BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG...

42
61 BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG KONSEP EMOSIONAL QUOTIENT (EQ) 3.1 Biografi dan Karir Intelektual Daniel Goleman sering mengajar kelompok-kelompok peserta bisnis, kaum profesional dan juga mengajar di kampus-kampus universitas, seorang psikolog, yang telah menulis banyak pengetahuan mengenai kecerdasan dan prilaku di majalah “New York Times” selama bertahun-tahun, Dr. Goleman dulunya adalah salah seorang anggota pengunjung fakultas di Hardvard, dan ia seorang wartawan di surat kabar “New York Times” Goleman, Ph.D., meliput ilmu-ilmu prilaku dan otak pada The New York Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi surat kabar ini. Ia pernah mengajar di Hardvard (tempat ia meraih gelar Ph.D.-nya) dan pernah menjadi editor senior di Psychology Today. Buku-bukunya telah diterbitkan adalah Vital Lies, Simple Truth; The Meditative Mind; Emotional Intelligence, Working With Emotional Intelligence; dan menjadi penulis pendamping buku The Creative Spirit, dan buku terbarunya adalah Primal Leadership—Realizing The Power of Emotional Intelligence menelaah masalah peran penting kecerdasan emosi dalam kepemimpinan. Karya-karyanya termasuk menjadi salah satu penjualan terlaris dalam satu daftar “New York Times” selama 1,5 tahun dengan lebih dari 5 juta cetakan eksemplar di seluruh dunia. Buku-buku tersebut telah menduduki peringkat penjualan terlaris hampir seluruh

Transcript of BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG...

Page 1: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

61

BAB III

PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG KONSEP EMOSIONAL

QUOTIENT (EQ)

3.1 Biografi dan Karir Intelektual

Daniel Goleman sering mengajar kelompok-kelompok peserta bisnis,

kaum profesional dan juga mengajar di kampus-kampus universitas, seorang

psikolog, yang telah menulis banyak pengetahuan mengenai kecerdasan dan

prilaku di majalah “New York Times” selama bertahun-tahun, Dr. Goleman

dulunya adalah salah seorang anggota pengunjung fakultas di Hardvard, dan ia

seorang wartawan di surat kabar “New York Times”

Goleman, Ph.D., meliput ilmu-ilmu prilaku dan otak pada The New York

Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi surat kabar

ini. Ia pernah mengajar di Hardvard (tempat ia meraih gelar Ph.D.-nya) dan

pernah menjadi editor senior di Psychology Today. Buku-bukunya telah

diterbitkan adalah Vital Lies, Simple Truth; The Meditative Mind; Emotional

Intelligence, Working With Emotional Intelligence; dan menjadi penulis

pendamping buku The Creative Spirit, dan buku terbarunya adalah Primal

Leadership—Realizing The Power of Emotional Intelligence menelaah masalah

peran penting kecerdasan emosi dalam kepemimpinan. Karya-karyanya termasuk

menjadi salah satu penjualan terlaris dalam satu daftar “New York Times”

selama 1,5 tahun dengan lebih dari 5 juta cetakan eksemplar di seluruh dunia.

Buku-buku tersebut telah menduduki peringkat penjualan terlaris hampir seluruh

Page 2: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

62

benua Eropa, Asia dan Amerika Latin, dan telah diterjemahkan kedalam kurang

lebih 30 bahasa.

Dr. Goleman termasuk salah seorang pendiri pembelajaran Collaborative

untuk kampus. Pembelajaran Sosial dan Emosi di Universitas Yale Pusat Studi

Anak (sekarang di Universitas Illionis Chicago); dengan misi untuk membantu

sekolah-sekolah memperkenalkan pelajaran-pelajaran literasi emosi. Satu

kelebihan dari dampak pembelajaran Collaborative adalah bahwasannya ribuan

sekolah di seluruh dunia telah mulai mengaplikasikan program-program tersebut.

Goleman adalah mantan ketua suatu perkumpulan penelitian mengenai

kecerdasan emosi dalam organisasi-organisasi, yang sesuai dengan sekolah-

sekolah lulusan psikologi penerapan dan profesional di Universitas Rutgers yang

merekomendasikan praktek-praktek terbaik dalam mengembangkan kompetensi

emosi. Pada tahun 2003 ia menerbitkan Destructive Emotins (emosi-emosi yang

merusak), yaitu sejumlah dialog ilmiah antara Dalai Lama dan Kelompok

Psikolog, ahli saraf dan para filosof. Ia adalah salah seorang anggota dewan

komisaris Institut “Mind and Life” yang mensponsori serial yang sedang

berlangsung dalam dialog-dialog tersebut dan membantu penelitian yang relevan.

Goleman telah menerima banyak penghargaan jurnalistik untuk karya-

karya tulisan, termasuk 2 nominasi penghargaan “Pulitzer” untuk artikel-

artikelnya di majalah “Times” dan sebuah penghargaan “Career Achievement”

(prestasi karir) untuk jurnalistik dari Asosiasi Psikologi Amerika. Dalam

pengenalan terhadap usaha-usahanya untuk mengkomunikasikan ilmu-ilmu

Page 3: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

63

pengetahuan sikap kepada publik, ia telah terpilih menjadi seorang anggota

persekutuan Amerika untuk ilmu pengetahuan yang tinggi.

Goleman lahir di Stockton California, Dr. Goleman masuk di Universitas

Amherst, dimana ia menjadi sarjana Alfred P. Sloan, dan ia lulus dengan

predikat cum laude. Pendidikan S2 dan S3-nya diperoleh di Hardvard, dimana ia

menjadi seorang anggota “Ford”, dan ia mendapat gelar MA dan Ph.D untuk

mengembangkan klinik psikologi dan personaliti. Sekarang Dr. Goleman tinggal

di Berkshires Massachusetts bersama istrinya Tara Bennet Goleman, seorang

ahli psikoterapi. Ia mempunyai dua anak yang sudah dewasa.

3.2 Karya Pemikiran Daniel Goleman

3.2.1 Working With Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosi Untuk

Mencapai Puncak Prestasi)

Dalam karya ini mengubah kerangka pikir untuk mengenal

karier—dan bagiamana bisnis memahami prioritas krusial-nya—

Goleman mendefinisikan kembali ukuran berhasil dalam pekerjaan.

Dengan akses yang tak terbatas ke para pelaku bisnis utama di

seluruh dunia, dan juga penelitian yang dilakukan di lebih dari 500

perusahaan, Goleman mendapatkan gambaran mengenai ketrampilan

yang dimiliki oleh para bintang kinerja di segala bidang, yang membuat

mereka berbeda dari yang lainnya. Dari pekerjaan tingkat bawah sampai

posisi eksekutif, faktor satu-satunya yang paling penting bukanlah IQ,

Page 4: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

64

pendidikan tinggi, atau ketrampilan teknis. Yang paling penting adalah

kecerdasan emosi.

Kesadaran diri, kepercayaan diri, dan pengendalian diri;

komitmen dan integritas; kemampuan berkomunikasi dan mempengaruhi;

berinisiatif dan meneima perubahan. Goleman memperlihatkan bahwa

kemampuan-kemampuan ini dinilai paling tinggi dalam pasar kerja masa

kini. Semakin tinggi anak tangga kepemimpinan yang Anda daki,

semakin penting semua aspek kecerdasan emosi, dan sering menentukan

siapa dipekerjakan dan siapa dipecat, siapa ditinggalkan dan siapa

dipromosikan.

Bintang kinerja menonjol bukan hanya karena prestasi

kepribadiannya sendiri tetapi juga karena mampu bekerja sama dengan

dengan baik dalam tim dan dengan masyarakat. Mereka

memaksimumkan produktivitas kelompok. Mereka yang tak dapat

bekerja sama atau gampang meledak tak mampu mengelola perubahan

atau konflik dan dapat meracuni seluruh perusahaan.

Kabar baiknya adalah, seperti yang dibuktikan oleh penelitian

mengenai ilmu-ilmu otak dan tingkah laku manusia, kita semua memiliki

potensi untuk memperbaiki kecerdasan emosi pada setiap jenjang karier

kita. Goleman memberikan petunjuk yang spesifik dan ilmiah untuk

menumbuhkan kemampuan yang sangat berharga ini—dan juga

Page 5: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

65

menerangkan mengapa begitu banyak pelatihan perusahaan yang

konvensional hanya buang-buang waktu.

