BAB III SOLUSI BISNIS - · PDF filekepentingan perilaku tersebut menurut karyawan untuk...
Transcript of BAB III SOLUSI BISNIS - · PDF filekepentingan perilaku tersebut menurut karyawan untuk...
25
BAB III
SOLUSI BISNIS
3.1 Alternatif Solusi Bisnis
3.1.1 Pembatasan Solusi Bisnis
Penelitian yang dilakukan dalam proyek akhir ini terbatas sampai dengan identifikasi
dan usulan rencana implementasi dari solusi yang coba peneliti tawarkan, tidak
dilanjutkan sampai tahap implementasi. Untuk itu diperlukan pembatasan masalah
agar solusi yang diajukan bisa lebih terarah dan tidak meluas menjadi permasalahan
yang kompleks. Pembatasan tersebut meliputi :
1. Penyebaran kuesioner dilakukan di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung yang
berkedudukan di jalan kanayakan no. 21 Bandung.
2. Penyebaran kuesioner dilakukan pada karyawan dan jajaran manajemen (direksi
dan struktural) Politeknik Manufaktur Negeri Bandung.
3. Metode pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuisioner
Entrepreneurial Orientation Survey (EOS) dan Entrepreneurial Leadership
Quistionnaire (ELQ), wawancara dan penelusuran pustaka.
4. Analisis dilakukan secara kuantitatif (analisis hasil survei EOS dan ELQ), dan
kualitatif (lewat wawancara) yang difokuskan pada dua hal, yakni : (1) identifikasi
dimensi-dimensi corporate entrepreneurship yang telah dilakukan di Politeknik
Manufaktur Negeri Bandung dan (2) pelaksanaan perilaku entrepreneurial yang
sudah dilaksanakan (frekuensi) kemudian dibandingkan dengan tingkat
kepentingan perilaku tersebut menurut karyawan untuk mengetahui pengaruhnya
terhadap kinerja organisasi.
3.1.2 Metodologi Solusi Bisnis
Untuk menghasilkan solusi bisnis yang sistematis, diperlukan sebuah metodologi
yang akan dijadikan sebagai acuan dalam melaksanakan penelitian yang berisi
tahapan-tahapan kegiatan yang dilakukan. Tahapan penelitian yang dilakukan untuk
mengidentifikasi budaya organisasi di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung dapat
26
dilihat pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Tahapan Metodologi Penelitian
3.1.2.1 Proses Identifikasi Masalah dan Rumusan Tujuan Penelitian
Pada tahap ini dilakukan identifikasi permasalahan di Politeknik Manufaktur Negeri
Bandung, yakni pentingnya budaya organisasi Corporate Entrepreneurship.
Corporate Entrepreneurship sangat sesuai dengan rencana strategis yang ditetapkan
Politeknik Manufaktur Negeri Bandung untuk tahun 2005 - 2014, yakni menjadikan
Politeknik Manufaktur Negeri Bandung sebagai organisasi yang berkarakter
entrepreneurial.
3.1.2.2 Studi Pustaka
Tahap studi pustaka dilakukan guna memperoleh landasan dan kerangka berpikir dari
sumber-sumber data sehingga dapat mendukung penelitian ini. Studi pustaka yang
27
dilakukan oleh peneliti berkaitan dengan teori, konsep dan metode pendekatan dalam
menerapkan prinsip corporate entrepreneurship dalam suatu organisasi.
3.1.2.3 Pengumpulan dan Pengolahan Data
Tahap pengumpulan dan pengolahan data ditujukan untuk menghimpun data primer
dan data sekunder. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data yang
dikumpulkan melalui kuesioner. Data primer diperoleh dari hasil kuesioner yang
disebarkan, hasil wawancara dan observasi. Sedangkan data sekunder diperoleh dari
data-data organisasi dan studi literatur. Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini
adalah EOS dan ELQ. EOS digunakan untuk mengukur lingkungan entrepreneurial
secara keseluruhan di suatu organisasi. Dalam EOS akan dipelajari dimensi-dimensi
kunci dari corporate entrepreneurship. Sedangkan ELQ bertujuan untuk mempelajari
perilaku entrepreneurial dari manajer dan top management organisasi.
Kuesioner EOS dan ELQ disebarkan pada karyawan dan jajaran manajerial (pejabat
direksi dan pejabat struktural) di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung dengan
jumlah responden yang terlibat dalam pengisian kuesioner ini adalah sebanyak 65
orang.
3.1.2.4 Analisis dan Interpretasi Hasil
Analisis yang dilakukan dalam proyek akhir ini bertujuan untuk mengelompokkan
data yang telah diolah kemudian dikorelasikan dengan permasalahan yang dibahas.
Dari hasil analisis yang dilakukan akan dapat diketahui dimensi entrepreneurship
yang mendominasi dan masih kurang di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung.
Penelitian ini juga ditujukan untuk menganalisis perilaku dari jajaran manajemen
Politeknik Manufaktur Negeri Bandung dalam melaksanakan hal-hal yang bersifat
entrepreneurial.
28
3.1.2.5 Kesimpulan dan Saran
Pada tahap akhir penelitian, dibuat suatu kesimpulan yang berkaitan dengan
pelaksanaan budaya entrepreneurship di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung.
Setelah itu dibuat suatu rekomendasi yang ditujukan untuk memperbaiki dimensi-
dimensi dalam corporate entrepreneurship yang masih memiliki nilai rendah.
3.1.3 Tinjauan Pustaka
3.1.3.1 Budaya Perusahaan
Dalam pengertian luas, budaya perusahaan di artikan sebagai bagaimana sesuatu hal
dilakukan dalam sebuah organisasi (schein, 1999). Dalam hal ini budaya perusahaan
mengandung pengertian sebagai seperangkat kepercayaan (belief) dan nilai (value)
yang dianut oleh sebuah organisasi dan ditetapkan oleh manajemen puncak yang
menjadi landasan bagi elemen-elemen dalam organisasi tersebut untuk berprilaku dan
bertindak (Adonisi, 2003).
3.1.3.2 Corporate Entrepreneurship
Dalam Perubahan lingkungan yang demikian drastis, setiap organisasi termasuk
lembaga pendidikan dituntut untuk mampu menyikapi setiap perubahan tersebut.
Bahkan, perubahan tersebut semakin besar dan semakin kompleks. Dalam bukunya
Lead Like an Entrepreneur, Thornberry (2006) menggambarkan perubahan tersebut
seperti pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Derajat perubahan linkungan (Thornberry, 2006)
Derajat perubahan Lingkungan
• Tetap dan stabil • Berubah perlahan, dapat ditebak, trend terlihat
nyata • Tingkat perubahan yang semakin cepat, sebagian
masih bisa ditebak, trend yang tidak terlihat mulai tampak
• Perubahan semakin cepat, sedikit yang bisa ditebak, banyak kejutan
• Kacau dan tidak bisa ditebak
29
Kegagalan yang dialami oleh organisasi seringkali disebabkan karena kurangnya
kemampuan organisasi dalam mengantisipasi perubahan seperti yang digambarkan
diatas. Gagal mengaitkan perubahan dengan strategi bisnis, menganggap bahwa
perubahan tersebut hanya sesaat, dan kurangnya komitmen untuk melakukan
perubahan merupakan faktor utama penyebab kegagalan. Agar dapat memenangkan
kompetisi dan untuk dapat sukses dalam mengimplementasikan perubahan tersebut,
organisasi harus memiliki budaya yang tepat dan kuat yang dapat mendukung dan
sesuai dengan strategi pengelolaan bisnis.
Untuk bisa mengantisipasi perubahan-perubahan diatas maka setiap organisasi harus
memiliki sustainable competitive advantage. Akan tetapi diera dimana competitive
advantage ini semakin mudah menjadi strategi yang generik karena mudah ditiru oleh
kompetitor, maka competitive advantage ini tidak lagi hanya cukup dengan
menurunkan biaya, meningkatkan kualitas, atau pelayanan yang lebih baik saja. Selain
masalah QCD (Quality, Cost, Delivery), ada hal-hal lain yang diperlukan untuk bisa
mencapai sustainable competitive advantage. Hal-hal tersebut adalah : Adaptability,
Flexibility, Speed, Aggressiveness, Innovativeness.
Konsep yang bisa merangkum kelima hal tersebut adalah konsep entrepreneurship
dalam organisasi yang dikenal dengan istilah corporate entrepreneurship atau
intrapreneurship. Masih dalam buku yang sama, Lead Like an Entrepreneur,
Thornberry (2006) mengungkapkan bahwa konsep corporate entrepreneurship dan
pengembangan entrepreneurial leader ke dalam organisasi besar baru diperkenalkan
ke dalam dunia bisnis pada tahun 1985, ketika Gifford Pinchot menulis sebuah buku
yang dengan judul “Intrapreneurship”. Intrapreneurship ini secara luas diartikan
sebagai suatu usaha untuk menerapkan prinsip-prinsip kewirausahaan
(entrepreneurship) yang berasal dari organisasi baru di dalam organisasi yang telah
ada, baik itu organisasi menengah maupun organisasi besar. Beberapa konsep yang
dikembangkan berkaitan dengan definisi corporate entrepreneurship adalah : (1)
Hisrich dan Peters (2004) mendefinisikan intrapreneurship sebagai usaha dari
organisasi untuk menyempurnakan proses kerja yang ada guna meningkatkan profit
organisasi, (2) Zahra mendifinisikan corporate entrepreneurship sebagai aktivitas
formal maupun informal yang ditujukkan untuk menciptakan bisnis baru dalam
30
organisasi yang telah ada melalui penciptaan produk dan proses inovasi dan
pengembangan pasar (Adonisi, 2003).
Konsep intrapreneurship mulai menjadi alternatif solusi yang dipikirkan oleh
organisasi-organisasi besar pada akhir tahun 1990-an. Organisasi-organisasi ini
merasa bahwa salah satu usaha untuk bisa tetap competitive adalah dengan jalan
menghidupkan kembali jiwa kewirausahaan ke dalam organisasi mereka. Organisasi
menginginkan para manajer untuk lebih entrepreneurial sebagai pemimpin dan
organisasi menjadi lebih entrepreneurial sebagai suatu kesatuan.
Hal ini didasarkan pada fakta bahwa ketika organisasi-organisasi ini berkembang
menjadi sebuah organisasi yang besar, organisasi sering menjadi tidak fleksibel dan
terlalu birokratis. Dalam organisasi besar seperti ini biasanya jiwa entrepreneurial
akan menghilang diikuti menghilangnya pula kemampuan untuk menumbuhkan suatu
ide menjadi produk nyata atau jasa yang diperlukan oleh konsumen. Ketidakmampuan
suatu organisasi untuk menyediakan produk atau jasa yang diinginkan oleh konsumen
akan mengakibatkan organisasi kekurangan penunjang bagi pertumbuhan yang
menguntungkan.
Dalam bukunya yang berjudul entrepreneurship, Hisrich dan Peters (2004)
menyatakan bahwa untuk bisa menghasilkan organisasi yang memiliki budaya
intrapreneurship, maka diperlukani dua hal utama, yakni lingkungan intrapreneur
(intrapreneurial environment) dan karakteristik kepemimpinan (leadership
characteristics). Lingkungan intrapreneur hanya dapat dicapai melalui pendekatan
budaya organisasi yang berfokus pada opportunity sedangkan karakteristik
kepemimpinan yang berjiwa intrapreneurial berkaitan dengan kompetensi sumber
daya manusia.
