BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI...

32
25 BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI UNIT TRANSFUSI DARAH CABANG KOTA SEMARANG A. Profil Unit Tranfusi Darah Cabang Kota Semarang 1. Sejarah Berdirinya Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang Upaya kesehatan di bidang transfusi darah sudah berjalan sejak zaman pemerintahan Belanda. Dahulu bernama Bloed Transfoesi Dienst, sebagai bagian kegiatan NERKAI (Nederlands Rode Kruis Afdeling Indonesia). Sejak tahun 1945, NERKAI diambil alih fungsi oleh pemerintah Republik Indonesia yang kemudian dikenal dengan kegiatan Palang Merah Indonesia (PMI). Pada masa awal pengalihan itu, pemerintah Republik Indonesia ataupun Palang Merah Indonesia belum memperhatikan pentingnya kehidupan Bloed Transfoesi Dienst (yang kemudian hari dikenal dengan nama Dinas Dermawan Darah/Dinas Transfusi Darah) sehingga kegiatannya hanya bersifat sporadis, akibatnya pada masa itu kebutuhan darah bagi masyarakat lebih banyak dipenuhi oleh Donor Pengganti (baik dari keluarga atau yang dibayar). Donor pengganti yang diambil dari keluarga disebut donor keluarga dan yang dibayar dinamakan donor bayaran. Sementara ada pula donor yang dengan sukarela dan tanpa mengharapkan apapun disebut donor sukarela. 1 1 Selayang Pandang Unit Transfusi Darah PMI Cabang Kota Semarang, hlm. 1

Transcript of BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI...

Page 1: BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 26 Pada tahun 1950-1960 masih dikenal dengan istilah usaha Palang

25

BAB III

PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI UNIT TRANSFUSI

DARAH CABANG KOTA SEMARANG

A. Profil Unit Tranfusi Darah Cabang Kota Semarang

1. Sejarah Berdirinya Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang

Upaya kesehatan di bidang transfusi darah sudah berjalan sejak

zaman pemerintahan Belanda. Dahulu bernama Bloed Transfoesi Dienst,

sebagai bagian kegiatan NERKAI (Nederlands Rode Kruis Afdeling

Indonesia). Sejak tahun 1945, NERKAI diambil alih fungsi oleh

pemerintah Republik Indonesia yang kemudian dikenal dengan kegiatan

Palang Merah Indonesia (PMI).

Pada masa awal pengalihan itu, pemerintah Republik Indonesia

ataupun Palang Merah Indonesia belum memperhatikan pentingnya

kehidupan Bloed Transfoesi Dienst (yang kemudian hari dikenal dengan

nama Dinas Dermawan Darah/Dinas Transfusi Darah) sehingga

kegiatannya hanya bersifat sporadis, akibatnya pada masa itu kebutuhan

darah bagi masyarakat lebih banyak dipenuhi oleh Donor Pengganti (baik

dari keluarga atau yang dibayar). Donor pengganti yang diambil dari

keluarga disebut donor keluarga dan yang dibayar dinamakan donor

bayaran. Sementara ada pula donor yang dengan sukarela dan tanpa

mengharapkan apapun disebut donor sukarela.1

1 Selayang Pandang Unit Transfusi Darah PMI Cabang Kota Semarang, hlm. 1

Page 2: BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 26 Pada tahun 1950-1960 masih dikenal dengan istilah usaha Palang

26

Pada tahun 1950-1960 masih dikenal dengan istilah usaha Palang

Merah Indonesia di bidang transfusi darah dan berjalan seadanya. Karena,

walaupun kebutuhan darah begitu tinggi namun masyarakat tidak paham.

Padahal semakin lama dirasakan, bukan hanya di kota besar, di kota

kabupaten pun membutuhkan darah yang jumlahnya tidak sedikit.

Seiring dengan terus meningkatnya kebutuhan darah maka

peningkatan sarana-sarana juga harus dimiliki Palang Merah Indonesia,

diantaranya:

- Tenaga pelaksanaan yang terampil

- Perlengkapan-perlengkapan standar.

Untuk memenuhi tenaga yang profesional diadakan pendidikan yang

melatih keterampilan di bidang transfusi darah, pelatihan ini dimulai pada

tahun 1969 dengan masa pendidikan 6 (enam) bulan.

Agar kegiatan usaha kesehatan di bidang tranfusi darah

mempunyai legalitas, pemerintah Republik Indonesia memandang perlu

mengeluarkan peraturan, yang mengatur kinerja Palang Merah Indonesia

secara hukum di bidang kesehatan yang diperkuat dengan Surat

Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 024/BIRHUP/1972. Setelah

pemerintah mengeluarkan legalitas, di kemudian hari diketahui ternyata

terdapat perbedaan yang mendasar antara DTD (Dinas Transfusi Darah)

dan DDD (Dinas Dermawan Darah). Sejak tahun 1950 usaha kesehatan

Palang Merah Indonesia dikenal dengan DDD atau Dinas Demawan

Darah yang kemudian menjadi Dinas Donor Darah yang mudah diingat,

Page 3: BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 26 Pada tahun 1950-1960 masih dikenal dengan istilah usaha Palang

27

tugasnya hanya mencari donor darah bila dibutuhkan, sedangkan yang

memeriksa dan mengolah darah hingga siap diberikan penderita dilakukan

oleh Rumah Sakit.

Sedangkan mengapa kemudian dinamakan DTD atau Dinas

Transfusi Darah adalah karena selain sudah mampu mengerahkan atau

mencari donor darah juga sudah mampu menyimpan darah dan

mempunyai peralatan yang standart untuk mengolah darah hingga siap

diberikan kepada penderita.

Agar perlengkapan Dinas Transfusi Darah diupayakan standar dan

dapat berlaku umum diseluruh Indonesia serta menghindari hal-hal buruk

yang memungkinkan oknum menyalahgunakan Dinas Transfusi Darah

dari tujuan semula, membantu penderita dengan sukarela, maka

pemerintah mengeluarkan peraturan yakni Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia No. 18 tahun 1980, menggantikan BIRHUP, yang mengatur

mekanisme kinerja transfusi darah, aturan main, dan ragamnya dibidang

transfusi darah.

