BAB II.pdf

24
9 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka dan Hasil Penelitian Relevan 1. Modul a. Pengertian Modul Modul merupakan sebuah cara pengorganisasian materi pelajaran yang memperhatikan fungsi pendidikan. Strategi pengorganisasian materi pembelajaran mengandung squencing yang mengacu pada pembuatan urutan penyajian materi pelajaran dan synthesizing yang mengacu pada upaya untuk menunjukkan kepada pelajar keterkaitan fakta, konsep, prosedur dan prinsip yang terkandung dalam materi pembelajaran (Indriyanti & Susilowati, 2010). Modul adalah unit lengkap yang berdiri sendiri dan terdiri dari serangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu siswa dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan secara khusus dan jelas (Nasution, 2011). Modul merupakan bahan ajar yang dikemas secara utuh dan sistematis, memuat seperangkat pengalaman belajar yang terencana dan didesain untk membantu siswa mencapai tujuan belajarnya dengan komponen minimal berupa tujuan pembelajaran, materi/substansi belajar dan evaluasi sehingga siswa dapat belajar sesuai kecepatannya masing-masing (Depdiknas, 2008). Modul dapat diartikan sebagai serangkaian pengalaman belajar yang sengaja direncanakan dan dirancang untuk pencapaian tujuan belajar serta berisi tentang satuan bahasan tertentu yang dikemas secara sistematis, operasional dan terarah untuk digunakan siswa serta dilengkapi dengan pedoman penggunaan untuk para guru. Modul memberikan informasi penting, memberikan petunjuk pelaksanaan yang jelas tentang kegiatan yang harus dilakukan dan referensi rujukan yang bisa digunakan (Mulyasa, 2005). Modul juga diartikan sebagai jenis kesatuan kegiatan belajar yang

Transcript of BAB II.pdf

  • 9

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Tinjauan Pustaka dan Hasil Penelitian Relevan

    1. Modul

    a. Pengertian Modul

    Modul merupakan sebuah cara pengorganisasian materi pelajaran

    yang memperhatikan fungsi pendidikan. Strategi pengorganisasian materi

    pembelajaran mengandung squencing yang mengacu pada pembuatan

    urutan penyajian materi pelajaran dan synthesizing yang mengacu pada

    upaya untuk menunjukkan kepada pelajar keterkaitan fakta, konsep,

    prosedur dan prinsip yang terkandung dalam materi pembelajaran

    (Indriyanti & Susilowati, 2010). Modul adalah unit lengkap yang berdiri

    sendiri dan terdiri dari serangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk

    membantu siswa dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan secara

    khusus dan jelas (Nasution, 2011). Modul merupakan bahan ajar yang

    dikemas secara utuh dan sistematis, memuat seperangkat pengalaman

    belajar yang terencana dan didesain untk membantu siswa mencapai tujuan

    belajarnya dengan komponen minimal berupa tujuan pembelajaran,

    materi/substansi belajar dan evaluasi sehingga siswa dapat belajar sesuai

    kecepatannya masing-masing (Depdiknas, 2008).

    Modul dapat diartikan sebagai serangkaian pengalaman belajar yang

    sengaja direncanakan dan dirancang untuk pencapaian tujuan belajar serta

    berisi tentang satuan bahasan tertentu yang dikemas secara sistematis,

    operasional dan terarah untuk digunakan siswa serta dilengkapi dengan

    pedoman penggunaan untuk para guru. Modul memberikan informasi

    penting, memberikan petunjuk pelaksanaan yang jelas tentang kegiatan

    yang harus dilakukan dan referensi rujukan yang bisa digunakan (Mulyasa,

    2005). Modul juga diartikan sebagai jenis kesatuan kegiatan belajar yang

  • 10

    terencana dan dirancang untuk membantu siswa secara individual dalam

    mencapai tujuan belajarnya (Sukiman, 2012). Modul memiliki beberapa

    komponen yang mencakup tujuan belajar, bahan pembelajaran, metode

    belajar, alat atau media, sumber belajar serta sistem evaluasi.

    Pengertian modul berdasarkan pendapat para ahli disimpulkan

    bahwa modul merupakan paket belajar yang berisi serangkaian kegiatan

    belajar yang sengaja dirancang untuk membantu siswa secara individual

    untuk mencapai tujuan pembelajaran yang mengandung keterkaitan fakta,

    konsep, prosedur dan prinsip materi pembelajaran meskipun tanpa

    bimbingan guru. Modul memiliki empat ciri yaitu: 1) modul merupakan unit

    bahan belajar yang dieancang secara khusus sehingga dapat dipelajari siswa

    secara mandiri, 2) modul merupakan program pembelajaran utuh yang

    disusun secara sistematis mengacu pada tujuan yang jelas dan terukur, 3)

    modul memuat tujuan pembelajaran, bahan dan kegiatan untuk mencapai

    tujuan serta evaluasi, 4) modul merupakan bahan belajar mandiri yang dapat

    mengatasi kesulitan belajar siswa ketika tatap muka dikelas (Sukiman,

    2012).

    b. Fungsi Modul

    Modul mempunyai fungsi sebagai bahan yang digunakan siswa

    dalam kegiatan pembelajaran, sehingga proses belajar menjadi lebih terarah,

    sistematis dan mendukung penguasaan kompetensi sesuai dengan kecepatan

    masing-masing siswa (Purwanto, dkk, 2007; Depdiknas, 2008). Modul

    menurut Mulyasa 2005 dilengkapi dengan referensi sumber belajar yang

    berfungsi sebagai tambahan bahan rujukan untuk belajar.

    Modul berfungsi sebagai bahan ajar mandiri, pengganti fungsi guru,

    sebagai alat evaluasi dan sebagai bahan rujukan belajar bagi siswa. Modul

    sebagai bahan ajar mandiri adalah sebagai peningkat kemampuan siswa

    untuk belajar sendiri tanpa tergantung pada kehadiran guru karena dalam

    modul telah terangkum kegiatan yang terarah dan terstruktur. Modul sebagai

    pengganti pendidik maksudnya penjelasan materi dan kegiatan modul

  • 11

    didesain dengan memperhatikan usia dan pengetahuan siswa serta dikemas

    dengan bahasa yang baik dan mudah dipahami sehingga penggunaan modul

    yang baik dan mudah dipahami sehingga penggunaan modul bisa berfungsi

    sebagai pengganti guru atau fasilitator pembelajaran. Modul sebagai alat

    evalusi maksudnya adalah dengam modul siswa diharapkan dapat mengukur

    dan menilai sendiri tingkat penguasaan materi yang telah dipelajaro siswa

    sesuai petunjuk yang ada dalam modul. Modul sebagai bahan rujukan

    maksudnya adalah didalam modul juga terangkum berbagai materi yang

    harus dipelajari siswa (Purwanto, 2012).

    c. Karakteristik Modul

    Modul menurut Sukiman (2012) mempunyai lima karakteristik

    sebagai berikut: 1) petunjuk mandiri (self intructional), 2) kesatuan isi (self

    contained), 3) berdiri sendiri (stand alone), 4) adaptif (adaftive) dan 5)

    bersahabat (user friendly). Lima karateristik modul tersebut perlu

    diperhatikan dalam pengembangannya, supaya diperoleh modul yang sesuai

    dengan tujuannya.