3.2.2 Emotional Intelligence (Keceradasan Emosional, Mengapa EI Lebih

Penting Daripada IQ)

Dengan memanfaatkan penelitian yang menggemparkan tentang

otak dan perilaku, Goleman memperlihatkan faktor-faktor yang terkait

mengapa orang yang ber–IQ tinggi gagal dan ber-IQ sedang-sedang

menjadi sangat sukses. Faktor-faktor ini mengacu pada suatu cara lain

untuk menjadi cerdas—cara yang disebutnya “kecerdasan emosional”.

Kecerdasan emosional mencakup kesadaran diri dan kendali dorongan

hati, ketekunan, semangat dan motivasi diri, empati dan kecakapan sosial.

Ini merupakan ciri-ciri yang menandai orang-orang yang

menonjol dalam kehidupan nyata: yang memiliki hubungan dekat yang

hangat, yang menjadi bintang di tempat kerjanya. Ini juga merupakan

ciri-ciri utama karakter dan disiplin diri, altruisme dan belas kasih—

kemampuan-kemampuan dasar yang dibutuhkan apabila kita

mengharapkan terciptanya masyarakat yang sejahtera.

Sebagaimana yang dianjurkan oleh Goleman, kerugian pribadi

akibat rendahnya kecerdasan emosional dapat berkisar mulai dari

kesulitan perkawinan dan mendidik anak hingga ke buruknya kesehatan

jasmani. (Penelitian baru memperlihatkan bahwa resiko besar bagi

Page 6: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

66

kesehatan seperti halnya merokok berantai). Rendahnya kecerdasan

emosional dapat menghambat pertimbangan intelektual dan

menghancurkan karier. Barangkali kerugian terbesar diderita oleh oleh

anak-anak, yang mungkin dapat terjerumus dalam resiko terserang

depresi, gangguan makan dan kehamilan yang tak diinginkan, agresivitas

serta kejahatan dengan kekerasan.

Tetapi, yang menggembirakan adalah bahwa kecerdasan

emosional tidaklah ditentukan sejak lahir. Argumen Goleman didasarkan

pada sintesis yang benar-benar orisinal dari penelitian terbaru, termasuk

pengetahuan baru mengenai arsitektur otak yang melandasi emosi dan

rasionalitas. Dengan cermat ia memperlihatkan bagaimana kecerdasan

emosional dapat dipupuk dan diperkuat dalam diri kita semua. Dan,

karena pelajaran-pelajaran emosional yang diperoleh seorang anak akan

membentuk sirkuit otaknya, Goleman memberikan pedoman mendetail

tentang bagaimana orang tua dan sekolah-sekolah dapat memanfaatkan

kesempatan emas masa kanak-kanak itu dengan sebaik-baiknya. Pesan

buku yang membuka persepektif baru ini yang harus kita camkan dalam

hati: “kehidupan normal” yang sejati bagi sebuah masyarakat harus

mengukur kecerdasan emosional. Daniel Goleman menawarkan suatu

pandangan baru terhadap keunggulan dan kurikulum baru yang penting

bagi kehidupan yang dapat mengubah masa depan kita dan anak-anak

kita.

Page 7: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

67

3.2.3 Primal Leadership—Realizing The Power of Emotional Intelligence

Dalam buku ini Menelaah masalah peran penting kecerdasan

emosi dalam kepemimpinan. Karya-karyanya termasuk menjadi salah

satu penjualan terlaris dalam satu daftar “New York Times” selama 1,5

tahun dengan lebih dari 5 juta cetakan eksemplar di seluruh dunia. Buku-

buku tersebut telah menduduki peringkat penjualan terlaris hampir

seluruh benua Eropa, Asia dan Amerika Latin, dan telah diterjemahkan

kedalam kurang lebih 30 bahasa.

3.3 Konsep Daniel Goleman Tentang Emosional Quotient (EQ)

3.3.1 Pengertian EQ Menurut Daniel Goleman

Kata yang selalu merujuk dalam pembahasan ini adalah emosi,

istilah yang makna tepatnya masih membingungkan baik para ahli

psikologi maupun ahli filsafat selama lebih dari sau abad. Dalam makna

paling harfiah, oxford English Dictionary mendefinisikan emosi sebagai

“setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu; setiap keadaan

mental yang hebat atau meluap-luap”. Saya menganggap emosi merujuk

pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis

dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Ada

ratusan emosi, bersama dengan campuran, variasi, mutasi, dan

nuansanya. Sungguh, terdapat lebih banyak penghalusan emosi daripada

kata yang kita miliki untuk itu.

Page 8: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

68

“Kecerdasan emosi” atau Emotional Intelligence merujuk kepada

kemampuan menganali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain,

kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi

dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.

Kemampuan-kemampuan yang berbeda, tetapi saling melengkapi,

dengan kecerdasan akademik (academic intelligence), yaitu kemampuan-

kemampuan kognitif murni yang diukur dengan IQ. Banyak orang yang

cerdas, dalam arti terpelajar, tetapi tidak mempunyai kecerdasan emosi,

ternyata bekerja menjadi bawahan orang ber-IQ lebih rendah tetapi

unggul dalam ketrampilan kecerdasan emosi. (Goleman, 2003: 512)

Dua macam kecerdasan yang berbeda ini—intelektual dan

emosi—mengungkapkan aktivitas bagian-bagian yang berbeda dalam

otak. Kecerdasan intelektual terutama didasarkan pada kerja neokorteks,

lapisan yang dalam evolusi berkembang paling akhir di bagian atas otak.

Sedangkan pusat-pusat emosi berada di bagian otak yang lebih dalam,

dalam subkorteks yang secara evolusi lebih kuno; kecerdasan emosi

dipengaruhi oleh kerja pusat-pusat emosi ini, tetapi dalam keselarasan

dengan kerja pusat-pusat intelektual.

Semua emosi pada dasarnya, adalah dorongan untuk bertindak,

rencana seketika untuk mengatasi masalah yang telah ditanamkan secara

berangsur-angsur oleh evolusi. Akar kata emosi adalah movere, kata kerja

Bahasa Latin yang berarti “menggerakkan, bergerak”, ditambah awalan

Page 9: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

69

“e-” untuk memberi arti “bergerak menjauh”, menyiratkan bahwa

kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi.

Bahwasanya emosi memancing tindakan, tampak jelas bila kita

mengamati binatang atau anak-anak; hanya pada orang-orang dewasa

yang “beradab” kita begitu sering menemukan perkecualian besar dalam

dunia makhluk hidup, emosi—akar dorongan untuk bertindak—terpisah

dari reaksi-reaksi yang tampak di mata.

Emotional Intelligence / EQ (Kecerdasan Emosional) menurut

Goleman, adalah kemampuan merasakan, memahami, dan dengan efektif

menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi,

dan pengaruh yang manusiawi. Menurut organisasi leadership non profit

(6 seconds), Emotional Intelligence is the capacity to create positive

outcomes in your relationship with yourself and with others. Positive

outcomes include joy, optimism, and success at work, school, and life.

Daniel Goleman berpendapat bahwa IQ dan EQ merupakan dua

sahabat yang saling melengkapi, namun memiliki perbedaan. IQ tidak

berubah sepanjang waktu, IQ pada saat masuk sekolah sampai dengan IQ

pada saat lulus tidak akan mengalami perubahan. EQ berubah sejalan

dengan pengalaman dan keinginan belajar. Ibaratnya tanpa EQ, IQ hanya

merupakan pengetahuan tanpa tenaga dan gairah.

Daniel Goleman dalam bukunya Workking With Emotional

Intelligence menjelaskan bahwa ada beberapa konsepsi keliru yang lazim

Page 10: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

70

tentang kecerdasan emosional, yaitu : Pertama, kecerdasan emosi tidak

hanya berarti “bersikap ramah”. Pada saat-saat tertentu yang diperlukan

mungkin bukan “sikap ramah”, melainkan, misalnya, sikap tegas yang

barangkali memang tidak menyenangkan, tetapi mengungkapkan

kebenaran yang selama ini dihindari.

Kedua, kecerdasan emosi bukan berarti memberikan kebebasan

kepada parasaan untuk berkuasa—“memanjakan perasaan”—melainkan

mengelola perasaan sedemikian sehingga terekspresi secara tepat dan

efektif, yang memungkinkan orang bekerja sama dengan baik.

Begitu pula, wanita tidak “lebih hebat” daripada pria dalam hal

kecerdasan emosi, pria pun tidak lebih hebat daripada wanita. Kita

masing-masing mempunyai profil pribadi mengenai kekuatan dan

kelemahan dalam kemampuan ini: kita mungkin hebat dalam berempati,

tetapi mempunyai beberapa kekurangan dalam hal mengenai kesedihan

diri sendiri, atau kita mungkin peka sekali terhadap perubahan sekecil apa

pun dalam suasana hati kita, tetapi kurang luwes dalam pergaulan.

