BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan...

45
58 BAB III AL-GAZALI DAN JIHAD Al-Gazali memang telah memilih tasawwuf sebagai jalan hidupnya. Keputusan tersebut diambil setelah melalui jalan panjang. Dia belajar fikih hingga terkenal sebagai seorang ahli fikih. Dia belajar teologi hingga dikenal sebagai seorang teolog terkemuka dari lingkungan Asy’ari. Dia juga memperdalam filsafat hingga karya-karyanya terasa dengan penjelasan-penjelasan yang filosofis. Semua itu tidak memuaskan batinnya hingga ahirnya berlabuh pada tasawwuf. Pilihannya pada tasawwuf bukan sesuatau yang lahir dari ruang hampa. Ada banyak factor yang membuatnya memilih tasawwuf. Perjalanan hidupnya, situasi politik yang melingkupinya serta ilmu yang telah dipelajarinya memilki kontribusi terhadap keputusannya memilih tasawwuf. Dalam bab ini akan diuraikan sejarah hidup, situasi social politik dan pandangan jihad fikih maupun tasawwuf al-Gazali. A. Sejarah hidup dan karyanya Tokoh Islam yang satu ini memang dikenal sebagai inteletual muslim hebat. Karya-karyanya banyak dikaji oleh orang-orang setelahnya , bahkan oleh orang non muslim hingga saat ini. Sejarah hidupnya dipenuhi dengan cerita panjang perjalanan intelektul hingga hampir-hampir tidak dapat ditemukan sejarah kehidupan domestiknya. Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Thusi, Abu Hamid al-Gazali. Namanya mirip dengan nama pamannya yaitu Ahmad bin Muhammad al-Syaikh

Transcript of BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan...

Page 1: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

58

BAB III AL-GAZALI DAN JIHAD

Al-Gazali memang telah memilih tasawwuf sebagai jalan hidupnya.

Keputusan tersebut diambil setelah melalui jalan panjang. Dia belajar fikih hingga

terkenal sebagai seorang ahli fikih. Dia belajar teologi hingga dikenal sebagai seorang

teolog terkemuka dari lingkungan Asy’ari. Dia juga memperdalam filsafat hingga

karya-karyanya terasa dengan penjelasan-penjelasan yang filosofis. Semua itu tidak

memuaskan batinnya hingga ahirnya berlabuh pada tasawwuf.

Pilihannya pada tasawwuf bukan sesuatau yang lahir dari ruang hampa. Ada

banyak factor yang membuatnya memilih tasawwuf. Perjalanan hidupnya, situasi

politik yang melingkupinya serta ilmu yang telah dipelajarinya memilki kontribusi

terhadap keputusannya memilih tasawwuf. Dalam bab ini akan diuraikan sejarah

hidup, situasi social politik dan pandangan jihad fikih maupun tasawwuf al-Gazali.

A. Sejarah hidup dan karyanya

Tokoh Islam yang satu ini memang dikenal sebagai inteletual muslim

hebat. Karya-karyanya banyak dikaji oleh orang-orang setelahnya , bahkan oleh

orang non muslim hingga saat ini. Sejarah hidupnya dipenuhi dengan cerita

panjang perjalanan intelektul hingga hampir-hampir tidak dapat ditemukan

sejarah kehidupan domestiknya. Nama lengkapnya adalah Muhammad bin

Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Thusi, Abu Hamid al-Gazali.

Namanya mirip dengan nama pamannya yaitu Ahmad bin Muhammad al-Syaikh

Page 2: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

59

Abi Hamid al-Gazali al-Kabir al-Qadim. Beliau menyandang gelar Hujjatul Islam

(al-Gazali I, 1997:9).

Ada dua pendapat tentang nama julukan al-Gazali. Sebagian berpendapat

bahwa nama Ghazali disandarkan pada tempat dia dilahirkan yaitu Ghazalah.

Ghazalah adalah sebuah nama desa yang berada di wilayah Thus. Sebagian yang

lain berpendapat bahwa julukan al-Gazali diambil dari pekerjaan ayahnya sebagai

seorang pemintal yang dalam bahasa Arab disebut dengan nama ghazzal. Jika

disandarkan pada pekerjaan ayah maka nama al-Gazali ditulis dengan dua huruf z

(zet) menjadi al-Ghazzali (az-zarkali, VII, t.t.:22). Menyandarkan julukan pada

pekerjaan keluarga juga biasa dipakai oleh orang-orang Jurjan.

Imam al-Gazali lahir di kota Thus, Khurasan, Persia (sekarang Republik

Islam Iran) (Siraj, 2012:7). Beliau lahir pada tahun 450 H atau 1058 M, dua

tahun setelah Tugril Bik, penguasa Saljuk menyingkirkan kekutan Buwaihi di

Bagdad atau setelah satu abad lebih (108 tahun) wafatnya al-Farabi. Para ahli

sejarah berselisih pendapat tentang asal usul keluarga al-Gazali. Sebagian

berpendapat bahwa keluarga al-Gazali adalah keturunan Arab sementara sebagian

lainnya berpendapat bahwa keluarga al-Gazali asli keturunan Persia.

Ayahanda Imam al-Gazali adalah seorang fakir yang shalih dan taat

kepada agama. Beliau menafkahi keluarganya dengan rizki yang halal. Beliau

sangat gemar bersilaturrahmi kepada para alim ulama dengan harapan kelak

generasi penerusnya menjadi seorang yang alim berkat barakah alim ulama.

Beliau tidak henti-hentinya memohon kepada Allah supaya putra-putranya kelak

menjadi faqih (ahli fikih) dan waid (pemberi nasihat). Allah mendengarkan doa

Page 3: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

60

seorang hambanya yang bersungguh-sungguh dan mengabulkan doa ayahanda

Imam al-Gazali tersebut. Memang benar, berkat doa ayahnya, Imam al-Gazali

tumbuh dan berkembang menjadi seorang tokoh besar Islam yang sangat alim dan

bijaksana. Sedangkan adiknya, Ahmad,dikenal sebagai orang yang suka memberi

nasehat.

Menjelang wafat, ayahnya mewasiatkan pemeliharaan kedua anaknya

kepada temannya dari kalangan sufi yang shalih. Ayahnya juga meninggalkan

sedikit harta untuk bekal pendidikan anak-anaknya. Kepada beliau, al-Gazali dan

adiknya belajar khat dan adab. Saat harta peninggalan tidak lagi cukup untuk

memenuhi kehidupan mereka dan sang kawan tidak lagi mampu mengusahakan

kebutuhan mereka maka al-Gazali dan adiknya dimasukan ke madrasah yang

mengajarkan fikih dan memberikanan beasiswa bagi para siswanya. Kondisi

tersebut diceritakan al-Gazali dalam kalimatnya yang terkenal, “aku mencari ilmu

bukan karena Allah. Namun ilmu yang kudapatkan menolak digunakan kecuali

untuk Allah. (az-Zabidi I, 1989:269).

Setelah ayahnya meninggal, sahabat ayahnya yang seorang sufi dan

shalih itu mendidik dan memelihara keduanya dengan penuh kasih sayang sampai

harta warisan ayahnya habis sedangkan guru sufi yang hidup miskin itu tidak

mampu memberikan biaya hidupa kepada keduanya. Guru sufi yang

mengasuhnya kemudian menganjurkan kepada mereka agar masuk ke salah satu

madrasah di kota Thus untuk mengeyam pendidikan dengan program beasiswa.

Inilah titik awal permulaan perkembangan intelektual dan spiritual Imam al-

Gazali sampai akhir hayat (Zurkani, 1996:64).

Page 4: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

61

Tidak ada banyak informasi yang bisa digali mengenai wanita-wanita

disekelilingnya. Tidak diketahui dengan siapa al-Gazali menikah. Hanya

dikabarkan bahwa al-Gazali memiliki tiga anak perempuan. Salah satunya

bernama Sittu al-Muna yang memberi cucu laki-laki kepada al-Gazali dengan

nama Ubaidillah. Mengenai ibundanya, hanya diketahui bahwa ibunya masih

hidup beberapa tahun setelah ditinggal suaminya. Bahkan sang ibu sempat tinggal

di Bagdad bersama anak-anaknya dan merasakan serta menyaksikan keberhasilan

mereka (Muawwad, 1997:11). Beliau meninggal pada umur lima puluh lima

tahun, pada tahun 505 H yang bertepatan dengan tanggal 19 Desember 1111 M

di kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad

disebelah timur benteng dekat Tabaran berdekatan dengan makam penyair

terkenal bernama al-Firdausi (Qayyum, 1985:1).

Berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya telah menjadi tradisi

ilmuwan pada saat itu. Begitu juga Imam Al-Gazali. Ia memulai belajar di kota

Thus, ke Jurjan, kemudian pindah Naisabur. Dari Naisabur berpindah ke Bagdad,

Damaskus, Baitul Maqdis, Makkah, Mesir dan kemudian kembali ke Thus hingga

ahir hayatnya. Di kota Thus al-Gazali belajar fikih dari Syaikh Ahmad bin

Muhammad Ar Radakani. Menginjak usia remaja, keinginannya memperluas

pengetahuannya mendorongnya meninggalkan Thus menuju Jurjan. Di sana

belajar ilmu kepada Imam Abu Nashr Al Ismaili. Semasa di Jurjan beliau sempat

menulis kitab yang berjudul Al- Ta‘liqat. Kitab tersebut merupakan hasil catatan

al-Gazali dari apa yang ia pelajari dari gurunya.

Page 5: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

62

Terkait dengan Ta’liqat, ada cerita menarik. Setelah dari Jurjan al-Gazali

kembali ke T us. Dalam perjalanan menuju kampung halaman, seluruh barang

bawaannya dirampas oleh sekawanan perampok. Dia mengikuti kawanan

perampok tersebut hingga sampai ke markas mereka. Sesampai di markas, al-

Gazali menemui kepala rampok dan meminta agar barang dikembalikan. Dia

hanya meminta agar buku catatan yang ada dalam tasnya dikembalikan. Dia

mengatakan bahwa catatan tersebut sangat berarti baginya karena merupakan

hasil kerja keras selama menimba ilmu dan menyerap pengetahuan dari gurunya

di Jurjan. Permintaan tersebut hanya ditertawakan kepala perampok seranya

mengatakan bahwa sekarang al-Gazali tidak lagi bisa mengaku telah menyerap

ilmu gurunya karena buku yang merupakan hasil serapan telah dipisahkan dari

dirinya, al-Gazali kehilangan ilmunya. Meski ahirnya buku tersebut

dikembalikan, namun kejadian tersebut menyadarkan al-Gazali bahwa

pengetahuan adalah apa yang ada di kepalanya dan bukan yang ada dicatatannya.