    Karakteristik petunjuk mandiri (selft intructional) dalam sebuah

    modul memungkinkan siswa belajar mandiri dan tidak tergantung oleh

    pihak lain. Karakter petunjuk mandiri (self intructional) dipenuhi dengan:

    1) memuat tujuan yang jelas dan menggambarkan pencapaian Standar

    Kompetensi dan Kompetensi Dasar, 2) memuat materi pembelajaran yang

    dikemas dalam unit-unit kegiatan yang kecil/spesifik, sehingga

    memudahkan untuk dipelajari secara tuntas, 3) menyediakan contoh dan

    ilustrasi yang mendukung kejelasan pemamparan materi pembelajaran, 4)

    menyediakan soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang memungkinkan

    untuk mengukur penguasaan siswa, 5) kontektual, materi yang disajikan

    terkait dengan suasana, tugas atau konteks kegiatan dan lingkungan siswa,

    6) menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif, 7) menyediakan

    rangkuman materi pembelajaran, 8) menyediakan instrumen penilaian yang

    memungkinkan siswa melakaukan penilaian sendiri (self assessment), 9)

  • 12

    menyediakan umpan balik atas siswa, sehingga siswa mengetahui tingkat

    penguasaan materi, 10) menyediakan informasi tentang

    rujukan/pengayaan/referensi yang mendukung materi pembelajaran

    (Sukiman, 2012; Depdiknas, 2008).

    Karakter kesatuan isi (self contained) bila didalam modul berisi

    seluruh materi pembelajaran yang dibutuhkan. Tujuan penyususunan materi

    secara utuh adalah memberikan kesempatan kepada siswa mempelajari

    materi pembelajaran secara tuntas, karena materi dikemas kedalam satu

    kesatuan yang utuh. Materi dari satu standar kompetensi apabila dibagi dan

    dipisah harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan

    standar kompetensi yang harus dikuasi oleh siswa, sehingga kesatuan isi

    tetap terjaga (Sukiman, 2012). Karakter self contained dipenuhi dengan

    cara: 1) pembuatan kerangka modul yang mencakup perumusan tujuan,

    pengorganisasian soal evaluasi, materi, kegiatan dan penentuan alat-alat

    yang dibutuhkan dalam pembelajaran sesuai tujuan yang dirumuskan, 2)

    menulis program secara rinci yang mencakup pembuatan pentunjuk dan

    kelengkapan paket belajar dalam modul (Suratsih, 2010).

    Karakter berdiri sendiri (stand alone) merupakan karakteristik

    modul yang tidak tergantung pada bahan ajar atau media lain, atau tidak

    harus digunakan bersama-sama dengan media lain (Sukiman, 2012). Modul

    tidak memerlukan bantuan bahan ajar lain ketika digunakan siswa dalam

    mempelajari materi atau mengerjakan tugas didalam modul. Modul tidak

    dikategorikan sebagai media yang berdiri sendiri ketika dalam

    penggunaannya, siswa masih menggunakan atau bergantung pada media

    lain selain modul yang digunakan (Depdiknas, 2008).

    Karakter adaptif (adative) merupakan karakteristik modul yang

    memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap perkembangan ilmu

    pengetahuan dan teknologi. Modul dinyatakan adaptif apabila modul dapat

    menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

    ada pada suatu masa. Modul yang memperhatikan perkembangan ilmu dan

    teknologi, pengembangannya tetap up to date (Sukiman, 2012).

  • 13

    Karakter bersahabat (user friendly) merupakan karakteristik yang

    memungkinkan modul untuk memenuhi kaidah agar mudah digunakan oleh

    siswa. Intruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat mempermudah

    siswa dalam merespon dan mengakses sesuai keingininan. Karakter user

    friendly dapat diwujudkan dengan penggunaan bahasa yang sederhana,

    mudah dimengerti dan penggunaan istilah yang umum (Sukiman, 2012;

    Depdiknas, 2008).

    d. Unsur-unsur Modul

    Modul disusun dengan memperhatikan unsur-unsur penyusun atau

    komponen agar dapat didapatkan modul yang baik. Unsur-unsur terdiri dari

    tujuh diantaranya: 1) rumusan tujuan pengajaran yang eksplisit dan spesifik,

    2) petunjuk guru, 3) lembar kegiatan siswa, 4) lembar kerja siswa, 5) kunci

    lembar kerja siswa, 6) lembar evaluasi dan 7) kunci lembar evaluasi

    (Prastowo, 2012).

    Rumusan tujuan pengajaran yaitu menggambarkan tingkah laku

    yang diharapkan dari siswa setelah melakukan kegiatan dalam modul.

    Rumusan tujuan pengajaran tercantum pada lembar kegiatan siswa dan

    petunjuk guru. Tujuan pengajaran pada lembar kegiatan siswa berfungsi

    untuk memberitahukan kepada siswa tentang tingkah laku yang diharapkan

    dari siswa setelah berhasil menyelesaikan kegiatan modul. Tujuan

    pengajaran pada petunjuk guru berfungsi untuk memberitahukan guru

    mengenai tingkah laku atau pengetahuan yang seharusnya dimiliki siswa

    setelah menyelesaikan kegiatan dimodul (Prastowo, 2012). Rumusan tujuan

    dalam modul dibedakan menjadi tujuan pembelajaran umum yang memuat

    target capaian kompetensi umum siswa (kompetensi dasar) dan tujuan

    pembelajaran khusus yang memuat uraian atau penjabaran dari kompetensi

    umum dalam bentuk indikator (Purwanto dkk, 2007).

    Petunjuk guru berisi instruksi penyelenggaraan pengajaran dengan

    modul agar kegiatan pembelajaran lebih terarah dan efektif. Bagian

    petunjuk guru berisi penjelasan tentang macam-macam kegiatan yang

  • 14

    dilakukan dalam kelas, waktu yang disediakan untuk menyelesaikan modul,

    alat-alat pengajaran dan sumber yang digunakan, prosedur evaluasi dan

    jenis alat yang digunakan (Prastowo, 2012). Petunjuk siswa digunakan agar

    siwa paham tentang kegiatan yang dilakukannya (Sukiman, 2012). Petunjuk

    yang tercantum dalam modul secara umum memuat penjelasan rinci tentang

    penyelnggaraan pembelajaran supaya berjalan dengan efisien (Suratsih,

    2010).

    Lembar kegiatan siswa memuat materi pelajaran yang harus dikuasi,

    kegiatan yang dilakukan siswa dan rujukan buku-buku yang dapat dipelajari

    sebagai pendukung dan pelengkap materi dalam modul (Prastowo, 2012).