Memang benar bahwasannya pria dan wanita sebagai kelompok

cenderug sama-sama mempunyai profil khas gender dengan kekuatan dan

kelemahan masing-masing. Sebuah analisis tentang kecerdasan emosi

terhadap ribuan pria dan wanita menemukan bahwa wanita, rata-rata,

lebih sadar tentang emosi mereka, lebih mudah bersikap empati, dan

lebih terampil dalam hubungan antar pribadi. Pria sebaliknya, lebih

Page 11: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

71

percaya diri dan optimis, mudah beradaptasi, dan lebih baik dalam

menangani stres. (Bar-On, 1997)

Namun, secara umum, kemiripan di antara kedua kelompok ini

jauh lebih banyak ketimbang perbedaan, sebagian pria sama empatiknya

dengan kebanyakan wanita yang sangat peka dalam pergaulan, sedangkan

sebagian wanita mempunyai kemampuan yang sama dalam menahan

stres dengan kebanyakan pria yang tangguh secara emosi, memang secara

rata-rata, bila kita melihat peringkat keseluruhan untuk pria dan wanita,

kekuatan dan kelemahan saling menghilangkan, sehingga dalam kaitan

dengan kecerdasan emosi keseluruhan, perbedaan berdasarkan jenis

kelamin tidak ada. (Goleman, 2003: 9)

Akhirnya, tingkat kecerdasan emosi kita tidak terikat dengan faktor

genetis, tidak juga hanya dapat berkembang selama masa anak-anak.

Tidak seperti IQ, yang berubah hanya sedikit sesudah melewati usia

remaja, tampaknya kecerdasan emosi lebih banyak diperoleh lewat

belajar, dan terus berkembang sepanjang hidup sambil belajar dari

pengalaman sendiri—kecakapan kita dalam hal ini dapat terus tumbuh.

Sesungguhnya, studi-studi yang telah menelusuri tingkat kecerdasan

emosi orang selama bertahun-tahun menunjukkan bahwa orang makin

lama makin baik dan kemampuannya sejalan dengan makin terampilnya

mereka dalam menangani emosi dan implusnya sendiri, dalam memotivasi

Page 12: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

72

diri, dan dalam mengasah empati kecakapan sosial. Ada istilah untuk

perkembangan kecerdasan emosi ini: kedewasaan Anak.

3.3.2 Fungsi EQ Menurut Daniel Goleman

Dasawarsa terakhir ini telah mencatat rentetan laporan tentang

kejahatan yang dilakukan oleh para remaja dan orang dewasa,

mencerminkan meningkatnya ketidakseimbangan emosi, keputusasaan,

dan rapuhnya moral di dalam keluarga kita, masyarakat, dan kehidupan

kita bersama. Tahun-tahun ini telah merekam meningkatnya tindak

kekerasan dan kekecewaan, entah dalam kesepian anak-anak yang

terpaksa ditinggal sendiri atau diasuh babysister dan televisi, atau dalam

kepahitan anak-anak yang disingkirkan, disia-siakan, atau diperlakukan

dengan kejam, atau dalam keintiman tak lazim dari tindak kekerasan

dalam perkawinan. Meluasnya penyimpangan emosional terlihat dari

melonjaknya angka tingkat depresi di seluruh dunia dan pada tanda-tanda

tumbuhnya gelombang agresivitas—pemuda berumur belasan

bersenjatakan senapan di sekolah-sekolah, kecelakaan di jalan bebas

hambatan yang berakhir dengan tembak-menembak, mantan karyawan

yang membantai bekas rekan-rekan sekerja. Penganiayaan emosi,

penembakan di jalan-jalan, dan stres pasca trauma semuanya masuk

dalam kosa kata lumrah selama dasawarsa terakhir ini, ketika selogan

Page 13: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

73

zaman ini beralih dari seruan gembira “Selamat bersenang-senang”

menjadi “Mari bersenang-senang” dengan nada tak sabaran.

Sepuluh tahun terakhir ini, selain berita-berita buruk, juga ditandai

dengan lonjakan drastis dalam kajian ilmiah di bidang emosi. Yang paling

dramatis adalah terkuaknya cara kerja otak, yang dimungkinkan oleh

metode-metode terbaru seperti teknologi penyamaran otak. Teknologi ini,

untuk pertama kalinya dalam sejarah manusia, memungkinkan orang dapat

mengamati sesuatu yang senantiasa menjadi sumber rahasia paling gelap:

bagaimana kelompok rumit sel-sel bekerja sementara kita berpikir dan

merasa, berimajinasi dan bermimpi. Bertumpuknya data biologi saraf

membuka kemungkinan bagi kita untuk lebih memahami bagiamana pusat

emosi otak mengatur kita untuk marah atau menangis, dan bagaimana

bagian-bagian otak yang lebih primitif—yang mengarahkan kita berperang

atau bercinta—disalurkan menjadi lebih ataupun lebih buruk. Pemahaman

mengenai cara kerja emosi dan kelemahan emosi yang tidak pernah terjadi

sebelumnya ini membawa kita ke suatu fokus mengenai pola

penaggulangan baru bagi krisis emosi masyarakat kita.

Sementara itu secara emosional menurut Freud ada empat

kepribadian dasar manusia, yaitu :

1) Melankolis

a. dalam mengurus perincian dan pemikiran secara mendalam

b. dalam memelihara catatan, bagan dan grafik

Page 14: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

74

c. dalam menganalisis masalah yang terlalu sulit bagi orang lain

Orang bertipe kepribadian melankolis, biasanya tidak ingin

menonjolkan dirinya. Dia tidak pernah mau menyinggung perasaan

siapapun, dan ia tidak ingin orang lain mencelanya. Orang melankolis

sulit untuk menerima pujian.

Orang melankolis akan menghargai cara pendekatan seseorang yang

serius dan tulus. Orang melankolis tidak menyukai komentar yang

keras, dan tidak akan menyukai kalau orang lain bicara kalau dapat

menarik perhatian dirinya. Dia lebih suka melakukan percakapan

yang cerdik daripada harus melakukan percakapan pada orang-orang

yang tidak mengetahui permasalahannya. (Littauer, 1996: 293)

2) Phlegmatis

a. dalam posisi penengahan dan persatuan

b. dalam badai yang perlu diredakan

c. dalam rutinitas yang membosankan bagi orang lain

Orang Phlegmatis cenderung suka berkelompok antara sesamanya.

Ada kesenangan tertentu dalam mengetahui bahwa mereka tidak

mengharapkan apapun antara satu dan lainnya, dan bahwa mereka

bisa sama-sama menikmati penerimaan atas status quo dari

sesamanya.

Page 15: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

75

3) Sanguinis

a. dalam berurusan dengan orang lain secara antusias

b. dalam menyatakan pemikiran dengan penuh gairah

c. dalam memperlihatkan perhatian

Sanguinis yang populer bicara sangat ekstrim dan bersemangat tanpa

perlu ada hubungannya dengan kebenaran. Sanguinis yang populer

merasa bahwa kalau dia mendengar cerita yang membosankan yang

harus diteruskannya, merupakan hal yang logis baginya untuk sedikit

membesar-besarkannya, sehingga orang lain akan mendengarkan

kisah dalam bentuk yang lebih baik daripada ketika dia menerimanya.

Apapun yang dikatakan oleh sanguinis, itu akan dibesar-besarkan dan

menyenangkan, dan orang tidak akan mendapat kesulitan

mendengarkannya. Dan orang sanguinis ini tipe orang yang tidak

gampang rileks.

4) Koleris

a. dalam pekerjaan memerlukan keputusan cepat

b. dalam persoalan yang memerlukan tindakan dan dan pencapain

seketika

c. dalam bidang-bidang menuntut kontrol dan wewenang yang kuat

Orang koleris, seperti halnya orang sanguinis, dia tidak gampang

rileks, dan dia cenderung duduk ditepi kursi, menunggu suatu

Page 16: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

76

tindakan. Begitu kita belajar pada orang koleris kita akan tahu

bagaimana cara berurusan dengan orang lain dalam situasi sosial.