Itulah yang mendorongnya menghapal seluruh isi catatan (kitab Ta liqat) selama

tiga tahun di kampong halamannya (as-Subki, VI, 1413 H.:195).

Pada tahun 471 H, Imam al-Gazali berangkat ke Naisabur. Beliau mulai

memperdalam ilmu di Madrasah/Universitas Nid amiyah di Naisabur ibu kota

Turki Saljuk dan pusat ilmu pengetahuan nomor dua setelah Bagdad yang pada

waktu itu dipimpin oleh Imam al-Juwaini seorang ahli Fikih, Ushul Fikih, Ilmu

kalam dan seorang guru besar di Madrasah Nid amiyah yang beraliran

Asy’ariyah Syafi’iyah yang diberi gelar penghormatan dengan sebutan “Imam al-

Haramain” (Imam kota Makkah dan Madinah). Selama delapan tahun al-Gazali

Page 6: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

63

berguru dengan Imam al-Juwaini untuk mengembangkan potensi dan bakat

terpendam beliau (Nasution, 1978:41). Hubungan Imam al-Gazali dengan

gurunya ini sangat dekat sekali, hanya kematianlah yang dapat memisahkan

beliau dengan gurunya.

Dari gurunya inilah Imam al-Gazali berhasil menguasai dengan baik ilmu

fikih mazhab Syafi’i dan fikih khilaf, ilmu perdebatan, ushul, manthiq, hikmah

dan filsafat secara terus menerus sehingga beliau mampu bertukar pikiran dengan

segala aliran dan agama bahkan mulai mengarang buku-buku ilmiah dalam

berbagai disiplin ilmu (Dunya, t.t.:23). Beliau pun memahami perkataan para ahli

ilmu tersebut dan membantah orang yang menyelisihinya. Menyusun tulisan yang

membuat kagum guru beliau, yaitu Al Juwaini (as-Subki, VI, 1413 H.:191). Imam

al-Gazali kemudian mendapat gelar “al-Bahru al-Mugriq” (Samudra yang

menenggelamkan) dari sang guru setelah memandang dan mengetahui bahwa

ilmu pengetahuan Imam al-Gazali cukup luas dan mendalam. Al-Gazali kemudian

diangkat menjadi guru diberbagai fakultas di Madrasah Nidamiyah, bahkan beliau

sering menggantikan guru yang berhalangan mengajar. Pada usia yang sangat

begitu muda, yaitu 25 tahun, al-Gazali diangkat menjadi dosen di Universitas

Nidamiyah tersebut oleh Imam al-Haramain dari tahun 475-479 H. Nama al-

Gazali cepat sekali harum dan terkenal, apalagi setelah dipercaya oleh gurunya

untuk menggantikan kedudukannya baik sebagai guru besar maupun sebagai

rektor universitas tersebut.

Setelah Imam Haramain meninggal pada tahun 479 H, al-Gazali berangkat

menemui Perdana Menteri Nid am al-Muluk. Perdana Menteri Nid am al-

Page 7: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

64

Muluk mengangkat Imam al-Gazali menjadi rektor universitas tersebut untuk

menggantikan gurunya. Pada saat itu usia beliau baru memasuki 29 tahun, akan

tetapi beliau telah memperlihatkan kecerdasan dan kecakapan yang luar biasa.

Karena kecerdasan dan kecermerlangan pemikirannya beliau menarik

perhatian perdana menteri dari Sultan Turki yang berkuasa dibawah pemerintah

Daulat Abbasiyah dari bagdad. Imam al-Gazali diundang dan diangkatnya

menjadi professor pada universitas yang didirikannya di ibukota negara. Dengan

demikian dalam usia ke-33 tahun al-Gazali telah memperoleh kedudukan yang

tinggi dalam dunia ilmu pengetahuan pada masanya.

Selama al-Gazali berada di Bagdad, beliau terus mendalami kajian-kajian

dan mendalami ilmu pengetahuannya seperti mengkaji kitab-kitab Ibnu Sina dan

al-Farabi yang berdampak kepada pola pikir Imam al-Gazali. Bukan hanya

mengkaji pengetahuan-pengetahuan kedua tokoh itu saja, akan tetapi beliau

banyak melakukan pengkajian dan penelitian terhadap berbagai ilmu pengetahuan

dan pemikiran-pemikiran yang berkembang pada masa itu seperti mengkaji

filsafat, teologi, aliran bathiniyyah dan tasawwuf (Siraj, 2012:9).

Bertepatan tahun 485 H/ 1092 M terjadilah peristiwa terbunuhnya Perdana

Menteri Nidam al-Muluk di tangan seorang pemuda dari kalangan bathiniyyah.

Kemudian di tahun 486 H Sultan Malik Sah meninggal dunia. Peristiwa tersebut

sangat memukul Imam al-Gazali mengingat kedua tokoh tersebut adalah tulang

punggung Imam al-Gazali. Sebab merekalah yang menyokong Imam al-Gazali

memperbaiki sistem pendidikan, perbaikan bidang agama dan sosial politik

dalam pemerintahan. Dampak dari merosotnya etika masyarakat dan pejabat

Page 8: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

65

pemerintahan saat itu mengakibatkan perang saudara dikalangan pejabat

pemerintahan antara generasi penerus Sultan dengan Perdana Menteri dalam

memperebutkan kekuasaan. Setelah lima tahun paska kejadian yang memilukan,

Imam al-Gazali mengajukan pengunduran dirinya untuk berhenti mengajar di

Universitas Nid amiyah (Siraj 2012:4-5).

Imam al-Gazali memiliki derajat dan jabatan yang demikian tinggi, namun

semua itu tidak membuatnya sombong dan hubbu ad-dunya. Tragedi-tragedi yang

sangat memprihatinkan pada masa itu membuat hati al-Gazali menjadi sedih dan

berharap suatu saat dapat memperbaiki situasi ini menjadi lebih baik. Beliau

memutuskan untuk meninggalkan semua apa yang telah dicapainya dan

melakukan perjalanan spiritual untuk menemukan kebenaran. Bertepatan pada

bulan Dzul Qa’dah tahun 488 H, Imam al-Gazali berpamitan berangkat

mengerjakan ibadah haji dan mengangkat Ahmad (saudaranya) untuk menduduki

posisinya.

Kepergian al-Gazali dari Bagdad menjadi fase baru bagi perkembangan

intelektualnya. Al-Gazali memasuki fase baru yang disebut dengan istilah

“Skeptisisme”. Imam al-Gazali menderita sakit yang parah selama enam bulan

sampai-sampai dokter sulit untuk menemukan penawarnya. Hakikat sakit yang

diderita al-Gazali bukanlah sakit fisik, akan tetapi lebih disebabkan hati dan

perasaan al-Gazali yang demikian bimbang sehingga beliau sangat ingin

menemukan kebenaran yang sejati sehingga perasaan beliau sangat menderita

yang berdampak kepada fisik (Siraj, 2012:5).

Page 9: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

66

Al-Gazali mengalami masa keemasan perkembangan ilmu pengetahuan

dalam Islam. Saat itu banyak bermunculan faham dan aliran yang terkadang

saling menyerang antara satu aliran dengan lainnya. Masing-masing aliran

mengklaim alirannya itulah yang paling benar sesuai dengan ajaran Islam yang

sesungguhnya. Aliran-aliran tersebut diklasifikasikan oleh Imam al-Gazali

menjadi beberapa aliran-aliran pemikiran ialah aliran bathiniyyah, kalam, filsafat

dan tasawwuf (al-Gazali, t.t.d:3). Tanpa ragu beliau mulai mengkaji satu persatu

aliran untuk mengetahui lebih dalam hakikat masing-masing aliran. Semula al-

Gazali mempelajari ilmu kalam sehingga mampu membuahkan hasil karya

karangan kitab yang menjelaskan tentang ilmu kalam. Tujuan ilmu kalam adalah

mempertahankan dan menjaga akidah ahlu as-sunnah dari segala bentuk bida h

dan meyakinkan hati manusia tentang kebenarannya. Maksud ini tercapai namun,

menurut al-Gazali, para hali kalam menggunakan premis-premis yang digunakan

oleh lawannya. Ilmu kalam lebih pas disebut ilmu mujadalah dari pada ilmu

mencari kebenaran. Maka al-Gazali beranggapan bahwa ilmu kalam sukses

memenuhi maksud illmu kalam tapi tidak dapat memenuhi maksud al-Gazali

yang ingin menemukan hakekat sesuatu Namun hal itu masih belum dapat

memuaskan Imam al-Gazali (al-Gazali, t.t.d:9).

Setelah selesai mempelajari ilmu kalam, selanjutnya Imam al-Gazali

mempelajari tentang filsafat. Filsafat adalah ilmu yang lebih mengedepankan akal

dan rasio. Imam al-Gazali mengkaji secara fokus kitab-kitab tentang filsafat

seperti kitab karangannya Al-Farabi dan Ibnu Sina serta buku-buku lainnya yang

berkaitan dengan filsafat. Al-Gazali mengaku bahwa belajar filsafat di tengah

Page 10: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

67

kesibukannya menulis dan mengajar 300 klompok siswa. Dalam waktu dua tahun

beliau selesai memahami aliran-aliran filsafat. Dari situ al-Gazali menyimpulkan

bahwa banyak ajaran filsafat yang keluar dari ajaran agama dan bahkan

menyebabkan kekufuran (al-Gazali, t.t.d:11).

Dengan mempelajari filsafat ternyata Imam al-Gazali bukannya merasa

puas, justru sebaliknya. Pada gilirannya beliau fokus mempelajari Aliran

batiniyah. Aliran tersebut berbalik arah dengan filsafat, sebab Bathiniyah tidak

memberikan ruang gerak yang leluasa terhadap kebebasan akal. Jalan yang

ditempuh adalah taqlid terhadap imam yang Ma‘sum yang selalu muncul setiap

zaman (Siraj, 2012:10). Aliran Bathiniyah berpendapat bahwa akal manusia tidak

akan lepas dari kesalahan-kesalahan dan hakikat kebenaran bukan bersumber dari

akal saja, tetapi juga harus bersumber dari imam yang Masum melalui para rasul.

Imam al-Gazali bisa menerima gagasan tersebut, akan tetapi beliau masih belum

merasa puas.

Akhirnya Imam al-Gazali sampailah kepada tasawwuf. Sebagaimana yang

dilakukan sebelumnya, Imam al-Gazali sangat fokus mempelajari tasawwuf.

