BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subyek ... -...

35
89 Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subyek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SDN Puteraco Kota Bandung dengan alasan supaya data-data yang diperlukan dalam penelitian ini dapat dipenuhi secara memadai. Dijadikanya sekolah ini sebagai lokasi penelitian didasarkan pada hasil studi awal yang menunjukan dua fakta empirik sebagai berikut: (1) sekolah ini memiliki pengalaman yang cukup lama sebagai sekolah dasar yang menyelenggarakan pendidikan inklusi di Kota Bandung, dan pernah ditunjuk sebagai sekolah inklusi rintisan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat; dan (2) di sekolah ini terdapat anak dengan High Functioning Autism yang menjadi fokus atau subyek penelitian ini. SDN Puteraco sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusif di Kota Bandung dimulai sejak tahun 2005 yang difasilitasi oleh dana piloting penyelenggaraan sekolah inklusi di Provinsi Jawa Barat. Semenjak tahun 2006, SDN Puteraco sudah tidak lagi mendapatkan bantuan dana dan teknik penyelenggaraan pendidikan inklusif dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Namun demikian, SDN Puteraco secara mandiri terus menyelenggarakan pendidikan inklusif dengan jumlah dan ragam anak berkebutuhan khusus yang terus bertambahtermasuk anak dengan High Functioning Autism. Semenjak tahun 2010 SDN Puteraco ini mendapatkan fasilitasi dalam hal teknis penyelenggaraan pendidikan inklusif dan pengembangan kompetensi SDM guru. Dalam menentukan subyek penelitian ini, peneliti menggunakan teknik purpossive sampling. Penentuan teknik penentuan sampel penelitian ini, didasarkan pada tiga pertimbangan atau asumsi. Pertama, situasi pembelajaran dan interaksi sosial peserta didik di sekolah inklusi memberikan banyak peluang terjadinya komunikasi di antara peserta didik, termasuk interaksi antara peserta didik dengan High Functioning Autism dengan peserta didik

Transcript of BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subyek ... -...

89

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subyek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SDN Puteraco Kota Bandung dengan alasan

supaya data-data yang diperlukan dalam penelitian ini dapat dipenuhi secara

memadai. Dijadikanya sekolah ini sebagai lokasi penelitian didasarkan pada

hasil studi awal yang menunjukan dua fakta empirik sebagai berikut: (1)

sekolah ini memiliki pengalaman yang cukup lama sebagai sekolah dasar yang

menyelenggarakan pendidikan inklusi di Kota Bandung, dan pernah ditunjuk

sebagai sekolah inklusi rintisan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat;

dan (2) di sekolah ini terdapat anak dengan High Functioning Autism yang

menjadi fokus atau subyek penelitian ini.

SDN Puteraco sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusif di Kota

Bandung dimulai sejak tahun 2005 yang difasilitasi oleh dana piloting

penyelenggaraan sekolah inklusi di Provinsi Jawa Barat. Semenjak tahun 2006,

SDN Puteraco sudah tidak lagi mendapatkan bantuan dana dan teknik

penyelenggaraan pendidikan inklusif dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa

Barat. Namun demikian, SDN Puteraco secara mandiri terus

menyelenggarakan pendidikan inklusif dengan jumlah dan ragam anak

berkebutuhan khusus yang terus bertambah—termasuk anak dengan High

Functioning Autism. Semenjak tahun 2010 SDN Puteraco ini mendapatkan

fasilitasi dalam hal teknis penyelenggaraan pendidikan inklusif dan

pengembangan kompetensi SDM guru.

Dalam menentukan subyek penelitian ini, peneliti menggunakan teknik

purpossive sampling. Penentuan teknik penentuan sampel penelitian ini,

didasarkan pada tiga pertimbangan atau asumsi. Pertama, situasi pembelajaran

dan interaksi sosial peserta didik di sekolah inklusi memberikan banyak

peluang terjadinya komunikasi di antara peserta didik, termasuk interaksi

antara peserta didik dengan High Functioning Autism dengan peserta didik

90

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

reguler. Kondisi ini mendukung dan relevan untuk menggali data lapangan

tentang keterampilan sosial anak dengan High Functioning Autism dan juga

upaya menerapkan model bermain peran. Kedua, penggunaan model bermain

peran relevan dengan usia peserta didik di jenjang sekolah dasar, dimana masih

kuat nuansa aktivitas bermain sebagai media pembelajaran. Ketiga, penentuan

anak dengan High Functioning Autism sebagai subyek penelitian didasarkan

pada pertimbangan kontekstual dan konseptual, dimana masalah utama yang

dihadapi oleh anak autis adalah masalah keterampilan sosial, dan ketika model

bermain peran digunakan pada anak dengan High Functioning Autism akan

relevan dengan kemampuan dasar anak dengan High Functioning Autism yang

memiliki kemampuan dasar dalam mengikuti perintah verbal meskipun dengan

taraf yang terbatas.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah pendekatan Research and

Development (R&D) dengan exploratory mixed method research design. Data

yang diperoleh dari penelitian ini adalah dua jenis data, yaitu data kualitatif dan

data kuantitatif, maka metode penelitian ini tidak dapat menggunakan satu

metode penelitian, tetapi harus menggunakan desain yang mengkombinasikan

kedua metode tersebut. Metode penelitian yang mengkombinasikan pendekatan

penelitian kualitatif dengan penelitian kuantitatif disebut dengan mixed

methods research design. Craswell (2008: 20) menyebutkan bahwa mixed

methods research design adalah suatu prosedur untuk mengumpulkan,

menganalisis, dan menggabungkan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif

dalam satu kajian untuk memahami sebuah masalah penelitian.

Ada dua alasan yang memperkuat penggunaan desain penelitian ini.

Pertama, sebuah penelitian dilaksanakan menggunakan mixed methods apabila

peneliti mempunyai data kualitatif dan data kuantitatif, dan kedua jenis data

tersebut secara bersama-sama memberikan pemahaman yang lebih baik tentang

masalah penelitian itu daripada jika peneliti hanya mempunyai salah satu dari

kedua jenis data tersebut. Kedua, penelitian dengan mixed methods merupakan

91

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

suatu desain yang baik digunakan jika peneliti ingin memanfaatkan kelebihan

dari data kualitatif maupun data kuantitatif tersebut. Data kuantitatif antara lain

skor yang diperoleh dari penggunaan instrumen, menghasilkan angka-angka

yang spesifik yang dapat dianalisis secara statistik, dapat memberikan

informasi yang bermanfaat jika peneliti perlu mendeskripsikan kecenderungan

tentang sejumlah besar orang. Di pihak lain, data kualitatif, seperti wawancara

mendalam yang menghasilkan kata-kata yang sesungguhnya diucapkan oleh

partisipan dalam penelitian, menawarkan bermacam-macam perspektif tentang

topik penelitian dan memberikan gambaran yang kompleks tentang situasi

yang diteliti. Dengan demikian, upaya untuk menggabungkan kedua metode

penelitian kuantitatif dengan metode kualitatif akan memiliki kekuatan dalam

menghasilkan data secara terpadu dan komprehensif. Hal ini sejalan dengan

pendapat Miles & Huberman dalam Cresswell (2008: 45) yang menyatakan

bahwa “apabila kita mengkombinasikan data kuantitatif dan kualitatif, kita

mempunyai suatu kombinasi yang sangat kuat. Misalnya, dengan mengukur

outcome suatu kajian (kuantitatif) maupun prosesnya (kualitatif), kita dapat

membangun suatu gambaran tentang suatu fenomena sosial yang kompleks

(Greene & Caracelli dalam Creswell, 2008: 46).

Penggunaan penelitian dengan mixed methods apabila satu jenis

penelitian (kualitatif atau kuantitatif) tidak cukup untuk membahas

masalah penelitian atau menjawab pertanyaan penelitian. Di dalam

penelitian ini, metode kualitatif dapat menjawab pertanyaan penelitian gugus

pertama, yaitu tentang: (a) hambatan dan kemampuan apa saja yang dialami

oleh anak dengan High Functioning Autism dalam mengembangkan

keterampilan sosial dengan anak-anak reguler di sekolah dasar inklusif? (b)

aspek-aspek apa saja yang difahami guru tentang keterampilan sosial anak

dengan High Functioning Autism di sekolah dasar inklusif?; (c) bagaimana

pengetahuan guru dalam melaksanakan teknik bermain peran untuk

mengembangkan keterampilan sosial pada anak dengan High Functioning

Autism di sekolah dasar inklusif?; (d) dukungan apa saja yang diberikan orang

92

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

tua siswa dalam mengembangkan keterampilan sosial anak dengan High

Functioning Autism di sekolah dasar inklusif?; dan (e) seperti apakah model

bermain peran untuk mengembangkan keterampilan sosial anak dengan High

Functioning Autism di sekolah dasar inklusif?