(Littauer, 1996: 293-301)

Kini pada akhirnya, sains mampu mengutarakan pendapat tanpa

ragu-ragu mengenai masalah-masalah mendesak dan membingungkan

perihal segi kejiwaan yang paling tak rasional, untuk memetakan perasaan

manusia dengan cukup tepat. Pemetaan ini menimbulkan tantangan bagi

mereka yang menganut pandangan sempit tentang kecerdasan, dengan

mengatakan bahwa IQ merupakan fakta genetik yang tak mungkin diubah

oleh pengalaman hidup, dan bahwa takdir kita dalam kehidupan terutama

ditetapkan oleh faktor bawaan ini. Pendapat tersebut mengabaikan

masalah yang lebih menantang: apa yang bisa kita ubah untuk menolong

anak-anak kita memiliki nasib kehidupan yang lebih baik? Faktor-faktor

manakah yang lebih berperan, misalnya, kapan orang ber IQ tinggi gagal

dan orang ber-IQ rata-rata menjadi amat sukses? Goleman mengatakan

bahwa perbedaannya seringkali terletak pada kemampuan-kemampuan

yang di sini disebut kecerdasan emosional yang mencakup pengendalian

diri, semangat dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri

sendiri. Ketrampilan-ketrampilan ini, sebagaimana nanti akan kita lihat,

dapat diajarkan kepada anak-anak, untuk memberi mereka peluang yang

Page 17: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

77

lebih baik dalam memanfaatkan potensi intelektual apapun yang

barangkali diberikan oleh permaianan judi genetik kepada mereka.

Dibalik kemungkinan ini muncul tekanan moral yang mendesak.

Yaitu saat-saat ketika jalinan masyarakat tampaknya terurai semakin

cepat, ketika sifat mementingkan diri sendiri, kekerasan, dan sifat jahat

tampaknya menggerogoti sisi baik kehidupan masyarakat kita. Di sini,

alasan untuk mendukung perlunya kecerdasan emosional betumpu pada

hubungan antara perasaan, watak, dan naluri moral. Semakin banyak bukti

bahwa sikap etik dasar dalam kehidupan berasal dari dasar kemampuan

emosional yang melandasinya. Misalnya, dorongan hati merupakan

medium emosi; benih semua dorongan hati adalah perasaan yang

memunculkan diri dalam bentuk tindakan. Orang-orang yang dikuasai

dorongan hati—yang kurang memiliki kendali diri—menderita

kekurangmampuan pengendalian moral: kemampuan untuk

mengendalikan dorongan hati merupakan basis kemauan (will) dan watak

(character). Dengan cara yang sama, akar cinta sesama terletak pada

empati, yaitu kemampuan membaca emosi orang lain; tanpa adanya

kepekaan terhadap kebutuhan atau penderitaan orang lain, tidak akan

timbul rasa kasih sayang. Apabila ada dua sikap moral yang dibutuhkan

oleh zaman sekarang, sikap yang paling tepat adalah kendali diri dan kasih

sayang. (Hermaya, 2003: xi-xiv)

Page 18: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

78

Alasan bahwa ada beberapa emosi inti, sampai tahap tertentu,

bertumpu pada penemuan Paul Ekman dari University California di San

Francisco yang menyatakan bahwa ekspresi wajah tertentu untuk keempat

emosi (takut, marah, sedih, dan senang) dikenali oleh bangsa-bangsa di

seluruh dunia dengan adanya masing-masing, termasuk bangsa-bangsa

buta huruf yang dianggap tercemar film dan televisi—sehingga

menandakan adanya unversalitas perasaan tersebut. Ekman

memperlihatkan foto-foto wajah yang memperlihatkan ekspresi-ekspresi

dengan ketepatan teknis kepada orang-orang dengan budaya yang

terpencil seperti suku Fore di Papua Nugini, suku terpencil kebudayaan

zaman batu di dataran tinggi terasing, dan menemukan bahwa orang-orang

di mana pun mengenali emosi dasar yang sama itu. Universalitas ekspresi

wajah untuk emosi barangkali untuk pertama kalinya diamati oleh Darwin,

yang menganggapnya sebagai bukti bahwa daya evolusi telah mencapkan

isyarat-isyarat ini dalam sistem syaraf pusat kita.

Dalam mencari prinsip dasar, Goleman mengikuti pemikiran

Ekman yang lain-lainnya yang menganggap emosi berdasarkan kerangka

kelompok atau dimensi, dengan cara mengambil kelompok besar emosi—

marah, sedih, takut, bahagia, cinta, malu, dan sebagainya—sebagai titik

tolak bagi nuansa kehidupan emosional kita yang tak habis-habisnya.

Masing-masing kelompok ini mempunyai inti emosi dasar dari titik

pusatnya dengan kerabat-kerabatnya mengembang keluar dari titik pusat

Page 19: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

79

tersebut dalam proses mutasi yang tak berujung. Tepi luar “lingkaran

emosi” diisi oleh suasana hati yang, secara teknis, lebih tersembunyi dan

dan berlangsung jauh lebih lama daripada emosi (meskipun agak langka

terus-menerus berada di puncak amarah sepanjang hari, misalnya, tidaklah

jarang seseorang berada dalam suasana hati yang mudah marah, mudah

tersinggung, sehingga serangan marah kecil-kecilan dapat dengan mudah

terpicu). Di luar suasana hati itu terdapat temperamen, yaitu kesiapan

untuk memunculkan emosi tertentu atau suasana hati tertentu yang

membuat orang menjadi murung, takut, atau bergembira. Dan, di luar

bakat emosional semacam itu, ada juga gangguan emosi seperti depresi

klinis atau kecemasan yang tidak berujung reda, yaitu ketika seseorang

merasa terus-menerus terjebak dalam keadaan memedihkan. (Goleman,

2003: 411-413).

Berikut adalah fungsi-fungsi Emosional Quotient (EQ):

a. Kesadaran diri : Mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu saat,

dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri

sendiri; memilik tolok ukur yang realistis atas kemampuan diri dan

kepercayaan diri yang kuat.

b. Pengaturan diri : Menangani emosi kita sedemikian sehingga

berdampak positif kepada pelaksanaan tugas; peka terhadap kata hati

dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran;

mampu pulih kembali dari tekanan emosi.

Page 20: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

80

c. Motivasi : Menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk

menggerakkan dan menuntun kita menuju sasaran, membantu kita

mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif, dan untuk bertahan

menghadapi kegagalan dan frustasi.

d. Empati : Merasakan yang dirasakan oleh orang lain, mampu

memahami persepektif mereka, menumbuhkan hubungan dengan

bermacam-macam orang.

e. Ketrampilan sosial : Menangani emosi dengan baik ketika

berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi

dan jaringan sosial; berinteraksi dengan lancar; menggunakan

ketrampilan-ketrampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin,

bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan, dan untuk bekerja

sama dan bekerja dalam tim. (Goleman, 2003: 514)

3.3.3 Landasan Ilmiah dan Sistem Kerja EQ Menurut Daniel Goleman

Periode evolusi yang berlangsung sangat lama ketika respons-

respons emosional ini dibentuk jelas merupakan realitas yang lebih sulit

daripada yang harus ditanggung oleh sebagian besar manusia sebagai

suatu spesies setelah dimulainya sejarah tertulis. Zaman itu adalah masa

ketika hanya sedikit bayi yang bertahan sampai masa kanak-kanak dan

hanya sedikit orang dewasa yang mencapai usia 30 tahun, ketika hewan-

hewan pemangsa dapat menyerang di setiap saat, ketika pola musim

Page 21: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

81

kering dan banjir menentukan terjadinya kelaparan dan keberlanjutan

hidup. Tetapi, dengan munculnya teknik pertanian dan kelompok-

masyarakat yang paling sederhana, peluang untuk hidup berubah secara

dramatis. Dalam sepuluh ribu tahun terakhir, ketika kemajuan-kemajuan

berlangsung di seluruh dunia, tekanan-tekanan kejam yang telah

menghambat populasi manusia dengan mantap dihapuskan.

a. Bagiamana Otak Manusia Tumbuh

Untuk memahami dengan lebih baik cengkeraman kuat emosi

terhadap otak yang berpikir—dan mengapa perasaan dan nalar selalu

siap menyerang—kita harus mempertimbangkan bagaimana otak

tumbuh. Otak manusia, dengan berat kurang lebih satu setengah

kilogram yang terdiri atas sel-sel dan cairan saraf, kurang lebih

berukuran tiga kali ukuran otak kerabat-kerabat paling dekat kita

dalam evolusi yaitu primata bukan manusia. Selama evolusi jutaan

tahun, otak telah tumbuh dari bawah ke atas, dengan pusat-pusat yang

lebih tinggi berkembang sebagai elaborasi bagian-bagian yang lebih

rendah, yang lebih primitif. (Pertumbuhan otak dalam embrio manusia

pada dasarnya melacak perjalanan evolusi ini).

Bagian otak paling primitif, yang dimiliki oleh semua spesies

yang mempunyai lebih daripada hanya sistem saraf paling sederhana,

adalah batang otak yang mengelilingi ujung atas sumsum tulang

belakang. Akar otak ini mengatur fungsi-fungsi dasar kehidupan

Page 22: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

82

seperti bernapas dan metabolisme organ-organ lain, juga

mengendalikan reaksi dan gerakan berpikir atau belajar, tetapi

merupakan serangkaian regulator yang telah diprogram untuk menjaga

agar tubuh berfungsi sebagaimana mestinya dan bereaksi dengan cara

yang tidak membahayakan kelangsungan hidup. Otak ini sangat

berkuasa pada zaman replita: bayangkanlah seekor ular yang mendesis

untuk memberi isyarat ancaman menyerang.

Dari akar yang paling primitif ini, yaitu batang otak,

terbentuklah pusat emosi. Berjuta-juta tahun kemudian selama masa

evolusi, dari wilayah emosi ini berkembanglah otak-berpikir atau

“nekorteks”, yaitu bonggol besar jaringan berkerut-kerut yang

merupakan lapisan-lapisan paling atas. Fakta bahwa otak-berpikir

tumbuh dari wilayah otak emosional mengungkapkan banyak tentang

hubungan antara pikiran dengan perasaan; otak emosional sudah ada

jauh sebelum ada otak rasional.

Akar kehidupan emosional kita yang paling kuno adalah indra

penciuman, atau lebih tepatnya lobus olfaktori (bonggol olfaktori),

yaitu sel yang menerima dan menganalisis bau. Setiap benda hidup,

entah itu makanan, benda beracun, pasangan seksual, pemangsa atau

mangsa, mempunyai ciri molekuler sendiri-sendiri yang dapat terbawa

angin. Pada zaman primitif, bau dipercaya sebagai indra yang paling

penting untuk kelangsungan hidup.

Page 23: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

83

Dari lobus olfaktori, mulailah berkembang pusat-pusat emosi

primitif yang pada akhirnya tumbuh cukup besar untuk melingkupi

bagian atas batang otak. Dalam tahap-tahap awalnya, pusat olfaktori

(indra penciuman) hanya terdiri atas lapisan-lapisan tipis neuro yang

berfungsi menganalisis bau-bauan. Satu lapisan sel bertugas menerima

bebauan dan memilah-milahnya menjadi kategori-kategori yang

cocok: bisa dimakan atau beracun, tersedia secara seksual, musuh atau

makanan. Lapisan-kedua sel mengirimkan pesan-pesan refleksif ke

seluruh sistem saraf untuk memberi tahu tubuh apa yang harus

dilakukan: menggigit, meludah, mendekati, lari, mengejar.(Joseph,

1990)

Dengan berkembangnya mamalia-mamalia pertama, muncul

lapisan-lapisan baru yang penting pada otak emosional. Lapisan-

lapisan itu, yang mengelilingi batang otak, secara garis besar mirip roti

bagel yang bagian bawahnya telah dimakan, di tempat inilah batang

otak berada. Karena bagian otak ini mengelilingi dan membatasi

batang otak, bagian tersebut disebut sistem “limbik”, dari kata Latin

“limbus” yang berarti “cincin”. Wilayah saraf baru ini menambahkan

emosi pada repertoar otak. Bila dikuasai oleh hasrat atau amarah,

sedang jatuh cinta atau mundur ketakutan maka sistem limbik itulah

yang mencengkeram kita.

Page 24: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

84

Sewaktu sistem limbik itu tumbuh, sistem tersebut

mempertajam dua alat yang berdaya besar: pembelajaran dan ingatan.

Kedua kemajuan revolusioner itu memungkinkan seekor binatang

menjadi jauh lebih cerdas dalam memilih-milih demi kelangsungan

hidupnya, dan untuk memfokuskan repons-responsnya guna

menyesuaikan dengan tuntutan yang berubah-ubah bukan hanya

mempunyai reaksi outomatis dan tak bervariasi. Apabila suatu

makanan membuatnya sakit, makanan itu dapat dihindari di lain

waktu. Keputusan-keputusan seperti apa yang harus dimakan dan apa

yang harus ditolak masih ditentukan terutama melalui penciuman;

hubungan-hubungan antara lobus olfaktori dengan sistem limbik

sekarang berfungsi membeda-bedakan bau-bauan dan mengenalinya

dengan membandingkan bau-bau yang ada sekarang dengan bau-bau

yang ada di masa lalu, dengan demikian membedakan yang lebih baik

dengan yang buruk. Ini dilakukan oleh “rhinencphalon”, yang secara

harfiyah berarti “otak hidung”, yaitu bagian saluran limbik, dan dasar

rudimenter neokorteks, yakni otak yang berpikir.

Kurang lebih ratusan juta tahun yang lampau, otak mamalia

mengalami pertumbuhan luar biasa. Sejumlah lapisan sel-sel otak baru

ditambahkan ke atas dua lapisan tipis korteks—bagian yang

merencanakan, memahami apa yang diindra, dan mengatur gerakan—

untuk membentuk neokorteks. Berbeda dari korteks dua lapis pada

Page 25: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

85

otak yang lebih kuno, neokorteks menyediakan keunggulan intelektual

yang luar biasa.

Neokorteks Homo Sapiens, yang jauh lebih besar daripada

spesies lain mana pun, telah menambahkan ciri khas manusia.

Neokorteks merupakan tempat pikiran; neokorteks memuat pusat yang

mengumpulkan dan memahami apa yang diserap oleh indra.

Neokorteks menambahkan pada parasaan apa yang kita pikirkan

tentang perasaan itu—dan memungkinkan kita untuk mempunyai

perasaan tentang ide-ide, seni, simbol-simbol, khayalan-khayalan.

Dalam evolusi, neokorteks memungkinkan penyesuaian yang

tepat sehingga tak diragukan lagi memberikan keunggulaln luar biasa

dalam segi kemampuan organisme untuk bertahan hidup melawan

keadaan tidak bersahabat, sehingga pada gilirannya dapat membuat

keturunannya memiliki kemungkinan lebih besar untuk mewariskan

gen-gen yang memuat jaringan saraf yang sama. Kemampuan untuk

mempertahankan kelangsungan hidup itu disebabkan oleh bakat

neokorteks untuk menyusun strategi, perencanaan jangka panjang, dan

kemampuan mental lainnya. Selain itu, karya-karya besar seni,

peradaban dan kebudayaan, semuanya merupakan hasil neokorteks.

Tambahan baru pada otak neokorteks memungkinkan

bertambahnya nuansa-nuansa pada kehidupan emosional. Ambillah

contoh cinta. Struktur limbik penghasilan perasaan nikmat dan hasrat

Page 26: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

86

birahi—emosi-emosi yang mendorong nafsu seksual. Tetapi,

penambahan neokorteks dan sambungan-sambungannya ke sistem

limbik memungkinkan adanya ikatan ibu-anak yang merupakan dasar

unit keluarga dan keterlibatan jangka panjang untuk mengasuh anak

sehingga memungkinkan terjadinya perkembangan manusia. (Spesies

yang tidak mempunyai neokorteks, misalnya reptilia, tidak mempunyai

rasa kasih sayang seperti itu; bila anak mereka menetas, bayi-bayi

reptil yang baru lahir itu harus bersembunyi agar tidak dimakan

induknya.) Pada manusia, ikatan yang bersifat melindungi antara

orang tua dan anak memungkinkan keberlangsungan sebagian besar

proses pendewasaan sepanjang masa kanak-kanak—masa selama otak

terus tumbuh.

Bila kita amati perkembangan skala filogenetik mulai reptilia

sampai monyet hingga manusia, masa neokorteks itu saja terus

meningkat; bersama peningkatan tersebut secara geometris meningkat

pula sambungan-sambungan dalam jaringan otak. Semakin banyak

jumlah sambungan semacam itu, semakin besar rentang respons-

respons yang mungkin. Neokorteks memungkinkan adanya kepelikan

dan kematian kehidupan emosional, misalnya kemampuan untuk

memiliki perasaan mengenai perasaan kita. Sistem neokorteks-limbik

pada primata lebih banyak dibandingkan pada spesies-spesies lain—

dan pada manusia lebih banyak lagi—hal itu menunjukkan mengapa

Page 27: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

87

kita mampu menampilkan rentang reaksi emosi yang jauh lebih lebar,

dan lebih bernuansa, bila kelinci atau monyet memiliki rangkaian

respons khas terhadap rasa takut yang terbatas, neokorteks manusia

yang lebih besar memungkinkan adanya reptoar respons yang jauh

lebih cerdik—termasuk menelepon polisi. Semakin rumit sistem

sosial, semakin penting fleksibelitas seperti ini—dan tidak ada dunia

sosial yang lebih rumit pada dunia kita sendiri.( Kalin, 1992)

Tetapi, pusat-pusat yang lebih tinggi ini tidak mengatur semua

kehidupan emosional; dalam perkara-perkara penting mengenai

perasaan—dan teristimewa dalam keadaan darurat emosional pusat-

pusat tersebut dapat dikatakan diatur oleh sistem limbik. Karena begitu

banyak pusat-pusat otak yang lebih tinggi muncul atau merupakan

perpanjangan ruang lingkup wilayah limbik, maka otak emosional

memainkan peran penting dalam arsitektur persarafan. Sewaktu akar

asal otak baru itu tumbuh, wilayah-wilayah emosi itu terjalin melalui

miliaran jaringan penghubung ke setiap bagian neokorteks. Hal ini

memberi pusat-pusat emosi kekuatan luar biasa untuk mempengaruhi

berfungsinya bagian lain otak—termasuk pusat-pusatnya untuk

pikiran.