Dalam pengkajiannya, beliau menelaah kitab-kitab para sufi yang bertemakan

tasawwuf seperti kitab karangan Abi Thalib al-Makki yang berjudul qut al-qulub,

kitab karangan al-Muhasibi, Junaidi, al-Syibli, Abu Yazid al-Busthami dan yang

lainnya. Setelah mempelajari tasawwuf, ternyata tasawwuf bisa memberikan

pengaruh terhadap kondisi jiwa al-Gazali atas kebimbangannya. Setelah

menengok ke belakang pada kehidupannya yang terdahulu, al-Gazali merasakan

ada kesenjangan hidup yang ditempuhnya dengan kemewahan bila dibandingkan

Page 11: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

68

dengan tradisi hidup para sufi yang penuh dengan kesederhanaan dan keikhlasan.

Dari situlah Imam al-Gahzali menyadari bahwa kebahagiaan hakiki hanya bisa

diperoleh dengan tidak menjadikan dunia sebagai kecintaan dan tujuan, sebab

dunia bisa melenakan manusia. Kebahagiaan hakiki adalah kehidupan setelah di

dunia ini. dan kebahagiaan dapat diraih ketika di dunia mapun di akhirat adalah

jika manusia tidak cinta kepada dunia. Beliau terus merenungkannya hingga

beliau menemukan titik terang (al-Gazali, t.t.d:28-29).

Sebelum menemukan keyakinan pada tasawwuf, al-Gazali mengalami

keguncangan jiwa selama enam bulan. Terjadi tarik menarik antara syhawat dunia

dan kepentingan ahirat. Tarik menarik antar keduanya begitu hebat dan tidak

berkesudahan hingga lisannya tersa terkunci untuk membaca buku dan tidak

mampu mengucapkan kata-kata meski hanya satu kalimat saja. Kegundahan

hatinya berpengaruh terhadap keadaan fisiknya. Tidak ada minuman yang mampu

direguknya, tidak ada makanan yang mampu ditelannya. Keadaan ini semakin

memperlenah kondisi fisiknya hingga hanya sikap pasrah kepada Allah yang bisa

dilakukan. Dalam kepasrahan, Allah membuka hati al-Gazali, memberikan

kemudahan memilih meninggalkan kemewahan dunia (al-Gazali, t.t.d:30).

Uzlah (pengasingan diri) dari keraguan adalah rasionalisasi dari

perkembangan pemikirannya. Keinginan Imam al-Gazali bukan lagi urusan

duniawi, akan tetapi jiwa yang damai. Hal tersebut tidak bisa didapat melewati

akal, akan tetapi melalui intuisi yang merupakan konsep paling esensial didalam

tasawwuf Nasution, 1996:48). Begitulah, ahirnya al-Gazali memutuskan untuk

meninggalkan Bagdad dan menetap di Damaskus. Hanya harta secukupnya yang

Page 12: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

69

dia bawa sebagai bekal dan sedikit simpanan untuk keperluan anak-anak. Sisanya

diwakafkan untuk kepentingan umat Islam. Untuk menghindari pertanyaan

Halifah dan kolega, al-Gazali berpamitan kepada mereka akan menunaikan

ibadah haji.

Menginjak usia Imam al-Gazali yang ke tiga puluh delapan tahun, beliau

mulai kehidupan baru sebagai seorang sufi. Tahun 489 H Imam al-Gazali

memasuki kota Damaskus, yaitu kota yang penuh kedamaian dan banyak dihuni

kalangan sufi. Di dalam Masjid Umawi, beliau melakukan i‘tikaf dan dzikir

kepada Allah sepanjang waktu hanya berbekal makanan dan minuman yang

seadanya. Beliau memasuki proses tasawwuf yang dinamakan suluk sufi dengan

riyad ah dan latihan kerohanian dengan menjalankan segala bentuk ibadah dan

menjauhi segala larangan serta menundukkan nafsu sahwat. Beliau juga

melakukan mujahadah yang dilakukan dengan kemantapan hati dan kesungguhan

dalam melawan dan menundukkan nafsu kurang lebih dua tahun selama berada di

Damaskus. Al-Gazali lebih banyak mengahbiskan waktunya berkhalwat di

menara masjid dengan menutup rapat-rapat pintunya. Kemudian beliau berziarah

ke Baitul Maqdis. Di sana al-Gazali melakukan hal sama di masjad Kubbah Batu

(al-Gazali, t.t.d:31).

Setelah hampir dua tahun di Damaskus, Imam al-Gazali berangkat menuju

ke Baitul Maqdis Palestina dan menetap disana untuk beberapa lama. Selama

disana beliau juga mengunjungi kota Hebron dan Yaerusalem, kedua kota itu

merupakan tanah air para nabi-nabi sejak Nabi Ibrahim sampai Nabi Isa, dan

disana beliau berharap dapat membebaskan diri dari angkara nafsu sahwat yang

Page 13: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

70

ingin ditundukkannya. Pada tahun 490 H, Paus Urbanus II mengirimkan bala

tentara pasukan Salib yang datang dari Eropa untuk merebut Palestina dari kaum

Muslim. Setelah mereka menduduki palestina, maka terjadilah peperangan yang

dahsyat antara pasukan Islam dan tentara salib dan terjadilah pembunuhan besar-

besaran yang dilakukan oleh pasukan salib terhadap kaum muslimin di kota

tersebut. Akhirnya Imam al-Gazali dengan sangat terpaksa meninggalkan

Palestina dan mengembara ke daerah Mesir (Masduki, 2000: 175). Mesir pada

masa itu sedang mengalami masa kemunduran. Beliau berada di Mesir untuk

beberapa waktu saja. Kemudian beliau melanjutkan pemngembaraannya ke

Makkah dan Madinah untuk menjalankan rukun Islam ke lima yakni ibadah Haji.

Pada waktu Wazir Fakhrul Mulk menjadi penguasa daerah Khurasan,

Imam al-Gazali dimohon bisa hadir dan menetap di Naisabur. Akhirnya Imam al-

Gazali pergi ke Naisabur, menetap disana dan mengajar di madrasah An

Nidzamiyah untuk beberapa saat. Selang beberapa lama, Imam al-Gazali memilih

pulang ke negerinya sendiri dengan menjalankan aktifitas mempelajari ilmu dan

beribadah kepad Allah. Disana Imam al-Gazali mendirikan madrasah di samping

tempat tinggalnya dan membangun asrama bagi orang-orang sufi. Imam al-Gazali

habiskan sisa umurnyanya dengan mengkhatam Al Qura n, berkumpul dengan

ahli ibadah, mengajar ilmu kepada para murid-muridnya, melakukan ibadah-

ibadah kepada Allah dan menjauhkan diri dari pergaulan kehidupan manusia

hingga akhir hayatnya (Khalikan, IV, t.t.: 219).

Adapun karya-karya Imam al-Gazali sebagai berikut (Siraj, 2012: 15-16):

Page 14: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

71

No Kategori Nama Kitab

1. Politik

a. Al-Tibr al-Masbuk fi Nas ihat al-Muluk b. Madkha al-Suluk c. Sirr al-‘Alamin d. Fad ail al-Bat iniyah wa Fad ail al-Mustaz

Hijriyah e. Hujjat al-Haq f. Mufassal al-Khilaf g. Al-Daraj h. Fatihah al-Ulum i. Suluk al-Sult anah

2. Filsafat

a. Maqas id al-Falasifah b. Tahafut al-Falasifah c. Al-Ma’arif al-‘Aqliyah d. Faisa al-Tafriqa Baina al-Zindiqah e. Al-Himatu fi Makhluqi Ilahi f. Hakikat al-Ruh g. Mustaz hiri h. Risalat al-Laduniya i. Mizan al-Amal j. Al-Fikrah al-Ibrah k. Al-Ma’arif Majar al-Ilmi al-Aqliyah wa Ila hiyah

al-Muntaqid l. Muhak, al-Nazar fi al-mantiq m. Majr al-Ilmi fi Fanni al-Mantiq

3. Akhlak dan Tasawwuf

a. Ihya Ulum ad-Din b. Al-Munqid Min al-Dhalal c. Al-Adab fi ad-Din d. Al-Qowaid al-Ans ar e. Maqas id al-hasan Syarh Asma Ilahi al-Husna f. Minhaj al-Abidin g. Nashihat al-Talzim h. Asrar al-Anwar i. Mak Syifat al-Qulub j. Bidayat al-Hidayat k. Kimiyau Sa‘adat l. Ayyuha al-Walad

4. Aqidah (ilmu Kalam)

a. Ar-Risalah al-Qudsiyyah b. Al-Qist as al-Mustaqim c. Faishal al-Tafriqah al-Islam wa al-Zundaqah d. Iljam al-Awwal min Ilm al-Kalam e. Qawaid’ al-Qawaid f. Al-Iqtis ad fi al-I’tiqad

5. Fiqh a. Al-Mustasfa min Us ul al-Fiqh

Page 15: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

72

b. Al-Manhul wa al-Muntahal c. Wajiz fi Furu’ d. Khulasat al-Fiqh e. Al-Durr Manz um fi sirr al-Makhtum Wasiat f. Al-Basit g. Al-Wasit h. Fatawa al-Gazali i. Al-Ta’liqah j. Tahz ib al-Ushul k. Ghayat al-ghawr fi diryat al-dawar

6. Tafsir

a. Jawahir al-Qur’an b. Yaqut al-Ta’wil fi Tafsir al-Tanzil c. Al-Durr al-Fakhira d. Al-Qaul tl-Tawil fi Tafsir al-Tanzil

B. Kondisi Sosial Politik dan Agama

Pemikiran seorang tokoh tidak bisa terlepas dari kondisi sosial masyarakat

dan situasi politik yang melingkupinya. Al-Gazali hidup pada masa pergolakan

pemikiran dalam keagamaan dan dalam bidang politik. Kerajaan besar yang

dipimpin oleh seorang khalifah sedang mengalami disintegrasi dan bermunculan

kerajaan-kerajaan kecil yang baru. Kekuatan-kekuatan besar tidak lagi didominasi

oleh pusat, melainkan berada didaerah-daerah. Persatuan umat Islam terpecah

belah dikarenakan mereka mengikuti penguasa-penguasa mereka dan dari

masing-masing mereka memiliki pandangan politik dan aliran sendiri. Saling

merebut kekuasaan dan menjatuhkan sesama umat Islam sering terjadi. Sejak al-

Mutawakkil naik tahta (850), kekhalifahan Bani Abbasiyah tidak lagi sepenuhnya

dapat menguasai pemerintahan. Mereka sangat tergantung pada tentara bayaran

dari Turki. Kemudian mereka berada dalam pengaruh Bani Buwaihi yang

berkebangsaan Persia. Dinasti Buwaihi yang beraliran Syi’ah, selalu

menyebarkan ajaran Syi’ah dan menentang aliran-aliran diluar Syi’ah. Dalam

Page 16: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

73

perkembangannya mereka bekerjasama dengan masyarakat yang beraliran

Mu’tazilah, sehingga dapat memperkuat kekuasaannya. Setelah itu masuk Bani

Saljuk yang menggantikan pengaruh Bani Buwaihi (Machasin, 2004:109).

