BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI...
Transcript of BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI...
25
BAB III
PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI UNIT TRANSFUSI
DARAH CABANG KOTA SEMARANG
A. Profil Unit Tranfusi Darah Cabang Kota Semarang
1. Sejarah Berdirinya Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang
Upaya kesehatan di bidang transfusi darah sudah berjalan sejak
zaman pemerintahan Belanda. Dahulu bernama Bloed Transfoesi Dienst,
sebagai bagian kegiatan NERKAI (Nederlands Rode Kruis Afdeling
Indonesia). Sejak tahun 1945, NERKAI diambil alih fungsi oleh
pemerintah Republik Indonesia yang kemudian dikenal dengan kegiatan
Palang Merah Indonesia (PMI).
Pada masa awal pengalihan itu, pemerintah Republik Indonesia
ataupun Palang Merah Indonesia belum memperhatikan pentingnya
kehidupan Bloed Transfoesi Dienst (yang kemudian hari dikenal dengan
nama Dinas Dermawan Darah/Dinas Transfusi Darah) sehingga
kegiatannya hanya bersifat sporadis, akibatnya pada masa itu kebutuhan
darah bagi masyarakat lebih banyak dipenuhi oleh Donor Pengganti (baik
dari keluarga atau yang dibayar). Donor pengganti yang diambil dari
keluarga disebut donor keluarga dan yang dibayar dinamakan donor
bayaran. Sementara ada pula donor yang dengan sukarela dan tanpa
mengharapkan apapun disebut donor sukarela.1
1 Selayang Pandang Unit Transfusi Darah PMI Cabang Kota Semarang, hlm. 1
26
Pada tahun 1950-1960 masih dikenal dengan istilah usaha Palang
Merah Indonesia di bidang transfusi darah dan berjalan seadanya. Karena,
walaupun kebutuhan darah begitu tinggi namun masyarakat tidak paham.
Padahal semakin lama dirasakan, bukan hanya di kota besar, di kota
kabupaten pun membutuhkan darah yang jumlahnya tidak sedikit.
Seiring dengan terus meningkatnya kebutuhan darah maka
peningkatan sarana-sarana juga harus dimiliki Palang Merah Indonesia,
diantaranya:
- Tenaga pelaksanaan yang terampil
- Perlengkapan-perlengkapan standar.
Untuk memenuhi tenaga yang profesional diadakan pendidikan yang
melatih keterampilan di bidang transfusi darah, pelatihan ini dimulai pada
tahun 1969 dengan masa pendidikan 6 (enam) bulan.
Agar kegiatan usaha kesehatan di bidang tranfusi darah
mempunyai legalitas, pemerintah Republik Indonesia memandang perlu
mengeluarkan peraturan, yang mengatur kinerja Palang Merah Indonesia
secara hukum di bidang kesehatan yang diperkuat dengan Surat
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 024/BIRHUP/1972. Setelah
pemerintah mengeluarkan legalitas, di kemudian hari diketahui ternyata
terdapat perbedaan yang mendasar antara DTD (Dinas Transfusi Darah)
dan DDD (Dinas Dermawan Darah). Sejak tahun 1950 usaha kesehatan
Palang Merah Indonesia dikenal dengan DDD atau Dinas Demawan
Darah yang kemudian menjadi Dinas Donor Darah yang mudah diingat,
27
tugasnya hanya mencari donor darah bila dibutuhkan, sedangkan yang
memeriksa dan mengolah darah hingga siap diberikan penderita dilakukan
oleh Rumah Sakit.
Sedangkan mengapa kemudian dinamakan DTD atau Dinas
Transfusi Darah adalah karena selain sudah mampu mengerahkan atau
mencari donor darah juga sudah mampu menyimpan darah dan
mempunyai peralatan yang standart untuk mengolah darah hingga siap
diberikan kepada penderita.
Agar perlengkapan Dinas Transfusi Darah diupayakan standar dan
dapat berlaku umum diseluruh Indonesia serta menghindari hal-hal buruk
yang memungkinkan oknum menyalahgunakan Dinas Transfusi Darah
dari tujuan semula, membantu penderita dengan sukarela, maka
pemerintah mengeluarkan peraturan yakni Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 18 tahun 1980, menggantikan BIRHUP, yang mengatur
mekanisme kinerja transfusi darah, aturan main, dan ragamnya dibidang
transfusi darah.
Mengingat beratnya amanat pemerintah terhadap Palang Merah
Indonesia untuk melaksanakan upaya kesehatan, selanjutnya guna
memperjelas aturan main upaya kesehatan transfusi darah tersebut
diturunkan Surat Keputusan yang merupakan penjelasan dari PP No. 18 /
1980 dalam bentuk Peraturan Menteri Kesehatan No. 478 / MENKES /
Peraturan / X / 1990 sekaligus petunjuk pelaksanaannya yang dituangkan
dalam SK Dirjen Pelayanan Medik No. 1147 / YANKES / 1991.
28
Sejak saat itu, Dinas Transfusi Darah sudah dapat melakukan
pengembangan dalam teknis pelaksanaan tugasnya, agar lebih profesional,
sekaligus memberikan jaminan kepada penderita / pengguna darah agar
merasa aman saat ditransfusi. Salah satu jaminannya adalah SK
MENKES No. 622 / MENKES / 1992 tentang kewajiban memeriksa HIV
pada semua darah sebelum diberikan kepada penderita.2
Meskipun masyarakat kota Semarang pada waktu itu belum
mengenal kegiatan Kepalang Merahan, namun kegiatan transfusi darah
telah berjalan.
Dengan peralatan yang sederhana sudah mampu memberikan
petunjuk bagi masyarakat, bahwa harus kemana bila membutuhkan darah.
Hal tersebut dapat diyakini dengan diturunkannya SK dari Markas Besar
PMI No. 744/S.K.P./P.B. Tentang Pengesahan Usaha Kesehatan PMI
Semarang menjadi Dinas Transfusi Darah Semarang yang dikirimkan ke
Semarang pada tanggal 24 September 1980. Surat Pengesahan tersebut
intinya menyatakan bahwa sejak tahun 1945 di Semarang telah berjalan
aktivitas kegiatan transfusi darah yang masih berstatus DDD namun
sejak tahun 1951 sudah berstatus DTD, sekalipun baru memiliki seorang
dokter, seorang tenaga perawat serta peralatan untuk donor darah dan
pengolahan darah masih sederhana, yang penting mampu melayani
masyarakat yang membutuhkan darah.
2 Ibid, hlm.4
29
Dinas Transfusi Darah Semarang merupakan unit kerja di
lingkungan PMI Semarang yang kemudian bernama Dinas Transfusi
Darah Palang Merah Indonesia Semarang yang beralamat di Jalan Mgr.
Soegiyopranoto Sj No. 31 Semarang, sebelum pindah ke gedung Nomor
35 sekarang ini sebagai hasil sumbangan masyarakat.
Tahun 1986 nama DTD berubah menjadi PUTD (Pelayanan Usaha
Transfusi Darah). Salah satu alasannya adalah agar lebih meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan darah. Namun pada
tanggal 15 pebruari 1988, pengurus PMI Pusat di Jakarta menurunkan
Surat Edaran Intern berisi surat keputusan No. 1659/S. KP/PP tentang
Konsolidasi Penyelenggaraan Tranfusi Darah yang menegaskan bahwa
unit usaha trasfusi darah di tingkat cabang diganti dengan nama Unit
Transfusi Darah (UTD). Penggantian nama ini lebih beralasan pada
penekanan bahwa unit ini merupakan salah satu unit usaha PMI yang
menangani masalah tranfusi darah.3
Berpegang pada dasar hukum yang ada, Unit Transfusi Darah
Semarang terus berupaya mengembangkan diri, baik dalam upaya
meningkatkan jumlah pendonor darah setia juga terus berupaya menekan
donor darah keluarga dan donor darah bayaran sehingga lebih banyak
donor sukarela guna memenuhi kebutuhan darah sesuai kebutuhan
masyarakat. Selain itu Unit Transfusi Darah Semarang juga terus
meningkatkan sumber daya manusianya agar dalam menyediakan darah
3 Wawancara dengan Pengurus Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang, Sie Bina
Donor, Dra. Ani Siswati, Tanggal 9 April 2005
30
dapat dipertanggung jawabkan kualitas darah hasil olahannya. Termasuk
melaksanakan semua aturan teknis pemeriksaan dan pengolahan darah
sebelum darah diserahkan kepada penderita, antara lain dengan melakukan
skrining pada semua darah donor.
a. Tahun 1985 Unit Transfusi Darah Semarang sudah memeriksa Hbs Ag
(Hepatitis B).
b. Tahun 1990 juga sudah mulai diperiksa sipilis
c. Tahun 1992 sudah mengikuti anjuran SK Menkes No. 622/1991
tentang kewajiban pemeriksaan HIV pada semua darah donor.
d. Tahun 1996 Pemeriksaan Hepatitis C (HCV)
Hingga saat ini semua pemeriksaan tersebut masih tetap dan terus
dilaksanakan Unit Transfusi Darah Paalang Merah Indonesia kota
Semarang.
Dengan terus berkembangnya ilmu kedokteran khususnya
dibidang hematology dan transfusi darah, memacu Unit Transfusi Darah
Semarang untuk terus mengimbanginya. Upaya tersebut diantaranya
adalah memberikan darah selain darah penuh juga darah olahan atau darah
komponen (darah yang sudah diolah menjadi beberapa bagian /
komponen).
Berbekal alat pengolah darah yang bernama Referigenerated
Centrifuge 3B sumbangan dari Rotary Club Adelcide di Australia, Unit
Transfusi Darah Semarang sudah mampu memberi darah komponen
kepada penderita yang membutuhkan darah. Pada waktu itu, kebutuhaan
31
darah komponen yang dapat dilayani berupa FFP (Fresh Frozen Plasma),
PC (Packed Red Cell), WE (Washed Erythrocyte), TC (Thrombocyte) dan
BCC (Buffy Coat). Jika pada waktu itu kebutuhan darah komponen baru
berkisar 5%-10% dari seluruh permintaan, maka pada akhir tahun 2001
kebutuhan darah komponen sudah mencapai 70%.4
Di masa awal pelayanannya, Unit Transfusi Darah Cabang kota
Semarang hanya memberikan pada jam kerja siang hari, namun ternyata
kebutuhan darah tidak dapat ditawar jam layanannya, maka tidak bisa
tidak, Unit Transfusi Darah Cabang kota Semarang harus siaga 24 jam
untuk melayani jika sewaktu-waktu ada permintaan. Pada tahun 1969
dengan penyadap darah dan laboratorium untuk pencocokan darah
sederhana dan tenaga seorang dokter, seorang perawat sebagai penyadap
darah, dan seorang tenaga laboratorium, Unit Transfusi Darah Cabang
kota Semarang mendapat rekomendasi dari lembaga Transfusi Darah PMI
Pusat untuk dapat melayani masyarakat selama 24 jam sehari.
