BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subyek ... -...
Transcript of BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subyek ... -...
89
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Subyek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SDN Puteraco Kota Bandung dengan alasan
supaya data-data yang diperlukan dalam penelitian ini dapat dipenuhi secara
memadai. Dijadikanya sekolah ini sebagai lokasi penelitian didasarkan pada
hasil studi awal yang menunjukan dua fakta empirik sebagai berikut: (1)
sekolah ini memiliki pengalaman yang cukup lama sebagai sekolah dasar yang
menyelenggarakan pendidikan inklusi di Kota Bandung, dan pernah ditunjuk
sebagai sekolah inklusi rintisan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat;
dan (2) di sekolah ini terdapat anak dengan High Functioning Autism yang
menjadi fokus atau subyek penelitian ini.
SDN Puteraco sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusif di Kota
Bandung dimulai sejak tahun 2005 yang difasilitasi oleh dana piloting
penyelenggaraan sekolah inklusi di Provinsi Jawa Barat. Semenjak tahun 2006,
SDN Puteraco sudah tidak lagi mendapatkan bantuan dana dan teknik
penyelenggaraan pendidikan inklusif dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa
Barat. Namun demikian, SDN Puteraco secara mandiri terus
menyelenggarakan pendidikan inklusif dengan jumlah dan ragam anak
berkebutuhan khusus yang terus bertambah—termasuk anak dengan High
Functioning Autism. Semenjak tahun 2010 SDN Puteraco ini mendapatkan
fasilitasi dalam hal teknis penyelenggaraan pendidikan inklusif dan
pengembangan kompetensi SDM guru.
Dalam menentukan subyek penelitian ini, peneliti menggunakan teknik
purpossive sampling. Penentuan teknik penentuan sampel penelitian ini,
didasarkan pada tiga pertimbangan atau asumsi. Pertama, situasi pembelajaran
dan interaksi sosial peserta didik di sekolah inklusi memberikan banyak
peluang terjadinya komunikasi di antara peserta didik, termasuk interaksi
antara peserta didik dengan High Functioning Autism dengan peserta didik
90
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
reguler. Kondisi ini mendukung dan relevan untuk menggali data lapangan
tentang keterampilan sosial anak dengan High Functioning Autism dan juga
upaya menerapkan model bermain peran. Kedua, penggunaan model bermain
peran relevan dengan usia peserta didik di jenjang sekolah dasar, dimana masih
kuat nuansa aktivitas bermain sebagai media pembelajaran. Ketiga, penentuan
anak dengan High Functioning Autism sebagai subyek penelitian didasarkan
pada pertimbangan kontekstual dan konseptual, dimana masalah utama yang
dihadapi oleh anak autis adalah masalah keterampilan sosial, dan ketika model
bermain peran digunakan pada anak dengan High Functioning Autism akan
relevan dengan kemampuan dasar anak dengan High Functioning Autism yang
memiliki kemampuan dasar dalam mengikuti perintah verbal meskipun dengan
taraf yang terbatas.
B. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah pendekatan Research and
Development (R&D) dengan exploratory mixed method research design. Data
yang diperoleh dari penelitian ini adalah dua jenis data, yaitu data kualitatif dan
data kuantitatif, maka metode penelitian ini tidak dapat menggunakan satu
metode penelitian, tetapi harus menggunakan desain yang mengkombinasikan
kedua metode tersebut. Metode penelitian yang mengkombinasikan pendekatan
penelitian kualitatif dengan penelitian kuantitatif disebut dengan mixed
methods research design. Craswell (2008: 20) menyebutkan bahwa mixed
methods research design adalah suatu prosedur untuk mengumpulkan,
menganalisis, dan menggabungkan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif
dalam satu kajian untuk memahami sebuah masalah penelitian.
Ada dua alasan yang memperkuat penggunaan desain penelitian ini.
Pertama, sebuah penelitian dilaksanakan menggunakan mixed methods apabila
peneliti mempunyai data kualitatif dan data kuantitatif, dan kedua jenis data
tersebut secara bersama-sama memberikan pemahaman yang lebih baik tentang
masalah penelitian itu daripada jika peneliti hanya mempunyai salah satu dari
kedua jenis data tersebut. Kedua, penelitian dengan mixed methods merupakan
91
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
suatu desain yang baik digunakan jika peneliti ingin memanfaatkan kelebihan
dari data kualitatif maupun data kuantitatif tersebut. Data kuantitatif antara lain
skor yang diperoleh dari penggunaan instrumen, menghasilkan angka-angka
yang spesifik yang dapat dianalisis secara statistik, dapat memberikan
informasi yang bermanfaat jika peneliti perlu mendeskripsikan kecenderungan
tentang sejumlah besar orang. Di pihak lain, data kualitatif, seperti wawancara
mendalam yang menghasilkan kata-kata yang sesungguhnya diucapkan oleh
partisipan dalam penelitian, menawarkan bermacam-macam perspektif tentang
topik penelitian dan memberikan gambaran yang kompleks tentang situasi
yang diteliti. Dengan demikian, upaya untuk menggabungkan kedua metode
penelitian kuantitatif dengan metode kualitatif akan memiliki kekuatan dalam
menghasilkan data secara terpadu dan komprehensif. Hal ini sejalan dengan
pendapat Miles & Huberman dalam Cresswell (2008: 45) yang menyatakan
bahwa “apabila kita mengkombinasikan data kuantitatif dan kualitatif, kita
mempunyai suatu kombinasi yang sangat kuat. Misalnya, dengan mengukur
outcome suatu kajian (kuantitatif) maupun prosesnya (kualitatif), kita dapat
membangun suatu gambaran tentang suatu fenomena sosial yang kompleks
(Greene & Caracelli dalam Creswell, 2008: 46).
Penggunaan penelitian dengan mixed methods apabila satu jenis
penelitian (kualitatif atau kuantitatif) tidak cukup untuk membahas
masalah penelitian atau menjawab pertanyaan penelitian. Di dalam
penelitian ini, metode kualitatif dapat menjawab pertanyaan penelitian gugus
pertama, yaitu tentang: (a) hambatan dan kemampuan apa saja yang dialami
oleh anak dengan High Functioning Autism dalam mengembangkan
keterampilan sosial dengan anak-anak reguler di sekolah dasar inklusif? (b)
aspek-aspek apa saja yang difahami guru tentang keterampilan sosial anak
dengan High Functioning Autism di sekolah dasar inklusif?; (c) bagaimana
pengetahuan guru dalam melaksanakan teknik bermain peran untuk
mengembangkan keterampilan sosial pada anak dengan High Functioning
Autism di sekolah dasar inklusif?; (d) dukungan apa saja yang diberikan orang
92
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
tua siswa dalam mengembangkan keterampilan sosial anak dengan High
Functioning Autism di sekolah dasar inklusif?; dan (e) seperti apakah model
bermain peran untuk mengembangkan keterampilan sosial anak dengan High
Functioning Autism di sekolah dasar inklusif?
Pertanyaan penelitian gugus kedua, yakni: (a) apakah penerapan model
konseling kelompok dengan teknik bermain peran dapat meningkatkan
keterampilan sosial anak dengan High Functioning Autism yang berperilaku
agresif dan pendiam di sekolah dasar inklusif?; (b) apakah penerapan model
konseling kelompok dengan teknik bermain peran dapat meningkatkan
keterampilan sosial anak dengan High Functioning Autism di kelas rendah dan
kelas tinggi di sekolah dasar inklusif?; dan (c) apakah penerapan model
konseling kelompok dengan teknik bermain peran dapat meningkatkan
keterampilan sosial anak dengan High Functioning Autism dari orang tua yang
memberikan dukungan memadai dan kurang memadai di sekolah dasar
inklusif?. Pertanyaan penelitian ini hanya dapat dijawab dengan metode
kuantitatif. Oleh karena itu, penggunaan kombinasi metode kualitatif dan
metode kuantitatif dalam penelitian ini merupakan suatu keharusan.
Desain mix method dalam penelitian ini dilakukan dengan pola sebagai
berikut:
1. Peneliti mengumpulkan data kualitatif terlebih dahulu, dilanjutkan
mengumpulkan data kuantitatif, dan pengumpulan data dilakukan dalam
dua fase yang terpisah.