    Materi yang tecantum dalam modul disusun secara logis dan sistematis serta

    dilengkapi dengan gambar, bagan dan grafik sehingga membantu siswa

    mencapai tujuan belajarnya. Kegiatan modul memuat kegiatan siswa selama

    pembelajaran yang mendukung berlangsungnya proses belajar secara aktif,

    tidak sekedar membaca, tetapi juga melakukan pengamatan, percobaan,

    simulasi, diskusi, pemecahan masalah (Mulyasa, 2005; Muljono, 2001).

    Kunci lembar kerja siswa digunakan untuk memeriksa ketepatan

    hasil pekerjaan sehingga memungkinkan siswa segara melakukan koreksi

    atas kesalahan yang dilakukan dalam belajar. Keberadaan kunci jawaban

    dapat mendukung terjadinya konfirmasi dengan degera terhadap jawaban

    siswa yang salah. Kunci jawaban lembar kerja siswa dapat dicantumkan

    dalam modul atau diberikan terpisah atau disampaikan oleh guru (Prastowo,

    2012).

    Lembar evaluasi berupa tes atau rating scale yang digunakan untuk

    evaluasi guru terhadap tercapai tidaknya tujuan yang dirumuskan pada

    modul oleh siswa. Tes dan rating scale pada lembar evaluasi disusun dalam

    item-item tes yang disesuaikan dan dijabarkan dari rumusan tujuan modul

    (Prastowo, 2012). Evluasi yang berisi soal-soal pengukur penguasaan siswa

    setelah mempelajari keseluruhan isi modul, dilengkapi pula dengan kunsi

    jawaban dan rumus analisis tingkat penguasaan siswa (Sukiman, 2012).

  • 15

    Kunci lembar evaluasi berisi jawaban dari soal yang telah diberikan

    sebelumnya dalam modul. Kunci soal evaluasi ditulis oleh penyusun modul

    dan bertujuan untuk membantu siswa dalam mencocokkan hasil jawabannya

    secara mandiri. Hasil jawaban siswa digunakan untuk mengetahui

    ketercapaian tujuan dalam modul berdasarkan tingkat penguasaan materi

    siswa. Kunci jawaban lembar evaluasi dapat dicantumkan pada akhir modul

    atau diberikan terpisah dan sisimpan guru untuk menjaga kemurnian hasil

    jawaban siswa (Prastowo, 2012; Sungkono, 2009).

    e. Format Modul

    Komponen modul terdiri dari lembar kegiatan siswa, lembar kerja

    siswa, kunci lembar kerja, lembar soal, lembar jawaban dan kunci jawaban

    yang dikemas dalam format modul. Format modul digunkan untuk

    menjamin modul supaya isi dari modul tersusun secara sistematis. Format

    modul menurut Mulyasa (2005) terdiri dari enam, yaitu: 1) bagian

    pendahuluan, 2) tujuan pembelajaran, 3) tes awal, 4) pengalaman belajar, 5)

    sumber belajar dan 6) tes akhir.

    Bagian pendahuluan merupakan bagian pembuka modul yang berisi

    deskripsi umum seperti materi yang disajikan, pengetahuan, keterampilan

    dan sikap yang akan dicapai siswa setelah belajar termasuk kemampuan

    awal yang harus dimiliki untuk mempelajari modul (Mulyasa, 2005).

    Bagian tujuan pembelajaran berisi tujuan pembelajaran khusus yang dicapai

    siswa setelah mempelajari modul, tujuan terminal, tujuan akhir dan kondisi

    untuk mencapai tujuan. Bagian tes awal berfungsi untuk menetapkan posisi

    siswa, mengetahui kemampuan awal siswa, menentukan awal siswa belajar

    dan perlu tidaknya mempelajari modul. Bagian pengalaman belajar

    merupakan rincian materi untuk setiap tujuan pembelajaran khusus yang

    berisi sejumlah materi yang diikuti penilaian formatif sebagai balikan bagi

    siswa tentang tujuan belajar yang dicapai. Bagian sumber belajar berisi

    referensi yang dapat ditelusuri dan digunakan siswa untuk tambahan

    informasi. Bagian tes akhir berisi instrumen evaluasi yang isinya sama

  • 16

    dengan tes awal, hanya lebih difokuskan pada tujuan terminal setiap modul

    sehingga efektifitas modul dalam meningkatkan pembelajaran dapat diukur

    (Mulyasa, 2005).

    f. Langkah-langkah Penyusunan Modul

    Penyusunan modul menurut Prastowo (2012) membutuhkan empat

    tahapan yaitu: 1) tahap analisis kurikulum, untuk menentukan materi yang

    memerlukan bahan ajar modul dengan cara melihat initi materi yang

    diajarkan, kompetensi serta hasil belajar kritis yang harus dimiliki siswa, 2)

    tahap menentukan judul modul, dilakukan dengan mengacu pada cakupan

    kompetensi dasar atau materi pokok yang ada dalam kurikulum, satu

    kompetensi yang cakupannya tidak terlalu besar dapat digunkan sebagai

    judul modul, 3) tahap pemberian kode modul, dilakukan untuk

    memudahkan pengelolaan modul melalui pemberian angka-angka yang

    berisi makna, misalnya digit pertama menunjukkan kelompok jurusan

    (IPA/IPS/Bahasa) dan digit kedua menunjukkan mata pelajaran (1= biologi,

    2 = fisika), 4) tahap penulisan modul, dilakukan dengan memperhatikan

    perumusan kompetensi dasar yang harus dikuasai, penentuan alat evaluasi

    atau penilaian, penyusunan materi, urutan pengajaran yang dijelaskan dalam

    petunjuk penggunaan modul bagi para guru dan siswa, serta struktur atau

    unsur-unsur bahan ajar modul.

    Empat tahapan penyusunan modul menurut Prastowo (2012) baru

    mencapai tahapan penulisan modul sehingga secara umum dapat dilengkapi

    dengan tahapan penulisan modul menurut Depdiknas (2008) yang terdiri

    dari: 1) analisis kebutuhan modul untuk memperoleh informasi modul yang

    dibutuhkan peserta didik dalam mempelajari kompetensi yang diprogram

    kan, 2) desain modul dengan membuat buram modul dengan mengacu pada

    RPP guru yang kemudian diujicobakan dahulu supaya terjamin

    kevalidannya, 3) implementasi modul sesuai dengan alur, 4) penilaian hasil

    belajar siswa setelah implementasi modul, 5) evaluasi dan validasi secara

  • 17

    periodik dan 6) jaminan kualitas untuk menjamin bahwa modul yang

    dikembangkan telah sesuai dengan ketentuan pengembangan modul.

    g. Keuntungan Pengunaan Modul

    Modul yang dikembangkan dan disusun dengan baik mampu

    memberikan banyak keuntungan baik bagi siswa maupun guru. Keuntungan

    penggunaan modul bagi siswa adalah: 1) dapat memberikan balikan

    (feedback) setelah siswa selesai menggunakan modul karena modul

    dilengkapi dengan rumus tingkat penguasaan materi untuk mengetahui taraf

    hasil belajar siswa sehingga siswa dapat segera memperbaiki kekuarangan

    belajarnya, 2) memberikan kesempatan bagi siswa untuk menguasai bahan

    pelajaran secara tuntas, 3) memudahkan siswa mencapai tujuan belajar

    karena penyusunannya dirancang khusus untuk tujuan tertentu, 4)

    memberikan motivasi kepada siswa karena berisi kegiatan dan langkah-

    langkah belajar yang teratur, 5) bersifat fleksibel sehingga dapat digunakan

    siswa dengan beragam latar belakang siswa dan 6) membuka kesempatan

    unntuk terjadi kerjasama diantara siswa (Nasution, 2011).

    Keuntungan penggunaan modul bagi guru adalah: 1) memberikan

    rasa kepuasan yang lebih besar karena modul bisa menjamin hasil belajar

    yang baik melalui kemudahan penggunaannya, 2) memberikan waktu yang

    lebih banyak untuk guru dalam memberikan bantuan dan perhatian

    individual tanpa menggangu atau melibatkan seluruh kelas, 3) guru lebih

    memiliki waktu banyak untuk memberikan pengayaan dan tambahan

    informasi kepada siswa, 4) memberikan kebebasan untuk guru dalam

    mengelola persiapan pembelajaran karena sudah terangkum dalam modul

    (Nasution, 2011).

  • 18

    2. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS)

    a. Pengertian Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS)

    Proses berpikir merupakan kegiatan intelektual sesorang yang

    terjadi dalam otak. Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan

    keterampilan yang dapat dilatihkan (Thomas & Thorne, 2009). Berpikir

    tingkat tinggi (HOTS) diartikan secara luas sebagai tantangan dan

    memperluas proses berpikir ketika sesorang harus menafsirkan,

    menganalis atau memanipulasi informasi suatu jawaban dari permasalahan

    (Ghasempour, et.al, 2012), dimana dengan berpikir tingkat tinggi siswa

    mampu mjawab permasalahan dengan melihat banyak solusi dan tidak

    terpaku pada satu sumber jawaban saja (Thompson, 2008).

    Proses berpikir kompleks atau yang sering disebut berpikir

    tingkat tinggi (HOTS) dikategorikan menjadi empat kelompok meliputi

    pemecahan masalah (problem solving), pengambilan keputusan (decision

    making), berpikir kritis (critical thinking) dan berpikir kreatif (creative

    thinking). Taksonomi Bloom yang telah direvisi dianggap merupakan

    dasar bagi berpikir tingkat tinggi. Pemikiran ini didasarkan bahwa

    beberapa jenis pembelajaran merupakan proses kognisi yang lebih

    daripada yang lain, tetapi memiliki manfaat-manfaat lebih umum (Lewy,

    dkk, 2009).

    Berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skills

    didefinisikan didalamnya termasuk berpikir kritis, logis, reflektif,

    metakognisi dan kreatif (King, 2011; Ghasempour, et.al, 2012). Semua

    keterampilan tersebut aktif ketika seseorang berhadapan dengan masalah

    yang tidak biasa, ketidakpastian, pertanyaan dan pilihan. Penerapan yang

    sukses dari keterampilan ini terdapat dalam penjelasan, keputusan,

    penampilan, dan produk yang valid sesuai dengan konteks dari

    pengetahuan dan pengalaman yang ada serta lanjutan perkembangan

    keterampilan ini atau keterampilan intelektual lainnya.

  • 19

    Higher order thinking skills berdasarkan pada keterampilan

    berpikir tingkat rendah seperti membedakan, penerapan dan analisis

    sederhana, dan strategi kognitif yang berhubungan dengan pengetahuan

    sebelumnya dari isi permasalahan pokok (kosakata, pengetahuan

    prosedural, dan pola memberi alasan). Strategi pengajaran yang sesuai dan

    lingkungan belajar yang memfasilitasi pertumbuhan kemampuan berpikir

    yang lebih tinggi seperti halnya ketekunan siswa, pemantauan diri, dan

    berpikiran terbuka, sikap fleksibel (King, 2011).

    Higher order thinking terjadi ketika seseorang mengambil

    informasi baru dan informasi yang tersimpan dalam memori dan saling

    berhubungan dan / atau menata kembali dan memperluas informasi ini

    untuk mencapai suatu tujuan atau menemukan jawaban yang mungkin

    dalam situasi membingungkan. Berbagai tujuan dapat dicapai melalui

    pemikiran tingkat tinggi; memutuskan apa yang harus percaya;

    memutuskan apa yang harus dilakukan; menciptakan ide baru, objek baru,

    atau ekspresi seni; membuat prediksi, dan memecahkan masalah tidak

    rutin. Tiga level pertama (terbawah) merupakan Lower Order Thinking

    Skills, sedangkan tiga level berikutnya Higher Order Thinking Skill

    (Anderson & Krathwohl, 2010).

    b. Aspek Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi

    Kemampuan berpikir tingkat mempunyai karakteristik dan aspek

    yang berbeda menurut para ahli. Menurut Resnick karakteristik berpikir

    tingkat tinggi ada delapan yaitu: 1) Non-algorithmic, 2) komplek

    (complex), 3) menyediakan beberapa solusi (some solution), 4) bernuansa

    penilaian dan interpretasi (nuanced judgement), 5) beberapa kriteria

    (several criteria), 6) ketidakpastian (uncertainty), 7) regulasi sendiri (self-

    regulation), 8) memaksakan makna (impose meaning) (Eva, 2014;

    Ghasempour, et.al, 2012; Miri, et.al, 2007; Thompson, 2008). Non-

    algorithmic artinya jalan tindakan tidak sepenuhnya ditentukan didepan.

    Kompleks (complex) artinya total jalur tidak telihat (mental berbicara) dari

  • 20

    setiap sudut pandang tunggal. Menyediakan beberapa solusi (some

    solution) artinya masing-masing dengan biaya dan manfaat, bukan solusi

    yang unik. Beberapa kriteria (several criteria) artinya yang kadang-kadang

    bertentangan dengan satu sama lain. Ketidakpastian (uncertainty) artinya

    tidak semua yang dikenakan pada tugas yang ditangan dikenal. Regulasi

    sendiri (self-regulation) artinya dari proses, kita tidak mengenali

    pemikiran orde tinggi dalam diri sesorang ketika orang lain menyebut

    bermain di setiap langkah. Memaksakan makna (impose meaning) yaitu

    menentukan struktur dalam gangguan jelas (Eva, 2014).

    Kemampuan berpikir kritis menurut King (2011) dan

    Kusumaningrum dan Saefudin (2012) memiliki 6 komponen yaitu berpikir

    kritis, kreatif, logis, analitis dan reflektif. Berikut akan diulas komponan

    dari kemampuan berpikir tingkat tinggi.

    1) Kemampuan berpikir kritis

    Kritis menurut Parnes dan Ennis sebagai kemampuan berpiir

    reflektif untuk menganalisa fakta, mengorganisasi ide-ide,

    mempertahankan pendapat, membuat perbandingan, membuat

    kesimpulan, mmpertimbangkan argument dan memecahkan masalah

    yang berfokus pada keputusan yang diyakini (Kusumaningrum dan

    Saefudin, 2012).

    Berpikir kritis menurut Ennis mempunyai enam aspek yaitu,

    1) fokus (focus) yaitu menitik beratkan saat identifikasi masalah,

    sehingga masalah dikenali dengan baik, 2) alasan (reason) dibutuhkan

    untuk mendukunh permasalahan secara logis, 3) kesimpulan (inference)

    didasarkan analisi dan alas an yang tepat, 4) situasi (situation)

    dicocokan dengan situasi yang sebenarnya, 5) kejelasan (clarity)

    digunakan untuk mendefinisikan istilah yang dipakai saat berargumen

    sehingga tidak terjadi kesalahan dalam menarik kesimpulan, 6) tinjauan

    ulan (over view) berguna untuk mengkaji ulang sesuatu yang telah

    ditemukan (Happy dan Listyani, 2011).

  • 21

    2) Kemampuan berpikir kreatif

    Kreatif menurut KBBI (2002) adalah daya cipta atau

    kemampuan untuk menciptakan. Kreatiftitas merupakan produk dari

    berpikir kreatif seseorang, berpikir kreatif merupakan proses ketika

    seseorang mendatangkan atau memunculkan suatu ide atau gagasan

    baru (Kusumaningrum dan Saefudin, 2012). Ciri-ciri kemampuan

    berpikir kreatif menurut Wilson yaitu 1) Kelancaran (fluency) yaitu

    kemampuan untuk membangkitkan sebuah ide sehingga terjadi

    peningkatan solusi, 2) Fleksibilitas (flexibility) yaitu kemampuan

    memproduksi atau menghasilkan suatu produk, persepsi atau ide yang

    bervariasi terhadap suatu masalah, 3) Elaborasi (elaboration) yaitu

    kemampuan untuk mengembangkan ide atau suatu karya, 4)

    Originalitas (originality) yaitu kemampuan menciptakan ide, hasil

    karya yang berbeda atau baru, 5) Kompleksitas (complexity) yaitu

    kemampuan memasukan suatu konsep yang ditinjau dari berbagai segi,

    6) Keberanian mengambil resiko (risk-taking) yaitu kemampuan

    bertekad dalam mencoba sesuatu yang penuh resiko, 7) Imajinasi

    (imagination) yaitu kemampuan untuk berimajinasi, meciptakan barang

    baru melalui percobaan yang dapat menghasilkan produk sederhana dan

    8) Rasa ingin tahu (curiosity) yaitu kemampuan mencari, meneliti,

    mendalami dan keinginan mengetahui tentang sesuatu lebih jauh

    (Parwati, 2005).

    3) Kemampuan berpikir logis

    Berpikir logis berbeda dengan menghafal (Saragih, 2006).

    Menghafal hanya mengacu pada pada pencapaian kemampuan ingatan,

    sedang berpikir logis mengacu pada pemahaman, kemampuan aplikasi,

    kemampuan analisis, kemampuan sintesis dan kemampuan membentuk

    kecakapan (suatu proses) (Kusumaningrum dan Saefudin, 2012). Pola

    berpikir dibagi menjadi dua yaitu pola berpikir vertikal dan lateral. Pola

    berpikir logis konvensional yang kita kenal dan umum dipakai

    termasuk kedalam pola berpikir vertikal (Rosnawati, 2011).

  • 22

    4) Kemampuan berpikir analitis

    Aspek analitis merupakan salah satu aspek kognitif dalam

    taksonomi Bloom yang menempati urutan keempat setelah

    pengetahuan, pemahaman dan aplikasi. Menurut Herdian kemampuan

    analitis adalah kemampuan siswa untuk menguraikan suatu hal ke

    dalam bagian-bagian dan mencari keterkaiatannya (Kusumaningrum

    dan Saefudin, 2012). Hal ini sejalan dengan Bloom yang menyatakan

    bahwa kemampuan berpikir analitis menekankan pada pemecahan

    materi ke dalam bagian-bagian yang lebih khusus atau kecil dan bagian

    tersebut terhubung dan terorganisir (Widodo, 2005).

    Bloom membagi aspek analisi menjadi tiga kategori yaitu, 1)

    analisis bagian (unsur) seperti melakukan pemisalan fakta, unsur yang

    didefinisikan, argument, aksioma (asumsi), hipotesis dan kesimpulan,

    2) analisis hubungan (relasi) seperti menghubungkan antara unsur-

    unsur dari suatu sistem, 3) analisis system seperti mampu menganal

    unsur dan hubungannya dengan struktur yang terorganisir

    (Kusumaningrum dan Saefudin, 2012).

    5) Kemampuan berpikir reflektif

    Menurut Dewey pendidikan merupakan proses sosial dimana

    anggota masyarakat (terutama anak-anak) ikut berpartisipasi dalam

    masyarakat, yang tujuannya untuk meberikan kontribusi dalam

    perkembangan pribadi dan sosial seseorang melalui pengalaman dan

    pemecahan masalah yang berlangsung secara reflektif (reflective

    thinking) (Kusumaningrum dan Saefudin, 2012). Berpikir reflektif

    mempunyai lima komponen yaitu, 1) merasakan dan

    mengidentifikasikan masalah (recognize or felt difficulty/problem), 2)

    membatasi dan merumuskan masalah (location and definition of the

    problem), 3) mengajukan beberapa kemungkinan alternative solusi

    pemecahan masalah (suggestion of possible solution), 4)

    mengembangkan ide untuk memecahkan masalah dengan cara

    mengumpulkan data yang dibutuhkan (rational elaboration of an idea)

  • 23

    dan 5) melakukan tes untuk menguji solusi dari pemecahan masalah dan

    menggunakannya sebagai bahan pertimbangan membuat kesimpulan

    (test and formation of conclusion) (Kusumaningrum dan Saefudin,

    2012).

    Kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skill)

    menurut taksonomi Bloom berada pada tingkat menganalisis (analyze),

    mengevalusi (evaluate) dan mencipta (create) (King, 2011, Ramirez &

    Ganaden, 2008); Riadi & Ferita, 2014). Analisis (analyze) meliputi

    kemampuan memecahkan suatu kesatuan menjadi bagian dan bagaimana

    bagian tersebut dihubungkan satu dengan yang lain. Mengevaluasi

    (evaluate) didefisinikan sebagai kemampuan judgement berdasar pada

    kriteria dan standar tertentu. Mencipta (create) didefinisikan sebagai

    generalisasi ide baru, produk atau cara pandang yang baru dari kesatuan

    (King, 2011). Ketiga tingkatan taksonomi Bloom dari C4, C5 dan C6

    merupakan kemampuan ranah kognitif yang mampu melatihkan dan

    mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dalam

    menyelaesaikan masalah dan menemukan alternatif jawaban (Lewy, dkk,

    2009; Ramirez & Ganaden, 2008).

    Kemampuan menganalisis (analyze) merupakan jenis kemampuan

    yang banyak dituntut dari kegiatan pembelajaran (Gunawan & Palupi,

    2013). Terdapat tiga kategori proses menganalisis (analyze) yaitu,1)

    kemampuan membedakan (differentiating) yaitu meliputi kemamapuan

    mebedakan bagian-bagian dari keseluruhan struktur dalam bentuk yang

    sesuai, 2) mengorganisai (organizing) meliputi kemampuan

    mengidentifikasi unsur secara bersamaan menjadi struktur yang saling

    terkait, 3) mengatribusikan (attributing), kemampuan siswa untuk

    menyebutkan tentang sudut pandang, bias, nilai dari suatu masalah yang

    diajukan (King, 2011; Widodo, 2005).

    Evaluasi mempunyai kriteria penilaian, kriteria yang biasa

    digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi dan konsistensi (Gunawan

    & Palupi, 2013). Kategori dari mengevaluasi (evaluate) yaitu, 1)

  • 24

    memeriksa (checking) yaitu kemampuan untuk mengetes konsistensi

    internal atau kesalahan pada operasi atau hasil serta mendeteksi

    keefektifan prosedur yang digunakan, 2) mengkritik (critiquing) yaitu

    kemampuan memutuskan hasil berdasarkan kriteria tertentu (King, 2011;

    Widodo, 2005).

    Mencipta (create) sangat berkaitan erat dengan pengalaman belajar

    siswa dan mengarahkan siswa untuk dapat melaksanakan dan

    menghasilkan karya (Gunawan & Palupi, 2013). Proses mencipta (create)

    dapat dipecah menjadi tiga fase yaitu 1) merumuskan (generating) yaitu

    masalah diberikan dan siswa mencoba memahami soal dan mengeluarkan

    solusi; 2) merencanakan (planning) yaitu perencanaan penyelesaian,

    dimana siswa memikirkan kemungkinan dan 3) memproduksi (producing)

    yaitu memikirkan rancangan yang dilaksanakan; pelaksaan penyelesaian,

    dimana siswa berhasil melaksanakan rencana (King, 2011; Widodo, 2005).

    c. Cara Mengajar dan Mengembangkan Kemampuan Berpikir Tingkat

    Tinggi Siswa

    Kemampuan berpikir tingkat tinggi perlu dikembangkan karena

    alasanya untuk mendorong pengetahuan ke memori jangka panjang siswa

    dan siswa engan pengetahuan konseptualnya akan mampu untuk

    mengakses informasi ke dalam konteks yang baru (Brookhart, 2010).

    Taksonomi Bloom merupakan kerangka kerja yang sering digunakan

    dalam mengajar berpikir tingkat tinggi, karena sesuai dengan tujuan

    Bloom untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam

    pendidikan seperti mengevaluasi dan menganalisis, bukan hanya mengajar

    siswa mengingat fakta (hafalan) (Collins, 2014).

    Kemampuan berpikir tingkat tinggi menurut Collins (2014) dapat

    diajarkan dengan terstruktur sesuai dengan menggunakan taksonomi

    Bloom, yaitu 1) secara spesifik mengajarkan konsep kemampuan berpikir

    tingkat tinggi, guru tidak harus mengajarkan konsep melainkan

    memberitahu siswa apa yang mereka lakukan dan mengapa kemampuan

  • 25

    berpikir tingkat tinggi diperlukan bagi mereka untuk memecahkan

    masalah di sekolah dan dikehidupan; 2) merencanakan pertanyaan dan

    waktu diskusi untuk memanfaatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi,

    guru merancang siswa untuk mengajukan pertanyaan atau mengatasi

    masalah dengan waktu dan diskusi dengan cermat; 3) mengajarkan konsep

    secara jelas, sehingga siswa memahami apakah konsep ini, kongkret,

    abstrak, verbal, nonverbal atau sebuah proses; 4) menyediakan perancah,

    dengan memberikan perancah kepada siswa diawal pelajaran kemudian

    bertahjap beralih menjadi tanggung jawab kepada siswa; 5) secara sadar

    mendorong siswa berikir tingkat tinggi; 6) memastikan item penilaian/

    evaluasi selalu mengacu pada berpikir tingkat tinggi.

    Kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dapat ditunjukkan

    dengan enam tahapan aktivitas, yaitu: 1) Menggali informasi, yaitu

    masalah dirumuskan sehingga siswa dituntut untuk melakukan investigasi

    konteks, karena tidak semua informasi diberikan secara eksplisit; 2)

    Mengajukan dugaan, yaitu siswa mengajukan penyelesaian masalah; 3)

    Melakukan inkuiri, yaitu individu mengajukan pertanyaan dan mencar

    informasi yang cukup dengan mengkaji dan menganalisa informasi untuk

    menjawab pertanyaan yan dimunculkan; 4) Membuat konjektur, yaitu

    pernyataan yang dihasilakna berdasarkan pengamatan atau eksplorasi,

    ercobaan, tetapi belum dibuktikan kebenarannya secara formal merupakan

    suatu bentuk kesimpulan secara umum; 5) Mencari alternatif, siswa

    mencari atau menunjukkan alternatif jawaban; 6) Menarik kesimpulan

    (Rosnawati, 2009).

    3. Hasil Belajar

    a. Pengertian Hasil Belajar

    Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku akibat adanya

    proses belajar, meliputi kecakapan, sikap, kebiasaan, kepribadian atau

    pengertian (Aunurrahman, 2009). Hasil belajar menurut Sudjana (2010)

    merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah mendapatkan

  • 26

    pengalaman belajar selama proses belajar mengajar berlangsung. Hasil

    belajar menurut Sukmadinata (2004) adalah perwujudan dari kecakapan

    potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang melalui proses belajar.

    Hasil belajar menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa segala

    bentuk perubahan tingkah laku dan kemampuan tertentu yang didapatkan

    akibat proses belajar. Hasil belajar merupakan capaian akhir dari proses

    pembelajaran yang dinilai dari kegiatan evaluasi untuk mendapatkan

    pembuktian yang menunjukkan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan

    pembelajaran (Sudjana, 2010).

    b. Dimensi Hasil belajar

    Hasil belajar memiliki empat dimensi pengetahuan dan enam

    kategori dimensi proses kognitif yang diklasifikasikan dalam taksonomi

    pendidikan. Dimensi pengetahuan terdiri dari; 1) pengetahuan faktual, 2)

    pengetahuan konseptual, 3) pengetahuan prosedural dan 4) pengetahuan

    metakognitif. Kategori dimensi proses kognitif terdiri dari: 1) mengingat

    (remember), 2) memahami (understand), 3) mengaplikasikan (apply), 4)

    menganalisis (analyze), 5) mengevaluasi (evaluate) dan 6) mencipta

    (create) lengkap dengan pengklasifikasian proses kognitif siswa secara

    komprehensif pada tujuan di bidang pendidikan (Anderson, dkk, 2010).

    Pengetahuan faktual mencakup elemen-elemen dasar yang harus

    diketahui siswa untuk mempelajari satu disiplin ilmu atau untuk

    menyelesaikan masalah dalam suatu disiplin ilmu (Anderson, dkk, 2010).

    Pengetahuan faktual terdiri dari pengetahuan terminologi serta pengetahuan

    elemen dan detail spesifik dalam disiplin ilmu. Pengetahuan tentang

    terminologi melingkupi pengetahuan tentang label dan simbol verbal dan

    nonverbal (kata, angka, tanda, gambar). Setiap materi kajian mempunyai

    banyak label dan simbol, baik verbal maupun nonverbal, yang merujuk

    pada makna-makna tertentu. Label dan simbol ini merupakan bahasa dasar

    dalam suatu disiplin ilmu. Pengetahuan tentang detail-detail dan elemen-

    elemen yang spesifik merupakan pengetahuan tentang peristiwa, lokasi,

  • 27

    orang, tanggal, sumber informasi, dan semacamnya. Pengetahuan ini

    meliputi semua informasi yang mendetail dan spesifik, seperti tanggal

    terjadinya sebuah peristiwa. Fakta-fakta yang spesifik adalah fakta-fakta

    yang dapat disendirikan sebagai elemen-elemen yang terpisah dan berdiri

    sendiri. Setiap bidang kajian mengandung peristiwa, lokasi, orang, tanggal,

    dan detail-detail lain yang mempresentasikan pengetahuan penting tentang

    bidang itu (Gunawan dan Palupi, 2013).

    Pengetahuan konseptual mencakup hubungan-hubungan antar

    elemen dalam sebuah struktur besar yang memungkinkan elemen-

    elemennya berfungsi secara bersamaan (Anderson, dkk, 2010). Pengetahuan

    konseptual meliputi skema, model, mental, dan teori yang

    mempresentasikan pengetahuan manusia tentang bagaimana suatu materi

    kajian ditata dan distrukturkan, bagaimana bagian-bagian informasi saling

    berkaitan secara sistematis, dan bagaimana bagian-bagian ini berfungsi

    bersama.Pengetahuan konseptual terdiri dari tiga subjenis yaitu: 1)

    pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori; 2) pengetahuan tentang

    prinsip dan generalisasi dan 3) pengetahuan tentang teori, model, dan

    struktur. Klasifikasi dan kategori merupakan landasan bagi prinsip dan

    generalisasi. Prinsip dan generalisasi menjadi dasar bagi teori, model, dan

    struktur (Gunawan dan Palupi, 2013).

    Pengetahuan prosedural mencakup cara melakukan sesuatu,

    mempraktekan metode-metode penelitian dan kriteria untuk menggunakan

    keterampilan, algoritme (urutan langkah logis penyelesaian masalah),

    teknik dan metode (Anderson, dkk, 2010). Pengetahuan prosedural

    berkaitan dengan pertanyaan bagaimana. Pengetahuan prosedural ini

    terbagi menjadi tiga subjenis yaitu: 1) pengetahuan tentang keterampilan

    dalam bidang tertentu dan algoritma; 2) pengetahuan tentang teknik dan

    metode dalam bidang tertentu; dan 3) pengetahuan tentang kriteria untuk

    menentukan kapan harus menggunakan prosedur yang tepat (Gunawan dan

    Palupi, 2013).

  • 28

    Pengetahuan metakognitif mencakup pengetahuan tentang kognisi

    secara umum dan kesadaran serta pengetahuan tentang kognisi diri sendiri

    (Anderson, dkk, 2010). Salah satu ciri belajar dan penelitian tentang

    pembelajaran yang berkembang adalah menekankan pada metode untuk

    membuat siswa semakin menyadari dan bertanggung jawab atas

    pengetahuan dan pemikiran mereka sendiri. Pengetahuan metakognitif

    terbagi menjadi tiga subjenis yaitu: 1) pengetahuan strategis; 2)

    pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif yang meliputi pengetahuan

    kontekstual dan kondisional; dan 3) pengetahuan diri (Gunawan dan Palupi,

    2013).

    Keempat dimensi pengetahuan menurut Anderson dkk (2010)

    mencakup enam kategori dalam dimensi proses kognitis lengkap dengan

    proses kognitifnya seperti yang tercantum pada Tabel 2.1.

    B. Kerangka Pemikiran

    Biologi merupakan bagian dari pembelajaran sains yang membutuhkan

    kemampuan berpikir untuk mendapatkan konsep sains. Kemampuan berpikir

    tingkat tinggi merupakan bagian dari proses berpikir yang perlu dibangun mulai

    tahapan berpikir mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis kemudian

    melakukan pengambilan keputusan dengen membuat kriteria penilaian, kritikan

    dan masukan bahkan sampai memberikan solusi pemecahan. Kemampuan berpikir

    tingkat tinggi dituntut pada abad 21 dalam menyiapkan siswa yang mampu bersaing

    dalam dunia global (Griffin, 2013; Trisdiono & Muda, 2013).

    Kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat dilatihkan melalui literatur seperti

    buku atau modul yang digunakan dalam proses pembelajaran, namun kondisi buku

    atau modul yang ada disekolahan masih belum memenuhi aspek berpikir tingkat

    tinggi secara maksimal baik pada tujuan, materi, kegiatan, soal evaluasi cara

    penyampaian maupun penggunaannya. Buku atau modul yang belum memnuhi

    aspek berpikir tingkat tinggi secara maksimal, tentunya kurang berpotensi dalam

    memberikan bantuan individual terkait pemberdayaan berpikir tingkat tinggi siswa,

    sehingga terdapat pengaruh pada kurangnya hasil belajar siswa. Solusi yang

  • 29

    digunakan untuk mengatasi permasalahan kurangnya pemenuhan aspek dalam

    berpikir tingkat tinggi pada sarana pendukung belajar di sekolah adalah dengan

    mengembangkan modul berbasis kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS).

    Modul berbasis berpikir tingkat tinggi merupakan usaha yang

    terkonsentrasikan pada perberdayaan aspek berpikir tingkat tinggi secara

    keseluruhan. Aspek berpikir tingkat tinggi yang terdiri dari pengetahuan faktual,

    konseptual, prosedural dan metakognitif, sementara untuk proses kognitif tiga level

    pertama merupakan Lower Order Thinking Skill yaitu C1, C2, C3, sedang tiga level

    atas merupakan Higher Order Thinking Skill yaitu C4, C5, C6 (Widodo, 2006).

    Pelatihan secara spesifik yang mengarah pada aspek berpikir tingkat tinggi

    dipandang lebih efektif dalam mendukung pengembangan kemampuan berpikir

    siswa karena aspek berpikir tingkat tinggi yang digunakan merupakan keterampilan

    kognitif yang mampu mengakomodasi perkembangan kognitif siswa (Widodo,

    2006).

    Keterampilan kognitif yang memperdayakan hasil belajar siswa melalui

    kegiatan berpikir tingkat tinggi dalam modul, membantu siswa untuk mendapatkan

    peningkatan hasil belajar dan pemahaman yang mendalam, terwujud dari perolehan

    pengumpulan informasi, mengingat dan keterampilan mengorganisasi,

    mengintegrasi, mengevaluasi serta menganalisis (Ramirez & Ganaden, 2008).

    Modul dan buku berpikir tingkat tinggi tidak hanya melatihkan tahapan mengingat

    melainkan juga harus terdapat kemampuan berpikir kritis dan kreatif, serta

    pemecahan masalah (Rosnawati, 2009). Kemampuan Modul kemampuan berpikir

    tingkat tinggi dibuat dengan susunan sesuai dengan cara mengembangkan

    kemampuan berpikir tingkat tinggi, mulai dari menentukan tujuan pembelajaran,

    bertanya, latihan soal, meninjau, memperbaiki dan meningkatkan serta memberikan

    umpan balik (Limbach & Waugh, 2009). Perolehan hasil belajar secara langsung

    dapat mengalami peningkatan dari penggunaan modul berbasis berpikir tingkat

    tinggi adalah hasil belajar kognitif, karena siswa yang terlatih sebagai pemikir

    mampu bekerja pada semua level berpikir (Anderson dkk, 2011). Berdasarkan

    uraian diatas, kerangka pemikiran penelitian secara sederhana dapat dilihat pada

    Gambar 2.1.

  • 30

    Tabel 2.1 Dimensi Proses Kognitif

    Dimensi dan Kategori

    Proses Kognitif Pengertian

    Mengingat (remember)

    a. Mengenali

    b. Mengingat Kembali

    Mengambil kembali pengetahuan dari memori jangka panjang

    seseorang. Mengingat meningkatkan kemampuan untuk

    mendefisinkan istilah, mengidentifikasi fakta dan menentukan

    informasi.

    Menempatkan pengetahuan dalam memori jangka panjang yang

    sesuai dengan pengetahuan tertentu.

    Kegiatan mengambil pengetahuan yang relevan dari memori

    jangka panjang.

    Memahami (understand)

    a. Menafsirkan b. Mencontohkan c. Mengkalsifikasikan d. Merangkum e. Menyimpulkan f. Membandingkan g. Menjelaskan

    Mengkontruksi makna dari suatu materi pembelajaran termasuk

    segala sesuatu yang berhubungan dengan penjelasan guru.

    Memahami membantu siswa terhubung dengan pengetahuan

    sebelumnya.

    Mengubah satu bentuk gambaran menjadi bentuk lain.

    Menemukan contoh atau ilustrasi tentang konsep atau prinsip.

    Menentukan sesuatu dalam satu kategori.

    Mengabtraksikan tema umum atau poin pokok.

    Membuat kesimpulan yang logis dari informasi yang diterima.

    Menentukan hubungan antara dua ide, dua objek dan semacamnya.

    Membuat model sebab-akibat dalam sebuah sistem.

    Mengaplikasikan (apply)

    a. Mengeksekusi b. Mengimplementasikan

    Menerapkan suatu pengetahuan atau prosedur ke dalam suatu

    keadaan tertentu. Mengaplikasikan memungkinkan untuk

    menerapkan prosedur belajar dan metode.

    Menerapkan suatu prosedur pada tugas yang familiar.

    Menerapkan suatu prosedur pada tugas yang tidak familiar.

    Menganalisis (analyze)

    a. Membedakan

    b. Mengorganisasi

    c. Mengatribusikan

    Menguraikan permasalahan menjadi bagian-bagian penyusunnya

    dan menentukan keterkaitan hubungan antara bagian satu dan

    lainnya.

    Membedakan bagian materi pelajaran yang relevan dari yang tidak

    relevan, bagian yang penting dari yang tidak penting.

    Menentukan bagaimana elemen-elemen bekerja atau berfungsi

    dalam sebuah struktur.

    Menentukan sudut pandang, bias, nilai atau maksud dibalik materi

    pembelajaran.

    Mengevaluasi (evaluate)

    a. Memeriksa

    b. Mengkritik

    Mengambil suatu keputusan berdasarkan kriteria atau standar yang

    sudah ada. Mengevaluasi membantu siswa untuk membuat

    penilaian berdasarkan bukti dan kriteria.

    Menemukan inkonsistensi atau kesalahan dalam suatu proses atau

    produk, menemukan konsistensi internal dan menemukan

    efektivitas suatu prosedur yang sedang dipraktekan.

    Menemukan inkonsistensi antara suatu prosuk dan kriteria

    eksternal, menentukan konsistensi eksternal, menemukan

    ketepatan suatu prosedur untuk menyelesaikan suatu masalah.

    Mencipta (create)

    a. Merumuskan b. Merencanakan

    c. Memproduksi

    Memadukan beberapa unsur agar terbentuk sesuatu yang baru atau

    membuat produk baru yang asli.

    Membuat hipotesis-hipotesis berdasarkan kriteria.

    Mendesain atau merencanakan prosedur untuk menyelesaikan

    suatu tugas.

    Menciptakan suatu produk.

    (Sumber: Anderson dkk, 2010; Gunawan dan Palupi, 2013).

  • 31

    Berkebalikan

    Kenyataan :Buku dan

    modul di sekolah belum

    memenuhi aspek berpikir

    tingkat tinggi (HOTS)

    secara menyeluruh serta

    cara penggunaan dan

    penyampaian

    Berkebalikan

    Tuntutan: Kemampuan

    berpikir tingkat tinggi

    siswa perlu dikembangkan

    sebagai kecakapan abad 21

    Berkebalikan

    Dampak: Hasil belajar

    siswa kurang maksimal

    pada kemampuan HOTS

    Dampak: Hasil belajar siswa

    meningkat

    Solusi Masalah:

    Pengembangan modul

    berbasis HOTS

    Isi Modul: tujuan, materi, kegiatan dan soal

    evaluasi

    Mengacu pada keterampilan kognitif

    Aspek HOTS: aspek analisa (analysis), aspek

    evaluasi (evaluate) dan aspek mencipta (create)

    Kemampuan berpikir

    tingkat tinggi siswa belum

    terlatihkan

    Kemampuan berpikir

    tingkat tinggi siswa

    terlatihkan dengan baik

    Cara Pemenuhan:

    Pengadaan literatur

    (buku/modul) yang

    memenuhi aspek berpikir

    HOTS

    Sarana pelatihan mandiri berpikir HOTS

    Siswa mengengalami perkembangan kognitif

    melalui kegiatan HOTS

    Siswa mampu bekerja pada semua level berpikir

    Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

  • 32

    C. Hipotesis Penelitian

    Penelitian pengembangan modul berbasis kemampuan berpikir tigkat

    tinggi (HOTS) dilakukan melalui beberapa tahapan diantaranya uji lapangan

    operasional/efektivitas. Uji lapangan operasional dilakukan dengan setting kuasi

    eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui keefektifan modul dalam

    memperdayakan hasil belajar siswa sehingga perlu dirumuskan hipotesis sebagai

    berikut:

    Ho: Tidak ada perbedaan hasil posttest yang signifikan antara kelas kontrol yang

    menggunakan modul biologi sekolah dan kelas perlakuan yang menggunakan

    modul berbasis kemampuan berpikir tinggkat tinggi (HOTS) pada materi

    jaringan tumbuhan.

    Ha: ada perbedaan hasil posttest yang signifikan antara kelas kontrol yang

    menggunakan modul biologi sekolah dan kelas perlakuan yang menggunakan

    modul berbasis kemampuan berpikir tinggkat tinggi (HOTS) pada materi

    jaringan tumbuhan.