Pertanyaan penelitian gugus kedua, yakni: (a) apakah penerapan model

konseling kelompok dengan teknik bermain peran dapat meningkatkan

keterampilan sosial anak dengan High Functioning Autism yang berperilaku

agresif dan pendiam di sekolah dasar inklusif?; (b) apakah penerapan model

konseling kelompok dengan teknik bermain peran dapat meningkatkan

keterampilan sosial anak dengan High Functioning Autism di kelas rendah dan

kelas tinggi di sekolah dasar inklusif?; dan (c) apakah penerapan model

konseling kelompok dengan teknik bermain peran dapat meningkatkan

keterampilan sosial anak dengan High Functioning Autism dari orang tua yang

memberikan dukungan memadai dan kurang memadai di sekolah dasar

inklusif?. Pertanyaan penelitian ini hanya dapat dijawab dengan metode

kuantitatif. Oleh karena itu, penggunaan kombinasi metode kualitatif dan

metode kuantitatif dalam penelitian ini merupakan suatu keharusan.

Desain mix method dalam penelitian ini dilakukan dengan pola sebagai

berikut:

1. Peneliti mengumpulkan data kualitatif terlebih dahulu, dilanjutkan

mengumpulkan data kuantitatif, dan pengumpulan data dilakukan dalam

dua fase yang terpisah.

2. Kegiatan pengumpulan data, peneliti lebih banyak mengumpulakn data

kualitatif (QUAL) daripada data kuantitatif (quan). Pemberian prioritas ini

didasarkan pada arah pertanyaan penelitian yang lebih banyak mengungkap

data-data kualitatif, dan membahas hasil data kualitatif secara lebih rinci

daripada hasil data kuantitatif.

3. Peneliti membangun data kuantitatif berdasarkan data kualitatif. Data

kuantitatif tentang kefektifan model bermain peran diperoleh setelah

peneliti mendapatkan data kualitatif yang digunakan untuk merumuskan

model tersebut.

93

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka desain penelitian yang

digunakan oleh peneliti adalah exploratory mixed methods research design.

Pada umumnya desain ini diaplikasikan untuk mengeksplorasi suatu fenomena,

mengidentifikasi tema-tema, merancang suatu instrumen, dan selanjutnya

mengujinya.

Secara visual, alur atau bagan dari desain penelitian ini dijelaskan dalam

gambar berikut.

QUAL

(Data dan

Hasil)

Membangun

quan

(Data dan

Hasil)

Gambar 3.1

Exploratory Mixed Methods Research Design

(diadaptasikan dari Creswell, J.W. 2008)

Keterangan:

Tanda panah menunjukkan urutan pengumpulan data. Pengumpulan data

kuantitatif dilakukan setelah diperoleh data kualitatif.

Huruf kapital menunjukkan prioritas data. QUAL menunjukkan bahwa data

kualitatif lebih diprioritaskan daripada data kuantitatif (quan).

Dalam penelitian kuantitatif dari penelitian ini adalah metode eksperimen

dengan subyek penelitian tunggal (Single Subject Research). Metode ini

digunakan karena ini meneliti suatu peristiwa atau perubahan yang muncul

secermat mungkin, sehingga dapat diketahui hubungan sebab akibat

munculnya gejala tersebut. Hal ini seperti yang dijelaskan Tawney dan

Gast (1984:10) bahwa “Single Subject Research Design is an integrak

part of the behavior analytic tradition. The term refers to a research

94

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

strategy developed to document changes in the behavior of individual

subject”.

Metode eksperimen ini digunakan karena sesuai dengan tujuan penelitian

tahap kedua, yaitu untuk memperoleh gambaran langsung pengaruh penerapan

model bermain peran terhadap keterampilan sosial pada anak dengan High

Functioning Autism di SDN Puteraco Kota Bandung.

Desain penelitian menggunakan desain A-B-A. Desain A-B-A merupakan

penelitian yang pengolahan datanya dipergunakan untuk menganalisis

terjadinya perubahan perilaku, dalam hal ini adalah keterampilan sosial sebagai

akibat dari perlakuan dengan subyek penelitian tunggal (Sunanto, 2005: 13).

Desain A-B-A memiliki tiga tahap, yaitu: A-1 (baseline-1), B (intervensi), A-2

(baseline-2). Berikut digambarkan desain A-B-A pada gambar 3.1.

0

10

20

30

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Gambar 3.2

Desain A-B-A

Keterangan:

A-1 = Baseline-1

Adalah kondisi keterampilan sosial pada subjek penelitian sebelum

memperoleh intervensi (pra-intervensi).

B = Intervensi

Adalah kondisi intervensi keterampilan sosial dengan model bermain peran

pada subjek penelitian selama memperoleh intervensi.

A-2 = Baseline-2

Adalah kondisi keterampilan sosial pada subjek penelitian setelah intervensi

(post-intervensi).

A-1 B A-2

Rat

e

Sesi

95

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Dalam penelitian subyek tunggal, perlu dirumuskan dahulu target behavior,

yang merupakan tingkah laku yang diharapkan meningkat dalam suatu

penelitian. Target behavior dalam penelitian ini adalah keterampilan sosial

yang meliputi: peer acceptance, keterampilan berkomunikasi, perilaku

interpersonal, perilaku personal, perilaku yang berhubungan dengan

kesuksesan akademis,.

Produk akhir dari penelitian ini adalah dirumuskannya model bermain

peran untuk mengembangkan keterampilan sosial anak dengan High

Functioning Autism di sekolah dasar inklusif Kota Bandung. Model konseling

kelompok dengan teknik bermain peran yang dihasilkan dalam penelitian ini

dirancang melalui analisis konseptual, analisis empiris, yang kemudian

dikembangkan menjadi model akhir bermain peran untuk mengembangkan

keterampilan sosial pada anak dengan High Functioning Autism.

C. Pengembangan Instrumen Penelitian

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa penelitian ini menggunakan

Exploratory Mixed Methods Research Design, sehingga dalam pelaksanaan

penelitiannya mengharuskan menggunakan instrumen penelitian yang berbeda

sesuai dengan sifat dari pendekatan penelitian yang digunakan. Berikut

dijelaskan kisi-kisi dan pengembangan instrumen penelitian untuk penelitian

tahap pertama dengan menggunakan penelitian kualitatif dan penelitian tahap

kedua dengan menggunakan penelitian kuantitatif.

1. Pengembangan Instrumen Pengumpulan Data Kualitatif

a. Kisi-kisi Instrumen

Kisi-kisi instrumen pada penelitian kualitatif merupakan upaya untuk

menjabarkan aspek-aspek yang akan diungkap dalam penelitian kualitatif

sesuai dengan poin-poin pertanyaan penelitian dalam penelitian kualitatif.

Berikut disajikan kisi-kisi instrumen pada penelitian kualitatif.

96

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Tabel 3.1

Kisi-kisi Instrumen pada Penelitian Tahap Pertama dengan

Menggunakan Penelitian Kualitatif

No

.