Kemenangan Bani Saljuk yang beraliran Sunni, memberinya kesempatan

mengambil alih pemerintahan khilafah dari dinasti Buwaihi. Namun, dinasti

Buwaihi menaruh bara dendam kepada bani Saljuk, sehingga mereka

menjalankan gerakan bawah tanah untuk merongrong kekuasaan bani Saljuk.

Selain itu, di Mesir muncul aliran Syi’ah lainnya yang bernama Isma’iliyah

dibawah naungan Dinasti Fatimiyah. Aliran tersebut dipandang oleh bani Saljuk

yang beraliran sunni sebagai aliran yang menyesatkan. Bahaya dari kaum Eropa

juga muncul setelah masuknya pasukan salib ke Palestina.

Kehidupan beragama umat Islam saat itu juga terbelah ke dalam berbagai

golongan. Tiap-tiap golongan terpecah ke dalam berbagai sekte. Kondisi ini

muncul sebagai akibat dari interaksi ajaran Islam dengan ajaran dan pengetahuan

dari luar Islam. Faham, ajaran dan pengetahuan dari Persi, Yunani dan India

disebut sebagai yang terbesar dalam memberikan penagaruh terhadap corak

Islam. Itulah Islam yang keberagaman coraknya masih bisa kita saksikan hingga

hari ini. Keragaman faham terkadang melahirkan pertentangan antara yang satu

dengan yang lainnya. Kolaborasi ulama dan penguasa terkadang memunculkan

pemaksaan satu faham tertentu kepada seluruh rakyatnya. Pembentukan lemabaga

mihnah oleh khalifah menjadi salah satu bukti adanya pemaksaan kehendak dari

satu kelompok kepada kelompok lainnya.

Page 17: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

74

Para penguasa dan elit politik berlomba-lomba mendekati para elit agama

untuk menarik simpati masyarakat dan legitimasinya. Pembentukan

perkampungan militer yang dilakukan khilafah melahirkan elit keagamaan baru.

Para elit ini kemudian melepaskan diri dari otonomi yang dijalankan khilafah.

Dalam hal arahan moral dan bimbingan keagamaan, massa umat Islam berkiblat

pada mereka dari pada kepada khalifah (Lapidus, 1999: 149). Otoritas keagamaan

khalifah berhadapan dengan tumbuhnya lembaga-lembaga sectarian dalam umat

Islam. Menguatnya posisi elit keagamaan dan tumbuhnya sektarianisme

mendorong khalifah melakukan pendekatan kepada para elit untuk mendapatkan

legitimasi. Ketergentungan khalifah pada elit agama (baca: ulama) menyuburkan

munculnya elit agama yang tidak memiliki niat tulus dalam memberikan nasihat

kepada khalifah. Keberadaan elit agama yang tidak memilki nita tulus dipotret

oleh al-Gazali saat memberikan nasihatnya kepada Sultan Muhammad bin Malik

Syah as-Saljuqi. Al-Gazali (1988: 18) mengatakan:

Hendaklah merasa rindu kepada para ulama serta mendengarkan dan melaksanakan nasehat-nasehatnya. Takutlah terhadap ulama syu, yaitu para ulama yang hanya menginginkan dunia. Sesungguhnya mereka memujimu, memberikan anjuran dan nasehat kepadu serta mencari kerelaanmu hanya untuk mendapatkan harta dunia yang engkau milki dengan berbagai cara.

C. Jihad dalam Prespektif Fikih al-Gazali

Fikih dalam makna etimologis adalah mengetahui dan memahami.

Adapun dalam terminology ahli fikih adalah mengetahui hukum-hukum syariat

yang telah ditetapkan bagi orang mukallaf (mendapat beban hukum/tanggung

jawab) (al-Gazali, 1413 H.: 5). Tanpa fikih manusia tidak akan tahu tanggung

Page 18: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

75

jawabnya sebagai seorang hamba. Al-Gazali (1413 H.: 4) membagi ilmu menjadi

tiga. Pertama adalah ilmu aqli (rasio) murni yang pada dasrnya tidak didorong

atau dilarang oleh agama dalam penggunaanya. Termasuk dalam kelompok ini

adalah ilmu ukur, ilmu teknik, perbintangan dan yang sejenisnya. Ilmu ini bersifat

z anni (dugaan semata). Kedua adalah ilmu naqli (wahyu) murni seperti ilmu

hadis, tafsir dan ilmu-ilmu yang tidak menggunakan penalaran. Ketiga adalah

ilmu yang menggabungkan antara aqli dan naqli yang disertai dengan penalaran

terhadap syariat. Termasuk dalam kelompok ini adalah ilmu fikih. Inilah derajat

ilmu yang paling tinggi.

Di lingkungan mazhab Syafi’i, pendapat-pendapat fikih al-Gazali tidak

menjadi rujukan utama. Dalam lingkungan mazhab Syafi‘i, pendapat yang

diunggulkan adalah pendapat Imam Nawawi disusul kemudian pendapat Imam

Rafi‘i. Pendapat-pendapat fikih al-Gazali relative datar dan tidak ada yang

berbeda dari pendahulunya. Begitu juga dalam masalah jihad. Pendapat-

pendapatnya dapat juga ditemukan dalam pendapat fuqaha (ahli fikih)

sebelumnya. Bahkan al-Gazali tidak membahas secara rinci pemanfaatan

ganimah.

Menurut al-Gazali, jihad adalah berperang menghadapi orang kafir yang

masuk menginfasi negara Islam maupun yang berada dinegara mereka sendiri.

Adapun tujuan dari jihad dengan menggunakan senjata adalah dakwah Islamiyah

dan memperlihatkan kebenaran agama Allah di muka bumi. Jihad wajib

dilakukan oleh umat Islam. Adakalanya wajib aini (orang per orang) dan

adakalanya wajib kifai (kolektif). Jihad bersifat wajib aini manakala orang kafir

Page 19: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

76

menyerang masuk ke negara Islam. Jihad menjadi wajib kifai manakala tujuan

syariat yakni dakwah Islamiyah telah dapat dipenuhi oleh sebagian umat Islam

(al-Gazali, VII, 1417: 6).

Kewajiban menegakkan agama Islam dengan menggunakan senjata (jihad)

merupakan sebagian dari salah satu dari tiga kewajiban yang bersifat kolektif.

Pertama, kewajiban yang terkait langsung dengan masalah keagamaan, semisal

melakukan dakwah dengan menggunakan ilmu, amar makruf nahi munkar,

menghidupkan ka’bah dengan pelaksanaan ibadah haji dan menjawab salam.

Jihad masuk dalam kategori ini. Kedua, hal-hal yang terkait dengan hajat hidup

umat Islam seperti membuat pakaian, mengusahakan kebutuhan pangan dan

mengentaskan kemiskinan. Ketiga, kewajiban yang merupakan pelengkap dari

kedua kewajiban lainnya seperti memandikan, mengkafani dan mengubur mayit,

memberikan kesaksian serta hal lain yang mendukung terwujudnya dakwah

Islamiyah (al-Gazali, VII, 1417 H.: 6-7).

Jihad harus dilakukan minimal sekali dalam setahun. Di luar itu

disunnahkan memperbnayak jihad dalam tahun-tahun tersebut. Namun jihad

menjadi wajib lebih dari sekali dalam setahun jika keadaan menuntut untuk itu.

Pada masa awal permulaan Islam di Madinah, hukum jihad adalah fardlu ain bagi

para sahabat. Nabi membagi diantara para sahabat. Sebagian turut serta dalam

peperangan sebagian lainnya tetap berada di Madinah untuk menjaga negara.

Sepeninggal Rasuullah, hukum perang menjadi fardu (wajib) kifayah. Tidak ada

ketentuan yang mengatur tentang urutan negara musuh manakah yang menjadi

target utama. Keputusannya ditentukan oleh pemimpin dengan

Page 20: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

77

mempertimbangkan kemaslahatan dan menyebarkan tantangan dan ketakutan

(terror) pada semua negara musuh. Al-Gazali tidak menyebut adanya kewajibkan

pemberitahuan atau adanya dakwah Islam di negara yang menjadi tujuan

penyerangan sebelum dilakukan penyerangan. (al-Gazali, VII, 1417 H.:6).

Tidak semua orang Islam wajib mengangkat senjata menghadapi musuh.

Mereka adalah anak-anak, orang yang sudah renta, para wanita, orang yang

sedang sakit, orang buta dan orang yang tidak memilki bekal untuk berangkat

perang seperti orang yang tidak memilki senjata atau tidak memilki kendaraan

atau tidak mempunyai harta yang cukup untuk menafkahi keluarga selama

ditinggal perang. Selain itu ada juga orang yang pada dasarnya tidak memiliki

kewajiban syar’i ikut serta beperang. Mereka adalah para budak, orang yang

masih menanggung hutang dan orang yang tidak mendapat izin dari kedua orang

tua (al-Gazali II, 1997:188).

Jihad menjadi wajib aini (wajib bagi setiap orang) manakala orang kafir

masuk menyerbu ke satu wilayah Islam. Seluruh penduduk yang ada di wilayah

tersebut wajib mengangkat senjata. Para pemilik budak harus memerdekakan

budaknya. Orang tua harus mengizinkan anak-anaknya yang telah mampu

berperang. Bahkan para wanita dan orang yang sebelumnya tidak berkewajiban

perang wajib mengangkat senjata jika memang hal tersebut diperlukan (al-Gazali,

VII, 1417:6-7).

Ada lima aturan yang harus diikuti dalam menjalankan peperangan.

Pertama, Boleh memanfaatkan kafir d immi (orang kafir yang hidup di Negara

Islam dengan cara membayar jizyah/ upeti) dan orang musyrik (sebagai tentara

Page 21: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

78

atau mengatur strategi) sepanjang mereka dapat dipercaya. Juga diperbolehkan

menggunakan budak yang telah mendapat ijin dari tuannya serta remaja yang

belum mencapai usia akil balig. Kedua, Orang yang berkewajiban perang tidak

diperkenankan menyewa orang Islam lainnya untuk menggantikanya mengikuti

perang. Ketiga, Dilarang membunuh sanak kerabat seperti ayah atau ibu, anak-

anak dan para wanita. Keempat. Diperkenankan menggunakan manjaniq (alat

pelontar batu besar) ke dalam benteng pertahanan musuh meski di dalamnya ada

anak-anak atau wanita. Selain manjaniq, juga diperkenankan mengobarkan api

atau membanjiri wilayah musuh. Kelima. Tidak diperkenankan lari dari kancah

peperangan (al-Gazali II, 1997: 189-191). Ada dua pendapat terkait dengan para

pendeta, orang yang sudah renta dan orang lumpuh. Pendapat pertama

mengatakan bahwa mereka boleh dibunuh karena mereka merupakan bagian

orang-orang yang harus diperangi. Pendapat kedua mengatakan bahwa mereka

tidak boleh dibunuh karena nabi melarang Halid bin Walid membunuh mereka

(al-Gazali, VII, 1417 H.: 20).