Untuk lebih memahami konsep corporate entrepreneurship lebih menyeluruh, dapat
dilakukan melalui pendekatan yang membagi corporate entrepreneurship dalam
empat perspective yang berbeda (Christensen, 2004). Hal tersebut dapat dilihat pada
Gambar 3.3.
31
Gambar 3.3. Hubungan Antara Tiap Perspective Dalam Corporate Entrepreneurship
(Christensen, 2004)
Keempat perspective tersebut menggambarkan daerah-daerah dimana organisasi dapat
melakukan suatu usaha untuk bisa lebih inovatif. Corporate venturing bisa diartikan
sebagai usaha untuk memberikan ruang dan akses yang dibutuhkan (sumber daya)
untuk orang-orang yang memiliki jiwa intrapreneurial. Alasan utama didirikannya
corporate venture adalah untuk mengisolasi dan mengembangkan ide-ide inovasi
yang disebabkan karena hambatan birokrasi yang kaku tidak bisa dikembangkan
menjadi produk yang kreatif. Perspective lainnya yang berkaitan dengan corporate
entrepreneurship adalah internal resources. Seringkali organisasi yang terjebak
dengan kebesaran dan kesuksesan usahanya, tidak menyadari adanya internal
resources yang belum digunakan secara maksimal. Internal resources ini bisa berupa
pengetahuan, pengalaman, kompetensi dari karyawan yang tidak bisa dengan mudah
ditransfer menjadi inovasi produk karena hambatan birokrasi.
Dalam era globalisasi dimana batas-batas antar negara menjadi semakin borderless,
maka penggalian ide terhadap opportunity yang bersifat global/internationalisation
bisa menjadi competitive advantage dari organisasi. Memasuki pasar internasional
bukanlah hal yang mudah, dibutuhkan orang-orang yang memiliki risk taking yang
tinggi.
Tidak ada satupun pihak yang menyangsikan peran networking dalam pengembangan
bisnis. Dari sudut pandang corporate entrepreneurship, networking ini sangat berguna
terutama untuk organisasi besar agar tetap bisa fleksibel. Dengan membentuk
kerjasama dengan organisasi yang lebih kecil, fleksibilitas mereka bisa tetap
dipertahankan. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.4.
Corporate Entrepreneurship
Corporate Venturing
Independent New
Business
Internal Resources
Internatio-nalisation
External Networks
32
Gambar 3.4. Framework untuk corporate entrepreneurship (Christensen, 2004)
Pada akhirnya, keempat perspective diatas akan menghasilkan sebuah kerangka
(framework) bagi pengembangan corporate entrepreneurship. Hasil (outcomes) yang
bisa didapatkan dengan pertimbangan terhadap keempat perspective diatas adalah
terbentuknya bisnis baru dalam organisasi yang telah ada (birth of new business
within existing company)atau melahirkan strategi baru (strategic renewal).
Menurut Hisrich dan Peters (2004), karakteristik lingkungan intrapreneur yang baik
meliputi beberapa hal, yaitu
• Organization operates on frontier of technology and new idea encouraged.
Penggunaan teknologi modern dan dukungan terhadap ide-ide baru yang berbasis
pada opportunity untuk bisa menghasilkan inovasi-inovasi produk merupakan
kunci sukses bagi organisasi.
• Trial and error encouraged and failures allowed.
Seringkali organisasi tidak mendukung usaha-usaha yang berkaitan dengan trial
and error untuk menghasilkan produk atau jasa baru. Kadang proses ini
memerlukan waktu yang lama dan bukan tidak mungkin beberapa produk gagal
Corporate Entrepreneurship
Corporate Venturing
Independent New
Business
Internal Resources
Internatio-nalisation
External Networks
Birth of New Business within Existing
Companies
Strategic Renewal
Changing Rules of Competition on the Market
33
dalam prosesnya. Dalam hal ini diperlukan komitmen dari organisasi untuk dapat
menerima kegagalan ini sebagai proses pembelajaran dalam pengembangan
produk yang inovatif.
• No opportunity parameters
Karyawan diberikan kebebasan untuk menuangkan kreativitas mereka dalam
pengembangan produk baru. Dalam hal ini organisasi harus memberikan saluran
yang benar agar karyawan bisa menuangkan kreativitas mereka. Seringkali terjadi
di sebuah organisasi, karyawan diberikan kebebasan untuk menggali peluang-
peluang yang ada tapi tidak disertai dengan adanya saluran yang dapat
menampung dan memeri kesempatan agar peluang ini bisa ditelurkan menjadi
bisnis atau produk baru.
• Resources available and accessible
Salah satu masalah mendasar dari organisasi yang ingin menjadi organisasi yang
berkarakter entrepreneurial adalah masalah komitmen organisasi terhadap
ketersediaan sumber daya. Sumber daya diperlukan guna pencapaian kesuksesan
corporate entrepreneurship.
• Multidiscipline teamwork approach and long time horizon
Adalah mustahil untuk bisa menghasilkan suatu inovasi hanya dari satu latar
belakang keilmuan saja. Dibutuhkan kolaborasi antar berbagai disiplin ilmu.
Untuk itu kerjasama tim menjadi keharusan yang tidak bisa dihindari. Untuk bisa
menghasilkan outcomes dari kegiatan entrepreneurial dibutuhkan waktu yang
kadang tidak sebentar.
• Volunteer program
Sebaiknya organisasi bisa menstimulasi ide pengembangan produk baru melalui
program-program yang sesuai terhadap pengembangan produk baru.
• Appropriate reward system
Usaha untuk menumbuhkan karakter entrepreneurial dalam organisasi harus
disertai dengan sistem penghargaan yang sesuai. Sistem penghargaan bisa
disesuaikan dengan tingkat pencapaian karyawan terhadap target yang telah
ditetapkan.
• Sponsors and champions available
Seperti telah diuraikan sebelumnya, dukungan dari organisasi terhadap
keberhasilan pelaksanaan kegiatan entrepreneurial akan menjadi faktor penentu.
34
• Support of top management
Top managemen sebagai pengambil kebijakan memegang peranan terpenting
dalam mensukseskan ide terhadap pengembangan produk-produk baru.
Alat ukur yang bisa digunakan untuk mengukur budaya entrepreneurial sebuah
organisasi adalah melalui survei yang dinamakan EOS (Entrepreneurial Orientation
Survey). Di dalam alat ukur EOS yang dikembangkan oleh Thornberry (2006),
dimensi-dimensi kunci intrapreneurial dalam organisasi digolongkan menjadi sepuluh
dimensi, yaitu:
1. Umum; menggambarkan karakter entrepreneurial yang dimiliki organisasi secara
umum.
2. Rencana strategi; menggambarkan budaya organisasi yang berkaitan dengan
upaya perencanaan strategi organisasi apakah sudah rencana strategis yang dibuat
sudah berdasarkan peluang-peluang baik yang ada dalam internal organisasi atau
eksternal.
3. Antar fungsi/antar departemen; menggambarkan sejauh mana hubungan antar
departemen dalam organisasi berjalan.
4. Dukungan terhadap ide-ide baru; menggambarkan komitmen organisasi terhadap
tumbuhnya ide-ide baru yang dapat mendukung karakter entrepreneurial
organisasi.
5. Intelijen pasar; menggambarkan kemampuan organisasi dalam membaca dan
memprediksi trend dan berhubungan dengan pasar.
6. Pengambilan risiko; menggambarkan komitmen organisasi untuk mendukung
karyawannya dalam mengambil risiko yang sangat penting untuk dapat
menangkap peluang yang ada di pasar dan menjadikan peluang tersebut menjadi
ide-ide produk baru.
7. Kecepatan; menggambarkan mobilitas organisasi dalam mengidentifikasi dan
menangkap peluang menjadi produk-produk yang inovatif.
8. Fleksibilitas; menggambarkan kelenturan organisasi dalam bertindak dan
mengambil keputusan.
9. Fokus; menggambarkan perilaku organisasi dalam hubungannya dengan
kompetensi mereka dalam melaksanakan kegiatan dan rencana organisasi.
35
10. Orientasi masa depan; menggambarkan perilaku organisasi dalam memandang
masa depan organisasi berkaitan dengan perilaku entreprenurial.
Berkaitan dengan tipe entrepreneurial leadership dalam sebuah organisasi,
Thornberry (2006), menggolongkan tipe entrepreneurial leadership ini ke dalam dua
kelompok besar, yakni berdasarkan perannya di dalam organisasi, dan berdasarkan
fokusnya didalam organisasi. Pengelompokaan ini kemudian dibuat matriks untuk
mempermudah dalam mengkarakteristikannya. Matriks tersebut dapat dilihat pada
Gambar 3.5.
Gambar 3.5. Karakteristik Kepimimpinan Entrepreneurial
(Thornberry, 2006)
Aktivis adalah tipe motor penggerak sekaligus pelaksana dalam hal value creation
bagi organisasi. Mereka digambarkan sebagai orang-orang yang mampu
mengidentifikasi, mengembangkan dan menangkap peluang untuk bisa menghasilkan
value creation bagi organisasi. Mereka bisa mengidentifikasi rintangan-rintangan
yang ada dalam organisasi untuk kemudian akan berusaha meyakinkan semua orang
bahwa rintangan tersebut adalah penghambat bagi kemajuan organisasi. mereka
adalah orang-orang yang keras kepala dalam pengertian positif dan pada umumnya
mereka mempunyai kemampuan untuk meyakinkan jajaran managemen untuk bisa
mendukung ide mereka.
Berdasarkan fokusnya dalam menghasilkan value creation, activis dikelompokkan
36
menjadi dua yakni miners yang berfokus pada internal organisasi dan explorers yang
berfokus pada eksternal organisasi.
1. Tipe miners, yakni orang-orang yang melakukan penataan ulang aset yang
dimiliki organisasi dalam rangka menciptakan value propositions yang baru bagi
konsumen. Mereka akan merasa senang bisa melakukan sesuatu yang lebih dari
apa yang orang lain anggap kurang (doing more with less) untuk membuktikan
kelebihan mereka.
2. Tipe explorers, terlibat langsung dengan value-creating activity yang bertujuan
untuk mengembangkan pasar baru, produk dan layanan baru atau keduanya.
Risiko yang diemban mereka sangat besar karena mereka langsung berhubungan
dengan pasar. Mereka bisa mengidentifikasi peluang bisnis baru bagi organisasi
baik yang sifatnya penciptaan produk terobosan (breakthrought product) atau
modifikasi dari produk-produk yang ada. Dalam struktur organisasi, umumnya
explorers banyak ditemukan di departemen/divisi yang berhubungan langsung
dengan konsumen/pasar seperti divisi marketing dan business development.
Katalis adalah tipe yang mendorong orang lain di dalam organisasi untuk berinovasi
dalam hal value creation bagi organisasi. Mereka akan berusaha untuk menciptakan
suasana yang kondusif bagi terciptanya lingkungan entrepreneurial untuk orang lain
dalam organisasi. Berdasarkan fokusnya, tipe katalis dibagi menjadi dua yaitu :
(1) accelerators yang mendorong orang lain untuk berfokus pada internal organisasi
dan integrators yang mendorong orang lain berfokus pada eksternal organisasi.