Mengingat beratnya amanat pemerintah terhadap Palang Merah

Indonesia untuk melaksanakan upaya kesehatan, selanjutnya guna

memperjelas aturan main upaya kesehatan transfusi darah tersebut

diturunkan Surat Keputusan yang merupakan penjelasan dari PP No. 18 /

1980 dalam bentuk Peraturan Menteri Kesehatan No. 478 / MENKES /

Peraturan / X / 1990 sekaligus petunjuk pelaksanaannya yang dituangkan

dalam SK Dirjen Pelayanan Medik No. 1147 / YANKES / 1991.

Page 4: BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 26 Pada tahun 1950-1960 masih dikenal dengan istilah usaha Palang

28

Sejak saat itu, Dinas Transfusi Darah sudah dapat melakukan

pengembangan dalam teknis pelaksanaan tugasnya, agar lebih profesional,

sekaligus memberikan jaminan kepada penderita / pengguna darah agar

merasa aman saat ditransfusi. Salah satu jaminannya adalah SK

MENKES No. 622 / MENKES / 1992 tentang kewajiban memeriksa HIV

pada semua darah sebelum diberikan kepada penderita.2

Meskipun masyarakat kota Semarang pada waktu itu belum

mengenal kegiatan Kepalang Merahan, namun kegiatan transfusi darah

telah berjalan.

Dengan peralatan yang sederhana sudah mampu memberikan

petunjuk bagi masyarakat, bahwa harus kemana bila membutuhkan darah.

Hal tersebut dapat diyakini dengan diturunkannya SK dari Markas Besar

PMI No. 744/S.K.P./P.B. Tentang Pengesahan Usaha Kesehatan PMI

Semarang menjadi Dinas Transfusi Darah Semarang yang dikirimkan ke

Semarang pada tanggal 24 September 1980. Surat Pengesahan tersebut

intinya menyatakan bahwa sejak tahun 1945 di Semarang telah berjalan

aktivitas kegiatan transfusi darah yang masih berstatus DDD namun

sejak tahun 1951 sudah berstatus DTD, sekalipun baru memiliki seorang

dokter, seorang tenaga perawat serta peralatan untuk donor darah dan

pengolahan darah masih sederhana, yang penting mampu melayani

masyarakat yang membutuhkan darah.

2 Ibid, hlm.4

Page 5: BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 26 Pada tahun 1950-1960 masih dikenal dengan istilah usaha Palang

29

Dinas Transfusi Darah Semarang merupakan unit kerja di

lingkungan PMI Semarang yang kemudian bernama Dinas Transfusi

Darah Palang Merah Indonesia Semarang yang beralamat di Jalan Mgr.

Soegiyopranoto Sj No. 31 Semarang, sebelum pindah ke gedung Nomor

35 sekarang ini sebagai hasil sumbangan masyarakat.

Tahun 1986 nama DTD berubah menjadi PUTD (Pelayanan Usaha

Transfusi Darah). Salah satu alasannya adalah agar lebih meningkatkan

pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan darah. Namun pada

tanggal 15 pebruari 1988, pengurus PMI Pusat di Jakarta menurunkan

Surat Edaran Intern berisi surat keputusan No. 1659/S. KP/PP tentang

Konsolidasi Penyelenggaraan Tranfusi Darah yang menegaskan bahwa

unit usaha trasfusi darah di tingkat cabang diganti dengan nama Unit

Transfusi Darah (UTD). Penggantian nama ini lebih beralasan pada

penekanan bahwa unit ini merupakan salah satu unit usaha PMI yang

menangani masalah tranfusi darah.3

Berpegang pada dasar hukum yang ada, Unit Transfusi Darah

Semarang terus berupaya mengembangkan diri, baik dalam upaya

meningkatkan jumlah pendonor darah setia juga terus berupaya menekan

donor darah keluarga dan donor darah bayaran sehingga lebih banyak

donor sukarela guna memenuhi kebutuhan darah sesuai kebutuhan

masyarakat. Selain itu Unit Transfusi Darah Semarang juga terus

meningkatkan sumber daya manusianya agar dalam menyediakan darah

3 Wawancara dengan Pengurus Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang, Sie Bina

Donor, Dra. Ani Siswati, Tanggal 9 April 2005

Page 6: BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 26 Pada tahun 1950-1960 masih dikenal dengan istilah usaha Palang

30

dapat dipertanggung jawabkan kualitas darah hasil olahannya. Termasuk

melaksanakan semua aturan teknis pemeriksaan dan pengolahan darah

sebelum darah diserahkan kepada penderita, antara lain dengan melakukan

skrining pada semua darah donor.

a. Tahun 1985 Unit Transfusi Darah Semarang sudah memeriksa Hbs Ag

(Hepatitis B).

b. Tahun 1990 juga sudah mulai diperiksa sipilis

c. Tahun 1992 sudah mengikuti anjuran SK Menkes No. 622/1991

tentang kewajiban pemeriksaan HIV pada semua darah donor.

d. Tahun 1996 Pemeriksaan Hepatitis C (HCV)

Hingga saat ini semua pemeriksaan tersebut masih tetap dan terus

dilaksanakan Unit Transfusi Darah Paalang Merah Indonesia kota

Semarang.

Dengan terus berkembangnya ilmu kedokteran khususnya

dibidang hematology dan transfusi darah, memacu Unit Transfusi Darah

Semarang untuk terus mengimbanginya. Upaya tersebut diantaranya

adalah memberikan darah selain darah penuh juga darah olahan atau darah

komponen (darah yang sudah diolah menjadi beberapa bagian /

komponen).

Berbekal alat pengolah darah yang bernama Referigenerated

Centrifuge 3B sumbangan dari Rotary Club Adelcide di Australia, Unit

Transfusi Darah Semarang sudah mampu memberi darah komponen

kepada penderita yang membutuhkan darah. Pada waktu itu, kebutuhaan

Page 7: BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 26 Pada tahun 1950-1960 masih dikenal dengan istilah usaha Palang

31

darah komponen yang dapat dilayani berupa FFP (Fresh Frozen Plasma),

PC (Packed Red Cell), WE (Washed Erythrocyte), TC (Thrombocyte) dan

BCC (Buffy Coat). Jika pada waktu itu kebutuhan darah komponen baru

berkisar 5%-10% dari seluruh permintaan, maka pada akhir tahun 2001

kebutuhan darah komponen sudah mencapai 70%.4

Di masa awal pelayanannya, Unit Transfusi Darah Cabang kota

Semarang hanya memberikan pada jam kerja siang hari, namun ternyata

kebutuhan darah tidak dapat ditawar jam layanannya, maka tidak bisa

tidak, Unit Transfusi Darah Cabang kota Semarang harus siaga 24 jam

untuk melayani jika sewaktu-waktu ada permintaan. Pada tahun 1969

dengan penyadap darah dan laboratorium untuk pencocokan darah

sederhana dan tenaga seorang dokter, seorang perawat sebagai penyadap

darah, dan seorang tenaga laboratorium, Unit Transfusi Darah Cabang

kota Semarang mendapat rekomendasi dari lembaga Transfusi Darah PMI

Pusat untuk dapat melayani masyarakat selama 24 jam sehari.

Hingga kini , Unit Transfusi Darah Cabang kota Semarang terus

berupaya meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia, baik

dibidang penyadapan / pengambilan darah, bidang laboratorim maupun

tenaga pendukung yang lainnya dibidang administrasi. Pelatihan-pelatihan

yang diikuti mulai dari tingkat Jawa Tengah hingga Pusat bahkan ke luar

4 Selayang Pandang, op.cit, hlm. 7

Page 8: BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 26 Pada tahun 1950-1960 masih dikenal dengan istilah usaha Palang

32

negeri sepanjang itu untuk meningkatkan kemajuan bagi Unit Transfusi

Darah Cabang kota Semarang.5

2. Visi dan Misi Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang6

Visi

Menjadikan Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang sebagai

salah satu unggulan dalam pelayanan transfusi darah.

Misi

Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang mempunyai misi

sebagai berikut:

a. Meningkatkan pelayanan transfusi darah dengan mengembangkan

inovasi, kreasi dan efisiensi.

b. Ekonomis dan tejangkau bagi yang memerlukan jasa transfusi darah

dengan mempertimbangkan kaidah ekonomi dan jiwa PMI.

c. Meningkatkan pelayanan transfusi darah sejalan dengan kemajuan

ilmu transfusi darah.

d. Meningkatkan terus menerus kemapuan sumber daya manusia dalam

tubuh organisasi Unit Transfusi Darah Cabang.

e. Mengembangkan pendidikan, penelitian, tentang transfusi darah.

5 Wawancara dengan Pengurus Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang, Sie Bina

Donor, Dra. Ani Siswati, Tanggal 12 April 2005 6 Bunga Rampai Peresmian Gedung Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang, 2002,

hal.10

Page 9: BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 26 Pada tahun 1950-1960 masih dikenal dengan istilah usaha Palang

33

Tujuan

Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang bertujuan

menjadikan pelayanan sebagai ujung tombak di Unit Transfusi Darah

Cabang Semarang dengan berpegangan pada lima S (sigap, sopan,

senyum, sabar, dan senang), melayani masyarakat akan kebutuhan darah

dengan memperhatikan hukum ekonomi, meningkatkan disiplin kerja dan

saling bekerja sama sesuai dengan tujuh prinsip Palang Merah dan Bulan

Sabit Merah, meningkatkan sumber daya manusia dalam hal pengetahuan

transfusi darah dan aplikasinya, mampu memberikan pelayanan di bidang

immuno hematologi sesuai dengan kemajuan ilmu transfusi darah

kedokteran.7

Sasaran

Sasaran yang hendak dicapai oleh Unit Transfusi Darah Cabang

Kota Semarang adalah meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia,

mendapatkan imbalan dan fasilitas sesuai dengan kemapuan keuangan

Unit Transfusi Darah Cabang, Unit Transfusi Darah Cabang yang tervisi

berkembang didalam jangka pendek, menengah dan jangka panjang,

mendayagunakan para pakar yang terkait dengan ilmu transfusi darah,

mengembalikan infestasi keuangan yang sudah dikeluarkan untuk sarana

dan prasarana.8

7 Ibid 8 Ibid

Page 10: BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 26 Pada tahun 1950-1960 masih dikenal dengan istilah usaha Palang

34

Program

Program yang selalu diprioritaskan oleh Unit Transfusi Darah

Cabang Kota Semarang untuk kemajuan Unit adalah mempercepat

pelayanan uji serasi dari dari 2 jam menjadi 15 menit dengan metode gel,

meningkatkan pelayanan pemakai jasa darah atau komponen-komponen

yang aman dan cepat, memenuhi kebutuhan darah dengan meningkatkan

jumlah donor darah sukarela, meningkatkan pelayanan pengguna jasa

transfusi darah penderita thalassemia dan hemophilia, memperkecil

peluang calo darah, menyiapkan laboratorium referal immuno hematologi

dengan metode gel meliputi :

- golongan darah yang bermasalah.

- Screening antibody.

- Identifikasi anti body.

- Test paternity.9

3. Struktur Organisasi Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang

Setiap kepengurusan Palang Merah Indonesia baik di Pusat,

Daerah maupun Cabang mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap

pembinaan dan penyelenggaraan upaya kesehatan transfusi darah sesuai

dengan lingkup tanggung jawabnya masing-masing.

Dalam melaksanakan tugasnya dibidang upaya kesehatan transfusi

darah, Pengurus Pusat PMI dibantu oleh:

9 Ibid

Page 11: BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 26 Pada tahun 1950-1960 masih dikenal dengan istilah usaha Palang

35

a. Perangkat staff UKTD (Upaya Kesehatan Transfusi darah), yaitu

Divisi Bina Transfusi darah, berada dibawah pengurus Pusat PMI dan

bina Transfusi darah Daerah dibawah Pengurus Daerah PMI

b. Perangkat pelaksana teknis UKTD, yaitu Unit Transfusi Darah Pusat,

Unit Transfusi Darah Daerah, dan Unit Transfusi Darah Cabang.

Bina Transfusi Darah Daerah yang dibentuk oleh Pengurus Daerah

PMI menjalankan fungsinya mengkoordinasikan UTDC-UTDC di

wilayahnya serta melakukan pembinaan kepada UTDC PMI menyangkut

pembinaan organisasi dan managemen, personal, sarana dan prasarana,

usaha/ produksi, logistik, dana dan bantuan. Sedangkan bersama-sama

dengan Kanwil Depkes Propinsi, Pengurus Daerah PMI / Bina Transfusi

Darah Daerah melaksanakan pembinaan untuk peningkatan kualitas

layanan upaya kesehatan transfusi darah serta koordinasi dan kerjasama

dalam hal pemantauan penerbitan dan pemutihan ijin operasional Unit

Transfusi Darah Cabang.

Unit Transfusi Darah Cabang PMI sebagai unit usaha yang

dibentuk oleh Pengurus Cabang PMI melaksanakan tugas upaya kesehatan

transfusi darah ditingkat cabang memiliki manajemen tersendiri.

Pengorganisasian UTDC PMI terdiri atas tiga unsur yaitu Unsur Tata

Usaha, Unsur Teknis dan Unsur P2D2S (Pencari Pelestari Donor Darah

Sukarela). UTDC PMI dipimpin oleh Kepala UTDC yang bertanggung

jawab langsung kepada Pengurus Cabang PMI.

Page 12: BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 26 Pada tahun 1950-1960 masih dikenal dengan istilah usaha Palang

36

Pengurus cabang PMI dalam melaksanakan upaya kesehatan

Transfusi darah, membina kerjasama dengan Pemerintah Daerah setempat

maupun Kantor Departemen Kesehatan maupun Dinas Kesehatan Dati II,

khususnya dalam peningkatan kualitas layanan upaya kesehatan Transfusi

darah dan permohonan rekomendasi pendirian UTDC maupun

permohonan bantuan tenaga dan peralatan transfusi darah yang

diperlukan.10

10 Wawancara dengan Pengurus Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang, Sie Bina

Donor, Dra. Ani Siswati, Tanggal 23 April 2005

Page 13: BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 26 Pada tahun 1950-1960 masih dikenal dengan istilah usaha Palang

37

ORGANISASI UTDC PMI SERTA HUBUNGAN KERJANYA DENGAN

INSTANSI TERKAIT.

Keterangan :

BTDD : Bina Transfusi Darah Daerah P2D2S : Pencari Pelestari Donor Darah Sukarela

PP PMI

PD PMI

PC PMI KANDEPKES/ DINKES DATI

KANWIL DEPKES

DIVISI BINA TRANFUSI DARAH

DEPKES RI

TEKNIS

UTDC PMI

KA. UTDC

TATA USAHA

BTDD PMI

P2D2S

Page 14: BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 26 Pada tahun 1950-1960 masih dikenal dengan istilah usaha Palang

38

STRUKTUR ORGANISASI UTDC PMI

B. Praktek pembiayaan Transfusi Darah di Unit Transfusi Darah Cabang

Kota Semarang

1. Sistem Pelayanan Permintaan Darah di UTDC Kota Semarang

Dalam ruang lingkup transfusi darah dikenal dengan adanya

UKTD atau Upaya Kesehatan Transfusi Darah. Yaitu, upaya kesehatan

berupa segala tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk

memungkinkan penggunaan darah bagi keperluan pengobatan dan

pemulihan kesehatan yang mencakup kegiatan-kegiatan pengerahan

penyumbang darah, pengambilan, pengamanan, pengolahan,

penyimpanan, dan penyampaian darah kepada pasien melalui sarana

pelayanan kesehatan.

Palang Merah Indonesia sebagai pihak yang diserahi tugas oleh

pemerintah untuk menyelenggarakan UKTD tersebut mendirikan Unit

Transfusi Darah yang kegiatannya meliputi: rekruitmen donor, seleksi

PMI CABANG

KA UTDC

UNSUR TEKNISI UNSUR P2D2S UNSUR TATAUSAHA

Page 15: BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 26 Pada tahun 1950-1960 masih dikenal dengan istilah usaha Palang

39

donor, pengambilan darah, pemeriksaan uji saring, pembuatan komponen

darah, penyimpanan sampai mendistribusikan darah kepada pemakai yaitu

Rumah Sakit atau pasien.11

Dalam upaya perolehan darah, Unit Transfusi Darah Cabang

Semarang mempunyai target 4000-4500 kantong untuk setiap bulannya.

Akan tetapi, saat sekarang ini, baru bisa sampai 80% dari jumlah kantong

yang ditargetkan. Padahal selama ini Unit Transfusi Darah sudah menjalin

kerja sama dengan berbagai instansi pemerintah, perguruan tinggi, ikatan

remaja, maupun sekolah-sekolah yang ada di Semarang. Mengingat masih

banyaknya jumlah kantong yang kurang dari target yang ditentukan , maka

pihak Unit Transfusi Darah berusaha lebih giat lagi dalam upaya

pengerahan penyumbang darah guna mendapatkan target yang akan

dicapai.12

Adapun prosedur kerjasamanya adalah sebagai berikut:

1. Surat pemberitahuan tentang kesediaan donor darah kepada Unit

Transfusi Darah Semarang yang berisi hari, tanggal, jam, tempat

donor, dengan mengetahui kepala sekolah, kepala desa, pimpinan

perguruan tinggi atau kepala instansi yang bersangkutan.

2. Surat pemberitahuan tersebut sekaligus berisi permohonan bantuan

untuk pelaksanaan donor, karena yang mempunyai fasilitas adalah

pihak Unit Transfusi Darah.

11 BTDD PMI Jawa Tengah, Buku Pintar Petugas P2D2S, Semarang,1999, hal 41 12 Wawancara dengan Pengurus Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang, Sie Bina

Donor, Dra. Ani Siswati, Tanggal 27April 2005

Page 16: BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 26 Pada tahun 1950-1960 masih dikenal dengan istilah usaha Palang

40

3. Proses donor hanya bisa dilakukan dengan bantuan dari tenaga medik

dari Unit Transfusi Darah dan pendonor tidak dikenai biaya apapun.

Apabila calon pendonor adalah dari keluarga pasien atau secara

pribadi menyatakan kesediaannya menjadi pendonor, maka calon

pendonor dapat langsung datang langsung ke Unit Transfusi Darah

Cabang PMI Semarang dan melakukan pemeriksaan pra donor. Kemudian

jika dinyatakan bisa didonor darahnya bisa langsung diambil oleh tenaga

medik yang ada.

Setelah darahnya diambil, pendonor berhak mendapatkan layanan

yang berupa hidangan, yaitu satu gelas susu dan mie, dan apabila

dibutuhkan akan diberikan obat-obatan ringan.13

Penyelenggaraan Usaha Kesehatan Transfusi Darah secara

langsung akan menentukan tingkat derajat kesehatan masyarakat luas.

Masyarakat senantiasa membutuhkan darah dari Unit Transfusi Darah,

baik dalam kondisi dan situasi yang telah diperhitungkan maupun yang

tidak dapat diduga sebelumnya. Oleh sebab itu Unit Transfusi Darah harus

mampu memenuhi setiap kebutuhan darah. Hal ini dapat dicapai apabila

Unit Transfusi Darah mempunyai anggota Donor Darah Sukarela (DDS)

yang jumlahnya cukup memadai dengan kebutuhan. Dalam pelaksanaan

Usaha Kesehatan Transfusi Darah, Unit Transfusi Darah sangat

bergantung pada berbagai pihak, khususnya pada masyarakat pendonor

13 Ibid

Page 17: BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 26 Pada tahun 1950-1960 masih dikenal dengan istilah usaha Palang

41

darah sebagai penyangga ketercukupan stok darah di Unit Transfusi

Darah.

Salah satu indikator keberhasilan pelayanan Unit Transfusi Darah

adalah diukur dari kemampuan Unit Transfusi Darah tersebut untuk

menghimpun Donor Darah Sukarela dengan jumlah yang memadai

sehingga seluruh permintaan dari rumah sakit dapat dipenuhi, sehingga

keluarga pasien tidak perlu repot-repot mencari sendiri donor darah, yang

lazim disebut Donor Darah Keluarga atau Donor Darah Pengganti.14

Dalam tahap penyampaian darah, Unit Transfusi Darah hanya

dapat memberikan darah sesuai dengan kebutuhan. Unit Transfusi Darah

hanya menyediakan darah bagi yang membutuhkan. Golongan darah yang

tersedia di Unit Transfusi Darah Semarang hanya golongan darah A, B,

dan O saja. Setiap pengguna darah hanya bisa meminta darah dengan

resep dokter yang menangani pasien, jika pihak keluarga datang sendiri ke

Unit Transfusi Darah Semarang. Dan apabila melalui rumah sakit, maka

pihak rumah sakit juga hanya dapat meminta darah sesuai dengan jumlah

kantong yang dibutuhkan pada saat itu juga, tidak boleh melebihi dari

jumlah kantong yang dibutuhkan.

Darah yang dikirim ke rumah sakit adalah darah yang cocok dan

sesuai dengan darah pasien, yaitu darah yang sudah mengalami reaksi

silang. Identitas darah dan pencatatan nomor kantong darah yang dikirim

harus jelas mengenai jenis dan golongan darah, tanggal pengambilan, suhu

14 BTDD PMI Jawa Tengah, Op. Cit., hal.42

Page 18: BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 26 Pada tahun 1950-1960 masih dikenal dengan istilah usaha Palang

42

simpan hasil pemeriksaan dan tanggal kadaluarsa. Selain itu, suhu

pengiriman darah lengkap harus dapat dipertahankan, sedangkan plasma

segar beku dan kriopresitat dapat dikirim dalam bentuk cair.

Dalam penyampaian darah ke rumah sakit, Unit Transfusi Darah

Cabang Semarang menyampaikan ke semua rumah sakit yang ada di

Semarang. Unit Transfusi Darah Semarang hanya mengirimkan jumlah

kantong yang diminta pada saat itu juga. Setiap bulannya, Unit Transfusi

Darah Cabang Semarang telah mengirimkan darah ke rumah sakit lebih

dari 3000 kantong darah dari berbagai jenis dan golongan darah yang

tersedia.

Berkaitan dengan penyampaian darah ini, pihak pengguna darah

dari golongan dan jenis darah apapun dikenai biayanya. Karena mengingat

bahwa dalam proses pengadaan, pengolahan, penyimpanan dan

pengamanan darah membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sedangkan

pola penghitungan biaya penggantian penggunaan darah, ditetapkan

berdasarkan atas komponen jasa palang merah, komponen administrasi

dan komponen bahan dan alat habis pakai.15

Unit Transfusi Darah menyampaikan darah yang telah siap pakai

kepada sarana pelayanan kesehatan yang memerlukan untuk kegiatan

pengobatan di rumah sakit, dengan mekanisme/prosedur sebagai berikut:

15 Wawacara dengan Pengurus Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang, Sie Bina

Donor, Dra. Ani Siswati, Tanggal 2 Mei 2005

Page 19: BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 26 Pada tahun 1950-1960 masih dikenal dengan istilah usaha Palang

43

1. Formulir permintaan darah dari rumah sakit yang ditandatangani

oleh dokter disertai contoh darah si pasien dibawa oleh keluarga

pasien ke Unit Transfusi Darah Cabang Semarang.

2. Bila di Unit Transfusi Darah ada persediaan darah yang diminta,

kemudian diadakan uji cocok serasi dan bila cocok maka darah

langsung di bawa ke rumah sakit yang bersangkutan untuk

ditransfusikan. Perkiraan waktu yang diperlukan:

a. Pemeriksaan uji cocok derasi di Unit Transfusi Darah ±1 jam.

b. Perjalanan rumah sakit ke Unit Transfusi Darah (bila

jauh/jalan macet) dapat mencapai ±1 jam. Sehingga

kebutuhan waktu untuk mendapatkan darah siap ditransfusikan

± 2 jam..

3. Apabila persediaan darah di Unit Transfusi Darah tidak ada, maka

keluarga pasien harus mencari donor. Waktu yang diperlukan untuk

seleksi donor, uji saring dan uji serasi serta transportasi dari Unit

Transfusi Darah ke rumah sakit bertambah panjang (bisa mencapai

4-6 jam). Inilah mengapa persediaan stok darah di Unit Transfusi

Darah mutlak harus dipenuhi.

Berdasarkan kenyataan mekanisme/prosedur pelayanan darah

yang telah berlangsung selama ini, terdapat beberapa kendala dan

hambatan sebagai berikut:

1. Mengurangi kualitas darah, karena:

a. Terlalu lama berada di luar tempat penyimpanan darah

Page 20: BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 26 Pada tahun 1950-1960 masih dikenal dengan istilah usaha Palang

44

b. Kemungkinan guncangan selama perjalanan dari Unit Transfusi

Darah ke rumah sakit.

2. Waktu yang diperlukan cukup lama, apalagi bila di Unit Transfusi

Darah tidak ada stok darah

3. Kemungkinan kelebihan permintaan darah. Misalnya, permintaan

kantong ternyata hanya ditransfusikan 2 kantong mengingat keadaan

pasien sudah cukup baik. Sisa darah karena penyimpanan tidak baik

akan menjadi rusak dan tidak bisa digunakan lagi.

Menyadari permasalahan dan kendala yang terjadi tersebut, maka

perlu diprioritaskan upaya menekan seminimal mungkin kelemahan-

kelemahan yang ada dengan cara meningkatkan cakupan, mutu dan

efisiensi pelaksanaan-pelaksanaan transfusi darah di rumah sakit. Untuk

itu, keberadaan bank darah rumah sakit dalam hal ini mutlak sangat

diperlukan.16

16 BTDD PMI Jawa Tengah, Op. Cit., hal.49

Page 21: BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 26 Pada tahun 1950-1960 masih dikenal dengan istilah usaha Palang

45

PROSEDUR MENDAPATKAN DARAH17

Disertai contoh darah

ADA TIDAK ADA

17 Leaflet Prosedur Mendapatkan Darah di Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang

Dokter mengisi formulir Permintaan darah

UTD PMI

Tidak cocok

Tidak Cocok

Cocok

Cross test

cocok

Cross Test

Mencari donor Keluarga/ sukarelawan

Mencari darah yang cocok

Dibawa ke RS bersangkutan

TRANSFUSI

Page 22: BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 26 Pada tahun 1950-1960 masih dikenal dengan istilah usaha Palang

46

ALUR PERMINTAAN DAN DISTRIBUSI DARAH TRANSFUSI18

6 3. SPDT

DDP/DDK 2. STOK DARAH

PERMINTAAN

Permintaan

ANALISA

1. KEBUTUHAN

Kirim 4. PERMINTAAN

5. PENDISTRIBUSIAN

Keterangan:

SPDT : Surat Permintaan Darah Transfusi DDP : Donor Darah Pengganti DDK : Donor Darah Keluarga

18 Leaflet Mekanisme Permintaan dan Distribusi Darah Transfusi di Unit Transfusi Darah

Cabang Kota Semarang

UTDC

Bagian Penerangan

darah

Bank Darah Rumah

sakitRumah sakit

Bangsal

Page 23: BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 26 Pada tahun 1950-1960 masih dikenal dengan istilah usaha Palang

47

MEKANISME HUBUNGAN LAYANAN UNIT TRANSFUSI DARAH

DENGAN BANK DARAH RUMAH SAKIT

UTD PMI

…………………………………..

BANK DARAH

RUMAH SAKIT

REKRUTMEN DONOR

SELEKSI DONOR

PENGAMBILAN DARAH

UJI SARING

PENGOLAHAN KOMPONEN

DISTRIBUSI

PENYIMPANAN

DISTRIBUSI : PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH CROSS MATCH

Page 24: BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 26 Pada tahun 1950-1960 masih dikenal dengan istilah usaha Palang

48

2. Sistem Pembayaran Service Cost (Biaya Layanan)

Service cost adalah biaya penggantian darah yang ditanggung oleh

pasien (keluarga pasien) yang diperhitungkan dari biaya yang diperlukan

untuk komponen kegiatan yang meliputi pemeriksaan darah, pengolahan

darah, pendistribusian, pembinaan donor, administrasi cetak serta

pemakaian bahan/alat habis pakai, seperti kantong darah, dan lain-lain.

Selama ini ada persepsi keliru dari masyarakat awam bahwa

service atau layanan pemenuhan kebutuhan masyarakat yang dilakukan

oleh Unit Transfusi Darah PMI adalah bebas dari biaya apapun. Lalu ada

pandangan lagi di masyarakat, dengan adanya service cost menunjukkan

bahwa Unit Transfusi Darah PMI berarti jual darah. Ini tidak benar.

Sebagai institusi mitra kerja pemerintah dalam bidang Usaha Kesehatan

Transfusi Darah, keberadaan PMI dijamin Undang-undang serta

peraturan-peraturan lain. Hal ini perlu diberikan penjelasan secara

gamblang bahwa semua produk darah tidak boleh diperjualbelikan dengan

dalih apapun, dan darah yang diberikan harus secara sukarela (PP No. 18

tahun 1980 Bab 3 pasal 3).

Transfusi darah sebagai upaya penyembuhan penyakit dan

pemulihan kesehatan, dilarang untuk tujuan komersial (UU No. 23 Tahun

1992 tentang kesehatan Bab 5 pasal 33).

Darah yang diolah oleh Unit Transfusi Darah adalah gratis.

Service cost yang harus digantikan oleh pihak keluarga pasien terhadap

Unit Transfusi Darah sebenarnya hanyalah pengganti jasa layanan, dan

Page 25: BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 26 Pada tahun 1950-1960 masih dikenal dengan istilah usaha Palang

49

hanya sebagian kecil dari biaya yang diperlukan untuk komponen kegiatan

pengadaan dan mengolah darah yang meliputi pemeriksaan darah dari

berbagai penyakit menular lewat darah, pengolahan darah,

pendistribusian, pembinaan donor, administrasi, serta pemakaian

bahan/alat habis pakai.

Unit Transfusi Darah dalam pelaksanaan tugas Usaha Kesehatan

Transfusi Darah jelas tidak akan mampu untuk membebaskan semua biaya

produksi darah yang sangat mahal pembiayaannya tersebut. Pengeluaran

biaya untuk transfusi darah berlangsung sepanjang masa, karenanya Unit

Transfusi Darah harus bekerja 24 jam, sedangkan sumber dana utama PMI

dari bulan dana hanya dilaksanakan satu kali dalam setahun, itupun belum

sebanding dengan besarnya penyelenggaraan Usaha Kesehatan Transfusi

Darah. Unit Transfusi Darah harus mengupayakan pengadaan reagen

untuk skrining darah, pengadaan kantung darah yang cukup mahal,

menggaji staff / asisten tranfusi darah, dan lain-lain. Jelasnya, prinsip PMI

sesuai dengan prinsip kemanusiaannya bahwa dana PMI terutama

ditujukan untuk menolong orang-orang yang menderita. Bagi penderita

yang memerlukan darah, Unit Transfusi Darah hanya memberikan jasa

layanan (service). Sedangkan dana-dana yang terpakai untuk semua

pembiayaan dalam memperoleh darah tersebut harus dikembalikan kepada

PMI, agar roda usaha PMI di bidang transfusi darah dapat berjalan terus,

Page 26: BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 26 Pada tahun 1950-1960 masih dikenal dengan istilah usaha Palang

50

kecuali mereka yang benar-benar tidak mampu, Unit Transfusi Darah

dapat mempertimbangkannya untuk membebaskan semua biaya tersebut.19

Unit Transfusi Darah secara hukum berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di berikan hak untuk menarik service

cost. Hal ini semata-mata agar roda kegiatannya dapat berlangsung terus

menerus. Penarikan service cost jasa layanan pemenuhan darah didasarkan

atas: PP No. 18 tahun 1980 bab IV pasal 10 yang berbunyi : “Biaya

pengolahan dan pemberian darah kepada si penderita ditetapkan dengan

keputusan Menteri atas usul Palang Merah Indonesia dengan

memperhitungkan biaya-biaya untuk pengadaan, pengolahan,

penyimpanan dan pengangkutan tanpa mempertimbangkan laba”

PERMENKES RI No.478/MENKES/Peraturan/X/1990 Bab V:

1. Biaya penggantian penggunaan darah dapat diperoleh dari pasien

dengan tidak mencari keuntungan.

2. Biaya penggantian sebagaimana dimaksud ayat (1), diperhitungkan

sesuai dengan biaya yang diperlukan untuk komponen kegiatan yang

meliputi pendistribusian / penyampaian darah, pembinaan donor,

administrasi cetak, dan pemakaian bahan / alat habis pakai.

3. Biaya penggantian sebagaimana dimaksud ayat (2), ditetapkan

berdasarkan pola perhitungan yang ditetapkan oleh Direktorat

Jenderal.

19 BTDD PMI Jawa Tengah, Op. Cit., hal. 40

Page 27: BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 26 Pada tahun 1950-1960 masih dikenal dengan istilah usaha Palang

51

4. Besarnya biaya penggantian sebagaimana dimaksud ayat (1)

ditetapkan oleh Kakanwil setempat atas usul dari Unit Transfusi Darah

PMI yang berpedoman pada pola perhitungan seperti ayat (3) serta

dengan memperhatikan kemampuan masyarakat setempat.20

Pada Unit Transfusi Darah Cabang Semarang, penghitungan Biaya

Penggantian Penggunaan Darah (BPPD) ditetapkan oleh Kantor Wilayah

Departemen Kesehatan Semarang untuk segala jenis dan golongan darah

yang tersedia. Adapun pola penghitungannya adalah sebagai berikut:

1. Komponen jasa, meliputi: 23 %

- Transportasi Rp 2.000

- Pembinaan donor Rp 3.000

- Menu donor Rp 2.000

- Tenaga Rp 5.000

- Penunjang lainnya Rp 1.000

Jumlah Rp 13.000

2. Komponen administrasi: 6% Rp 2.500

yang meliputi : kartu identitas, kartu status, buku pendaftaran donor,

pendaftaran donor, formulir mobil unit, formulir kegiatan, buku

pencatatan penyimpanan dan distribusi, buku administrasi

laboratorium, label-label atau etiket untuk ditempel pada kantong

darah, stiker untuk golongan darah.

20 Per.Men.Kes. Republik Indonesia No. 478/MENKES/Peraturan/X/1990

Page 28: BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 26 Pada tahun 1950-1960 masih dikenal dengan istilah usaha Palang

52

3. Komponen bahan dan alat habis pakai, meliputi: 57%

- Kantong darah Rp 10.000

- Uji saring

a. hepatitis Rp 7.000

b. RPR Rp 1.000

c. HCV Rp 31.000

d. HIV Rp 10.000

- Uji cocok serasi dan golongan darah Rp 8.000

- Bahan penunjang Rp 1.000

Jumlah Rp 68.000

4. Komponen penyusutan dan pemeliharaan alat: 7% Rp 1500

5. Komponen pengembangan UTD dan SDM: 7% Rp 2000

Jumlah total Rp 87 00021

Akan tetapi, jumlah tersebut tidak paten, dalam artian bahwa bagi

pasien yang benar-benar tidak mampu bisa memperoleh darah guna

pemulihan kesehatan dari Unit Transfusi Darah Semarang dengan

melampirkan surat keterangan tidak mampu dari kelurahan setempat

dengan mengetahui camat setempat pula. Selain itu, juga harus

melampirkan surat keterangan dokter dari rumah sakit yang menerangkan

bahwa pasien tersebut betul-betul membutuhkan darah dan tidak mampu.

Maka dengan demikian, pasien dapat meminta darah dengan cuma-cuma.

21 Leaflet Perhitungan Biaya Penggunaan Darah (BPPD) Unit Transfusi Darah Cabang

Kota Semarang

Page 29: BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 26 Pada tahun 1950-1960 masih dikenal dengan istilah usaha Palang

53

Sebetulnya, hal ini dapat merugikan pihak Unit Transfusi Darah,

namun hal tersebut dapat disiasati dengan subsidi silang dalam

pemeriksaan atau pada uji saring darah.

Pihak pengguna darah, baik yang datang ke Unit Transfusi Darah

dengan membawa donor atau tidak dalam meminta darah, dikenai biaya

sama. Karena yang dibayar bukan darahnya melainkan komponen-

komponen yang telah dijelaskan di atas. Akan tetapi jika ada keluarga

pasien yang kebetulan keluarganya ada yang mempunyai golongan dan

jenis darah yang sama, maka darah tersebut langsung dapat diambil pada

rumah sakit tempat pasien dirawat. Pasien hanya dikenai biaya kantong

darah dan alat serta bahan aseptic, karena darah tersebut tidak

membutuhkan perawatan lebih lanjut.22

3. Pendapat Ulama’ Fiqh Tentang Pembiayaan Transfusi Darah

Distribusi atau penyampaian darah dari Palang Merah Indonesia

kepada pengguna jasa Palang Merah Indonesia dengan ditentukannya tarif

diperbolehkan, karena untuk kepentingan darurat dan kebutuhan. Dalam

keadaan darurat, seseorang dibolehkan melakukan hal-hal yang

sebenarnya tidak diperkenankan. Hukum darurat menempati posisi yang

amat penting didalam syari'ah. Hukum darurat memperhatikan kebutuhan

nyata masyarakat dan memberikan kemudahan bagi orang yang ditimpa

22 Wawacara dengan Pengurus Unit Transfusi Darah Cabang Kota Semarang, Sie Bina

Donor, Dra. Ani Siswati, Tanggal 7 Mei 2005

Page 30: BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 26 Pada tahun 1950-1960 masih dikenal dengan istilah usaha Palang

54

kesulitan. Ia memiliki cakupan luas untuk menghadapi setiap keadaan

yang membahayakan dalam hidup tanpa mengubah hukum. 23

Dalam keadaan darurat, seseorang dibolehkan melakukan hal-hal

yang sebenarnya tidak diperkenankan. Hal ini sesuai dengan salah satu

kaidah fiqih yang dibentuk oleh Imam syafi'I bahwa sesuatu yang haram

tidak menjadi halal karena kebutuhan, kecuali dalam keadaan terpaksa.24

Kemudian Abdullah ibn Said juga menjelaskan dalam kitabnya Idzoh Al-

Qowaid al-Fiqhiyah bahwa keadaan darurat memperbolehkan sesuatu

yang dilarang.25

Ada sejumlah contoh untuk menggambarkan prinsip ini. Para

pakar hukum Islam memasukkan alasan-alasan hukum yang

membebaskan seseorang dari kewajiban hukum, seperti minoritas,

kegilaan, kesakitan, paksaan, kelalaian, dan ketidak tahuan. Contoh-

contoh lain dimana keadaan darurat menyebabkan sesuatu yang dilarang

menjadi boleh adalah makan bangkai karena lapar, minum arak karena

haus, atau karena sakit sebagai obat.

Sedangkan mengenai biaya penggantian penggunaan darah yang

telah ditetapkan merupakan biaya dari beberapa komponen yang telah

dirinci. Jadi itu bukan merupakan harga dari darah tersebut. Karena setiap

kantong darah dari jenis darah yang berbeda dan isi yang berbeda pula,

23 Muhammad Muslehuddin, Filsafat Hukum Islam Dan Pemikiran Orientalis, alb,

Yudian Wahyudi Asmin, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, Cet. ke-2, 1991, hlm.45 24 Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh Sejarah dan Kaidah Asasi, Jakarta: Raja Grafindo Persada,

Cet. ke-2, 2002, hlm.60 25 Abdullah ibn Sa'id Muhammad 'Ibbadi, Idzoh al-Qowaid al-Fiqhiyah, Makkah al-

Mukarramah: al-Madrasah Al-Shalatiyah, Cet. ke-3, 1410H, hlm.42

Page 31: BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 26 Pada tahun 1950-1960 masih dikenal dengan istilah usaha Palang

55

bertarif sama. Baik itu yang berisi 10 cc, 20 cc, 100 cc, ataupun 200 cc.

Jadi biaya tersebut adalah biaya pemeliharaan darah dan biaya-biaya lain

seperti biaya pemeriksaan terhadap penyakit yang bisa menular melalui

transfusi, seperti HIV. Hal ini untuk menjaga kemungkinan resiko yang

terjadi, dalam ushul fiqh dikenal dengan istilah saddudz dzara’I.

Seperti yang telah disebutkan, bahwa yang mempunyai

kewenangan untuk menampung atau mendistribusikan darah adalah

Palang Merah Indonesia. Operasional Palang Merah ini berdasarkan pada

peraturan perundangan yang secara sah dikeluarkan oleh pemerintah. Oleh

karena itu, peraturan-peraturan yang ada agar selalu dijalankan. Berarti

tidak ada penyimpangan-penyimpangan seperti adanya jual beli darah.

Jika hal tersebut terjadi, itu termasuk tindakan pidana, dan pelakunya pun

bisa ditindak.

Jadi dengan dalih apapun, jual beli darah tidak diperbolehkan,

karena melanggar etika kemanusiaan. Walaupun dalam konteks fiqh,

madzhab Hanafi membolehkan adanya jual beli darah karena manfaatnya

sangat besar. Akan tetapi kalau kita mengacu pada pendapat tersebut,

maka suatu saat akan muncul sebuah anggapan bahwa manusia dapat

diperjualbelikan dan akibatnya kemaslahatan manusia tidak akan

terwujud.

Page 32: BAB III PRAKTEK PEMBIAYAAN TRANSFUSI DARAH DI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · 26 Pada tahun 1950-1960 masih dikenal dengan istilah usaha Palang

56