Aspek yang

Diungkap

Indikator Sub Indikator Alat

Pengum-

pul Data

Subyek

Penelitian

1. Hambatan dan

kemampuan

yang dimiliki

anak High

Functioning

Autism dalam

mengembang-

kan

keterampilan

sosial di sekolah

dasar inklusif

Hambatan

a. Hambatan dalam

berkomunikasi

b. Hambatan

mengembangkan

pergaulan

c. Hambatan yang

bersumber dari

teman sebaya

Pedoman

Wawan-

cara

Guru

Kelas

Kepala

Sekolah

Orang Tua

Anak

Autis

Kemam-

puan

a. Kemampuan

dalam

berkomunikasi

b. Kemampuan

dalam

mengembangkan

pergaulan

2. Aspek-aspek

yang difahami

guru tentang

keterampilan

sosial pada anak

High

Functioning

Autism di

sekolah dasar

inklusif

Memaha-

mi konsep

High

Functio-

ning

Autism

a. Batasan konsep

b. Hambatan

c. Kemampuan

d. Layanan

Pembelajaran

Tes

Pengetahu-

an

Guru

Kelas

Memaha-

mi konsep

keterampil

an sosial

pada anak

High

Functio-

ning

Autism

a. Batasan

Keterampilan

Sosial

b. Pentingnya

keterampilan

sosial bagi anak

High

Functioning

Autism

c. Upaya yang

dilakukan dalam

mengembangkan

keterampilan

sosial

Tes

Pengetahu-

an

Guru

Kelas

3. Pengetahuan

guru dalam

melaksanakan

teknik bermain

Pengetahu-

an dalam

merencana

kan

a. Menentukan

bentuk kelompok

yang akan

digunakan

Tes

Pengetahu-

an

Guru

Kelas

97

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

peran untuk

mengembang-

kan

keterampilan

sosial pada anak

High

Functioning

Autism di

sekolah dasar

inklusif

kegiatan b. Menentukan

peran yang tepat

dimainkan anak

High

Functioning

Autism

c. Menentukan

alokasi waktu

yang akan

digunakan dalam

bermain peran

Pengetahu-

an dalam

melaksana-

kan

kegiatan

a. Memulai

pembentukan

kelompok

b. Teknik

memberikan

instruksi

c. Membagi peran

dalam kegiatan

kelompok

d. Membimbing

dinamika

kegiatan

kelompok

Tes

Pengetahu-

an

Guru

Kelas

Pengetahu-

an dalam

menutup

kegiatan

a. Teknik

mengakhiri

kegiatan

b. Melaksanakan

refleksi

c. Melaksanakan

tindak lanjut

Tes

Pengetahu-

an

Guru

Kelas

4. Dukungan yang

diberikan orang

tua siswa dalam

mengembangka

n keterampilan

sosial anak High

Functioning

Autism di

sekolah dasar

inklusif

Dukungan

Pemikiran

a. Memberikan

saran-saran

pemikiran

kepada pihak

sekolah

b. Memberikan

sumbangan

pengalaman

kepada pihak

sekolah

Pedoman

Wawan-

cara

Guru

Kelas

Kepala

Sekolah

Orang Tua

Anak

Autis

Dukungan

Tenaga

a. Terlibat sebagai

supporting

profesion other

(terapis, GPK,

dan tenaga

lainnya).

Pedoman

Wawan-

cara

Guru

Kelas

Kepala

Sekolah

Orang Tua

Anak

Autis

98

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Dukungan

Materi

a. Memberikan

biaya tambahan

b. Memberikan alat

bantu belajar dan

fasilitas sekolah

Pedoman

Wawan-

cara

Guru

Kelas

Kepala

Sekolah

Orang Tua

Anak

Autis

5. Model bermain

peran yang

diperlukan

untuk

mengembangka

n keterampilan

sosial anak High

Functioning

Autism di

sekolah dasar

inklusif

Struktur

Model

bermain

peran

untuk

mengem-

bangkan

Keteram-

pilan

Sosial di

sekolah

dasar

sekolah

inklusi

a. Rasional

b. Tujuan

c. Asumsi Model

d. Target Intervensi

e. Komponen

Model

f. Langkah-

langkah Model

g. Kompetensi

Konselor

h. Struktur, isi

kompetensi

i. Evaluasi,

indikator

keberhasilan

j. Pengembangan

Staf

Skala

Penilaian Pakar BK

Pakar

PLB

b. Pengembangan Alat Pengumpul Data

Sesuai dengan jenis metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian

kualitatif, maka peneliti sendiri merupakan instrumen utama penelitian. Dalam

hal ini, Lincoln dan Guba dalam Moleong (1988: 119) mengemukakan bahwa

“seorang peneliti naturalistik memilih menggunakan sendiri sebagai human

instrument pengumpul data primer. Dalam kedudukannya sebagai instrumen

utama, maka peneliti dapat menangkap secara utuh situasi yang sesungguhnya

serta dapat memberikan makna atas apa yang diamatinya itu”.

Pendapat di atas, diperkuat dengan pernyataan Nasution (1982: 55-56)

tentang ciri-ciri manusia (peneliti) sebagai instrumen penelitian, yaitu:

1) Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus

dari lingkungan yang harus diperkirakan bermakna;

2) Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek

keadaan dan dapat mengumpulkan aneka data sekaligus;

99

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

3) Tiap situasi merupakan suatu keseluruhan. Tidak ada suatu instrumen

berupa tes atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi

kecuali manusia;

4) Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia tidak dapat dipahami

dengan pengetahuan semata-mata. Untuk memahami, kita perlu

merasakannya, menyelaminya berdasarkan penghayatan kita;

5) Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang

diperoleh dan menafsirkannya;

6) Hanya manusia sebagai instrumen yang dapat mengambil kesimpulan

berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan segera

menggunakannya sebagai balikan untuk memperoleh penegasan,

perubahan, perbaikan dan penolakan.

Peneliti sebagai instrumen utama penelitian, maka ia dapat menggunakan

berbagai teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1) Wawancara, yaitu melaksanakan tanya jawab tatap muka atau

mengkonfirmasikan yang dilakukan oleh peneliti dengan 1 orang guru di

kelas rendah dan 1 orang guru di kelas tinggi yang memiliki peserta didik

anak dengan High Functioning Autism dan kepala sekolah di SDN Puteraco

Kota Bandung. Adapun pedoman wawancara ini digunakan untuk

mengungkap data lapangan terkait dengan dua pertanyaan penelitian

sebagai berikut: (a) hambatan dan kemampuan yang dimiliki anak High

Functioning Autism dalam mengembang-kan keterampilan sosial di sekolah

dasar inklusif; dan (b) dukungan yang diberikan orang tua siswa dalam

mengembangkan keterampilan sosial anak dengan High Functioning

Autism di sekolah dasar inklusif Pedoman wawancara disajikan dalam

lampiran 2.

2) Tes Pengetahuan (knowledge test) yang dikemas dalam bentuk tes pilihan

ganda dengan jumlah opsi sebanyak 4 alternatif jawaban. Tes pengetahuan

ini digunakan untuk mengungkap tentang dua pertanyaan penelitian, yaitu:

(a) aspek-aspek yang difahami guru tentang keterampilan sosial pada anak

dengan High Functioning Autism di sekolah dasar inklusif; dan (b)

Pengetahuan guru dalam melaksanakan teknik bermain peran untuk

100

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

mengembang-kan keterampilan sosial pada anak High Functioning Autism

di sekolah dasar inklusif. Tes pengetahuan disajikan dalam lampiran 8.

3) Skala Penilaian, yaitu melaksanakan penilaian terhadap kelayakan dari

model bermain peran yang dirumuskan berdasarkan hasil analisis empirik

berdasarkan data-data kualitatif dan analisis konseptual tentang konseling

kelompok. Skala penilaian ini dilakukan oleh 2 orang pakar bimbingan dan

konseling dan 1 orang pakar pendidikan luar biasa. Pedoman skala

penilaian disajikan dalam lampiran 6

.

c. Penimbangan Instrumen

Untuk memperoleh alat pengumpul data (instrumen) yang layak

digunakan, maka dilakukan penimbangan instrumen. Setiap butir pertanyaan

pada pedoman wawancara, tes pengetahuan dan skala penilaian divalidasi oleh

tiga pakar untuk dikaji secara rasional dari segi konten maupun dari segi

keterbacaannya, kemudian ditelaah kesesuaian antara indikator dengan butir

pernyataan yang dikembangkan dalam pedoman wawancara dan skala

penilaian.

Ketiga pakar penimbangan instrumen ini adalah dua orang pakar

bimbingan dan konseling dan satu orang pakar pendidikan luar biasa. Hal ini

didasarkan pada pertimbangan bahwa instrumen yang dikembangkan

merupakan penjabaran dari konstruk teori bimbingan konseling dan pendidikan

luar biasa, sehingga diperlukan judgement expert yang melibatkan disiplin

bimbingan konseling dan pendidikan luar biasa. Ketiga penimbang

memberikan koreksi, catatan, dan saran-saran ke arah penyempurnaan butir

pernyataan dalam pedoman wawancara dan skala penilaian, baik dari sisi

konstruk, konten, serta keterbacaannya.

d. Ujicoba Instrumen

Setelah instrumen penelitian memperoleh persetujuan para pakar melalui

penimbangan instrumen, maka dilakukan uji coba instrumen. Uji coba

instrumen pedoman wawancara dan skala penilaian, dilakukan melalui

101

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

pendekatan judgement expert yang dilakukan juga oleh tiga orang pakar dalam

kegiatan penimbangan instrumen. Dalam hal ini, tidak dilakukan ujicoba

instrumen melalui uji lapangan dan analisis statistik.