1. Tipe accelerators biasanya memimpin suatu unit, divisi atau anak organisasi.
Mereka akan melakukan berbagai cara agar bisa memotivasi karyawannya untuk
lebih inovatif dan berlaku entrepreneurial. Mereka akan merasa senang jika
karyawan mereka mendebat mereka dalam hal melakukan suatu cara yang mereka
pikir lebih baik. Biasanya tipe ini akan mendukung karyawannya dalam
mengambil risiko dan merealisasikan ide-ide mereka apabila ide tersebut dirasa
akan memberi nilai tambah pada organisasi. Mereka juga tidak akan menghukum
karyawannya apabila mereka membuat kesalahan karena percaya bahwa
kesalahan merupakan proses pembelajaran. Mereka terfokus pada penciptaan nilai
nilai kemanusiaan (human values) dan perilaku (behaviours) yang pada akhirnya
bisa mendorong pada penciptaan nilai-nilai ekonomis (economic value).
37
2. Tipe integrators biasanya dalam struktur organisasi berada ditingkat senior level
management. Mereka memiliki kemampuan untuk menciptakan organisasi yang
bersifat entrepreneurial. Integrators biasanya tidak hanya menciptakan strategi
entrepreneurial dalam organisasi tetapi juga membangun sumber daya manusia,
struktur, proses dan budaya yang menunjang strategi tersebut dan menjaga agar
karakter entrepreneurial dalam organisasi tetap hidup. Mereka adalah orang-
orang yang cenderung sistematik. Mereka merasa bahwa semangat
entrepreneurial atau strategi inovasi saja tidak akan cukup jika tidak didukung
oleh elemen-elemen lain dalam organisasi.
3.2 Analisis Solusi Bisnis
Dalam penelitian ini, digunakan kuisioner (EOS dan ELQ) sebagai instrumen analisis.
Alat ukur EOS dan ELQ merupakan suatu alat ukur yang telah diuji realibilitas dan
validitasnya serta sering digunakan untuk mengukur dimensi-dimensi Corporate
Entrepreneurship di berbagai organisasi besar (Thornberry, 2006). Pengujian alat
ukur EOS juga dilakukan dengan menggunakan hasil pengolahan data yang telah
dilakukan oleh angkatan 33 MBA ITB. Data-data diperoleh dari hasil survei di
beberapa perusahaan di Indonesia.
3.2.1 Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah tiap variabel pertanyaan memiliki
hubungan yang erat dengan skor total. Suatu instrumen dikatakan valid apabila dapat
mengukur apa yang semestinya diukur atau mampu mengukur apa yang ingin dicari
secara tepat (Umar, 1999).
Jika kuisioner digunakan sebagai instrumen, maka kuesioner tersebut harus dapat
mengukur apa yang ingin diukurnya. Valid tidaknya suatu instrumen dapat dilihat dari
nilai koefisien korelasi antara skor item dengan skor totalnya pada taraf signifikan
5%, item-item yang tidak berkorelasi secara signifikan dinyatakan gugur.
3.2.2 Uji Reliabilitas
38
Reliabilitas adalah indeks yang menggambarkan sejauh mana suatu alat ukur dapat
dipercaya atau dapat diandalkan (Singarimbun, 1995). Metode yang bisa digunakan
untuk mengukur reabilitas suatu instrumen pengujian adalah dengan Koefisien
Cronbach’s Alpha. Koefisien Cronbach’s Alpha merupakan koefisien reliabilitas yang
paling umum digunakan karena koefisien ini menggambarkan variasi secara lengkap
dari item-item sehingga dapat mengevaluasi konsistensi internal.
Koefisien Cronbach’s Alpha (Cronbach, 1979) ditunjukkan dengan rumus:
rkrk
)1(1.−−
=α
Dimana: α = koefisien reliabilitas Cronbach’s Alpha
k = jumlah variabel manifes yang membentuk variabel lain
r = rata-rata korelasi antar variabel manifest
Adapun hasil yang diperoleh dari pengujian validitas dan keandalan menurut Guilford
dalam Nurhayati (2002) dapat diklasifikasikan seperti pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Klasifikasi Nilai Koefisien Keandalan
Nilai Koefisien Tingkat korelasi
< 0,2 Tidak ada 0,2 – 0,4 Rendah
0,4 - < 0,7 Sedang 0,7 - < 0,9 Tinggi
0,9 - < 1 Tinggi Sekali
1 Sempurna
Setelah melalui proses uji validasi dan reliabilitas, maka pertanyaan-pertanyaan
tersisa dianalisis. Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.2.
39
Tabel 3.2. Nilai Cronbach’s Alpha Variabel-Variabel EOS
No Nama Variabel Jumlah Item
Cronbach’s Alpha
(skala 0-1)
1 General 5 0,774
2 Rencana Strategi 5 0,806
3 Cross Functionality 5 0,746
4 New Idea 5 0,742
5 Market Intelligence 5 0,801
6 Risk Taking 6 0,835
7 Fleksibilitas 5 0,800
8 Speed 4 0,798 9 Focus 6 0,812
10 Future 5 0,805
11 My Company 4 0,784
12 Orientasi Individu 9 0,828
(Sumber: hasil pengolahan data oleh angkatan 33 MBA ITB, 2007)
Seperti terlihat dalam tabel di atas, nilai Cronbach Alpha pada varibel-variable EOS
memiliki rentang tinggi. Hal ini menyatakan bahwa variabel EOS cukup reliable dan
dapat digunakan untuk penelitian.
3.2.3 Analisis dan Interpretasi Hasil EOS (Entrepreneurial Orientation Survey)
EOS (Entrepreneurial Orientation Survey) bertujuan untuk mengukur orientasi
entrpreneurial secara keseluruhan di suatu organisasi. Ada beberapa faktor penting
yang dapat membedakan organisasi yang berorientasi entrepreneurial dan tidak.
Dimensi-dimensi kunci yang digunakan dalam EOS adalah: penilaian organisasi
secara umum, strategic planning, cross-functionality, dukungan terhadap ide baru,
intelijen pasar, keberanian untuk mengambil risiko, kecepatan dalam menangani
masalah, fleksibilitas, fokus, orientasi pada masa depan dan orientasi individu.
40
Penilaian terhadap budaya organisasi dilakukan dengan menggunakan dua survei
yaitu EOS (Entrepreneurial Orientation Survey) dan ELQ (Entrepreneurial
Leadership Questionnaire). EOS bertujuan untuk mengukur orientasi entrepreneurial
secara keseluruhan di suatu organisasi. Sedangkan ELQ bertujuan untuk mempelajari
perilaku entrepreneurial dari manajer organisasi yang akan membentuk budaya
organisasi.
Dengan menggunakan skala Likert lima poin (1 = sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju,
3 = ragu-ragu, 4 = setuju, dan 5 = sangat setuju), maka konversi ke dalam rentang
persepsinya adalah seperti pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Rentang Persepsi EOS
Persepsi Rentang
Sangat tidak setuju 1.0 - 1.8
Tidak setuju 1.8 - 2.6
Ragu-ragu 2.6 - 3.4
Setuju 3.4 - 4.2
Sangat setuju 4.2 - 5.0
Hasil EOS yang dilakukan di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung ditunjukkan
pada Gambar 3.6 dan Tabel 3.4.
Gambar 3.6. Karakteristik Budaya Politeknik Manufaktur Negeri Bandung
3.06
2.912.82
2.73
2.703.07
2.512.93
2.362.98
3.251.01.82.63.44.25.0Umum
Rencana Strategi
Cross Functionality
Dukungan
Intelijen Pasar
RisikoKecepatan
Fleksibilitas
Fokus
Masa Depan
Orientasi Individu
41
Tabel 3.4. Hasil Perhitungan EOS
Kategori Nilai Rata-Rata Umum 2.73 Rencana Strategi 2.98 Cross Functionality 3.25 Dukungan 3.06 Intelijen Pasar 2.93 Risiko 2.51 Kecepatan 2.91 Fleksibilitas 2.82 Fokus 3.07 Masa Depan 2.70 Orientasi Individu 2.36 Kondisi Organisasi 3.27 Tentang Saya 3.55
Secara umum penilaian terhadap orientasi entrepreneurial di Politeknik Manufaktur
Negeri Bandung ternyata kurang memadai, ditunjukkan dengan kisaran angka antara
2,36 s.d. 3,55 (dalam skala 5). Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan budaya
Intrapreneurship di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung masih harus ditingkatkan
terutama pada dimensi-dimensi yang memiliki nilai rendah. Dimensi dengan nilai
terendah di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung adalah Orientasi Individu, dengan
nilai 2,36. Dimensi ini secara umum menggambarkan karakteristik entrepreneurship
para karyawan di dalam organisasi.
Untuk lebih detail mengetahui komponen-komponen dalam item-item diatas dapat
dilihat pada penjelasan hasil analisis item-item pertanyaan yang sudah melewati tahap
uji validitas dan realibilitas pada sub bab berikutnya
3.2.3.1 Analisis dan Interpretasi Hasil EOS mengenai Kondisi Organisasi secara
Umum
Pada dimensi kondisi organisasi secara umum dilihat dari sisi corporate
entrepreneurship, responden diminta menilai organisasinya dari cara pengendalian
anggaran pada organisasi tersebut, pemberian reward bagi siapa pun yang melakukan
cost cutting, penyediaan dana untuk peluang bisnis baru, dan bagaimanakah tahapan
persetujuan dalam mendapatkan dana investasi di luar anggaran.
42
Penilaian terhadap kondisi organisasi secara umum menunjukkan dukungan
organisasi terhadap sifat-sifat corporate entrepreneurship. Nilai rata-rata dari
penilaian ini adalah 2,73 (dalam skala 5). Nilai ini berarti bahwa dukungan organisasi
terhadap corporate entrepreneurship kurang memadai dan harus lebih ditingkatkan.
Nilai rata-rata dari tiap komponen/pertanyaan yang diajukan dalam dimensi ini dapat
dilihat dalam Tabel 3.5.
Tabel 3.5. Hasil Perhitungan Tiap Komponen dalam Dimensi
Kondisi Organisasi Secara Umum
No Item Mean
1 Menekankan pengendalian anggaran secara ketat 1.92
2 Memberikan reward bagi seorang manajer yang melakukan cost cutting 3.09
3 Menyediakan dana untuk peluang bisnis baru 3.25
4 Menyediakan dana untuk ide-ide yang benar-benar bagus 3.26
5 Membutuhkan banyak tahapan persetujuan untuk mendapatkan dana investasi di luar anggaran 2.14
Tabel diatas menunjukkan bahwa elemen budaya organisasi yang sangat
mempengaruhi organisasi dapat dilihat dari nilai mean terbesar pada item pernyataan
tentang umum yaitu terdapat pada butir pertanyaan 3 (menyediakan dana untuk
peluang bisnis baru) dan 4 (Menyediakan dana untuk ide-ide yang benar-benar
bagus).Berdasarkan hasil wawancara di peroleh pernyataan bahwa rencana anggaran
di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung berisikan rencana anggaran dari tiap
jurusan/program studi secara terinci untuk satu tahun anggaran. Namun dari
wawancara juga diperoleh bahwa apabila terdapat rencana tambahan yang sifatnya
mendadak dan dirasa kegiatan tersebut harus dilaksanakan untuk merespon pasar
maka hal tersebut dapat diusulkan ke management.
