BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN · 79 BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN TAMYI>

22
79 BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN TAMYI><Z (DISTINCTIVE) Penerjemahan merupakan aktivitas pengalihbahasaan teks dari Bahasa Sumber (BSu) menuju Bahasa Sasaran (BSa) dengan berusaha mencari padanan yang paling tepat, maka diperlukan strategi untuk mencapai tujuan tersebut. Berdasarkan pengamatan peneliti terhadap objek material penelitian yaitu buku At-Tibyān fi> Ādābi Chamalatil-Qur’a>n (TACQ) dan terjemahannya yang berjudul At-Tibyān Adab Penghafal Al-Qur`an, peneliti menemukan 39 data tamyi>z beserta terjemahannya. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai strategi penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan tamyi>z tersebut. Adapun dalam menerjemahkan tamyi>z ini, penerjemah menerapkan strategi struktural dan strategi semantis sebanyak 70 kali. Penerapan strategi ini tersebar di seluruh data dan banyak mengalami pengulangan dalam penerapannya. Ditemukan pula penerapan strategi yang berbeda pada data yang memiliki kemiripan pesan. Secara garis besar strategi penerjemahan yang diterapakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan tamyi>z ini dibagi menjadi dua, yaitu strategi struktural dan strategi semantis. Penerjemah menerapkan strategi struktural sebanyak 25 kali dengan prosentase 35,71% sedangkan penerapan strategi semantis sebanyak 45 kali dengan prosentase 64,29%. Dengan demikian, penerapan strategi semantis memiliki porsi yang lebih banyak dibandingkan dengan strategi struktural. Berdasarkan fakta ini pula dapat disimpulkan bahwa

Transcript of BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN · 79 BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN TAMYI>

Page 1: BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN · 79 BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN TAMYI>

79

BAB III

STRATEGI PENERJEMAHAN TAMYI><Z (DISTINCTIVE)

Penerjemahan merupakan aktivitas pengalihbahasaan teks dari Bahasa

Sumber (BSu) menuju Bahasa Sasaran (BSa) dengan berusaha mencari padanan

yang paling tepat, maka diperlukan strategi untuk mencapai tujuan tersebut.

Berdasarkan pengamatan peneliti terhadap objek material penelitian yaitu buku

At-Tibyān fi> Ādābi Chamalatil-Qur’a>n (TACQ) dan terjemahannya yang berjudul

At-Tibyān Adab Penghafal Al-Qur`an, peneliti menemukan 39 data tamyi>z beserta

terjemahannya. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai strategi penerjemahan

yang digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan tamyi>z tersebut.

Adapun dalam menerjemahkan tamyi>z ini, penerjemah menerapkan

strategi struktural dan strategi semantis sebanyak 70 kali. Penerapan strategi ini

tersebar di seluruh data dan banyak mengalami pengulangan dalam penerapannya.

Ditemukan pula penerapan strategi yang berbeda pada data yang memiliki

kemiripan pesan.

Secara garis besar strategi penerjemahan yang diterapakan oleh

penerjemah dalam menerjemahkan tamyi>z ini dibagi menjadi dua, yaitu strategi

struktural dan strategi semantis. Penerjemah menerapkan strategi struktural

sebanyak 25 kali dengan prosentase 35,71% sedangkan penerapan strategi

semantis sebanyak 45 kali dengan prosentase 64,29%. Dengan demikian,

penerapan strategi semantis memiliki porsi yang lebih banyak dibandingkan

dengan strategi struktural. Berdasarkan fakta ini pula dapat disimpulkan bahwa

Page 2: BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN · 79 BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN TAMYI>

80

penerjemah lebih mengutamakan aspek semantis atau makna dibandingkan aspek

struktural dalam penerjemahannya dengan maksud agar pesan bisa tersampaikan

dengan baik kepada masyarakat BSa. Prosentase dari penerapan kedua strategi

tersebut dapat dilihat pada diagram 3.1. di bawah ini.

Diagram 3.1. Strategi Penerjemahan Tamyi>z

Strategi penerjemahan menurut Suryawinata (2003) terbagi menjadi dua

macam strategi, yakni strategi struktural dan strategi semantis. Adapun strategi

struktural terdiri dari tiga macam, yakni strategi penambahan, strategi

pengurangan, dan strategi transposisi. Sedangkan strategi semantis terdiri dari

sembilan strategi, yakni strategi pungutan, strategi padanan budaya, strategi

deskriptif dan analisis komponensial, strategi sinonim, strategi terjemahan resmi,

strategi penyusutan dan perluasan, strategi penambahan, strategi penghapusan,

dan strategi modulasi.

Strategi

Struktural

35,71%

Strategi

Semantis

64,29%

Strategi Penerjemahan

Page 3: BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN · 79 BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN TAMYI>

81

Berikut tabel 3.1. mengenai strategi-strategi penerjemahan yang

diterapkan penerjemah dalam menerjemahkan tamyi>z.

No Jenis Strategi Penerjemahan Jumlah

Item(*)

Prosentase

(%)

A. Strategi Struktural

1. Penambahan 0 0

2. Pengurangan 0 0

3. Transposisi 25 35,71

Total penerapan Strategi Struktural 25 35,71

B. Strategi Semantis

1. Pungutan 9 12,86

2. Padanan Budaya 0 0

3.1. Padanan Deskriptif 1 1,43

3.2. Analisis Komponensial 4 5,71

4. Sinonim 19 27,14

5. Terjemahan Resmi 0 0

6.1. Penyusutan 0 0

6.2. Perluasan 1 1,43

7. Penambahan 8 11,43

8. Penghapusan 2 2,86

9. Modulasi 1 1,43

Total penerapan Strategi Semantis 45 64,29

Total 70 100

(*) Data yang sering muncul

Tabel 3.1. Strategi Penerjemahan Tamyi>z

Pada tabel 3.1. di atas, strategi penerjemahan struktural yang paling

banyak diterapkan oleh penerjemah adalah strategi struktural-transposisi, yaitu 25

data (35,71%). Strategi ini banyak diterapkan karena struktur dalam BSu harus

disesuaikan dengan struktur dalam BSa, sehingga diperlukan pengubahan agar

menjadi berterima dalam BSa.