Hingga kini , Unit Transfusi Darah Cabang kota Semarang terus
berupaya meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia, baik
dibidang penyadapan / pengambilan darah, bidang laboratorim maupun
tenaga pendukung yang lainnya dibidang administrasi. Pelatihan-pelatihan
yang diikuti mulai dari tingkat Jawa Tengah hingga Pusat bahkan ke luar
4 Selayang Pandang, op.cit, hlm. 7
32
negeri sepanjang itu untuk meningkatkan kemajuan bagi Unit Transfusi
Darah Cabang kota Semarang.5
2. Visi dan Misi Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang6
Visi
Menjadikan Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang sebagai
salah satu unggulan dalam pelayanan transfusi darah.
Misi
Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang mempunyai misi
sebagai berikut:
a. Meningkatkan pelayanan transfusi darah dengan mengembangkan
inovasi, kreasi dan efisiensi.
b. Ekonomis dan tejangkau bagi yang memerlukan jasa transfusi darah
dengan mempertimbangkan kaidah ekonomi dan jiwa PMI.
c. Meningkatkan pelayanan transfusi darah sejalan dengan kemajuan
ilmu transfusi darah.
d. Meningkatkan terus menerus kemapuan sumber daya manusia dalam
tubuh organisasi Unit Transfusi Darah Cabang.
e. Mengembangkan pendidikan, penelitian, tentang transfusi darah.
5 Wawancara dengan Pengurus Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang, Sie Bina
Donor, Dra. Ani Siswati, Tanggal 12 April 2005 6 Bunga Rampai Peresmian Gedung Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang, 2002,
hal.10
33
Tujuan
Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang bertujuan
menjadikan pelayanan sebagai ujung tombak di Unit Transfusi Darah
Cabang Semarang dengan berpegangan pada lima S (sigap, sopan,
senyum, sabar, dan senang), melayani masyarakat akan kebutuhan darah
dengan memperhatikan hukum ekonomi, meningkatkan disiplin kerja dan
saling bekerja sama sesuai dengan tujuh prinsip Palang Merah dan Bulan
Sabit Merah, meningkatkan sumber daya manusia dalam hal pengetahuan
transfusi darah dan aplikasinya, mampu memberikan pelayanan di bidang
immuno hematologi sesuai dengan kemajuan ilmu transfusi darah
kedokteran.7
Sasaran
Sasaran yang hendak dicapai oleh Unit Transfusi Darah Cabang
Kota Semarang adalah meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia,
mendapatkan imbalan dan fasilitas sesuai dengan kemapuan keuangan
Unit Transfusi Darah Cabang, Unit Transfusi Darah Cabang yang tervisi
berkembang didalam jangka pendek, menengah dan jangka panjang,
mendayagunakan para pakar yang terkait dengan ilmu transfusi darah,
mengembalikan infestasi keuangan yang sudah dikeluarkan untuk sarana
dan prasarana.8
7 Ibid 8 Ibid
34
Program
Program yang selalu diprioritaskan oleh Unit Transfusi Darah
Cabang Kota Semarang untuk kemajuan Unit adalah mempercepat
pelayanan uji serasi dari dari 2 jam menjadi 15 menit dengan metode gel,
meningkatkan pelayanan pemakai jasa darah atau komponen-komponen
yang aman dan cepat, memenuhi kebutuhan darah dengan meningkatkan
jumlah donor darah sukarela, meningkatkan pelayanan pengguna jasa
transfusi darah penderita thalassemia dan hemophilia, memperkecil
peluang calo darah, menyiapkan laboratorium referal immuno hematologi
dengan metode gel meliputi :
- golongan darah yang bermasalah.
- Screening antibody.
- Identifikasi anti body.
- Test paternity.9
3. Struktur Organisasi Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang
Setiap kepengurusan Palang Merah Indonesia baik di Pusat,
Daerah maupun Cabang mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap
pembinaan dan penyelenggaraan upaya kesehatan transfusi darah sesuai
dengan lingkup tanggung jawabnya masing-masing.
Dalam melaksanakan tugasnya dibidang upaya kesehatan transfusi
darah, Pengurus Pusat PMI dibantu oleh:
9 Ibid
35
a. Perangkat staff UKTD (Upaya Kesehatan Transfusi darah), yaitu
Divisi Bina Transfusi darah, berada dibawah pengurus Pusat PMI dan
bina Transfusi darah Daerah dibawah Pengurus Daerah PMI
b. Perangkat pelaksana teknis UKTD, yaitu Unit Transfusi Darah Pusat,
Unit Transfusi Darah Daerah, dan Unit Transfusi Darah Cabang.
Bina Transfusi Darah Daerah yang dibentuk oleh Pengurus Daerah
PMI menjalankan fungsinya mengkoordinasikan UTDC-UTDC di
wilayahnya serta melakukan pembinaan kepada UTDC PMI menyangkut
pembinaan organisasi dan managemen, personal, sarana dan prasarana,
usaha/ produksi, logistik, dana dan bantuan. Sedangkan bersama-sama
dengan Kanwil Depkes Propinsi, Pengurus Daerah PMI / Bina Transfusi
Darah Daerah melaksanakan pembinaan untuk peningkatan kualitas
layanan upaya kesehatan transfusi darah serta koordinasi dan kerjasama
dalam hal pemantauan penerbitan dan pemutihan ijin operasional Unit
Transfusi Darah Cabang.
Unit Transfusi Darah Cabang PMI sebagai unit usaha yang
dibentuk oleh Pengurus Cabang PMI melaksanakan tugas upaya kesehatan
transfusi darah ditingkat cabang memiliki manajemen tersendiri.
Pengorganisasian UTDC PMI terdiri atas tiga unsur yaitu Unsur Tata
Usaha, Unsur Teknis dan Unsur P2D2S (Pencari Pelestari Donor Darah
Sukarela). UTDC PMI dipimpin oleh Kepala UTDC yang bertanggung
jawab langsung kepada Pengurus Cabang PMI.
36
Pengurus cabang PMI dalam melaksanakan upaya kesehatan
Transfusi darah, membina kerjasama dengan Pemerintah Daerah setempat
maupun Kantor Departemen Kesehatan maupun Dinas Kesehatan Dati II,
khususnya dalam peningkatan kualitas layanan upaya kesehatan Transfusi
darah dan permohonan rekomendasi pendirian UTDC maupun
permohonan bantuan tenaga dan peralatan transfusi darah yang
diperlukan.10
10 Wawancara dengan Pengurus Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang, Sie Bina
Donor, Dra. Ani Siswati, Tanggal 23 April 2005
37
ORGANISASI UTDC PMI SERTA HUBUNGAN KERJANYA DENGAN
INSTANSI TERKAIT.
Keterangan :
BTDD : Bina Transfusi Darah Daerah P2D2S : Pencari Pelestari Donor Darah Sukarela
PP PMI
PD PMI
PC PMI KANDEPKES/ DINKES DATI
KANWIL DEPKES
DIVISI BINA TRANFUSI DARAH
DEPKES RI
TEKNIS
UTDC PMI
KA. UTDC
TATA USAHA
BTDD PMI
P2D2S
38
STRUKTUR ORGANISASI UTDC PMI
B. Praktek pembiayaan Transfusi Darah di Unit Transfusi Darah Cabang
Kota Semarang
1. Sistem Pelayanan Permintaan Darah di UTDC Kota Semarang
Dalam ruang lingkup transfusi darah dikenal dengan adanya
UKTD atau Upaya Kesehatan Transfusi Darah. Yaitu, upaya kesehatan
berupa segala tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk
memungkinkan penggunaan darah bagi keperluan pengobatan dan
pemulihan kesehatan yang mencakup kegiatan-kegiatan pengerahan
penyumbang darah, pengambilan, pengamanan, pengolahan,
penyimpanan, dan penyampaian darah kepada pasien melalui sarana
pelayanan kesehatan.
Palang Merah Indonesia sebagai pihak yang diserahi tugas oleh
pemerintah untuk menyelenggarakan UKTD tersebut mendirikan Unit
Transfusi Darah yang kegiatannya meliputi: rekruitmen donor, seleksi
PMI CABANG
KA UTDC
UNSUR TEKNISI UNSUR P2D2S UNSUR TATAUSAHA
39
donor, pengambilan darah, pemeriksaan uji saring, pembuatan komponen
darah, penyimpanan sampai mendistribusikan darah kepada pemakai yaitu
Rumah Sakit atau pasien.11
Dalam upaya perolehan darah, Unit Transfusi Darah Cabang
Semarang mempunyai target 4000-4500 kantong untuk setiap bulannya.
Akan tetapi, saat sekarang ini, baru bisa sampai 80% dari jumlah kantong
yang ditargetkan. Padahal selama ini Unit Transfusi Darah sudah menjalin
kerja sama dengan berbagai instansi pemerintah, perguruan tinggi, ikatan
remaja, maupun sekolah-sekolah yang ada di Semarang. Mengingat masih
banyaknya jumlah kantong yang kurang dari target yang ditentukan , maka
pihak Unit Transfusi Darah berusaha lebih giat lagi dalam upaya
pengerahan penyumbang darah guna mendapatkan target yang akan
dicapai.12
Adapun prosedur kerjasamanya adalah sebagai berikut:
1. Surat pemberitahuan tentang kesediaan donor darah kepada Unit
Transfusi Darah Semarang yang berisi hari, tanggal, jam, tempat
donor, dengan mengetahui kepala sekolah, kepala desa, pimpinan
perguruan tinggi atau kepala instansi yang bersangkutan.
2. Surat pemberitahuan tersebut sekaligus berisi permohonan bantuan
untuk pelaksanaan donor, karena yang mempunyai fasilitas adalah
pihak Unit Transfusi Darah.
11 BTDD PMI Jawa Tengah, Buku Pintar Petugas P2D2S, Semarang,1999, hal 41 12 Wawancara dengan Pengurus Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang, Sie Bina
Donor, Dra. Ani Siswati, Tanggal 27April 2005
40
3. Proses donor hanya bisa dilakukan dengan bantuan dari tenaga medik
dari Unit Transfusi Darah dan pendonor tidak dikenai biaya apapun.
Apabila calon pendonor adalah dari keluarga pasien atau secara
pribadi menyatakan kesediaannya menjadi pendonor, maka calon
pendonor dapat langsung datang langsung ke Unit Transfusi Darah
Cabang PMI Semarang dan melakukan pemeriksaan pra donor. Kemudian
jika dinyatakan bisa didonor darahnya bisa langsung diambil oleh tenaga
medik yang ada.
Setelah darahnya diambil, pendonor berhak mendapatkan layanan
yang berupa hidangan, yaitu satu gelas susu dan mie, dan apabila
dibutuhkan akan diberikan obat-obatan ringan.13
Penyelenggaraan Usaha Kesehatan Transfusi Darah secara
langsung akan menentukan tingkat derajat kesehatan masyarakat luas.
Masyarakat senantiasa membutuhkan darah dari Unit Transfusi Darah,
baik dalam kondisi dan situasi yang telah diperhitungkan maupun yang
tidak dapat diduga sebelumnya. Oleh sebab itu Unit Transfusi Darah harus
mampu memenuhi setiap kebutuhan darah. Hal ini dapat dicapai apabila
Unit Transfusi Darah mempunyai anggota Donor Darah Sukarela (DDS)
yang jumlahnya cukup memadai dengan kebutuhan. Dalam pelaksanaan
Usaha Kesehatan Transfusi Darah, Unit Transfusi Darah sangat
bergantung pada berbagai pihak, khususnya pada masyarakat pendonor
13 Ibid
41
darah sebagai penyangga ketercukupan stok darah di Unit Transfusi
Darah.
Salah satu indikator keberhasilan pelayanan Unit Transfusi Darah
adalah diukur dari kemampuan Unit Transfusi Darah tersebut untuk
menghimpun Donor Darah Sukarela dengan jumlah yang memadai
sehingga seluruh permintaan dari rumah sakit dapat dipenuhi, sehingga
keluarga pasien tidak perlu repot-repot mencari sendiri donor darah, yang
lazim disebut Donor Darah Keluarga atau Donor Darah Pengganti.14
Dalam tahap penyampaian darah, Unit Transfusi Darah hanya
dapat memberikan darah sesuai dengan kebutuhan. Unit Transfusi Darah
hanya menyediakan darah bagi yang membutuhkan. Golongan darah yang
tersedia di Unit Transfusi Darah Semarang hanya golongan darah A, B,
dan O saja. Setiap pengguna darah hanya bisa meminta darah dengan
resep dokter yang menangani pasien, jika pihak keluarga datang sendiri ke
Unit Transfusi Darah Semarang. Dan apabila melalui rumah sakit, maka
pihak rumah sakit juga hanya dapat meminta darah sesuai dengan jumlah
kantong yang dibutuhkan pada saat itu juga, tidak boleh melebihi dari
jumlah kantong yang dibutuhkan.
Darah yang dikirim ke rumah sakit adalah darah yang cocok dan
sesuai dengan darah pasien, yaitu darah yang sudah mengalami reaksi
silang. Identitas darah dan pencatatan nomor kantong darah yang dikirim
harus jelas mengenai jenis dan golongan darah, tanggal pengambilan, suhu
14 BTDD PMI Jawa Tengah, Op. Cit., hal.42
42
simpan hasil pemeriksaan dan tanggal kadaluarsa. Selain itu, suhu
pengiriman darah lengkap harus dapat dipertahankan, sedangkan plasma
segar beku dan kriopresitat dapat dikirim dalam bentuk cair.
Dalam penyampaian darah ke rumah sakit, Unit Transfusi Darah
Cabang Semarang menyampaikan ke semua rumah sakit yang ada di
Semarang. Unit Transfusi Darah Semarang hanya mengirimkan jumlah
kantong yang diminta pada saat itu juga. Setiap bulannya, Unit Transfusi
Darah Cabang Semarang telah mengirimkan darah ke rumah sakit lebih
dari 3000 kantong darah dari berbagai jenis dan golongan darah yang
tersedia.
Berkaitan dengan penyampaian darah ini, pihak pengguna darah
dari golongan dan jenis darah apapun dikenai biayanya. Karena mengingat
bahwa dalam proses pengadaan, pengolahan, penyimpanan dan
pengamanan darah membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sedangkan
pola penghitungan biaya penggantian penggunaan darah, ditetapkan
berdasarkan atas komponen jasa palang merah, komponen administrasi
dan komponen bahan dan alat habis pakai.15
Unit Transfusi Darah menyampaikan darah yang telah siap pakai
kepada sarana pelayanan kesehatan yang memerlukan untuk kegiatan
pengobatan di rumah sakit, dengan mekanisme/prosedur sebagai berikut:
15 Wawacara dengan Pengurus Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang, Sie Bina
Donor, Dra. Ani Siswati, Tanggal 2 Mei 2005
43
1. Formulir permintaan darah dari rumah sakit yang ditandatangani
oleh dokter disertai contoh darah si pasien dibawa oleh keluarga
pasien ke Unit Transfusi Darah Cabang Semarang.
2. Bila di Unit Transfusi Darah ada persediaan darah yang diminta,
kemudian diadakan uji cocok serasi dan bila cocok maka darah
langsung di bawa ke rumah sakit yang bersangkutan untuk
ditransfusikan. Perkiraan waktu yang diperlukan:
a. Pemeriksaan uji cocok derasi di Unit Transfusi Darah ±1 jam.
b. Perjalanan rumah sakit ke Unit Transfusi Darah (bila
jauh/jalan macet) dapat mencapai ±1 jam. Sehingga
kebutuhan waktu untuk mendapatkan darah siap ditransfusikan
± 2 jam..
3. Apabila persediaan darah di Unit Transfusi Darah tidak ada, maka
keluarga pasien harus mencari donor. Waktu yang diperlukan untuk
seleksi donor, uji saring dan uji serasi serta transportasi dari Unit
Transfusi Darah ke rumah sakit bertambah panjang (bisa mencapai
4-6 jam). Inilah mengapa persediaan stok darah di Unit Transfusi
Darah mutlak harus dipenuhi.
Berdasarkan kenyataan mekanisme/prosedur pelayanan darah
yang telah berlangsung selama ini, terdapat beberapa kendala dan
hambatan sebagai berikut:
1. Mengurangi kualitas darah, karena:
a. Terlalu lama berada di luar tempat penyimpanan darah
44
b. Kemungkinan guncangan selama perjalanan dari Unit Transfusi
Darah ke rumah sakit.
2. Waktu yang diperlukan cukup lama, apalagi bila di Unit Transfusi
Darah tidak ada stok darah
3. Kemungkinan kelebihan permintaan darah. Misalnya, permintaan
kantong ternyata hanya ditransfusikan 2 kantong mengingat keadaan
pasien sudah cukup baik. Sisa darah karena penyimpanan tidak baik
akan menjadi rusak dan tidak bisa digunakan lagi.
Menyadari permasalahan dan kendala yang terjadi tersebut, maka
perlu diprioritaskan upaya menekan seminimal mungkin kelemahan-
kelemahan yang ada dengan cara meningkatkan cakupan, mutu dan
efisiensi pelaksanaan-pelaksanaan transfusi darah di rumah sakit. Untuk
itu, keberadaan bank darah rumah sakit dalam hal ini mutlak sangat
diperlukan.16
16 BTDD PMI Jawa Tengah, Op. Cit., hal.49
45
PROSEDUR MENDAPATKAN DARAH17
Disertai contoh darah
ADA TIDAK ADA
17 Leaflet Prosedur Mendapatkan Darah di Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang
Dokter mengisi formulir Permintaan darah
UTD PMI
Tidak cocok
Tidak Cocok
Cocok
Cross test
cocok
Cross Test
Mencari donor Keluarga/ sukarelawan
Mencari darah yang cocok
Dibawa ke RS bersangkutan
TRANSFUSI
46
ALUR PERMINTAAN DAN DISTRIBUSI DARAH TRANSFUSI18
6 3. SPDT
DDP/DDK 2. STOK DARAH
PERMINTAAN
Permintaan
ANALISA
1. KEBUTUHAN
Kirim 4. PERMINTAAN
5. PENDISTRIBUSIAN
Keterangan:
SPDT : Surat Permintaan Darah Transfusi DDP : Donor Darah Pengganti DDK : Donor Darah Keluarga
18 Leaflet Mekanisme Permintaan dan Distribusi Darah Transfusi di Unit Transfusi Darah
Cabang Kota Semarang
UTDC
Bagian Penerangan
darah
Bank Darah Rumah
sakitRumah sakit
Bangsal
47
MEKANISME HUBUNGAN LAYANAN UNIT TRANSFUSI DARAH
DENGAN BANK DARAH RUMAH SAKIT
UTD PMI
…………………………………..
BANK DARAH
RUMAH SAKIT
REKRUTMEN DONOR
SELEKSI DONOR
PENGAMBILAN DARAH
UJI SARING
PENGOLAHAN KOMPONEN
DISTRIBUSI
PENYIMPANAN
DISTRIBUSI : PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH CROSS MATCH
48
2. Sistem Pembayaran Service Cost (Biaya Layanan)
Service cost adalah biaya penggantian darah yang ditanggung oleh
pasien (keluarga pasien) yang diperhitungkan dari biaya yang diperlukan
untuk komponen kegiatan yang meliputi pemeriksaan darah, pengolahan
darah, pendistribusian, pembinaan donor, administrasi cetak serta
pemakaian bahan/alat habis pakai, seperti kantong darah, dan lain-lain.
Selama ini ada persepsi keliru dari masyarakat awam bahwa
service atau layanan pemenuhan kebutuhan masyarakat yang dilakukan
oleh Unit Transfusi Darah PMI adalah bebas dari biaya apapun. Lalu ada
pandangan lagi di masyarakat, dengan adanya service cost menunjukkan
bahwa Unit Transfusi Darah PMI berarti jual darah. Ini tidak benar.
Sebagai institusi mitra kerja pemerintah dalam bidang Usaha Kesehatan
Transfusi Darah, keberadaan PMI dijamin Undang-undang serta
peraturan-peraturan lain. Hal ini perlu diberikan penjelasan secara
gamblang bahwa semua produk darah tidak boleh diperjualbelikan dengan
dalih apapun, dan darah yang diberikan harus secara sukarela (PP No. 18
tahun 1980 Bab 3 pasal 3).
Transfusi darah sebagai upaya penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan, dilarang untuk tujuan komersial (UU No. 23 Tahun
1992 tentang kesehatan Bab 5 pasal 33).
Darah yang diolah oleh Unit Transfusi Darah adalah gratis.
Service cost yang harus digantikan oleh pihak keluarga pasien terhadap
Unit Transfusi Darah sebenarnya hanyalah pengganti jasa layanan, dan
49
hanya sebagian kecil dari biaya yang diperlukan untuk komponen kegiatan
pengadaan dan mengolah darah yang meliputi pemeriksaan darah dari
berbagai penyakit menular lewat darah, pengolahan darah,
pendistribusian, pembinaan donor, administrasi, serta pemakaian
bahan/alat habis pakai.
Unit Transfusi Darah dalam pelaksanaan tugas Usaha Kesehatan
Transfusi Darah jelas tidak akan mampu untuk membebaskan semua biaya
produksi darah yang sangat mahal pembiayaannya tersebut. Pengeluaran
biaya untuk transfusi darah berlangsung sepanjang masa, karenanya Unit
Transfusi Darah harus bekerja 24 jam, sedangkan sumber dana utama PMI
dari bulan dana hanya dilaksanakan satu kali dalam setahun, itupun belum
sebanding dengan besarnya penyelenggaraan Usaha Kesehatan Transfusi
Darah. Unit Transfusi Darah harus mengupayakan pengadaan reagen
untuk skrining darah, pengadaan kantung darah yang cukup mahal,
menggaji staff / asisten tranfusi darah, dan lain-lain. Jelasnya, prinsip PMI
sesuai dengan prinsip kemanusiaannya bahwa dana PMI terutama
ditujukan untuk menolong orang-orang yang menderita. Bagi penderita
yang memerlukan darah, Unit Transfusi Darah hanya memberikan jasa
layanan (service). Sedangkan dana-dana yang terpakai untuk semua
pembiayaan dalam memperoleh darah tersebut harus dikembalikan kepada
PMI, agar roda usaha PMI di bidang transfusi darah dapat berjalan terus,
50
kecuali mereka yang benar-benar tidak mampu, Unit Transfusi Darah
dapat mempertimbangkannya untuk membebaskan semua biaya tersebut.19
Unit Transfusi Darah secara hukum berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di berikan hak untuk menarik service
cost. Hal ini semata-mata agar roda kegiatannya dapat berlangsung terus
menerus. Penarikan service cost jasa layanan pemenuhan darah didasarkan
atas: PP No. 18 tahun 1980 bab IV pasal 10 yang berbunyi : “Biaya
pengolahan dan pemberian darah kepada si penderita ditetapkan dengan
keputusan Menteri atas usul Palang Merah Indonesia dengan
memperhitungkan biaya-biaya untuk pengadaan, pengolahan,
penyimpanan dan pengangkutan tanpa mempertimbangkan laba”
PERMENKES RI No.478/MENKES/Peraturan/X/1990 Bab V:
1. Biaya penggantian penggunaan darah dapat diperoleh dari pasien
dengan tidak mencari keuntungan.
2. Biaya penggantian sebagaimana dimaksud ayat (1), diperhitungkan
sesuai dengan biaya yang diperlukan untuk komponen kegiatan yang
meliputi pendistribusian / penyampaian darah, pembinaan donor,
administrasi cetak, dan pemakaian bahan / alat habis pakai.
3. Biaya penggantian sebagaimana dimaksud ayat (2), ditetapkan
berdasarkan pola perhitungan yang ditetapkan oleh Direktorat
Jenderal.
19 BTDD PMI Jawa Tengah, Op. Cit., hal. 40
51
4. Besarnya biaya penggantian sebagaimana dimaksud ayat (1)
ditetapkan oleh Kakanwil setempat atas usul dari Unit Transfusi Darah
PMI yang berpedoman pada pola perhitungan seperti ayat (3) serta
dengan memperhatikan kemampuan masyarakat setempat.20
Pada Unit Transfusi Darah Cabang Semarang, penghitungan Biaya
Penggantian Penggunaan Darah (BPPD) ditetapkan oleh Kantor Wilayah
Departemen Kesehatan Semarang untuk segala jenis dan golongan darah
yang tersedia. Adapun pola penghitungannya adalah sebagai berikut:
1. Komponen jasa, meliputi: 23 %
- Transportasi Rp 2.000
- Pembinaan donor Rp 3.000
- Menu donor Rp 2.000
- Tenaga Rp 5.000
- Penunjang lainnya Rp 1.000
Jumlah Rp 13.000
2. Komponen administrasi: 6% Rp 2.500
yang meliputi : kartu identitas, kartu status, buku pendaftaran donor,
pendaftaran donor, formulir mobil unit, formulir kegiatan, buku
pencatatan penyimpanan dan distribusi, buku administrasi
laboratorium, label-label atau etiket untuk ditempel pada kantong
darah, stiker untuk golongan darah.
20 Per.Men.Kes. Republik Indonesia No. 478/MENKES/Peraturan/X/1990
52
3. Komponen bahan dan alat habis pakai, meliputi: 57%
- Kantong darah Rp 10.000
- Uji saring
a. hepatitis Rp 7.000
b. RPR Rp 1.000
c. HCV Rp 31.000
d. HIV Rp 10.000
- Uji cocok serasi dan golongan darah Rp 8.000
- Bahan penunjang Rp 1.000
Jumlah Rp 68.000
4. Komponen penyusutan dan pemeliharaan alat: 7% Rp 1500
5. Komponen pengembangan UTD dan SDM: 7% Rp 2000
Jumlah total Rp 87 00021
Akan tetapi, jumlah tersebut tidak paten, dalam artian bahwa bagi
pasien yang benar-benar tidak mampu bisa memperoleh darah guna
pemulihan kesehatan dari Unit Transfusi Darah Semarang dengan
melampirkan surat keterangan tidak mampu dari kelurahan setempat
dengan mengetahui camat setempat pula. Selain itu, juga harus
melampirkan surat keterangan dokter dari rumah sakit yang menerangkan
bahwa pasien tersebut betul-betul membutuhkan darah dan tidak mampu.
Maka dengan demikian, pasien dapat meminta darah dengan cuma-cuma.
21 Leaflet Perhitungan Biaya Penggunaan Darah (BPPD) Unit Transfusi Darah Cabang
Kota Semarang
53
Sebetulnya, hal ini dapat merugikan pihak Unit Transfusi Darah,
namun hal tersebut dapat disiasati dengan subsidi silang dalam
pemeriksaan atau pada uji saring darah.
Pihak pengguna darah, baik yang datang ke Unit Transfusi Darah
dengan membawa donor atau tidak dalam meminta darah, dikenai biaya
sama. Karena yang dibayar bukan darahnya melainkan komponen-
komponen yang telah dijelaskan di atas. Akan tetapi jika ada keluarga
pasien yang kebetulan keluarganya ada yang mempunyai golongan dan
jenis darah yang sama, maka darah tersebut langsung dapat diambil pada
rumah sakit tempat pasien dirawat. Pasien hanya dikenai biaya kantong
darah dan alat serta bahan aseptic, karena darah tersebut tidak
membutuhkan perawatan lebih lanjut.22
3. Pendapat Ulama’ Fiqh Tentang Pembiayaan Transfusi Darah
Distribusi atau penyampaian darah dari Palang Merah Indonesia
kepada pengguna jasa Palang Merah Indonesia dengan ditentukannya tarif
diperbolehkan, karena untuk kepentingan darurat dan kebutuhan. Dalam
keadaan darurat, seseorang dibolehkan melakukan hal-hal yang
sebenarnya tidak diperkenankan. Hukum darurat menempati posisi yang
amat penting didalam syari'ah. Hukum darurat memperhatikan kebutuhan
nyata masyarakat dan memberikan kemudahan bagi orang yang ditimpa
22 Wawacara dengan Pengurus Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang, Sie Bina
Donor, Dra. Ani Siswati, Tanggal 7 Mei 2005
54
kesulitan. Ia memiliki cakupan luas untuk menghadapi setiap keadaan
yang membahayakan dalam hidup tanpa mengubah hukum. 23
Dalam keadaan darurat, seseorang dibolehkan melakukan hal-hal
yang sebenarnya tidak diperkenankan. Hal ini sesuai dengan salah satu
kaidah fiqih yang dibentuk oleh Imam syafi'I bahwa sesuatu yang haram
tidak menjadi halal karena kebutuhan, kecuali dalam keadaan terpaksa.24
Kemudian Abdullah ibn Said juga menjelaskan dalam kitabnya Idzoh Al-
Qowaid al-Fiqhiyah bahwa keadaan darurat memperbolehkan sesuatu
yang dilarang.25
Ada sejumlah contoh untuk menggambarkan prinsip ini. Para
pakar hukum Islam memasukkan alasan-alasan hukum yang
membebaskan seseorang dari kewajiban hukum, seperti minoritas,
kegilaan, kesakitan, paksaan, kelalaian, dan ketidak tahuan. Contoh-
contoh lain dimana keadaan darurat menyebabkan sesuatu yang dilarang
menjadi boleh adalah makan bangkai karena lapar, minum arak karena
haus, atau karena sakit sebagai obat.
Sedangkan mengenai biaya penggantian penggunaan darah yang
telah ditetapkan merupakan biaya dari beberapa komponen yang telah
dirinci. Jadi itu bukan merupakan harga dari darah tersebut. Karena setiap
kantong darah dari jenis darah yang berbeda dan isi yang berbeda pula,
23 Muhammad Muslehuddin, Filsafat Hukum Islam Dan Pemikiran Orientalis, alb,
Yudian Wahyudi Asmin, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, Cet. ke-2, 1991, hlm.45 24 Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh Sejarah dan Kaidah Asasi, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
Cet. ke-2, 2002, hlm.60 25 Abdullah ibn Sa'id Muhammad 'Ibbadi, Idzoh al-Qowaid al-Fiqhiyah, Makkah al-
Mukarramah: al-Madrasah Al-Shalatiyah, Cet. ke-3, 1410H, hlm.42
55
bertarif sama. Baik itu yang berisi 10 cc, 20 cc, 100 cc, ataupun 200 cc.
Jadi biaya tersebut adalah biaya pemeliharaan darah dan biaya-biaya lain
seperti biaya pemeriksaan terhadap penyakit yang bisa menular melalui
transfusi, seperti HIV. Hal ini untuk menjaga kemungkinan resiko yang
terjadi, dalam ushul fiqh dikenal dengan istilah saddudz dzara’I.
Seperti yang telah disebutkan, bahwa yang mempunyai
kewenangan untuk menampung atau mendistribusikan darah adalah
Palang Merah Indonesia. Operasional Palang Merah ini berdasarkan pada
peraturan perundangan yang secara sah dikeluarkan oleh pemerintah. Oleh
karena itu, peraturan-peraturan yang ada agar selalu dijalankan. Berarti
tidak ada penyimpangan-penyimpangan seperti adanya jual beli darah.
Jika hal tersebut terjadi, itu termasuk tindakan pidana, dan pelakunya pun
bisa ditindak.
Jadi dengan dalih apapun, jual beli darah tidak diperbolehkan,
karena melanggar etika kemanusiaan. Walaupun dalam konteks fiqh,
madzhab Hanafi membolehkan adanya jual beli darah karena manfaatnya
sangat besar. Akan tetapi kalau kita mengacu pada pendapat tersebut,
maka suatu saat akan muncul sebuah anggapan bahwa manusia dapat
diperjualbelikan dan akibatnya kemaslahatan manusia tidak akan
terwujud.
56