Satu-satunya penemuan paling menghebohkan dari studi-studi

tentang otak ada orang-orang dalam kondisi stres—misalnya yang

harus berbicara di depan orang-orang penting—adalah bahwa kerja

Page 28: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

88

bagian otak emosi sangat berpengaruh terhadap kerja pusat eksekusi

otak, lobus prefrontal, yang terletak di bagian belakang dahi.

(Goleman, 2003: 116)

Lobus prefrontal adalah tempat disimpannya “memori kerja”,

ketika otak sedang tenang, memori kerja befungsi paling baik. Namun,

dalam kedaan darurat, otak cenderung mengaktifkan modus

perlindungan diri, dengan mencuri sebagian daya dari bagian memori

kerja menghilangkan daya tersebut ke bagian otak lain yang

menjalankan fungsi pertahanan dan keamanan—kecenderungan yang

sengaja dirancang untuk bertahan hidup.

b. Letak Semua Nafsu

Pada manusia, amigdala (dari kata Yunani yang berarti buah

almond [buah badam]) adalah kelompok struktur yang saling

terkoneksi berbentuk buah badam yang bertumpu pada batang otak,

dekat alas cincin limbik. Ada dua amigdala, masing-masing di setiap

sisi otak, di sisi kepala. Amigdala manusia relatif besar bila

dibandingkan dengan amigdala pada kerabat-kerabat evolusi kita yang

paling dekat yaitu primata.

Hippocampus dan amigdala merupakan dua bagian penting

“otak hidung” primitif yang dalam evolusi memunculkan korteks serta

kemudian neokorteks. Hingga saat ini, kedua struktur limbik itu

Page 29: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

89

melakukan sebagian besar atau banyak ingatan dan pembelajaran otak;

amigdala adalah spesialis masalah-masalah emosional. Apabila

amigdala dipisahkan dari bagian-bagian otak lainnya, hasilnya adalah

ketidakmampuan yang amat mencolok dalam menangkap makna

emosional suatu peristiwa; keadaan ini kadang-kadang disebut

“kebutaan efektif”.

Karena kehilangan bobot emosional, peristiwa-peristiwa tidak

mempunyai makna. Pemuda yang amigdala-nya dibuang untuk

mengendalikan penyakit epilepsinya menjadi sama sekali tidak

berminat kepada manusia, menarik diri dari hubungan manusia.

Meskipun ia mampu mengimbangi percakapan, ia tidak lagi mengenali

sahabat-sahabat, kerabat, atau bahkan ibunya, dan tetap pasif

meskipun menghadapi kecemasan mereka akan ketidakpeduliannya

itu. Tanpa amigdala, ia telah kehilangan semua pemahaman tentang

perasaan, juga setiap kemampuan merasakan perasaan. Amigdala

berfungsi sebagai semacam gudang ingatan emosional, dan dengan

demikian makna emosional itu sendiri; hidup tanpa amigdala

merupakan kehidupan tanpa makna pribadi sama sekali. (Ekman dan

Richard Davidson, 1994)

Bukanya perasaan kasih sayang yang terikat pada amigdala;

semua nafsu begantung padanya. Binatang-binatang yang amigdalanya

telah dibuang atau dipotong tidak mempunyai rasa takut dan amarah,

Page 30: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

90

kehilangan dorongan untuk bersaing atau bekerja sama, dan tidak lagi

mempunyai kepekaan tentang kedudukan mereka dalam jenjang sosial

jenisnya; emosinya terhambat atau lenyap. Air mata, suatu tanda emosi

khas manusia, dirangsang oleh amigdala dan oleh struktur di dekatnya

yaitu gyrus cingulatus; digendong, dibelai-belai, atau dihibur dengan

cara lain akan menyenangkan wilayah-wilayah otak yang sama ini,

dan menghentikan isak tangis. Tanpa amigdala, tidak akan ada air

mata kesedihan yang perlu dihibur.

Josep LeDoux, seorang ahli saraf di Center for Neural Science

di New York University, adalah orang pertama yang menemukan

peran kunci amigdala dalam otak emosional. LeDoux adalah bagian

dari kelompok ilmuan-ilmuan saraf yang mau memanfaatkan metode

dan teknologi inovatif yang dapat memberi tingkat ketepatan yang

belum pernah dicapai sebelumnya untuk memetakan otak yang sedang

bekerja, dan dengan demikian mampu mengungkapkan misteri-misteri

pikiran yang tak mampu ditembus oleh generasi-generasi ilmuan

sebelumnya. Temuan-temuaun tentang jaringan otak emosional

menumbangkan gagasan lama tentang sistem limbik, dengan

menempatkan amigdala pada pusat tindakan dan menempatkan

struktur-struktur limbik lainnya pada peran yang amat berbeda.(Kagan,

1994)

Page 31: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

91

c. Kabel Pemicu Nafsu

Hal yang paling menarik untuk memahami kekuatan emosi

dalam kehidupan mental adalah momen-momen tindakan penuh nafsu

yang belakangan kita sesali, bagitu deru nafsu mendera; masalahnya

adalah bagimana kita begitu mudahnya menjadi tidak rasional.

Contohnya, seorang wanita muda yang berkendaraan dua jam menuju

Boston untuk makan siang menghabiskan hari itu dengan kekasihnya.

Pada saat makan, si pemuda memberinya hadiah yang telah diharap-

harapkan si gadis selama berbulan-bulan, yaitu gambar seni langka

yang dibawa dari Spanyol. Tetapi, kebahagiaan gadis itu lenyap waktu

ia mengusulkan bahwa setelah makan mereka menonton film yang

sangat ingin dilihat si gadis dan si pemuda mengejutkannya karena

menyatakan bahwa ia tidak dapat menghabiskan siang itu bersama si

gadis karena harus berlatih Sofbol. Sakit hati dan tidak percaya, gadis

itu berdiri sambil menangis, meninggalkan kedai kopi, dan, mengikuti

dorongan hatinya melemparkan gambar seni itu ke keranjang sampah.

Berbulan-bulan kemudian, sewaktu mengisahkan kejadian itu, yang

disesalinya bukanlah kepergiannya meninggalkan si pemuda

melainkan hilangnya gambar seni tersebut.

Pada saat-saat seperti itu—ketika perasaan impulsif

mengalahkan nalar—tampaklah peran penting amigdala yang baru saja

ditemukan itu. Sinyal-datang dari indra-indra memungkinkan

Page 32: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

92

amigdala untuk melarik setiap pengalaman yang dapat mengisyaratkan

tanda-tanda terjadi kesulitan. Ini membuat amigdala menempati pos

strategis dalam kehidupan mental, semacam penjaga psikologis,

menantang setiap situasi, setiap persepsi, dengan satu pertanyaan di

otak, yang paling primitif: “Apakah ini sesuatu yang dibenci? Yang

menyakitkanku? Yang menakutkan?” Jika demikian—bila momen

yang dihadapi entah bagaimana memberi jawaban “Ya”—amigdala

segera bereaksi, mirip kabel pemicu saraf, dengan memberi pesan

darurat secara telegrafis ke seluruh bagian otak.

Dalam arsitektur otak, amigdala berperan seperti perusahaan

sekuriti dengan operator-operator yang siap siaga mengirimkan

panggilan-panggilan darurat ke dinas pemadam kebakaran, polisi, dan

tetangga, kapan saja sistem pengamanan rumah memberi isyarat

bahaya.

Bila amigdala membunyikan, misalnya tanda bahaya rasa takut

organ itu mengirimkan pesan-pesan mendesak ke setiap bagian otak

yang penting: organ tersebut memicu diproduksinya hormon

bertempur-atau-kabur dalam tubuh, memobilisasi pusat-pusat gerak

dan mengaktifkan sistem pembuluh darah dan jantung, otot, serta isi

perut.(LeDoux, 1994). Sirkuit-sirkuit lain amigdala memberi isyarat

dikeluarkannya sejumlah kecil horman neropinefrin untuk

mempertinggi rektivitas wilayah-wilayah otak yang penting, termasuk

Page 33: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

93

wilayah-wilayah yang membuat indra lebih waspada, pada pokoknya

membuat otak siap siaga. Tambahan sinyal dari amigdala

memerintahkan kepada batang otak untuk menampilkan ekspresi

wajah ketakutan, membekukan gerakan otot-otot yang tak ada

hubungannya, mempercepat detak jantung dan meningkatkan tekanan

darah, memperlambat pernapasan. Yang lain-lainnya memncangkan

perhatian ke arah sumber rasa takut itu, dan mempersiapkan otot-otot

untuk bereaksi sebagaimana layaknya. Secara serentak, sistem ingatak

korteks diaduk-aduk untuk mendapat berkas pengalaman yang cocok

dengan keadaan darurat yang sedang dihadapi, sambil menyingkirkan

jalur-jalur pemikiran lain.

Dan, hal tersebut cuma sebagian rangkaian perubahan-

perubahan yang terkoordinasi dengan seksama yang diatur oleh

amigdala sewaktu orang tersebut memerintahkan wilayah-wilayah di

seluruh otak. Jaringan sambungan pernafasan amigdala yang luas itu

memungkinkan amigdala, selama keadaan darurat emosional,

menangkap dan menggerakkan sebagian besar bagian otak lainnya—

termasuk otak rasional.

3.3.4 Penerapan EQ Menurut Daniel Goleman

Ketika Danile Goleman memasuki sebuah restoran pada suatu

petang seorang anak muda berjalan keluar pintu, wajahnya tampak kaku

Page 34: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

94

sekaligus murung. Di belakangnya seorang gadis mengikutinya, tinjunya

dipukul-pukulkannya ke punggung si pemuda dengan putus asa seraya

berseru “Brengsek kau! Kembalilah dan bersikaplah baik!”. Permohonan

yang menyiratkan keputus asaan dan penuh kontradiksi yang diarahkan

pada sikap menarik diri itu melambangkan pola yang paling lazim terjadi

pada pasangan-pasangan yang hubungannya tengah dilanda kesulitan: si

gadis berusaha untuk mendekat , si pemuda menjauh. Ahli-ahli penasehat

perkawinan telah lama mengamati bahwa saat pasangan

mengkonsultasikan masalahnya, mereka berada pada pola mendekat-

menjauh ini, dengan suami mengeluhkan tuntutan-tuntutan dan ledakan-

ledakan istri yang terasa tak masuk akal, si istri menyesali ketidakpedulian

suami terhadap apa yang dipercakapkannya.

Ujung-ujungnya, problem rumah tangga ini mencerminkan fakta

bahwa sebetulnya ada dua realitas emosi pada suatu pasangan, milik suami

dan milik istri, akar perbedaan emosi ini, meskipun untuk sebagian

bersifat biologis, dapat pula dilacak dari kehidupan masa kanak-kanak,

dan dari dua emosi terpisah yang dihuni anak laki-laki dan yang dihuni

oleh anak perempuan ketika mereka tumbuh dewasa. Ada sejumlah besar

penelitian mengenai dua dunia yang terpisah ini, dinding-dinding

penghalang antara keduanya diperkuat bukan hanya oleh permainan yang

lebih dikuasai oleh masing-masing jenis, namun juga oleh takutnya anak-

anak kecil kalau diejek mempunyai “pacar”. Salah satu studi terhadap

Page 35: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

95

persahabatan anak-anak menemukan bahwa anak-anak berumur tiga tahun

mengatakan bahwa kurang lebih separo sahabat-sahabatnya adalah dari

lawan jenis; dan pada umur lima tahun, angka itu kurang lebih 20 persen;

dan pada umur tujuh tahun hampir tidak ada anak laki-laki atau

perempuan yang mengatakan bahwa mereka mempunyai sahabat lain

jenis. Alam pergaulan terpisah ini hanya sedikit bersinggungan hingga

para remaja mulai berkencan. (Hernstein dan Charles Murray, 1994: 66)

Sementara itu, anak laki-laki dan anak perempuan dididik dengan

pola yang berbeda dalam menagani emosi. Pada umumnya, orang tua

membahas emosi—kecuali amarah—lebih banyak dengan anak

perempuannya daripada dengan anak laki-lakinya. Anak perempuan lebih

banyak mendapat informasi tentang emosi daripada anak laki-laki: bila

orang tua mengarang cerita untuk anak-anak mereka yang masih

bersekolah di TK, mereka lebih banyak menggunakan kata-kata bernuansa

emosi bila berbicara kepada anak perempuannya daripada bila dengan

anak laki-lakinya; bila seorang ibu bermain-main dengan bayinya, mereka

memperlihatkan rangkaian emosi yang lebih luas kepada bayi

perempuannya daripada kepada bayi laki-lakinya; bila seorang ibu

berbicara kepada anak perempuannya mengenai perasaan, mereka

membahas keadaan emosi itu sendiri secara lebih mendetail daripada

kepada anak laki-lakinya—meskipun dengan si anak laki-laki, ibu-ibu

Page 36: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

96

membahas lebih mendetail tentang sebab dan akibat emosi seperti amarah

(barangkali untuk berjaga-jaga). (Vaillant, 1977)

Leslie Brody dan Judith Hall, yang meringkas penelitian tentang

perbedaan-perbedaan emosi antara pria dan wanita, menyebutkan bahwa

karena anak perempuan lebih cepat terampil berbahasa daripada anak laki-

laki, maka mereka lebih berpengalaman dalam mengutarakan perasaannya

dan lebih cakap daripada anak laki-laki dalam memanfaatkan kata-kata

untuk menjelajahi dan menggantikan reaksi-reaksi emosional seperti

perkelahian fisik. Sebaliknya, mereka mencatat, “anak laki-laki, yang

verbalisasi perasaannya ditumpulkan sebagian besar tampaknya kurang

peka akan keadaan emosinya, baik yang dalam dirinya sendiri maupun

dalam diri orang lain”. (Felsman dan G.E. Vaillant, 1977)

Pada umur sepuluh tahun, presentase jumlah anak perempuan dan

anak laki-laki yang secara lahiriah agresif—terdorong melakukan

konfrontasi terbuka kalau marah—kurang lebih sama. Tetapi, pada umur

tiga belas tahun, muncul perbedaan mencolok antara kedua jenis kelamin

ini: anak perempuan menjadi lebih pintar daripada anak laki-laki, pada

umumnya, cenderung tetap melakukan cara konfrontasi bila marah, lupa

akan adanya strategi-strategi yang lebih tertutup ini. Ini barulah salah satu

di antara banyak cara yang kurang dikuasai oleh anak laki-laki—dan

nantinya pria dewasa—daripada lawan jenisnya dalam bidang jalur-jalur

sampingan kehidupan emosional. (Karen Arnold, 1992)

Page 37: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

97

Bila anak perempuan bermain bersama-sama, maka melakukannya

dalam kelompok-kelompok kecil yang rukun, dengan penekanan pada

minimalisasi permusuhan dan memaksimalisasi kerja sama, sementara

anak laki-laki cenderung membuat kelompok-kelompok yang lebih besar,

dengan tekanan pada perasaan saling bersaing. Salah satu perbedaan

utama dapat terlihat pada apa yang terjadi bila permainan yang dilakukan

anak laki-laki atau anak perempuan terganggu oleh seseorang yang

terluka. Apabila seorang anak laki-laki yang terluka marah-marah, ia

diharapkan minggir dan berhenti menangis agar permainan dapat terus

belangsung. Apabila hal yang sama terjadi pada kelampok anak

perempuan, permainan akan berhenti sementara semua anak berkumpul

untuk menolong si anak yang menangis. Perbedaan antara anak laki-laki

dan perempuan ketika bermain memperlihatkan apa yang diutarakan oleh

Caroll Gillingan dari Hardvard sebagai perbedaan kunci antara anak laki-

laki dengan perempuan: laki-laki bangga karena kemandirian dan

kemerdekaannya yang berpikir ulet dan mandiri, sementara perempuan

melihat dirinya sebagai bagian dari jaringan hubungan. Oleh karena itu,

laki-laki terancam bila ada apa-apa yang dapat menantang

kemandiriannya, sementara perempuan lebih terancam oleh terputusnya

hubungan yang mereka bina. Dan, sebagaimana telah diutarakan oleh

Deborah Tannen dalam bukunya You Just Don’t Understand, sudut

pandang yang berbeda ini berarti bahwa pria dan wanita menghendaki dan

Page 38: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

98

menginginkan hal-hal yang amat berbeda untuk dipercakapkan, dimana

pria puas berbicara tentang “masalah-masalah”, sementara kaum wanita

mencari hubungan emosi.

Pendek kata, perbedaan dalam didikan emosi ini menghasilkan

ketrampilan-ketrampilan yang sangat berbeda, anak perempuan jadi

“mahir membaca sinyal emosi verbal maupun non verbal, mahir

mengungkapkan dan mengkomunikasikan perasaan-perasaannya”, dan

anak laki-laki menjad cakap dalam “meredam emosi yang berkaitan

dengan perasaan rentah, salah, takut, dan sakit”. Bukti untuk perbedaan

sikap mental ini sangat nyata dalam literatur ilmiah. Ratusan studi telah

menemukan, misalnya, bahwa secara rata-rata kaum wanita lebih mudah

berempati daripada kaum pria, setidak-tidaknya sebagaimana diukur

berdasarkan kemampuan untuk membaca perasaan orang lain yang tak

terucapkan dari ekspresi wajah, nada suara, dan isyarat-isyarat nonverbal

lainnya. Selain itu, pada umumnya lebih mudah membaca perasaan dari

wajah wanita daripada wajah pria; meskipun tidak ada perbedaan dalam

hal ungkapan ekspresi wajah pada anak laki-laki dan anak perempuan

yang masih kecil, sewaktu mereka mulai memasuki sekolah dasar, anak

laki menjadi kurang ekspresif. Untuk sebagian barangkali ini

mencerminkan perbedaan kunci lainnya: secara rata-rata kaum wanita

merasakan seluruh rangkaian emosi dengan intensitas lebih besar dan

Page 39: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

99

lebih mudah berubah-ubah daripada kaum pria—dalam artian ini, kaum

wanita lebih “emosional” daripada kaum pria.

Karena langkah-langkah ini akan dibutuhkan selama panas-

panasnya pertengkaran, disaat-saat rangsangan emosional pasti sedang

tinggi, langkah-langkah itu harus sangat dikuasai apabila diharapkan dapat

diterapkan sewaktu amat dibutuhkan. Ini dikarenakan otak emosional

melibatkan langkah-langkah rutin respons yang dipelajari paling awal

dalam kehidupan selama berulangnya momen-momen amarah dan sakit

hati, dan demikian bersifat dominan. Karena ingatan dan tanggapan itu

khas emosinya, pada saat-saat semacam itu reaksi-reaksi yang berkaitan

dengan waktu yang lebih tenang agak sulit diingat dan dipraktekkan.

Apabila respons emosional yang lebih produktif kurang diakrabi atau tidak

dilatih dengan baik, amatlah sulit untuk mencoba melaksanakannya bila

diserang amarah. Tetapi, apabila suatu respons dilatih sedemikian rupa

sehingga menjadi automatis, maka respons tersebut mempunyai peluang

yang lebih baik untuk dapat diungkapkan selama keadaan darurat

emosional. Atas alasan-alasan ini, strategi-strategi di atas itu perlu dicoba

dan dilatih berulang-ulang selama terjadi benturan yang tidak

menegangkan, maupun di tengah-tengah panasnya pertengkaran, apabila

strategi-strategi tersebut diharapkan mempunyai peluang untuk menjadi

respons pertama yang muncul (atau sekurang-kurangnya menjadi respon

kedua yang tidak telalu terlambat) dalam reptoar jaringan sirkuit emosi.

Page 40: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

100

Pendek kata, obat penawar terhadap hancurnya perkawinan itu adalah

perbaikan pendidikan dalam kecerdasan emosional. (Goleman, 2003:

209).

Dari hasil penelitian terbarunya, Dr. Goleman, yang mengupas

tentang otak dan ilmu perilaku di The New York Times, mengemukakan

fakta bahwa kita, sedikit banyak, memiliki dua otak: satu untuk berpikir

(otak berpikir) dan satu otak untuk merasakan (otak emosional). Informasi

ini memiliki implikas-implikasi yang sangat besar mengenai pentingnya

menyeimbangkan apa yang kita ketahui dengan apa yang kita rasakan

untuk mencapai tujuan baik profesional maupun pribadi. Selanjutnya, Dr.

Goleman melaporkan bahwa perkembangan otak emosional terjadi

sebelum otak berpikir. Kenyataan ini menunjukkan adanya kecenderungan

alamiah untuk mengatasi perasaan-perasaan sewaktu membuat keputusan.

Keseimbangan kecerdasan emosional adalah campuran yang

berhasil mengenai apa yang kita ketahui dengan apa yang yang kita

kerjakan pada saat-saat jiwa dalam keadaan bersemangat. Bila secara

emosinal hati tidak terlibat, sikap bisa cukup rasional, tapi jika nafsu

sedang menguasai diri, seringkali kita bersikap ceroboh dan melakukan

tindakan-tindakan yang tidak rasional. Orang-orang yang mempunyai

kecerdasan tinggi maupun mereka yang ketrampilan intelektualnya pas-

pasan sama-sama bisa berbuat seperti itu. Umpamanya, sewaktu

memberikan nasehat kepada seorang teman mengenai cara mengenai suatu

Page 41: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

101

permasalahan, kita bisa menggunakan semua rasionalitas, namun bila

berhadapan sendiri dengan situasi yang sama, kita seringkali tidak

mengacuhkan nasehat itu. Jika emosi-emosi seperti marah, takut, gusar,

putus asa…menutup pintu logika, kita bisa mengambil tindakan yang

merugikan bagi kesuksesan pribadi dalam hidup. Dr. Goleman menyebut

kejadian ini dengan istilah “pembajakan emosinal”. Pembajakan

emosional terjadi apabila suatu pusat di otak limbik dinyatakan suatu

keadaan darurat dan mendapat bantuan dari bagian otak yang lain untuk

menghadapi masalah mendesak yang muncul. Keadaan ini terjadi sebelum

neokorteks (otak untuk berpikir) mempunyai kesempatan melihat

keseluruhan gambaran dan membuat suatu keputusan mengenai

bagaimana sebaiknya mengambil tanggapan paling tepat. Sebagian orang

yang mengalami ‘pembajakan emosional’ tidak sadar apa yang terjadi

kepada dirinya dan sulit memahami reaksinya yang kuat terhadap suatu

situasi khusus. (Patton, 2002: 6).

Intelligence Quotient (IQ) biasa dipandang sebagai indikator utama

kesuksesan. Sekarang, IQ ternyata tidak bisa dijadikan sebagai jaminan

seratus persen dalam menentukan kesuksesan hidup seseorang. Orang-

orang yang kecerdasannya sedang-sedang saja seringkali mampu

mencapai kesuksesan yang luar biasa. Bagi mereka yang kecerdasannya

(IQ) tinggi, kecerdasan emosional (EQ) adalah suatu aset yang sangat

berharga. Bila seseorang EQ-nya rendah, maka dia kurang bisa mencapai

Page 42: BAB III PEMIKIRAN DANIEL GOLEMAN TENTANG …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/12/jtptiain-gdl-s1... · Times dan artikel-artikelnya dimuat di seluruh dunia dalam sindikasi

102

kesuksesan pribadi. Bila kita hanya menggunakan pikiran rasional

sewaktu menghadapi tantangan-tantangan, kita cenderung bersikap analitis

dan lupa mempertimbangkan perasaan-perasaan orang lain. Kita

kehilangan gairah dan antisiasme jika memandang kehidupan dan orang-

orang dari dasar teoritis atau alamiah murni. Agar bisa menghasilkan

keputusan-keputusan yang tepat, ada beberapa profesi yang harus

menggunakan pikiran-pikiran rasional. Para dokter misalnya, harus

memahami tubuh manusia dan seringkali membuat keputusan-keputusan

untuk menyelamatkan jiwa seseorang yang harus didasarkan atas bukti-

bukti. Tetapi, sekarang kalangan medis menyadari bahwa bagaimana

seorang dokter berhubungan dengan si pasien ternyata sama pentingnya

dengan pengobatan yang mereka berikan. Kemampuan menyelaraskan

antara logika dan emosi akan meningkatkan pemberdayaan diri, dan

efektivitas. Sikap ini mewujudkan suatu manusia yang kompeten, bernilai,

profesional, dan bahagia. (Patton, 2002: 7-8)