Page 4: BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN · 79 BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN TAMYI>

82

Adapun strategi penerjemahan semantis yang paling banyak diterapkan

oleh penerjemah adalah strategi semantis-sinonim, yaitu 19 data (27,14%).

Penerapan strategi ini menjadi dominan karena penerjemah perlu mencari padanan

kata yang sesuai untuk menerjemahkan kata yang befungsi sebagai tamyi>z dalam

BSu ke dalam BSa tanpa mengganggu alur kalimat dalam BSa. Kemudian

penerjemah tidak menerapkan strategi terjemahan resmi, padanan budaya dan

penyusutan dikarenakan tidak adanya istilah khusus/istilah budaya atau singkatan

dalam BSu yang harus diterjemahkan ke dalam BSa menurut kaidah baku dalam

BSa.

Sebagaimana yang telah disebutkan pada Bab I berdasarkan pengamatan

peneliti, 14 prosedur penerjemahan Newmark (1988) memiliki kesamaan fungsi

dengan 10 strategi penerjemahan Suryawinata (2003). Penjelasan data yang

menerapkan strategi-strategi penerjemahan tersebut adalah sebagai berikut.

A. Strategi Penerjemahan Struktural

Strategi penerjemahan jenis pertama adalah strategi penerjemahan

struktural. Suryawinata (2003: 67) menjelaskan mengenai strategi penerjemahan

struktural sebagai strategi yang diterapkan penerjemah berkaitan dengan struktur

kalimat. Strategi ini bersifat wajib dilakukan karena kalau tidak, hasil

terjemahannya akan tidak berterima secara struktural di dalam BSa. Struktural

yang dimaksud adalah struktur gramatikal BSa yang berlaku pada masyarakatnya.

Penerapan strategi ini adalah dengan cara menyesuaikan bentuk tamyi>z dalam

BSu dengan bentuk terjemahannya dalam BSa maupun penyesuaian posisi tamyi>z

terhadap struktur gramatikal dalam BSa (bahasa Indonesia).

Page 5: BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN · 79 BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN TAMYI>

83

Berdasarkan data yang ada, penerapan strategi struktural memiliki

prosentase 35,71% atau diterapkan sebanyak 25 kali dengan dengan menerapkan

strategi transposisi saja. Adapun penjelasan mengenai strategi transposisi terdapat

dalam penjelasan berikut ini.

1. Strategi Transposisi

Strategi penerjemahan ini digunakan untuk menerjemahkan klausa

atau kalimat dan bersifat kondisional (Suryawinata, 2003: 68). Dengan strategi

ini penerjemah mengubah struktur asli BSu di dalam klausa dan kalimat BSa

untuk mencapai efek yang sepadan. Pengubahan ini bisa pengubahan bentuk

jamak ke bentuk tunggal, posisi kata sifat, sampai pengubahan struktur

kalimat secara keseluruhan dan keperluan stilistika. Adapun penerapan

strategi transposisi ini terdapat pada 25 data tamyi>z. Contoh penerapannya

dapat dilihat pada data berikut.

a. Transposisi Bentuk Jamak Menjadi Tunggal

Penerapan strategi ini terdapat pada data 1 berikut.

(1) BSu :

ل يكتب من الغافلي آيت بعشر من قام

Man qa>ma bi‘asyri a>ya>tin lam yuktab minal-gha>fili>na (An-

Nawawi, 2014: 107).

BSa : Barang siapa yang shalat malam dengan membaca sepuluh ayat

maka ia tidak dicatat sebagai orang lalai (Hauro’, 2014: 61).

Pada data 1 di atas, penerjemah menerapkan strategi transposi pada

kata “آيت” a>ya>tun ‘ayat’. Kata “آيت” a>ya>tun ‘ayat’ merupakan tamyi>z

untuk menjelaskan kata “ رعش ” ‘asyru ‘sepuluh’. Gabungan antara kata

asyru ‘sepuluh’ membentuk frasa‘ ”عشر“ a>ya>tun ‘ayat’ dan kata ”آيت“

Page 6: BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN · 79 BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN TAMYI>

84

numeralia dengan terjemahan “sepuluh ayat”. Penerjemah menerjemahkan

bentuk jamak “آيت” a>ya>tun ‘ayat-ayat’ dengan bentuk tunggalnya yaitu

a>yatun ‘ayat’. Peneliti berpendapat bahwa pilihan penerjemah ini ”أية“

adalah tepat karena dalam bahasa Indonesia pembentukan frasa numeralia

kata bilangan tidak perlu dirangkai dengan nomina dalam bentuk jamak

(Alwi, 2003: 275). Terjemahan akan menjadi tidak berterima dalam BSa

jika frasa “ آيت عشر ” ‘asyru a>ya>tin diterjemahkan dengan tetap

mempertahankan bentuk jamaknya sehingga menjadi “sepuluh ayat-ayat”.

Penerapan strategi transposisi dengan cara mengubah bentuk jamak

menjadi bentuk tunggal terdapat pada 9 tamyi>z, yaitu pada nomina-nomina

berikut: kata “ليال” laya>lun jamak dari kata “ليل” lailun diterjemahkan

dengan “hari” , kata “ تختما ” khatama>tun jamak dari kata “ختمة”

khatmatun diterjemahkan dengan “kali”, kata “ يتآ ” a>ya>tun jamak dari

kata “أية” a>yatun diterjemahkan dengan “ayat”, kata “ وجهأ ” aujuhun jamak

dari kata “وجه” wajhun diterjemahkan dengan “pendapat”, kata “مواضع”

mawa>dhi‘u jamak dari kata “موضع” maudhi‘un diterjemahkan dengan

“tempat”, kata “مرات” marra>tun jamak dari kata “مرة” marratun

diterjemahkan dengan “kali”, kata “سكتات” sakata>tun jamak dari kata

raka‘a>tun ”ركعات“ saktatun diterjemahkan dengan “tempat”, kata ”سكتة“

jamak dari kata “ركعة” rak‘atun diterjemahkan dengan “rakaat”, kata

nuskhatun diterjemahkan dengan ”نسخة“ nusakhun jamak dari kata ”نسخ“

mushaf, kata “مصاحف” masha>chifu jamak dari kata “مصحف” mushchafun

diterjemahkan dengan “mushaf”.

Page 7: BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN · 79 BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN TAMYI>

85

Pengubahan bentuk jamak menjadi tunggal pada tamyi>z tersebut

merupakan keharusan agar sesuai dengan susunan gramatikal BSa. Semua

tamyi>z di atas tersusun dalam frasa numeralia dan merupakan jenis tamyi>z

asma>ul a‘da>d. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa semua tamyi>z

asma>ul a‘da>d dengan bentuk jamak diterjemahkan dengan strategi

transposisi.

b. Transposisi Struktur BSu terhadap Struktur BSa

Penerapan strategi ini terdapat pada data 2 berikut.

(2) BSu :

لة ( قضاة مصر )وروى أبو عمر الكندي ف كتابه ف ختمات ع ب ر أ أنه كان يتم ف اللي

Wa rawa> Abu> Umar al-Kindiy fi> kita>bihi fi> (qudha>ti mishra) annahu ka>na yakhtimu fil-lailati arba‘a khatama>tin (An-Nawawi,

2014: 100).

BSa :

Adapun Abu> Umar al-Kindiy menyebutkan dalam kitabnya

Qudha>tu Mishra bahwa ia mengkhatamkan al-Qur’an sebanyak empat kali dalam satu malam (Hauro’, 2014: 53).

Pada data 2 di atas, penerjemah menerapkan strategi transposisi

pada klausa “ لة أربع ختمات annahu ka>na yakhtimu fil-lailati ”أنه كان يتم ف اللي

arba‘a khatama>tin dengan “bahwa ia mengkhatamkan al-Qur’an sebanyak

empat kali dalam satu malam”. Pada data di atas terlihat bahwa kata

khatama>tun “kali” merupakan tamyi>z untuk menjelaskan kata ”ختمات“

arba‘u “empat”. Gabungan dari kedua kata tersebut membentuk ”أربع“

frasa numeralia. Pada BSu, frasa “ لة fil-lailati terletak sebelum frasa ”ف اللي

numeralia “ أربع ختمات” arba‘u khatama>tin. Namun dalam terjemahannya

justru kedua frasa ini dibalik posisinya. Penerjemah meletakkan frasa

“empat kali” sebelum frasa “dalam satu malam”. Menurut peneliti,

Page 8: BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN · 79 BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN TAMYI>

86

pengubahan posisi ini cukup tepat karena “ أربع ختمات” arba‘u khatama>tin

adalah maf‘u>l muthlaq (keterangan cara) sedangkan “ لة fi’l-lailati ”ف اللي

adalah jar majru>r (frasa preposisi) yang menunjukkan keterangan waktu,

sehingga meletakkan keterangan cara terlebih dahulu sebelum keterangan

akan lebih mempermudah pemahaman pembaca BSa dalam konteks

kalimat ini. Menurut peneliti, pengubahan posisi ini juga disebabkan oleh

penambahan objek dalam BSa yaitu kata “al-Qur’an” sehingga frasa

numeralia “empat kali” berfungsi sebagai keterangan cara dalam aktivitas

mengkhatamkan al-Qur’an.

B. Strategi Penerjemahan Semantis

Strategi semantis adalah strategi penerjemahan yang dilakukan dengan

pertimbangan makna. Strategi ini ada yang diterapkan pada tataran kata, frase

maupun klausa atau kalimat. Suryawinta (2003: 70-76) membagi strategi

penerjemahan semantis menjadi sembilan strategi, yaitu pungutan, padanan

budaya, padanan deskriptif dan analisis komponensial, sinonim, terjemahan resmi,

penyusutan dan perluasan, penambahan, penghapusan, dan modulasi.

Adapun pada data tamyi>z yang dimiliki, penerapan strategi penerjemahan

semantis memiliki prosentase sebanyak 64,29% atau diterapkan sebanyak 45 kali.

Penerjemah menerapkan strategi semantis sebanyak 7 strategi, yaitu (1) strategi

pungutan atau prosedur naturalization (naturalisasi) dan transference

(transferensi) sebanyak 9 data (12,86%), (2) strategi padanan deskriptif

(descriptive equivalent) dan analisis komponensial (componential analysis)

sebanyak 5 data (7,18%), (3) strategi sinonim atau prosedur synonym (sinonim)

dan functional equivalent (padanan fungsi) sebanyak 19 data (27,14%), (4)

Page 9: BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN · 79 BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN TAMYI>

87

strategi perluasan atau prosedur expansion sebanyak 1 data (1,43%), (5) strategi

penambahan atau prosedur notes, addition, and glosses (catatan, penambahan, dan

pengurangan) dan paraprhrase (parafrase) sebanyak 8 data (11,43%), (6) strategi

penghapusan atau prosedur notes, addition, and glosses (catatan, penambahan,

dan pengurangan) dan compensation (kompensasi) sebanyak 2 data (2,86%), dan

(7) strategi modulasi atau prosedur modulation (modulasi) sebanyak 1 data

(1,43%). Adapun penjelasan mengenai 7 strategi tersebut dapat dilihat pada

penjelasan di bawah ini.

1. Strategi Pungutan

Pungutan adalah strategi penerjemahan dengan cara membawa kata

BSu ke dalam BSa. Penerjemah sekadar memungut kata dalam BSu tanpa

mengubahnya sehingga strategi ini disebut pungutan. Strategi ini dilakukan

sebagai bentuk penghargaan terhadap kosakata dalam BSu atau dikarenakan

belum ada padanan dalam BSa. Strategi ini adalah usaha menstranfer pesan

BSu dengan mengadopsi kata BSu untuk diubah menjadi bentuk kata yang

padan pada BSa (Newmark, 1988: 82; Suryawinata, 2003: 70). Penerapan

strategi ini terdapat pada data 3 berikut.

(3) BSu :

اح ل ص و ا ب س ن و ة ر ه ش ل ق أ و ان س ه ن م ر غ ص أ ان ك ن إ و وي نبغي أن ي ت واضع لمعلمه وي تأدب معه ك ل ذ ر ي غ و

Wa yanbaghi> an yatawa>dha‘a limu‘allimihi wa yata’addaba ma‘ahu wa in ka>na ashgharu minhu sinnan wa aqallu syuhratan wa nasaban wa shala>chan wa ghaira dza>lika (An-Nawawi, 2014: 88).

BSa :

Hendaknya ia rendah hati dan juga bersikap sopan terhadap

gurunya, walaupun sang guru lebih muda umurnya, tidak setenar

dirinya, tidak semulia nasab dan keshalihannya, serta lainnya

(Hauro’, 2014: 40).

Page 10: BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN · 79 BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN TAMYI>

88

Pada data 3 di atas, terdapat empat kata yang berfungsi sebagai tamyi>z

yaitu “ سن”sinnun, “ ةر ه ش ” syuhratun, “ بس ن ” nasabun, dan “ حصل ” shala>chun.

Keempat kata tersebut tersusun dalam klausa “ وإن كان أصغر منه سن ا وأقل شهرة و نسب ا

wa in ka>na ashgharu minhu sinnan wa aqallu syuhratan wa ”و ص ل ح ا و غ ي ر ذ ل ك

nasaban wa shala>chan wa ghaira dza>lika ‘walaupun sang guru lebih muda

umurnya, tidak setenar dirinya, tidak semulia nasab dan keshalihannya, serta

lainnya’. Penerjemah menerapkan strategi pungutan pada dua kata yang

berfungsi sebagai tamyi>z yaitu kata “ حل ص ” shala>chun ‘keshalihannya” dan

kata “ بس ن ” nasabun ‘nasab’. Pertama, kata “ حل ص ” shala>chun memiliki arti

“kebaikan atau kesalehan” (Munawwir, 1997: 788) sedangkan dalam KBBI

kata “saleh” artinya “taat dan sungguh-sungguh menjalankan agamanya”

(Suharso, 2005: 442). Penerjemah menerapkan strategi pungutan untuk

menerjemahkan kata tersebut dengan cara naturalisasi karena huruf “ص” pada

kata “ حصل ” shala>chun ditulis dengan “sha” pada kata “keshalihannya”. Kedua,

penerjemah menerapkan strategi pungutan pada kata “ بس ن ” nasabun. Kata

tersebut diterjemahkan dengan “nasab” yang berarti “keturunan” (Suharso,

2005: 333). Penerapan strategi pungutan pada kedua kata tersebut merupakan

pungutan secara alamiah dalam BSa karena kedua kata tersebut sudah familiar

di masyarakat BSa (bahasa Indonesia).

Strategi pungutan pada data data tamyi>z diterapkan penerjemah pada 9

kata yang berfungsi sebagai tamyi>z, antara lain: صلح shala>chun

(keshalihannya), بس ن nasabun (nasab), آيت a>ya>tun (ayat), آية a>yatun (ayat), سورة

su>ratun (surat), سجدة sajdatun (sajdah), مصاحف mashachifu (mushaf), ركعات

raka‘a>tun (rakaat), ملك malakun (malaikat).

Page 11: BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN · 79 BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN TAMYI>

89

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penerjemah

menerapkan strategi pungutan pada tamyi>z berfungsi untuk menghasilkan

terjemahan yang natural dalam BSa dengan tetap mempertahankan makna yang

terkandung dalam BSu.

2. Strategi Padanan Deskriptif dan Analisis Komponensial

Strategi padanan deskriptif adalah cara penerjemahan dengan berusaha

mendeskripsikan makna atau fungsi dari kata BSu. Strategi ini dilakukan

karena kata dalam BSu tersebut sangat terkait dengan budaya khas BSu dan

penggunaan padanan budaya dirasa tidak bisa mencapai derajat ketepatan yang

dikehendaki sehingga diperlukan tambahan deskripsi (Suryawinata, 2003: 73).

Penerapan strategi ini terdapat dalam 1 data tamyi>z. Penjelasan mengenai

strategi padanan deskriptif terdapat pada data 4 berikut.

(4) BSu :

ضم الميم وكسرها وف تحها: ات غ ل وف المصحف ثلث Wa fil-mushchafi tsala>tsu lugha>tin: dhammul-mi>mi wa kasruha> wa fatchuha> ”( An-Nawawi, 2014: 211).

BSa :

Untuk mushaf ada tiga cara pelafalannya: mushaf, mishaf, dan

mashaf (Hauro’, 2014: 193).