Untuk instrumen berupa tes pengetahuan yang dikemas dalam bentuk tes

pilihan ganda, dilakukan uji coba lapangan dan dianalisis dengan menggunakan

analisis statistik dengan bantuan SPSS. Instrumen tes pengetahuan sebelum

dilakukan uji coba disajikan dalam lampiran 3, dan instrumen tes pengetahuan

hasil revisi uji coba disajikan dalam lampiran 8.

2. Pengembangan Instrumen Pengumpulan Data Kuantitatif

a. Kisi-Kisi Instrumen

Keterampilan sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

kemampuan anak dengan High Functioning Autism dalam berperilaku secara

interaktif dan wajar dengan siswa reguler lainnya. Indikator dari variabel

keterampilan sosial pada anak dengan High Functioning Autism merupakan

upaya sintesis dari konstruk keterampilan sosial dan hambatan yang dialami

oleh anak dengan High Functioning Autism.

Indikator variabel keterampilan sosial pada anak dengan High Functioning

Autism yang dikonstruksi dalam penelitian ini merujuk pada Elksnin & Elksnin

(dalam Fajar.multifly.com), yang meliputi 5 dimensi dan analisis terhadap perilaku

umum anak dengan High Functioning Autism. Dengan demikian, indikator dari

keterampilan sosial dalam penelitian ini meliputi dimensi sebagai berikut.

1) Peer acceptance

Perilaku yang berhubungan dengan kemampuan dalam memposisikan dirinya

sebagai bagian dari lingkungan atau teman sebaya. Data yang diungkap

memfokuskan pada target behaviour , yakni meningkatnya kemauan dan

kemampuan untuk memberi salam atau menyapa.

2) Keterampilan Komunikasi

Kemampuan anak dalam berkomunikasi dengan lingkungan, seperti dengan guru

dan teman sebaya. Data yang diungkap memfokuskan pada target behaviour,

yakni meningkatnya kemauan dan kemampuan untuk mempertahankan perhatian

dalam pembicaraan.

102

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

3) Perilaku Interpersonal

Merupakan perilaku menyangkut keterampilan yang dipergunakan selama

melakukan interaksi sosial. Analisis data dalam dimensi ini memfokuskan pada

tercapainya perilaku yang dikehendaki (target behaviour) yaitu meningkatnya

kemauan untuk memberikan bantuan.

4) Perilaku Personal

Merupakan keterampilan untuk mengatur diri sendiri dalam situasi sosial. Dalam

penelitian ini, data tentang perilaku interpersonal memfokuskan pada pada target

behaviour , yakni meningkatnya kemauan dan kemampuan untuk menghadapi

kendala/kesulitan.

5) Perilaku yang berhubungan dengan kesuksesan akademis

Merupakan perilaku atau keterampilan sosial yang dapat mendukung prestasi

belajar di sekolah. Dalam data ini memfokuskan pada target behaviour, yakni

meningkatnya kemauan dan kemampuan untuk mendengarkan penjelasan materi

pelajaran.

Karakteristik anak dengan High Functioning Autism yang kurang aksesible dalam

menggunakan komunikasi secara verbal, sebagaimana yang dijelaskan dalam konsep

“Triad Impairmant of Autism” (Lee & June, 2002: 165), bahwa anak autis memiliki

tiga keterbatasan umum, yaitu: (1) social communication; (2) social interaction; dan

(3) imagination. Berdasarkan pada kerangka konseptual tersebut dan dalam upaya

menghasilkan data yang obyektif, original, dan valid, maka bentuk instrumen

penelitian untuk mengungkap keterampilan sosial anak dengan High Functioning

Autism di sekolah inklusi, menggunakan pedoman observasi dalam bentuk inventori,

yang dalam penelitian jenis Single Subyek Research, disebut dengan istilah lembar

pencatatan (Recording Sheet for Rate Data).

Berikut disajikan tabel yang menggambarkan kisi-kisi penelitian kuantitatif

dengan menggunakan metode Single Subyek Research, sebagai berikut:

103

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Tabel 3.2.

Kisi-kisi Instrumen pada Penelitian Kuantitatif

(Keterampilan Sosial pada Anak High Functioning Autism

dengan menggunakan Recording Sheet for Rate Data)

No. Komponen Target

Behaviour Indikator

Data yang

Diukur

1. Peer

Acceptance

Kemauan dan

kemampuan untuk

memberi salam

atau menyapa

a. Berinisiatif dalam

member salam atau

menyapa kepada guru

dan teman sebaya.

b. Mengucapkan salam

atau menyapa kepada

guru dan teman

sebaya secata

konsisten.

c. Mengucapkan salam

atau menyapa guru

dan teman sebaya

dengan cara tertentu

dan baik.

Frekuensi

2. Keterampilan

Berkomunikasi

Kemauan dan

kemampuan untuk

mempertahankan

perhatian dalam

pembicaraan.

a. Memiliki perhatian

dalam melakukan

pembicaraan dengan

guru dan teman

sebaya.

b. Mempertahankan

perhatian dalam

melakukan

pembicaraan dengan

guru dan teman

sebaya dengan cara

tertentu.

c. Menunjukan perhatian

dalam melakukan

pembicaraan dengan

guru dan teman

sebaya secara

konsisten.

Durasi

3. Perilaku

Interpersonal Kemampuan

anak High

Functioning

Autism dalam

melakukan

interaksi dengan

lingkungan.

a. Mau memberikan

bantuan kepada

teman dalam bentuk

tertentu

b. Mau atau bersedia

memberikan bantuan

kepada teman dalam

suasana belajar,

104

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

bermain,

meminjamkan alat

belajar, seperti

penggaris,

penghapus, dan

sejenisnya.

c. Memberikan bantuan

kepada teman dalam

suasana belajar dan

bermain dengan cara

tertentu.

4. Perilaku

Personal

Kemauan dan

kemampuan untuk

menghadapi

kendala/ kesulitan.

a. Memiliki kemampuan

dalam menghadapi

kendala atau kesulitan

mengikuti

pembelajaran dan

suasana bermain

dengan teman sebaya.

b. Memiliki kemauan

secara mandiri atau

berinisiatif minta

bantuan sama guru

atau teman sebaya

dalam mengatasi

kesulitan mengikuti

pembelajaran atau

bermain.

c. Menunjukan keuletan

dalam menghadapi

kendala atau kesulitan

mengikuti

pembelajaran dan

suasana bermain

dengan teman sebaya.

Frekuensi

5. Perilaku yang

berkaitan

dengan tugas-

tugas

akademik.

Kemauan dan

kemampuan untuk

mendengarkan

penjelasan materi

pelajaran.

a. Mau mendengarkan

penjelasan materi

pelajaran dari guru

dengan cara tertentu.

b. Menunjukan inisiatif

untuk mendengarkan

penjelasan materi

pelajaran yang

disampaikan guru.

c. Menunjukan

konsentrasi

mendengarkan

penjelasan materi yang

disampaikan guru.