Konsep birokrasi dan peraturan di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung dibuat
untuk meminimalkan pelanggaran dan meningkatkan kedisiplinan para karyawan,
namun Politeknik Manufaktur Negeri Bandung juga mempunyai tingkat toleransi
yang cukup tinggi. Hal tersebut dilakukan karena pada prakteknya ada beberapa
proyek yang perlu didanai dan proyek ini terjadi di luar anggaran yang telah
43
ditetapkan. Untuk bisa tetap memenuhi proyek-proyek yang sifatnya accidental
seperti ini, maka Politeknik Manufaktur Negeri Bandung menyedakan pos anggaran
lain-lain yang besarannya bisa mencapai 10%.
Karyawan memiliki kesempatan untuk mengajukan ide-ide baru melalui prosedur
tertentu. Tetapi prosedur untuk mendapatkan dana investasi di luar anggaran
membutuhkan banyak tahapan persetujuan dan birokrasi yang berbelit-belit,
ditunjukkan dengan nilai yang rendah pada variabel ini, yaitu 2,14. Banyaknya
tahapan persetujuan untuk mendapatkan dana investasi di luar anggaran yang harus
dilalui oleh karyawan dan birokrasi yang berbelit-belit mempengaruhi fleksibilitas dan
kecepatan dari Politeknik Manufaktur Negeri Bandung baik itu untuk menyelesaikan
masalah ataupun untuk usaha-usaha merealisasikan ide yang berhubungan dengan
peningkatan nilai bagi organisasi.
3.2.3.2 Analisis dan Interpretasi Hasil EOS Mengenai Rencana Strategi
Dimensi rencana strategis menggambarkan budaya organisasi dalam hal perencanaan
strategi organisasi, apakah sebuah organisasi sudah memiliki ciri-ciri sebagai
organisasi yang berjiwa entreprenurial atau belum.
Penilaian terhadap rencana strategi Politeknik Manufaktur Negeri Bandung
belum memadai, hal ini ditunjukkan oleh nilai EOS yang rendah yaitu 2,98 (dalam
skala 5). Pada umumnya rencana strategi ini ditentukan oleh pihak manajemen dan
seharusnya dapat dikomunikasikan kepada seluruh karyawan dengan baik. Responden
diminta untuk menilai organisasi mengenai rencana strategi dengan menggunakan
pertanyaan seperti yang tertera dalam Tabel 3.6. Tabel 3.6. Hasil Perhitungan Tiap Komponen dalam Dimensi Rencana Strategi
No Item Mean
1 Menggunakan proses perencanaan strategi yang formal 2.23
2 Membiarkan strategi tumbuh dan mungkin berubah mengikuti tren pasar
3.31
3 Mengharapkan para manajer untuk selalu berpedoman pada rencana dan anggaran tahunan 2.03
4 Tidak mempunyai rencana strategi yang jelas 3.51
5 Sangat bergantung pada konsultan di luar organisasi untuk membuat strategi 3.82
44
Dari tabel diatas, bisa disimpulkan bahwa Politeknik Manufaktur Negeri Bandung
telah memiliki rencana strategi yang jelas (nilai 3,51) tetapi dilevel penerapannya
masih kaku. Dari hasil survei terlihat bahwa organisasi kurang bisa membiarkan
strategi tumbuh dan berubah mengikuti trend pasar. Hasil survey pada variabel ini
memiliki nilai yang kurang memadai yaitu 3,31. Nilai ini harus lebih ditingkatkan
mengingat persaingan semakin ketat. Salah satu kegagalan yang sering dihadapi oleh
organisasi untuk menghadapi perubahan-perubahan dalam lingkungan global maupun
regional disebabkan oleh kegagalan organisasi/organisasi untuk menyesuaikan
strateginya dengan kondisi yang dihadapinya.
Penilaian EOS pada dimensi rencana strategis item 1 (satu) dan 3 (tiga) menunjukkan
bahwa organisasi masih menggunakan proses perencanaan strategi yang sangat formal
(nilai 2,23) dan mengharapkan para manajer untuk selalu berpedoman pada
perencanaan yang telah ditetapkan dan bersifat kaku (nilai 2,03). Nilai-nilai yang
rendah pada dimensi ini harus lebih ditingkatkan agar organisasi dapat lebih bisa
menyesuaikan diri terhadap perkembangan bisnis yang dinamis.
Dalam hal ketergantungannya terhadap konsultan, hasil survei menunjukkan bahwa
Politeknik Manufaktur Negeri Bandung merupakan suatu unit yang mandiri dan tidak
memiliki ketergantungan pada pihak luar (nilai 3,82).
3.2.3.3 Analisis dan Interpretasi Hasil EOS Mengenai Cross Functionality
Nilai Mean keseluruhan untuk variable Cross Functionality adalah 3,25 dari skala 1-5.
Nilai ini harus dipertahankan atau bahkan lebih ditingkatkan. Dimensi ini
menggambarkan hubungan antar fungsi atau antar departemen dalam organisasi.
Kerjasama, bertukar informasi dan pengetahuan antar divisi dapat meningkatkan
pengetahuan karyawan, menunjang serta mempercepat pengembangan ide baru.
Responden diminta untuk menilai organisasi dalam hal Cross Functionality dengan
menggunakan lima pertanyaan seperti pada Tabel 3.7.
45
Tabel 3.7. Hasil Perhitungan Tiap Komponen dalam Dimensi Cross Functionality
No Item Mean
1 Memiliki sedikit hambatan untuk kerjasama antar departemen /fungsi 3.23
2 Mempunyai departemen-departemen yang mau membagi ide dan informasi satu dengan yang lain 3.38
3 Mendorong kegiatan diskusi antar departemen/antar fungsi dan pemecahan masalah 3.51
4 Secara formal memberikan penghargaan terhadap kerjasama antar departemen/fungsi 2.88
5 Merotasi karyawan pada fungsi-fungsi yang berbeda sebagai bagian dari proses formal pengembangan SDM 3.26
Nilai tertinggi pada dimensi Cross Functionality pada item nomor 2 (Mempunyai
departemen-departemen yang mau membagi ide dan informasi satu dengan yang
lain) nilai 3,38 dan item nomor 3 (Mendorong kegiatan diskusi 3,51 antar
departemen/antar fungsi dan pemecahan masalah) nilai 3,51. nilai ini menunjukan
bahwa organisasi mendukung dan mendorong kegiatan diskusi antar departemen
dalam upaya pemecahan masalah. Tetapi dukungan tersebut tidak diikuti oleh
pemberian penghargaan terhadap kerjasama antar departemen secara formal,
ditunjukkan oleh nilai yang kurang memadai yaitu 2,88. Hal ini dapat menurunkan
motivasi karyawan untuk bekerjasama, berbagi informasi, dan pengetahuan antar
divisi sehingga untuk jangka panjang akan mempengaruhi organisasi dalam hal
kecepatan (speed) pada pengembangan ide baru.
3.2.3.4 Analisis dan Interpretasi Hasil EOS Mengenai Dukungan Terhadap Ide
Baru
Dukungan terhadap ide-ide baru di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung
menunjukkan nilai yang rendah, yaitu 3.06, sehingga harus lebih ditingkatkan.
Dimensi ini berkaitan dengan entrepreneurial leadership yang ada di Politeknik
Manufaktur Negeri Bandung. Tidak adanya dukungan dari manajemen terhadap
tumbuhnya ide-ide baru akan menghambat sifat-sifat entrepreneurial. Pada dimensi
ini responden diminta menilai mengenai dukungan organisasi terhadap karyawannya
dalam mengeluarkan ide-ide baru. Adapun pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
dapat dilihat pada tabel 3.8.
46
Tabel 3.8. Hasil Perhitungan Tiap Komponen dalam Dimensi
Dukungan terhadap Ide-Ide Baru
No Item Mean
1 Secara umum, manajemen mendukung kita untuk memikirkan cara-cara baru dan berbeda dalam mengerjakan sesuatu 3.31
2 Ada satu fungsi penting di dalam organisasi, yang tanggung jawab utamanya adalah untuk inovasi dan pengembangan bisnis baru 3.63
3 Kami memiliki sarana sumbang saran yang berhasil dalam menampung ide-ide karyawan. 2.85
4 Organisasi segan mempertanyakan/mengubah cara-cara lama yang sudah ada didalam organisasi dalam menghadapi sesuatu. 2.49
5 Kami sering bertemu secara informal untuk mendiskusikan ide bisnis baru. 3.02
Politeknik Manufaktur Negeri Bandung telah memiliki satu divisi/fungsi tertentu yang
tanggung jawab utamanya adalah untuk inovasi dan pengembangan bisnis baru (nilai
3,63).
Managemen memberikan dukungan yang cukup baik pada karyawan untuk
memikirkan cara-cara baru dan berbeda dalam mengerjakan sesuatu (nilai 3,31).
Tetapi dukungan ini tidak disertai dengan sarana sumbang saran yang berhasil dalam
menampung ide-ide baru (nilai 2,85) dan kurangnya pertemuan informal untuk
mendiskusikan ide bisnis baru (nilai 3,02). Organisasi juga dinilai terlalu segan untuk
mempertanyakan/mengubah cara-cara lama yang sudah ada didalam organisasi dalam
menghadapi sesuatu (nilai 2,49).
Dalam hal ini organisasi sebaiknya lebih terbuka dalam mengubah cara lama sehingga
dapat lebih lincah dalam mengikuti perubahan yang terjadi.
3.2.3.5 Analisis dan Interpretasi Hasil EOS Mengenai Intelijen Pasar
Dimensi ini menggambarkan kemampuan organisasi dalam membaca pasar.
Kemampuan organisasi untuk membaca trend yang ada di pasar masih rendah, terlihat
dari nilai Intelijen Pasar yang rendah yaitu 2,93 (dalam skala 5). Nilai rata-rata dari
tiap komponen/pertanyaan yang diajukan dalam dimensi ini dapat dilihat dalam Tabel
3.9.
47
Tabel 3.9. Hasil Perhitungan Tiap Komponen dalam Dimensi
Market intelligence
No Item Mean
1 Konsumen adalah raja bagi organisasi kami. 3.83
2 Kecuali kamu berada di divisi pemasaran atau penjualan, dorongan untuk bertemu konsumen sangat kurang. 2.88
3 Organisasi secara rutin melakukan survey kepuasan konsumen dan menyebarkan hasilnya secara internal untuk semua pihak dalam organisasi. 2.74
4 Manajemen puncak jarang sekali mengunjungi konsumen secara langsung. 2.54
5 Sebagian besar karyawan mengetahui siapa pesaing utama dan bagaimana cara mengahadapinya. 2.66
Item dengan nilai tertinggi dari dimensi Market Intelligence adalah konsumen
dianggap raja bagi organisasi (3,83). Konsumen Politeknik Manufaktur Negeri
Bandung disini bisa berarti mahasiswa maupun kalangan industri yang menggunakan
produk yang dibuat oleh Politeknik Manufaktur Negeri Bandung. Anggapan bahwa
konsumen adalah raja membuat organisasi selalu memperhatikan kebutuhan
konsumen dan berusaha memenuhi kebutuhan tersebut.
Beberapa hal yang harus ditingkatkan dalam dimensi ini adalah dorongan terhadap
karyawan di luar divisi pemasaran dan penjualan untuk bertemu dengan konsumen
masih dinilai rendah (nilai 2,88). Seharusnya setiap komponen yang di organisasi
memahami konsep tentang kebutuhan konsumen ini. Demikian pula dengan
manajemen puncak yang jarang terlibat dengan konsumen secara langsung. Dengan
adanya pemahaman yang tinggi mengenai kebutuhan konsumen maka usaha untuk
memenuhi kebutuhan tersebut pun akan menjadi lebih comprehensive sehingga
penilaian konsumen adalah raja bisa diimplementasikan dalam bentuk pelayanan yang
optimal.
3.2.3.6 Analisis dan Interpretasi Hasil EOS Mengenai Pengambilan Risiko
Dimensi ini menggambarkan keberanian sebuah organisasi dalam mengambil risiko.
Keberanian untuk mengambil risiko sangat penting untuk dapat menangkap peluang
yang ada di pasar. Ketakutan dalam mengambil risiko akan menyebabkan organisasi
48
kehilangan peluang tersebut. Pada dimensi ini responden diminta untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan seperti yang tertera pada Tabel 3.10.
Tabel 3.10. Hasil Perhitungan Tiap Komponen dalam Dimensi
Pengambilan Risiko
No Item Mean
1 Organisasi kami bangga akan orientasi dan budaya konservatif (anti perubahan). 3.12
2 Kami berhati-hati untuk tidak membuat kesalahan. 2.11
3 Kami berani melakukan investasi bisnis baru hanya berdasarkan intuisi tanpa menggunakan analisis mendalam. 2.51
4 Orang-orang yang didalam organisasi secara umum memiliki kebebasan dan keberanian yang cukup besar untuk mencoba hal baru dan gagal. 2.60
5
Kita berbicara banyak tentang perlunya pengambilan risiko dalam organisasi, namun kenyataannya orang-orang yang berani mencoba dan gagal tidak bertahan lama di organisasi tersebut (bisa karena di hukum, di pecat, dll).
2.65
6 Kami lebih memilih untuk tumbuh berkembang secara terencana dan terkontrol. 2.08
Dimensi Pengambilan Risiko di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung menunjukkan
nilai yang rendah, yaitu 2.51. Dari pertanyaan yang diajukan seperti yang tertera pada
tabel diatas, Organisasi memilih untuk tumbuh berkembang secara terencana dan
terkontrol (nilai 2,08) dan cenderung takut untuk berinvestasi pada bisnis baru
dengan hanya mengandalkan intuisi tanpa menggunakan analisis yang mendalam
(nilai 2,51). Organisasi juga memiliki orientasi dan budaya yang konservatif, dalam
hal ini organisasi cenderung menghindari perubahan (nilai 3,12). Adanya kenyataan
bahwa banyak yang berani mencoba dan gagal tidak akan bertahan lama di organisasi
(bisa karena dihukum, dipecat, dan lain-lain) memberikan andil terhadap ketakutan
karyawan untuk berani mengambil risiko (nilai 2,65).
Risiko yang ditimbulkan karena keberanian berinvestasi pada hal-hal baru bisa
diminimalisir. Pelaksanaan managemen risiko yang baik akan mampu mengurangi
risiko tersebut.
49
3.2.3.7 Analisis dan Interpretasi Hasil EOS Mengenai Kecepatan
Dimensi ini menggambarkan kecepatan organisasi dalam menangkap dan merespon
segala sesuatu yang dapat berguna bagi kepentingan organisasi. Kecepatan merupakan
salah satu dari competitive advantage yang harus bisa dimaksimalkan oleh organisasi.
Kecepatan disini bisa berarti beberapa hal, first-to-market, cepat dalam mengambil
keputusan, cepat dalam mengalokasikan sumber daya, dan cepat dalam product
delivery. Pada dimensi ini responden diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
seperti yang tertera pada Tabel 3.11.
Tabel 3.11. Hasil Perhitungan Tiap Komponen dalam Dimensi
Kecepatan (Speed)
No Item Mean
1 Keluhan-keluhan konsumen ditangani secara cepat dan efisien. 2.95 2 Masalah-masalah yang ada tidak bisa diselesaikan secara cepat. 2.43 3 Para manajer memiliki otonomi yang besar dalam membuat keputusan. 3.49
4 Konsumen menggambarkan kita sebagai organisasi yang bergerak cepat.
2.77
Dimensi kecepatan ini memiliki nilai rata-rata yang rendah (nilai 2,91). Dari hasil
survei terlihat bahwa penanganan terhadap keluhan-keluhan konsumen belum
ditangani secara cepat dan efisien (nilai 2,95). Politeknik Manufaktur Negeri Bandung
digambarkan oleh responden sebagai sebuah institusi yang kaku, karena masalah yang
ada tidak bisa diselesikan secara cepat (nilai 2,43).
Pihak manajerial (direksi dan pejabat struktural) tetap memegang otonomi besar
dalam pembuat keputusan (nilai 3,49). Manajer disini dituntut untuk dapat
memotivasi karyawannya serta menggali ide-ide dari para karyawan untuk
menghasilkan nilai tambah bagi organisasi. Setiap rencana harus melalui rapat
koordinasi antar departemen agar setiap departemen memahami dan saling
mendukung setiap rencana yang ada, selain itu hal tersebut dapat menghindari apabila
adanya rencana yang tumpang tindih dengan departemen lain.
50
3.2.3.8 Analisis dan Interpretasi Hasil EOS Mengenai Fleksibilitas
Dimensi ini menggambarkan fleksibilitas organisasi dalam bertindak dan mengambil
keputusan. Fleksibilitas ini sangat diperlukan oleh organisasi agar dapat
mengalokasikan sumber daya yang tersedia dengan cepat untuk dapat menangkap
peluang dengan cepat. Nilai rata-rata dari tiap komponen/pertanyaan yang diajukan
dalam dimensi ini dapat dilihat pada Tabel 3.12.
Tabel 3.12. Hasil Perhitungan Tiap Komponen dalam Dimensi fleksibilitas
No Item Mean
1 Kami sangat bergantung pada team ad hoc /jangka pendek dalam menyelesaikan masalah-masalah. 3.23
2 Ketika kami melihat peluang bisnis, kami lambat dalam mengalokasikan sumber daya untuk menangkap peluang tersebut. 2.14
3 Kami sering memindahkan orang-orang ke beberapa fungsi dan departemen yang berbeda untuk meningkatkan perspektif (cara padang) yang lebih luas.
3.03
4 Orang-orang diharapkan untuk melalui tahap-tahap yang telah ditentukan dalam menyelesaikan pekerjaan. 2.08
5 Kami tidak mementingkan penggunaan status jabatan dan gelar di dalam organisasi. 3.62
Dimensi Fleksibilitas di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung menunjukkan nilai
yang kurang memuaskan, yaitu 2,82 Dari tabel terlihat bahwa responden
mengambarkan Politeknik Manufaktur Negeri Bandung sebagai sebuah institusi yang
kaku karena para karyawan Politeknik Manufaktur Negeri Bandung terlalu diharapkan
untuk melalui tahap-tahap yang telah ditentukan dalam menyelesaikan pekerjaan
(2,08). Hal ini akan berpengaruh besar terhadap kecepatan organisasi dalam
menyelesaikan sebuah pekerjaan.
Rendahnya dimensi fleksibilitas ini juga dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu:
− Kurang seringnya pembentukan team ad hoc/jangka pendek untuk menyelesaikan
masalah-masalah (3,23).. Masalah yang timbul diorganisasi pada saat ini
diselesaikan melalui jalur formal yang telah ditetapkan oleh organisasi.
Pembentukan team ad/hoc sangat diperlukan terutaman dalam hal penyelesaian
sebuah masalah yang mengharuskan penyelesaian secara cepat
51
− Ketika melihat peluang bisnis, organisasi lambat dalam mengalokasikan sumber
daya untuk menangkap peluang tersebut (2,14). Hal ini tidak lepas dari faktor
birokratisnya organisasi.
Nilai positif yang bisa diambil dari dimensi flexibility ini adalah Tidak mementingkan
penggunaan status jabatan dan gelar di dalam organisasi (3,62). Hal ini sangat baik
untuk dilakukan karena akan membuat suasana menjadi tidak terlalu formal dan akan
memperkecil kesenjangan antar karyawan. Perilaku budaya organisasi seperti ini
dapat membantu mempercepat proses pengambilan keputusan.
3.2.3.9 Analisis dan Interpretasi Hasil EOS Mengenai Fokus
Dimensi ini menggambarkan perilaku organisasi dalam hubungannya dengan fokus
mereka dalam melaksanakan kegiatan dan rencana organisasi. Kemampuan organisasi
yang terbatas mendorong organisasi untuk fokus pada peluang yang cocok dengan
kondisi organisasi. Pada dimensi ini responden diminta untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan seperti yang tertera pada Tabel 3.13.
Tabel 3.13. Hasil Perhitungan Tiap Komponen dalam Dimensi Fokus
No Item Mean
1 Kami hanya melakukan beberapa hal, tetapi kami mengerjakanya dengan baik. 3.66
2 Kita adalah organisasi yang terkotak-kotak, sangat jarang bagian yang satu tidak mengetahui apa yang dilakukan bagian yang lain. 3.18
3 Manajemen puncak memiliki visi yang sangat jelas mengenai kemana arah kita dan bagaimana mencapainya. 3.12
4 Jika kamu bertanya pada dua orang yang berbeda tentang strategi organisasi, kamu mungkin akan mendapat dua jawaban yang berbeda. 2.43
5 Kami cukup mau mengeluarkan uang, selama itu untuk hal-hal yang benar. 3.34
6 Bahkan orang-orang yang bekerja pada level terbawah tahu mengenai visi organisasi. 2.69
Dimensi fokus di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung menunjukkan nilai yang
belum memuaskan, yaitu 3,07. Hasil survei pada pertanyaan mengenai apakah
karyawan diharapkan untuk hanya melakukan beberapa hal tapi dituntut untuk
mengerjakannya dengan baik, menunjukkan bahwa organisasi telah cukup fokus (nilai
52
3,66). Organisasi juga bersedia mendanai peluang yang dirasa meningkatkan value
bagi organisasi dan sesuai dengan lingkup bisnis organisasi (nilai 3,34). Responden
masih menilai Politeknik Manufaktur Negeri Bandung sebagai organisasi yang
terkotak-kotak, bagian/divisi yang satu jarang mengetahui apa yang dilakukan
bagian/divisi lain (nilai 3,18).
Responden menilai managemen belum cukup memiliki visi yang jelas mengenai
kemana arah tujuan organisasi dan bagaimana mencapainya (nilai 3,12). Pada item
pertanyaan nomor 4 (empat) dapat dilihat bahwa karyawan masih memiliki persepsi
yang berbeda mengenai visi dan strategi organisasi (nilai 2,43), menunjukkan bahwa
orang-orang yang bekerja pada level terbawah kurang paham mengenai visi
organisasi. Hal ini disebabkan kurangnya komunikasi dari manajemen puncak kepada
para karyawan di level bawah tentang strategi organisasi menyebabkan karyawan
tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai fokus organisasi. Responden juga
menilai visi dan strategi organisasi belum bisa dikomunikasikan dengan baik oleh
pihak managemen ke level-level dibawahnya (nilai 2,69).
3.2.3.10 Analisis dan Interpretasi Hasil EOS Mengenai Orientasi Masa Depan
Dimensi ini menggambarkan perilaku organisasi dalam memandang masa depan
organisasi berkaitan dengan perilaku entreprenurial. Responden diminta untuk menilai
organisasi mengenai orientasi Masa Depan dengan menggunakan lima pertanyaan
seperti pada Tabel 3.14. Tabel 3.14. Hasil Perhitungan Tiap Komponen dalam
Dimensi Orientasi pada Masa Depan
No Item Mean
1 Kami sadar bahwa organisasi kami adalah organisasi yang terdepan/terbaik dibidangnya. 3.68
2 Kami tidak banyak berinvestasi di R&D. 2.51
3 Organisasi kami senang menciptakan pasar yang benar-benar baru berdasarkan produk-produk yang sangat inovatif, dimana konsumen sendiri belum tahu kalau mereka membutuhkannya.
2.35
4 Kami cenderung lebih sebagai pengikut/ follower daripada pemimpin dalam pengembangan produk baru. 2.69
5 Secara umum, para karyawan tidak diberikan penghargaan dalam bereksperimen mencoba hal-hal baru. 2.26
53
Nilai orientasi ke masa depan pada Politeknik Manufaktur Negeri Bandung masih
tergolong rendah ditunjukkan dengan nilai EOS 2,70 (dalam skala 5). Hasil survei
menunjukkan bahwa responden memposisikan organisasi sebagai organisasi yang
terdepan/terbaik dibidangnya (nilai 3,68). Hal ini ditunjang dengan kenyataan bahwa
Jumlah permintaan lulusan Politeknik Manufaktur Negeri Bandung oleh industri tiap
tahun terus mengalami peningkatan, hal tersebut dapat dilihat dari hasil pengamatan
dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2003, permintaan industri terhadap lulusan
Politeknik Manufaktur Negeri Bandung rata-rata mencapai 150% dan prosentase
tertinggi dicapai pada tahun 2003 sebesar 243%. Investasi untuk R&D di Politeknik
Manufaktur Negeri Bandung masih tergolong rendah (nilai 2,51). Hal ini bisa
dimaklumi mengingat Politeknik Manufaktur Negeri Bandung hanya membuat
produk sesuai dengan pesanan konsumen (industri maupun perorangan).
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah rendahnya penghargaan yang diberikan ke
karyawan untuk bereksperimen mencoba hal-hal baru (nilai 2,26). Kecilnya
penghargaan terhadap karyawan yang inovatif dan kreatif menyebabkan karyawan
tidak termotivasi untuk memiliki orientasi ke masa depan.
3.2.3.11 Analisis dan Interpretasi Hasil EOS Mengenai Orientasi Individu
Dimensi ini secara umum menggambarkan bagaimana nilai-nilai entrepreneurship
diterapkan oleh para karyawan di dalam organisasi. Karyawan yang memiliki sifat-
sifat entrepreneurial akan dengan mudah menangkap peluang di pasar dan
mengeluarkan ide-ide yang inovatif untuk mengubah peluang tersebut menjadi
kesuksesan bagi organisasi. Responden diminta untuk menilai organisasi mengenai
Orientasi Individu dengan menggunakan sembilan pertanyaan seperti pada Tabel 3.15.
Tabel 3.15. Hasil Perhitungan Tiap Komponen dalam Dimensi Orientasi Individu
No Item Mean
1 Saya sering berangan-angan menciptakan dan menjalankan bisnis sendiri. 4.02
2 Saya tidak menilai diri saya sebagai pemberontak (suka mempertanyakan hal-hal yang tidak benar). 2.25
3 Jalan tercepat untuk mencapai puncak adalah dengan melakukan pekerjaan anda sebaik-baiknya sesuai deskripsi pekerjaan yang telah ditentukan.
2.00
54
Tabel 3.15. Hasil Perhitungan Tiap Komponen dalam Dimensi Orientasi Individu (lanjutan)
No Item Mean 4 Saya sering berkhayal/melamun ditempat kerja. 1.83 5 Saya suka mempertanyakan dan berusaha merubah status quo. 3.26 6 Saya tidak menyukai orang yang suka melanggar aturan. 1.91
7 sangat penting bagi saya untuk mendapatkan gaji yang adil dan pasti.
1.32
8 Saya rela menukar gaji saya sekarang dengan gaji yang lebih rendah dan kepemilikan saham pada suatu organisasi baru, yang berisiko sekalipun. 2.82
9 Saya lebih nyaman dalam suatu lingkungan yang relative lebih terstruktur/teratur. 1.80
Dimensi Orientasi Individu di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung menunjukkan
nilai terendah di antara dimensi-dimensi lainnya, dengan nilai 2,36. Dari item
pertanyaan nomor 1 (satu) dengan nilai 4,02 terlihat bahwa responden memiliki
potensi sifat entrepreneurial yang dapat membawa organisasi kepada perkembangan
dan kemajuan di masa depan. Tetapi sifat entrepreneurial ini tidak dituangkan ke
Politeknik Manufaktur Negeri Bandung secara organisasi. Hal tersebut didukung oleh
data-data sebagai berikut:
a. Karyawan hanya berusaha mengikuti saja peraturan yang berlaku di
organisasi/jarang mempertanyakan dan berusaha mengubah status quo
(nilai 3,26)
b. Karyawan dalam melakukan pekerjaannya hanya berpatokan pada
pedoman yang sudah disusun (nilai 2,00)
c. Lebih memilih penilaian standar gaji yang pasti-pasti saja, sehingga tidak
berkeinginan untuk menambah performa/ ide-ide kerja baru (nilai 1,32)
d. Karyawan merasa nyaman dengan lingkungan organisasi yang terstruktur
seperti yang terdapat di Politeknik manufaktur negeri bandung (nilai 1,80)
Untuk itu ini pihak manajemen perlu mendorong, memotivasi dan menciptakan
lingkungan intrapreneur di tempat kerja.
3.2.3.12 Analisis dan Interpretasi Hasil EOS Mengenai Kondisi Organisasi
Dimensi ini merupakan informasi tambahan untuk melihat gambaran bagaimana
responden melihat kondisi organisasinya dilihat dari sisi kinerja organisasi,
pemberdayaan sumber daya manusia, inovasi, dan penggajian karyawan. Pada
55
dimensi ini responden diminta menggambarkan perasaannya dengan menggunakan 4
(empat) buah pertanyaan, yaitu kinerja organisasi dibanding kompetitor,
pemberdayaan SDM, dalam hal inovasi, dan dalam hal penggajian. Analisis terhadap
keempat pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:
- Dari 65 responden, komposisi jawaban mengenai kinerja organisasi dapat dilihat
pada Gambar 3.7.
Kinerja Perusahaan Dibanding Kompetitor
14%
43%
26%
14%3%
Sangat baikDi atas rata-rataRata-rataDi bawah rata-rataSangat buruk
Gambar 3.7. Komposisi Jawaban Dalam Hal Kinerja Organisasi
Dengan menggunakan skala Likert lima poin (1 = sangat buruk, 2 = di bawah rata-
rata, 3 = rata-rata, 4 = di atas rata-rata, dan 5 = sangat baik), maka konversi ke
dalam rentang persepsinya adalah seperti pada Tabel 3.16.
Tabel 3.16. Rentang Persepsi Kinerja Organisasi
Persepsi Rentang
Sangat buruk 1.0 - 1.8
Di bawah rata-rata 1.8 - 2.6
Rata-rata 2.6 - 3.4
Di atas rata-rata 3.4 - 4.2
Sangat baik 4.2 - 5.0
Jika dirata-ratakan, diperoleh nilai 3,51 (di atas rata-rata), hal ini menandakan
bahwa responden menilai Politeknik Manufaktur Negeri Bandung kinerja
organisasinya berada diatas rata-rata jika dibandingkan dengan kompetitornya.
Untuk lebih meningkatkan kinerja organisasi, sebaiknya Politeknik Manufaktur
56
Negeri Bandung memperbaiki hal-hal yang masih bernilai rendah pada dimensi
EOS seperti yang telah diuraikan diatas.
- Komposisi jawaban mengenai pemberdayaan SDM dapat dilihat pada Gambar 3.8.
Pemberdayaan SDM
11%
18%18%
44%
9%
Sangat baikDi atas rata-rataRata-rataDi bawah rata-rataSangat buruk
Gambar 3.8. Komposisi Jawaban Dalam Hal Pemberdayaan SDM
Dengan skala Likert dan rentang persepsi seperti pada pertanyaan tentang kinerja
organisasi di atas, dalam hal pemberdayaan SDM Politeknik Manufaktur Negeri
Bandung dinilai 3,03 (rata-rata) oleh para karyawannya. Keberhasilan organisasi
pada dasarnya terletak pada SDM yang mampu menghasilkan produk dan jasa
yang sesuai dengan keinginan konsumen. Pemberdayaan SDM secara optimal
akan meningkatkan daya saing dan kemampuan organisasi.
- Komposisi jawaban responden mengenai organisasi dalam hal Inovasi dapat
dilihat pada Gambar 3.9.
Dalam Hal Inovasi
5%
26%
31%
29%
9%Sangat sukabereksperimenSuka bereksperimen
Rata-rata
Tidak sukabereksperimenSangat konservatif
Gambar 3.9. Komposisi Jawaban Dalam Hal Inovasi
57
Dengan menggunakan skala Likert lima poin, maka dalam hal Inovasi, Politeknik
Manufaktur Negeri Bandung dinilai nilai 2,94 (rata-rata) oleh para karyawannya.
Politeknik Manufaktur Negeri Bandung merupakan organisasi pendidikan yang
juga melakukan produksi peralatan-peralatan skala kecil maupun besar untuk
keperluan konsumen (individu maupun industri). Kemampuan organisasi harus
lebih ditingkatkan lagi dalam hal berinovasi untuk menangkap peluang dan
mengeluarkan ide-ide yang inovatif sehingga dapat mengubah peluang tersebut
menjadi kesuksesan bagi organisasi. Ketidakmampuan suatu organisasi untuk
menyediakan produk atau jasa yang diinginkan oleh konsumen akan
mengakibatkan organisasi kekurangan penunjang bagi pertumbuhan yang
menguntungkan.
- Komposisi jawaban responden mengenai organisasi dalam hal penggajian dapat
dilihat pada Gambar 3.10.
Dalam Hal Penggajian
51%
29%
20%0% Memberikan gaji sesuai
kinerjanyaHampir sama dengankompetitor/pesaingDi bawahkompetitor/pesaingBuruk dibandingkankompetitor/pesaing
Gambar 3.10. Komposisi Jawaban Dalam Hal Penggajian
Dengan menggunakan skala Likert lima poin, maka dalam hal penggajian,
Politeknik Manufaktur Negeri Bandung dinilai nilai 3,60 (diatas rata-rata) oleh
para karyawannya. Sebanyak 66% responden menilai bahwa organisasi
memberikan gaji sesuai dengan kinerja. Sistem penggajian akan berpengaruh
langsung terhadap kinerja karyawan. Memberikan gaji sesuai dengan kinerja, akan
mendorong dan meningkatkan motivasi karyawan untuk bekerja lebih baik.
Walau Politeknik Manufaktur Negeri Bandung dinilai telah menggaji sesuai
dengan kinerja oleh sebagian besar karyawan, pada kenyataannya dari dimensi
58
Masa Depan, terlihat bahwa secara umum para karyawan tidak diberikan
penghargaan dalam bereksperimen mencoba hal-hal baru. Pendekatan lain yang
bisa dilakukan dalam sistem penggajian dan reward ini adalah sistem
penggajian/pemberian bonus dan promosi bagi para pelaku corporate
entrepreneur/intapreneur. Hal ini penting karena kegiatan intrapreneurship
memakan waktu yang sangat lama dan melibatkan faktor risiko yang cukup besar.
3.2.3.13 Analisis dan Interpretasi Hasil EOS Dimensi “Tentang Saya”
Dimensi ini memberi gambaran secara umum mengenai pribadi para karyawan dalam
hubungannya dengan sifat-sifat intrapreneurship. Responden diminta untuk menilai
diri mereka sendiri dalam hubungannya dengan sifat-sifat intrapreneurship dengan
menggunakan sepuluh pertanyaan seperti pada Tabel 3.17.
Tabel 3.17. Hasil Perhitungan Tiap Komponen dalam Dimensi Tentang Saya
No Item Mean
1 Saya lebih bangga terhadap keberhasilan dari keahlian teknis saya dibandingkan dengan kemampan saya dalam memimpin 3.31
2 Saya lebih memilih menjalankan organisasi yang sudah terorganisasi dan terintegrasi dengan baik dibandingkan dengan organisasi belum mapan dan tidak terorganisasi
3.42
3 Sebagian besar orang di organisasi kami menggambarkan saya sebagai orang yang maverick (pemberani dan independent) 3.34
4 Saya bangga terhadap diri saya sebagai orang yang mengerti politik di dalam organisasi 2.86
5 Rekan saya menggambarkan saya sebagai orang kreatif yang suka kerja sendiri 3.12
6 Saya yakin entrepreneur itu dilahirkan bukan diciptakan 3.03
7 Saya yakin entrepreneur dapat belajar beberapa hal namun harus memiliki banyak kualifikasi/ karakter lain yang tepat 4.05
8 Saya yakin entrepreneur sukses adalah hasil dari karakter personal dan pembelajaran 4.35
9 Saya yakin entrepreneur bisa belajar banyak bagaimana menjadi seorang entrepreneur 4.31
10 sebagian besar entrepreneur adalah hasil dari pembelajaran dan pengalaman bukan dari karakter personal 3.72
Nilai dimensi tentang saya pada Politeknik Manufaktur Negeri Bandung memiliki
nilai yang tinggi, ditunjukkan dengan nilai EOS 3,35 (dalam skala 5). Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam dimensi ini adalah:
59
- Responden menilai diri mereka sebagai orang yang kurang kreatif dan kurang
mandiri (nilai 3,12). Hal ini dapat ditimbulkan dari beberapa hal:
♦ Berdasar pada analisa sebelumnya pada dimensi risiko, para karyawan
cenderung sangat berhati-hati untuk tidak berbuat salah.
♦ Lingkungan kerja yang relatif sangat terstruktur/teratur dan terlalu birokratis
sehingga dapat menghambat kreativitas karyawan.
♦ Kurangnya dukungan dan pemberian penghargaan terhadap karyawan dalam
hal pengembangan ide-ide baru.
- Rendahnya kebanggaan para karyawan terhadap dirinya sebagai orang yang
mengerti politik di dalam organisasi (nilai 2,86). Seorang intrapreneur harus
membekali dirinya dengan pengetahuan yang cukup tentang kondisi politik yang
ada di organisasi. Hal ini perlu untuk mencari cara yang paling indah untuk
menghindari birokrasi yang berbelit-belit.
- Para karyawan tidak merasa dirinya sebagai orang yang maverick (pemberani dan
independent (nilai 3,34). Sifat ini sangat diperlukan oleh seorang intrapreneur,
misalnya saja dalam hal keberanian mengambil risiko.
- Modal dasar untuk membangun budaya entrepreneurship di Politeknik
Manufaktur Negeri Bandung telah cukup baik. Hal ini bisa dilihat pada pertanyaan
entrepreneur sukses adalah hasil dari karakter personal dan pembelajaran
(nilai 4,35). Dengan pendekatan yang tepat dalam hal meningkatkan semangat
intrapreneurship, organisasi dapat menghidupkan jiwa kewirausahaan pada
karyawannya.
3.2.4 Analisis dan Interpretasi Hasil ELQ (Entrepreneurial Leadership
Questionnaire)
Survey ini digunakan untuk menilai para manajer dan top management di Politeknik
Manufaktur Negeri Bandung. Dalam survei ini responden diminta untuk menilai
seberapa penting perilaku atau peran seorang manajer dan seberapa sering manajer
melaksanakan perilaku tersebut
Survei ini dapat digunakan untuk mengukur kesenjangan antara perilaku yang
dianggap penting (importat, diwakili oleh huruf “I”) dengan seberapa sering perilaku
tersebut (frekuensi, di wakili oleh huruf “F”) dilakukan oleh managemen. Nilai “I”
60
harus menjadi acuan bagi pihak managemen untuk memperbaiki diri dalam hal
entrepreneurial leadership.
ELQ merupakan instrumen yang digunakan untuk menilai top managemen
berdasarkan sifat-sifat dan cara-cara kepemimpinannya. Neal Thornberry
menggolongkannya menjadi empat tipe, yaitu Miners, Explorers, Accelerators dan
Integrators. Selain itu dalam ELQ akan dinilai juga dimensi lain yaitu General
Entrepreneurial Leadership (GEL) yang akan menilai entrepreneurial leader secara
umum dimana dalam dimensi ini akan dipelajari sifat-sifat kepemimpinan yang
mencakup keempat tipe pemimpin. Klasifikasi pengukuran variable ELQ dapat
dilihat pada Tabel 3.18.
Tabel 3.18. Klasifikasi Pengukuran Variabel ELQ
Nilai GEL Explorers Miners Accelerators Integrators
High 34-45 34-45 26-35 38-50 53-70
Medium 23-33 23-33 18-25 27-37 36-52
Low 9-22 9-22 7-17 10-26 14-35
Hasil ELQ yang dilakukan di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung dapat dilihat
pada Tabel 3.19 dan Gambar 3.10.
Tabel 3.19. Hasil Perhitungan ELQ
TIPE NILAI SKALA SELISIH I 32.44 M
GEL F 24.70 M
7.74
Explorers I 38.45 H F 27.98 M
10.47
Miners I 30.24 H F 22.63 M
7.61
I 43.09 H Accelerators
F 32.52 M 10.57
I 58.11 H Integrators
F 37.38 M 20.73
Keterangan: I : Importance F : Frekuensi M: Medium H: High
61
32.4438.45
30.2443.09
58.11 24.7027.98
22.6332.52
37.38
45
45
3550
70
0.00
80.00GEL
Explorer
MinerAccelerator
Integrator
ImportanceFrequencyMaximum Value
Gambar 3.10. Karakteristik Kepemimpinan Politeknik Manufaktur Negeri Bandung
Dari hasil pengolahan data, dapat dilihat bahwa penilaian terhadap General
Entrepreneurial Leadership (GEL) menunjukkan nilai yang diharapkan dan nilai
yang sesungguhnya memiliki skala yang sama yaitu skala Medium. Analisa lebih
lanjut menunjukan bahwa terdapat selisih nilai pada GEL sebesar 7,74 dimana nilai
“I” lebih tinggi dari nilai “F”. Walaupun perbedaannya kecil namun hal ini harus tetap
diperhatikan. Nilai ”I” yang lebih tinggi menunjukan bahwa top managemen jarang
mempraktekan sifat-sifat yang dinilai dalam dimensi ini meskipun karyawan menilai
sifat-sifat manajerial tersebut penting.
Sedangkan pada tipe leadership lain (explorers, miner, accelerators, integrators)
menunjukan perbedaan skala pada nilai yang diharapkan dengan nilai yang
sesungguhnya. Selisih/ perbedaan yang ada menunjukan angka yang cukup signifikan.
dimana nilai “I” (important) menunjukkan skala high dan nilai “F” (frekuensi)
menunjukkan skala medium. Dari ketiga tipe diatas kesenjangan yang terjadi pada tipe
explorerss sebesar 10,74, miner sebesar 7,61, acceleratorss 10,57, dan pada
integratorss 20,73. Kesenjangan ini disebabkan karyawan menilai sifat-sifat
manajerial tersebut penting tetapi manajer jarang mempraktekan hal tersebut.
62
3.2.4.1 Analisis dan Interpretasi Hasil Tipe Integrators
Tipe integrators biasanya dalam struktur organisasi organisasi berada ditingkat senior
level management. Kesenjangan paling tinggi terlihat pada tipe ini yaitu sebesar 20,73
(F/I=64,33%) Integrators dapat menciptakan strategi yang bersifat entrepreneurial
serta membangun sumber daya manusia, struktur, proses dan budaya yang menunjang
strategi tersebut. Selain itu disebutkan bahwa tipe ini akan mendorong komunikasi
yang terbuka antar departemen dan juga secara aktif memberikan informasi mengenai
trend dunia pendidikan dan strategi pesaing.Tipe integrators ini diperlukan oleh
Politeknik Manufaktur Negeri Bandung untuk mendorong perilaku entrepreneurial,
dengan berbagai pendekatan dan melihat dimensi-dimensi yang masih memiliki nilai
rendah pada hasil survei EOS, seperti : menumbuhkan budaya yang inovatif,
mendorong komunikasi yang terbuka antar departemen dan juga secara aktif
melakukan intelijen pasar.
Pengukuran tipe integrators dilakukan melalui 14 pertanyaan. Kesenjangan tiap
pertanyaan yang digunakan untuk mengukur tipe integrators dapat dilihat pada Tabel
3.20. Tabel 3.20. Kesenjangan pada Tipe Integrators
No Pertanyaan selisih
13 Mengkomunikasikan kondisi organisasi yang lebih baik di masa datang, jika harus melakukan perubahan 1.20
28 Mendukung karyawan tipe 'pemberontak' yang mungkin berpikir dan bertindak berbeda dari mayoritas karyawan 0.48
33 Mendorong organisasi untuk menjadi lebih fleksibel sehingga cepat bereaksi ketika muncul peluang bisnis 1.34
35 Memanfaatkan setiap hubungan dengan orang- orang dalam organisasi yang dapat membantu apabila diperlukan 0.95
40 Berusaha sekuat tenaga untuk membangun budaya yang inovatif dalam organisasi 1.56 41 Mendorong perilaku kewirausahaan/ entrepreneurial dan pengambilan risiko 1.59
42 Bereaksi cepat untuk menghilangkan hambatan organisasi yang dapat mengganggu jalannya bisnis 1.57
43 Mendorong komunikasi yang terbuka dan berbagi ide antar unit fungsi 1.84 44 Memberi informasi terbaru tentang trend industri dan strategi pesaing 1.80 45 Secara aktif mendorong saran perbaikan bisnis dari seluruh komponen organisasi 1.70 46 Melakukan tindakan nyata untuk meng-implementasikan berbagai saran perbaikan 1.83
47 Membuat organisasi selalu fokus dalam bisnis utamanya namun juga mendukung inisiatif bisnis baru 1.56
48 Menyisihkan uang di luar anggaran rutin untuk membiayai dan mendukung ide- ide inovatif 1.72 49 Mendukung para karyawan untuk mempertanyakan lagi keputusan yang sudah diambil 1.59
63
Dari hasil survei diatas, dapat dilihat bahwa hal yang mendesak untuk segera di
perbaiki adalah dalam hal kemampuan jajaran managemen untuk mendorong
komunikasi yang terbuka dan berbagi ide antar unit fungsi (selisih 1,84). Hal ini
diperkuat dengan analisis EOS menyatakan bahwa kondisi organisasi:
- Pada dimensi cross functionality, yang menyatakan bahwa kurangnya
penghargaan dari jajaran managemen terhadap kerjasama antat unit fungsi.
- Pada dimensi fokus, terlihat kurangnya kemampuan jajaran managemen untuk
bisa mengkomunikasikan visi/strategi organisasi ke level-level yang ada di bawah
3.2.4.2 Analisis dan Interpretasi Hasil Tipe Accelerators
Tipe pemimpin yang bersifat accelerators umumnya memimpin suatu unit, divisi
atau anak buah organisasi. Pemimpin tipe ini akan memotivasi karyawannya untuk
lebih inovatif dan berlaku entrepreneurial. Pemimpin tipe ini sering disebut sebagai
Enterprise Focused Entrepreneurial Leaders. Biasanya tipe ini akan mendukung
karyawannya dalam mengambil risiko dan merealisasikan ide-ide mereka apabila ide
tersebut dirasa akan memberi nilai tambah pada organisasi. Mereka menganggap
kesalahan yang dilakukan karyawan dalam mengimplementasikan ide mereka
merupakan proses dari sebuah pembelajaran. Kesenjangan pada tipe pemimpin ini
sebesar 10,57 (F/I=75,47%). Pengukuran tipe accelerators dilakukan melalui 10
pertanyaan. Kesenjangan tiap pertanyaan yang digunakan untuk mengukur tipe ini
dapat dilihat pada Tabel 3.21.
Tabel 3.21. Kesenjangan pada Tipe Accelerators
No Pertanyaan selisih
4 Mengajak berpikir untuk menemukan cara baru dan lebih baik dalam melaksanakan pekerjaan 1.28
11 Mendukung saran- saran dari bawahan demi perbaikan organisasi 1.20 14 Mendukung bawahan untuk mempertanyakan status quo 0.76 17 Mendorong bawahan untuk melakukan inovasi dalam melaksanakan pekerjaan 1.05 20 Menunjukkan antusiasme apabila bawahan mempelajari keterampilan baru 0.75 21 Cepat mengambil tindakan lain ketika hasil yang ditetapkan dirasa tidak akan tercapai 1.18 22 Mendukung karyawan merealisasikan inisiatif untuk ide mereka 1.13 23 Memotivasi karyawan berpikir untuk menemukan cara- cara dalam bekerja 1.07
24 Menyediakan waktu untuk membantu karyawan menemukan cara memperbaiki produk dan jasa 0.95
25 Menciptakan suasana yang mendukung perbaikan berkesinambungan 1.22
64
Hasil survei menunjukkan bahwa pihak manajemen di Politeknik Manufaktur Negeri
Bandung kurang memotivasi karyawan utuk sama-sama berfikir menemukan cara
baru dan lebih baik dalam melaksanakan pekerjaan.
Hal ini diperkuat dengan analisis EOS menyatakan bahwa kondisi organisasi pada
dimensi dukungan terhadap ide-ide baru yang menyatakan bahwa managemen
memberikan dukungan yang cukup baik pada karyawan untuk memikirkan cara-cara
baru dan berbeda dalam mengerjakan sesuatu, tetapi dukungan ini tidak disertai
dengan sarana sumbang saran yang berhasil dalam menampung ide-ide baru. Kondisi
yang kontradiktif ini pada akhirnya akan membuat karyawan enggan untuk
memikirkan cara baru yang lebih efektif dalam mengerjakan suatu pekerjaan.
3.2.4.3 Analisis dan Interpretasi Hasil ELQ mengenai Tipe Explorers
Tipe explorers terlibat langsung dengan value-creating activity yang bertujuan untuk
mengembangkan pasar baru, produk dan servis baru atau keduanya. Tipe explorers ini
pada umumnya sangat jeli dalam melihat peluang pasar dan berani mengambil risiko
bahkan jalan pintas apabila dirasa perlu dalam menangkap peluang pasar dan
mengeluarkan ide-ide yang inovatif untuk mengubah peluang tersebut menjadi
kesuksesan bagi organisasi.
Tipe pemimpin yang bersifat explorers biasanya akan memiliki titik fokus dalam
efisiensi di organisasi. Tipe pemimpin ini dibutuhkan karena mereka dapat melihat
bagaimana aset dalam organisasi dapat dimaksimasi penggunaanya sehingga sering
disebut sebagai Operationally Focused Entrepreneurial Leaders.
Pengukuran tipe Explorers dilakukan melalui 9 pertanyaan. Kesenjangan tiap
pertanyaan yang digunakan untuk mengukur tipe ini dapat dilihat pada Tabel 3.22.
65
Tabel 3.22. Kesenjangan pada Tipe Explorers
No Pertanyaan Selisih
1 Meluangkan waktu untuk mengembangkan bisnis baru 1.32
2 Memperhatikan kelemahan pesaing dan mencari cara untuk memanfaatkan kelemahan mereka
1.49
3 Mendengarkan dan melakukan tindakan atas keluhan konsumen 1.09
8 Bersemangat untuk mencari cara- cara baru dalam mengembangkan bisnis 0.89
9 Memotivasi bawahan untuk berpikir cara- cara inovatif dalam mengalahkan pesaing 1.17
10 Secara efektif meyakinkan atasan tentang ide- ide bisnis baru 1.07
16 Menyampaikan kepada bawahan dimana posisi organisasi terhadap pesaing 1.19
18 Secara aktif mencari peluang- peluang bisnis baru 1.02
19 Memastikan bahwa kita memiliki tim yang tepat untuk memanfaatkan peluang bisnis baru 1.24
Kesenjangan pada tipe pemimpin ini sebesar 10,47 (F/I=72,76%). Hasil survei
menunjukkan bahwa pihak manajemen di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung
kurang bisa memperhatikan kelemahan pesaing dan memanfaatkan kelemahan
tersebut.Hal ini diperkuat dengan analisis EOS pada dimensi Intelijen Pasar yang
menyatakan bahwa kurangnya pengetahuan para karyawan tentang siapa pesaing
utama dan bagaimana cara organisasi bersama-sama mengahadapinya. Dalam era
globalisasi di mana persaingan semakin ketat, termasuk di dunia pendidikan, sudah
seharusnya Politeknik Manufaktur Negeri Bandung memiliki pemimpin tipe explorers
yang jeli melihat peluang yang ada di pasar agar dapat memenangkan persaingan.
3.2.4.4 Analisis dan Interpretasi Hasil ELQ mengenai General Entrepreneurial
Leadership (GEL)
Hasil survei menunjukkan penilaian terhadap General Entrepreneurial Leadership
(GEL) memiliki skala yang sama (medium) pada nilai yang diharapkan dan nilai yang
sesungguhnya. Meskipun responden menilai bahwa pemimpin telah melakukan sifat-
sifat intrepreneurial sesuai dengan yang diharapkan, apabila diadakan analisa lebih
lanjut ternyata terdapat kesenjangan nilai sebesar 7,74 (F/I=76,15%). Kesenjangan
tiap pertanyaan yang digunakan untuk mengukur tipe ini dapat dilihat pada Tabel
3.23.
66
Tabel 3.23. Kesenjangan pada Tipe GEL
No Pertanyaan Selisih
5 Mendukung untuk tidak mengikuti peraturan organisasi bila dianggap peraturan tersebut menghambat pencapaian tujuan bisnis 0.49
12 Menyelesaikan tugas dengan baik walau harus menyimpang dari sistem yang berlaku 0.63
26 Dengan yakin tetap melaksanakan cara baru yang menjanjikan, meskipun orang lain mungkin tidak akan melaksanakannya
0.99
27 Menciptakan lingkungan yang mendukung pengambilan risiko 1.14
29 Mendorong karyawan untuk ’mengakali’ birokrasi organisasi 0.11
30 Secara cepat menggunakan pendekatan berbeda untuk mengatsai hambatan ketika pendekatan lama yang digunakan tidak menunjukkan hasil 1.05
32 Menunjukkan sifat- sifat kewirausahaan/ entrepreneurial dalam pekerjaan 1.14
34 Secara aktif memerangi birokrasi yang berlebihan dalam organisasi 0.92
38 Memiliki kemauan untuk mendengarkan saran dari orang lain mengenai bagaimana suatu hal dapat dikerjakan dengan cara berbeda 1.26
Hasil survei menunjukkan bahwa pihak manajemen di Politeknik Manufaktur Negeri
Bandung lebih bersikap tertutup sehingga kurang memiliki keinginan untuk
mendengarkan saran dari orang lain mengenai bagaimana suatu hal dapat dikerjakan
dengan cara berbeda. Hal ini didukung oleh hasil survei pemimpin tipe accelerators
yang menyatakan bahwa jajaran managemen di Politeknik Manufaktur Negeri
Bandung kurang memotivasi karyawan utuk sama-sama berfikir menemukan cara
baru dan lebih baik dalam melaksanakan pekerjaan.
3.2.4.5 Analisis dan Interpretasi Hasil ELQ mengenai Tipe Miners
Tipe miners merupakan tipikal pemimpin yang melihat peluang dengan cara melihat
value chain yang ada. Hal ini bisa dilakukan dengan cara merampingkan proses atau
memperbaiki penggunaan aset yang ada sehingga dapat meningkatkan daya saing.
Kesenjangan pada tipe pemimpin ini sebesar 10,47 (F/I=74,83%). Pengukuran tipe
miners dilakukan melalui 7 pertanyaan. Kesenjangan tiap pertanyaan yang digunakan
untuk mengukur tipe ini dapat dilihat pada Tabel 3.24.
67
Tabel 3.24. Kesenjangan pada Tipe Miners
No Pertanyaan Selisih
6 Secara positif berkomunikasi dengan atasan menyangkut hal- hal yang bisa dilakukan dengan lebih baik 0.95
7 Mencari cara- cara kreatif dalam mengatur dan menggunakan aset dan sumber daya organisasi
1.24
15 Memastikan bahwa kepentingan konsumen diperhatikan ketika kita membuat perubahan dalam organisasi 1.03
31 Mengajak bawahan untuk secara kreatif menemukan cara menghasilkan lebih dengan ongkos rendah 0.97
36 Menganalisis sumber daya, proses, dan aliran kerja untuk hasil yang lebih baik bagi organisasi dan konsumen
1.32
37 Mengharapkan bawahan untuk secara konstruktif mengidentifikasi dan memecahkan masalah- masalah lintas organisasi
1.04
39 Mendukung bawahan dalam mengusahakan perubahan demi perbaikan kerja 1.06
Hal yang paling perlu untuk mendapat perhatian untuk diperbaiki adalah dalam hal
kemampuan jajaran managemen untuk menganalisis sumber daya, proses, dan aliran
kerja untuk hasil yang lebih baik bagi organisasi dan konsumen. Hal ini diperkuat
dengan analisis EOS pada dimensi dukungan untuk ide-ide baru yang menyatakan
bahwa organisasi dinilai terlalu segan untuk mempertanyakan/mengubah cara-cara
lama yang sudah ada di dalam organisasi dalam menghadapi sesuatu.