Pada data 4 di atas, penerjemah menerapkan strategi padanan deskriptif

dalam menjelaskan kata “ غاتل ” lugha>tun yang berkedudukan sebagai tamyi>z

diterjemahkan menjadi “cara pelafalannya”. Penerjemah melakukan deskripsi

singkat pada kata “لغات” lugha>tun untuk memberikan pemahaman kepada

pembaca mengenai makna kata tersebut dalam konteks kalimat yang ada. Kata

“ غاتل ” lugha>tun merupakan bentuk jamak dari kata “لغة” lughatun yang

artinya “bahasa” (Munawwir, 1997: 1276). Namun penerjemah

mengungkapkan terjemahan kata tersebut dari akar katanya, yaitu “لغا” lagha>

Page 12: BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN · 79 BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN TAMYI>

90

yang artinya “berbicara” (Munawwir, 1997: 1275). Kemudian penerjemah

mendeskripsikan kata “berbicara” tersebut dengan “cara pelafalannya” dengan

pertimbangan adanya macam-macam istilah untuk menyebut kata mushaf

setelahnya. Apabila kata “ غاتل ” lugha>tun diterjemahkan dengan bahasa, maka

rangkaian terjemahnnya menjadi “Untuk mushaf ada tiga bahasa: mushaf,

mishaf, dan mashaf”. Dari sini, pembaca akan memahami bahwa kata“mushaf,

mishaf, dan mashaf” adalah 3 kata dalam bahasa yang berbeda padahal maksud

dari BSu adalah tentang cara pengucapannya saja. Dari uraian tersebut, dapat

disimpulkan bahwa penerapan strategi padanan deskripsi dalam konteks

kalimat ini adalah tepat.

Adapun Strategi analisis komponensial adalah menerjemahkan sebuah

kata dalam BSu dengan cara menganalisis atau merinci komponen makna yang

terkandung dalam kata BSu. Strategi analisis komponensial ini digunakan

untuk menerjemahkan kata-kata umum bukan yang berkaitan dengan budaya

(Suryawinata, 2003: 73). Dalam data penelitian, peneliti menemukan 4 data

tamyi>z yang menerapkan strategi analisis komponensial dalam

penerjemahannya. Penjelasan mengenai penerapan strategi analisis

komponensial ini dapat dilihat pada data 5 berikut.

(5) BSu :

نة إل ق ي نته أذن ااهلل أشد إل الرجل السن الصوت بالقرآن من صاحب القي Alla>hu asyaddu adzanan ila’r-rajulil-chasani’sh-shauti bil-qur’a>ni min sha>chibil-qainati ila> qainatihi ( An-Nawawi, 2014: 140).

BSa :

Allah sangat senang mendengarkan seseorang yang membaca al-

Qur’an dengan suara merdu daripada seseorang yang

mendengarkan biduanitanya menyanyi (Hauro’, 2014: 105).

Page 13: BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN · 79 BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN TAMYI>

91

Pada data 5 di atas, penerjemah menerapkan strategi analisis

komponensial pada 2 bagian. Bagian pertama adalah pada tamyi>z yang

terangkai dalam sebuah frasa “ أذن ا أشد ” asyaddu adzanan diterjemahkan

menjadi “sangat senang mendengarkan”. Penerjemah merinci komponen

makna yang terkandung di dalam ism tafdhi>l yaitu kata “ شد أ ” asyaddu dengan

terjemahan “sangat senang”. Secara literal kata “ أشد” asyaddu memiliki arti

“lebih kuat/lebih keras” (Munawwir, 1997: 702). Namun apabila dilihat

korelasi makna kata tersebut dengan kalimat setelahnya yaitu “ إل الرجل السن

ila’r-rajulil-chasani’sh-shauti bil-qur’a>ni ‘seseorang yang ”الصوت بالقرآن

membaca al-Qur’an dengan suara merdu’ maka komponen makna yang

terkandung dalam kata “ أشد” asyaddu yang dirangkai dengan kata “ ذن اأ ”

adzanan adalah “sangat senang mendengarkan”.

Bagian kedua dari penerapan strategi analisis komponensial ini terletak

pada ungkapan “ نته نة إل ق ي sha>chibil-qainati ila> qainatihi yang ”صاحب القي

diterjemahkan menjadi “seseorang yang mendengarkan biduanitanya

menyanyi”. Kata “ نةالق ي ” al-qainatu memiliki arti “penyanyi

perempuan/biduanita” (Munawwir, 1997: 1180) maka komponen makna yang

terkandung pada seorang penyanyi adalah aktivitas menyanyi. Sehingga kata

“ ل إ ” dalam konteks kalimat ini mengandung komponen makna

“mendengarkan” sebagai sebuah aktivitas pemilik biduanita tersebut.

Kemudian penerjemah memperhatikan seluruh komponen makna yang ada

dalam ungkapan tersebut sehingga terjemahan dalam BSa adalah “seseorang

yang mendengarkan biduanitanya menyanyi”.

Page 14: BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN · 79 BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN TAMYI>

92

Penerapan strategi analisis komponensial pada data penelitian terdapat

pada tamyi>z yang didahului dengan ism tafdhi>l sebagaimana terdapat pada

frasa berikut: “ أقل شهرة” aqallu syuhratan ‘tidak setenar dirinya’, “أشد تأثي ر ا”

asyaddu ta’tsi>ran ‘lebih memengaruhi’, “ أذن ا أشد ” asyaddu adzanan ‘sangat

senang mendengarkan’, “أشد ت فل ت ا” asyaddu tafallutan ‘lebih cepat lepas’.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penerjemah

menerapkan strategi analisis komponensial tidak hanya pada sebuah kata

melainkan juga pada rangkain kata dengan memperhatikan konteks kalimat

secara keseluruhan sehingga bisa dianalisis komponen makna yang tepat untuk

menerjemahkan suatu kata tertentu dalam BSu menuju padanan yang tepat

dalam BSa.

