BAB III. PEMIKIRAN PENDIDIKAN SUFISTIK KH. M. HABIB LU...
Transcript of BAB III. PEMIKIRAN PENDIDIKAN SUFISTIK KH. M. HABIB LU...
62
BAB III.
PEMIKIRAN PENDIDIKAN SUFISTIK KH. M. HABIB LU ŢFI
PEKALONGAN
A. Sekilas Profil KH. M. Habib M. Lu ţfi bin ‘Ali Yahya
1. Biografi KH. M. Habib Lu ţfi Bin ‘Ali Yahya Pekalongan
Habib Lutfi dilahirkan di Pekalongan pada hari Senin, pagi tanggal 27
Rajab tahun 1367 H. Bertepatan tanggal 10 November, 1947 M.
Habib Luţfi dilahirkan dari seorang Syarifah, yang memiliki nama dan
nasab: Sayidah al Karimah as-Syarifah Nur Laila binti Sayid Muhsin bin Sayid
Salim bin Sayid al Imam Shalih bin Sayid Muhsin bin Sayid Hasan bin Sayid
Imam ‘Alawi bin Sayid al Imam Muhammad al Imam’ Alawi bin Imam al Kabir
Sayid Abdullah bin Imam Salim bin Imam Muhammad bin Sayid Sahal bin Imam
Abdurrahman Maulana Dawileh bin Imam ‘Ali bin Imam’ Alawi bin Sayidina
Imam al-Faqih al-Muqadam bin ‘Ali Ba Alawi.
Ibunda Nur Laela adalah seorang wanita salehan dari nasab keturunan
cucu Pangeran Bupati Pekalongan yang bernama Tan Jan Ningrat atau Bupati
keempat Pekalongan Tumenggung Surodirjo. Nur laela memberikan tambahan
kata “Jamil” pada putranya Lutfi atau lengkapnya Luţfi Al-Jamil, dengan harapan
paras muka bayi Luţfi yang elok dan tampan, juga menjadikan pribadi dan akhlak
63
Luţfi menjadi indah dan elokan prilakunya pula, sehingga kelak dapat menjadi
teladan bagi umat.
Habib Luţfi lahir dari sembilan bersaudara. Luţfi Al-Jamil adalah putra
pertama dari Habib Ali Ghalib bin Hasyim. Diantara kedelapan saudaranya
adalah, Umar Zaid, Muhammad Ismet, Ghaniyyah, Lubnah, Hikmah, Zaki al-
Mubarak, Ahmad al-Haedar dan Aminah.
Ayahanda Habib ‘Ali Galib bin Hasyim dikenal sebagai guru yang shaleh
dan bijaksana yang dicintai dan dihormati oleh masyarakat pada waktu itu.
Banyak orang datang kepadanya untuk bertawassul1 dan memohon doa kepada
Allah SWT. demi tercapainya segala hajat mereka. Warisan ini turun kepada putra
sulungnya yakni Habib Luţfi. (Kellen, 2005: 26)
Habib ‘Ali, Ayahnda Habib M. Luţfi pernah menjabat sebagai ketua
Diknas Pekalongan atau P dan K Pekalongan, pernah juga mengajar bahasa
inggris di SMA I dan Ma’had Pekalongan.
Habib ‘Ali menghafalkan al-Quran melalui Syayid Baqur Syatta’
Kaliwingu, Ky. Wahab Kaliwungu atau yang lebih dikenal dengan Kyai Jamhari
Gubuksari Kendal. Habib ‘Ali belajar di pondok pesantren selama 14 tahun
(Wawancara Habib Luţfi 4 Oktober 2011).
1 Tawasul atau wasilah adalah jalan atau perantara untuk dekat dengan Allah SWT. Wasilah
adalah jalan yang dilalui manusia mendekat kepada Allah SWT. Satu-satunya wasilah adalah nabi Muhammad SAW (Totok Jumantoro, 2005, 285)
64
Nasab Habib Luţfi dari jalur ayah:
1. Rasulullah Muhammad SAW
2. Sayidatina Fathimah az-Zahra +
Amirul Mukminin Ali bin Abi
Thalib
3. Imam Husein ash-Sibth
4. Imam Ali Zainal Abiddin
5. Imam Muhammad al-Baqir
6. Imam Ja’far Shadiq
7. Imam Ali al-Uraidhi
8. Imam Muhammad an-Naqib
9. Imam Isa an-Naqib ar-Rumi
10. Imam Ahmad Al-Muhajir
11. Imam Ubaidullah
12. Imam Alwy Ba’Alawy
13. Imam Muhammad
14. Imam Alwy
15. Imam Ali Khali Qasam
16. Imam Muhammad Shahib
Marbath
17. Imam Ali
18. Imam Al-Faqih al-Muqaddam
Muhammd Ba’Alawy
19. Imam Alwy al-Ghuyyur
20. Imam Ali Maula Darrak
21. Imam Muhammad Maulad
Dawileh
22. Imam Alwy an-Nasiq
23. Al-Habib Ali
24. Al-Habib Alwy
25. Al-Habib Hasan
26. Al-Imam Yahya Ba’Alawy
27. Al-Habib Ahmad
28. Al-Habib Syekh
29. Al-Habib Muhammad
30. Al-Habib Thaha
31. Al-Habib Muhammad al-Qodhi
32. Al-Habib Thaha
33. Al-Habib Hasan
34. Al-Habib Thoha
35. Al-Habib Umar
36. Al-Habib Hasyim
37. Al-Habib Ali
38. Al-Habib Muhammad Luţfi
65
Putra-putri Habib Luţfi dari istrinya Syarifah Salmah Hasyim adalah
Muhammad Bahauddin al-Alawy, Fatimah Nikmatullah Az-Zainaby, Ummu Hani
al-Fatimy, Fatimatuz Zahra al-Muhammady dan Muhammad Syarif Hidayatullah
Husainy.
Ayah dari Muhammad Bahaudin, Zaenab, Fatimah, Umi Hanik dan
Husain ini pernah menempuh pendidikan di Ponpes Kliwet Indramayu di usia 12
tahun dan pada saat itu sudah dipercaya kyai sebagai salah satu ustadz atau
pengajarnya.
Luţfi remaja merasa kurang puas dalam pencapaiannya ilmu di Pondok
Pesantren Kliwet Indramayu, Luţfi kemudian nyantri di Bendo Kerep Cirebon,
kemudian mondok di Kyai Said Tegal dan meneruskan nyantri di Kyai
Muhammad Abdul Malik bin Muhammad Ilyas bin Ali Purwokerto, Kyai
Muhammad Bajuri (Indramayu), Habib Ahmad bin Ismail Yahya (Aryawinangun
Ceribon), Habib Umar bin Ismail, Habib Syekh bin Abu Bakar Ceribon (Al-
Kisah, 2005: 27) dan mendapatkan beasiswa melanjutkan belajar di Hadramaut
Yaman selama 3 tahun.
Allah SWT benar-benar memuliakan Habib Luţfi manakala sepulang dari
perantauan mencari Ilmu di Yaman dan Makkah Madinah, Habib Luţfi menjadi
pengajar di kediamannya dan semakin hari para jamaah bertambah hingga atas
restu Ilahi, Habib Luţfi mendirikan Kanzus Salawat pada tahun 2000 dengan
dukungan penuh dari masyarakat Kota Pekalongan dan sekitarnya.
66
Majlis Habib dipenuhi para santri dan masyarakat umum. Dalam metode
ceramahnya Habib sering kali memuji pemikiran dan kepribadian tokoh sufi
klasik yang patut diteladani oleh para jamaah, yaitu Syekh Abi Hasan As-Syadzili
dan Imam Ghazali. Pengajiannya diikuti lebih dari seribu orang.
Dari sentuhan kalbu Habib, keluar sekian banyak penuntut ilmu baik dari
Jawa maupun Luar Jawa, seperti Sumatera, Kalimantan, bahkan hingga luar
negeri. Para santri Habib banyak menjadi tokoh masyarakat, Ulama’, Kyai dan
pejabat pemerintahan, yang semua dari mereka tetap memegang ilmu para ulama
salaf yang senantiasa takut kepada Allah SWT. seperti amalan doa’ Habib yang
didapatkannya dari gurunya, Muhammad Abdul Malik Al-Hafidz Purwakarta,
yang artinya:
“ Ya Allah, sesungguhnya kami memohon takutnya orang ‘alim atas-Mu,
ilmunya orang-orang yang takut atas-Mu, kami memohon keyakinannya orang-
orang yang berserah diri atas-Mu, orang-orang yang berharap penuh atas cinta-
Mu, kami memohon zuhudnya orang-orang yang salik atas-Mu, orang-orang
yang wira’i yang mencintai-Mu dan kami memohon takwanya orang-orang yang
senantiasa rindu dengan-Mu.”
Kegiatan Habib tidak hanya terbatas mendidik santri dan menyebarkan
ilmu di Kanzus Salawat. Habib juga memiliki kegiatan ceramah agama di Jawa
dan luar Jawa. Hal ini dilakukan Habib sebagai media untuk melakukan terapi
pendidikan sufistik terhahap penyakit-penyakit sosial di masyarakat. Menurut
Habib, tujuan dari pendidikan sufistik adalah untuk membersihkan hati dan jiwa.
67
Habib dikenal cinta ilmu. Habib menghabiskan waktu dan mencurahkan
tenaga di dalam dunia keilmuan dalam bentuk yang tiada banding. Habib
memberikan pengajaran sufistik sebagai solusi alternatif problematika umat Islam
sekarang ini yang semakit akut dengan masalah dekadensi moral dan adab.
Pengajaran yang disampaikannya tidak hanya berbentuk majlis ilmu
semata, seperti pengajian tariqah kliwonan, pengajian malam rabu atau malid nabi
SAW di Kanzus Salawat, tetapi juga di luar majlis pengajian, yang tentunya bagi
Habib pribadi masih termasuk majlis ilmu, yaitu dalam pergaulannya dengan
berbagai macam masyarakat, dari masyarakat kelas bawah, yang terdiri dari
masyarakat berbagai macam profesi hingga masyarakat kelas menengah atas, dari
pejabat daerah, pengusaha dan para pejabat negara Republik Indonesia.
Habib dan Musik
Sebagai ulama yang sangat disegani oleh masyarakat, terutama di wilayah
eks Karesidenan Pekalongan, musik sudah merupakan bagian dari kehidupan
Habib Luţfi. Apalagi ayahandanya juga seniman musik yang amat disegani pada
waktu itu, sehingga tidak heran jika Habib Luţfi di samping ahli dibidang agama
juga mahir memainkan seperangkat alat musik, terutama piano.
Nyanyian atau musik menurut Hawwa (2006: 282) dapat menjadi motivasi
menuju jalan Allah, karena bisa menjadi sarana untuk menanamkan nilai-niali
kecintaan pada kesempurnaan, semangat berjihad dan memantapkan perjalanan
spiritual.
68
Musik dapat digunakan sebagai alat untuk melintasi tingkatan spiritual
sebab ia dapat menspiritualkan sesuatu yang materi, disamping itu musik
memiliki jiwa yang selevel dengan jiwa manusia (Muhaya, t.t: xi)
Apresiasi terhadap musik, secara historis, sudah ada sejak pra-Islam, baik
dikalangan bangsa Arab maupun bangsa-bangsa lain. Posisi tersebut tidak
bergeser pada masa Islam. Hal itu dapat kita lihat pada sikap Nabi Muhammad
SAW, penyampai risalah keIslaman, membiarkan kehadiran penyanyi di hadapan
istrinya. Nabi pun pernah meminta salah seorang sahabat untuk melantunkan
khuda’ di kala beliau sedang mengendarai unta. (Muhaya, t.t: xi)
Bagi Habib Luţfi, bermusik adalah sebuah sarana untuk bergaul dengan
siapa saja, terutama dengan anak anak muda dan komponen masyarakat yang
heterogen, bagaimana membuat daya tarik sehingga mereka mengikuti kita.