Prosentase

105

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

b. Pengembangan Instrumen

Untuk mengumpulkan data dalam penelitian kuantitatif ini dengan

instrumen dalam bentuk inventori tentang aspek-aspek normatif dalam

konstruk keterampilan sosial bagi anak dengan High Functioning Autism. Data-

data yang diamati kemudian dikuantifikasikan dalam bentuk angka-angka

(score). Tujuan utama dari penggunaan instrumen dalam penelitian kuantitatif

ini adalah untuk melihat efektivitas dari penggunaan model bermain peran

dalam mengembangkan keterampilan sosial pada anak dengan High

Functioning Autism di sekolah dasar inklusif. Hasil pengamatan dengan

menggunakan inventori ini kemudian dikuantifikasikan dalam bentuk skor

perolehan keterampilan sosial pada anak dengan High Functioning Autism

sebagai dampak dari penerapan model bermain peran.

c. Penimbangan Instrumen

Penimbangan instrumen inventori keterampilan sosial pada anak dengan

High Functioning Autism dilakukan untuk memperoleh inventori yang layak

digunakan dalam pengumpulan data. Kelayakan inventori keterampilan sosial

pada anak dengan High Functioning Autism, meliputi analisis konten yakni

kesesuaian aspek-aspek yang diungkap dengan kisi-kisi instrumen dan tingkat

keterbacaan atau penggunaan dari inventori untuk mengungkap data tentang

keterampilan sosial. Penimbangan instrumen ini sama dilakukan oleh tiga

orang pakar, yakni dua orang pakar di bidang bimbingan konseling dan satu

orang pakar di bidang pendidikan luar biasa. Hal ini didasarkan pada

pertimbangan bahwa inventori yang dikembangkan merupakan penjabaran dari

konstruk teori keterampilan sosial dan anak dengan High Functioning Autism,

sehingga diperlukan judgement expert yang melibatkan disiplin bimbingan

konseling dan pendidikan luar biasa. Ketiga penimbang memberikan koreksi,

catatan, dan saran-saran ke arah penyempurnaan inventori keterampilan sosial

pada anak dengan High Functioning Autism, baik dari sisi konstruk, konten,

serta keterbacaannya.

106

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

d. Ujicoba Instrumen

Setelah inventori keterampilan sosial pada anak dengan High Functioning

Autism memperoleh persetujuan para pakar melalui penimbangan inventori,

maka dilakukan uji coba inventori. Uji coba inventori keterampilan sosial pada

anak dengan High Functioning Autism, dilakukan melalui pendekatan

judgement expert yang dilakukan juga oleh tiga orang pakar dalam kegiatan

penimbangan instrumen penelitian dalam penelitian kualitatif. Dalam hal ini,

tidak dilakukan ujicoba instrumen melalui uji lapangan dan analisis statistik.

Untuk uji coba instrumen penelitian tentang tes pengetahuan tentang

konsep autisme dan keterampilan sosial, dilaksanakan di sekolah inklusi tunas

harapan, dan dilakukan analisis secara statistik. Berikut disajikan hasil analisis

uji coba instrumen penelitian tentang tes pengetahuan tentang konsep autisme

dan keterampilan sosial.

Pelaksanaan uji coba instrumen tes pengetahuan ini dilaksanakan di

SDN Tunas Harapan yang memiliki karakteristik yang hampir sama dengan

SDN Puteraco sebagai tempat penelitian. Hal ini didasarkan pada pertimbangan

bahwa SDN Tunas Harapan juga sebagai SD penyelenggara pendidikan inklusi

dengan pengalaman dan pengetahuan para guru dan kepala sekolahnya relatif

sama dengan para guru dan kepala sekolah di SDN Puteraco. Responden dalam

uji coba tes pengetahuan ini adalah guru-guru dan kepala sekolah sebanyak 10

orang, sembilan orang guru dan satu orang kepala sekolah.

Tujuan dari uji coba tes pengetahuan ini adalah untuk mengukur

kualitas item-item soal pilihan ganda yang digunakan dalam tes pengetahuan.

Adapun aspek yang dianalisis dalam uji coba tes pengetahuan ini adalah

validitas dan reliabilitas. Analisis kedua komponen ini menggunakan softwere

SPSS.

1) Uji Validitas Item Soal Tes Pengetahuan (Knowledge Test)

Hasil analisis butir soal tes pengetahuan ini, terdapat 4 item soal yang

termasuk kategori tidak valid. Hasil perhitungan validitas analisis butir soal ini

disajikan dalam lampiran 7. Untuk memenuhi kriteria keterwakilan setiap

107

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

indiKator, maka dilakukan revisi terhadap empat butir soal yang termasuk

kategori tidak valid. Revisi butir soal disajikan dalam lampiran 8. Berikut

disajikan analisis validitas dan reliabilitas dari hasil uji coba tes pengetahuan

yang akan digunakan dalam penelitian ini.

2) Uji Reabilitas Item Soal Tes Pengetahuan (Knowledge Test)

Uji reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana instrumen

dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Reliabilitas instrumen menggambarkan

kemantapan dan keajegan alat ukur yang digunakan. Suatu alat ukur atau

instrumen dikatakan memiliki reliabilitas yang baik apabila alat ukur tersebut

selalu memberikan hasil yang sama meskipun digunakan berkali- kali baik oleh

peneliti yang sama maupun oleh peneliti yang berbeda. Untuk menguji

reliabilitas instrumen dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik belah dua

(split half) yang dianalisis dengan rumus Spearman Brown. Setelah nilai

koefisien reliabilitas diperoleh, maka perlu diterapkan suatu nilai koefisien

reliabilitas paling kecil yang dianggap reliabel. Yang mana disarankan bahwa

koefisien reliabilitas antara 0,70 – 0,80 cukup baik untuk tujuan penelitian

dasar. Analisis perhitungan uji reliabilitas, disajikan dalam lampiran 7.

D. Strategi Pengumpulan Data

Strategi pengumpulan data mengacu pada upaya untuk mengumpulkan

data sesuai dengan arah pertanyaan penelitian, baik dalam gugus pertanyaan

penelitian pertama, maupun pada gugus pertanyaan penelitian kedua. Dengan

demikian, data yang dikumpulkan melalui penelitian ini terdiri dari data, yaitu

data kualitatif dan data kuantitatif. Pengumpulan data kualitatif dilakukan pada

penelitian fase pertama, sedangkan pengumpulan data kuantitatif dilakukan

pada penelitian fase kedua. Data kuantitatif dalam penelitian ini adalah berupa

hasil pengukuran keterampilan sosial pada anak dengan High Functioning

Autism sebagai dampak dari penerapan model bermain peran.

Berikut dipaparkan strategi pengumpulan data, pada penelitian kualitatif

dan penelitian kuantitatif.

108

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

1. Pengumpulan Data Kualitatif

Untuk mengumpulkan data kualitatif dalam gugus pertanyan penelitian

pertama, peneliti menggunakan teknik wawancara, tes pengetahuan, dan skala

penilaian. Teknik wawancara digunakan untuk menggali data-data kualitatif

yang diperlukan sebagai pertimbangan dalam merumuskan model bermain

peran sebagai produk dalam penelitian ini. Teknik wawancara ini dilaksanakan

oleh peneliti secara tatap muka (face to face) dengan subyek penelitian, yaitu 1

orang guru di kelas rendah dan 1 orang guru di kelas tinggi yang memiliki anak

dengan High Funtioning Autism, kepala sekolah di SDN Puteraco Kota

Bandung, dan 4 orang tua dari anak dengan High Funtioning Autism. Dalam

melaksanakan teknik wawancara, peneliti menggunakan pedoman wawancara

yang disajikan dalam lampiran 2.

Sebelum dilakukan pengumpulan data tersebut, peneliti melakukan studi

awal dan pengkondisian dengan anak autis, guru kelas, dan kepala sekolah. Hal

ini dimaksudkan untuk memudahkan dan mengefektifkan proses pengumpulan

data penelitian kualitatif. Hal ini didasarkan pada pertimbangan konseptual

bahwa pemahaman peneliti tentang latar kontekstual dari subyek yang akan

diteliti merupakan prasyarat yang harus dipenuhi dalam proses pengumpulan

data kualitatif (Moleong, 2005: 32).

Data-data yang diungkap melalui teknik wawancara, meliputi:

1) Hambatan dan kemampuan yang dialami oleh anak dengan High

Functioning Autism dalam mengembangkan keterampilan sosial dengan

anak-anak reguler di sekolah dasar inklusif Kota Bandung.

2) Dukungan yang diberikan orang tua siswa dalam mengembangkan

keterampilan sosial anak dengan High Functioning Autism di sekolah dasar

inklusif di sekolah dasar inklusif Kota Bandung.

Data-data kualitatif yang diungkap melalui teknik tes pengetahuan,

meliputi:

1) Aspek-aspek yang difahami guru tentang keterampilan sosial anak dengan

High Functioning Autism di sekolah dasar inklusif Kota Bandung.

109

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

2) Pengetahuan guru di sekolah dasar inklusif dalam melaksanakan teknik

bermain peran untuk mengembangkan keterampilan sosial pada anak

dengan High Functioning Autism di sekolah dasar inklusif Kota Bandung.