3. Strategi Sinonim (Synonym)

Strategi sinonim adalah strategi yang diterapkan penerjemah untuk

mendekatkan padanan BSa kepada BSu dalam sebuah konteks tanpa

menggunakan analisis komponensial kerena dengan adanya analisis

komponensial dirasa dapat mengganggu alur kalimat BSa (Newmark, 1988: 84;

Suryawinata, 2003: 73).

Newmark (1988: 83) menyebut strategi ini dengan strategi fungsional,

maksudnyanya adalah menerjemahkan kata BSu dengan padanan yang

fungsional/ sesuai kegunaannya –yakni diterjemahkan dengan pendekatan kata

yang memiliki makna dan fungsi yang sama dengan kata BSu. Adapun dari

data penelitian, peneliti menemukan penerapan strategi sinonim ini pada 19

data. Penjelasan dari penerapan strategi ini dapat dilihat pada data 6 berikut.

Page 15: BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN · 79 BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN TAMYI>

93

(6) BSu :

وعن , ليال وعن ب عضهم ف كل عشر ة د اح و ة م ت خ ن ي ر ه ش ل ف ك ن و م ت ا ي و ان ك م ه ن أ . ليال وعن الكثرين ف كل سبع , ال ي ل ب عضهم ف كل ثان

Annahum man ka>nu> yakhtimu>na fi> kulli syahraini khatmatan wa>chidatan, wa ‘an ba‘dhihim fi> kulli ‘asyri laya>lin, wa ‘an ba‘dhihim fi> kulli tsama>ni laya>lin wa ‘anil-aktsari>na fi> kulli sab‘i laya>lin ( An-Nawawi, 2014: 99).

BSa :

Mereka dahulu mengkhatamkan al-Qur’an setiap dua bulan sekali,

ada yang sepuluh hari sekali, delapan hari sekali, mayoritas tujuh

hari sekali (Hauro’, 2014: 53)

Pada data 6 di atas, penerjemah menerapkan strategi sinonim pada tiga

tamyi>z, yaitu kata “ لليا ” laya>lun yang disebutkan tiga kali diterjemahkan

dengan “hari”. Ketiga tamyi>z tersebut membentuk frasa numeralia dengan

mumayyaz-nya, antara lain: frasa “ عشر ليال” ‘asyru laya>lin ‘sepuluh hari’, frasa

“ ال ي ل ثان ” tsama>nu laya>lin ‘delapan hari’, dan frasa “ سبع ليال” sab‘u laya>lin

‘tujuh hari’. Kata “ لليا ” laya>lun merupakan bentuk jamak dari kata “ليل” lailun

yang artinya “malam” (Munawwir, 1997: 1302). Penerjemah menyepadankan

kata “malam” dengan ‘hari” karena “malam” merupakan bagian dari “hari”

sehingga menyepadankan kata “malam” dengan “hari” merupakan pilihan yang

cukup tepat untuk disajikan dalam terjemahan BSa.

Berdasarkan temuan dalam data penelitian, penerapan strategi sinonim

ini terdapat pada 9 tamyi>z, antara lain: kata “أخذ” akhdzun artinya

“pengambilan” diterjemahkan dengan “hafalan”, kata “ اتم خت ” khatama>tun

artinya “khatam” diterjemahkan dengan “kali”, kata “ ضعموا ” mawa>dhi‘u

artinya “lokasi” diterjemahkan dengan “tempat”, kata “سكتات” sakata>tun

artinya “diam” diterjemahkan dengan “tempat”, kata “سجدة” sajdatun artinya

Page 16: BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN · 79 BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN TAMYI>

94

“sajdah” diterjemahkan dengan “ayat”, kata “أوجه” aujuhun artinya “wajah-

wajah” diterjemahkan dengan “pendapat, pandangan, pengucapan”, kata “ نسخ”

nusakhun artinya “naskah-naskah” diterjemahkan dengan “mushaf”, kata “ق ول”

qaulun artinya “perkataan” diterjemahkan dengan “pendapat”, dan kata “ليال”

laya>lun berarti “malam-malam” diterjemahkan dengan “hari”.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penerjemah berhasil

menemukan sinonim dalam BSa untuk menerjemahkan kosakata tertentu

sehingga pesan teks dalam BSu dapat tersampaikan dengan baik ke dalam BSa

dan dengan dihadirkannya sinonim suatu kata dalam BSa ternyata tidak

mengurangi substansi makna yang ada dalam BSu.

4. Strategi Perluasan

Newmark (1988: 90) dan Suryawinata (2003: 74) menjelaskan bahwa

di dalam menerjemahkan, penerjemah dapat menerapkan strategi perluasan

(expansion) terhadap kata BSu. Strategi perluasan (expansion) adalah strategi

yang diterapkan dengan cara memperluas kata BSu di dalam BSa. Pada data

penelitian ditemukan 1 data tamyi>z dengan strategi perluasan. Penjelasan

mengenai penerapan strategi perluasan terdapat pada data 7 berikut.

(7) BSu:

(ص)زاد ة د ج س خس عشرة : والثانية

Wa’ts-tsa>niyatu: khamsa ‘asyrata sajdatan za>da (sha>d) (An-Nawawi, 2014: 167).

BSa :

Kedua: berjumlah lima belas dengan tambahan ayat sajdah dalam

surat Sha>d> (Hauro’, 2014: 139).

Pada contoh data 7 di atas, penerjemah melakukan strategi perluasan

pada tamyi>z, yaitu kata “ جدةس ” sajdatun diterjemahkan menjadi “ayat sajdah”.

