BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. PENYEDIAAN BAHAN BAKU

14
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. PENYEDIAAN BAHAN BAKU Kayu Kelapa Sawit (KKS) yang dijadikan sampel pada rancangan penelitian ini diambil dari batang dewasa pada saat peremajaan atau umur 25 tahun dari perkebunan kelapa sawit di PPKS Medan, dengan ketinggian 10 meter. Destilasi asap pada suhu tertentu dilakukan untuk mendapatkan asap-cair yang digunakan sebagai bahan baku. Destilasi asap ini dilakukan di PPKS Medan. 3.2. BAHAN KIMIA Bahan kimia yang digunakan pada penelitian ini adalah Toluena diisosianat atau Metilen diisosianat (E.Merck). Etilen glikol atau Propilen glikol, Trimetilol Propane (TMP), Metakrilat anhidrid, Pyridin, Formaldehid. Kosentrasi akan dihitung berdasarkan kesesuaian yang diperlukan. 3.3. PERALATAN Suatu rangkaian peralatan destilasi yang lengkap, yang ada di PPKS Medan, telah siap digunakan untuk mendapatkan asap-cair. Sedangkan alat GC-MS dipakai untuk menganalisa komponen asap-cair yang dihasilkan tersebut. Penentuan sifat mekanik menggunakan peralatan yang ada di Laboratorium Penelitian FMIPA. Adapun FT – IR diperlukan untuk mengetahui perubahan gugus yang terjadi setelah KKS bereaksi dengan monomer reaktif. Untuk melihat pori-pori dari KKS yang dihasilkan setelah terjadi impregnasi diperlukan alat mikroskop elektron (SEM). Sifat termal akan dilihat menggunakan DTA. Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. PENYEDIAAN BAHAN BAKU

Page 1: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. PENYEDIAAN BAHAN BAKU

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. PENYEDIAAN BAHAN BAKU

Kayu Kelapa Sawit (KKS) yang dijadikan sampel pada rancangan penelitian ini

diambil dari batang dewasa pada saat peremajaan atau umur 25 tahun dari perkebunan

kelapa sawit di PPKS Medan, dengan ketinggian 10 meter.

Destilasi asap pada suhu tertentu dilakukan untuk mendapatkan asap-cair yang

digunakan sebagai bahan baku. Destilasi asap ini dilakukan di PPKS Medan.

3.2. BAHAN KIMIA

Bahan kimia yang digunakan pada penelitian ini adalah Toluena diisosianat atau

Metilen diisosianat (E.Merck). Etilen glikol atau Propilen glikol, Trimetilol Propane

(TMP), Metakrilat anhidrid, Pyridin, Formaldehid. Kosentrasi akan dihitung

berdasarkan kesesuaian yang diperlukan.

3.3. PERALATAN

Suatu rangkaian peralatan destilasi yang lengkap, yang ada di PPKS Medan,

telah siap digunakan untuk mendapatkan asap-cair. Sedangkan alat GC-MS dipakai

untuk menganalisa komponen asap-cair yang dihasilkan tersebut. Penentuan sifat

mekanik menggunakan peralatan yang ada di Laboratorium Penelitian FMIPA.

Adapun FT – IR diperlukan untuk mengetahui perubahan gugus yang terjadi

setelah KKS bereaksi dengan monomer reaktif. Untuk melihat pori-pori dari KKS yang

dihasilkan setelah terjadi impregnasi diperlukan alat mikroskop elektron (SEM). Sifat

termal akan dilihat menggunakan DTA.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. PENYEDIAAN BAHAN BAKU

3.4. PROSEDUR KERJA

3.4.1. Penyediaan Bahan Baku Kayu Kelapa Sawit (KKS)

Sampel Kayu Kelapa Sawit (KKS) yang akan digunakan diambil dari bagian

batang, dipotong melintang pada bagian tengah sepanjang 1 meter. Selanjutnya dibelah

membentuk papan dengan ketebalan 5 cm dan kemudian dikeringkan di udara terbuka

selama 8 jam. Papan tersebut dibentuk menjadi spesimen dengan ukuran 5 x 2,5 x 2 cm

lalu speciemen KKS dikeringkan di dalam oven pada suhu 400 C sampai diperoleh berat

konstan.