Para wanita dan anak-anak yang menjadi tawanan tidak boleh dibunuh.

Mereka hanya boleh dijadikan budak. Istri orang kafir jika ditawan dan kemudian

dijadikan budak maka hukum ikatan perkawinannya menjadi batal, baik ditawan

sendirian atau bersama suaminya. Hal yang sama juga berlaku bagi hubungan

pernikahan wanita harbi (wanita yang tinggal di nagara kafir) dengan laki-laki

kafir z immi. Begitu juga wanita kafir kitabi (wanita Yahudi atau nasrani) yang

menjadi istri orang Islam. Jika mereka ditawan dan dijadikan budak maka hukum

Page 22: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

79

perninakahnya dengan lelaki muslim menjadi batal (al-Gazali, VII, 1417 H.: 27-

28).

Ada larangan yang harus ditaati dalam peperangan yang terjadi di nagara

musuh. Tidak diperkenankan merusak (termasuk memakan) barang-barang yang

mungkin bisa dijadikan ganimah (rampasan perang). Tetapi para mujahid (orang

yang berperang) diperbolehkan mengambil makanan atau apapun yang diperlukan

dari tangan orang kafir sekedar untuk memenuhi kebutuhan. Selain itu, juga tidak

diperbolehkan membunuh hewan kecuali kuda yang digunakan untuk berperang.

Adapun kitab suci orang kafir atau buku-buku yang berisi kekufuran boleh di

bakar atau dirusakkan (al-Gazali, VII, 1417 H.: 31).

Harta yang diperoleh dari negara musuh dapat dibedakan menjadi lima.

Pertama, ganimah yaitu harta yang diperoleh dari negara musuh seusai

peperangan atau biasa disebut dengan rampasan perang. Kedua, fai yaitu harta

didapat dari negara kafir tetapi tidak dengan jalan peperangan. Termasuk di

dalamnya adalah upeti negara kafir kepada Negara Islam. Kategori pertama dan

kedua dikuasai oleh negara dan dibagikan sesuai aturan yang berlaku. Ketiga,

sesuatau yang diambil oleh individu muslim dengan cara mencuri atau mencopet

dari negara musuh. Harta kategori ketiga menjadi miilik individu. Keempat,

hewan liar dan tumbuh-tumbuhan. Harta kategori ini boleh diambil oleh siapa

saja. Kelima, harta temuan menjadi milik penemunya salama diyakini bukan

barang milik orang Islam (al-Gazali, VII, 1417 H.: 32).

Orang kafir tidak diperkenankan tinggal di Negara Islam dengan aman

secara Cuma-Cuma. Imam (pemimpin Negara Islam) diperkenankan memberikan

Page 23: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

80

kepastian keamanan bagi oaring kafir yang tinggal di negara Islam dengan syarat

membayar jizyah (upeti). Perjanjian antara Negara Islam dengan orang non

muslim yang tinggal di Negara Islam disebut dengan akad d immah (al-Gazali,

VII, 1417 H.: 58).

Akad d immah sah jika memenuhi lima syarat (al-Gazali II, 1997: 197-

201). Pertama, akad d immah harus dilakukan dengan menggunakan ijab dan

kabul antara imam atau wakilnya dengan individu non muslim yang meminta

kepastian keamaan. Kedua, Perjanjian hanya boleh dilakukan oleh imam. Orang-

per orang muslim tidak diperkenankan mengadakan akad zimmah tanpa seijin

imam. Ketiga, akad jizyah hanya untuk kafir kitabi (orang kafir yang memilki

kitab suci) yang telah dewasa. Oleh karena itu anak-anak, wanita dan budak tidak

perlu mengadakan akad zimmah untuk bisa tinggal di Negara Islam. Mereka

cukup mengikuti sanak kerabatnya yang telah mengadakan akad zimmah.

Keempat, mereka boleh tinggal di manapun dalam Negara Islam kecuali wilayah

Hijaz yang meliputi Makkah, Madinah, Najed, Yamamah, Thaif dan Khaibar.

Mereka juga bebas bepergian kemanapun juga dengan syarat tidak tinggal di satu

tempat lebih dari tiga hari (di luar hari datang dan pulang). Kelima, harus

membayar hal-hal sebagai berikut:

1. Jizyah. Jizyah adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan setahun sekali

dengan besaran sesuai dengan akad yang telah disepakati dengan imam

2. D iyafah, Diyafah adalah suguhan yang harus disediakan orang kafir kepada

orang Islam yang bermalam ditempat tersebut sebanyak-banyak tiga hari tiga

malam.

Page 24: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

81

3. Ihanah. Ihanah adalah sikap tunduk dan merendahkan diri saat membayarkan

kewajibannya.

4. Pajak perdagangan. Kafir zimmi wajib membayar pajak sebesar sepuluh

persen dari nilai barang dagangannya jika melakukan perdagangan di wilayah

hijaz.

5. Kharaj. Kharaj adalah pajak hasil bumi.

Adapun hak dan kewajiban kafir d immi yang tinggal di Negara Islam

adalah sebagai berikut (al-Gazali II, 1997: 201-202):

1. Berhak mendapatkan jaminan keamanan jiwa dan harta dari Negara.

2. Berhak mendapatkan kenyamanan dalam beribadah

3. Berhak menggunakan tempat ibadah sesuai dengan keyakinannya

4. Dilarang membangun tempat ibadah baru. Mereka hanya diperbolehkan

menggunakan temapat ibadah yang telah ada

5. Dilarang meninggikan bangunan melebihi bangunan tetangganya yang

beragama Islam

6. Dilarang menunggang kuda(alat transportasi) yang mewah

7. Harus memakai cirri-ciri tertentu sehingga membedakan dirinya dari orang

Islam

8. Harus berhukum dengan hukum Islam, jika ada persoalan hukum dengan

orang islam. Jika ada persoalan diantara mereka senidiri maka boleh memilih

anatar menggunakan hukum Iislam atau hukum mereka sendiri

D. Jihad dalam Prespektif Tasawwuf al-Gazali

Page 25: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

82

Tasawwuf adalah sebuah rangkaian perjalanan yang awalnya adalah

pengetahuan, tengahnya adalah perbuatan dan puncaknya adalah pemberian.

Dengan ilmu manusia mengetahui maksud dan tujuan dari kehidupan. Dengan

amal perbuatan manusia menggapai tujuan. Dan dengan pemberian (Allah)

manusia sampai pada tujuan (al-Gazali, 1971a:17). Dalam menjalani rangkaian

perjalanan, seseorang harus berupaya keras menundukan nafsunya. Upaya

tersebut dikenal dengan istilah mujahadah.

Mujahadah dan jihad memilki akar kata yang sama. Keduanya adalah

masdar dari fi’il madi ja hada (جاھد) yang berarti mengerahkan segala upaya.

Kata jihad banyak digunakan dalam domain fikih sedangkan kata mujahadah

banyak digunakan dalam domain tasawwuf. Di dalam jihad, upaya keras

diarahkan untuk menundukkan orang kafir. Sedangkan dalam mujahadah, upaya

keras dilakukan untuk menundukkan hawa nafsu. Meski demikian, dalam wacana

tasawwuf, sesekali al-Gazali menggunakan kata jihad untuk menunjuk

pengerahan daya untuk menundukan hawa nafsu.

Hubungan antara tasawwuf dengan fikih seperti hubungan antara kulit dan

isi, atau antara ruh dan badan. Gerakan badan tanpa ruh laksana gerakan orang

mabuk atau orang mengigau, tidak berarti apa-apa. Begitu juga pelaksanaan

perintah sebagaimana yang diataur dalam fikih tidak akan menemukan tujuannya

tanpa diisi dengan roh tasawwuf. Al-Gazali (t.t.f: 160) menyatakan bahwa

pelaksanaan ibadah tanpa disertai roh tasawwuf tidak akan bisa sampai kepada

Allah. Fikih merupakan pekerjaan lahir yang benar dan salahnya menjadi ukuran

Page 26: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

83

bagi hakim untuk menghukum atau tidak. Ketika orang telah menjalankan shalat

sesuai dengan aturan fikih maka tidak ada jalan bagi hakim untuk menghukum

orang tersebut tanpa peduli apakah shalat tersebut dilakukan dengan sepenuh hati

atau dengan hati yang kosong (dari Allah).

Al-Gazali menggunkan istilah mujahadah an-nafsi (selanjutnya disebut

mujahadah) untuk menunjukan usaha yang dilakukan seseorang untuk

mengalahkan sifat-sifat buruk dirinya. Tujuan dari laku sufi adalah sampai

kehadirat Allah ( وصول الي اهللا ) dengan selamat dengan cara menapaki tangga

(stage) tertentu. Dalam perjalanan menapaki tangga akan muncul berbagai

rintangan yang timbul dari hawa nafsu. Pada situasi seperti inilah seseorang yang

sedang berjalan menuju Allah harus mengerahkan semua daya dan upayanya

mengalahkan rintangan-rintangan yang timbul dai hawa nafsu. Pengerahan segala

dan upaya dalam rangka menundukkan hawa nafsu inilah yang disebut dengan

istilah mujahadah.

Tujuan dari mujahadah adalah upaya memperbaiki diri (manusia) sebagi

khalifah Allah agar dapat sampai dan dekat kepada Allah. Namun antara Allah

dan manusia ada penyekat yang mengahalangi manusia bisa sampai kepada Allah.

Al-Gazali (t.t.e: 73) menyebut ada empat perkara yang menjadi penghalang antara

Allah dan manusia. Masing-masing adalah harta benda duniawi, kedudukan dan

pangkat, taqlid serta perbuatan maksiat. Keempat perkara ini terlebih dahulu harus

disingkirkan sebelum seseorang memsuki lapangan jihad yang sesungguhnya. Al-

Page 27: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

84

Gazali menyebutnya dengan istilah muqaddamat al-jihad (hal-hal yang

mendahului jihad).

Dalam bermujahadah, seseorang tidak dapat meninggalkan riyad atu an-

nafs (ریاضة النفس). Riyadoh merupakan latihan-latihan yang dilakukan seorang

salik (orang yang berjalan menuju Allah) untuk membiasakan diri melakukan

kebaikan. Hubungan antara mujahadah dan riyadoh dapat diibarat orang yang

sedang sakit tidak dapat berjalan kemudian berupaya agar bisa berjalan. Agar

dapat berjalan kembali maka dia harus menghilangkan rasa malas melatih diri

untuk dapat berjalan. Menghilangkan rasa malas adalah mujahadah dan latihan

berjalan adalah riyadoh.