Page 17: BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN · 79 BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN TAMYI>

95

Penambahan kata “ayat” merupakan pilihan bagi penerjemah sebagai upaya

untuk memperluas terjemahan dan bentuk penegasan bahwa kata “sajdah”

merupakan ayat tertentu dalam al-Qur’an yang terdapat perintah untuk

bersujud. Perluasan pada kata “sajdah” ini juga berfungsi sebagai pembeda

terhadap kata “sajadah” yang berarti tikar untuk sembahyang”.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penerjemah menerapkan

strategi perluasan sesuai dengan kondisi yang diperlukan. Keduanya bertujuan

untuk menghadirkan kejelasan makna dan memudahkan pemahaman pembaca

BSa.

5. Strategi Penambahan

Strategi penambahan di sini berbeda dengan strategi penambahan pada

strategi struktural. Penambahan di sini dilakukan untuk memperjelas makna.

Penerjemah menambahkan informasi pada terjemahannya karena dirasa

informasi tersebut dibutuhkan oleh pembaca. Prosedur ini biasanya digunakan

untuk membantu menerjemahkan kata-kata yang berhubungan dengan budaya,

teknis, atau bahasa yang membutuhkan penjelasan lebih lanjut (Newmark,

1988: 91; Suryawinata, 2003: 74). Penerapan strategi penambahan ini terdapat

pada 8 data penelitian. Adapun penjelasan mengenai strategi penambahan ini

dapat dilihat pada data 8 berikut.

(8) BSu:

إن وأن وإن وإن و : ات غ ل وف واحدها أربع , ساعاته : آناء الليل

a>na>’al-laili: sa>‘a>tuhu, wa fi> wa>chidiha> arba‘u lugha>tin: ina> wa ana> wa inyun wa inwun (An-Nawawi, 2014: 222).

BSa :

A>na>al-lail: waktu-waktu malam, bentuk tunggalnya ada empat

variasi bahasa yaitu ina>, ana>, inyun, dan inwun (Hauro’, 2014: 203).

Page 18: BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN · 79 BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN TAMYI>

96

Pada data 8 di atas, penerjemah menerapkan strategi semantis-

penambahan pada BSa untuk menambah kejelasan kata yang berfungsi sebagai

tamyi>z. Kata “لغات” lugha>tun merupakan tamyi>z bagi kata “ أربع” arba‘u. Kata

lughatun yang ”لغة“ lugha>tun merupakan bentuk jamak dari kata ”لغات“

artinya “bahasa” (Munawwir, 1997: 1276). Penerjemah manambahkan kata

“variasi” untuk memperjelas makna kata tersebut karena maksud dari frasa “ ع أرب

arba‘u lugha>tin di sini bukanlah perbedaan bahasa tetapi variasi nama ”لغات

dalam bahasa yang sama. Kata “ تلغا ” lugha>tun diterjemahkan menjadi

“variasi bahasa”.

Pada data penelitian, penerjemah menerapkan strategi penambahan

pada 7 data tamyi>z, yaitu kata kata “صلح” shala>chun ‘keshalihannya’, kata

“ نس ” sinnun ‘umurnya’, frasa “ آيت بعشر ” bi‘asyri a>ya>tin ‘dengan membaca

sepuluh ayat’, kata “ وتص ” shautun ‘suaranya’, kata “لغات” lugha>tun ‘cara

pelafalannya’, kata “ اتلغ ” lugha>tun ‘variasi bahasa’, kata “أوجه” aujuhun

‘variasi pengucapan’.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penerjemah menerapkan

strategi semantis-penambahan ini dengan melihat pesan yang ingin

disampaikan oleh BSu kemudian menambahkan kata-kata yang diperlukan

dalam BSa untuk memperjelas makna dalam BSa. Penambahan ini bersifat

alamiah dan tergantung pada kebutuhan BSa untuk menghadirkan tambahan-

tambahan tesebut.

Page 19: BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN · 79 BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN TAMYI>

97

6. Strategi Penghapusan (Omission atau Deletion)

Penghapusan di sini maksudnya adalah penerjemah tidak

menerjemahkan sebagian teks atau kata dalam BSu ke dalam BSa dengan

pertimbangan bahwa kata dalam BSu tersebut tidak terlalu penting bagi

keseluruhan teks BSa atau dampaknya akan menimbulkan kebingungan bagi

pembaca apabila diterjemahkan. Hal ini juga berdasarkan pertimbangan bahwa

kata tersebut juga sulit untuk diterjemahkan dan tidak terlalu menimbulkan

perbedaan makna yang signifikan (Suryawinata, 2003: 75). Strategi

penghapusan ini diterapkan pada 2 data. Adapun penjelasan dari strategi ini

terdapat pada data 9 berikut.

(9) BSu:

أيض ا ة د ج س هي أربع عشرة : وقال أبو حني فة

Wa qa>la abu> chani>fata: hiya arba‘a ‘asyrata sajdatan aidhan (An-Nawawi, 2014: 167).

BSa :

Abu Hanifah juga berpendapat ada empat belas (Hauro’, 2014:

139).

Pada data 9 di atas, penerjemah melakukan penghapusan kata “سجدة”

sajdatun yang berfungsi sebagai tamyi>z bagi kata “ أربع عشرة” arba‘a ‘asyrata

‘empat belas’. Menurut peneliti, penghapusan ini bukan suatu kesalahan yang

fatal karena kalimat ini masih memiliki keterkaitan dengan kalimat setelahnya

yang masih membahas tema yang sama, yaitu kalimat “ زاد سجدة خس عشرة : والثانية

(ص) ” Wa’ts-tsa>niyatu: khamsa ‘asyrata sajdatan za>da (sha>d) (An-Nawawi,

2014: 167) yang diterjemahkan dengan “Kedua: berjumlah lima belas dengan

tambahan ayat sajdah dalam surat Sha>d> ” (Hauro’, 2014: 139). Pada kalimat

ini, kata “ جدةس ” sajdatun diterjemhakan dengan “sajdah” sehingga pembaca

Page 20: BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN · 79 BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN TAMYI>

98

masih bisa menghubungkan keterkaitan maksud dari kata “empat belas ayat”

tersebut adalah ayat sajdah.

Adapun penerapan strategi penghapusan juga terlihat pada data 10

berikut.

(10) BSu:

(سبحان رب العلى) ات ر م يسبح با يسبح به من سجود الصلة ف ي قول ثلث

Yusabbichu bima> yusabbichu bihi min suju>di’sh-shala>ti fayaqu>lu tsala>tsa marra>tin (subcha>na rabbiyal-‘a’la>) (An-Nawawi, 2014: 180).

BSa :

Hendaknya ia membaca tasbih yang dibaca pada sujud shalat, yaitu

membaca ‘subcha>na rabbiyal-‘a’la>)’ (artinya: Mahasuci Rabb yang

Mahatinggi) (Hauro’, 2014: 150).

Pada data 10 di atas, penerjemah melakukan penghapusan pada tamyi>z

dan mumayyaz-nya. Kata “مرات” marra>tun sebagai tamyi>z dan kata “ثلث”

tsala>tsu sebagai mumayyaz-nya. Kedua kata tersebut membentuk frasa

numeralia “ مرات ثلث ” tsala>tsu marra>tin yang berarti “tiga kali”. Dalam BSa,

penerjemah menghapus frasa ini sehingga pesan dalam kalimat tersebut tidak

tersampaikan secara utuh. Menurut peneliti, penerapan strategi penghapusan

pada data ini kurang tepat karena ada pesan penting dalam BSu yang belum

tersampaikan dalam BSa.

Dari urainan di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi penghapusan

yang diterapkan oleh penerjemah kadang kala merupakan hal yang tidak terlalu

berpengaruh dalam terjemahan seperti pada data 9 di atas. Namun, kadang kala

penerapan strategi ini merupakan pilihan yang kurang tepat seperti yang

terlihat pada data 10 di atas sehingga makna dalam BSu tidak tersampaikan

secara utuh.

Page 21: BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN · 79 BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN TAMYI>

99

7. Strategi Modulasi

Modulasi adalah strategi untuk menerjemahkan frase, klausa atau

kalimat dengan cara mengubah sudut pandang, fokus, atau kategori kognitif

dalam kaitannya dengan BSu (Suryawinata, 2003: 75; Newmark, 1988: 88; Al-

Farisi, 2011: 68). Perubahan ini bersifat leksikal ataupun gramatikal. Variasi

perubahan sudut pandang tersebut bisa berupa abstrak menjadi konkret, sebab

menjadi akibat, aktif menjadi pasif, ruang menjadi waktu dan semacamnya.

Sementara itu Machali (2009: 98) menjelaskan bahwa modulasi ada

kalanya berupa pergeseran struktur seperti pada prosedur transposisi yang

menyangkut pergeseran makna karena terjadi perubahan perspektif, sudut

pandang atau sisi maknawi lainnya. Pada data ditemukan sebanyak 1 data yang

menggunakan strategi ini. Penerapan strategi ini dapat dilihat pada data 11

berikut.

Adapun penerapan strategi modulasi bebas terlihat pada data 11 berikut.

(11) BSu :

مام ف ف حال القيام سكتات الصلة الهرية أن يسكت أربع يستحب لل

Yustachabbu lil’ima>mi fi’sh-shala>til-jahriyyati an yaskuta arba‘a sakata>tin fi> cha>lil-qiya>mi (An-Nawawi, 2014: 162).

BSa :

Empat tempat imam diam sejenak (Hauro’, 2014: 133).

Pada data 11 di atas, penerjemah melakukan strategi modulasi bebas

yaitu menerjemahkan BSu ke dalam BSa dengan mengambil substansi BSu

kemudian diungkapkan dengan bebas/tidak berdasarkan pada struktur BSu.

Penerjemah melakukan menerjemahkan kalimat lengkap dalam BSu menjadi

Page 22: BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN · 79 BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN TAMYI>

100

frasa dalam BSa. Menurut peneliti, penerapan strategi modulasi pada data 11

ini kurang tepat karena banyak pesan BSu yang tidak tersampaikan dalam BSa.

Pada data di atas, kata “سكتات” sakata>tun ‘tempat’ merupakan tamyi>z

untuk kata “أربع” arba‘u ‘empat’. Gabungan dua kata ini membentuk frasa

numeralia, yaitu “ أربع سكتات” arba‘u sakata>tin ‘empat tempat’. Dalam kalimat

BSu di atas, frasa “ أربع سكتات” arba‘u sakata>tin ‘empat tempat’ berkedudukan

sebagai maf‘u>l muthlaq/ keterangan. Penerjemah menjadikan frasa ini sebagai

terjemahan inti yang diperluas dengan klausa “imam diam sejenak”. Dari

penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa penerjemah melakukan perubahan

perspektif bahwa fasa tersebut lebih penting untuk disampaikan dalam BSa

dibandingkan dengan pesan yang lain. Terlihat pula penerjemah melakukan

beberapa penghapusan pada BSu.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan strategi

modulasi harus didasari dengan penyampaian pesan secara utuh pada teks BSa,

karena inilah prioritas utama dalam penerjemahan. Adapun mengenai

pengubahan cara menyajikan terjemahan tersebut didasarkan pada mudahnya

pembaca BSa dalam memahami pesan tersebut.