2. Kegiatan pengumpulan data, peneliti lebih banyak mengumpulakn data
kualitatif (QUAL) daripada data kuantitatif (quan). Pemberian prioritas ini
didasarkan pada arah pertanyaan penelitian yang lebih banyak mengungkap
data-data kualitatif, dan membahas hasil data kualitatif secara lebih rinci
daripada hasil data kuantitatif.
3. Peneliti membangun data kuantitatif berdasarkan data kualitatif. Data
kuantitatif tentang kefektifan model bermain peran diperoleh setelah
peneliti mendapatkan data kualitatif yang digunakan untuk merumuskan
model tersebut.
93
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
Memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka desain penelitian yang
digunakan oleh peneliti adalah exploratory mixed methods research design.
Pada umumnya desain ini diaplikasikan untuk mengeksplorasi suatu fenomena,
mengidentifikasi tema-tema, merancang suatu instrumen, dan selanjutnya
mengujinya.
Secara visual, alur atau bagan dari desain penelitian ini dijelaskan dalam
gambar berikut.
QUAL
(Data dan
Hasil)
Membangun
quan
(Data dan
Hasil)
Gambar 3.1
Exploratory Mixed Methods Research Design
(diadaptasikan dari Creswell, J.W. 2008)
Keterangan:
Tanda panah menunjukkan urutan pengumpulan data. Pengumpulan data
kuantitatif dilakukan setelah diperoleh data kualitatif.
Huruf kapital menunjukkan prioritas data. QUAL menunjukkan bahwa data
kualitatif lebih diprioritaskan daripada data kuantitatif (quan).
Dalam penelitian kuantitatif dari penelitian ini adalah metode eksperimen
dengan subyek penelitian tunggal (Single Subject Research). Metode ini
digunakan karena ini meneliti suatu peristiwa atau perubahan yang muncul
secermat mungkin, sehingga dapat diketahui hubungan sebab akibat
munculnya gejala tersebut. Hal ini seperti yang dijelaskan Tawney dan
Gast (1984:10) bahwa “Single Subject Research Design is an integrak
part of the behavior analytic tradition. The term refers to a research
94
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
strategy developed to document changes in the behavior of individual
subject”.
Metode eksperimen ini digunakan karena sesuai dengan tujuan penelitian
tahap kedua, yaitu untuk memperoleh gambaran langsung pengaruh penerapan
model bermain peran terhadap keterampilan sosial pada anak dengan High
Functioning Autism di SDN Puteraco Kota Bandung.
Desain penelitian menggunakan desain A-B-A. Desain A-B-A merupakan
penelitian yang pengolahan datanya dipergunakan untuk menganalisis
terjadinya perubahan perilaku, dalam hal ini adalah keterampilan sosial sebagai
akibat dari perlakuan dengan subyek penelitian tunggal (Sunanto, 2005: 13).
Desain A-B-A memiliki tiga tahap, yaitu: A-1 (baseline-1), B (intervensi), A-2
(baseline-2). Berikut digambarkan desain A-B-A pada gambar 3.1.
0
10
20
30
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Gambar 3.2
Desain A-B-A
Keterangan:
A-1 = Baseline-1
Adalah kondisi keterampilan sosial pada subjek penelitian sebelum
memperoleh intervensi (pra-intervensi).
B = Intervensi
Adalah kondisi intervensi keterampilan sosial dengan model bermain peran
pada subjek penelitian selama memperoleh intervensi.
A-2 = Baseline-2
Adalah kondisi keterampilan sosial pada subjek penelitian setelah intervensi
(post-intervensi).
A-1 B A-2
Rat
e
Sesi
95
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
Dalam penelitian subyek tunggal, perlu dirumuskan dahulu target behavior,
yang merupakan tingkah laku yang diharapkan meningkat dalam suatu
penelitian. Target behavior dalam penelitian ini adalah keterampilan sosial
yang meliputi: peer acceptance, keterampilan berkomunikasi, perilaku
interpersonal, perilaku personal, perilaku yang berhubungan dengan
kesuksesan akademis,.
Produk akhir dari penelitian ini adalah dirumuskannya model bermain
peran untuk mengembangkan keterampilan sosial anak dengan High
Functioning Autism di sekolah dasar inklusif Kota Bandung. Model konseling
kelompok dengan teknik bermain peran yang dihasilkan dalam penelitian ini
dirancang melalui analisis konseptual, analisis empiris, yang kemudian
dikembangkan menjadi model akhir bermain peran untuk mengembangkan
keterampilan sosial pada anak dengan High Functioning Autism.
C. Pengembangan Instrumen Penelitian
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa penelitian ini menggunakan
Exploratory Mixed Methods Research Design, sehingga dalam pelaksanaan
penelitiannya mengharuskan menggunakan instrumen penelitian yang berbeda
sesuai dengan sifat dari pendekatan penelitian yang digunakan. Berikut
dijelaskan kisi-kisi dan pengembangan instrumen penelitian untuk penelitian
tahap pertama dengan menggunakan penelitian kualitatif dan penelitian tahap
kedua dengan menggunakan penelitian kuantitatif.
1. Pengembangan Instrumen Pengumpulan Data Kualitatif
a. Kisi-kisi Instrumen
Kisi-kisi instrumen pada penelitian kualitatif merupakan upaya untuk
menjabarkan aspek-aspek yang akan diungkap dalam penelitian kualitatif
sesuai dengan poin-poin pertanyaan penelitian dalam penelitian kualitatif.
Berikut disajikan kisi-kisi instrumen pada penelitian kualitatif.
96
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
Tabel 3.1
Kisi-kisi Instrumen pada Penelitian Tahap Pertama dengan
Menggunakan Penelitian Kualitatif
No
.
Aspek yang
Diungkap
Indikator Sub Indikator Alat
Pengum-
pul Data
Subyek
Penelitian
1. Hambatan dan
kemampuan
yang dimiliki
anak High
Functioning
Autism dalam
mengembang-
kan
keterampilan
sosial di sekolah
dasar inklusif
Hambatan
a. Hambatan dalam
berkomunikasi
b. Hambatan
mengembangkan
pergaulan
c. Hambatan yang
bersumber dari
teman sebaya
Pedoman
Wawan-
cara
Guru
Kelas
Kepala
Sekolah
Orang Tua
Anak
Autis
Kemam-
puan
a. Kemampuan
dalam
berkomunikasi
b. Kemampuan
dalam
mengembangkan
pergaulan
2. Aspek-aspek
yang difahami
guru tentang
keterampilan
sosial pada anak
High
Functioning
Autism di
sekolah dasar
inklusif
Memaha-
mi konsep
High
Functio-
ning
Autism
a. Batasan konsep
b. Hambatan
c. Kemampuan
d. Layanan
Pembelajaran
Tes
Pengetahu-
an
Guru
Kelas
Memaha-
mi konsep
keterampil
an sosial
pada anak
High
Functio-
ning
Autism
a. Batasan
Keterampilan
Sosial
b. Pentingnya
keterampilan
sosial bagi anak
High
Functioning
Autism
c. Upaya yang
dilakukan dalam
mengembangkan
keterampilan
sosial
Tes
Pengetahu-
an
Guru
Kelas
3. Pengetahuan
guru dalam
melaksanakan
teknik bermain
Pengetahu-
an dalam
merencana
kan
a. Menentukan
bentuk kelompok
yang akan
digunakan
Tes
Pengetahu-
an
Guru
Kelas
97
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
peran untuk
mengembang-
kan
keterampilan
sosial pada anak
High
Functioning
Autism di
sekolah dasar
inklusif
kegiatan b. Menentukan
peran yang tepat
dimainkan anak
High
Functioning
Autism
c. Menentukan
alokasi waktu
yang akan
digunakan dalam
bermain peran
Pengetahu-
an dalam
melaksana-
kan
kegiatan
a. Memulai
pembentukan
kelompok
b. Teknik
memberikan
instruksi
c. Membagi peran
dalam kegiatan
kelompok
d. Membimbing
dinamika
kegiatan
kelompok
Tes
Pengetahu-
an
Guru
Kelas
Pengetahu-
an dalam
menutup
kegiatan
a. Teknik
mengakhiri
kegiatan
b. Melaksanakan
refleksi
c. Melaksanakan
tindak lanjut
Tes
Pengetahu-
an
Guru
Kelas
4. Dukungan yang
diberikan orang
tua siswa dalam
mengembangka
n keterampilan
sosial anak High
Functioning
Autism di
sekolah dasar
inklusif
Dukungan
Pemikiran
a. Memberikan
saran-saran
pemikiran
kepada pihak
sekolah
b. Memberikan
sumbangan
pengalaman
kepada pihak
sekolah
Pedoman
Wawan-
cara
Guru
Kelas
Kepala
Sekolah
Orang Tua
Anak
Autis
Dukungan
Tenaga
a. Terlibat sebagai
supporting
profesion other
(terapis, GPK,
dan tenaga
lainnya).
Pedoman
Wawan-
cara
Guru
Kelas
Kepala
Sekolah
Orang Tua
Anak
Autis
98
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
Dukungan
Materi
a. Memberikan
biaya tambahan
b. Memberikan alat
bantu belajar dan
fasilitas sekolah
Pedoman
Wawan-
cara
Guru
Kelas
Kepala
Sekolah
Orang Tua
Anak
Autis
5. Model bermain
peran yang
diperlukan
untuk
mengembangka
n keterampilan
sosial anak High
Functioning
Autism di
sekolah dasar
inklusif
Struktur
Model
bermain
peran
untuk
mengem-
bangkan
Keteram-
pilan
Sosial di
sekolah
dasar
sekolah
inklusi
a. Rasional
b. Tujuan
c. Asumsi Model
d. Target Intervensi
e. Komponen
Model
f. Langkah-
langkah Model
g. Kompetensi
Konselor
h. Struktur, isi
kompetensi
i. Evaluasi,
indikator
keberhasilan
j. Pengembangan
Staf
Skala
Penilaian Pakar BK
Pakar
PLB
b. Pengembangan Alat Pengumpul Data
Sesuai dengan jenis metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian
kualitatif, maka peneliti sendiri merupakan instrumen utama penelitian. Dalam
hal ini, Lincoln dan Guba dalam Moleong (1988: 119) mengemukakan bahwa
“seorang peneliti naturalistik memilih menggunakan sendiri sebagai human
instrument pengumpul data primer. Dalam kedudukannya sebagai instrumen
utama, maka peneliti dapat menangkap secara utuh situasi yang sesungguhnya
serta dapat memberikan makna atas apa yang diamatinya itu”.
Pendapat di atas, diperkuat dengan pernyataan Nasution (1982: 55-56)
tentang ciri-ciri manusia (peneliti) sebagai instrumen penelitian, yaitu:
1) Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus
dari lingkungan yang harus diperkirakan bermakna;
2) Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek
keadaan dan dapat mengumpulkan aneka data sekaligus;
99
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
3) Tiap situasi merupakan suatu keseluruhan. Tidak ada suatu instrumen
berupa tes atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi
kecuali manusia;
4) Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia tidak dapat dipahami
dengan pengetahuan semata-mata. Untuk memahami, kita perlu
merasakannya, menyelaminya berdasarkan penghayatan kita;
5) Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang
diperoleh dan menafsirkannya;
6) Hanya manusia sebagai instrumen yang dapat mengambil kesimpulan
berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan segera
menggunakannya sebagai balikan untuk memperoleh penegasan,
perubahan, perbaikan dan penolakan.
Peneliti sebagai instrumen utama penelitian, maka ia dapat menggunakan
berbagai teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1) Wawancara, yaitu melaksanakan tanya jawab tatap muka atau
mengkonfirmasikan yang dilakukan oleh peneliti dengan 1 orang guru di
kelas rendah dan 1 orang guru di kelas tinggi yang memiliki peserta didik
anak dengan High Functioning Autism dan kepala sekolah di SDN Puteraco
Kota Bandung. Adapun pedoman wawancara ini digunakan untuk
mengungkap data lapangan terkait dengan dua pertanyaan penelitian
sebagai berikut: (a) hambatan dan kemampuan yang dimiliki anak High
Functioning Autism dalam mengembang-kan keterampilan sosial di sekolah
dasar inklusif; dan (b) dukungan yang diberikan orang tua siswa dalam
mengembangkan keterampilan sosial anak dengan High Functioning
Autism di sekolah dasar inklusif Pedoman wawancara disajikan dalam
lampiran 2.
2) Tes Pengetahuan (knowledge test) yang dikemas dalam bentuk tes pilihan
ganda dengan jumlah opsi sebanyak 4 alternatif jawaban. Tes pengetahuan
ini digunakan untuk mengungkap tentang dua pertanyaan penelitian, yaitu:
(a) aspek-aspek yang difahami guru tentang keterampilan sosial pada anak
dengan High Functioning Autism di sekolah dasar inklusif; dan (b)
Pengetahuan guru dalam melaksanakan teknik bermain peran untuk
100
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
mengembang-kan keterampilan sosial pada anak High Functioning Autism
di sekolah dasar inklusif. Tes pengetahuan disajikan dalam lampiran 8.
3) Skala Penilaian, yaitu melaksanakan penilaian terhadap kelayakan dari
model bermain peran yang dirumuskan berdasarkan hasil analisis empirik
berdasarkan data-data kualitatif dan analisis konseptual tentang konseling
kelompok. Skala penilaian ini dilakukan oleh 2 orang pakar bimbingan dan
konseling dan 1 orang pakar pendidikan luar biasa. Pedoman skala
penilaian disajikan dalam lampiran 6
.
c. Penimbangan Instrumen
Untuk memperoleh alat pengumpul data (instrumen) yang layak
digunakan, maka dilakukan penimbangan instrumen. Setiap butir pertanyaan
pada pedoman wawancara, tes pengetahuan dan skala penilaian divalidasi oleh
tiga pakar untuk dikaji secara rasional dari segi konten maupun dari segi
keterbacaannya, kemudian ditelaah kesesuaian antara indikator dengan butir
pernyataan yang dikembangkan dalam pedoman wawancara dan skala
penilaian.
Ketiga pakar penimbangan instrumen ini adalah dua orang pakar
bimbingan dan konseling dan satu orang pakar pendidikan luar biasa. Hal ini
didasarkan pada pertimbangan bahwa instrumen yang dikembangkan
merupakan penjabaran dari konstruk teori bimbingan konseling dan pendidikan
luar biasa, sehingga diperlukan judgement expert yang melibatkan disiplin
bimbingan konseling dan pendidikan luar biasa. Ketiga penimbang
memberikan koreksi, catatan, dan saran-saran ke arah penyempurnaan butir
pernyataan dalam pedoman wawancara dan skala penilaian, baik dari sisi
konstruk, konten, serta keterbacaannya.
d. Ujicoba Instrumen
Setelah instrumen penelitian memperoleh persetujuan para pakar melalui
penimbangan instrumen, maka dilakukan uji coba instrumen. Uji coba
instrumen pedoman wawancara dan skala penilaian, dilakukan melalui
101
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
pendekatan judgement expert yang dilakukan juga oleh tiga orang pakar dalam
kegiatan penimbangan instrumen. Dalam hal ini, tidak dilakukan ujicoba
instrumen melalui uji lapangan dan analisis statistik.
Untuk instrumen berupa tes pengetahuan yang dikemas dalam bentuk tes
pilihan ganda, dilakukan uji coba lapangan dan dianalisis dengan menggunakan
analisis statistik dengan bantuan SPSS. Instrumen tes pengetahuan sebelum
dilakukan uji coba disajikan dalam lampiran 3, dan instrumen tes pengetahuan
hasil revisi uji coba disajikan dalam lampiran 8.
2. Pengembangan Instrumen Pengumpulan Data Kuantitatif
a. Kisi-Kisi Instrumen
Keterampilan sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
kemampuan anak dengan High Functioning Autism dalam berperilaku secara
interaktif dan wajar dengan siswa reguler lainnya. Indikator dari variabel
keterampilan sosial pada anak dengan High Functioning Autism merupakan
upaya sintesis dari konstruk keterampilan sosial dan hambatan yang dialami
oleh anak dengan High Functioning Autism.
Indikator variabel keterampilan sosial pada anak dengan High Functioning
Autism yang dikonstruksi dalam penelitian ini merujuk pada Elksnin & Elksnin
(dalam Fajar.multifly.com), yang meliputi 5 dimensi dan analisis terhadap perilaku
umum anak dengan High Functioning Autism. Dengan demikian, indikator dari
keterampilan sosial dalam penelitian ini meliputi dimensi sebagai berikut.
1) Peer acceptance
Perilaku yang berhubungan dengan kemampuan dalam memposisikan dirinya
sebagai bagian dari lingkungan atau teman sebaya. Data yang diungkap
memfokuskan pada target behaviour , yakni meningkatnya kemauan dan
kemampuan untuk memberi salam atau menyapa.
2) Keterampilan Komunikasi
Kemampuan anak dalam berkomunikasi dengan lingkungan, seperti dengan guru
dan teman sebaya. Data yang diungkap memfokuskan pada target behaviour,
yakni meningkatnya kemauan dan kemampuan untuk mempertahankan perhatian
dalam pembicaraan.
102
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
3) Perilaku Interpersonal
Merupakan perilaku menyangkut keterampilan yang dipergunakan selama
melakukan interaksi sosial. Analisis data dalam dimensi ini memfokuskan pada
tercapainya perilaku yang dikehendaki (target behaviour) yaitu meningkatnya
kemauan untuk memberikan bantuan.
4) Perilaku Personal
Merupakan keterampilan untuk mengatur diri sendiri dalam situasi sosial. Dalam
penelitian ini, data tentang perilaku interpersonal memfokuskan pada pada target
behaviour , yakni meningkatnya kemauan dan kemampuan untuk menghadapi
kendala/kesulitan.
5) Perilaku yang berhubungan dengan kesuksesan akademis
Merupakan perilaku atau keterampilan sosial yang dapat mendukung prestasi
belajar di sekolah. Dalam data ini memfokuskan pada target behaviour, yakni
meningkatnya kemauan dan kemampuan untuk mendengarkan penjelasan materi
pelajaran.
Karakteristik anak dengan High Functioning Autism yang kurang aksesible dalam
menggunakan komunikasi secara verbal, sebagaimana yang dijelaskan dalam konsep
“Triad Impairmant of Autism” (Lee & June, 2002: 165), bahwa anak autis memiliki
tiga keterbatasan umum, yaitu: (1) social communication; (2) social interaction; dan
(3) imagination. Berdasarkan pada kerangka konseptual tersebut dan dalam upaya
menghasilkan data yang obyektif, original, dan valid, maka bentuk instrumen
penelitian untuk mengungkap keterampilan sosial anak dengan High Functioning
Autism di sekolah inklusi, menggunakan pedoman observasi dalam bentuk inventori,
yang dalam penelitian jenis Single Subyek Research, disebut dengan istilah lembar
pencatatan (Recording Sheet for Rate Data).
Berikut disajikan tabel yang menggambarkan kisi-kisi penelitian kuantitatif
dengan menggunakan metode Single Subyek Research, sebagai berikut:
103
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
Tabel 3.2.
Kisi-kisi Instrumen pada Penelitian Kuantitatif
(Keterampilan Sosial pada Anak High Functioning Autism
dengan menggunakan Recording Sheet for Rate Data)
No. Komponen Target
Behaviour Indikator
Data yang
Diukur
1. Peer
Acceptance
Kemauan dan
kemampuan untuk
memberi salam
atau menyapa
a. Berinisiatif dalam
member salam atau
menyapa kepada guru
dan teman sebaya.
b. Mengucapkan salam
atau menyapa kepada
guru dan teman
sebaya secata
konsisten.
c. Mengucapkan salam
atau menyapa guru
dan teman sebaya
dengan cara tertentu
dan baik.
Frekuensi
2. Keterampilan
Berkomunikasi
Kemauan dan
kemampuan untuk
mempertahankan
perhatian dalam
pembicaraan.
a. Memiliki perhatian
dalam melakukan
pembicaraan dengan
guru dan teman
sebaya.
b. Mempertahankan
perhatian dalam
melakukan
pembicaraan dengan
guru dan teman
sebaya dengan cara
tertentu.
c. Menunjukan perhatian
dalam melakukan
pembicaraan dengan
guru dan teman
sebaya secara
konsisten.
Durasi
3. Perilaku
Interpersonal Kemampuan
anak High
Functioning
Autism dalam
melakukan
interaksi dengan
lingkungan.
a. Mau memberikan
bantuan kepada
teman dalam bentuk
tertentu
b. Mau atau bersedia
memberikan bantuan
kepada teman dalam
suasana belajar,
104
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
bermain,
meminjamkan alat
belajar, seperti
penggaris,
penghapus, dan
sejenisnya.
c. Memberikan bantuan
kepada teman dalam
suasana belajar dan
bermain dengan cara
tertentu.
4. Perilaku
Personal
Kemauan dan
kemampuan untuk
menghadapi
kendala/ kesulitan.
a. Memiliki kemampuan
dalam menghadapi
kendala atau kesulitan
mengikuti
pembelajaran dan
suasana bermain
dengan teman sebaya.
b. Memiliki kemauan
secara mandiri atau
berinisiatif minta
bantuan sama guru
atau teman sebaya
dalam mengatasi
kesulitan mengikuti
pembelajaran atau
bermain.
c. Menunjukan keuletan
dalam menghadapi
kendala atau kesulitan
mengikuti
pembelajaran dan
suasana bermain
dengan teman sebaya.
Frekuensi
5. Perilaku yang
berkaitan
dengan tugas-
tugas
akademik.
Kemauan dan
kemampuan untuk
mendengarkan
penjelasan materi
pelajaran.
a. Mau mendengarkan
penjelasan materi
pelajaran dari guru
dengan cara tertentu.
b. Menunjukan inisiatif
untuk mendengarkan
penjelasan materi
pelajaran yang
disampaikan guru.
c. Menunjukan
konsentrasi
mendengarkan
penjelasan materi yang
disampaikan guru.
Prosentase
105
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
b. Pengembangan Instrumen
Untuk mengumpulkan data dalam penelitian kuantitatif ini dengan
instrumen dalam bentuk inventori tentang aspek-aspek normatif dalam
konstruk keterampilan sosial bagi anak dengan High Functioning Autism. Data-
data yang diamati kemudian dikuantifikasikan dalam bentuk angka-angka
(score). Tujuan utama dari penggunaan instrumen dalam penelitian kuantitatif
ini adalah untuk melihat efektivitas dari penggunaan model bermain peran
dalam mengembangkan keterampilan sosial pada anak dengan High
Functioning Autism di sekolah dasar inklusif. Hasil pengamatan dengan
menggunakan inventori ini kemudian dikuantifikasikan dalam bentuk skor
perolehan keterampilan sosial pada anak dengan High Functioning Autism
sebagai dampak dari penerapan model bermain peran.
c. Penimbangan Instrumen
Penimbangan instrumen inventori keterampilan sosial pada anak dengan
High Functioning Autism dilakukan untuk memperoleh inventori yang layak
digunakan dalam pengumpulan data. Kelayakan inventori keterampilan sosial
pada anak dengan High Functioning Autism, meliputi analisis konten yakni
kesesuaian aspek-aspek yang diungkap dengan kisi-kisi instrumen dan tingkat
keterbacaan atau penggunaan dari inventori untuk mengungkap data tentang
keterampilan sosial. Penimbangan instrumen ini sama dilakukan oleh tiga
orang pakar, yakni dua orang pakar di bidang bimbingan konseling dan satu
orang pakar di bidang pendidikan luar biasa. Hal ini didasarkan pada
pertimbangan bahwa inventori yang dikembangkan merupakan penjabaran dari
konstruk teori keterampilan sosial dan anak dengan High Functioning Autism,
sehingga diperlukan judgement expert yang melibatkan disiplin bimbingan
konseling dan pendidikan luar biasa. Ketiga penimbang memberikan koreksi,
catatan, dan saran-saran ke arah penyempurnaan inventori keterampilan sosial
pada anak dengan High Functioning Autism, baik dari sisi konstruk, konten,
serta keterbacaannya.
106
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
d. Ujicoba Instrumen
Setelah inventori keterampilan sosial pada anak dengan High Functioning
Autism memperoleh persetujuan para pakar melalui penimbangan inventori,
maka dilakukan uji coba inventori. Uji coba inventori keterampilan sosial pada
anak dengan High Functioning Autism, dilakukan melalui pendekatan
judgement expert yang dilakukan juga oleh tiga orang pakar dalam kegiatan
penimbangan instrumen penelitian dalam penelitian kualitatif. Dalam hal ini,
tidak dilakukan ujicoba instrumen melalui uji lapangan dan analisis statistik.
Untuk uji coba instrumen penelitian tentang tes pengetahuan tentang
konsep autisme dan keterampilan sosial, dilaksanakan di sekolah inklusi tunas
harapan, dan dilakukan analisis secara statistik. Berikut disajikan hasil analisis
uji coba instrumen penelitian tentang tes pengetahuan tentang konsep autisme
dan keterampilan sosial.
Pelaksanaan uji coba instrumen tes pengetahuan ini dilaksanakan di
SDN Tunas Harapan yang memiliki karakteristik yang hampir sama dengan
SDN Puteraco sebagai tempat penelitian. Hal ini didasarkan pada pertimbangan
bahwa SDN Tunas Harapan juga sebagai SD penyelenggara pendidikan inklusi
dengan pengalaman dan pengetahuan para guru dan kepala sekolahnya relatif
sama dengan para guru dan kepala sekolah di SDN Puteraco. Responden dalam
uji coba tes pengetahuan ini adalah guru-guru dan kepala sekolah sebanyak 10
orang, sembilan orang guru dan satu orang kepala sekolah.
Tujuan dari uji coba tes pengetahuan ini adalah untuk mengukur
kualitas item-item soal pilihan ganda yang digunakan dalam tes pengetahuan.
Adapun aspek yang dianalisis dalam uji coba tes pengetahuan ini adalah
validitas dan reliabilitas. Analisis kedua komponen ini menggunakan softwere
SPSS.
1) Uji Validitas Item Soal Tes Pengetahuan (Knowledge Test)
Hasil analisis butir soal tes pengetahuan ini, terdapat 4 item soal yang
termasuk kategori tidak valid. Hasil perhitungan validitas analisis butir soal ini
disajikan dalam lampiran 7. Untuk memenuhi kriteria keterwakilan setiap
107
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
indiKator, maka dilakukan revisi terhadap empat butir soal yang termasuk
kategori tidak valid. Revisi butir soal disajikan dalam lampiran 8. Berikut
disajikan analisis validitas dan reliabilitas dari hasil uji coba tes pengetahuan
yang akan digunakan dalam penelitian ini.
2) Uji Reabilitas Item Soal Tes Pengetahuan (Knowledge Test)
Uji reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana instrumen
dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Reliabilitas instrumen menggambarkan
kemantapan dan keajegan alat ukur yang digunakan. Suatu alat ukur atau
instrumen dikatakan memiliki reliabilitas yang baik apabila alat ukur tersebut
selalu memberikan hasil yang sama meskipun digunakan berkali- kali baik oleh
peneliti yang sama maupun oleh peneliti yang berbeda. Untuk menguji
reliabilitas instrumen dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik belah dua
(split half) yang dianalisis dengan rumus Spearman Brown. Setelah nilai
koefisien reliabilitas diperoleh, maka perlu diterapkan suatu nilai koefisien
reliabilitas paling kecil yang dianggap reliabel. Yang mana disarankan bahwa
koefisien reliabilitas antara 0,70 – 0,80 cukup baik untuk tujuan penelitian
dasar. Analisis perhitungan uji reliabilitas, disajikan dalam lampiran 7.
D. Strategi Pengumpulan Data
Strategi pengumpulan data mengacu pada upaya untuk mengumpulkan
data sesuai dengan arah pertanyaan penelitian, baik dalam gugus pertanyaan
penelitian pertama, maupun pada gugus pertanyaan penelitian kedua. Dengan
demikian, data yang dikumpulkan melalui penelitian ini terdiri dari data, yaitu
data kualitatif dan data kuantitatif. Pengumpulan data kualitatif dilakukan pada
penelitian fase pertama, sedangkan pengumpulan data kuantitatif dilakukan
pada penelitian fase kedua. Data kuantitatif dalam penelitian ini adalah berupa
hasil pengukuran keterampilan sosial pada anak dengan High Functioning
Autism sebagai dampak dari penerapan model bermain peran.
Berikut dipaparkan strategi pengumpulan data, pada penelitian kualitatif
dan penelitian kuantitatif.
108
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
1. Pengumpulan Data Kualitatif
Untuk mengumpulkan data kualitatif dalam gugus pertanyan penelitian
pertama, peneliti menggunakan teknik wawancara, tes pengetahuan, dan skala
penilaian. Teknik wawancara digunakan untuk menggali data-data kualitatif
yang diperlukan sebagai pertimbangan dalam merumuskan model bermain
peran sebagai produk dalam penelitian ini. Teknik wawancara ini dilaksanakan
oleh peneliti secara tatap muka (face to face) dengan subyek penelitian, yaitu 1
orang guru di kelas rendah dan 1 orang guru di kelas tinggi yang memiliki anak
dengan High Funtioning Autism, kepala sekolah di SDN Puteraco Kota
Bandung, dan 4 orang tua dari anak dengan High Funtioning Autism. Dalam
melaksanakan teknik wawancara, peneliti menggunakan pedoman wawancara
yang disajikan dalam lampiran 2.
Sebelum dilakukan pengumpulan data tersebut, peneliti melakukan studi
awal dan pengkondisian dengan anak autis, guru kelas, dan kepala sekolah. Hal
ini dimaksudkan untuk memudahkan dan mengefektifkan proses pengumpulan
data penelitian kualitatif. Hal ini didasarkan pada pertimbangan konseptual
bahwa pemahaman peneliti tentang latar kontekstual dari subyek yang akan
diteliti merupakan prasyarat yang harus dipenuhi dalam proses pengumpulan
data kualitatif (Moleong, 2005: 32).
Data-data yang diungkap melalui teknik wawancara, meliputi:
1) Hambatan dan kemampuan yang dialami oleh anak dengan High
Functioning Autism dalam mengembangkan keterampilan sosial dengan
anak-anak reguler di sekolah dasar inklusif Kota Bandung.
2) Dukungan yang diberikan orang tua siswa dalam mengembangkan
keterampilan sosial anak dengan High Functioning Autism di sekolah dasar
inklusif di sekolah dasar inklusif Kota Bandung.
Data-data kualitatif yang diungkap melalui teknik tes pengetahuan,
meliputi:
1) Aspek-aspek yang difahami guru tentang keterampilan sosial anak dengan
High Functioning Autism di sekolah dasar inklusif Kota Bandung.
109
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
2) Pengetahuan guru di sekolah dasar inklusif dalam melaksanakan teknik
bermain peran untuk mengembangkan keterampilan sosial pada anak
dengan High Functioning Autism di sekolah dasar inklusif Kota Bandung.
Adapun data yang diungkap melalui teknik skala penilaian adalah untuk
memperoleh nilai kelayakan dari 2 orang pakar bimbingan dan konseling dan 1
orang pakar pendidikan luar biasa tentang model bermain peran yang
dirumuskan peneliti berdasarkan analisis empirik dari data-data kualitatif yang
diperoleh dan analisis konseptual tentang konseling kelompok dengan
menggunakan teknik bermain peran dan konsep autisme, khususnya anak
dengan High Functioning Autism.
Aspek-aspek yang dinilai dalam skala penilaian untuk menilai kelayakan model
bermain peran ini meliputi: (a) rasional; (b) tujuan; (c) asumsi model; (d) target
intervensi; (e) komponen model; (f) langkah-langkah model; (g) kompetensi konselor;
(h) struktur, isi kompetensi; (i) evaluasi, indikator keberhasilan; dan (j) pengembangan
staf.
2. Pengumpulan Data Kuantitatif
Untuk mengumpulkan data penelitian yang termasuk ke dalam data
penelitian kualitatif, peneliti menggunakan teknik observasi. Observasi
merupakan teknik yang paling tepat untuk mengungkap data terkait dengan
perilaku anak dengan High Functioning Autism yang akan diteliti. Penggunaan
teknik observasi untuk mengungkap dan memahami keterampilan sosial anak
dengan High Functioning Autism adalah hal yang sangat tepat untuk dilakukan.
Keterbatasan anak dengan High Functioning Autism untuk berkomunikasi
secara verbal, akan menyulitkan apabila peneliti menggunakan teknik
wawancara yang langsung digunakan dengan anak dengan High Functioning
Autism. Penggunaan teknik observasi sebagai alat pengumpul utama untuk
mengumpulkan dan memahami perilaku anak autis, didasarkan pada dua
pertimbangan sebagai berikut: (1) anak dengan High Functioning Autism
kurang bisa memahami arah pertanyaan dalam menjawab pertanyaan; (2)
perilaku anak dengan High Functioning Autism dapat dipahami sebagai
original behaviour sehingga data yang diungkap melalui observasi/pengamatan
110
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
lebih valid sebagai sumber data untuk menganalisis keterampilan sosial anak
autis.
Dalam melaksanakan observasi, peneliti menggunakan instrumen berupa
inventori keterampilan sosial yang merupakan penjabaran dari aspek dan
indikator dari konstruk variabel keterampilan sosial pada anak anak dengan
High Functioning Autism. Pedoman inventori keterampilan sosial anak High
Functioning Autism disajikan dalam lampiran 4.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara mengamati perilaku anak
dengan High Functioning Autism dengan menggunakan inventori keterampilan
sosial. Untuk mendapatkan validitas data keterampilan sosial anak dengan
High Functioning Autism, dilakukan perekaman video perilaku anak. Melalui
rekaman video tersebut, dilakukan pengamatan dengan menggunakan inventori
oleh tiga orang pengamat, yaitu peneliti sendiri, 1 orang guru di SDN Puteraco,
dan 1 orang widyaiswara di bidang pendidikan luar biasa, khsusunya yang
memiliki kompetensi dalam bidang pendidikan anak autis. Untuk mendapatkan
pengumpulan data yang ajeg, maka sebelum dilakukan proses pengamatan
dilakukan dahulu Training of Trainer (TOT) tentang cara-cara menggunakan
inventori yang digunakan dalam penelitian.
Berikut disajikan prosedur pengumpulan data kuantitatif dengan desain
A-B-A, sebagai berikut:
a. Menentukan dan menetapkan perilaku yang mau diubah sebagai target
behavior, yaitu keterampilan sosial yang terdiri dari lima indikator,
meliputi: peer acceptance, perilaku interpersonal, perilaku personal,
keterampilan berkomunikasi, dan kemampuan berkaitan dengan tugas
akademik.
b. Pada tahap baseline-1 (A-1), menetapkan kemampuan dasar dari
keterampilan sosial, melalui pengamatan dengan menggunakan inventori
keterampilan sosial sebanyak empat sesi. Dalam tiap sesi dilaksanakan
selama 30 menit, dalam situasi alamiah di setting kelas dan luar kelas.
Adapun langkah dari pelaksanaan tahap ini, adalah dengan cara subyek
111
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
diamati dalam interaksi sosial dengan teman sebaya, baik dalam situasi
pembelajaan maupun dalam situasi bermain di waktu istirahat.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mencatat setiap perilaku yang
menunjukan indikator dari keterampilan sosial, baik dalam kategori data
frekuensi, prosentasi, maupun durasi.
c. Pada tahap intervensi (B), dilaksanakan penerapan model bermain peran
terhadap subjek penelitian sebanyak delapan sesi, tiap sesi lamanya 45
menit. Adapun langkah dari model bermain peran, sebagai berikut:
1) Pembentukan kelompok yang akan digunakan dalam pelaksanaan
konseling kelompok. Subyek penelitian dikondisikan dalam kelompok
campuran (anak dengan High Functioning Autism dengan siswa reguler.
Sesuai dengan pengelompokan anak dengan High Functioning Autism
dalam penelitian ini sebanyak 4 klasifikasi, maka ada 3 kelompok yang
dibentuk, dengan masing-masing kelompok berjumlah 5 orang dengan
proporsi 1 anak dengan High Functioning Autism dan 4 anak reguler.
2) Diawal pembentukan kelompok dilakukan gerakan sambil bernyanyi
dengan tema judul “Halo Apa Kabar Teman”. Tujuan dari kegiatan ini
adalah untuk membangun kehangatan dalam aktivitas kelompok,
sehingga diharapkan terjadinya interaksi antara anak dengan High
Functioning Autism dengan anak reguler dalam setiap kelompok.
3) Orientasi dan pemeranan pada setiap anggota dalam kegiatan
kelompok. Tema kegiatan kelompok yang akan dilakukan dalam
konseling kelompok ini adalah “Aku Senang Sekolah di Sini”. Untuk
memainkan tema kegiatan ini, peneliti didampingi guru kelas
menyampaikan deskripsi dan ilustrasi dari cerita judul yang akan
dimaikan. Setelah kelompok memahami ilustrasi tema dari cerita yang
akan dimainkan dalam konseling kelompok, kemudian dipetakan
pemeranan setiap anggota kelompok. Dalam menentukan pemeranan
pada setiap anggota kelompok, peneliti dan guru kelas
mempertimbangkan kemampuan awal dari anak dengan High
112
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
Functioning Autism sebagai target dari kegiatan konseling kelompok
melalui model bermain peran.
4) Melaksanakan pemeranan setiap anggota kelompok sesuai dengan tema
kegiatan yang telah diilustrasikan, dan atau memberikan instruksi
kepada anggota lainnya untuk menyimak pemeranan yang akan
dilakukan.
5) Melakukan diskusi dan refleksi dari pemeranan yang telah
dilaksanakan, dengan cara mengadakan tanya jawab, kesan dan pesan
dari pemeranan yang telah dilaksanakan.
6) Peneliti dan guru kelas memberikan penguatan dan kesimpulan dari
pelaksanaan model bermain peran yang telah dilaksanakan.
7) Peneliti dan guru kelas menutup sesi pelaksanaan model bermain peran.
8) Selama proses pemeranan dalam kegiatan bermain peran, dilakukan
pengamatan dengan menggunakan teknik inventori yang telah
dirumuskan.
d. Pada tahap baseline-2 (A-2), dilakukan pengukuran kembali keterampilan
sosial untuk mengetahui pengembangan keterampilan sosial sesuai dengan
target behavior yang telah ditentukan. Prinsip pengukuran pada tahap ini
sama dengan tahap baseline-1 (A-1).
E. Subyek Penelitian
1. Subyek dalam Penelitian Kualitatif
Dalam penelitian kualitatif pemilihan subyek penelitian, bukan sampel
yang mewakili populasi tertentu seperti dalam paradigma kuantitatif (Merriam,
S.B 1988: 34). Ini berarti bahwa penentuan partisipan sebagai sampel dalam
penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk mewakili satu populasi tertentu,
dan oleh karenanya hasilnya pun tidak dimaksudkan untuk digeneralisasikan
pada populasi tertentu. Penggeneralisasian yang valid secara statistik memang
jarang menjadi dasar keputusan dalam pengambilan sampel untuk penelitian
kualitatif; melainkan, penelitian kualitatif lebih mengutamakan kasus yang
113
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
kaya dengan informasi untuk diteliti secara mendalam (Frechtling & Sharp,
1997: 12). Praktek seperti ini disebut “purposive sampling” (Lincoln& Guba,
1985: 34). Lincoln dan Guba mengemukakan bahwa purposive sampling
didasarkan atas pertimbangan kekayaan informasi, bukan pertimbangan
statistik. Tujuannya adalah untuk memaksimalkan informasi, bukan untuk
memudahkan penggeneralisasian. Kriteria untuk menentukan kapan sampling
itu dihentikan adalah keberulangan informasinya (informational redundancy),
bukan tingkat kepercayaan statistik (statistical confidence level). Dengan
menggunakan purposive sampling, peneliti meningkatkan cakupan atau kisaran
data serta mempertinggi kemungkinan terungkapnya realita secara lebih baik.
Peneliti dapat mempergunakan pertimbangannya (judgment) untuk memilih
sampel yang paling tepat berdasarkan pertanyaan penelitian yang hendak
dicarikan jawabannya (Fetterman, 1989: 12). Pemilihan kasus itu didasarkan
atas signifikansi atau relevansinya dengan pertanyaan penelitian, bukan karena
dipandang representatif.
Oleh karena itu, subyek penelitian dalam penelitian kualitatif ini adalah
sebagai berikut:
1) Guru kelas di SDN Puteraco Kota Bandung, sebanyak empat orang, yakni
guru di kelas III,IV,V dan VI.
2) Kepala Sekolah SDN Puteraco Kota Bandung.
3) Orang tua anak dengan High Functioning Autism yang menjadi subyek
penelitian, yakni sebanyak 4 orang.
Secara lebih jelas, berikut disajikan data subyek pada penelitian kualitatif
dalam Tabel 3.3 berikut ini.
Tabel 3.3
Subyek Penelitian dalam Penelitian Kualitatif
No. Subyek Penelitian Jenis
Kelamin
Usia
Pada saat Penelitian
Tempat Tinggal
1. Guru Kelas III P 40 tahun Garut
2. Guru Kelas IV P 30 tahun Bandung
3. Guru Kelas V P 32 tahun Bandung
4. Guru Kelas VI P 34 tahun Bandung
114
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
5. Kepala Sekolah P 53 tahun Bandung
6. Orang tua anak
autis
P 37 tahun Cianjur
7. Orang tua anak
autis
P 34 tahun Bandung
8. Orang tua anak
autis
P 43 tahun Bandung
9. Orang tua anak
autis
P 40 tahun Padang
2. Subyek dalam Penelitian Kuantitatif
Pemilihan sampel untuk partisipan SSR ini dilakukan secara purposif
(purposive sampling) dengan kriteria sebagai berikut:
a. Subyek dalam penelitian ini adalah anak dengan High Functioning Autism
yang tercatat sebagai peserta didik di sekolah dasar inklusif di Kota
Bandung.
b. Kriteria awal atau kemampuan awal anak autis yang dijadikan subyek dalam
penelitian ini memiliki kemampuan dasar, seperti: (a) memahami perintah
secara verbal dan non verbel; (b) memiliki kecenderungan untuk
berkomunikasi dengan teman sebaya, meskipun kemampuannya kecil.
c. Usia anak dengan High Functioning Autism ini berkisar pada usia peserta
didik di jenjang sekolah dasar.
Berdasarkan kriteria penentuan subyek penelitian dimaksud dan
kepentingan tujuan penelitian, maka subyek penelitian dalam penelitian
kuantitatif ini adalah 4 orang anak dengan High Functioning Autism yang
memenuhi kriteria yang telah ditentukan di atas. Berikut disajikan data subyek
penelitian dalam penelitian tahap kedua (penelitian kuantitatif), yaitu:
115
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
Tabel 3.4
Subyek Penelitian dalam Penelitian Kuantitatif
No. Subyek
Penelitian
Jenis
Kelamin
Usia Kelas Tempat
Tinggal
Perilaku Awal
1. Subyek 1 P 9 tahun III Bandung Menunjukan
eye contact
Menunjukan
perilaku tidak
bisa diam
dalam waktu
yang relatif
sebentar.
Kurang
memiliki
konsentrasi
belajar yang
memadai.
Belum
memiliki
tanggung jawab
dalam
menyelesaikan
tugas-tugas
akademis.
2. Subyek 2 L 10 tahun IV Bandung Menunjukan
eye contact.
Menunjukan
perilaku
menyendiri
(alone)
Cepat prustasi
ketika
dihadapkan
pada kesulitan
dalam
mengerjakan
tugas-tugas
akademis.
Menunjukan
sikap cemas
ketika
diberikan
tugas-tugas
belajar.
116
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
3. Subyek 3 L 12 tahun V Bandung Menunjukan
eye contact
Menyendiri
(alone)
Dalam bergaul
cenderung pasif
Kurang
memiliki
inisiatif dalam
menjalin
komunikasi
Lambat dalam
menyelesaikan
tugas-tugas
akademis.
4. Subyek 4 L 12 tahun VI Bandung Menunjukan
eye contact
Agresif dan
cenderung
mengganggu
teman sebaya
Aktif dan tidak
bertujuan
perilakunya
Perilakunya
kurang bisa
dikendalikan
Cepat putus asa
dalam
mengerjakan
tugas-tugas
akademis
F. Analisis Data Penelitian
Data kualitatif yang diperoleh melalui pengamtan terhadap perilaku anak
dengan High Functioning Autism, wawancara terhadap guru kelas dan kepala
sekolah dan studi dokumentasi dan data kuantitatif yang diperoleh melalui SSR
dianalisis secara terpisah, dan peneliti menginterpretasikan kaitan antara kedua
jenis data hasil penelitian tersebut.
117
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
1. Analisis Data Kualitatif
Di dalam penelitian kualitatif, analisis dan interpretasi data adalah upaya
untuk memahami apa yang diamati dari perilaku anak dengan High
Functioning Autism, apa yang dikatakan oleh guru kelas dan kepala sekolah di
SDN Puteraco dan apa yang diperoleh dari telaah dokumentasi yang terkait
dengan pembelajaran di SDN Puteraco, kemudian, mencari pola-pola,
mengaitkan data yang diperoleh dari hasil pengamatan, wawancara dan telaah
dokumentasi, dan memadukan data-data yang diperoleh secara terintegrasi dan
komprehensif (Patton, 1990: 32). Analisis data secara kualitatif dilakukan
dengan cara melihat, memeriksa, membandingkan, dan menafsirkan pola-pola
atau tema-tema yang bermakna yang muncul dalam data penelitian (Frechtling
& Sharp, 1997: 21). Pada tingkat yang paling sederhana, analisis kualitatif
adalah upaya untuk memeriksa kumpulan data yang relevan guna mengetahui
bagaimana data tersebut dapat menjawab pertanyaan penelitian.
Di dalam penelitian ini, peneliti mengaitkan apa yang dilakukan oleh anak
dengan High Functioning Autism berdasarkan hasil pengamatan sebagai
jawaban atas satu butir pertanyaan dengan jawabannya untuk pertanyaan lain,
mengaitkan jawaban dari hasil wawancara dengan guru kelas, kepala sekolah,
orang tua anak dengan High Functioning Autism, telaah dokumentasi dengan
hasil pengamatan, untuk melihat apakah terdapat pola pikir atau tema yang
sama dan memperkuat di antara data yang diperoleh dari hasil pengamatan,
wawancara dan telaah dokumentasi, kaitannya dengan keterampilan sosial anak
dengan High Functioning Autism di sekolah dasar inklusif.
Proses analisis dalam penelitian ini menggunakan kerangka yang
dikembangkan oleh Miles dan Huberman (Frechtling& Sharp, 1997: 22) yang
terdiri dari tiga fase, yaitu reduksi data (data reduction), penyajian data (data
display), dan penarikan konklusi dan verifikasi.
Reduksi data adalah proses menyeleksi, memfokuskan, menyederhanakan,
mengabstraksikan, dan mentransformasikan data yang tercantum dari hasil
pengamatan dan yang ada dalam transkrip wawancara serta hasil telaah
118
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
dokumentasi. Reduksi data ini tidak hanya dimaksudkan agar data menjadi
padat sehingga mudah dikelola, tetapi juga agar lebih mudah dipahami dari
perspektif masalah yang dibahas. Reduksi data sering memaksa peneliti untuk
memilih aspek-aspek mana dari data yang telah terkumpul itu harus diberi
penekanan, diminimalkan atau dikesampingkan sama sekali untuk tujuan
penelitian yang sedang dilaksanakan. Dalam analisis kualitatif, analis
memutuskan data yang mana yang harus ditonjolkan dalam deskripsi data itu
berdasarkan prinsip selektivitas, terutama selektivitas berdasarkan Relevansi
data itu untuk menjawab pertanyaan penelitian tertentu.
Fase kedua dari analisis data ini adalah menentukan bagaimana data itu
akan disajikan. Sajian data ini menampilkan rakitan informasi yang padat dan
terorganisasi untuk memudahkan penarikan konklusi. Sajian data itu dapat
berupa diagram, tabel, atau grafik, yang berisi data tekstual. Sajian data
tersebut dimaksudkan untuk mempermudah analis membuat ekstrapolasi dari
data karena dengan sajian ini analis dapat dengan lebih cepat melihat adanya
pola-pola dan hubungan-hubungan yang sistematik. Di dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan bentuk sajian data yang berupa tabel, bagan, dan grafik.
Fase ketiga dari proses analisis data itu adalah penarikan konklusi dan
verifikasi. Penarikan konklusi dilakukan dengan melihat kembali data untuk
menimbang-nimbang makna dari data yang sudah dianalisis itu dan untuk
menimbang implikasinya bagi pertanyaan penelitian terkait. Verifikasi, yang
terkait secara integral dengan penarikan konklusi, dilakukan dengan membaca
ulang data berkali-kali untuk melakukan cross-check atau menguji kebenaran
konklusi yang telah dibuat. Di samping itu, verifikasi juga dimaksudkan untuk
menguji apakah Makna yang disimpulkan dari data yang dianalisis itu rasional,
ajeg dan kokoh. Dengan kata lain, verifikasi dimaksudkan untuk menguji
validitas dan reliabilitasnya. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh
Bloland (1992: 4) bahwa verifikasi di dalam penelitian kualitatif sama
fungsinya dengan reliabilitas dan validitas di dalam penelitian kuantitatif. Dia
mengemukakan, “Verification performs for qualitative research what
119
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
reliability and validity perform for quantitative research”. Validitas di sini
berbeda maknanya dengan yang dipergunakan di dalam penelitian kuantitatif di
mana validitas merupakan satu istilah teknis yang secara spesifik mengacu
pada pertanyaan apakah suatu konstruk tertentu benar-benar mengukur apa
yang hendak diukurnya. Di dalam penelitian kualitatif, yang dimaksud dengan
validitas adalah kepastian bahwa konklusi yang ditarik dari data itu dapat
dipercaya, dapat dipertahankan, dijamin kebenarannya, dan mampu bertahan
terhadap penjelasan alternatif (Frechtling& Sharp, 1997: 23).
Di dalam penelitian ini, untuk mencapai validitas tersebut, sebagaimana
disarankan oleh Frechtling & Sharp (1997: 23) peneliti membaca ulang data
dan secara sistematik memeriksa data berulang kali dengan mengggunakan
berbagai taktik termasuk menelaah apakah terdapat pola-pola dan tema-tema
tertentu, mengelompokan kasus, mengontraskan dan membandingkannya,
memilah-milah variabel-variabel, dan membedakan antara faktor-faktor khusus
dengan faktor umum, yang didasarkan atas asumsi teoretik tertentu, dalam hal
ini teori-teori tentang konseling rehabilitasi yang dikaitkan dengan
ketunanetraan. Di samping itu, sebagaimana dikemukakan oleh Borgia &
Schuler (1996: 27) validitas diperoleh bila terdapat multiperspektif. Oleh
karena itu, informasi sebaiknya diperoleh dari sekurang-kurangnya tiga sumber
data, satu metode yang disebut triangulation. Di dalam penelitian ini,
triangulasi tersebut melibatkan data yang diperoleh dari hasil pengamatan
terhadap anak dengan High Functioning Autism, hasil wawancara dengan guru
kelas dan kepala sekolah serta data hasil studi dokumentasi.
Secara tradisional, reliabilitas dalam desain penelitian didasarkan atas
asumsi bahwa terdapat satu realita yang jika diteliti secara berulang-ulang akan
melahirkan hasil yang sama. Akan tetapi, karena penelitian kualitatif berusaha
menjelaskan realita itu dari perspektif masing-masing individu, maka akan
terdapat bermacam-macam interpretasi tentang satu realita yang sama,
sehingga pengulangan penelitian untuk menetapkan reliabilitas menurut
pengertian tradisional ini tidak mungkin dilakukan (Merriam, 1988: 20). Oleh
120
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
karena itu, di dalam penelitian kualitatif, Lincoln dan Guba (1985: 26)
mengusulkan penggunaan istilah “consistency” atau “dependability” sebagai
ganti “reliability”. Artinya, berdasarkan data yang terkumpul, konklusi yang
ditarik sebbagai hasil penelitian itu harus rasional, yang dapat dicapai melalui
teknik verifikasi sebagaimana dikemukakan di atas.
Tema-tema yang muncul dari hasil analisis tersebut, dilengkapi dengan
studi literatur, digunakan sebagai unsur-unsur konstruk model hipotetik teknik
bermain peran bagi anak dengan High Functioning Autism. Model bermain
peran tersebut dilengkapi dengan instrumen asesmen yang berupa pedoman
pengamatan terstruktur yang mengelaborasi dari konstruk variabel
keterampilan sosial pada anak dengan High Functioning Autism. Model
hipotetik tersebut beserta instrumen asesmennya divalidasi melalui expert
judgment. Pakar yang dimintai penilaiannya tentang model hipotetik itu terdiri
dari dua orang pakar bimbingan dan konseling dan dua orang pakar pendidikan
luar biasa. Kemudian model hipotetik tersebut direvisi berdasarkan penilaian
dan saran para pakar itu.
2. Analisis Data Kuantitatif
Analisis data kuantitatif dilakukan dengan cara membandingkan data yang
ada di baseline-1 dengan data yang ada di baseline-2. Sebagai efek intervensi,
jika anak dengan High Functioning Autism mengindikasikan adanya perubahan
positif dalam hal keterampilan sosial, anak dengan High Functioning Autism
diberi skor 1 untuk masing-masing item pengamatan, skor 0 bila tidak ada
indikasi yang jelas tentang perubahan positif itu, dan -1 jika perubahannya
justru negatif. Oleh karena itu, total skor ideal bagi seorang partisipan untuk
keseluruhan instrumen asesmen itu adalah sejumlah aspek dari perilaku anak
dengan High Functioning Autism yang menunjukkan keterampilan sosial.
G. Langkah-langkah Penelitian
Merumuskan model konseling kelompok dengan teknik bermain peran
untuk mengembangkan keterampilan sosial pada anak dengan High
121
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu
Functioning Autism di sekolah dasar inklusif dalam penelitian ini
menggunakan penelitian dan pengembangan (research and development).
Secara keseluruhan langkah-langkah penelitian ini dapat dijelaskan dalam
bagan berikut:
Gambar 3.3
Langkah-langkah Penelitian
(1) Analisis Empirik
Penelitian Tahap 1 (Analisis Deskriptif)
Menemukan dan Menganalisis Data
Lapangan sebagai dasar empirik dalam
merumuskan Model KK dengan Teknik
Bermain Peran
(2) Analisis Konseptual
Konseling Kelompok dengan Teknik
Bermain Peran
High Functioning Autism
Keterampilan Sosial
Pendidikan Inklusi
(3)
Rumusan Model KK
dengan Teknik Bermain
Peran
(4)
Validasi Pakar
(5)
Revisi Model KK
(6)
Penelitian Tahap 2 (Eksperimen dengan pendekatan SSR)
============================================
Implementasi Model KK dengan Teknik Bermain Peran
untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial pada Anak HFA
di SD Inklusif
(7)
Analisis Hasil Implementasi Model KK
122
Agus Irawan Sensus, 2014. MODEL KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK DENGAN HIGH FUNCTIONING AUTISM DISEKOLAH DASAR INKLUSIF Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu