Bab III Syarif

24
BAB III PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI A. Pengkajian Fisioterapi Pengkajian fisioterapi pada kasus Tennis elbow meliputi anamnesis yang diikuti dengan pemeriksaan fisik dan gerak, pemeriksaan khusus, dan pemeriksaanlain yang berhubungan dengan kondisi pasien yang dilakukan pada 7 Mei 2015 sebagai berikut: 1. Pemeriksaan subjektif a. Anamnesis Anamnesis merupakan pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab dengan sumber data untuk mengetahui keadaan atau kondisi pasien. Dengan anamnesis tersebut dapat diperoleh data-data yang dibutuhkan dalam menentukan diagnosis dan terapi yang akan diberikan. Pada kasus ini dilakukan anamnesis 15

description

nnm

Transcript of Bab III Syarif

Page 1: Bab III Syarif

BAB III

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI

A. Pengkajian Fisioterapi

Pengkajian fisioterapi pada kasus Tennis elbow meliputi anamnesis yang

diikuti dengan pemeriksaan fisik dan gerak, pemeriksaan khusus, dan

pemeriksaanlain yang berhubungan dengan kondisi pasien yang dilakukan pada 7

Mei 2015 sebagai berikut:

1. Pemeriksaan subjektif

a. Anamnesis

Anamnesis merupakan pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab

dengan sumber data untuk mengetahui keadaan atau kondisi pasien. Dengan

anamnesis tersebut dapat diperoleh data-data yang dibutuhkan dalam

menentukan diagnosis dan terapi yang akan diberikan. Pada kasus ini dilakukan

anamnesis dengan metode auto anamnesis yaitu mengadakan tanya jawab secara

langsung kepada pasien. Anamnesis dibagi menjadi 2, yaitu :

1) Anamnesis umum

Anamnesis umum berisi identitas pasien yang meliputi (1) nama: Ny. U

B, (2) umur: 50 tahun, (3) jenis kelamin: perempuan, (4) agama: Islam, (5)

pekerjaan: ibu rumah tangga, (6) alamat: Minggiran,plawikan rt 1 rw 5 jogonalan ,

(7) No. Rekam Medis: 253493

15

Page 2: Bab III Syarif

15

2) Anamnesis khusus

Anamnesis khusus berisi tentang berbagai keterangan yang di dapat dari

pasien meliputi:

a) Keluhan utama

Pasien mengeluh nyeri pada kedua siku sisi luar

b) Riwayat penyakit sekarang

1bulan yang lalu pasien tiba-tiba mengeluh nyeri pada kedua siku.

Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami trauma pada bagian siku kanan

maupun kiri. Nyeri yang dirasakan pasien bersifat berdenyut- denyut. Nyeri

semakin memberat ketika pasien mengangkat barang, menyapu, memasak,

menulis, mandi, serta mendorong benda. Nyeri berkurang ketika lengan dalam

posisi diam/ istirahat. Saat ini pasien sedang menjalani fisioterapi di RSUP dr.

Soeradji Tirtonegoro Klaten.

c) Riwayat penyakit dahulu

Dari anamnesis diketahui bahwa pasien tidak pernah mengalami trauma

sebelumnya. Pasien juga tidak pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya

sampai terjadi kondisi seperti ini.

d) Riwayat penyakit penyerta

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit penyerta. Tidak terdapat riwayat

penyakit hipertensi, jantung, serta diabetes mellitus.

Page 3: Bab III Syarif

16

e) Riwayat pribadi

Pasien merupakan ibu rumah tangga yang banyak melakukan aktivitas

memasak menyapu,mencuci. Pasien sering mendekorasi ulang rumah, sehingga

sering memindahkan barang – barang berat seperti lemari, meja, kursi.

f) Riwayat keluarga

Pasien tidak memiliki keluarga yang menderita tennis elbow sebelumnya.

b. Anamnesis sistem

Merupakan anamnesis yang ditujukan untuk mengetahui keadaan sistem

lain dalam tubuh pasien yang berhubungan dan mempengaruhi sistem yang

sedang mengalami gangguan. Di samping itu juga berguna untuk mengetahui

keadaan tubuh pasien secara keseluruhan. Pada kasus ini, di dapatkan hasil: (1)

bagian kepala dan leher, pasien tidak merasa pusing dan tidak merasa kaku pada

leher, (2) Kardiovaskuler, Pasien tidak mengeluh jantung berdebar-debar, (3)

Respirasi, pasien tidak memiliki keluhan sesak nafas. (3) Gastrointestinal, pasien

tidak merasa mual atau merasa ingin muntah, BAB lancar dan terkontrol dengan

baik.(4) Urogenital, pasien dapat mengontrol BAK dengan baik, BAK lancar. (5)

Musculoskeletal, Pasien merasakan nyeri pada kedua sikunya bagian luar, (6)

Nervorum, pasien tidak mengalami kesemutan pada kedua lengannya, terutama

daerah sikunya.

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi pemeriksaan tanda-tanda vital,

inspeksi, palpasi, pemeriksaan gerak dasar, kemampuan fungsional, pemeriksaan

kognitif , intrapersonal, inter personal pasien.

Page 4: Bab III Syarif

17

a. Pemeriksaan tanda-tanda vital (vital signs)

Dari pemeriksaan vital sign diperoleh hasil yaitu (1) Tekanan darah:

120/70 mmHg, (2) Denyut nadi: 80 kali/menit, (3) Pernapasan: 25 kali/menit,

(4) Temperatur: 36,2 0C, (5) Tinggi badan: 150 cm, (6) Berat badan: 50 kg.

b. Inspeksi

Dari pemeriksaan inspeksi diperoleh hasil yaitu (1) Inspeksi statis keadaan

umum pasien baik, warna kulit pada siku dan lengan bawah sisi kanan dan kiri

pasien tidak mengalami perubahan, tidak tampak perbedaan bentuk lebih besar pada

lengan bawah sisi kanan dibanding sisi kiri(tidak terdapat oedema pada daerah siku

kanan maupun kiri.

(2) Inspeksi dinamis: pasien tampak menahan nyeri saat melakukan

gerakan pergelangan tangan ke arah flexi.

c. Palpasi

Pada pemeriksaan palpasi didapatkan hasil yaitu terdapat nyeri tekan pada

epicondylus humeri.

d. Perkusi

Pada pemeriksaan perkusi diperoleh hasil dalam batas normal.

e. Auskultasi

Pada pemeriksaan auskultasi diperoleh hasil tidak ditemukan sputum.

Page 5: Bab III Syarif

18

3. Pemeriksan gerak dasar

a. Pemeriksaan gerak aktif

Pasien dapat menggerakan pergelangan tangan kanan maupun kiri ke arah

palmar flexi dan dorsal flexi dengan full ROM serta disertai nyeri. Pasien dapat

menggerakan pergelangan tangan kanan maupun kiri ke arah ulnar deviasi,radial

deviasi,pronasi,dan supinasi dengan full ROM namun tidak disertai rasa nyeri.

Pasien dapat menggerakan kedua sikunya ke arah fleksi dan ekstensi, pronasi dan

supinasi dengan full ROM serta disertai nyeri.

b. Pemeriksaan gerak pasif

Pergelangan tangan kanan maupun kiri pasien dapat digerakan ke arah

palmar flexi dan dorsal flexi dengan full ROM serta disertai nyeri. Pergelangan

tangan kanan maupun kiri pasien dapat digerakan ke arah ulnar deviasi,radial

deviasi,pronasi,dan supinasi dengan full ROM namun tidak disertai rasa nyeri.

Kedua siku pasien dapat digerakkan ke arah fleksi dan ekstensi, pronasi dan

supinasi dengan full ROM serta disertai nyeri.

c. Pemeriksaan gerak isometrik melawan tahanan

Pasien mampu menggerakkan kedua pergelangan tangannya ke arah

palmar flexi dan dorsal flexi dengan melawan tahanan moderat serta disertai rasa

nyeri pada epycondylus lateralis humeri kedua siku. Pasien mampu menggerakkan

kedua pergelangan tangannya ke arah palmar flexi dan dorsal flexi dengan

melawan tahanan maksimal serta disertai rasa nyeri pada epycondylus lateralis

humeri kedua siku. Pasien dapat menggerakan kedua sikunya dengan diberikan

Page 6: Bab III Syarif

19

tahanan moderat maupun maksimal ke arah fleksi dan ekstensi, pronasi dan

supinasi dengan full ROM serta disertai nyeri.

4. Pemeriksaan kognitif, intrapersonal, dan interpersonal

a. Kognitif

Pasien mampu menerima informasi dengan dan intruksi dari fisioterapi

dengan baik.

b. Intra personal

Pasien memiliki motivasi yang tinggi untuk sembuh.

c. Inter personal

Pasien memiliki kemampuan interpersonal yang baik. Pasien dapat

berinteraksi baik dengan orang lain. Pasien dapat berkomunikasi baik dengan

fisioterapis maupun dengan orang-orang disekitarnya.

5. Pemeriksaan kemampuan fungsional dan lingkungan aktifitas

Pemeriksaan ini meliputi:

a. Kemampuan fungsional dasar

Untuk mengetahui kemampuan dasar seseorang dalam melakukan aktifitas

fungsional dasarnya. Diperoleh hasil pasien mampu menggerakkan pergelangan

tangannya ke arah fleksi, ekstensi, radial deviasi, ulnar deviasi, pronasi, supinasi

secara aktif dengan full ROM. Pasien juga mampu menggerakkan kedua sikunya

ke arah fleksi, ekstensi, pronasi, supinasi secara aktif dengan full ROM.

Page 7: Bab III Syarif

20

b. Kemampuan fungsional

Pada kasus ini pasien mengalami keterbatasan dalam melakukan

kemampuan fungsionalnya seperti mandi, memasak, serta mengangkat benda

karena adanya rasa nyeri ( tidak nyaman ) pada daerah sekitar siku baik kanan

maupun kiri.

c. Lingkungan aktifitas

Pada pemeriksaan ini diperoleh hasil bahwa lingkungan aktifitas pasien

banyak dilakukan di rumahnya. Pasien keseharianya beradadi rumah dan bekerja

sebagai ibu rumah tangga.

6. Pemeriksaan spesifik

Pemeriksaan spesifik dilakukan untuk memeriksa hal-hal yang diperlukan

untuk menegakkan diagnosis ataupun menyusun tujuan dan tindakan fisioterapi.

Pemeriksaan yang dilakukan antara lain :

a. Pemeriksaan kekuatan otot (MMT)

Kanan Kiri

Siku Flexsor

elbow

5 5

Ekstensi

elbow

5 5

Pergelngan

tangan

Flexor 5 5

Ekstensor 5 5

Radial 5 5

Page 8: Bab III Syarif

21

deviator

Ulnar

deviator

5 5

Supinator 5 5

b. Pemeriksaan kekuatan otot (MMT)

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya nyeri yang

dirasakan oleh pasien baik saat diam, ditekan, dan saat digerakkan. Adapun

peralatan yang diperlukan adalah blangko VAS.

Dimana prosedurnya adalah pengukur menunjukkan blangko VAS pada

pasien. Pengukur menjelaskan kepada pasien maksud dari blangko tersebut

dimana 0 adalah tidak ada nyeri dan 10 adalah nyeri tak tertahankan. Pasien

diminta untuk menunjuk skala nyeri sesuai dengan yang dirasakan pasien.