2 cm

2,5 cm

5

(a) (b)

Gambar 3.1

a. Pemotongan melintang dan bagi spesimen KKS : 1,2,3,4 : Spesimen bagian pinggir (P) 5,6,7,8 : Spesimen bagian tengah (T) 9,10,11,12 : Spesimen bagian inti (I) b. Spesimen KKS dengan ukuran 5 x 2,5 x 2 cm

3.4.2. Penyediaan Asap – Cair (Fenol Alam)

Penyediaan asap-cair dibuat dari hasil pengasapan dengan sistem destilasi pada

suhu tertentu dan dilakukan analisa kebenarannya menggunakan alat GC – MS.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. PENYEDIAAN BAHAN BAKU

Pengasapan KKS dirancang sedemikian rupa yang mana difusi asap masuk kedalam

kayu, sedangkan untuk asap-cair (fenol alam) dilakukan pada suatu wadah yang telah

disediakan dan perendaman sampel kayu dilakukan over night.

3.4.3. Impregnasi Asap-Cair dan Monomer Reaktif

Dilakukan pengeringan dalam oven dengan suhu 40 0C terhadap spesimen KKS

hingga didapatkan berat konstan. Kemudian direndam dalam gelas ukur 500 ml yang

berisi asap-cair dan monomer reaktif. Proses impregnasi spesimen KKS dengan asap-

cair dan monomer reaktif ini berlangsung selama 48 jam. spesimen KKS hasil

impregnasi ini akan dianalisa dan dikarakterisasi.

3.5. Analisis Asap Cair

3.5.1. AnalisisiGC-MS

Komponen-komponen asap-cair dianalisis menggunakan GC - MS dengan gas

pembawa helium. Terlebih dahulu asap-cair dilarutkan dalam eter, kemudian dilakukan

pemisahan antara fasa yang larut dalam eter dan fasa polarnya. Campuran senyawa yang

akan diawetkan kromatografi gas akan terpisah menjadi komponen-komponen

individual. Untuk beberapa komponen yang dominan akan dianalisa lebih lanjut dengan

spektrometri massa. Sebagai standar digunakan literatur.

3.5.2. Analisis SEM

Analisis SEM dilakukan untuk mempelajari sifat morfologi terhadap sampel

KKS. Dalam hal ini dapat dilihat rongga-rongga KKS kering, asap-cair yang menutupi

seluruh pori-pori serta masuknya asap-cair dan reaksi yang terjadi dengan monomer

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. PENYEDIAAN BAHAN BAKU

aktif. Informasi dari analisa ini akan mendapatkan gambaran dari seberapa baik bahan-

bahan kimia yang digunakan dapat meresap sampai ke pori-pori terdalam dari kayu.

Uji SEM dilakukan untuk mempelajari sifat-sifat morfologi terhadap sampel

KKS. Dalam hal ini dapat dilihat rongga-rongga KKS kering, asap-cair dan reaksi yang

menutupi seluruh pori-pori serta masuknya asap-cair dan reaksi yang terjadi dengan

monomer aktif. Informasi dari analisa ini akan mendapatkan gambaran dari seberapa

baik bahan kimia yang digunakan dapat meresap sampai pori-pori terdalam dari kayu.

Sampel spesimen diletakkan dalam sample (stub) yang terbuat dari logam

setelah terlebih dahulu diberi perekat stik karbon. Kemudian sample spesimen dilapisi

emas bercampur palladium dalam suatu ruangan (vakum evaporator) yang bertekanan

0,1 atm selama 5 menit. Sampel dimasukkan ke dalam ruangan spesimen (spesimen

chamber) dan selanjutnya disinari dengan pancaran elektron bertenaga ± 15 kilovolt

sehingga sample mengeluarkan elektron sekunder dan elektron terpantul yang dapat

dideteksi dengan detektor sintilator dan kemudian diperkuat dengan suatu rangkaian

listrik yang menyebabkan timbulnya gambar pada Cathode Ray Tube. Pemotretan

dilakukan setelah memiliki bagian tertentu dari objek (sample) dengan pembesaran 200

kali sehingga diperoleh foto yang baik dan jelas.

