BAB III PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian · 2021. 2. 8. · 4. Kemudian, tanah yang status haknya...

12
57 BAB III PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada dasarnya, WNI non pribumi khususnya keturunan Tionghoa di daerah DIY tidak dapat mempunyai hak milik atas tanah. Hal tersebut terjadi karena ketika zaman penjajahan, warga Tionghoa menunjukkan keberpihakan kepada Belanda sehingga menimbulkan ketidakpercayaan warga Yogyakarta terhadap warga Tionghoa 37 . Sekitar tahun 1940, warga Tionghoa akan dipindahkan ke Semarang atau Purworejo oleh Belanda untuk dijadikan buruh, namun warga Tionghoa menolak perintah Belanda dan meminta perlindungan kepada Sultan Hamengku Buwono VIII sehingga lahirlah suatu perjanjian yang ditandai oleh Monumen Ngejaman dengan ketentuan warga Tionghoa harus membantu perekonomian warga pribumi yang ada di Yogyakarta. Selain itu, keturunan Tionghoa dianggap memiliki ekonomi yang kuat sehingga dikhawatirkan warga Tionghoa akan menguasai tanah di Yogyakarta sedangkan warga pribumi dianggap memiliki ekonomi lemah dikhawatirkan tidak dapat memiliki hak milik di Yogyakarta. Oleh karena itu, pada tanggal 5 Maret 1975, Kepala DI Yogyakarta yang pada saat itu diwakili oleh Wakil Kepala DI Yogyakarta yakni Paku Alam VIII mengeluarkan Instruksi 898 / 1975 yang berbunyi demikian 38 : 37 Kantor Notaris dan PPAT Muftia Dian Ariani, Yogyakarta, 25 Februari 2019. 38 Ratih Lestarini, Kebijakan Pertanahan Bagi WNI Keturunan Tionghoa Di Yogyakarta: Diskriminasi atau Diskriminasi Positif, Universitas Indonesia, 2018, h. 46.

Transcript of BAB III PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian · 2021. 2. 8. · 4. Kemudian, tanah yang status haknya...

Page 1: BAB III PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian · 2021. 2. 8. · 4. Kemudian, tanah yang status haknya telah diturunkan menjadi hak guna bangunan atau hak pakai dapat dilakukan peralihan

57

BAB III

PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pada dasarnya, WNI non pribumi khususnya keturunan Tionghoa di

daerah DIY tidak dapat mempunyai hak milik atas tanah. Hal tersebut

terjadi karena ketika zaman penjajahan, warga Tionghoa menunjukkan

keberpihakan kepada Belanda sehingga menimbulkan ketidakpercayaan

warga Yogyakarta terhadap warga Tionghoa

37. Sekitar tahun 1940, warga Tionghoa akan dipindahkan ke Semarang

atau Purworejo oleh Belanda untuk dijadikan buruh, namun warga

Tionghoa menolak perintah Belanda dan meminta perlindungan kepada

Sultan Hamengku Buwono VIII sehingga lahirlah suatu perjanjian yang

ditandai oleh Monumen Ngejaman dengan ketentuan warga Tionghoa

harus membantu perekonomian warga pribumi yang ada di Yogyakarta.

Selain itu, keturunan Tionghoa dianggap memiliki ekonomi yang kuat

sehingga dikhawatirkan warga Tionghoa akan menguasai tanah di

Yogyakarta sedangkan warga pribumi dianggap memiliki ekonomi lemah

dikhawatirkan tidak dapat memiliki hak milik di Yogyakarta. Oleh karena

itu, pada tanggal 5 Maret 1975, Kepala DI Yogyakarta yang pada saat itu

diwakili oleh Wakil Kepala DI Yogyakarta yakni Paku Alam VIII

mengeluarkan Instruksi 898 / 1975 yang berbunyi demikian38

:

37

Kantor Notaris dan PPAT Muftia Dian Ariani, Yogyakarta, 25 Februari 2019. 38

Ratih Lestarini, Kebijakan Pertanahan Bagi WNI Keturunan Tionghoa Di Yogyakarta:

Diskriminasi atau Diskriminasi Positif, Universitas Indonesia, 2018, h. 46.

Page 2: BAB III PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian · 2021. 2. 8. · 4. Kemudian, tanah yang status haknya telah diturunkan menjadi hak guna bangunan atau hak pakai dapat dilakukan peralihan

58

Guna Penyeragaman policy pemberian hak atas tanah dalam wilayah

Daerah Istimewa Yogyakarta kepada seorang WNI non Pribumi,

dengan ini diminta: Apabila ada seorang WNI non Pribumi membeli

tanah hak milik rakyat, hendaknya diproseskan sebagaimana biasa,

ialah dengan melalui pelepasan hak, sehingga tanahnya kembali

menjadi tanah Negara yang dikuasai langsung oleh Pemerintah Daerah

DIY dan kemudian yang berkepentingan / melepaskan supaya

mengajukan permohonan kepada Kepala Daerah DIY untuk

mendapatkan suatu hak.

Inti dari instruksi tersebut adalah bahwa WNI keturunan Tionghoa tidak

dapat memiliki hak milik atas tanah di Yogyakarta. Apabila mereka

hendak membeli tanah maka diproses melalui pelepasan hak sehingga

tanahnya kembali menjadi tanah negara yang dikuasai langsung oleh

Pemerintah DIY dan kemudian yang berkepentingan / melepaskan supaya

mengajukan permohonan kepada Kepala Daerah DIY untuk mendapatkan

suatu hak39

. Pelepasan hak dilakukan diatas surat atau akta yang dibuat

dihadapan notaris yang menyatakan bahwa pemegang hak yang

bersangkutan telah melepaskan hak atas tanahnya. Dari instruksi tersebut,

dapat dilihat proses jual beli hak milik atas tanah di Yogyakarta memiliki

tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Penjual melepaskan hak milik atas tanah menjadi tanah negara;

2. Penjual mengajukan permohonan hak agar memperoleh hak baru selain

hak milik;

3. Pembeli membeli tanah dengan hak tersebut sebagaimana ia bisa

menjadi subyek hukum.

Namun, pada prakteknya jual beli hak milik atas tanah di Yogyakarta

dilakukan melalui penurunan hak. Penurunan hak itu sendiri bukan

39

Ibid., Ratih Lestarini, h. 51

Page 3: BAB III PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian · 2021. 2. 8. · 4. Kemudian, tanah yang status haknya telah diturunkan menjadi hak guna bangunan atau hak pakai dapat dilakukan peralihan

59

merupakan kebijakan dari instruksi tetapi lebih kepada praktek dilapangan.

Penurunan hak memiliki proses yang lebih sederhana dibandingkan

dengan pelepasan. Tetapi intinya adalah keduanya merupakan proses

perubahan status hak milik menjadi hak yang lebih rendah agar dapat

dilakukan peralihan melalui jual beli. Sehingga jual beli dapat dilakukan

saat tanah tidak lagi dalam status hak milik melainkan telah berstatus

menjadi hak guna bangunan atau hak pakai. Untuk proses penurunan hak,

sama seperti halnya pada pelepasan hak yaitu penurunan dilakukan oleh

pemegang hak tetapi dalam hal ini pemegang hak tidak perlu melakukan

permohonan lagi karena dalam proses ini sudah sekaligus pemberian status

hak baru untuk tanah tersebut dimana status yang diberikan lebih rendah

daripada hak milik, yaitu hak guna bangunan atau hak pakai agar pembeli

dapat membeli tanah yang status haknya telah diturunkan. Tahapan pada

penurunan itu sendiri adalah sebagai berikut:

1. Penjual dan pembeli (WNI keturunan Tionghoa) harus memiliki

Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB) terlebih dahulu sebagai pengikat

sementara yang dikeluarkan oleh Notaris. Isi dari PPJB itu sendiri

berupa pernyataan untuk memberikan sesuatu dan atau melakukan

sesuatu atau dapat juga berupa pernyataan untuk tidak melakukan

sesuatu

2. Penjual melakukan penurunan hak milik atas tanahnya menjadi

ketingkat yang lebih rendah dan mendapatkan hak yang baru selain

hak milik agar dapat dilakukan jual beli.

3. Dikeluarkan Akta Jual Beli (AJB) oleh PPAT.

Page 4: BAB III PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian · 2021. 2. 8. · 4. Kemudian, tanah yang status haknya telah diturunkan menjadi hak guna bangunan atau hak pakai dapat dilakukan peralihan

60

4. Kemudian, tanah yang status haknya telah diturunkan menjadi hak

guna bangunan atau hak pakai dapat dilakukan peralihan melalui jual

beli hak atas tanah.

Penurunan atau pelepasan hak dalam hal ini harus dilakukan apabila

pembeli atau pemegang hak yang baru merupakan WNI keturunan

Tionghoa. Hal ini juga berlaku apabila suami atau istri merupakan WNI

keturunan Tionghoa. Untuk menentukan apakah pemegang hak yang baru

merupakan keturunan Tionghoa atau bukan adalah dengan melihat

staatsblad pada akta kelahiran atau surat nikah. Terkadang dilakukan juga

dengan cara melihat fisik seperti pada mata, warna kulit atau hal lainnya

yang menunjukkan kecenderungan bahwa orang itu merupakan keturunan

Tionghoa40

.

40

Ibid., Muftia Dian Ariani.

Page 5: BAB III PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian · 2021. 2. 8. · 4. Kemudian, tanah yang status haknya telah diturunkan menjadi hak guna bangunan atau hak pakai dapat dilakukan peralihan

61

Contoh Akta Kelahiran:

Terdapat tulisan Stbld 1920 No.751 Jo. 1927 No.564, yang artinya

adalah ia merupakan orang Indonesia atau warga Negara Indonesia

pribumi. Untuk nomor Staatsblad lainnya, adalah sebagai berikut:

1. Staatsblad Tahun 1849 No. 25 tentang Pencatatan Sipil Golongan

Eropa;

2. Staatsblad Tahun 1917 No. 130 Jo. 1919 No. 81 tentang Pencatatan

Sipil Golongan Tionghoa;

3. Staatsblad Tahun 1920 No. 751 Jo. 1927 No. 564 tentang Pencatatan

Sipil Bagi Orang Indonesia;

4. Staatsblad Tahun 1933 No. 75 Jo. 1936 No. 607 tentang Pencatatan

Sipil Bagi Bangsa Indonesia Kristen Jawa, Madura dan Minahasa.

Page 6: BAB III PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian · 2021. 2. 8. · 4. Kemudian, tanah yang status haknya telah diturunkan menjadi hak guna bangunan atau hak pakai dapat dilakukan peralihan

62

B. Analisis

1. Konstruksi Jual Beli Tanah Dengan Status Hak Milik Di DI

Yogyakarta Berdasarkan Instruksi 898 / 1975

Jika dilihat secara satu persatu pada konstruksi jual beli hak milik

atas tanah di Yogyakarta berdasarkan hasil penelitian, terdapat 3 hal

yang perlu di analisis yaitu pelepasan hak, permohonan hak dan

penurunan hak. Untuk yang pertama adalah pelepasan hak. Pelepasan

hak menurut Instruksi 898 / 1975 terjadi apabila terdapat seorang WNI

keturunan Tionghoa ingin membeli tanah hak milik WNI keturunan

pribumi dan dilakukan oleh si pemegang hak atau penjual. Sedangkan

menurut UUPA dan PP No.40 Tahun 1996 yang menjadi penyebab

hapusnya hak milik dan kembali menjadi tanah negara salah satunya

adalah pemegang hak atas tanah tidak memenuhi syarat sebagai subyek

hak atas tanah. Hal ini juga diatur dalam Pasal 27a UUPA angka 4

yang menyatakan bahwa hak milik hapus akibat ketentuan Pasal 21

ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2) UUPA. Untuk subyek hak milik itu

sendiri diatur dalam Pasal 21 UUPA yang berbunyi demikian :

(1) Hanya warga Negara Indonesia dapat mempunyai hak milik;

(2) Oleh pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat

mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya;

(3) Orang asing yang sesudah berlakunya undang-undang ini

memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau

pencampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga

Negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah

berlakunya undang-undang ini kehilangan kewarganegaraan

wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu satu tahun sejak

diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu.

Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak

dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan

Page 7: BAB III PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian · 2021. 2. 8. · 4. Kemudian, tanah yang status haknya telah diturunkan menjadi hak guna bangunan atau hak pakai dapat dilakukan peralihan

63

tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak

pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung;

(4) Selama seseorang disamping kewarganegaraan Indonesianya

mempunyai kewarganegaraan asing, maka tidak dapat

mempunyai tanah dengan hak milik dan baginya berlaku

ketentuan dalam ayat (3) pasal ini.

Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa pelepasan hak menurut

Instruksi 898 / 1975 tidak sesuai dengan pelepasan hak menurut

hukum agraria nasional yaitu UUPA dan PP No.40 Tahun 1996. Kedua

adalah permohonan hak. Permohonan hak berdasarkan instruksi

tersebut dilakukan setelah tanah menjadi milik negara dan pemberian

hak dilakukan oleh kantor pertanahan setempat. Hal ini telah sesuai

dengan permohonan hak menurut Permenag No.9 Tahun 1999.

Sehingga tidak ada masalah dalam melakukan permohonan hak.

Namun, dalam hal ini tidak terdapat jaminan hukum bahwa

permohonan atas hak yang baru akan dikabulkan sehingga dapat

merugikan pemegang hak selaku penjual. Ketiga adalah penurunan

hak. Proses penurunan dilaksanakan dengan menurunkan status hak

milik pada tanah ke tingkat yang lebih rendah, yaitu hak guna

bangunan dan hak pakai dan dilakukan oleh pemegang hak (penjual).

Penurunan hak itu terjadi apabila terdapat WNI keturunan Tionghoa

hendak membeli tanah hak milik WNI pribumi. Hal ini bertabrakan

dengan aturan menurut Kemenag No.16 Tahun 1997 yang menyatakan

bahwa penurunan hak akan dilakukan apabila tanah tidak memenuhi

syarat subyek sebagai pemegang hak milik atas tanah tersebut (Pasal

21 UUPA) atau tanah hak milik itu telah dimenangkan oleh badan

hukum melalui pelelangan umum. Berdasarkan analisis tersebut maka

Page 8: BAB III PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian · 2021. 2. 8. · 4. Kemudian, tanah yang status haknya telah diturunkan menjadi hak guna bangunan atau hak pakai dapat dilakukan peralihan

64

dapat disimpulkan bahwa Instruksi 898 / 1975 secara langsung

melarang WNI keturunan Tionghoa untuk memperoleh hak milik atas

tanah di Yogyakarta akibat WNI keturunan Tionghoa tidak memenuhi

subyek sebagai pemegang hak. Hal ini jelas bertentangan dengan

syarat subyek pemegang hak menurut Pasal 21 UUPA.

Kemudian, untuk pelaksanaan yang diterapkan di Yogyakarta

adalah proses penurunan hak. Karena selain lebih sederhana, dalam

proses penurunan hak juga terdapat jaminan antara penjual dan

pembeli berupa PPJB. PPJB merupakan perjanjian pendahuluan yang

dikeluarkan oleh Notaris sebagai pengikat sementara sebelum AJB

dikeluarkan. PPJB dibuat oleh calon penjual dan calon pembeli sebagai

kesepakatan sebelum jual beli dilaksanakan. Hal ini dilakukan agar

penjual tidak mengalami kerugian apabila tanahnya yang semula

berstatus hak milik telah diturunkan menjadi HGB atau Hak Pakai dan

pembeli tidak dapat membatalkan jual beli tersebut apabila tanah

berhasil diturunkan. Sehingga hal ini dapat meminimalisir sengketa

yang mungkin muncul dikemudian hari. PPJB merupakan perjanjian

yang bersifat konsensuil, artinya perjanjian itu lahir saat kedua belah

pihak mencapai kesepakatan mengenai benda bergerak atau tidak

bergerak dan harga walaupun pada saat itu barang belum diserahkan

dan harga belum sepenuhnya dibayar (Pasal 1320 ayat (1) Jo Pasal

1458 KUHPerdata). PPJB juga termasuk dalam golongan perjanjian

obligatoir. Perjanjian obligatoir adalah perjanjian dimana pihak-pihak

sepakat mengikatkankan diri untuk melakukan penyerahan suatu benda

Page 9: BAB III PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian · 2021. 2. 8. · 4. Kemudian, tanah yang status haknya telah diturunkan menjadi hak guna bangunan atau hak pakai dapat dilakukan peralihan

65

kepada pihak lain. Oleh karena itu, dengan adanya PPJB saja belum

mengakibatkan beralihnya hak dari penjual kepada pembeli karena

PPJB baru merupakan kesepakatan dan harus diikuti dengan perjanjian

penyerahan, yaitu ditanda tanganinya AJB dihadapan PPAT41

.

Sedangkan pada proses pelepasan dan permohonan hak seperti yang

tertulis pada Instruksi 898 / 1975, tidak mengatur mengenai jaminan

atau kesepakatan yang dapat mengikat penjual dan pembeli. Selain itu,

dalam proses pelepasan hak juga dapat menimbulkan kekhawatiran

bagi pemegang hak selaku penjual atas tanah tersebut karena tidak

adanya jaminan hukum bahwa permohonan atas hak yang baru akan

dikabulkan. Sehingga, hal ini dapat merugikan si penjual.

1. Konstruksi Jual Beli Hak Milik Atas Tanah Menurut Instruksi

898 / 1975 Sudah Sesuai Dengan Asas Persamaan Bagi Setiap

Warga Negara Indonesia Sebagaimana Yang Dianut Dalam

Hukum Agraria Nasional.

Jual beli berdasarkan Instruksi 898 / 1975 menyatakan bahwa

apabila pembeli merupakan seorang WNI keturunan Tionghoa yang

hendak membeli tanah hak milik WNI pribumi, maka tanah yang

semula hak milik wajib dilakukan pelepasan oleh pemegang hak agar

tanah menjadi milik negara kemudian pemegang hak melakukan

permohonan hak agar mendapat status hak yang baru selain hak milik,

yaitu HGB dan hak pakai. Setelah tanah sudah berstatus HGB atau hak

41

Arkie V.Y. Tumbelaka, Kajian Kontrak Baku Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli

Satuan Rumah Susun Dalam Perspektif Itikad Baik, Fakultas Hukum Magister Hukum Ekonomi

Salemba, Jakarta, Salemba, 2012, h. 56.

Page 10: BAB III PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian · 2021. 2. 8. · 4. Kemudian, tanah yang status haknya telah diturunkan menjadi hak guna bangunan atau hak pakai dapat dilakukan peralihan

66

pakai, WNI keturunan Tionghoa selaku pembeli dapat memperoleh

tanah tersebut melalui proses peralihan hak. Artinya adalah WNI

keturunan Tionghoa dilarang memperoleh tanah dengan status hak

milik di Yogyakarta karena WNI keturunan Tionghoa tidak memenuhi

subyek sebagai pemegang hak.

Boedi Harsono menyatakan bahwa jual beli tanah adalah perbuatan

hukum yang berupa penyerahan hak milik (penyerahan tanah untuk

selama-lamanya) oleh penjual kepada pembeli, yang pada saat itu

pembeli membayar harganya kepada penjual. Adapun syarat pembeli

apabila obyek jual beli merupakan tanah hak milik adalah

perseorangan warga negara Indonesia, bank pemerintah, badan

keagamaan dan badan sosial yang ditunjuk atau sudah mempunyai SK

penunjukkan sebagai pemegang hak milik dan tanah digunakan untuk

kegiatan yang berkaitan dengan keagamaan dan sosial. Kemudian,

terdapat syarat formil dalam jual beli hak atas tanah meliputi akta yang

menjadi bukti perjanjian jual beli serta pejabat yang berwenang

membuat akta tersebut. Hal ini tercantum dalam Pasal 37 ayat (1) PP

No.24 Tahun 1997. Tetapi syarat tersebut tidak mutlak harus

dibuktikan dengan akta PPAT, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten

atau Kota dapat mendaftar pemindahan haknya meskipun tidak

dibuktikan dengan akta PPAT yang dinyatakan dengan tegas dalam

Pasal 37 ayat (2) PP No.24 Tahun 1997. Apabila dilihat dari proses

jual beli menurut Instruksi 898 / 1975, jual beli tidak dapat langsung

dilakukan apabila tanah masih berstatus hak milik karena WNI

Page 11: BAB III PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian · 2021. 2. 8. · 4. Kemudian, tanah yang status haknya telah diturunkan menjadi hak guna bangunan atau hak pakai dapat dilakukan peralihan

67

keturunan Tionghoa tidak memenuhi subyek sebagai pemegang hak.

Padahal subyek pemegang hak milik itu sendiri telah diatur secara jelas

dalam Pasal 21 UUPA.

Hal ini jelas tidak sesuai dengan asas persamaan bagi setiap warga

negara Indonesia seperti yang telah diatur dalam Pasal 9 ayat (2)

UUPA yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga negara Indonesia,

baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama

untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat

manfaat dan hasilnya baik bagi diri sendiri maupun keluarganya”.

Artinya adalah bahwa setiap warga negara Indonesia mempunyai

kesempatan yang sama untuk memperoleh hak atas tanah tanpa

mempersoalkan apakah WNI tersebut asli atau pribumi, WNI

keturunan atau non pribumi. Sehingga apabila WNI keturunan

Tionghoa akan membeli tanah hak milik WNI pribumi, seharusnya

dilakukan seperti proses jual beli berdasarkan PP No.24 Tahun 1997

tanpa adanya pelepasan hak terlebih dahulu agar WNI keturunan

Tionghoa dapat memperoleh tanah dengan status hak milik karena ia

telah memenuhi syarat sebagai subyek pemegang hak milik menurut

Pasal 21 UUPA.

Untuk menentukan apakah orang tersebut WNI keturunan

Tionghoa atau bukan berdasarkan hasil penelitian dilakukan dengan

cara melihat fisik orang tersebut seperti mata sipit, kulit putih atau hal

lainnya yang menunjukkan kecenderungan orang itu merupakan

keturunan Tionghoa dan melihat staatsblad pada akta kelahiran atau

Page 12: BAB III PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian · 2021. 2. 8. · 4. Kemudian, tanah yang status haknya telah diturunkan menjadi hak guna bangunan atau hak pakai dapat dilakukan peralihan

68

surat nikah. Seharusnya, WNI keturunan Tionghoa hanya perlu

menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Karena didalam KTP

terdapat status kewarganegaraan seseorang. Sehingga, tidak perlu

menggunakan akta kelahiran atau melihat secara fisik orang tersebut.

Karena hal itu merupakan tindakan diskriminasi terhadap WNI

keturunan Tionghoa dan tidak sesuai dengan asas persamaan bagi

warga negara Indonesia yang dianut dalam UUPA. Oleh karena itu,

berdasarkan analisis diatas maka dapat disimpulkan bahwa konstruksi

jual beli tanah dengan status hak milik menurut Instruksi 898 / 1975 di

Yogyakarta tidak sesuai dengan asas persamaan bagi setiap warga

negara Indonesia sebagaimana telah dianut dalam hukum agraria

nasional.