HASIL PEMERIKSAAN NYERI MENGGUNAKAN VAS

Jenis Nyeri Skala VAS (ka/ki)

Nyeri diam 20 mm

Nyeri tekan dengan cara menekan

epikondilus lateralis humeri

menggunakan jari telunjuk dan jari

tengah dengan kekuatan sedang

50 mm

Nyeri gerak aktif pada gerakan

ekstensi sendi pergelangan tangan

30 mm

Page 9: Bab III Syarif

22

c. Pemeriksaan Lingkup Gerak Sendi dengan Goniometer

Kanan kiri

Siku S 0-0-145 S 0-0-145

Pergelangan tangan S 50-0-55 S 50-0-60

F 20-0-25 F 20-0-25

R 90-0-80 R 90-0-80

B. Problematik Fisioterapi

Setelah dilakukan pemeriksaan maka didapat problematika fisioterapi

masalah Impairment pada pasien tennis elbow adalah (1) Terdapat nyeri diam,

nyeri tekan pada daerah sekitar siku baik kanan maupun kiri, serta nyeri gerak

pada kedua lengan pasien saat palmar flexi,dorsal flexi,radial deviasi,ulnar

deviasi,pronasi,supinasi.

C. Tujuan Fisioterapi

Berdasarkan diagnosa dan problematika fisoterapi maka tujuan terapi yang

diberikan adalah untuk mengurangi rasa nyeri yang merupakan primary problem.

D. Teknologi intervensi alternative

Modalitas atau intervensi yang dapat digunakan pada kasus tennis elbow

antara lain:

1. Ultrasound

Page 10: Bab III Syarif

23

Ultrasound therapy adalah suatu terapi menggunakan gelombang suara

dengan frekuensi lebih dari 20000 Hz. Ultrasound therapy menghasilkan efek

thermal dan non-thermal/biologis. Pengaruh kedua efek tersebut terhadap jaringan

yaitu mengurangi nyeri dan muscle spasm meningkatkan permeabilitas membran,

memperlancar metabolisme, meningkatkan sirkulasi, meningkatkan ekstensibilitas

jaringan lunak, dan meningkatkan kemampuan regenerasi jaringan (Sujatno, dkk,

2002).

2. Micro Wave Diathermy (MWD)

MWD merupakan suatu pengobatan dengan menggunakan stressor fisis berupa

energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus listrik bolak-balik frekuensi 2450 MHz

dengan panjang gelombang 12,25 cm (Sujatno, dkk, 2002). MWD lebih efektif pada

daerah yang superficial dan banyak mengandung cairan, cocok untuk mengobati kondisi

rheumatoid yang menyerang jaringan lunak dan sendi kecil, mengurangi nyeri, dan

meningkatkan suplai darah.

3. Infrared

Infrared merupakan pancaran gelombang elektromagnetik. Infrared

radiation mempunyai frekuensi 7 x 1014 – 400 x 1014 Hz dan panjang gelombang

700 – 15.000 nm. Efek terapeutik yang ditimbulkan dari pemberian Infrared

radiation adalah (1) mengurangi/menghilangkan rasa nyeri, (2) rileksasi otot, (3)

meningkatkan suplai darah, dan (4) menghilangkan sisa-sisa metabolisme

(Sujatno, dkk, 2002).

Page 11: Bab III Syarif

24

4. Friction

Friction merupakan bentuk manipulasi atau massage ringan pada satu titik

tertentu pada suatu jaringan dengan teknik gerakan sejajar, melintang atau sirkular

yang dilakukan dengan menggunakan jempol, jari tangan dan bisa juga

menggunakan siku. Friction umumnya ditujukan pada kapsul sendi, antara caput

dan capitas, otot dan ligament, serta otot dengan otot. Salah satu efek friction

adalah meningkatkan sirkulasi aliran darah pada daerah yang mengalami

kerusakan. Sehingga rasa nyeri dapat berkurang karena salah satu efek mekanisme

tersebut (Suharto,2000).

5. Terapi Latihan

Terapi latihan merupakan upaya penyembuhan yang terdiri dari gerak aktif

dan gerak pasif anggota gerak tubuh yang bertujuan untuk mengurangi oedema,

mengurangi nyeri, meningkatkan lingkup gerak sendi (LGS) dan kekuatan otot

serta meningkatkan kemampuan fungsional ( Kisner and Colby, 1996). Stretching

dan strengthening merupakan teknik terapi latihan yang berguna untuk

memelihara LGS dan meningkatkan fungsi bagian tubuh yang mengalami

gangguan.

E. Pelaksanaan Tindakan Fisioterapi

Page 12: Bab III Syarif

25

Pelaksanaan terapi pada pasien ini dilaksanakan sebanyak 3 x terapi yaitu

(1) T1 pada 7 Mei 2015, (2) T2 pada 11 Mei 2015 , (3) T3 pada 18 Mei 2015.

Pelaksanaan tindakan terapi meliputi:

Dari modalitas atau intervensi yang telah penulis uraikan di atas, penulis

memilih modalitas atau intervensi menggunakan ultrasound.

1. Ultrasound

a. Persiapan alat

Yang pertama kali harus dilakukan adalah mengecek kabel, tombol on-off,

posisi timer, dan intensitas harus dalam posisi nol. Selanjutnya mesin dites apakah

dalam keadaaan baik dan dapat mengeluarkan gelombang ultrasonik dengan cara

tranduser dipegang menghadap ke atas lalu diberi air pada permukaan tranduser

tersebut. Apabila mesin dalam keadaan baik maka ketika mesin dihidupkan dan

intensitas dinaikkan, air pada permukaan tranduser akan bergerak seperti

mendidih. Setelah melakukan pengecekan alat, kemudian persiapkan tissue dan

gel.

b. Persiapan pasien

Sebelum pemberian terapi dilakukan tes sensibilitas tajam-tumpul di

daerah lengan bawah. Apabila tidak terdapat gangguan sensibilitas tersebut berarti

indikasi untuk terapi ultrasound. Namun apabila terdapat gangguan sensibilitas

berarti kontra indikasi dan tidak boleh dilakukan terapi.

Page 13: Bab III Syarif

26

Pasien diposisikan senyaman mungkin dan rileks yaitu posisi duduk

memangku bantal. Untuk pemberian terapi tennis elbow posisi siku pasien fleksi

900 dan supinasi. Tangan yang akan diterapi harus terbebas dari pakaian dan

segala asesoris sehingga arus dapat masuk ke jaringan yang diharapkan. Posisi

terapis duduk di depan pasien. Pasien diberi penjelasan tentang tujuan terapi yang

diberikan dan juga rasa hangat yang akan pasien rasakan. Apabila pasien

merasakan seperti kepanasan yang berlebihan saat terapi berlangsung diharapkan

pasien langsung memberitahukan kepada terapis.

c. Pelaksanaan

Sebelum melakukan terapi dengan US, terapis memastikan kembali area

sakit yang dikeluhkan pasien untuk melokalisir area tersebut. Alat diatur

sedemikian rupa sehingga tangkai mesin dapat menjangkau lengan pasien yang

akan diterapi.

Area yang akan diterapi yaitu daerah tennis elbow diberi gel secukupnya

kemudian ratakan dengan tranduser. Atur intensitas, frekuensi, arus dan lama

terapi. Tranduser digerakkan secara sirkular dan diusahakan tetap kontak serta

tegak lurus dengan daerah yang diterapi. Selama proses terapi berlangsung, terapis

harus mengontrol panas yang dirasakan pasien. Apabila selama pengobatan rasa

nyeri dan ketegangan otot meninggi, dosis harus dikurangi dengan menurunkan

intensitas. Hal ini berkaitan dengan over dosis. Setelah terapi selesai, intensitas

diturunkan sampai nol, gel yang ada di area lengan bawah pasien dan tranduser

dibersihkan kemudian alat dirapikan seperti semula.

Page 14: Bab III Syarif

27

d. Dosis

Atur intensitas 1,5 W/cm2, frekuensi 3 Mhz, duty cycle 100 %, waktu 5

menit.