3.5.3. Analisis FT – IR

Analisis FT-IR dilakukan untuk memberikan informasi mengenai perubahan

gugus fungsi akibat reaksi yang terjadi antara asap-cair dengan spesimen KKS dan

antara monomer reaktif dengan spesimen KKS.

Sampel ditimbang ± 1 gram ditambahkan dengan pelet KBr, dipress kemudian

diletakkan pada alat ke arah sinar infra merah. Hasil akan direkam ke dalam kertas

berskala aluran kurva bilangan gelombang terhadap intensitas.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. PENYEDIAAN BAHAN BAKU

3.5.4. Analisis Termal Diferensial (DTA)

Analisis termal memberikan informasi tentang perubahan fisik sampel, juga

terjadi proses kimia. Sampel ditimbang dengan berat tertentu dalam cawan cuplikan

sampel, kemudian dioperasikan pada kondisi alat tersebut.

3.5.5. Karakterisasi Asap Cair

3.5.5.1. Uji Modulus Patah dan Modulus Elastisitas

Sifat keteguhan lentur patah dan sifat keelastisitas KKS setelah diimpregnasi

dilakukan uji modulus patah dan uji modulus elastisitas. Pengujian modulus patah dan

modulus elastisitas dilakukan dengan alat uji tekan terhadap spesimen. Spesimen

diletakkan di dua titik dari masing-masing kedua bagian ujung spesimen sebagai

penyanggah pada alat uji tekan dan kemudian dikenakan penekanan pada beban 1000 kg

tepat di tengah-tengah spesimen dengan kecepatan 50 mm/menit kemudian dicatat

tegangan maksimum (F maks) dan regangan pada saat spesimen patah.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. PENYEDIAAN BAHAN BAKU

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakterisasi Awal KKS

Setelah spesimen kering, karakterisasi keadaan awal (sebelum perlakuan

impregnasi) diamati, yang meliputi: modulus patah (MOR), modulus elastisitas (MOE)

menurut prosedur. Data karakteristik spesimen KKS pada keadaan awal ini tercantum

pada tabel 4.1 untuk ketiga jenis spesimen (pinggir, P, tengah T, dan inti, I). Terlihat

bahwa semua parameter fisika dan mekanik pada tabel 4.1. menunjukkan penurunan

dari spesimen bagian pinggir (P) ke bagian tengah (T). Hal ini sesuai sifat alami KKS

yang mengandung jumlah serat lebih banyak dari bagian pinggir bila dibandingkan

dengan bagian tengah dan inti.

Data karakteristik KKS setelah mengalami impregnasi dapat dilihat pada lampiran

4. Dari data tersebut tampak bahwa harga MOR dan MOE rata-rata KKS setelah

impregnasi naik dari harga MOR dan MOE rata-rata KKS sebelum impregnasi.

Bertambahnya harga MOR dan MOE membuktikan bahwa KKS terimpregnasi oleh

beberapa pelarut tersebut. Harga MOR dan MOE yang paling besar terdapat pada asap

cair-formaldehid perbandingan 1:4.

Tabel 4.1. Karakteristik rata-rata spesimen kayu kelapa sawit (KKS) kering

No

Spesimen 

MOR (kg/cm2)

MOE (kg/cm2)

1

2

3

Pinggir (P)

Tengah (T)

Inti (I)

217

194

127

15685

9473

7180

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. PENYEDIAAN BAHAN BAKU

4.2. Analisis Termal Diferensial (DTA)

Untuk mengetahui terjadinya reaksi kimia dan perubahan – perubahan pada suatu materi secara fisik dapat diketahui melalui perubahan energi, bau, warna, dan suhu. Materi disusun oleh ion – ion yang bergerak, berotasi sehingga saling bertumbukan yang menimbulkan panas. Materi tersebut dapat melepaskan panas atau menyerap panas tergantung kebutuhan materi tersebu. Peristiwa ini dinamakan eksoterm dan endoterm. Besarnya panas yang menyebabkan perubahan pada materi tersebut dapat dianalisis dengan DTA. Hasil DTA KKS sebelum impregnasi dapat ditunjukkan pada gambar 4.1.

Gambar 4.1. DTA KKS Sebelum Impregnasi Hasil dari gambar DTA formaldehid menunjukkan sebelum impregnasi tampak

bahwa KKS bersifat eksoterm (melepaskan panas), Hal ini terjadi karena KKS bersifat

hidrofil yang memiliki banyak susunan – susunan gugus –OH selulosa KKS yang

mudah terurai. Dari kurva tersebut tampak bahwa pada temperatur sekitar 200 oC,

puncak ini diidentifikasi sebagai temperatur leleh. Selain puncak 200 oC juga muncul

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. PENYEDIAAN BAHAN BAKU

puncak pada temperatur 265 oC, puncak ini diidentifikasi sebagai temperatur

terdegradasi, sedangkan temperatur terdekomposisi (terbakar) pada sekitar 360 oC

Hasil DTA KKS menggunakan asap cair, formaldehid, perbandingan 1 : 4 asap

cair dengan formaldehid dapat ditunjukkan pada gambar 4.2.

Gambar 4.2. DTA KKS Menggunakan Asap Cair dan Formaldehid dengan

Perbandingan 1:4. Hasil dari gambar DTA asap cair tampak bahwa KKS setelah terimpregnasi

bersifat endoterm (menyerap panas). Dari kurva tersebut juga tampak bahwa pada

temperatur sekitar 200 oC, puncak ini diidentifikasi sebagai temperatur leleh. Selain

puncak 200 oC juga muncul puncak pada temperatur 250 oC, puncak ini diidentifikasi

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. PENYEDIAAN BAHAN BAKU

sebagai temperatur terdegradasi, sedangkan temperatur terdekomposisi (terbakar) pada

sekitar 430 oC

Hasil Dari gambar DTA asap cair dengan formaldehid perbandingan 1 :1 dapat ditunjukkan pada gambar 4.3. Gambar 4.3. DTA KKS Menggunakan Asap Cair dan Formaldehid dengan

Perbandingan 1:1.

Hasil Dari gambar DTA asap cair dengan formaldehid perbandingan 1 :1

menunjukkan sebelum impregnasi tampak bahwa KKS bersifat eksoterm (melepaskan panas), Hal ini terjadi karena KKS bersifat hidrofil yang memiliki banyak susunan – susunan gugus –OH selulosa KKS yang mudah terurai. Dari kurva tersebut tampak bahwa pada temperatur sekitar 200 oC, puncak ini diidentifikasi sebagai temperatur leleh. Selain puncak 200 oC juga muncul puncak pada temperatur 265 oC, 360 oC puncak ini diidentifikasi sebagai temperatur terdegradasi, sedangkan temperatur terdekomposisi (terbakar) pada sekitar 320 oC.

4.3. Analisis Mikroskop Elektron Payaran (SEM) KKS SEM membantu untuk mengetahui bentuk dan perubahan permukaan dari suatu

bahan. Pada prinsipnya bila terjadi perubahan pada suatu bahan misalnya patahan, lekukan dan perubahan struktur dari permukaan, maka bahan tersebut cenderung mengalami perubahan energi. Energi yang berubahn tersebut dapat dipancarkan, dipantulkan dan diserap serta diubah bentuknya menjadi fungsi gelombang elektromagnetik yang dapat ditangkap dan dibaca foto SEM.

Berikut ini foto SEM KKS sebelum impregnasi dengan perbesaran 100x.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. PENYEDIAAN BAHAN BAKU

Gambar 4.4. Foto SEM KKS Sebelum Impregnasi Perbesaran 100x.