Untuk sampai kepada Allah seorang hamba harus menapaki jalan yang

panjang. Permulaan dari jalan tersebut adalah taubat. Al-Gazali (IV, t.t.a:2)

menyebut taubat sebagai modal orang-orang yang beruntung, sebagai titik

permulaan orang yang berjalan menuju Allah, kunci istiqamah dan sebagai titik

pijak awal bagi para muqarrabin (orang yang dekat kepada Allah) menjadi hamba

pilihan. Bersamaan dengan taubat, seorang hamba harus melaksanakan kewajiban

dan meninggalkan larangan Allah. Taubah dan menjalankan perintah adalah dasar

sebelum kemudian menapaki tangga-tangga hingga sampai kepada Allah. Dalam

menapaki tangga itulah seorang akan menghadapi kendala yang harus diatasi

dengan cara mujahadah.

1. Maqamat: Tangga Menuju Allah

Page 28: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

85

Maqamat (مقامات) merupakan bentuk jamak dari maqa m (مقام).

Secara harfiah berarti tempat. Dalam istilah tasawwuf maqamat berarti

tempat-tempat yang harus dilalui secara gradual oleh seseorang yang berjalan

menuju Allah. Al-Gazali tidak secara eksplisit memberikan definisi tentang

maqamat. Namun dari berbagai pernyataannya dapat ditarik satu kesimpulan

bahwa maqam adalah tempat seorang hamba di hadapan Allah. Menurut al-

Gazali, Setiap maqam terdiri dari ilmu, h al (keadaan yang diperoleh dari

pengetahuan) dan amal (tindakan). Ilmu adalah dasar sebuah maqam. Dari

ilmu lahir h al dan dari h al lahir amal (al-Gazali, IV, t.t.a: 61). Untuk dapat

mencapai satu maqam tertentu seorang hamba dapat mengusahakannya

dengan usaha dan kerja keras (al-Gazali, IV, t.t.a: 75). Jadi, maqam adalah

sesuatu yang dapat diusahakan sedangkan h al adalah bagian yang tak

terpisahkan dari suatu maqam.

Pendapat al-Gazali tidak jauh berbeda dengan as-Suhrawardi. Dia

melihat bahwa maqam dan h al merupakan dua entitas yang sulit dibedakan

(serupa) karena keduanya saling memasuki wilayah lainnya. Sehingga satu

entitas disebut maqam oleh sebagian ulama dan oleh sebagian ulama lain

disebut sebagai h al. Namun as-Suhrawardi mengingatkan bahwa pada

hakekatnya maqam dan hal adalah dua entitas yang dapat dibedakan. Maqam

adalah satu entitas yang bersifat tetap dalam diri seorang salik, sementara

h al adalah entitas yang berubah-ubah dalam diri seseorang. Selain itu h al

merupakan pemberian dari Allah (as-Suhrawardi, IV, tt: 281-283).

Page 29: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

86

Maqam pertama adalah taubat disusul kemudian maqam sabar dan

syukur, raja’ dan khauf, zuhud, tawakkal serta mahabbah. Jika diibaratkan

dengan sebuah tangga, maqam tertinggi adalah mahabbah. Di bawahnya ada

maqam rid a dan maqam sabar yang berada satu tingkat dibawah maqam

rid a (al-Gazali, IV t.t.a: 67). Pada bagian lain al-Gazali mengatakan bahwa

maqam sabar bisa dicapai hanya manakala seorang salik telah melewati

maqam raja’ dan khauf (al-Gazali, IV, t.t.a: 164).

a. At-Taubah

Secara singkat taubat dapat diartikan sebagai kembali dari

kesalahan. Dasar dari tabubat adalah kesadaran akan besarnya bahaya

sebuah perbuatan dosa. Perbuatan dosa dapat menghalangi hubungan

antara seorang hamba dengan kekasihnya yakni Allah. Pengetahuan yang

disertai dengan keyakinan terhadap implikasi sebuah dosa melahirkan

penyesalan (nadamah) dan kehendak (iradah) untuk berbuat sesuatu bagi

masa lalu, sekarang dan yang akan datang. Berbuat bagi masa lalu adalah

menutupi kekurangan dan menebus dosa yang telah lalu. Berbuat bagi

masa sekarang adalah meninggalkan perbuatan dosa. Berbuat untuk masa

akan datang adalah berniat tidak melakukan dosa (al-Gazali, IV, t.t.a: 3).

Dengan demikian taubah mensaratkan tiga hal yakni menyadari akibat

dari dosa yang telah dilakukan, menyesali dan kemudian berniat tidak

akan mengulangi kembali.

b. Sabar dan Syukur

Page 30: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

87

Al-Gazali (IV, t.t.a: 61-62) memulai penjelasan mengenai sabar

dengan memberikan perbedaan antara sifat hewan, manusia dan malaikat.

Hewan adalah mahluk Allah yang hanya diberi syhawat (keinginan), tanpa

diberi kekuatan yang mampu melawan syahwat tersebut. Oleh karena itu

seluruh prilakunya didasarkan atas syahwat tersebut. Malaikat adalah

mahluk yang senantiasa ingin selalu dekat kepada Allah dan tidak memilki

syahwat. Oleh karena itu tidak diperlukan kerja keras menundukan

syahwat agar dapat dekat kepada Allah. Sedangkan manusia adalah

mahluk yang pada permulaan pertumbuhannya hanya memilki syahwat

memenuhi kebutuhan makannya. Kemudian berkembang syahwat

bermain, bersolek dan kemudian syahwat biologis. Dari sisi ini manusia

tak ubahnya seperti hewan.

Namun menjelang usia akil balig, Allah memberikan anugrah

berupa petunjuk (al-Quran dan as-Sunnah) dan kekuatan. Dengan

petunjuk, manusia mengetahui Allah, mengetahui rasul-Nya, mengetahui

yang bermanfaat dari yang tidak berguna dan mengetahui perintah dan

larangan. Petuntuk memang telah diberikan oleh Allah. Namun petunjuk

tidak dapat diraih hanya dengan berpangku tangan. Al-Gazali (t.t.b: 3)

mengatakan bahwa untuk mendapatkan pentunjuk (hidayah) ada titik awal

yang harus dilalui yakni menjalankan perintah, meninggalkan larangan

dan melaksanakan kesunahan.

Namun seringkali orang mengetahui yang berguna tapi tidak mau

melaksanakan karena hambatan nafsu syahwatnya. Pada situasi seperti itu

Page 31: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

88

Allah mengutus malaikat yang menguatkan manusia melakukan hal yang

bermanfaat. Dua anugrah inilah yang membedakan manusia dari binatang.

Kekuatan dan syhawat ibarat dua tentara yang saling mengalahkan.

Adakalanya kekuatan mampu mengalahkan syahwat dan ada kalanya

kalah. Kemampuan manusia mengalahkan hawa nafsu dengan berdasar

pada petunjuk inilah yang disebut dengan sabar. Meski kekuatan adalah

pemberian Allah namun kekuatan dapat ditingkatkan kemampuannya

dalam mengalahkan syahwat. Al-Gazali (IV, t.t.a: 74) menyebut dua cara

yakni menginternalisasi manfaat mujahadah menundukan hawa nafsu dan

membiasakan diri melawan hawa nafsu sedikit demi sedikit. Perbuatan

yang didasarkan pada pemahaman dan keyakinan terhadap makna sabar

melahirkan h al (keadaan) yang disebut sabar1. H al sabar melahirkan

perbuatan yang mengarah pada penundukan terhadap syahwat.

Adapun syukur secara sederhana diartikan sebagai menggunakan

kenikmatan sesuai dengan maksud pemberi nikmat. Sebagaimana

maqamat lainnya, syukur juga terdiri dari ilmu, h al dan amal. Hal

pertama yang mesti diketahui oleh orang yang bersyukur adalah

mengetahui si pemberi nikmat dengan segala sifat-sifatnya, bentuk nikmat

yang telah diterima dan menyadari bahwa kenikmatan tersebut adalah

nikmat yang diberikan kepadanya.

1 Dengan demikian sabar bisa berarti hal dan juga bisa berarti maqam. Al-Gazali (IV, t.t.a:

139) ketika menjelaskan tentang raja’ mengatakan bahwa raja bisa menjadi maqam dan juga bisa menjadi hal. Raja’ menjadi maqam ketika bersifat tetap dan menjadi h al ketika merupakan akibat dari perbuatan lain dan mudah menghilang. Artinya hal tidak bersifat tetap.

Page 32: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

89

Pengetahuan terhadap kenikmatan melahirkan perasan senang

terhadap pemberi nikmat yang disertai dengan sikap tunduk dan rendah

diri di hadapan pemberi nikmat. Seseorang yang mendapatkan pemberian

dari orang lain ada kalanya senang atas barang yang diberikan atau atas

perhatian yang diberikan si pemberi atau atas barang dan kemudian

memanfaatkan barang tersebut untuk melayani pi pemberi. Al-Gazali (IV,

t.t.a: 81) mengibaratkan orang yang mendapat kenikmatan dari Allah

dengan seseorang yang mendapat hadiah seekor kuda dari seorang raja.

Kemungkinan yang dialami si penerima adalah: pertama, senang dengan

kuda pemberian tersebut karena dia sedang memerlukan kuda.

Kegembiraannya berhenti hanya sampai disitu sehingga tidak ada bedanya

antara kuda pemberian si raja atau si gembel. Kedua, senang karena

adanya perhatian dari raja pada dirinya sehingga kuda tersebut menjadi

berharga meski sesungguhnya berang tersebut tidak berharga. Seandainya

dia menemukan kuda di jalan yang sama atau lebih bagus dari pemberian

raja maka kuda temuan tidak dirasa lebih menyenangkan dibanding

pemberian raja. Ketiga, Merasa senang dengan kuda pemberian dan

kemudian memanfaatkannya untuk tujuan yang dapat mendekatkan

dirinya pada sang raja. Perasaan senang yang ketiga inilah yang

semestinya muncul dari pengetahuan atas adanya sebuah nikmat.

Perasaan senang kemudian diikuti oleh perbuatan, baik perbuatan

yang berupa ucapan, gerak anggota tubuh maupun perbuatan hati.

Perbuatan hati adalah berniat melakukan kebaikan. Perbuatan tubuh

Page 33: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

90

adalah menggunakan nikmat sesuai denga peruntukannya. Adapun

perbuatan lisan adalah mengucap kalimah syukur (al-Gazali, IV, t.t.a:81).

Meski al-Gazali menempatkan maqam sabar sebelum maqam raja’

dan khauf, namun al-Gazali mengingatkan bahwa sabar tidak mungkin

terwujud tanpa ada raja’ dan khauf yang mendahuluinya. Nalarnya,

seseorang mampu bersabar menjalankan perintah atau meninggalkan

larangan karena ada harapan terhadap surga dan takut terhadap neraka.