F. Edukasi

Edukasi yang diberikan antara lain (1) pasien menghindari atau membatasi

aktivitas yang menyebabkan peningkatan rasa nyeri yang berlebihan pada daerah

tennis elbow (3) pasien dianjurkan untuk tetap menggerakan lengan dan tangan

kanannya sebatas nyeri pasien secara aktif dengan tujuan memperlancar peredaran

darah.

G. Evaluasi

Evaluasi dilakukan untuk mengetahui perkembangan kondisi pasien dan

tingkat keberhasilan program terapi yang diberikan. Parameter yang digunakan

sebagai alat evaluasi pada kasus ini antara lain:

1. Evaluasi derajat nyeri dengan VAS

T1 T2 T3

Kanan kiri kanan Kiri kanan kiri

Nyeri

diam

20 mm 20 mm 20 mm 20 mm 10 mm 10 mm

Gerak 30 mm 30 mm 20 mm 20 mm 20 mm 20 mm

Tekan 50 mm 50 mm 50 mm 40 mm 40 mm 40 mm

Page 15: Bab III Syarif

28

H. Pembahasan Hasil

Pasien dengan nama Ny. UB , usia 50 tahun, dengan diagnosis tennis elbow

bilateral setelah mendapat penanganan fisioterapi berupa ultrasound selama 3

kali, kini rasa nyeri yang dirasakan pasien sudah berkurang. Pasien sudah dapat

melakukan aktivitas fungsional sebagai ibu rumah tangga dengan lebih nyaman

karena nyeri sudah berkurang.

Berikut ini adalah hasil evaluasi yang dicapai pasien setelah mendapatkan

terapi:

1. Adanya penurunan nyeri

Nyeri diam yang awalnya bernilai 20mm berkurang menjadi nilai 10mm

pada akhir terapi ketiga. Nyeri tekan pada akhir terapi berkurang dari 50mm

menjadi nilai 40mm. Pengurangan derajat nyeri gerak juga terjadi dari awal

pemeriksaan sampai terapi ketiga (T3),yaitu derajat nyeri gerak berkurang dari

30mm menjadi 20mm.

Ultrasound menghasilkan efek terapeutik yang diperoleh dari pengaruh

thermal dan non-thermal pada jaringan tubuh. Dosis terapi ultrasound yang

digunakan adalah frekuensi sebesar 3 Mhz, intensitas 1,5 W/cm2, duty cycle 100%

dan waktu terapi 5 menit .

Low, 2000 menyebutkan efek thermal ultrasound (US) menyebabkan

terjadinya pengurangan nyeri. Adanya stimulus thermal merangsang serabut saraf

afferen berdiameter besar yang akan memberikan efek analgesik melalui

mekanisme gate control (biasa disebut dengan peran counter-irritation).

Page 16: Bab III Syarif

29

Mekanisme gate control terjadi karena terangsangnya serabut saraf afferen

berdiameter besar akan mengaktifkan substansia gelatinosa. Apabila substansia

gelatinosa aktif, gerbang menutup sehingga rangsang nyeri terhenti atau tidak

diteruskan ke pusat. Pengaruh terhadap saraf lainnya adalah terjadinya

peningkatan ambang rangsang nyeri dan menurunkan kecepatan konduktivitas

saraf sensorik serta motorik.

Selain mengurangi nyeri melalui aktivitas saraf, stimulus thermal US juga

akan merangsang pelepasan histamine yang menyebabkan terjadinya vasodilatasi

pembuluh darah. Terjadinya vasodilatasi pembuluh darah akan meningkatkan

sirkulasi sehingga zat-zat pengiritasi (faktor P) akan dibawa menjauhi jaringan

dan nyeri menjadi berkurang (Low, 2000).

Efek non-thermal US berupa micro massage menyebabkan adanya variasi

tekanan di dalam jaringan. Dengan adanya variasi tekanan dalam jaringan,

diharapkan timbul micro tissue damage yang memacu proses inflamasi fisiologis

secara lebih tertata dan mempercepat terjadinya penyembuhan/regenerasi jaringan

yang mengalami peradangan sehingga nyeri, kesemutan, dan rasa tebal berkurang

(Sujatno, 2002).