Apalagi para pendahulu ulama salaf juga pernah menekuni bidang musik, seperti
Jamaludin Ar Rumi dengan bermusik dapat lebih mendekatkan diri kepada Sang
Khaliq.
Musik2 yang menurut sebagian ulama dianggap haram, justru oleh Habib
Luţfi menjadi hiburan sehari hari. Tidak saja sebagai penikmat musik, akan tetapi
beliau juga ahli memainkan alat alat musik, terutama alat musik piano. Menurut
Muhaya (tt: x-xi) sebagian sufi ada yang menggunakan musik sebagai sarana
menuju tingkatan spiritualitas yang sangat tinggi, karena musik dapat menyibak
2 Musik secara ontologis merupakan perpaduan antara unsure material dengan immaterial;
ia tersusun dari elemen-elemen yang bersifat jasmaniyah dan rohaniyah (al-Shafa, tt: 83)
69
tabir hati, mengobarkan api cinta Ilahi, mengangkat pendengarnya ke derajat
musyahadah, suatu tingkatan spiritualitas yang sangat tinggi.
Menurut peneliti, bermusik bagi seorang Habib Luţfi adalah sinyal ilahi,
yang dapat menyebabkan seorang sufi mengalami ekstasi3 terhadap Allah SWT,
yang disebabkan oleh keterpesonaannya terhadap rahasia-rahasia Ilahiyah. Hal ini
sesuai apa yang diungkapkan oleh Dzunnun al-Misri4 yang dikutip oleh Muhaya
(tt: xii), barang siapa yang mendengarkan bersama Allah SWT, ia akan sampai ke
derajat tahaqquq, dan sebaliknya barang siapa yang mendengarkannya karena
nafsu, ia akan menjadi zindiq.
Di rumahnya saat ini saja ada seperangkat alat musik gambus yang siap
dimainkan sewaktu waktu. Bahkan untuk mengaktualisasikan hobinya, Habib
Luţfi memiliki satu group musik gambus yang biasa disebut “marawis”. Puluhan
lagu lagu irama padang pasir mengalun melalui dentingan jari jari seorang ulama
besar, siap menyirami kalbu yang gersang oleh denyut nadi kehidupan dunia yang
semakin tak menentu5.
3 Kata ekstasi berasal dari bahasa Yunani. Ekstasi berarti, pertama, tidak sadarkan diri yang
disebabkan oleh semangat keagamaan yang luar biasa; kedua, suatu perasaan yang menyenangkan yang mendominasi seluruh kesadaran akal; ketiga, suatu tingkatan spiritualitas ketika seseorang merasa didominasi oleh perasaan senang (Mckechnie, 1980: 574-575)
4 Nama Lengkapnya adalah Ibn Ibrahim al-Misri, Abu al-Faydh. Ia adalah salah seorang
sufi yang sangat terkenal dan disebut sebagai pencetus doktrin ma’rifah, wafat tahun 248 H. (Lihat al-Sulami, 1960: 23 dan Nasution, 1973:75-78)
5 Dikutip dari www.Majelis DZIKIR PASEBAN TOMBO ATI, 08/12/2011
70
2. Latar Belakang Pendidikan
Pendidikan pertama Habib Luţfi di terima dari ayahanda al-Habib al-
Hafidz Ali Ghalib. Selanjutnya beliau belajar di Madrasah Salafiyah. Guru-guru
beliau di Madrasah itu diantaranya:
1. Syayid Ahmad bin ‘Ali bin Al Alamah al-Qutb As Sayid ‘Ahmad bin
Abdullah bin Thalib al Athas
2. Habib Husain bin Sayid Hasyim bin Sayid Umar bin Sayid Thaha bin Yahya
3. Sayid Abu Bakar bin Abdullah bin ‘Alawi bin Abdullah bin Muhammad al
‘Athas Ba ‘Alawi
4. Sayid Muhammad bin Husain bin Ahmad bin Abdullah bin Thalib al-Athas
Ba ‘Alawi.
Habib Luţfi yang tinggal di Kelurahan Poncol Gang 12, nomor 12 sejak
berusia empat tahun (1950) memulai belajar ajaran agama Islam dengan membaca
dan memahami al-Qur’an.
Luţfi kecil menimba ilmu di sekolah rakyat (SR) 09 yang terletak di
Kaputran Pekalongan. Diantara guru-gurunya adalah: Mangun Kusuma, Sundari,
Titik, Seha, Hartoyo dan Basuki yang semuanya mengajar dari kelas satu hingga
kelas enam di Sekolah Rakyat. (Kellen, 2005: 30)
Sedangkan di sore harinya, Luţfi menimba ilmu di Pondok Pesantren
Salafiyah yang terletak dibelakang masjid wakaf Pekalongan, atau tepatnya di
jalan Surabaya Pekalongan.
71
Diantara para guru sekaligus pembimbing Luţfi di pondok pesantren ini
adalah: Habib Ahmad bin Mahfudz, Habib Muhammad bin Husein al-’aţas, Habib
Ahmad Ali al-’aţas, Habib Husain bin Hasyim, Habib Hamid al-Habsyi dan Habib
Abu Bakar bin abdullah bin Alwy al-’aţas (Kellen, 2005: 31).
Luţfi belajar di madrasah tersebut selama tiga tahun. Dengan bimbingan
para guru-guru yang telah dikenal keteladanannya yang sangat tinggi, telah
membentuk pribadi Luţfi remaja menjadi remaja yang memiliki semangat
kedisiplinan yang tinggi. Semangat ini terus berkembang ketika Luţfi melanjutkan
pendidikannya ke berbagai pondok pesantren guna menuntut ilmu-ilmu Allah
SWT. yang termaktub dalam al-Qur’an.
Ayah dari As-Syarif Muhammad Bahaudin, As-Syarifah Zaenab, As-
Syariyah Fatimah, As-Syarifah Umi Hanik dan As-Syarif Husain ini pernah
menempuh pendidikan di Ponpes Kliwet Indramayu di usia 12 tahun dan pada
saat itu sudah dipercaya kyai sebagai salah satu ustadznya.
Kemudian nyantri di Bendo Kerep Cirebon, berikutnya mondok di Kyai
Said Tegal dan meneruskan nyantri di Kyai Muhammad Abdul Malik bin
Muhammad Ilyas bin Ali Purwokerto, Kyai Muhammad Bajuri (Indramayu),
Habib Ahmad bin Ismail Yahya (Aryawinangun Ceribon), Habib Umar bin
Ismail, Habib Syekh bin Abu Bakar Ceribon (Al-Kisah, 2005: 27) dan juga pernah
mendapat beasiswa ke Hadramaut Yaman selama 3 tahun.
72
Yaman sendiri merupakan pusat kegiatan ilmiah yang telah melahirkan
ratusan bahkan ribuan ulama sebagai pewaris peninggalan Rasulullah SAW.
kegiatan ilmiah di Yaman terpusat di Hadramaut. Berbeda dengan Iran, Libanon,
Suriah, Yordania dan beberapa wilayah di daratan Syam, Yaman dianggap
memiliki tradisi kuat dalam memegang teguh ajaran ajaran Ahlussunah. Mayoritas
orang-orang Islam di negara ini bermadzab Syafi’i dan dalam akidah bermadzab
Asyari.
Sejarah mencatat bahwa para pendakwah yang datang ke Indonesia
berasal dari Gujarat India yang kebanyakan nenek moyang mereka adalah berasal
dari Hadramaut Yaman (Risalah: 2011:30).
Negara Yaman sampai sekarang adalah gudang Habaib atau orang-orang
yang memiliki garis keturunan dari Rasulullah SAW. karena itu pula para wali
songo yang tersebar di wilayah Nusantara memiliki garis keturunan yang
bersambung hingga Rasulullah saw, seperti halnya juga Habib Luţfi bin ‘Ali
Yahya (Risalah: 2011:31).
Luţfi remaja sering berpuasa dengan niat menuju jalan Allah SWT, yakni
jalan kebenaran. Dalam masa remaja, tahun 1967, Luţfi mengajarkan ajaran Islam
dalam empat waktu.
Waktu pagi, mengajar ibu-ibu yang telah berumah tangga. Waktu siang,
mengajar ngaji para remaja putra. Waktu sore, mengajar ngaji remaja putri yang
belum berkeluarga. Waktu malam, Luţfi mengajar pengajian khusus orang tua.
73
Pengajian-pengajian tersebut dilaksanakan setiap hari di kediamannya Kaputran
Pekalongan (Kellen, 2005: 36).
Luţfi remaja pada tahun 1960-1962 mengajar di Madrasah Al-Ma’arif di
Desa Kliwet Kecamatan Kertas Maya, Kawedanan Jatibarang Kabupaten
Indramayu, Jawa Barat.
Luţfi mengikuti pendidikan semimiliter dalam latihan hansip dan Banser
pada tahun 1966-1967 (Kellen, 2005: 41). Pendidikan ini tentunya berperan
penting dalam membentuk kedisiplinan dan bela negara sebagai respons dari cinta
tanah air Republik Indonesia.
Pada tahun 1959 M, beliau melanjutkan studinya ke pondok pesantren
Benda Kerep Cirebon. Kemudian Indramayu, Purwokerto dan Tegal. Setelah itu
melanjutkan ke Mekkah, Madinah dan di negara lainnya. Beliau menerima ilmu
syari’ah, ţariqah dan tasawuf dari para ulama-ulama besar, wali-wali Allah yang
utama, guru-guru yang penguasaan ilmunya tidak diragukan lagi.
Dari Guru-guru tersebut beliau mendapat ijazah khas (khusus), dan juga
‘Am (umum) dalam da’wah dan nasyru syari’ah (menyebarkan syari’ah),
Ţariqah, tasawuf bacaan-bacaan aurad, hizib-hizib, kitab-kitab şalawat, kitab
Ţariqah, sanad-sanadnya, nasab, kitab-kitab kedokteran. Dan beliau juga
mendapat ijazah untuk membai’at6.
6 Dikutip dari www.HabibLuţfiyahya.net. Profil, 1 Desember 2011.
74
Mufid (2006: 250) mengatakan bahwa Habib Luţfi adalah salah satu dari
keempat ulama di Indonesia yang menjadi wakil dari Syekh Muhammad Hisyam
Kabbani, Khalifah Syekh Nazim Adil Haqqani7 di Amerika Serikat disamping
KH. Taufiqurrahman dari Wonopringgo Pekalongan, KH. Ahmad Syahid dari
Nagrek Bandung serta Ustadz H. Wahfiuddin, MBA dari Jakarta.
3. Karya Keilmuwan
Habib dikenal sebagai Mursid8 ţariqah, Kyai9 atau sosok intelektual
pesantren yang sangat berpengaruh dalam kehidupan sosi-religius masyarakat
Jawa. Seorang Kyai menurut Abdurrahaman Mas’ud (2004: 57) mempunyai peran
7 Haqqani adalah nama seorang mursyid Naqsabandi yang ke 40. Nama lengkapnya adalah
Syekh Nazim Adil Haqqani, dilahirkan di Syprus, pada tanggal 23 April 1922 dari keluarga Sayid atau keturunan Rasulullah baik dari jalur Ayah maupun Ibu. Beliau mengganti posisi mursyid setelah gurunya, Syekh Abdullah Faiz ad Daghestani wafat 30 September 1973, dan sejak itulah dikenal nama Tarekat Naqsabandi al-Haqqani, Lihat Ahmad Syafi’i Mufid, 2006, Tangklungan, Abangan dan Tarekat: Kebangkitan Agama di Jawa, Jakarta: Obor, hal. 250.
8 Mursid artinya petunjuk, pengajar, pemberi contoh kepada murid tarekat, atau
pembimbing spiritual. Mursid adalah seorang ahli waris sejati Rasulullah saw sesudah dibawa kehadirat Ilahi selama kenaikannya, sang hamba pun dikembalikan oleh Allah, pada mahluk untuk membimbing dan menyempurnakan orang-orang yang masih belum sempurna. Menurut Abu Hasan As-Syaźili, mengutip dari Totok Jumantoro, syarat-syarat mursyid yaitu: 1. Memiliki sentuhan rasa rohani yang jelas dan tegas, 2. Memiliki pengetahuan yang benar, 3. Memiliki cita yang luhur, 4. Memiliki mata hati yang tajam untuk menunjukkan jalan Ilahi, 5. Memiliki perilaku rohani yang diriðai. Totok Jumatoro, 2005, Kamus Ilmu Tasawuf, Amzah, hal.154-155
9 Kyai adalah gelar untuk ahli agama dalam tradisi Islam Sunni Jawa. Dalam konteks ini
Kyai dikenal sebagai pemelihara dan penerjemah dari serbuan sekularisme. Kyai juga diartikan gelar kedudukan keagamaan yang dikenal dalam komunitas Jawa. Kyai merupakan pemimpin kharismatik dalam bidang agama. Sifat khas kyai adalah terus terang, berani dan blak blakan dalam bertindak, kyai mampu menjelaskan masalah teologi yang rumit kepada masyarakat awam sesuai dengan pandangan dan suara hati mereka dan pada pokoknya-dimata para pengamat-seorang Kyai dipandang sebagai lambang kewahyuan. Lihat Hiroko Horikoshi, 1987, Kyai dan Perubahan Sosial, juga Zaenal Arifin Thoha, 2003, Runtuhnya Singgasana Kyai NU, Pesantren dan Kekuasaan: Pencarian Tak Kunjung Usai, Yogyakarta: Kutub. Dalam prakteknya Kyai dianggap sama dengan Syeikh dalam tradisi Timur Tengah, yakni pemimpin kelompok aliran sufi. Ia harus dipatuhi sepenuhnya dan bertanggung jawab atas kesejahteraan material dan latihan spiritual para pengikutnya. Sebagaimana Kyai di Jawa adalah guru mistik. Baca Mark Woodward, 1989, Islam in Java: Normative Piety and Mysticism in The Sultanate of Yogyakarta, Tucson: The University of Arizona Press, hal. 144
75
penting dalam masyarakat dan pandangan akademis keagamaannya
menjadikannya seseorang intelektual dalam bidang agama.
Terpilihnya Habib Luţfi sebagai pucuk pimpinan organisasi ţariqah
(periode 2000-2005 serta periode 2005- Sekarang) memercikan harapan akan
kebangkitan kembali kaum ţariqah.
Maklum, organisasi yang didirikan oleh sejumlah pendahulu Kyai ţariqah
NU itu- antara lain KH Abdul Wahab Hasbullah, KH. Bisri Syamsuri dan KH.
Idham Khalid pada tahun 1957- pernah terinterfensi oleh politik Orde Baru dan
akhirnya terpuruk lama (Aula, 2000:24). Kini optimisme ţariqah muncul kembali
dalam kepemimpinan Habib Luţfi.
Bapak beranak lima ini sejak usia 15 tahun memperoleh talqin ţariqah
dari Syekh Muhammad Abdul Malik mursyid ţariqah Naqsyabandiyah
Khalidiyah Syazaliyah, asal Purwokerto, yang bermukim di Mekkah.
Abdul Malik adalah anak Muhammad Ilyas, mursyid berpengaruh di
daerah Banyumas dan cucu dari Pangeran Diponegoro, pahlawan nasional abad
ke-19.
Guru Habib adalah Syayid Habib Muhammad bin Alwi Al-Malik
(Mekkah), yang menghubungkannya dengan ţariqah multisilsilah. Otaknya yang
cemerlang membuat mudah mempelajari bidang ilmu di luar tasawuf, antara lain
kedokteran praktis, fisika umum dan musik. Habib yang berwajah bersih dan
76
berambut kelimis itu telah mencipta 12 lagu jenis instrumentalia kontemporer.
(Aula, 2000:24)
Habib Luţfi menjabat Ketua Umum Majlis Ulama Indonesia (MUI) Jateng
selama periode 2005-2010. Jabatan tersebut menurutnya bukan suatu pekerjaan
yang mudah. Namun harus diartikan bahwa jabatan itu adalah sebuah amanah
bukan suatu kebanggaan. Sehingga kita harus bekerja bersama dan untuk umat
(Kellen, 2005: 36).
Diantara jasa-jasa Habib Luţfi sebagai ketua MUI Jateng (2005-2010)
adalah menghimpun umat muslim di berbagai daerah di Jawa Tengah, bahkan di
Indonesia sebagai penganyom dalam ilmu ţariqah seperti menetralisir fanatisme,
menghidupkan kantor-kantor cabang ţariqah di daerah Jawa Tengah, meluruskan
penyimpangan-penyimpangan silsilah nasab serta menyelamatkan organisasi
ţariqah nasional (Jam’iyyah Ahli Ţariqah Mu’tabarah Indonesia) dari intervensi
partai politik nasional.
Pada Muktamar Ţariqah Nasional IX di Pekalongan, yang dilaksanakan
pada tanggal 26-28 Februari 2000, Habib terpilih sebagai Ketua Umum (Rais Am)
Jam’iyyah Ahli Ţariqah Al-Mu’tabarah an-Nahdhiyyah dengan masa bakti 2000-
2005.
Habib menggantikan posisi KH. Ahmad Muţahar. Sedangkan direktur
operasional organisasi, yang sebelumnya dipegang Dr. Idham Chalid, digantikan
77
oleh KH. Luţfi Hakim Muslih dari Pesantren Futuhiyyah Mranggen Demak Jawa
Tengah.
Dalam muktamar nasional dengan peserta lebih dari 5000 peserta di
seluruh Indonesia ini, juga meneguhkan kembali komitmen organisasi yang
berakidah dan berasaskan Islam Ahlussunan Wal Jama’ah dan menganut empat
madzhab. Serta menekankan posisi politisnya untuk tidak berafiliasi dengan suatu
kekuatan sosial politik apapun di Indonesia, termasuk Partai Kebangkita Bangsa
yang dideklarasikan lahirnya oleh PBNU (Aula, 2000,24).
Guru-guru Ţariqah, Silsilah dan Baiat Habib Luţfi:
Habib Muhammad Luţfi Bin ‘Ali Yahya mengambil ţariqah dan hirqah
Muhammadiah dari para tokoh ulama. Dari guru-gurunya beliau mendapat
ijazah10 untuk membaiat dan menjadi mursyid. Diantara nama-nama guru itu
adalah (Habib Luţfi, 2009: 144):
1. Al-Hafid al-Muhadiś al-Mufaśir al-Musnid al-‘Alim al-‘Alamah Al-Ghauś al-
Zaman Sayidi Syekh Muhammad Ash’ad Abd Malik bin Qutb al-Kabir al-
Imam al-‘Alamah Sayidi Syekh Muhammad Ilyas bin ‘Ali bin Hamid dari
silsilah Ţariqah Naqsyabandiah Khalidiyah dan Syaźiliah al-‘Aliah.
2. Syekh Ash’ad Abd Malik dari ayahnya Syekh Muhammad Ilyas bin ‘Ali bi
Hamid dari Quth al-Kabir Sayid Salaman Zuhdi dari Qutb al-‘Arif Sulaiman
10
Ijazah merupakan amalan-amalan yang harus dilakukan oleh murid dalam bertarekat yang diberikan guru. Ali Murtadho, 2002, Konseling Berbasis Tasawuf, Studi Analisis Metode Terapi Client-Centered Carl Roger, Semarang: IAIN Walisongo, hal. 9
78
al-Quraimi dari Qutb al-Arif Sayid ‘Abdullah Afandi dari Qutb al-Ghauś al
Jami’ al Mujadid Maulana Muhammad Khalid sampai pada Qutb al-Ghauś al-
Jami’ Sayidi Syah Muhammad Baha’udin al-Naqsyabandi al-Hasni dari Sanad
Naqsyabandiayah al-Khalidiyah.
3. Syekh Muhammad Aş’ad ‘Abd-Malik, dari al-‘Alim al-‘Alamah Ahmad an-
Nahrawi al-Maki, dari Mufti Mekah-Madinah al-Kabir Sayid Şalih al-Hanafi,
dari tariqah Syaźiliah.
4. Al-‘Alim al-‘Alamah Qutb al-Kabir al-Habib ‘Ali bin Husain al-‘Aţas, dari
Ţariqah al-‘Alawiya al-Idrusyiah al-‘Atha’iyah al-Hadadiah dan Yahyawiyah.
5. Afrad Zamanihi Akabir ‘Aulia al-‘Alamah al-Habib Hasan bin Qutb al-Ghauś
Mufti al-Kabir al-Habib al-Iamam ‘Uśman bin ‘Abdullah bin ‘Aqil bin Yahya
Bâ‘Alawi.
6. Al-Ustaź al-Kabir al-Muhadits al-Musnid Sayidi al-Alamah al-Habib
Abdullah bin Abd Qadir bin Ahmad Bilfaqih Bâ ‘Alawi.
7. Al-‘Alim al-‘Alamah al-‘Arif billah al-Habib Ali bin Sayid Al-Qutb Al-Al
Alamah Ahmad bin Abdullah bin Thalib al ‘Athas Bâ ‘Alawi.
8. Al-Alim ‘Arif billah al-Habib Hasan bin Salim al ‘Athas Singapura.
9. Al-Alim al-A’lamah al-‘Arif billah al Habib Umar bin Hafidz bin Syekh Abu
Bakar bin Salim Bâ ‘Alawi. Dari guru-guru tersebut beliau mendapat ijazah
menjadi mursyid, hirqah dan ijazah untuk baiat, talqin11 źikir khas dan ‘Am.
Talqin biasa disebut dengan pengambilan sumpah dan menerima pelajaran esoteris
pertama setelah upacara pembaiatan atau menjadi anggota dan melakukan rangkaian kegiatan tarekat. Ali Murtadho, 2002, Konseling Berbasis Tasawuf, Studi Analisis Metode Terapi Client-Centered Carl Roger, Semarang: IAIN Walisongo, hal. 10
79
10. Al-‘Alim al-‘Alamah tabahur dalam Ilmu syaria’at, Ţariqah, hakikat dan
tasawuf Sayidi al-Imam ‘Ali bin Umar bin Idrus bin Zain bin Qutb al-Ghauś
al Habib ‘Alawi Bâfaqih Bâ ‘Alawi Negara Bali. Sayid Ali bin Umar dari Al
Alim al-Alamah Auhad Akabir Ulama Sayidi Syekh Ahmad Khalil bin Abd
Lathif Bangkalan, dari Ţariqah Al Qadiriyah an-Naqsyabandiyah, dari kedua
gurunya itu, Habib Muhammad Luţfi mendapat ijazah menjadi mursyid,
hirqah, talqin źikir dan ijazah untuk bai’at talqin.
11. Al-Imam al-‘Alim al-‘Alamah al-Muhadiś al-Musnid al-Mufasir Qutb al-
Haramain Syekh Muhammad al-Maliki bin Imam Sayid Mufti al-Haramain
‘Alawi bin ‘Abas al-Maliki al-Hasni al-Husaini Mekah. Dari Syekh Maliki,
Habib Luţfi mendapat ijazah mursyid, hirqah, talqin, źikir, bai’at khas, dan
‘Am, kitab-kitab karangan syekh Maliki, wirid-wirid, hizib-hizib, kitab-kitab
hadiś dan sanadnya.
12. Al-‘Alim al-‘Alamah Akabir ‘Aulia al-Kiram ra’su al-Muhibin Ahli bait
Sayidi Sa’id bin Armiya Giren Tegal. Kyai Sa’id menerima dari dua gurunya;
pertama Syekh ’Ali bin Abu Bakar Bâsalamah. Syekh ‘Ali bin Abu Bakar
Bâsalamah menerima dari Sayid ‘Alawi al-Maliki dari Ţariqah Tijaniah.
Kedua Syekh Sa’id menerima langsung dari Sayid ‘Alawi al-Maliki. Dari
Syekh Sa’id bin Armiya Habib Luţfi mendapat ijazah, talqin, źikir, dan
menjadi mursyid dan ijazah bai’at untuk khas dan ‘am.
Sejak kepengurusan Jam’iyyah Ahlit Ţariqoh Al-Mu’tabaroh An-
Nahdliyyah yang Habib pegang sudah banyak kemajuan dibanding kepengurusan
periode sebelumnya. Hingga saat ini, telah terbentuk kepengurusan tingkat
80
wilayah sebanyak 28 Pengurus Idaroh Wusţa, kemudian tingkat cabang sebanyak
200 lebih Pengurus Idaroh Syu’biyah12.
Beberapa ţariqah yang dikembangkan Habib Luţfi sebagai mana
diungkapkan oleh murid Habib Luţfi, KH. Zakariya Anshori dalam bukunya
Kellen (2009: 172) adalah sebagai berikut:
a. Ţariqah Saźiliyyah yang berada di Parakan Temanggung Jawa Tengah,
anggota jamah tiap tahunnya meningkat.
b. Ţariqah Naqsabandiyyah yang berada di Mranggen Demak Jawa Tengah dan
Sukaraja Banyumas serta Banten Jawa Barat
c. Ţariqah Alawiyyah yang berada di Malang Jawa Timur dan Jakarta.
Jasa-Jasa Habib Luţfi dalam pengembangan ţariqah Nasional diantaranya,
menetralisir fanatisme, menghidupkan kantor-kantor cabang Ţariqah di Indonesia,
meluruskan penyimpangan-penyimpangan dalam silsilah yang banyak terjadi di
Jawa Timur, serta mengembangkan organisasi Ţariqah Nasional menjadi lembaga
Independen (Kellen, 2009: 173)
Perkembangan yang cukup pesat ini sangat menggembirakan, Pasalnya
hampir seluruh ţariqah berjalan dengan baik, seperti Saźaliyah, Khalidiyah,
Naqsabandiyah, Syatariyah, Qodiriyah, Tijaniyah dan lain lain.
Indikator lainnya ialah banyaknya kaum muda yang mulai aktif sebagai
pengikut ţariqah, “padahal mereka sebelumnya kenal saja tidak apalagi menjadi
12 Dikutip dari www.HabibLuţfiyahya.net, 08/12/2011
81
pengikut, sehingga kesan bahwa ţariqah hanya dapat diikuti oleh sekelompok
manusia usia lanjut mulai terkikis13”.
Kehadiran Habib melalui Pengajian Majlis Kanzus Şalawat sejak sepuluh
tahun terakhir (Tahun 2000-Sekarang) ini telah memberikan andil yang tidak
sedikit terhadap penanaman nilai-nilai pendidikan keagamaan kepada generasi
penerus Islam melalui perbagai kegiatan yang digelar setiap hari, mingguan
maupun tahunan.
Pencerahan pendidikan sufistik yang sering Habib sampaikan kepada
masyarakat di majlis Kanzus Şalawat adalah tentang urgensi cinta kepada Allah
SWT, konsep zuhud, pendidikan sabar dan riða kepada Allah SWT14.
Pendalaman materi biasanya terlihat dalam majlis diskusi hingga kajian-
kajian keagamaan seperti Pengajian Ihya Ulumuddin Karya Imam Al-Ghazali
khusus untuk bapak-bapak pada Selasa Malam, Pengajian kitab Fathul Qarib pada
hari Rabu pagi khusus untuk ibu-ibu serta pengajian Jum’at Kliwon dengan
pembacaan kitab Jami’ Uşul Auliya’ Karya Imam Hasan As-Syaźili.
Diantara Karya tulis Habib Lutfi yang tercetak dalam bentuk buku adalah
sebagai berikut:
a. Mengenal thariqat ala Habib Muhammad Luţfi bin Yahya “ Nasihat
Spiritual” . Penerbit Hayat Publishing, tahun 2007, dengan jumlah halaman
13 Dikutip dari www.Majelis DZIKIR PASEBAN TOMBO ATI, 08/12/2011 14 Wawancara dengan KH. Habib M. Luţfi bin ‘Ali Yahya Pekalongan tanggal, 4 Juli 2011.
82
272 halaman, buku ini adalah atas prakarsa majalah Al-Kisah. Dalam buku
ini, Habib Luţfi menjadi konsultan spiritual yang menjawab pertanyaan
seputar masalah tauhid, fiqih (hukum-hukum agama), kasykul (serba serbi
keIslaman yang pernah dimuat dalam majalah alKisah secara berkala.
b. Jalan Vertikal, Sebuah Tinjauan Integratif Ahlussunah Wal Jama’ah,
Pekalongan: Penerbit Habib Luţfi Foundation, tahun 2009.
Buku ini adalah hasil dari buah pemikiran Habib Luţfi yang disampaikan
kepada para muridnya pada tahun 2007 hingga tahun 2009.
Buku ini terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama tentang kesaksian Allah
atas risalah dan keistemewaan Rasulullah Muhammad SAW.
Bagian kedua adalah tentang pentingnya mempelajari sejarah Rasulullah
Muhammad SAW, dari kelahiran, dakwah nabi, isra miraj nabi, hingga
peperangan nabi Muhammad SAW.
Bagian ketiga adalah tentang pendidikan sufistik, yakni cinta kepada Allah
SWT melalui istqamah beribadah serta Amalan-amalan sufistik atau berhias diri
dengan kebaikan yang meliputi, ikhlas, berbaik sangka, kesatria, istiqamah,
ikhtiyar dan tawakkal, sabar, syukur, zuhud dan sifat wara15.
15
Wara adalah berpantang, atau menjaga diri dari berbuat dosa atau maksiat sekecil apapun. Wara dikalangan sufi diartikan dengan meninggalkan segala sesuatu yang tidak jelas hukumnya, baik yang menyangkut makanan, pakaian, maupun persoalan. Lihat Totok Jumantoro, 2005, Kamus Ilmu Tasawuf, Amzah, hal.284.
83
c. Anwar Al-Nujum fi tafśir laqad Jaakum (Pekalongan: Kanzus, tt).
Sebuah buah karya Habib Luţfi dalam menafsirkan ayat “Laqad Ja akum
Rasulul Min Anfusikum”, Hasil karya ini masih tersusun dalam satu juz dan
dicetak masih penerbit sendiri. Buku tafśir ini menurut rencana akan dibuat
dalam beberapa juz.
4. Aktifitas KH. M. Habib Lu ţfi Bin ‘Ali Yahya Di Kanzus Şalawat
Pekalongan.
a. Pengajian Ţariqah tiap Jum’at Kliwon pagi ( Jam’iul Usul thariq Aulia).
Pengajian ţariqah bulanan ini dihadiri oleh para jama’ah dari kalangan
orang tua, remaja serta para pejabat di kota Pekalongan serta sekitarnya. Dalam
majlis ini lebih dahulu dibuka dengan awrad yang dipimpin oleh Habib Luţfi,
dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan Rasul-Nya.
Kemudian murid Habib Luţfi, KH. Zakariya Anshari membacakan kitab
Tariqah Jami’ul Uşul ţariq Auliya, karya Imam Abi Hasan As-Syaźili dihadapan
para jama’ah Kanzus Şalawat Pekalongan.
Sebelum doa penutup Habib Luţfi menjelaskan kandungan dari materi
yang dibacakan oleh KH. Zakariya Anshari. Pengajian Kliwonan ini menjadi
sarana para murid ţariqah untuk memperdalam keilmuwan pendidikan tasawuf
kepada mursyidnya, disamping juga sebagai moment silaturrahmi murid-murid
Habib di seluruh Indonesia untuk sowan dan mendapatkan doa’ dari sang
mursyid.
84
Menurut Habib Luţfi ţariqah bulanan ini bukan alat berpolitik dan bukan
untuk berpolitik, akan tetapi semata mata untuk mendidik kehidupan manusia agar
berdekatan dengan Allah dan Rasul-Nya dan yang terpenting ialah meningkatkan
kesadaran sebagai manusia apa kewajibannya sebagai hamba kepada Tuhan dan
Rasul-Nya juga sesama manusia16.
b. Pengajian Ihya Ulumudin tiap malam Rabu.
Pengajian rutin malam Reboan di Kanzus Şalawat Kota Pekalongan
digelar rutin setiap pukul 19.30 – 22.00. Pengajian diawali dengan pengajian kitab
Ihya ‘Ulumuddin dibawah bimbingan KH. Akram Safwan, salah seorang
Mustasyar PCNU Kota Pekalongan.
Pengajian ini merupakan salah satu agenda rutin sejak sepuluh tahun
terakhir yang digagas oleh KH. Musthofa Bakri, Rais Syuriah PCNU Kota
Pekalongan untuk memanfaatkan Kanzus Şalawat sebagai gedung pusat
keagamaan di Pekalongan. Setelah pengajian usai, acara kemudian diisi pengajian
dengan materi agama dalam konteks kekinian oleh Habib Muhammad Luţfi bin
‘Ali Yahya.
Para jama’ah yang hadir bukan saja dari Pekalongan dan sekitarnya, akan
tetapi dari luar daerah seperti Pemalang, Batang, Tegal dan Brebes secara
berombongan menggunakan kendaraan bis maupun kendaraan roda empat
lainnya.
16 Dikutip dari Wawancara KH. Habib M. Luţfi bin ‘Ali Yahya Pekalongan tanggal, 4 Juli
2011.
85
Mereka rela duduk beralaskan koran di sepanjang jalan dr. Wahidin
hanya untuk mendengarkan wejangan dari seorang ulama kharismatik asal
Pekalongan, tidak peduli hujan maupun dinginnya malam sekalipun tak
menyurutkan langkah mereka untuk sekedar mendapatkan tetesan embun hikmah.
c. Pengajian Fathul Qarib tiap Rabu pagi (khusus untuk ibu-ibu).
Pengajian Rabu Pagi ini dipimpin oleh KH. Zuhdi Khariri, salah satu
tokoh agama kota Pekalongan dengan membacakan kitab klasik Fathul Qarib.
Sebelum acara selesai, Habib Luţfi menjelaskan masalah keagamaan yang ada
dalam kandungan kitab salaf tersebut.
Pengajian Rabu pagi ini dikhususkan bagi ibu ibu dan remaja putri.
Ribuan jama’ah duduk bersimpuh mendengarkan dengan tekun dan khidmat
kalimat demi kalimat dari ucapan dari seorang mursyid ţariqah sebagai pedoman
hidup.
d. Pengajian Ahad pagi, pengajian ţariqah khusus ibu-ibu .
Pengajian mingguan ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan
pendidikan tasawuf kepada ibu-ibu yang notabene sebagai ruh dari keluarga di
masyarakat, disamping juga sebagai rutinitas pertemuan ţariqah diantara ibu-ibu
muslimat di Pekalongan dan sekitarnya.
86
e. Pengajian tiap bulan Ramadhan (untuk santri tingkat Aliyah).
Habib Muhammad Luţfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya, punya cara sendiri
dalam mengisii bulan Ramadhan setiap tahunnya. Di kediamannya, ia menggelar
“pesantren plus”.
Disebut pesantren plus lantaran tidak saja menerima santri yang datang
dari wilayah Pekalongan, melainkan juga dari pesantren lain. Seperti beberapa
Pesantren di Jawa Timur: Lirboyo, Ploso (Kediri), Denanyar dan Tambakberas
(Jombang).
Bukan hanya itu. Rais Aam Idaroh Aliyah Jam'iyyah Ahlith Ţariqah Al-
Mu'tabarah An Nahdliyyah itu juga memberikan pengajian yang bertujuan
menambah wawasan santri, yakni wacana kebangsaan; peran media dalam
peradaban Islam hingga materi Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja).
Kegiatan ini bertujuan mengisi waktu liburan para santri yang pada hari
biasa nyantri di Lirboyo, Ploso, Tambakberas, dan lain-lain.
Dengan pesantren model itu, diharapkan peserta tidak saja mendapat ilmu
keagamaan, tetapi juga mendapat pengetahuan tambahan di bidang wawasan
kebangsaan, peran media hingga Aswaja. (www.nuonlie , warta, 08/12/2011)
87
f. Rangkaian Maulid Kanzus Şalawat (lebih dari 60 tempat) di kota
Pekalongan dan daerah sekitarnya di Jawa Tengah.
Untuk mengumpulkan santri santrinya yang saat ini tersebar di seluruh
penjuru tanah air, setiap bulan maulud17, Habib Luţfi menggelar acara mauludan
di samping untuk memperingati hari lahir Nabi Besar Muhammad SAW, juga
sebagai acara reuninan bagi santri-santri Habib Luţfi yang tersebar di Jawa,
Sulawesi, Kalimantan dan Sumatera. Acara mauludan nabi di Kanzus Şalawat
sering kali dihadiri pejabat negara dari daerah sampai nasional.
Perayaan Maulid Nabi SAW adalah ungkapan rasa bahagia, rasa senang
atas kelahiran Rasulullah SAW. seorang non muslim, menurut Lutfi mengutip dari
kitab Bukhari dan kitab Raudah al-Anf, mendapatkan manfaat dari perayaan
maulid nabi SAW, seperti hadis yang diriwayatkan Bukhari: Abu Lahab
diringankan siksanya dari api neraka setiap hari Senin, karena Abu Lahab telah
memerdekakan hamba sahayanya, Suwaibah. Sebab Suwaibahlah yang
memberitahukan kabar gembira kepada Abu Lahab atas kelahiran Nabi
Muhammad SAW, yang merupakan keponakan Abu Lahab (Lutfi, tt:5)
17
Maulid dalam terjemahan bahasa Indonesia adalah hari lahir atau waktu lahir (Ali, 1998: 1867),Nabi mengistemewakan hari lahirnya atau maulid, setiap hari itu nabi SAW bersyukur kepada Allah SWT atas nikmat-Nya, sebab dengan kelahirannya seluruh mahluk mendapat kebahagiaan. Sebagai perwujudan rasa syukur Nabi berpuasa. Mulid Nabi adalah perayaan lahir nabi SAW dengan bentuk puasa, memberikan makanan, berkumpulk di majlis zikir, membaca salawat nabi SAW serta mendengarkan kisah kehidupan nabi SAW yang unggul budi pekertinya. (Lutfi, tt:7)
88
Perayaan maulid18 Nabi SAW yang belum ada pada zaman Nabi SAW
termasuk bid’ah. Namun tergolong bid’ah khasanah, karena ada dukungan
legitimasi dalil syariat dan qaidah-qaidah umum. Kegiatan maulid mengandung
kebaikan dan tidak bertentangan dengan pokok ajaran Islam, al-Qur’an dan Hadis,
sehingga kegiatan maulid dianggap terpuji (Al-Maliki, tt: 19)
Pada acara maulid nabi tahun 2008 misalnya, Acara mauludan yang
digelar lebih semarak dibanding tahun tahun sebelumnya, sehingga Presiden RI
DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyempatkan hadir secara khusus
bersama menteri Kabinet Indonesia Bersatu. Berbagai kegiatan sosial keagamaan
pun dilaksanakan seperti nikah masal, pawai panjang jimat dan pentas musik
samer El-Balasik asal Jember Jawa Timur selama dua malam berturut turut
(www.nuonlie , warta, 08/12/2011).
Acara maulud yang menjadi daya magnit bagi masyarakat secara luas
tidak bisa dilepaskan dari sosok Habib Muhammad Luţfi Bin ‘Ali Yahya yang
oleh santri santri senior di panggil abah (Aula, 200,24).
Sebagai ulama berpengaruh, Habib sering menjadi rujukan pendapat, baik
masalah sosial, politik, ekonomi, budaya dan keagamaan. Sehingga rakyat jelata
hingga pejabat tinggi pun seringkali datang ketemu Habib untuk sekedar
silaturrahmi hingga minta fatwa.
18 Sejarah mencatat, perayaan maulid diprakarsai oleh Raja Muzaffar Abu Sa’id, Penguasa
Kota Ibrik, Irak, pada abad IV H. Muzaffar menemukan gagasan untuk membangkitkan kembali semangat rakyat dengan mengungkapkan sejarah kehidupan Nabi SAW yang heroik. Pembacaan maulid ternyata mampu membangun kembali semangat rakyat melawan Raja Mongol Jengis Khan (Al-Maliki, tt: 4-5)
89
Kegiatan mauludan yang digelar pada tiap tahun merupakan kegiatan rutin
tahunan para santri Habib Luţfi. Bahkan jauh sebelumnya telah pula diadakan,
meski secara sederhana. Namun sejak sepuluh tahun terakhir, dimana sejak
dibangunnya gedung Kanzus Şalawat yang terletak di Jalan dr. Wahidin
Pekalongan, kegiatannya semakin intensif.
Tidak saja peringatan mauludan saja yang digelar. Akan tetapi beberapa
kegiatan lainnya seperti pengajian malam Reboan, Rabu pagi dan Minggu pagi
selalu mengisi gedung Kanzus Şalawat.
Acara Maulid di Kanzus Şalawat tidak berhenti pada bulan maulid saja,
tetapi berlangsung lima sampai enam bulan hingga bulan Ramadhan. Rangkaian
maulid Kanzus Şalawat tidak saja terlaksana di Pekalongan dan sekitarnya saja,
tetapi hingga Jawa Timur serta Jawa Barat yang terjadwal dengan baik oleh
Panitia Maulid Kanzus Şalawat Pekalongan.
Rangkaian acara maulid ini bertujuan untuk menumbuhkan rasa cinta
kepada Rasulullah saw sebagai pembawa agama rahmat manusia di dunia. Cinta
kepada Rasulullah adalah wujud dari cinta kepada Sang Khaliq, Allah SWT.
Cinta kepada Allah SWT dan Rasul-Nya harus diwujudkan dengan rasa cinta
Kepada Tanah Air Republik Indonesia.
90
B. Pemikiran Pendidikan Sufistik KH. M. Habib Lutfi Pe kalongan
Pendidikan sufistik Habib Lutfi adalah pendidikan syariat dengan tujuan
tasawuf. Setiap orang yang belajar ilmu tasawuf harus melewati ilmu syariat atau
yang dikenal dengan ilmu fiqih. Karena ilmu fiqih adalah dasar dari pendidikan
tasawuf. Sedangkan pendidikan tasawuf adalah pendidikan yang mengatur iman,
amal, Islam dan ihsan.
Tujuan pendidikan sufistik menurut Habib adalah untuk melatih diri
dalam membersihkan jiwa dan hati (tazkiyatul qulub wa tazkiyatun nafs) sehingga
dekat dengan Allah SWT dan Rasul-Nya.
Habib Luţfi yang merupakan penggagas utama dari Al-Muttaqo As-Sufy
Al-Alamy atau Konferensi Sufi Dunia yang berlangsung di Jakarta 16 Juli 2011 ini
membagi tasawuf menjadi tiga tingkatan19, yaitu: pertama, tasawuf mubtadiin,
atau tasawuf bagi pemula, tasawuf ini terlahir dari sunnah Nabi Muhammad
SAW, yang membentuk akhlaq dan adab, misalnya seseorang berwudhu setelah
membasuh muka setelah melakukan niat.
Kedua membasuh kedua tangan diawali dari tangan kanan, itu telah
membentuk tasawuf dilihat dari segi akhlaq dan adab, karena Nabi mencintai
perbuatan dan muamalah dan diawali dengan yang kanan. Beribadah tanpa
meninggalkan esensi adab telah membentuk tasawuf yang dapat menumbuhkan
kecintaan-nya kepada Nabi-Nya.
19
Wawancara Habib Luţfi, 4 Juli 2011.
91
Kedua, tasawuf lil ‘alimin atau tasawuf bagi hamba Allah SWT. yang
berilmu dalam memuliakan dan mengagungkan Allah serta menghormati ilmu
Allah dan diberikan kepada-Nya, sehingga menjadi sebab taqarub (dekat) kepada
Al-Khaliq serta membentuk suatu kefakiran pada dirinya. Artinya semua apa yang
diperolehnya dari anugerah Allah dapat menjauhkan-Nya dari sifat ananiah.
Ketiga adalah tasawuf lil ‘arifin, atau tasawuf bagi hamba Allah SWT
yang mengerti dan mengenal sang pencipta-nya, paling tidak membentuk
peringkat Maqamatul ‘Ubudiyah dan nilai adab yang tinggi, sehingga menjadi
sebab membentuk pribadinya tiada memandang dalam beribadah itu semata-mata
menjadi kewajiban, yang tidak melihat bentuk besarnya pahala atau nikmatnya
surga dan siksa neraka karena melihat Al-Khaliq yang Maha Agung dari segala-
Nya dan tiada sekutu bagi-Nya.
Tasawuf bagi para ‘arifin adalah tidak pernah terlintas dari pemikiran
mereka tentang konsep pahala, surga dan neraka. Bagi arifin yang ditakutkan
adalah ketika mereka putus hubungan dengan Al-Khaliq.
Dari hal tersebut, para Arifin dengan tasawufnya serta syari’ah yang
diamalkan-Nya menjadi sebab untuk lebih dekat kepada Allah dan Rasul-Nya
sampai mencapai Maqamatul Fana’ yang artinya menghilangkan dirinya sehingga
yang ada hanyalah Allah dalam dirinya.
92
Esensi dari pendidikan sufistik menurut Habib Luţfi (Risalah: 2011, 35),
bukan pada źikir atau ucapan semata, tetapi lebih pada nilai perbuatan dan dakwah
dengan tujuan mendirikan agama Allah yang rahmatal lil’alamin.
Bagi Habib Luţfi, pendidikan sufistik yang mengedepankan kejernihan
hati dan ajaran universal kemanusiaan akan mampu menjadi alternatif solusi
berbagai problematikan umat Islam dunia.
Oleh karena itu, berdasarkan pembagian tingkatan tasawuf menurut Habib
Luţfi diatas, peneliti menyimpulkan bahwa pemikiran pendidikan sufistik Habib
Luţfi berporos pada empat hal, yaitu, pendidikan sabar, pendidikan sabar,
pendidikan riða dan cinta Allah SWT. yang akan kami uraikan secara detail
berikut ini.
1. Pemikiran Pendidikan Kesabaran
Pendidikan sabar20 menurut Habib Luţfi adalah sikap menahan diri dan
membawanya kepada yang diperintahkan oleh syari’at Allah SWT dan akal serta
menghindarkannya dari apa yang dibenci keduanya. (Luţfi, 2009: 137)
Menurut Khalim (2008: 29) sabar bagi seorang sufi adalah menyengaja
hidup dalam keadaan faqir21, sehingga keadaan tersebut menuntut untuk bersabar
tanpa mengenal keluhan.
20
Kata sabar menurut Amin syukur, banyak ditemukan dalam al-Qur’an, diantaranya: al-Baqarah (2):45 dan ali-Imran (3): 200 serta al-Nahl (16);127, Amin Syukur, 2010, Sufi Healing, Terapi dalam Literatur Tasawuf, Semarang: IAIN Walisongo, hal. 67.
93
Pendidikan sabar menurut Habib Luţfi ada tiga bagian (Wawancara Habib
Luţfi, 4 Oktober 2011)
a. Melatih dan mendidik sabar dalam menerima kehendak Allah SWT,
seperti musibah, penyakit serta sabar dalam menunggu hajat kita kepada
Allah SWT.
Manusia tidak terlepas dalam menghadapi problematika kehidupan, tidak
terlepas dari segala kepentingan baik yang berhubungan dengan Allah SWT dan
Rasul-Nya maupun yang berhubungan ilmu dan dunia.
Sikap sabar sangatlah berperan, misalnya: sebelum datang waktu shubuh,
kita bisa duduk santai karena nafsu yang ada dalam hati belum beraksi, namun
ketika mendengar suara adzan, reaksi tersebut mulai tumbuh.
Dengan kata lain, kekagetan merasa sedikitnya waktu, rasa nikmat ketika
duduk atau bekerja. Ketika waktu shalat tiba, hati yang pertama kali berkata
adalah: “cepat benar dzuhur tiba”. Bahkan terkadang tidak percaya sembari
berucap: “Apa benar sudah waktunya dzuhur”? (Wawancara Habib Luţfi, 5
Oktober 2011).
Ketika menjalankan shalat, yang tadinya tidak nampak menjadi tumbuh
dan teringat, perasaan lama dalam menjalankan shalatnya ikut mewarnai, sehingga
ucapan subkhana rabbiyal adhim ketika rukuk atau subkhana rabbiyal ala ketika
21
Faqir adalah menerima hidup apa adanya. Maqam sufi yang dianggap berat, karena diam ketika tida punya dan tidak membutuhkan ketika punya, Lihat Samidi Khalim, 2008, Islam dan Spiritualitas Jawa, Semarang: Rasail, hal. 29
94
sujud walaupun 3 kali terasa berat atau lama, ingin segera bangun dari rukuk atau
sujudnya.
Sadar atau tidak, ketika membaca al-fatikhah atau dalam mengikuti imam
dalam shalat, melihat bacaan imamnya dianggap terlalu lama dan lamban.
Sehingga peranan sabar sangat diperlukan, padahal kalau disadari berapa lamakah
orang melaksanakan shalat dan berapa lama orang bercanda atau bercerita.
Perbandingan tersebut sangat jauh, disamping itu, ketika kita menerima
ujian dari Allah SWT dalam hal sakit, menunggu datangnya kesembuhan
terkadang tidak bisa menerima, keberadaan hal tersebut karena sudah semaksimal
mungkin menurutnya dalam ikhtiyar.
Lain dari itu, ketika mendapat masalah dunia, orang tersebut akan
cenderung bangun malam, bacaan-bacaan al-Qur’an diamalkan baik yang dia
dapat dari al-Quran Hadiś maupun yang dia dapat dari ulama, tentunya dengan
iktikad agar problemnya segera teratasi.
Namun sering kali, sebelum permohonannya dikabulkan, prasangka buruk
ikut campur tangan, sehingga sadar atau tidak terucap kata: apa yang kurang dari
kita, semua ikhtiyar dan doa sudah kita lakukan, seperti: bangun malam, tahajjud
beserta doa-doa. Prasangka buruk kepada Allah SWT akan ikut berperan kecuali
bila peranan sabar ikut menjadi filter dari ibadah kepada Allah SWT (Wawancara
Habib Luţfi, 11 Oktober 2011).
95
Dari pendidikan sabar akan mewujudkan kecerahan hati dalam
memandang dan akan menumbuhkan intropeksi diri, mengurangi sifat menuntut
kepada Allah SWT serta menambah kedekatan kepada Allah SWT.
Penjelasan ini sama halnya dengan definisi sabar menurut Hamka,
mengutip dari al-Kumayi (2004: 137) bahwa sabar menjadi indah ketika sikap
sabar dapat menyelesaikan kekusutan hati dan menyerahkan diri kepada Tuhan
dengan sepenuh kepercayaan dan berperang dalam hati dengan segala
kegelisahan.
Wal hasil, peranan pendidikan sabar selalu berperan, sehingga seseorang
mampu memisahkan hal yang menjadi dorongan hati yang jernih dan kotor,
karena cahaya iman akan mengalahkan peranan nafsu hati yang selalu mengajak
ke jalan kegelapan.
b. Pendidikan sabar dalam menggali ilmu, ibadah dan menghadapi suatu problem hidup.
Tidak ada kata dalam sabar kalimat “instant” menurut Habib Luţfi,
sebagai contoh: ketika seseorang membaca surat alfatikhah, alif lam sampai tiga
puluh juz cukup dibaca surat al-ikhlas tiga kali sama halnya dengan
mengkhatamkan al-Qur’an.
96
Bacaan surat al-ikhlas tiga kali harusnya dipahami sebagai bagian dari
fadhilah atau keutamaan surat dalam al-Qur’an, bukan dipahami secara instant
untuk mempercepat bacaan al-Qur’an agar cepat selesai22.
Bukan berarti orang yang mampu mengambil air laut satu tanker atau
sebesar kapal induk mampu menguasai atau menjelajahi dari pulau ke pulau.
Begitu pula bacaan al-ikhlas sebatas mengetahui sifat-sifat Allah SWT, sedangkan
bacaan al-Qur’an 30 juz adalah pemahaman terhadap segala perintah Allah SWT
dan larangan-Nya.
Sehingga dalam menggali ilmu yang ada dalam al-Qur’an memerlukan
kecerdasan dan kejernihan hati, semuanya tidak akan didapati secara baik, bila
peranan sabar tidak pernah ada dalam hati. Kesabaran akan meraih ilmu dan
pemahaman yang luas.
Begitu pula dalam menghadapi problematika hidup, kesabaran akan
menjadi solusi untuk menepis segala emosi. Hamka (1999: 78) pun menegaskan
dalam Tafsir al-Azhar, semua susunan yang indah akan runtuh belaka kalau tidak
ada utamanya, yaitu sabar23.
22
Wawancara Habib M. Luţfi, 5 Oktober 2011. 23
Sabar diungkapkan oleh Hamka sebagai shabrun jamil atau sabar yang indah, yang berasal dari Nabi Ya’qub, seperti yang tercantum dalam al-Qur’an, QS.Yusuf (12): 83, Lihat Hamka, 1987, Tafsir al-Azhar Juz XIII-XIV, Jakarta: Pustaka Panjimas, hal.34.
97
c. Pendidikan sabar dalam menghadapi kekurangan yang ada dalam
dirinya, sabar dalam mendidik, memberikan contoh keteladanan kepada
lingkungan maupun keadaan serta sabar dalam menghadapi tuntutan
keluarga maupun tuntutan pribadinya.
Pendidikan kesabaran sangat berperan dalam mengatasi problem ekonomi,
keluarga, lingkungan berdakwah dalam suatu masyarakat. Sebuah kesabaran
memang ada batasnya, akan tetapi jika kesabaran itu kembali kepada keimanan,
batas kesabaran itu akan menjadi nilai tambah dalam ilmu sabar.
Orang sabar akan menghadapi sesuatu dengan sikap solutif yang tidak
terlepas dari al-Qur’an dan Hadiś nabi. Sebagai contoh, ketika seseorang
dimusuhi oleh orang yang dengki kepada dirinya, ketika emosi berperan disitulah
letak batas kesabaran, akan tetapi semuanya akan cair ketika sabar dengan
batasnya, ikut berbicara: Ya Allah selamatkan diriku dari segala macam penyakit
hati, diantaranya penyakit dengki atau iri hati24.
Batas sabar menurut Habib Luţfi akan menjadi sadar karena mampu
melihat dengan jernih siapa yang sehat hatinya maupun yang hatinya. Sabar
merupakan sifat dan sikap kenabian, karena ia memiliki keagungan-keagungan
dan keutamaan-keutamaan yang luar biasa (Luţfi, 2009:137).
Dengan pendidikan sabar yang sempurna seseorang akan memperoleh
anugerah kehormatan dari Allah SWT. sebagaimana firman-Nya:
24
Wawancara Habib M. Luţfi, 11 Oktober 2011.
98
tÏ% ©!$# !#sŒ Î) Νßγ÷F u;≈ |¹r& ×π t7ŠÅÁ •Β (# þθä9$ s% $ ¯ΡÎ) ¬! !$ ¯ΡÎ)uρ ϵø‹ s9 Î) tβθ ãè Å_≡u‘ ∩⊇∈∉∪ y7 Í×̄≈ s9 'ρé& öΝÍκö� n=tæ
ÔN≡ uθ n=|¹ ÏiΒ öΝÎγ În/§‘ ×π yϑôm u‘uρ ( š�Í× ¯≈ s9 'ρé&uρ ãΝèδ tβρ߉tGôγ ßϑø9 $# ∩⊇∈∠∪
156. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun"[101].
157. Mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan
rahmat dari Tuhan mereka dan mereka Itulah orang-orang yang mendapat
petunjuk.
2. Pemikiran Pendidikan Kezuhudan
Al-Junaid mengatakan bahwa zuhud adalah kosongnya tangan dari
kepemilikan dan kosongnya hati dari pencarian (Hasan,1954: 42).
Sufyan Tsauri (Al-Qusyairi, tt: 115) mengatakan, zuhud terhadap dunia
adalah membatasai keinginan untuk memperoleh dunia, bukannya memakan
makanan kasar, atau memakai jubah dengan kain kasar.
Pendidikan zuhud25 menurut Habib Luţfi adalah suatu sikap yang tidak
tergila-gila dan terpedaya oleh urusan dunia dan gemerlapnya. Seseorang yang
berzuhud ditengah-tengah kenikmatan yang ada di dunia dan lebih menyibukkan
dirinya dengan Sang Pemberi nikmat. Ia memutuskan kenikmatan dan kelezatan
25
Dalam tradisi tasawuf, zuhud merupakan maqam yang menentukan, sehingga hampir seluruh ahli tasawuf selalu menyebut zuhud sebagai salah satu maqamat. Lihat, Hasyim Muhammad, 2002, Dialog antara Tasawuf dan Psikologi, Telaah atas Pemikiran Psikologi Humanistik Abraham Maslow, Pustaka pelajar: Yogyakarta, hal.35.
99
dari dirinya agar tidak sampai di sibukkan oleh nikmat tersebut hingga melupakan
Sang Pemberi nikmat (Luţfi, 2009: 139).
Jika hal itu ia lakukan dengan konsisten, maka Dia akan mendekatkannya
pada-Nya, bahkan akan memberikan kuasa takwin (pengadaan) di tangannya.
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani menjelaskan, “seorang ‘ alim tanpa zuhud
akan menjadi beban siksaan bagi kalangan (generasi) semasanya, karena ia
berbicara tentang keikhlasan, juga tanpa tanpa realisasi amal, sehingga
pembicaraanya tidak mengena hati mereka, apalagi menetap. Merekapun hanya
mendengar tanpa tergerak untuk melaksanakannya.
Sabda Nabi SAW.:
“Berlaku zuhud-lah engkau di dalam dunia, niscaya engkau di senangi Allah
dan berlaku zuhud-lah engkau pada apa yang di sisi manusia, niscaya engkau di senangi
manusia.”(H.R. Ibnu Majah dari Sahal bin Salad Ra.)
Ciri-ciri pendidikan zuhud menurut Luţfi (2009: 139) ada tiga, pertama,
tidak bersenang ria (gembira yang berlebihan) apabila memiliki sesuatu dan tidak
bersedih hati ketika kehilangan atau tidak mendapat sesuatu sebagaimana firman
Allah SWT, Q.S.al-Hadid [57]:23)
Ÿξ øŠs3Ïj9 (# öθ y™ù's? 4’n? tã $ tΒ öΝä3s?$ sù Ÿωuρ (#θ ãm t�ø�s? !$yϑÎ/ öΝà69s?#u 3 ª!$#uρ Ÿω �= Ïtä† ¨≅ ä. 5Α$ tFøƒèΧ
A‘θ ã‚ sù ∩⊄⊂∪
100
23. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita
terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira[1459]
terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan Allah tidak menyukai Setiap orang
yang sombong lagi membanggakan diri,
Kedua, menganggap sama puujian dan celaan. Ciri pertama merupakan
pendidikan zuhud dalam harta, sedangkan ciri kedua merupakan pendidikan
zuhud dalam kedudukan.
Ketiga, hatinya dipenuhi dengan kecintaan kepada Allah SWT dan rasul-
Nya, kecintaannya kepada sesuatu tidak dapat mengalahkan besaran cintanya
kepada Allah SWT dan rasul-Nya. Hamba selalu menyibukkan hatinya kepada
Allah SWT, tidak akan mudah terlena dengan kesibukkan selain-Nya. Dalam
keadaan kaya atau miskin, susah atau senang, sakit atau sehat, mulia atau terhina,
pujian atau celaan semua-Nya itu tidak menghalangi kecintaan dan keakrabannya
dengan Allah SWT. (Luţfi, 2009: 139).
Senada apa yang dikemukan oleh Rahmat (1998: 120) bahwa orang zahid
adalah orang yang membuang dunia untuk ditukar dengan apa yang ada pada
Allah SWT, dengan kata lain, menurut Rahmat, orang zahid adalah orang yang
hidup di dunia, tetapi tidak meletakkan hatinya di dunia.
Pendidikan zuhud menurut Habib Luţfi diibaratkan seseorang yang
melihat kecantikan seorang wanita kemudian segera dikembalikan kepada Sang
pencipta. Karena keabadian kecantikan tersebut menjadi hilang termasuk unsur
keturunan, dan bagaikan orang melihat matahari di pagi hari ternyata tenggelam di
101
waktu sore hari begitu pula ketika melihat keadaan bulan tenggelam di pagi hari
(Wawancara Habib Luţfi, 5 Oktober 2011).
Matahari dan bulan berubah sinarnya dan kadar panasnya. Nilai tambah
dan kurang selalu mengikutinya untuk menunjukkan kemakhlukannya. Begitu
pula alam semesta dan isinya selalu berubah-ubah tidak terlepas dengan segala
kekurangan. Semuanya menjadi sebab menyingkap atas segala ketidakabadian
yang telah diciptakan oleh Khaliq yang tidak berdasarkan keterpaksaan.
Kemaha Kekuasaan al-Khaliq menyikap segala kecintaannya yang bisa
membuka mata hati, matahati tersebut memancar pada diri makhluq dan
sesamanya sehingga tiada satu pun yang mampu menutupi dari segala
kemakhlukan dan kedaifan-Nya (kelemahan-Nya).
Inilah keimanan yang menjadi sumber ma’rifat sehingga memutuskan
antar hubungan yang membentuk kesemua hanyalah Dia yang maha dalam segala
sifat dan keabadian. Dia tidak pernah bertambah kesempurnaan-Nya, dengan
sebab ketakwaan hamba-Nya dan menjadi berkurang kesempurnaan-Nya dari
sebab perbuatan kemaksiatan hamba-Nya.
Dari itu semua hendaklah seorang mukmin bisa memilah antara tali-temali
yang berkesinambungan dengan manusia dan Al-Khaliq. Dalam hal ini,
pendidikan zuhud berperan dalam setiap gerak tubuh manusia sehingga
membentuk jati diri yang terhindarkan dari segala hubungan selain dari Allah
102
SWT dan Rasul-nya. (Wawancara KH. Habib M. Luţfi bin ‘Ali Yahya
Pekalongan tanggal, 4 Juli 201).
Dari pemikiran pendidikan zuhud Habib Luţfi di atas dapat peneliti
gambarkan bahwa mendidik sikap zuhud tidak harus menjauhi dunia, karena pada
dasarnya pendidikan zuhud adalah mengosongkan hati selain Tuhan.
Dunia yang dibenci oleh para sufi, menurut Abu Hasan al-Syaźili 26 adalah
dunia yang memperbudak manusia. Kesenangan dunia adalah tingkah laku
syahwat yang hanya permainan dan senda gurau yang akan melupakan Allah.
Menurut peneliti, berdasarkan keterangan pendidikan zuhud menurut
Habib Luţfi di atas, tidak ada larangan bagi salik untuk menjadi meliuner yang
kaya raya, asalkan hatinya tidak bergantung pada harta yang dimiliknya. Salik
sendiri adalah nama lain dari (pengembara) sufi dalam rangka mencari Tuhan
Yang Maha Esa (Mufid, 2006: 22).
Hal ini pula sebenarnya yang menjadi pokok ajaran al-Syaźili yang
mengungkapkan bahwa seorang salik tidak harus memakai baju lusuh yang tidak
berharga, yang akhirnya akan menjatuhkan martabatnya (Mulyati, 2004: 74).
Salah satu pemikiran zuhud al-Syaźili menurut Mansur (1996: 204)
adalah tidak menganjurkan murid-muridnya untuk meninggalkan profesi mereka.
26
Adalah nama pendiri tarekat Syaźiliah, nama lengkapnya adalah Ali bin Abdullah bin Abd, al-Jabbar Abu Hasan al-Syadzili. Silisilah keturunannya sampai Siti Fatimah, putri Rasulullah Muhammad SAW, yakni; Ali bin Abdullah bin Abd. Jabbar bin Yusuf bin Ward bin Battal bin Ahmad bin Muhammad bin Isa bin Muhammad bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Lihat, Abu Hafsh, Siraj al-Din, tt, Thabaqat al-Auliya’, Mesir: Makhtabah al-Khanji, hal. 458.
103
Dalam pandangannya meninggalkan kenikmatan dunia (berpakaian bagus,
berkendaraan yang layak) akan meninggalkan rasa syukur kepada Allah SWT,
karena manusia harus menggunakan nikmat Allah SWT dengan sebaik-baiknya
sesuai petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
3. Pemikiran Pendidikan Kecintaan Kepada Allah SWT.
Pendidikan cinta27kepada Allah SWT menurut Habib Luţfi tidak mungkin
tumbuh dengan sendirinya, apabila tidak tertanam. Cinta tingkatan awam beranjak
dari sebab pemberian Allah SWT yang berupa kesehatan, rezeki, serta harta
benda.
Tumbuhnya pendidikan cinta kepada Allah SWT diatas semata hanya
sarana dan yang lebih mulia dari hal diatas adalah dengan tetap iman dan Islam.
Seseorang mengenal dirinya dengan segala kekurangan yang ada pada
dirinya, walapun secara lahiriyah dalam kebutuhan hidup terpenuhi akan tetapi
bukan hal tersebut yang dimaksud, karena mengenal Allah SWT yang timbul
karena iman dan Islam merupakan anugerah mulia yang tumbuh dari sikap rasa
syukur.
Hati yang tidak terputus dari ucapan terimakasih kepada Allah SWT yang
akhirnya membentuk dirinya cinta kepada Al-Khaliq yang semakin dekat,
semakin tumbuh sehingga tak pernah lepas dari cinta kepada Allah SWT berbeda
27 Cinta atau Mahabbah menurut Hasyim Muhammad mengandung arti keteguhan dan
kemantapan hati. Lihat, Hasyim Muhammad, 2002, Dialog antara Tasawuf dan Psikologi, Telaah atas Pemikiran Psikologi Humanistik Abraham Maslow, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal.48.
104
dengan cinta kasih kepada lawan jenis atau cinta seorang anak kepada orang
tuanya, kasih sayang yang diperolehnya adalah sebab mengenal kekasih atau
orang tuanya.
Habib Luţfi mengibaratkan pendidikan cinta kepada Allah SWT, bagaikan
minyak dengan api sehingga jika minyaknya semakin banyak maka cahayanya
akan semakin terang dan bertambah. Cinta kepada Allah dari sebab ma’rifat
kepada-Nya sehingga muncullah kekuatan iman dan cinta dari-Nya. (Wawancara
Habib Luţfi, 4 Oktober 2011).
Menurut Dhahir (2001: 334), orang sufi menyebut terminologi cinta
dengan sesuatu yang dirindukan dan memasukkan sifat-Nya kepada wanita cantik,
setelah itu mereka berusaha mengaitkan ikatan antara kedua cinta tersebut
sehingga meleburlah sifat fana’28.
Cinta kepada Allah SWT (mahabbatullah), dan cinta kepada Rasul-Nya
menurut Imam Ibnu Taimiyyah mengutip dari Masykur (2002: 55), merupakan
seagung-agungnya kewajiban keimanan, sebesar-besarnya pokok keimanan, dan
semulia-mulianya dasar keimanan. Bahkan ia merupakan pokok setiap amal
perbuatan dari segala perbuatan keimanan dan keagamaan.
Hal ini sebagaimana pembenaran atas iman yang menjadi dasar setiap
ungkapan dari ungkapan-ungkapan keimanan dan agama. Bahkan menurut Imam
28
Fana’ adalah meleburnya sisi kemanusiaan seorang hamba ke dalam sisi Ketuhanan, karena setiap hamba mempunyai banyak sisi dari Allah, Lihat Muqaddimatu Syarhi al-Fushushi, al-Qusyairi dinukil dari Kathmu al-Auliya’, al-Hakim al-Tirmidzi, Beirut, tt, hal.491.
105
Junaid mengutip dari Hajjaj (2011: 87) mengatakan maqam tauhid pertama adalah
sabda Rasulullah SAW: “Menyembah Allah seolah-olah kau melihat-Nya”
Beriman kepada Allah SWT, Kitab-kitab-Nya, Qadha dan Qadhar berbeda
halnya dengan beriman kepada Malaikat-lmalaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, dan
Hari kiamat. Iman kepada Allah SWT adalah percaya atas keqadiman Allah dalam
dzat, sifat, kalam, dan qudrat iradah-Nya, sedangkan beriman kepada Malaikat,
Rasul-Nya, dan Hari kiamat tidak terlepas bahwa ketiga-Nya adalah makhluq-
makhluq Allah SWT. Dari itu semua segala apa yang ada yang bisa dilihat,
dirasakan, dan apapun yang tidak bisa dilihat, semuanya adalah ciptaan Allah
SWT.
Menurut Hawwa (2006: 556), dua keadaan yang dihadapi para penempuh
jalan menuju Allah SWT, yaitu al-qabdh atau dicabutnya sesuatu dan al-basth
atau diberikannya sesuatu dari dirinya.
Para ulama suluk menurut Hawwa, mengatakan bahwa al-qabdh al-nafsi
penyebabnya adalah perasaan sedih karena lepasnya sesuatu, al-qabdh al-qalbi
penyebabnya bersifat ruhaniyah, al-basth al-nafsi penyebabnya adalah perasaan
senang kejiwaan terhadap hal yang bersifat duniawi, dan al-basth al-ruhi
penyebabnya bersifat ruhiyah.
Diantara ciptaan Allah SWT adalah bumi dengan segala isi-nya yang
diberikan kepada setiap umat di dunia yang berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
yang kemudian menjadi tanah air, sehingga sudah semestinya, bagi bangsa
106
tersebut untuk saling menjaga dan menghormati hak-hak tanah air-nya serta saling
mengenal yang kemudian akan melahirkan ilmu pengetahuan yang tidak sekedar
mengenal kehidupan berbangsa akan tetapi hal-hal yang ada diatas bumi, dari
tumbuh-tumbuhan sampai pegunungan yang perlu dipelajari, dipelihara,
dilestarikan, dimanfaatkan dan akan menjaga sesuai dengan hak-haknya dan
bangsa itu sendiri.
Setiap bangsa yang mengenal sang pencipta dan mencintai-nya adalah
konsekuensi logis dari dasar cinta-Nya kepada Al-Khaliq. Dia akan menjaga dan
mencintai segala sesuatu yang telah diberikan anugerah kepada-nya dalam wujud
tanah air.
Benarlah kata pepatah: cinta tanah air adalah bagian dari pada iman. Itulah
sebenarnya substansi dari penanaman pendidikan kepada Allah SWT.
(Wawancara KH. Habib M. Luţfi bin ‘Ali Yahya Pekalongan tanggal, 4 Juli 201).
Menurut Habib Luţfi dalam aplikasi konsep pendidikan cinta Allah SWT
adalah perumpamaan: seberapa jauh seseorang mengenal tanah air menjadi sebuah
tolak ukur atau kadar cinta seseorang kepada Allah SWT dan Rasul-nya. Jika
benar seseorang mencintai tanah air akan menambah ma’rifat, keyakinan, serta
beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
Dengan pendidikan cinta tersebut seseorang akan menjaga dan menggali
ilmu segala potensi ilmu pengetahuan yang ada dalam tanah air. Sehingga akan
107
melahirkan para ilmuan yang menumbuhkan jati diri dalam beriman, berbangsa,
dan bernegara29.
Pudarnya suatu bangsa, jika cinta kepada tanah air dan bangsa-nya pudar
(melentur) terlebih jika suatu bangsa tidak mengenal para leluhur dan nenek
moyangnya sebagai pendiri bangsa dan negara dalam tanah air, maka bangsa itu
akan menjadi bangsa yang rapuh.
Seperti halnya umat Islam bila melentur kadar cintanya kepada Nabinya,
imannya pun akan rapuh sehingga akan menjadi sebab umat yang mudah
dihancurkan.
Semuanya akan menjadi kokoh bila kecintaan umat kepada Nabi SAW
yang kemudian akan melahirkan rasa cinta kepada bangsa dan tanah airnya,
namun tidak akan diperoleh apabila tidak disertai kejernihan sanubari serta
menghilangkan egoisme yang menutupi kebutuhannya sehingga tidak menyadari
atas umat Islam segala kekurangannya.
Dalam dunia tasawuf hal tersebut sangat berperan yang melahirkan
kesucian dalam mencintai Allah SWT, Rasul-Nya, dan bangsa umat Islam.
29
Wawancara Habib M. Luţfi, Selasa, 1 Juli 2011
108
4. Pemikiran Pendidikan Riða
Riða ialah menerima apa yang telah ditentukan oleh Allah SWT
kepadanya. Rela berjuang di jalan Allah SWT, rela menghadapi kesukaran, rela
berkorban harta, pikrabn bahkan jiwa (Murtadha, 2002: 33).
Pendidikan riða menurut Habib Luţfi adalah menerima segala perintah
Allah SWT dan Rasul-Nya dari hal-hal yang wajib sampai hal-hal yang dilarang
oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.
Dalam hal ini, unsur yang paling utama adalah peranan nafsu yang
senantiasa menekankan amarah, yang cenderung kepada berbuat maksiat, dengan
segala rayuan dan tipu dayanya.
Terkadang nafsu tersebut berdalih kepada nasehat-nasehat agama dan
memberikan motivasi tertentu, sehingga menjadikan seseorang menjadi bimbang
dan akhirnya mengikuti ajakan tersebut, kurang menerima oleh apa yang dilarang
oleh Allah SWT.
Pengaruh kedua adalah peranan akal terkadang didiominasi oleh nafsu
sendiri. Sehingga terhadap apa yang dilarang oleh Allah SWT akal berdialog
dengan ucapan: “ tidak masuk akal” .
Dengan demikian seseorang akan lebih menerima pendapat akal yang
sudah terkontaminasi oleh nafsunya atau akal itu sendiri yang kosong atau tidak
diintervensi oleh imannya (Wawancara Habib Luţfi, 11 Oktober 2011).
109
Pendidikan riða menurut Habib Luţfi adalah suatu sifat dan sikap
memfitrahkan (memurnikan) motivasi dan keyakinan serta melapangkan diri
terhadap segala amr (perintah) dan musibah (ujian) Allah SWT.
Hati yang riða tidak akan mengharapkan sesuatu kepada siapa pun selain
Allah dan selalu memotivasinya menggapai kedekatannya pada Al-Haqq ‘Azza wa
Jalla. Habib dalam pendidikan riða melihat Firman Allah SWT, (Q.S. al-
Bayyinah (98):5)
!$ tΒ uρ (# ÿρâ÷É∆ é& āω Î) (#ρ߉ç6 ÷èu‹ Ï9 ©!$# t ÅÁÎ=øƒèΧ ã& s! tÏe$!$# u !$ x�uΖãm (#θ ßϑ‹É)ムuρ nο4θ n=¢Á9$# (#θ è?÷σムuρ
nο4θ x.̈“9 $# 4 y7 Ï9≡sŒ uρ ߃ϊ ÏπyϑÍhŠs)ø9 $# ∩∈∪
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang
lurus[1595], dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat;
dan yang demikian Itulah agama yang lurus”.
Riða menurut Simuh (1996: 69) adalah buah dari tawakkal. Dimana jika
seorang sufi telah benar-benar melaksanakan tawakkal maka dengan sendirinya ia
akan sampai pada maqam riða.
Sebagian ulama berpendapat bahwa riða adalah termasuk ahwal, bukan
maqamat. Karena ia tidak bersifat kasbi (diupayakan). Namun ia adalah karunia
yang diberikan oleh Allah SWT sebagai buah dari tawakkal.
110
Aplikasi pendidikan riða menurut Habib Luţfi adalah hendaklah setiap
hamba yang melaksanakan aktivitasnya mengerti bahwa hal itu dilakukan dalam
rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Akan tetapi, tidak hanya
diperintahkan untuk menjalankan seluruh aktivitas ibadah dengan ‘sekedarnya’
saja, atau semata-mata menggugurkan kewajiban saja, atau ternodai oleh beberapa
keinginan lainnya seperti mendapatkan kehormatan dan pujian dari makhluk-Nya.
Ibadah dalam pengertian penghambaan yang penuh keikhlasan kepada
Allah SWT semata dan memurnikan niat dari segala sesuatu atau keinginan yang
bisa merusaknya sebagai bekal menghadap kehadhirat Rabb al-‘Alamin (Tuhan
seluruh alam).
Keikhlasan itu bukanlah suatu amal, tapi merupakan jiwa bagi setiap amal.
Adapun niat yang baik dan murni, adalah yang mampu menyingkap jati dirinya
dan citra dirinya dalam kenyataan lahir sebagai penampakan eksistensi-Nya
(Luţfi, 2009: 132).
Yang menjadi perhatian penting dan utama dalam masalah ini menurut
Habib Luţfi adalah bagaimana caranya agar pendidikan keriðaan itu dapat
terimplementasi dalam setiap aktivitas ibadah vertikal khususnya dan ibadah
horizontal umumnya.
Aplikasi dari pendidikan riða tergantung pada kualitas jiwa seseorang.
Ketika jiwanya sangat dekat dan mesra dengan ruhnya, sang jiwa dengan mudah
111
mengimplementasikan niat ruh itu kedalam aktivitas ibadahnya. Ucapan,
perbuatan, sikap, dan gerak, serta diamnya mengandung energi ketuhanan.
Karena pada hakikatnya niat yang ikhlas merupakan kunci utama untuk
membuka jalan menuju hakikat ibadah, yakni Allah SWT. Riða menurut Imam al-
Junaid (Abu Nashr ath-Tusi, 1960: 80) adalah ketundukan mutlak dan penyerahan
diri pada ketentuan qadha Allah SWT yang telah ditetapkan sejak zaman azali.
Sikap kepentingan duniawi yang cenderung disenangi hawa nafsu dan
hati, serta inderawi dan fisik, baik sedikit maupun banyak, ketika ia mewarnai
ibadah yang dilaksanakan, maka hal itu berakibat ternoda keikhlasannya.
Orang yang dapat mengaplikasikan pendidikan riða adalah orang yang
tidak ada tujuan dan pamrih apa-apa melainkan untuk menghambakan dirinya
dengan Allah SWT, sehingga Allah SWT meriðai dan mencintainya. Kualitas dari
suatu perbuatan, tindakan, dan aktivitas diri terletak pada kualitas niat, i’tikad,
tujuan dan maksudnya.
Jadi, pengetahuan tentang hakikat pendidikan riða beserta pengalaman
merupakan lautan jernih yang dalam tidak bertepi. Semua hamba akan
menceburkan diri kedalamnya, kecuali sedikit, yaitu hamba-hamba yang masuk
dalam pengecualian Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:
āω Î) š‚yŠ$ t6Ïã ãΝåκ÷]ÏΒ š ÅÁ n=ø⇐ßϑø9 $# ∩⊆⊃∪
112
“Kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis diantara mereka” (Q.S. al-Hijr
(115):40)
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan, bahwa pendidikan riða
adalah mendidik kondisi kejiwaan atau sikap mental agar senantiasa menerima
dengan lapang dada atas segala karunia yang diberikan atau musibah yang
ditimpakan kepadanya. Ia akan senantiasa merasa senang dalam setiap situasi
yang meliputinya. Sikap mental semacam ini adalah merupakan maqam tertinggi
yang dicapai oleh seorang sufi (Simuh, 1996: 70) .