Adapun data yang diungkap melalui teknik skala penilaian adalah untuk

memperoleh nilai kelayakan dari 2 orang pakar bimbingan dan konseling dan 1

orang pakar pendidikan luar biasa tentang model bermain peran yang

dirumuskan peneliti berdasarkan analisis empirik dari data-data kualitatif yang

diperoleh dan analisis konseptual tentang konseling kelompok dengan

menggunakan teknik bermain peran dan konsep autisme, khususnya anak

dengan High Functioning Autism.

Aspek-aspek yang dinilai dalam skala penilaian untuk menilai kelayakan model

bermain peran ini meliputi: (a) rasional; (b) tujuan; (c) asumsi model; (d) target

intervensi; (e) komponen model; (f) langkah-langkah model; (g) kompetensi konselor;

(h) struktur, isi kompetensi; (i) evaluasi, indikator keberhasilan; dan (j) pengembangan

staf.

2. Pengumpulan Data Kuantitatif

Untuk mengumpulkan data penelitian yang termasuk ke dalam data

penelitian kualitatif, peneliti menggunakan teknik observasi. Observasi

merupakan teknik yang paling tepat untuk mengungkap data terkait dengan

perilaku anak dengan High Functioning Autism yang akan diteliti. Penggunaan

teknik observasi untuk mengungkap dan memahami keterampilan sosial anak

dengan High Functioning Autism adalah hal yang sangat tepat untuk dilakukan.

Keterbatasan anak dengan High Functioning Autism untuk berkomunikasi

secara verbal, akan menyulitkan apabila peneliti menggunakan teknik

wawancara yang langsung digunakan dengan anak dengan High Functioning

Autism. Penggunaan teknik observasi sebagai alat pengumpul utama untuk

mengumpulkan dan memahami perilaku anak autis, didasarkan pada dua

pertimbangan sebagai berikut: (1) anak dengan High Functioning Autism

kurang bisa memahami arah pertanyaan dalam menjawab pertanyaan; (2)

perilaku anak dengan High Functioning Autism dapat dipahami sebagai

original behaviour sehingga data yang diungkap melalui observasi/pengamatan

110

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

lebih valid sebagai sumber data untuk menganalisis keterampilan sosial anak

autis.

Dalam melaksanakan observasi, peneliti menggunakan instrumen berupa

inventori keterampilan sosial yang merupakan penjabaran dari aspek dan

indikator dari konstruk variabel keterampilan sosial pada anak anak dengan

High Functioning Autism. Pedoman inventori keterampilan sosial anak High

Functioning Autism disajikan dalam lampiran 4.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara mengamati perilaku anak

dengan High Functioning Autism dengan menggunakan inventori keterampilan

sosial. Untuk mendapatkan validitas data keterampilan sosial anak dengan

High Functioning Autism, dilakukan perekaman video perilaku anak. Melalui

rekaman video tersebut, dilakukan pengamatan dengan menggunakan inventori

oleh tiga orang pengamat, yaitu peneliti sendiri, 1 orang guru di SDN Puteraco,

dan 1 orang widyaiswara di bidang pendidikan luar biasa, khsusunya yang

memiliki kompetensi dalam bidang pendidikan anak autis. Untuk mendapatkan

pengumpulan data yang ajeg, maka sebelum dilakukan proses pengamatan

dilakukan dahulu Training of Trainer (TOT) tentang cara-cara menggunakan

inventori yang digunakan dalam penelitian.

Berikut disajikan prosedur pengumpulan data kuantitatif dengan desain

A-B-A, sebagai berikut:

a. Menentukan dan menetapkan perilaku yang mau diubah sebagai target

behavior, yaitu keterampilan sosial yang terdiri dari lima indikator,

meliputi: peer acceptance, perilaku interpersonal, perilaku personal,

keterampilan berkomunikasi, dan kemampuan berkaitan dengan tugas

akademik.

b. Pada tahap baseline-1 (A-1), menetapkan kemampuan dasar dari

keterampilan sosial, melalui pengamatan dengan menggunakan inventori

keterampilan sosial sebanyak empat sesi. Dalam tiap sesi dilaksanakan

selama 30 menit, dalam situasi alamiah di setting kelas dan luar kelas.

Adapun langkah dari pelaksanaan tahap ini, adalah dengan cara subyek

111

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

diamati dalam interaksi sosial dengan teman sebaya, baik dalam situasi

pembelajaan maupun dalam situasi bermain di waktu istirahat.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara mencatat setiap perilaku yang

menunjukan indikator dari keterampilan sosial, baik dalam kategori data

frekuensi, prosentasi, maupun durasi.

c. Pada tahap intervensi (B), dilaksanakan penerapan model bermain peran

terhadap subjek penelitian sebanyak delapan sesi, tiap sesi lamanya 45

menit. Adapun langkah dari model bermain peran, sebagai berikut:

1) Pembentukan kelompok yang akan digunakan dalam pelaksanaan

konseling kelompok. Subyek penelitian dikondisikan dalam kelompok

campuran (anak dengan High Functioning Autism dengan siswa reguler.

Sesuai dengan pengelompokan anak dengan High Functioning Autism

dalam penelitian ini sebanyak 4 klasifikasi, maka ada 3 kelompok yang

dibentuk, dengan masing-masing kelompok berjumlah 5 orang dengan

proporsi 1 anak dengan High Functioning Autism dan 4 anak reguler.

2) Diawal pembentukan kelompok dilakukan gerakan sambil bernyanyi

dengan tema judul “Halo Apa Kabar Teman”. Tujuan dari kegiatan ini

adalah untuk membangun kehangatan dalam aktivitas kelompok,

sehingga diharapkan terjadinya interaksi antara anak dengan High

Functioning Autism dengan anak reguler dalam setiap kelompok.

3) Orientasi dan pemeranan pada setiap anggota dalam kegiatan

kelompok. Tema kegiatan kelompok yang akan dilakukan dalam

konseling kelompok ini adalah “Aku Senang Sekolah di Sini”. Untuk

memainkan tema kegiatan ini, peneliti didampingi guru kelas

menyampaikan deskripsi dan ilustrasi dari cerita judul yang akan

dimaikan. Setelah kelompok memahami ilustrasi tema dari cerita yang

akan dimainkan dalam konseling kelompok, kemudian dipetakan

pemeranan setiap anggota kelompok. Dalam menentukan pemeranan

pada setiap anggota kelompok, peneliti dan guru kelas

mempertimbangkan kemampuan awal dari anak dengan High

112

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Functioning Autism sebagai target dari kegiatan konseling kelompok

melalui model bermain peran.

4) Melaksanakan pemeranan setiap anggota kelompok sesuai dengan tema

kegiatan yang telah diilustrasikan, dan atau memberikan instruksi

kepada anggota lainnya untuk menyimak pemeranan yang akan

dilakukan.

5) Melakukan diskusi dan refleksi dari pemeranan yang telah

dilaksanakan, dengan cara mengadakan tanya jawab, kesan dan pesan

dari pemeranan yang telah dilaksanakan.

6) Peneliti dan guru kelas memberikan penguatan dan kesimpulan dari

pelaksanaan model bermain peran yang telah dilaksanakan.

7) Peneliti dan guru kelas menutup sesi pelaksanaan model bermain peran.

8) Selama proses pemeranan dalam kegiatan bermain peran, dilakukan

pengamatan dengan menggunakan teknik inventori yang telah

dirumuskan.

d. Pada tahap baseline-2 (A-2), dilakukan pengukuran kembali keterampilan

sosial untuk mengetahui pengembangan keterampilan sosial sesuai dengan

target behavior yang telah ditentukan. Prinsip pengukuran pada tahap ini

sama dengan tahap baseline-1 (A-1).

