluate) dan 6) mencipta
(create) lengkap dengan pengklasifikasian proses kognitif siswa secara
komprehensif pada tujuan di bidang pendidikan (Anderson, dkk, 2010).
Pengetahuan faktual mencakup elemen-elemen dasar yang harus
diketahui siswa untuk mempelajari satu disiplin ilmu atau untuk
menyelesaikan masalah dalam suatu disiplin ilmu (Anderson, dkk, 2010).
Pengetahuan faktual terdiri dari pengetahuan terminologi serta pengetahuan
elemen dan detail spesifik dalam disiplin ilmu. Pengetahuan tentang
terminologi melingkupi pengetahuan tentang label dan simbol verbal dan
nonverbal (kata, angka, tanda, gambar). Setiap materi kajian mempunyai
banyak label dan simbol, baik verbal maupun nonverbal, yang merujuk
pada makna-makna tertentu. Label dan simbol ini merupakan bahasa dasar
dalam suatu disiplin ilmu. Pengetahuan tentang detail-detail dan elemen-
elemen yang spesifik merupakan pengetahuan tentang peristiwa, lokasi,
-
27
orang, tanggal, sumber informasi, dan semacamnya. Pengetahuan ini
meliputi semua informasi yang mendetail dan spesifik, seperti tanggal
terjadinya sebuah peristiwa. Fakta-fakta yang spesifik adalah fakta-fakta
yang dapat disendirikan sebagai elemen-elemen yang terpisah dan berdiri
sendiri. Setiap bidang kajian mengandung peristiwa, lokasi, orang, tanggal,
dan detail-detail lain yang mempresentasikan pengetahuan penting tentang
bidang itu (Gunawan dan Palupi, 2013).
Pengetahuan konseptual mencakup hubungan-hubungan antar
elemen dalam sebuah struktur besar yang memungkinkan elemen-
elemennya berfungsi secara bersamaan (Anderson, dkk, 2010). Pengetahuan
konseptual meliputi skema, model, mental, dan teori yang
mempresentasikan pengetahuan manusia tentang bagaimana suatu materi
kajian ditata dan distrukturkan, bagaimana bagian-bagian informasi saling
berkaitan secara sistematis, dan bagaimana bagian-bagian ini berfungsi
bersama.Pengetahuan konseptual terdiri dari tiga subjenis yaitu: 1)
pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori; 2) pengetahuan tentang
prinsip dan generalisasi dan 3) pengetahuan tentang teori, model, dan
struktur. Klasifikasi dan kategori merupakan landasan bagi prinsip dan
generalisasi. Prinsip dan generalisasi menjadi dasar bagi teori, model, dan
struktur (Gunawan dan Palupi, 2013).
Pengetahuan prosedural mencakup cara melakukan sesuatu,
mempraktekan metode-metode penelitian dan kriteria untuk menggunakan
keterampilan, algoritme (urutan langkah logis penyelesaian masalah),
teknik dan metode (Anderson, dkk, 2010). Pengetahuan prosedural
berkaitan dengan pertanyaan bagaimana. Pengetahuan prosedural ini
terbagi menjadi tiga subjenis yaitu: 1) pengetahuan tentang keterampilan
dalam bidang tertentu dan algoritma; 2) pengetahuan tentang teknik dan
metode dalam bidang tertentu; dan 3) pengetahuan tentang kriteria untuk
menentukan kapan harus menggunakan prosedur yang tepat (Gunawan dan
Palupi, 2013).
-
28
Pengetahuan metakognitif mencakup pengetahuan tentang kognisi
secara umum dan kesadaran serta pengetahuan tentang kognisi diri sendiri
(Anderson, dkk, 2010). Salah satu ciri belajar dan penelitian tentang
pembelajaran yang berkembang adalah menekankan pada metode untuk
membuat siswa semakin menyadari dan bertanggung jawab atas
pengetahuan dan pemikiran mereka sendiri. Pengetahuan metakognitif
terbagi menjadi tiga subjenis yaitu: 1) pengetahuan strategis; 2)
pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif yang meliputi pengetahuan
kontekstual dan kondisional; dan 3) pengetahuan diri (Gunawan dan Palupi,
2013).
Keempat dimensi pengetahuan menurut Anderson dkk (2010)
mencakup enam kategori dalam dimensi proses kognitis lengkap dengan
proses kognitifnya seperti yang tercantum pada Tabel 2.1.
B. Kerangka Pemikiran
Biologi merupakan bagian dari pembelajaran sains yang membutuhkan
kemampuan berpikir untuk mendapatkan konsep sains. Kemampuan berpikir
tingkat tinggi merupakan bagian dari proses berpikir yang perlu dibangun mulai
tahapan berpikir mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis kemudian
melakukan pengambilan keputusan dengen membuat kriteria penilaian, kritikan
dan masukan bahkan sampai memberikan solusi pemecahan. Kemampuan berpikir
tingkat tinggi dituntut pada abad 21 dalam menyiapkan siswa yang mampu bersaing
dalam dunia global (Griffin, 2013; Trisdiono & Muda, 2013).
Kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat dilatihkan melalui literatur seperti
buku atau modul yang digunakan dalam proses pembelajaran, namun kondisi buku
atau modul yang ada disekolahan masih belum memenuhi aspek berpikir tingkat
tinggi secara maksimal baik pada tujuan, materi, kegiatan, soal evaluasi cara
penyampaian maupun penggunaannya. Buku atau modul yang belum memnuhi
aspek berpikir tingkat tinggi secara maksimal, tentunya kurang berpotensi dalam
memberikan bantuan individual terkait pemberdayaan berpikir tingkat tinggi siswa,
sehingga terdapat pengaruh pada kurangnya hasil belajar siswa. Solusi yang
-
29
digunakan untuk mengatasi permasalahan kurangnya pemenuhan aspek dalam
berpikir tingkat tinggi pada sarana pendukung belajar di sekolah adalah dengan
mengembangkan modul berbasis kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS).
Modul berbasis berpikir tingkat tinggi merupakan usaha yang
terkonsentrasikan pada perberdayaan aspek berpikir tingkat tinggi secara
keseluruhan. Aspek berpikir tingkat tinggi yang terdiri dari pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural dan metakognitif, sementara untuk proses kognitif tiga level
pertama merupakan Lower Order Thinking Skill yaitu C1, C2, C3, sedang tiga level
atas merupakan Higher Order Thinking Skill yaitu C4, C5, C6 (Widodo, 2006).
Pelatihan secara spesifik yang mengarah pada aspek berpikir tingkat tinggi
dipandang lebih efektif dalam mendukung pengembangan kemampuan berpikir
siswa karena aspek berpikir tingkat tinggi yang digunakan merupakan keterampilan
kognitif yang mampu mengakomodasi perkembangan kognitif siswa (Widodo,
2006).
Keterampilan kognitif yang memperdayakan hasil belajar siswa melalui
kegiatan berpikir tingkat tinggi dalam modul, membantu siswa untuk mendapatkan
peningkatan hasil belajar dan pemahaman yang mendalam, terwujud dari perolehan
pengumpulan informasi, mengingat dan keterampilan mengorganisasi,
mengintegrasi, mengevaluasi serta menganalisis (Ramirez & Ganaden, 2008).
Modul dan buku berpikir tingkat tinggi tidak hanya melatihkan tahapan mengingat
melainkan juga harus terdapat kemampuan berpikir kritis dan kreatif, serta
pemecahan masalah (Rosnawati, 2009). Kemampuan Modul kemampuan berpikir
tingkat tinggi dibuat dengan susunan sesuai dengan cara mengembangkan
kemampuan berpikir tingkat tinggi, mulai dari menentukan tujuan pembelajaran,
bertanya, latihan soal, meninjau, memperbaiki dan meningkatkan serta memberikan
umpan balik (Limbach & Waugh, 2009). Perolehan hasil belajar secara langsung
dapat mengalami peningkatan dari penggunaan modul berbasis berpikir tingkat
tinggi adalah hasil belajar kognitif, karena siswa yang terlatih sebagai pemikir
mampu bekerja pada semua level berpikir (Anderson dkk, 2011). Berdasarkan
uraian diatas, kerangka pemikiran penelitian secara sederhana dapat dilihat pada
Gambar 2.1.
-
30
Tabel 2.1 Dimensi Proses Kognitif
Dimensi dan Kategori
Proses Kognitif Pengertian
Mengingat (remember)
a. Mengenali
b. Mengingat Kembali
Mengambil kembali pengetahuan dari memori jangka panjang
seseorang. Mengingat meningkatkan kemampuan untuk
mendefisinkan istilah, mengidentifikasi fakta dan menentukan
informasi.
Menempatkan pengetahuan dalam memori jangka panjang yang
sesuai dengan pengetahuan tertentu.
Kegiatan mengambil pengetahuan yang relevan dari memori
jangka panjang.
Memahami (understand)
a. Menafsirkan b. Mencontohkan c. Mengkalsifikasikan d. Merangkum e. Menyimpulkan f. Membandingkan g. Menjelaskan
Mengkontruksi makna dari suatu materi pembelajaran termasuk
segala sesuatu yang berhubungan dengan penjelasan guru.
Memahami membantu siswa terhubung dengan pengetahuan
sebelumnya.
Mengubah satu bentuk gambaran menjadi bentuk lain.
Menemukan contoh atau ilustrasi tentang konsep atau prinsip.
Menentukan sesuatu dalam satu kategori.
Mengabtraksikan tema umum atau poin pokok.
Membuat kesimpulan yang logis dari informasi yang diterima.
Menentukan hubungan antara dua ide, dua objek dan semacamnya.
Membuat model sebab-akibat dalam sebuah sistem.
Mengaplikasikan (apply)
a. Mengeksekusi b. Mengimplementasikan
Menerapkan suatu pengetahuan atau prosedur ke dalam suatu
keadaan tertentu. Mengaplikasikan memungkinkan untuk
menerapkan prosedur belajar dan metode.
Menerapkan suatu prosedur pada tugas yang familiar.
Menerapkan suatu prosedur pada tugas yang tidak familiar.
Menganalisis (analyze)
a. Membedakan
b. Mengorganisasi
c. Mengatribusikan
Menguraikan permasalahan menjadi bagian-bagian penyusunnya
dan menentukan keterkaitan hubungan antara bagian satu dan
lainnya.
Membedakan bagian materi pelajaran yang relevan dari yang tidak
relevan, bagian yang penting dari yang tidak penting.
Menentukan bagaimana elemen-elemen bekerja atau berfungsi
dalam sebuah struktur.
Menentukan sudut pandang, bias, nilai atau maksud dibalik materi
pembelajaran.
Mengevaluasi (evaluate)
a. Memeriksa
b. Mengkritik
Mengambil suatu keputusan berdasarkan kriteria atau standar yang
sudah ada. Mengevaluasi membantu siswa untuk membuat
penilaian berdasarkan bukti dan kriteria.
Menemukan inkonsistensi atau kesalahan dalam suatu proses atau
produk, menemukan konsistensi internal dan menemukan
efektivitas suatu prosedur yang sedang dipraktekan.
Menemukan inkonsistensi antara suatu prosuk dan kriteria
eksternal, menentukan konsistensi eksternal, menemukan
ketepatan suatu prosedur untuk menyelesaikan suatu masalah.
Mencipta (create)
a. Merumuskan b. Merencanakan
c. Memproduksi
Memadukan beberapa unsur agar terbentuk sesuatu yang baru atau
membuat produk baru yang asli.
Membuat hipotesis-hipotesis berdasarkan kriteria.
Mendesain atau merencanakan prosedur untuk menyelesaikan
suatu tugas.
Menciptakan suatu produk.
(Sumber: Anderson dkk, 2010; Gunawan dan Palupi, 2013).
-
31
Berkebalikan
Kenyataan :Buku dan
modul di sekolah belum
memenuhi aspek berpikir
tingkat tinggi (HOTS)
secara menyeluruh serta
cara penggunaan dan
penyampaian
Berkebalikan
Tuntutan: Kemampuan
berpikir tingkat tinggi
siswa perlu dikembangkan
sebagai kecakapan abad 21
Berkebalikan
Dampak: Hasil belajar
siswa kurang maksimal
pada kemampuan HOTS
Dampak: Hasil belajar siswa
meningkat
Solusi Masalah:
Pengembangan modul
berbasis HOTS
Isi Modul: tujuan, materi, kegiatan dan soal
evaluasi
Mengacu pada keterampilan kognitif
Aspek HOTS: aspek analisa (analysis), aspek
evaluasi (evaluate) dan aspek mencipta (create)
Kemampuan berpikir
tingkat tinggi siswa belum
terlatihkan
Kemampuan berpikir
tingkat tinggi siswa
terlatihkan dengan baik
Cara Pemenuhan:
Pengadaan literatur
(buku/modul) yang
memenuhi aspek berpikir
HOTS
Sarana pelatihan mandiri berpikir HOTS
Siswa mengengalami perkembangan kognitif
melalui kegiatan HOTS
Siswa mampu bekerja pada semua level berpikir
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
-
32
C. Hipotesis Penelitian
Penelitian pengembangan modul berbasis kemampuan berpikir tigkat
tinggi (HOTS) dilakukan melalui beberapa tahapan diantaranya uji lapangan
operasional/efektivitas. Uji lapangan operasional dilakukan dengan setting kuasi
eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui keefektifan modul dalam
memperdayakan hasil belajar siswa sehingga perlu dirumuskan hipotesis sebagai
berikut:
Ho: Tidak ada perbedaan hasil posttest yang signifikan antara kelas kontrol yang
menggunakan modul biologi sekolah dan kelas perlakuan yang menggunakan
modul berbasis kemampuan berpikir tinggkat tinggi (HOTS) pada materi
jaringan tumbuhan.
Ha: ada perbedaan hasil posttest yang signifikan antara kelas kontrol yang
menggunakan modul biologi sekolah dan kelas perlakuan yang menggunakan
modul berbasis kemampuan berpikir tinggkat tinggi (HOTS) pada materi
jaringan tumbuhan.