Dari foto di atas tampak bahwa KKS memiliki serat (fibril) dan vascular bundle (bagian yang terang) yang mengelilingi jaringan parenkim (bagian yang gelap) dan jaringan ini mempunyai rongga yang berpori banyak serta besar.

Gambar 4.5. Foto SEM KKS Setelah Impregnasi dengan Formaldehid Perbesaran 150x Dari foto di atas terlihat bahwa rongga-rongga dari jaringan parenkim telah terisi

oleh formalin dan rongga tersebut telah mengecil

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. PENYEDIAAN BAHAN BAKU

Gambar 4.6. Foto SEM KKS Setelah Impregnasi dengan Asap Cair Perbesaran 150x Dari foto terlihat bahwa rongga-rongga dari jaringan parenkim telah berisi oleh

asap cair dan rongga tersebut telah mengecil. Gambar 4.7. Foto SEM KKS Setelah Impregnasi dengan Asap Cair dengan

Formaldehid Perbandingan 1:4 Perbesaran 150x.

Dari foto terlihat bahwa rongga-rongga dari jaringan parenkim (bagian yang gelap) telah terisi oleh asap cair dan formaldehid dan rongga tersebut makin mengecil. Dari keempat gambar di atas dapat dikatakan bahwa telah terjadi perubahan struktur KKS, sehingga dapat dikatakan peristiwa impregnasi telah terjadi.

4.4. Analisis FT-IR

Analisis FT-IR dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi fenol dan formaldehid yang telah diimpregnasi. Hasil analisis gugus fungsi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. PENYEDIAAN BAHAN BAKU

Tabel 4.2. Bilangan Gelombang KKS Awal

Dari lampiran 6 spektra bilangan gelombang dapat dilihat perubahan masing-masing gugus fungsi. Resin. Resin pengimpregnasi terdiri dari asap cair, formaldehid dan campuran asap cair dan formaldehid. Dari spektrum pada tabel 4.2. sebelum impregnasi bilangan gelombang pada 3040,6 cm-1 merupakan gugus OH selulosa KKS yang diperkuat adanya serapan 1060,94 cm-1. Serapan pada daerah 1647,36 cm-1 menunjukkan adanya CH aromatik OOP. Tabel 4.3. Bilangan Gelombang KKS Impregnasi dengan Penambahan Asap Cair

Spektrum pada tabel 4.3. KKS impregnasi dengan asap cair menunjukkan adanya perbedaan serapan dengan KKS sebelum impregnasi terjadi intensitas perubahan pada gugus OH KKS. Pada daerah 3406 cm-1 menjadi 3373,80 cm-1 yang diperkuat adanya serapan pada daerah 1035,87 cm-1, hal ini terjadi karena ikatan H antar molekul terus bertambah sehingga muncul pita-pita baru. Serapan pada daerah 1595,27 cm-1 menunjukkan adanya senyawa aromatis. Serapan pada daerah 1425,52 cm-1 menunjukkan adanya CH2. Serapan pada daerah 1265,42 cm-

1 menunjukkan C-O. Serapan pada daerah 617,28 cm-1 menujukkan adanya CH aromatik OOP.

Sampel Bilangan Gelombang (cm-1) Gugus Fungsi

KKS Awal

3040,6

1647,36

1060,94

673,22

O-H

C-C Selulosa

Memperkuat O-H

CH aromatik OOP

Sampel Bilangan Gelombang (cm-1) Gugus Fungsi

KKS Impregnasi

dengan Penambahan

Asap Cair

3373,8

1595,27

1425,52

1265,42

1035,87

617,28

O-H

C=C aromatik

CH2

C-O

Memperkuat O-H

CH aromatik OOP

Tabel 4.4. Bilangan Gelombang KKS Impregnasi dengan Penambahan Formaldehid

Dari spektrum pada tabel 4.4. diimpregnasi dengan formaldehid menunjukkan adanya perbedaan serapan dengan KKS sebelum impregnasi terjadi intensitas perubahan pada gugus OH KKS. Pada daerah 3406 cm-1 menjadi 3449,03 cm-1. Hal ini terjadi karena ikatan H antar molekul terus bertambah sehingga muncul pita-pita baru. Serapan pada daerah 1602,99 cm-1 menunjukkan adanya C-C selulosa. Serapan pada daerah 671,29 menunjukkan adanya CH aromatik OOP.

Sampel Bilangan Gelombang (cm-1) Gugus Fungsi

KKS Impregnasi

Dengan Penambahan

Formaldehid

3449,03

1602,99

1113,03

671,29

O-H

C-C selulosa

C-O

CH aromatik OOP

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. PENYEDIAAN BAHAN BAKU

Tabel. 4.5.Bilangan Gelombang KKS Impregnasi dengan Penambahan Asap Cair dan Formaldehid

Dari spektrum pada tabel 4.5. diimpregnasi dengan campuran asap cair dan formaldehid menunjukkan adanya perbedaan serapan dengan KKS sebelum impregnasi terjadi intensitas perubahan pada gugus OH KKS. Pada daerah 3406 cm-1 menjadi 3435,53 cm-1 yang diperkuat dengan adanya serapan pada 1053,23 cm-1, hal ini terjadi karena ikatan H antar molekul terus bertambah sehingga muncul pita-pita baru. Serapan pada daerah 1647,36 cm-1 menunjukkan adanya C-C selulosa. Serapan pada daerah 1419,74 cm-1 menunjukkan adanya C-C selulosa. Serapan pada daerah 644,28 cm-1 menunjukkan adanya CH aromatik OOP.

Sampel Bilangan Gelombang (cm-1) Gugus Fungsi

KKS Impregnasi

Dengan Penambahan

Asap Cair dan

Formaldehid

3435,53

1647,36

1419,74

1053,23

644,28

O-H

C-C selulosa

CH2

Memperkuat O-H

CH aromatik OOP

4.5. Analisa Dengan GC-MS Berdasarkan analisis GC-MS yang telah dilakukan pada asap cair yang

dihasilkan pada suhuh 190-210 oC (data terlampir), dapat dilihat dari kromatogram menunjukkan adanya 3 puncak yang tajam. Hal ini dapat dilhat dari waktu retensi masing-masing puncak yaitu : puncak 1 sebesar 1,892, puncak 2 sebesar 2,308 dan puncak 3 sebesar 7,492, dari ketiga puncak tersebut dihasilkan 3 spektrum massa yang menunjukkan adanya 3 senyawa yaitu: asam asetat, asam propanoat dan fenol.

Dari hasil di atas dapat diketahui di dalam asap cair yang dihasilkan dari pirolisis cangkang kelapa sawit terdapat senyawa asam asetat, asam propanoat dan fenol yang dapat berfungsi sebagai pengawet kayu karena akan terbentuk reaksi antara fenol dengan gugus oksigen yang ada pada kayu dan bila dilakukan degradasi kadar air pada kayu maka fenol akan terikat pada gugus OH dari kayu.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. PENYEDIAAN BAHAN BAKU

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Sifat mekanik kayu kelapa sawit (KKS) menurun dari spesimen bagian

pinggir (P), tengah (T) dan inti (I).

2. Perendaman spesimen kayu kelapa sawit (KKS) ke dalam asap cair –

formaldehid ternyata dapat meningkatkan sifat mekanik kayu sehingga

dapat digunakan sebagai pengawet kayu.

3. Karakterisasi setelah impregnasi dengan asap cair – formaldehid diperoleh

bahan kayu yang lebih berkualitas. Merujuk ke SNI – 1994 mendekati

kualitas kayu bangunan golongan III.

5.2. Saran

1. Perlu dicari pelarut alternatif yang ramah lingkungan sebagai pengawet

kayu pengganti fenol karena mengingat bersifat toksit.

2. Agar dilakukan penelitian peningkatan kualitas kayu kelapa sawit (KKS)

dengan teknik impregnasi lainnya seperti dengan proses difusi.

Universitas Sumatera Utara