E. Subyek Penelitian

1. Subyek dalam Penelitian Kualitatif

Dalam penelitian kualitatif pemilihan subyek penelitian, bukan sampel

yang mewakili populasi tertentu seperti dalam paradigma kuantitatif (Merriam,

S.B 1988: 34). Ini berarti bahwa penentuan partisipan sebagai sampel dalam

penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk mewakili satu populasi tertentu,

dan oleh karenanya hasilnya pun tidak dimaksudkan untuk digeneralisasikan

pada populasi tertentu. Penggeneralisasian yang valid secara statistik memang

jarang menjadi dasar keputusan dalam pengambilan sampel untuk penelitian

kualitatif; melainkan, penelitian kualitatif lebih mengutamakan kasus yang

113

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

kaya dengan informasi untuk diteliti secara mendalam (Frechtling & Sharp,

1997: 12). Praktek seperti ini disebut “purposive sampling” (Lincoln& Guba,

1985: 34). Lincoln dan Guba mengemukakan bahwa purposive sampling

didasarkan atas pertimbangan kekayaan informasi, bukan pertimbangan

statistik. Tujuannya adalah untuk memaksimalkan informasi, bukan untuk

memudahkan penggeneralisasian. Kriteria untuk menentukan kapan sampling

itu dihentikan adalah keberulangan informasinya (informational redundancy),

bukan tingkat kepercayaan statistik (statistical confidence level). Dengan

menggunakan purposive sampling, peneliti meningkatkan cakupan atau kisaran

data serta mempertinggi kemungkinan terungkapnya realita secara lebih baik.

Peneliti dapat mempergunakan pertimbangannya (judgment) untuk memilih

sampel yang paling tepat berdasarkan pertanyaan penelitian yang hendak

dicarikan jawabannya (Fetterman, 1989: 12). Pemilihan kasus itu didasarkan

atas signifikansi atau relevansinya dengan pertanyaan penelitian, bukan karena

dipandang representatif.

Oleh karena itu, subyek penelitian dalam penelitian kualitatif ini adalah

sebagai berikut:

1) Guru kelas di SDN Puteraco Kota Bandung, sebanyak empat orang, yakni

guru di kelas III,IV,V dan VI.

2) Kepala Sekolah SDN Puteraco Kota Bandung.

3) Orang tua anak dengan High Functioning Autism yang menjadi subyek

penelitian, yakni sebanyak 4 orang.

Secara lebih jelas, berikut disajikan data subyek pada penelitian kualitatif

dalam Tabel 3.3 berikut ini.

Tabel 3.3

Subyek Penelitian dalam Penelitian Kualitatif

No. Subyek Penelitian Jenis

Kelamin

Usia

Pada saat Penelitian

Tempat Tinggal

1. Guru Kelas III P 40 tahun Garut

2. Guru Kelas IV P 30 tahun Bandung

3. Guru Kelas V P 32 tahun Bandung

4. Guru Kelas VI P 34 tahun Bandung

114

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

5. Kepala Sekolah P 53 tahun Bandung

6. Orang tua anak

autis

P 37 tahun Cianjur

7. Orang tua anak

autis

P 34 tahun Bandung

8. Orang tua anak

autis

P 43 tahun Bandung

9. Orang tua anak

autis

P 40 tahun Padang

2. Subyek dalam Penelitian Kuantitatif

Pemilihan sampel untuk partisipan SSR ini dilakukan secara purposif

(purposive sampling) dengan kriteria sebagai berikut:

a. Subyek dalam penelitian ini adalah anak dengan High Functioning Autism

yang tercatat sebagai peserta didik di sekolah dasar inklusif di Kota

Bandung.

b. Kriteria awal atau kemampuan awal anak autis yang dijadikan subyek dalam

penelitian ini memiliki kemampuan dasar, seperti: (a) memahami perintah

secara verbal dan non verbel; (b) memiliki kecenderungan untuk

berkomunikasi dengan teman sebaya, meskipun kemampuannya kecil.

c. Usia anak dengan High Functioning Autism ini berkisar pada usia peserta

didik di jenjang sekolah dasar.

Berdasarkan kriteria penentuan subyek penelitian dimaksud dan

kepentingan tujuan penelitian, maka subyek penelitian dalam penelitian

kuantitatif ini adalah 4 orang anak dengan High Functioning Autism yang

memenuhi kriteria yang telah ditentukan di atas. Berikut disajikan data subyek

penelitian dalam penelitian tahap kedua (penelitian kuantitatif), yaitu:

115

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Tabel 3.4

Subyek Penelitian dalam Penelitian Kuantitatif

No. Subyek

Penelitian

Jenis

Kelamin

Usia Kelas Tempat

Tinggal

Perilaku Awal

1. Subyek 1 P 9 tahun III Bandung Menunjukan

eye contact

Menunjukan

perilaku tidak

bisa diam

dalam waktu

yang relatif

sebentar.

Kurang

memiliki

konsentrasi

belajar yang

memadai.

Belum

memiliki

tanggung jawab

dalam

menyelesaikan

tugas-tugas

akademis.

2. Subyek 2 L 10 tahun IV Bandung Menunjukan

eye contact.

Menunjukan

perilaku

menyendiri

(alone)

Cepat prustasi

ketika

dihadapkan

pada kesulitan

dalam

mengerjakan

tugas-tugas

akademis.

Menunjukan

sikap cemas

ketika

diberikan

tugas-tugas

belajar.

116

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

3. Subyek 3 L 12 tahun V Bandung Menunjukan

eye contact

Menyendiri

(alone)

Dalam bergaul

cenderung pasif

Kurang

memiliki

inisiatif dalam

menjalin

komunikasi

Lambat dalam

menyelesaikan

tugas-tugas

akademis.

4. Subyek 4 L 12 tahun VI Bandung Menunjukan

eye contact

Agresif dan

cenderung

mengganggu

teman sebaya

Aktif dan tidak

bertujuan

perilakunya

Perilakunya

kurang bisa

dikendalikan

Cepat putus asa

dalam

mengerjakan

tugas-tugas

akademis

F. Analisis Data Penelitian

Data kualitatif yang diperoleh melalui pengamtan terhadap perilaku anak

dengan High Functioning Autism, wawancara terhadap guru kelas dan kepala

sekolah dan studi dokumentasi dan data kuantitatif yang diperoleh melalui SSR

dianalisis secara terpisah, dan peneliti menginterpretasikan kaitan antara kedua

jenis data hasil penelitian tersebut.

117

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

1. Analisis Data Kualitatif

Di dalam penelitian kualitatif, analisis dan interpretasi data adalah upaya

untuk memahami apa yang diamati dari perilaku anak dengan High

Functioning Autism, apa yang dikatakan oleh guru kelas dan kepala sekolah di

SDN Puteraco dan apa yang diperoleh dari telaah dokumentasi yang terkait

dengan pembelajaran di SDN Puteraco, kemudian, mencari pola-pola,

mengaitkan data yang diperoleh dari hasil pengamatan, wawancara dan telaah

dokumentasi, dan memadukan data-data yang diperoleh secara terintegrasi dan

komprehensif (Patton, 1990: 32). Analisis data secara kualitatif dilakukan

dengan cara melihat, memeriksa, membandingkan, dan menafsirkan pola-pola

atau tema-tema yang bermakna yang muncul dalam data penelitian (Frechtling

& Sharp, 1997: 21). Pada tingkat yang paling sederhana, analisis kualitatif

adalah upaya untuk memeriksa kumpulan data yang relevan guna mengetahui

bagaimana data tersebut dapat menjawab pertanyaan penelitian.

Di dalam penelitian ini, peneliti mengaitkan apa yang dilakukan oleh anak

dengan High Functioning Autism berdasarkan hasil pengamatan sebagai

jawaban atas satu butir pertanyaan dengan jawabannya untuk pertanyaan lain,

mengaitkan jawaban dari hasil wawancara dengan guru kelas, kepala sekolah,

orang tua anak dengan High Functioning Autism, telaah dokumentasi dengan

hasil pengamatan, untuk melihat apakah terdapat pola pikir atau tema yang

sama dan memperkuat di antara data yang diperoleh dari hasil pengamatan,

wawancara dan telaah dokumentasi, kaitannya dengan keterampilan sosial anak

dengan High Functioning Autism di sekolah dasar inklusif.

Proses analisis dalam penelitian ini menggunakan kerangka yang

dikembangkan oleh Miles dan Huberman (Frechtling& Sharp, 1997: 22) yang

terdiri dari tiga fase, yaitu reduksi data (data reduction), penyajian data (data

display), dan penarikan konklusi dan verifikasi.