Tanpa harapan dan rasa takut, mustahil orang mampu bersabar (al-Gazali,

IV, t.t.a: 164).

c. Raja’ dan Khauf

Raja’ diartika sebagai harapan akan terwujudnya suatu keinginan

yang mungkin dapat dicapai dengan suatu ikhtiar. Sifat raja bisa berarti

maqam sekaligus juga bisa berarti h al. Sebagai sebuah maqam, raja juga

tersusun dari tiga unsur yakni mengetahui, mengalami dan kemudian

mengamalkan. Mengetahui adalah memahami bahwa surga Allah akan

diberikan kepada orang yang mematuhi perintahnya. Pemahaman ini

melahirka suatu keadaan dimana orang berharap mendapat surga Allah.

Harapan ini melahirkan tindakan yang dapat mewujudkan keinginan

tersebut. Maka orang senantiasa berbuat kebaikan dan meninggalkan

larangan demi mendapatkan janji Allah tersebut (al-Gazali, IV, t.t.a: 140)

Sedangkan khauf adalah perasaan cemas akan sebuah ancaman di

masa mendatang yang timbul dari suatu kesalahan yang telah dilakukan

pada masa lalu. Khauf bisa juga diartikan sebagai kecemasan akan

Page 34: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

91

timbulnya sesuatu yang tidak menyenangkan. Perasaan khauf timbul dari

pengetahuannya atas dosa-dosa yang telah dilakukan pada masa lampau.

Seorang hamba yang telah berbuat salah merasa cemas terhadap tidak

adanya ampunan atas dosa-dosanya. Pengetahuannya terhadap akibat-

akibat dari perbuatan yang telah dilakukannya melahirkan keadaan takut

(khauf). Perasaan takut yang dihadapi seseorang menjalar ke seluruh

tubuh dan anggota badan serta tercermin dalam sikap. Karena takut

ancaman Allah orang menjadi menangis kemudian menunjukan

ketaatannya pada Allah (al-Gazali, IV, t.t.a: 153).

Antara khauf dan raja’ tidak dapat ditanyakan mana yang lebih

utama. Al-Gazali (IV, t.t.a: 161) mentamsilkan keduanya laksana air dan

roti. Bagi orang yang lapar, roti lebih diperlukan. Bagi yang haus air lebih

diperlukan. Namun bagi yang lapar sekaligus haus maka kedua-duanya

diperlukan.

d. Zuhud

Zuhud diartikan sebagai tidak mencintai dan meninggalkan selain

Allah menuju kepada Allah. Dalam hal meninggalkan duniawi,

disyaratkan adanya kemampuan menggenggam duniawi tetapi tidak

dilakukannya karena memilih yang lebih mulia yakni kehidupan akhirat.

(al-Gazali, IV, t.t.a: 212). Maqam zuhud diawali dengan pengetahuan

bahwa kehidupan akhirat lebih baik dari pada kehidupan dunia ini.

Kenikmatan akhirat lebih abadi dibandingkan kenikmatan dunia. Al-

Page 35: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

92

Gazali (1971a: 81) menjadikan surat al-A’la ayat 16 dan 172 sebagai dasar

pengetahuan terhadap zuhud. Selain itu pengetahuan terhadap ketidak

bermaknaan dunia ini di hadapan Allah juga bisa menjadi sebab lahirnya

zuhud.

Dari pengetahuan ini akan lahir keadaan (h al) zuhud yankni

menyingkirkan keinginan-keinginan duniawi demi meraih keagungan-

keagungan di sisi Allah. Buah dari keadaan ini adalah memberikan

miliknya pada yang membutuhkan dengan suka rela demi mencapai rida

Allah (1971a: 82). Orang yang berderma karena terpaksa atau dengan

senang hati tapi bukan untuk mendapat rida Allah bukan disebut sebagai

zahid (orang yang zuhud).

e. Tawakkal

Tawakkal adalah berpegang teguh dengan janji-janji Allah dengan

keteguhan yang tidak tergoyahkan oleh selain Allah. Mutawakkil (orang

yang tawakkal) meyakini dengan sebenar-benarnya bahwa apa yang telah

ditentukan Allah pasti akan terjadi meski semua orang berusaha

menolaknya (al-Gazali, 1971b,: 114). Dasar dari maqam tawakkal adalah

mengetahui bahwa Allah tidak tergantung kepada siapapun. Kemudian

dan hikmah Allah sangat luas serta kemampuan dan kekuatan Allah

adalah sempurna.

2 Ayat tersebut secara lengkap berbunyi sebagai berikut:

والآخرة خیر وأبقى بل تؤثرون الحیاة الدنیا

Artinya: tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. 17. sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.

Page 36: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

93

Pengetahuan di atas melahirkan keadaan jiwa dimana hatinya

terhubung pada Allah dan oleh karenanya memperoleh ketenangan jiwa.

Buah dari keadaan jiwa seperti ini adalah tidak melakukan usaha-usaha

duniawi kecuali yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.

Tujuan dari tawakkal adalah mengambil manfaat sebanyak-banyaknya dan

menolak kerusakan (kemud aratan) (al-Gazali, 1971a: 83).

f. Mahabbah

Maqam mahabbah adalah puncak dari maqamat. Al-Gazali

(IV,t.t.a: 286) menyebutnya sebagai puncak tertinggi dari derajat seorang

salik dan merupakan tujuan ahir dari maqamat. Di atas mahabbah tidak

ada lagi maqam kecuali buah dari mahabbah (semisal syauq, unsi dan

rida). Taubah, sabar, zuhud dan maqamat lainnya sesungguhnya adalah

pendahuluan atau penghantar kepada maqam mahabbah. Ketinggian

derajat maqam mahabbah, sebagaimana dikutip al-Gazali (t.t.a:286), dapat

dilihat dalam sabda Nabi Muhammad ketika menjawab pertanyaan

sahabat Abu Razin tentang hakikat iman. Beliau mengatakan:

قلت یا رسول اهللا كیف اإلیمان قال أن یكون اهللا ورسولھ أحب إلیك مما

سواھما وأن تقذف في النار أحب إلیك من أن تشرك باهللا

Artinya: Saya (Abu Razin) bertanya “bagaimana (hakikat) imann wahai Rasulahhah?” Nabi menjawab, “ manakala Allah dan Rasulnya lebih dicintai dari pada selainnya dan tinggal di neraka lebih baik dari pada harus mensekutukan Allah3.

3 Hadis tersebut juga dapat ditemukan dalam hadis riwayat at-T abrani (I, 1984:220).

Page 37: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

94

Mahabbah adalah kecenderungan terhadap sesuatau yang

menyenangkan. Jika mahabbah bertambah kuat maka lahir keadaan asyiq

(rindu) kepada yang dicintai. Mahabbah lahir dari pengenalan. Ketika

seseorang mengenal sesuatu dan kemudian mendapatkan kesenangan

maka dia akan mencintainya. Pengenalan tidak mungkin ada jika manusia

tidak memilki indra untuk menangkap yang ada. Bagaimana mungkin

manusia dapat mengenal Allah yang tidak bisa diindra?

Menurut al-Gazali (t.t.a: 289), manusia memiliki indra keenam

yang disebut dengan akal, cahaya dari Allah, hati atau nama-nama

lainnya. Indra keenam memilki kepakaan diatas indra-indra lainnya. Mata

hati lebih peka dari pada mata lahir. Keindahan yang ditangkap oleh hati

lebih agung dan lebih sempurna dari keindahan yang ditangkap indra.

Dengan alasan ini tidak dapat dipungkiri adanya mahabbah kepada Allah.

Mahabbah dapat dibagi ke dalam tiga kelompok yakni (1)

mencintai diri sendiri, (2) mencintai lainnya kerena kepentingan dirinya

dan (3) mencintai lainnya karena lainya, bukan karena dirinya. Sudah

menjadi watak manusia mencintai drinya sendiri. Manusia menginginkan

kelanggengan dan kesempurnaan dirinya dan tidak menyukai hal-hal yang

merusak dirinya. Bahkan seandanya tidak ada pahala dan siksa setelah

mati, manusia juga tidak menginginkan kematian. Tidak ada yang lebih

dicintai manusia kecualai keabadian dirinya. Inilah mahabbah manusia

pada dirinya sendiri (t.t.a: 289).

Page 38: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

95

Manusia memilki watak mencintai sesuatu yang dapat membuat

hantianya senang. Seseorang mencintai dokter oleh karena dokter dapat

mnyembuhkan sakitnya bukan karena dokter pada dirinya sendiri. Oleh

karena itu, selain pada dirinya, manusia juga mencintai yang ada di luar

dirinya karena hal tersebut membantu terwujudnya kelanggengan dan

kesempurnaan dirinya. Manusia menginginkan kesehatan dan keselamatan

anggota tubuhnya karena hal itu dapat menyokong keabadian dan

kesempurnaan dirinya. Manusia mencintai harta karena denga harta

tersebut menusia mampu mewujudkan ambisinya. Manusia mencintai

semua itu bukan karena pada dirinya ada sesuatu yang layak dicintai tapi

semua itu dicintai kerena dengannya manusia dapat mewujudkan cintanya

terhadap diri sendiri. Inilah cinta manusia pada selain dirinya karena

kepentingan dirinya (t.t.a: 289).

Manusia juga dapat menyukai seseutu yang ada di luar dirinya

kerena memang sesuatu tersebut memilki daya tarik pada dirinya sendiri

untuk dicintai. Manusia menyukai lukisan karena lukisan memilki

keindahan pada dirinya sendiri. Cintanya pada lukisan bukan karena

lukisan tersebut membantu mewujudkan ambisinya tapi karena pada diri

lukisan ada keindahan yang membuat menusia mencintainya. Inilah

bentuk cinta manusia pada selain dirinya karena memilki keindahan yang

layak dicintai, bukan karena kepentingan dirinya. Jikalau terhadap lukisan

yang bersifat indrawi manusia dapat memberikan cintanya maka tidak

Page 39: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

96

mustahil dengan indra keenam manusia dapat mengenal dan mencintai

Allah (t.t.a: 290).

2. Hambatan dan Cara Mengatasinya

Seluruh rangkaian perjalanan seorang hamba menuju Allah dengan

melewati berbagai maqamat dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada

Allah. Dalam perjalanannya seorang hamba mendapati banyak rintangan yang

menghalanginya sampai kepada Allah. Ada empat perkara yang seringkali

menjadi penghalang yakni dunia, mahluk, setan dan hawa nafsu (al-Gazali,

t.t.c: 4). Di sinilah seorang hamba wajib menjalankan jiha d an-nafsi untuk

mencapai tujuan yang diinginkan (al-Gazali, 1971c: 79).

a. Hambatan Dunia

Duniawi dan ukhrawi adalah dua entitas yang berlawanan.

Keduanya tidak dapat disatukan. Oleh al-Gazali (t.t.c: 13) keduanya

digambarkan laksana istri pertama dan istri mudanya. Jika suami

menunjukan perasaan bangga dan cintanya pada salah satunya maka akan

mengurangi rasa bangga dan cintanya pada yang lainnya. Barang siapa

condong kepada kehidupan duniawi tentu akan berpaling dari kehidupan

ukhrawi. Al-Gazali mencontohkan pengakuan sahabat Abi Darda yang

mengatakan: “aku berusaha menyatukan antara ibadah dan perniagaan

namun tidak mampu. Kemudian aku mementingkan ibadah dan

meninggalkan perniagaan.”

Halangan dunia harus diatasi dengan sikap zuhud dari persoalan-

persoalan duniawi. Sikap zuhud ini diperlukan karena dua alasan,

Page 40: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

97

pertama, untuk menumbuhkan rasa tenteram saat melaksanakan ibadah.

Orang yang hatinya dipenuhi rasa cinta barang-barang duniawi akan

membuatnya sibuk dengan dunia dan menjadikannya lalai terhadap

kewajiban ukhrawinya. Hati hanya ada satu. Jika telah dipenuhi dengan

duniawi maka ukhrawi akan terlupakan.

Kedua, dengan zuhud dari kehidupan duniawi, kwalitas ibadah

akan meningkat. Nabi bersabda, “dua rakaat dari hamba yang alim dan

zahid lebih dicintai Allah dari pada ibadah bertahun-tahun yang

dilakukan ahli ibadah (yang tidak alim dan zahid. Pent.).” (al-Gazali, t.t.c:

13). Para ahli ibadah (orang yang banyak beribadah) yang tidak zahid

hatinya dipenuhi oleh persoalan duniawi. Keadaan ini menjadikan ibadah

yang dilakukan jauh dari sikap khusu’ dan hudur (kehadiran Allah dalam

hati).

b. Hambatan Mahluk

Manusia adalah makhluk sosial. Adalah watak dasar manusia

untuk bersosialisai dengan yang lain. Namun kerap kali bentuk sosialisasi

antar manusia yang dihadirkan oleh sekelompok masyarakat menghalangi

perjalanan menuju Allah. Oleh karena itu al-Gazali (t.t.c:15) menyarankan

untuk melakukan uzlah, menjauhkan diri dari kelompok masyarakat yang

dapat menghalangi sampai kepada Allah. Dengan mensarikan dari

beberapa hadis, al-Gazali (t.t.c: 15-16) mengidentifikasi tiga kelompok

Page 41: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

98

masyarakat yang sebaiknya dijauhi yakni (1)4 masyarakat yang

membiasakan diri mengabaikan janji-janjinya dan menganggap ringan

amanah yang diembannya; (2)5 masyarakat yang tidak lagi memiliki rasa

aman terhadap kawannya dan (3) masyarakat yang memilki banyak ahli

pidato tetapi tidak banyak cerdik pandai, banyak para peminta tapi tidak

banyak yang memberi dan hawa nafsu telah menjadi panglima ilmu.

Dalam situasi itu shalat telah ditinggalkan, suap telah menjadi budaya dan

agama telah ditukar dengan harta dunia yang tidak seberapa.

Namun, uzlah bukan satu-satunya pilihan. Uzlah adalah pilihan

terakhir manakala dalam bersosialisasi seorang hamba tidak mampu lagi

memberikan manfaat pada orang lain atau bahkan khawatir hanyut dalam

irama kehidupan mereka. Al-Gazali (t.t.b: 30) mengatakan bahwa jika

dalam bersosialisasi seseorang tidak mampu lagi melaksankan

kewajibannya pada Allah maka uzlah menjadi pilihan yang lebih baik.

c. Hambatan Setan

4 Inti dari gambaran masyarakat tersebut dapat ditemukan dalam hadis riwayat al-Hakim

sebagaimana berikut (al-Hakim, IV, 1990:473): رسول اهللا صلى اهللا علیھ وسلم إذا رأیت الناس مرجت عھودھم وخانت أماناتھم وكانوا ھكذا قال

ل الزم وشبك بین أصابعھ فقمت إلیھ فقلت لھ كیف أصنع عند ذلك یا رسول اهللا جعلني اهللا فداك قابیتك واملك علیك لسانك وخذ ما تعرف ودع ما تنكروا علیك بأمر خاصة نفسك ودع عنك أمر

العامة5 Inti dari gambaran masyarakat tersebut dapat ditemukan dalam hadis riwayat al-Hakim

sebagaimana berikut (al-Hakim, II, 1990:171): یوشك أن یأتي زمان یغربل الناس غربلة و یبقى حثالة : لم قال رسول اهللا صلى اهللا علیھ و س أن

و أماناتھم و اختلفوا فكانوا ھكذا و شبك بین أصابعھ قالوا فكیف بنا مرجت عھودھم من الناس قد تأخذون ما تعرفون و تذرون ما تنكرون و تقلبون على أمر خاصتكم و : یا رسول اهللا ؟ قال تدعون أمر عامتكم

Page 42: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

99

Setan merupakan salah satu musuh manusia. Dia akan senantiasa

berusaha menjadikan manusia tersesat dari jalan yang lurus. Ada banyak

peringatan Allah kepada manusia agar menjauhi setan sebagaimana

disebutkan dalam beberapa ayat al-Quran. Salah satunya sebagaimana

yang tersurat dalam surat Fatir ayat 6 yang artinya: “sesungguhnya setan

adalah musuh kalian semua. Maka jadikanlah setan sebagai musuh.”

Dengan meminjam pendapat ulama lain, al-Gazali (t.t.c: 21)

menawarkan dua pilihan dalam menahan godaan setan. Pertama, dengan

cara memohon kepada Allah agar diberi perlindungan dari godaan setan.

Sesungguhnya setan adalah anjing yang dikirim oleh Allah untuk

manggoda manusia. Manusia yang sibuk melawan setan hanya akan

menemukan kelelahan dan menyianyiakan waktu dan tidak tertutup

kemungkinan setan yang akan mengalahkan manusia. Itulah sebabnya

kembali pada Allah dengan senantiasa memohon agar dihindarkan dari

setan merupakan jalan terbaik. Kedua, dengan cara mujahadah, berusaha

sekuat daya dan upaya menolak serta melwan bujukan setan (t.t.c: 21).

Dengan menggunakan hidayah yang telah diberikan oleh Allah, manusia

dapat membedakan antara hasutan setan dan anjuran Allah.

Al-Gazali menyarankan agar menggunakan kedua cara tersebut di

atas sekaligus. Dimulai dengan memohon perlindungan kepada Allah.

Namun seringkali Allah masih saja mengirim setan kepada hambanya.

Bukan berarti Allah tidak mengabulkan permohonan namun Allah ingin

menguji kesungguhan hambaNya dalam menjalankan perintah dan

Page 43: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

100

meninggalkan laranganNya. Manakah diantara hambanya yang sungguh-

sungguh berusaha dan yang hanyut dengan godaan setan. Dalam surat Ali

Imran ayat 142 Allah berfirman yang artinya: “Apakah kamu mengira

bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang

yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar.”

d. Hambatan Hawa Nafsu

Dari empat hambatan, hawa nafsu merupakan hambatan terbesar

karena dia merupakan musuh yang ada dalam diri manusia. Selain itu

hawa nafsu adalah musuh yang dicintai manusia. Umumnya manusia itu

buta terhadap kekurangan kekasihnya. Jika manusia telah menganggap

baik segala yang keluar dari nafsunya maka dapat dipastikan akan

menemui kerusakan. Hanya dengan mengekang hawa nafsu dan memohon

perlindungan kepada Allah yang dapat menyelamatkan manusia dari

kerusakan.

Al-Gazali mentamsilkan jiwa dan raga manusia laksana sebuah

kerajaan, ada raja, pembantu raja, dan ada rakyat jelata. Raja dan rakyat

secara bersama-sama membangun kemajuan kerajaan. Begitu juga jiwa

dan raga manusia. Hati adalah raja kerajaan manusia. Hati adalah jisim

lembut yang bersifat robba niyyah ruha niyyah. Dengan hati, manusia

mengenal sesuatu. Dengan hati, manusia menerima perintah Allah.

Dengan hati pulalah manusia menemukan hakekat kemanusiaannya.

Sedangkan rakyat dan pembantunya adalah selain hati. Rakyatnya

ada yang kasat mata seperti tangan kaki dan sebaginya dan ada pula yang

Page 44: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

101

tak dapt dilihat oleh mata seperti rasa senang, rasa marah dan sebagainya.

Pada dasarnya seluruh pembantu dan rakyat tunduk pada perintah sang

raja. Mereka secara bersama-sama membantu raja mencapai tujuan yaitu

sampai kepada Allah.

Secara garis besar, rakyat dapat dikelompokan ke dalam empat

golongan. Pertama adalah pendorong, yaitu sahwat yang mendorong

manusia melakukan sesuatu dan ghadab (perasaan marah) yang mencegah

manusia melakukan sesuatu. Kedua adalah penggerak. Dia adalah satu

kekuatan yang mendorong seluruh bagian yang terkait untuk bertindak

atau tidak bertindak. Penggerak ada disetiap anggota tubuh lahir maupun

batin. Ketiga adalah penunjuk jalan menuju sebuah pengetahuan. Mereka

adalah indra manusia. Keempat adalah kelompok penasihat yang terdiri

dari ilmu, hikmah dan tafakkur.

Dari semua kelompok, yang harus diwapadai adalah kelompok

pertama karena mereka terkadang tunduk pada raja namun tidak jarang

mereka melawan raja sehingga menyebabkan kerajaan menjadi binasa.

Pada saat nafsu dan ghadab tidak lagi berada pada jalan yang benar maka

diperlukan kelompok keempat untuk memberi nasihat (al-Gazali, III t.t.e:

3-6).

Al-Gazali menawarkan tiga cara mneyelamatkan diri dari

kerusakan yang ditimbulkan oleh nafasu, yakni (1) menahan diri dari

ajakan nafsu sahwat, (2) memberikan beban berat kepada nafsu dengan

cara memperbanyak ibadah dan (3) meminta perlindungan kepada Allah.

Page 45: BAB III rev - EPrintseprints.walisongo.ac.id/1490/4/115112028_Tesis_Bab3.pdfdi kota Thus, dipangkuan saudara Imam al-Gazali yang bernama Ahmad disebelah timur benteng dekat Tabaran

102

Denga tiga cara inilah manusia dapat selamat dari kerusakan (al-Gazali,

t.t.c: 25).