Reduksi data adalah proses menyeleksi, memfokuskan, menyederhanakan,

mengabstraksikan, dan mentransformasikan data yang tercantum dari hasil

pengamatan dan yang ada dalam transkrip wawancara serta hasil telaah

118

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

dokumentasi. Reduksi data ini tidak hanya dimaksudkan agar data menjadi

padat sehingga mudah dikelola, tetapi juga agar lebih mudah dipahami dari

perspektif masalah yang dibahas. Reduksi data sering memaksa peneliti untuk

memilih aspek-aspek mana dari data yang telah terkumpul itu harus diberi

penekanan, diminimalkan atau dikesampingkan sama sekali untuk tujuan

penelitian yang sedang dilaksanakan. Dalam analisis kualitatif, analis

memutuskan data yang mana yang harus ditonjolkan dalam deskripsi data itu

berdasarkan prinsip selektivitas, terutama selektivitas berdasarkan Relevansi

data itu untuk menjawab pertanyaan penelitian tertentu.

Fase kedua dari analisis data ini adalah menentukan bagaimana data itu

akan disajikan. Sajian data ini menampilkan rakitan informasi yang padat dan

terorganisasi untuk memudahkan penarikan konklusi. Sajian data itu dapat

berupa diagram, tabel, atau grafik, yang berisi data tekstual. Sajian data

tersebut dimaksudkan untuk mempermudah analis membuat ekstrapolasi dari

data karena dengan sajian ini analis dapat dengan lebih cepat melihat adanya

pola-pola dan hubungan-hubungan yang sistematik. Di dalam penelitian ini,

peneliti menggunakan bentuk sajian data yang berupa tabel, bagan, dan grafik.

Fase ketiga dari proses analisis data itu adalah penarikan konklusi dan

verifikasi. Penarikan konklusi dilakukan dengan melihat kembali data untuk

menimbang-nimbang makna dari data yang sudah dianalisis itu dan untuk

menimbang implikasinya bagi pertanyaan penelitian terkait. Verifikasi, yang

terkait secara integral dengan penarikan konklusi, dilakukan dengan membaca

ulang data berkali-kali untuk melakukan cross-check atau menguji kebenaran

konklusi yang telah dibuat. Di samping itu, verifikasi juga dimaksudkan untuk

menguji apakah Makna yang disimpulkan dari data yang dianalisis itu rasional,

ajeg dan kokoh. Dengan kata lain, verifikasi dimaksudkan untuk menguji

validitas dan reliabilitasnya. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh

Bloland (1992: 4) bahwa verifikasi di dalam penelitian kualitatif sama

fungsinya dengan reliabilitas dan validitas di dalam penelitian kuantitatif. Dia

mengemukakan, “Verification performs for qualitative research what

119

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

reliability and validity perform for quantitative research”. Validitas di sini

berbeda maknanya dengan yang dipergunakan di dalam penelitian kuantitatif di

mana validitas merupakan satu istilah teknis yang secara spesifik mengacu

pada pertanyaan apakah suatu konstruk tertentu benar-benar mengukur apa

yang hendak diukurnya. Di dalam penelitian kualitatif, yang dimaksud dengan

validitas adalah kepastian bahwa konklusi yang ditarik dari data itu dapat

dipercaya, dapat dipertahankan, dijamin kebenarannya, dan mampu bertahan

terhadap penjelasan alternatif (Frechtling& Sharp, 1997: 23).

Di dalam penelitian ini, untuk mencapai validitas tersebut, sebagaimana

disarankan oleh Frechtling & Sharp (1997: 23) peneliti membaca ulang data

dan secara sistematik memeriksa data berulang kali dengan mengggunakan

berbagai taktik termasuk menelaah apakah terdapat pola-pola dan tema-tema

tertentu, mengelompokan kasus, mengontraskan dan membandingkannya,

memilah-milah variabel-variabel, dan membedakan antara faktor-faktor khusus

dengan faktor umum, yang didasarkan atas asumsi teoretik tertentu, dalam hal

ini teori-teori tentang konseling rehabilitasi yang dikaitkan dengan

ketunanetraan. Di samping itu, sebagaimana dikemukakan oleh Borgia &

Schuler (1996: 27) validitas diperoleh bila terdapat multiperspektif. Oleh

karena itu, informasi sebaiknya diperoleh dari sekurang-kurangnya tiga sumber

data, satu metode yang disebut triangulation. Di dalam penelitian ini,

triangulasi tersebut melibatkan data yang diperoleh dari hasil pengamatan

terhadap anak dengan High Functioning Autism, hasil wawancara dengan guru

kelas dan kepala sekolah serta data hasil studi dokumentasi.

Secara tradisional, reliabilitas dalam desain penelitian didasarkan atas

asumsi bahwa terdapat satu realita yang jika diteliti secara berulang-ulang akan

melahirkan hasil yang sama. Akan tetapi, karena penelitian kualitatif berusaha

menjelaskan realita itu dari perspektif masing-masing individu, maka akan

terdapat bermacam-macam interpretasi tentang satu realita yang sama,

sehingga pengulangan penelitian untuk menetapkan reliabilitas menurut

pengertian tradisional ini tidak mungkin dilakukan (Merriam, 1988: 20). Oleh

120

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

karena itu, di dalam penelitian kualitatif, Lincoln dan Guba (1985: 26)

mengusulkan penggunaan istilah “consistency” atau “dependability” sebagai

ganti “reliability”. Artinya, berdasarkan data yang terkumpul, konklusi yang

ditarik sebbagai hasil penelitian itu harus rasional, yang dapat dicapai melalui

teknik verifikasi sebagaimana dikemukakan di atas.

Tema-tema yang muncul dari hasil analisis tersebut, dilengkapi dengan

studi literatur, digunakan sebagai unsur-unsur konstruk model hipotetik teknik

bermain peran bagi anak dengan High Functioning Autism. Model bermain

peran tersebut dilengkapi dengan instrumen asesmen yang berupa pedoman

pengamatan terstruktur yang mengelaborasi dari konstruk variabel

keterampilan sosial pada anak dengan High Functioning Autism. Model

hipotetik tersebut beserta instrumen asesmennya divalidasi melalui expert

judgment. Pakar yang dimintai penilaiannya tentang model hipotetik itu terdiri

dari dua orang pakar bimbingan dan konseling dan dua orang pakar pendidikan

luar biasa. Kemudian model hipotetik tersebut direvisi berdasarkan penilaian

dan saran para pakar itu.

2. Analisis Data Kuantitatif

Analisis data kuantitatif dilakukan dengan cara membandingkan data yang

ada di baseline-1 dengan data yang ada di baseline-2. Sebagai efek intervensi,

jika anak dengan High Functioning Autism mengindikasikan adanya perubahan

positif dalam hal keterampilan sosial, anak dengan High Functioning Autism

diberi skor 1 untuk masing-masing item pengamatan, skor 0 bila tidak ada

indikasi yang jelas tentang perubahan positif itu, dan -1 jika perubahannya

justru negatif. Oleh karena itu, total skor ideal bagi seorang partisipan untuk

keseluruhan instrumen asesmen itu adalah sejumlah aspek dari perilaku anak

dengan High Functioning Autism yang menunjukkan keterampilan sosial.

G. Langkah-langkah Penelitian

Merumuskan model konseling kelompok dengan teknik bermain peran

untuk mengembangkan keterampilan sosial pada anak dengan High

121

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Functioning Autism di sekolah dasar inklusif dalam penelitian ini

menggunakan penelitian dan pengembangan (research and development).

Secara keseluruhan langkah-langkah penelitian ini dapat dijelaskan dalam

bagan berikut:

Gambar 3.3

Langkah-langkah Penelitian

(1) Analisis Empirik

Penelitian Tahap 1 (Analisis Deskriptif)

Menemukan dan Menganalisis Data

Lapangan sebagai dasar empirik dalam

merumuskan Model KK dengan Teknik

Bermain Peran

(2) Analisis Konseptual

Konseling Kelompok dengan Teknik

Bermain Peran

High Functioning Autism

Keterampilan Sosial

Pendidikan Inklusi

(3)

Rumusan Model KK

dengan Teknik Bermain

Peran

(4)

Validasi Pakar

(5)

Revisi Model KK

(6)

Penelitian Tahap 2 (Eksperimen dengan pendekatan SSR)

============================================

Implementasi Model KK dengan Teknik Bermain Peran

untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial pada Anak HFA

di SD Inklusif

(7)

Analisis Hasil Implementasi Model KK

122

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

123

Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu