BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Agresif 2.1.1. Pengertian...

29
BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Agresif 2.1.1. Pengertian Agresif Agresi merupakan perilaku yang dimaksudkan menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun psikis, tingkah laku agresif adalah tingkah laku yang tertuju pada keberhasilan menyakiti atau melukai makhluk hidup yang tidak ingin diperlakukan demikian (Krahe, 2005). Dalam hal ini, jika menyakiti orang lain karena unsur ketidaksengajaan, maka perilaku tersebut bukan dikategorikan perilaku agresi. Rasa sakit akibat tindakan medis misalnya, walaupun sengaja dilakukan bukan termasuk tindakan agresi. Sebaliknya, niat untuk menyakiti orang lain tetapi tidak berhasil, hal ini dapat dikatakan sebagai perilaku agresi. Sebuah definisi klasik diusulkan oleh Buss (dalam Krahé, 2005). Mengkarakterisasikan agresi sebagai sebuah respons yang mengantarkan stimulus ’beracun’ kepada mahluk hidup lain. Dalam arti tertentu, ternyata definisi yang behavioristis ini dianggap terlalu luas, karena mencakup banyak bentuk perilaku yang seharusnya tidak dapat digolongkan sebagai agresi. Tetapi dalam arti lain, definisi ini terlalu sempit karena mengesampingkan semua proses nonperilaku, seperti pikiran dan perasaan.

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Agresif 2.1.1. Pengertian...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Agresif 2.1.1. Pengertian Agresifrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3568/3/T1_132009074_BAB II.pdf · ingkah laku agresif adalah tingkah laku . yang

BAB II

LANDASAN TEORI

1.1 Agresif

2.1.1. Pengertian Agresif

Agresi merupakan perilaku yang dimaksudkan menyakiti orang lain,

baik secara fisik maupun psikis, tingkah laku agresif adalah tingkah laku

yang tertuju pada keberhasilan menyakiti atau melukai makhluk hidup

yang tidak ingin diperlakukan demikian (Krahe, 2005). Dalam hal ini, jika

menyakiti orang lain karena unsur ketidaksengajaan, maka perilaku

tersebut bukan dikategorikan perilaku agresi. Rasa sakit akibat tindakan

medis misalnya, walaupun sengaja dilakukan bukan termasuk tindakan

agresi. Sebaliknya, niat untuk menyakiti orang lain tetapi tidak berhasil, hal

ini dapat dikatakan sebagai perilaku agresi.

Sebuah definisi klasik diusulkan oleh Buss (dalam Krahé, 2005).

Mengkarakterisasikan agresi sebagai sebuah respons yang mengantarkan

stimulus ’beracun’ kepada mahluk hidup lain. Dalam arti tertentu, ternyata

definisi yang behavioristis ini dianggap terlalu luas, karena mencakup

banyak bentuk perilaku yang seharusnya tidak dapat digolongkan sebagai

agresi. Tetapi dalam arti lain, definisi ini terlalu sempit karena

mengesampingkan semua proses nonperilaku, seperti pikiran dan perasaan.

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Agresif 2.1.1. Pengertian Agresifrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3568/3/T1_132009074_BAB II.pdf · ingkah laku agresif adalah tingkah laku . yang

Menurut Buss (dalam Krahé, 2005), agresi manusia tidak muncul

sebagai adaptasi khusus untuk menangani masalah tertentu tetapi muncul

sebuah adaptasi untuk menangani sejumlah masalah yang berkaitan untuk

kelangsungan hidup manusia.

Agar perilaku seseorang memenuhi kualifikasi agresi, perilaku itu

harus dilakukan dengan niat menimbulkan akibat negatif terhadap

targetnya dan sebaliknya, menimbulkan harapan bahwa tindakan itu akan

menghasilkan sesuatu. Spesifikasi ini mengesampingkan perilaku yang

mengakibatkan sakit atau cedera yang terjadi di luar kehendak, misalnya

yang terjadi secara kebetulan atau akibat kecerobohan atau akibat

ketidakcocokan. Sebaliknya, spesifikasi ini memasukkan perilaku-perilaku

yang dimaksudkan untuk menyakiti orang lain tetapi, keperluan alasan

tertentu, tidak menimbulkan akibat-akibat yang dikehendaki: tembakan

yang meleset dari targetnya dianggap mewakili sebuah tindakan agresif,

bahkan meskipun tak sehelai rambut pun terlepas dari kepala si target.

Chaplin (dalam Suryabrata, 2004) menyebutkan bahwa aggression

(agresi, penyerangan, serangan) merupakan satu serangan atau serbuan,

tindakan permusuhan yang ditujukan pada seseorang atau benda. Menurut

Suryabrata (2004) mengungkapkan agresi merupakan pernyataan kesadaran

atau proyeksi dari naluri kematian atau yang sering disebut Thanatos.

Menurut Suryabrata (2004) agresi merupakan perwujudan kemauan untuk

berkuasa dan menguasai orang lain. Chaplin (dalam Suryabrata, 2004) juga

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Agresif 2.1.1. Pengertian Agresifrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3568/3/T1_132009074_BAB II.pdf · ingkah laku agresif adalah tingkah laku . yang

mengungkapkan definisi yang lain tentang agresi, yaitu suatu upaya dengan

kekerasan atau pengejaran dengan berani suatu tujuan. Sedangkan

Suryabrata (2004) mengungkapkan definisi lain yaitu kebutuhan untuk

menyerang, memperkosa atau melukai orang lain, untuk meremehkan,

merugikan, mengganggu, membahayakan, merusak, menjahati, mengejek,

mencemoohkan atau menuduh secara jahat, menghukum berat atau

melakukan tindakan sadistis lainnya.

Chaplin (dalam Suryabrata, 2004) juga menyebutkan definisi

agresivitas (aggressiviness), yaitu: (1) kencenderungan habitual (yang

dibiasakan) untuk memamerkan permusuhan; (2) pernyataan diri secara

tegas, penonjolan diri, penuntutan atau pemaksaan diri, pengejaran dengan

penuh semangat suatu cita-cita; (3) dominasi sosial, kekuasaan sosial yang

diterapkan secara ekstrim.

Baron dan Richardson (dalam Krahé, 2005) mengusulkan

penggunaan istilah agresi untuk mendiskripsikan segala bentuk perilaku

yang dimaksudkan untuk menyakiti atau melukai mahluk hidup lain yang

terdorong untuk menghindari perlakuan itu. Motif utama perilaku agresif

bisa jadi adalah keinginan manyakiti orang lain untuk mengekspresikan

perasaan-perasaan negatif, seperti pada agresi permusuhan atau keinginan

mencapai tujuan yang diinginkan melalui tindakan agresif.

Berkowits (dalam Sarwono, 2004) mendefinisikan agresi dalam

hubunganya dengan pelanggaran norma atau perilaku yang tidak dapat

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Agresif 2.1.1. Pengertian Agresifrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3568/3/T1_132009074_BAB II.pdf · ingkah laku agresif adalah tingkah laku . yang

diterima secara sosial berarti mengabaikan masalah bahwa evaluasi

normatif mengenau perilaku yang sering kali berbeda, bergantung pada

perspektif pihak yang terlibat. Sebagai contoh, sebagian orang menganggap

hukuman badan adalah cara pengasuhan anak yang efektif dan dapat

diterima, sementara yang lainnya menganggapnya sebagai bentuk agresi

yang tidak dapat diterima.

Ada dua istilah yang berhubungan erat dengan agresi, yaitu koersi

atau paksaan dan kekerasan (violance). Koersi didefinisikan oleh Tedeschi

dan Felson (dalam Koeswara, 1998) sebagai tindakan yang dilakukan

dengan niat membuat orang lain menderita atau memaksa orang lain patuh.

Tindakan koersif dapat berbentuk ancaman, hukuman atau paksaan

badaniah.

Berlawanan dengan koersi, yang lebih luas dibandingkan dengan

agresi, istilah kekerasan merupakan salah satu subtipe agresi yang

menunjuk pada bentuk-bentuk agresi fisik ekstrem. Kekerasan

didefinissikan sebagai pemberian tekanan intensif terhadap orang atau

properti dengan tujuan merusak, menghukum atau mengontrol (Geen

dalam Krahé, 2005). Archer dan Browne (dalam Jonathan, 2005)

merumuskan definisi kekerasan sebagai serangan fisik yang merusak yang

bagaimanapun juga tidak dibenarkan secara sosial.

Berdasarkan beberapa definisi yang telah disebutkan di atas, maka

dapat disimpulkan bahwa agresivitas adalah tingkah laku yang bertujuan

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Agresif 2.1.1. Pengertian Agresifrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3568/3/T1_132009074_BAB II.pdf · ingkah laku agresif adalah tingkah laku . yang

untuk menyakiti orang lain atau diri sendiri, baik secara fisik, verbal

maupun secara psikis.

2.1.2. Perilaku dan Jenis Agresif

Menurut Breakwell (dalam Priliantini, 2008), agresi secara tipikal

didefinisikan oleh para psikolog sebagai setiap bentuk perilaku yang

dimaksudkan untuk menyakiti atau merugikan seseorang yang

bertentangan dengan kemauan orang itu.

Menurut Deaux (dalam Priliantini, 2008), ada dua jenis perilaku agresi

yaitu:

1. Agresi secara fisik meliputi tingkah laku seperti memukul teman,

menarik baju teman dengan kasar, meninju teman, menyikut teman,

melempar teman dengan benda, berkelahi, merusak barang miliki,

mengganggu teman, mengancam teman dengan mengacungkan tinju,

membuang barang milik teman, mencakar teman, memaksa teman untuk

memenuhi keinginannya, melukai diri sendiri.

2. Agresi secara verbal meliputi tingkah laku seperti mengejek teman,

menghina teman, mengeluarkan kata-kata kotor, bertengkar mulut,

menakuti-nakuti teman, memanggil teman dengan nada kasar,

mengancam dengan kata-kata mengkritik, menyalahkan dan

menertawakan.

Millon dan Davis (dalam Priliantini, 2008) mengemukakan beberapa

ranah penyimpangan sikap antisosial dan agresif:

1. Perilaku yang kelihatan: impulsif, menunjukkan adanya ketahanan yang

rendah terhadap frustasi karena tidak terpenuhinya harapan-harapan.

2. Hubungan antarpribadi: perilaku menghindar (avoidance), ekspresi

tingkah laku mengungkapkan kegelisahan, ketakutan yang menetap.

Status gelisah: bertindak melebihi batas terhadap peristiwa yang tidak

membahayakan dan dengan oenuh minat mereka menilainya untuk

menandakan ejekan, kritikan dan penolakan.

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Agresif 2.1.1. Pengertian Agresifrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3568/3/T1_132009074_BAB II.pdf · ingkah laku agresif adalah tingkah laku . yang

Sedangkan Myers (2012) mengidentifikasi setidaknya delapan

berbagai jenis agresi pada hewan, yang semuanya dapat ditemukan, atau

dalam bentuk lain, oleh perilaku manusia, antara lain :

1. Berkenaan dengan agresi. Contohnya pemburu untuk melacak dan

membunuh binatang, seperti memburu rusa, rusa besar, rusa Amerika

utara, beruang, pheasants, itik dan geese. Lain-lain ikan untuk makanan

atau olahraga.

2. Agresi Antar Jantan. Agresi yang secara tipikal dibangkitkan oleh

kehadiran sesama jantan pada suatu species. Ancaman, menyerang,

atau berkhidmat dengan perilaku laki-laki yang menanggapi laki-laki

yang aneh. Di Amerika Serikat, 87% dari mereka ditangkap atas

tuduhan pembunuhan dan aggravated penyerangan yang laki-laki.

3. Menimbulkan ketakutan-agresi. Agresif perilaku yang terjadi ketika

binatang adalah terkungkung. Menyerang perilaku biasanya didahului

oleh upaya untuk melarikan diri. Untuk upaya penyelamatan, kriminal

dan dihukum tawanan perang dalam biasanya sangat dibentengi rasa

takut dan akhirnya akan muncul perilaku agresi.

4. Agresi teritorial. Ancaman serangan atau perilaku bila penyusup yang

ditemukan di rumah atau di wilayah pribadinya. Seorang pemilik yang

menembak dan membunuh seorang penyusup kemungkinan tidak akan

dikenakan biaya. Usaha sering lebih memilih untuk membuat

kesepakatan di wilayah mereka sendiri-mereka di kantor-karena mereka

merasa ada di sebuah keuntungan. Negosiasi antara pihak berseteru

biasanya dilakukan di wilayah netral. Ketika Reagan Presiden AS dan

Uni Soviet Premier Gorbachev telah memutuskan untuk diskusi selama

Perang Dingin, mereka ke Bali Islandia, dianggap sebagai sebuah

negara netral oleh kedua belah pihak.

5. Agresi Ibu. Ibu akan menjaga anak-anaknya dari serangan dari luar.

Bila seseorang menggoda untuk menyakiti anak-anaknya dalam bentuk

apapun, ibu akan melakukan apa yang ada di kuasa untuk melindungi

mereka.

6. Pemarah agresi. Perilaku merusak diarahkan sebagai obyek dari hasil

frustrasi, sakit, kerugian, atau lainnya yang termasuk bagian dari

stressor. Untuk manusia, frustrasi hanya mengakibatkan agresi bila

mereka yang besar dan tak terduga. Kami telah belajar untuk

mengharapkan frustrations tertentu, seperti harus menunggu di baris

atau duduk dalam kemacetan lalu lintas. Sakit dan kerugian sangat

menarik motivasi negara. Berkowitz (dalam Krahe, 2005) telah

menyatakan bahwa bila perasaan negatif yang evoked, mereka sering

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Agresif 2.1.1. Pengertian Agresifrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3568/3/T1_132009074_BAB II.pdf · ingkah laku agresif adalah tingkah laku . yang

mengakibatkan agresi mengamuk dan bahkan pada manusia. manusia

harus perlu belajar lebih cepat beradaptasi reaksi.

7. Seks yang berhubungan dengan agresi. Perilaku agresif oleh perilaku

yang sama yang mengeluarkan stimulus seksual. Seseorang yang secara

seksual juga dapat membuat merasa cemburu dan agresif jika,

misalnya, melihat bahwa orang yang cintai bersama dengan orang lain.

Kecemburuan terkait dengan keinginan untuk melestarikan kami di

masa mendatang Genera ¬ HTI (Buss, 1992). Verbal dapat menyertai

agresi fisik seperti perasaan.

8. Agresi instrumental. Agresi yang dilakukan oleh organisme atau

individu sebagai alat atau cara untuk mencapai tujuan tertentu.

Myers (2012) membagi agresi dalam dua jenis yaitu hostile

aggression dan instrumental aggression. Hostile aggression adalah agresi

yang bertujuan untuk melampiaskan emosi, sedangkan instrumental

aggression adalah agresi yang dilakukan sebagai sarana untuk mencapai

tujuan lain. Jenis agresi instrumental berbeda dengan hostile aggression

bukan hanya dilihat dari tujuannya saja, tetapi juga karena agresi

instrumental tidak disertai dengan emosi. Bahkan, antara pelaku dan

korban kadang-kadang tidak saling kenal (tidak ada hubungan pribadi).

Ada juga pembagian agresi menurut Sears, Freedman and Peplau

(1999) yang menyebutkan bahwa agresi terbagi atas:

a. Perilaku agresif adalah yang paling sedikit mempunyai unsure maksud

melukai dan lebih pasti terdapat pada perbuatan yang bermaksud

melukai dan berdampak sungguh-sungguh melukai. Sementara itu,

perilaku melukai yang tidak disertai dengan maksud melukai tidak

dapat digolongkan sebagai agresif.

b. Perilaku agresif yang antisocial dan yang prososial. Perilaku agresif

prososial misalnya membunuh polisi teroris, sementara perilaku

agresif yang antisosial, misalnyanya teroris yang membunuh

sanderanya.

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Agresif 2.1.1. Pengertian Agresifrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3568/3/T1_132009074_BAB II.pdf · ingkah laku agresif adalah tingkah laku . yang

c. Perilaku dan perasaan agresif. Sumbernya adalah pemberian atribusi

oleh korban terhadap pelaku

2.1.3. Bentuk-bentuk Agresi

Manusia akan cenderung melakukan perilaku agresi bila ada faktor-faktor

eksternal ataupun internal yang membuat seseorang merasa terancam atau

terusik ketenangannya. Setiap kondisi dan situasi, individu akan

mengekspresikan perilaku agresifnya ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda.

Buss dan Perry (1992) berpendapat bahwa ada empat bentuk pola agresi yang

biasa dilakukan oleh individu, yaitu agresi fisik, verbal, kemarahan, dan

kebencian.

1. Agresi Fisik. Agresi yang dilakukan untuk melukai diri sendiri maupun

orang lain secara fisik, seperti memukul, menendang dan lain-lain.

2. Agresi verbal. Agresi yang dilakukan secara verbal kepada lawan, seperti

mengumpat, menyebarkan cerita yang tidak menyenangkan tentang

seseorang kepada orang lain, memaki, mengejek, membentak, dan

berdebat.

3. Kemarahan. Agresi yang semata-mata dilakukan sebagai pelampiasan

keinginan untuk melukai, menyakiti atau agresi yang tanpa tujuan selain

untuk menimbulkan efek kerusakan, kesakitan atau kematian pada sasaran

atau korban. Reaksi emosional akut yang ditimbulkan oleh sejumlah

situasi yang merangsang termasuk ancaman agresi lahiriah, pengekangan

diri, serangan lisan, kekecewaan atau frustasi dan dicirikan oleh reaksi

kuat pada system syaraf otonomik, khususnya oleh reaksi darurat pada

bagian simpatik; dan secara implicit disebabkan oleh reaksi serangan

lahiriah, baik yang bersifat somatic atau jasmaniah maupun yang verbal

atau lisan.

4. Permusuhan. Agresi yang dilakukan oleh organisme atau individu sebagai

alat atau cara untuk mencapai tujuan tertentu. Permusuhan cenderung

untuk menimbulkan kerugian, kejahatan, gangguan atau kerusakan pada

orang lain; kecenderungan melontarkan rasa kemarahan pada orang lain.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Agresif 2.1.1. Pengertian Agresifrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3568/3/T1_132009074_BAB II.pdf · ingkah laku agresif adalah tingkah laku . yang

2.1.4. Karakteristik Remaja Agresif

Menurut Andrie (dalam Diani, 2009), orang-orang dengan sifat dasar

agresif memiliki karakter sebagai berikut:

1. Moto dan Kepercayaan

a. Setiap orang harus seperti saya

b. Saya tidak pernah salah.

c. Saya punya hak dan kamu tidak.

2. Pola Komunikasi

a. Tertutup

b. Pendengar yang buruk

c. Sulit menerima pandangan orang lain

d. Suka melakukan interupsi

e. Suka mendominasi pembicaraan

3. Karakteristik

a. Mencapai tujuan sering dengan pengorbanan orang lain.

b. Menguasai, membodohi.

c. Memaksa

d. Merendahkan diri, sarkastis.

4. Sikap

a. Merendahkan orang lain.

b. Tidak pernah merasa bersalah.

c. Bossy.

d. Menerabas ruang orang lain.

e. Bersikap tau semua hal.

f. Memaksa orang lain.

g. Tidak menghargai.

5. Isyarat bahasa tubuh (non-verbal cues)

a. Menunjuk, menggoyang-goyangkan jari tangan.

b. Mengernyitkan dahi.

c. Mengedipkan mata secara kritis.

d. Membelalak.

e. Melotot.

f. Postur kaku.

g. Kritis, keras, suara berteriak.

h. Bicara dengan cepat dan sepotong-potong.

6. Isyarat bahasa (verbal cues)

a. “Kamu harus.” (“seharusnya”, lebih baik).

b. “Jangan tanya kenapa! Lakukan saja!”

c. Penyalahgunaan kata-kata.

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Agresif 2.1.1. Pengertian Agresifrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3568/3/T1_132009074_BAB II.pdf · ingkah laku agresif adalah tingkah laku . yang

7. Konfrontasi dan pemecahan masalah

a. Harus menang, mengancam, menyerang.

8. Perasaan yang dimiliki

a. Kemarahan.

b. Permusuhan.

c. Frustrasi.

d. Ketidaksabaran.

2.1.5. Teori-Teori Perilaku Agresif

Banyak teori yang menjelaskan mengenai agresi tersebut, salah satunya

adalah teori Naluri yang tergolong dalam teori bawaan. Menurut teori ini,

Freud (dalam Krahe, 2005) dalam teori psikoanalisisnya mengemukakan

bahwa manusia memiliki dua jenis naluri dalam dirinya yaitu naluri eros

(seksual) dan thanatos (agresi). Naluri seks berfungsi untuk melanjutkan

keturunan, sedangkan naluri agresi berfungsi mempertahankan jenis.

Selanjutnya ada pula teori frustrasi-agresi klasik yang tergolong dalam teori

lingkungan. Menurut teori yang dikemukakan oleh Jonathan (2005) dan

Sarwono (2004) ini, bahwa agresi dipicu oleh frustasi, yaitu hambatan

terhadap pencapaian suatu tujuan.

Karena perilaku agresif bersifat merugikan dan mudah menyebar di

masyarakat, maka tidak mengherankan bila usaha mencari penjelasan tentang

“mengapa” orang terlibat perilaku semacam itu selalu menjadi prioritas utama

dalam penelitian agresi.

Ada beberapa teori yang mengkaji tentang agresi, antara lain:

a. Psikoanalisis Freudian (Agresi sebagai Insting Destruktif)

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Agresif 2.1.1. Pengertian Agresifrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3568/3/T1_132009074_BAB II.pdf · ingkah laku agresif adalah tingkah laku . yang

Dalam teori insting-ganda, Freud (dalam Krahé, 2005) mengusulkan

bahwa perilaku individu didorong oleh dua kekuatan dasar yang

menjadi bagian tak terpisahkan dari sifat manusiawi: insting

kehidupan (eros) dan insting kematian (thanatos). Eros mendorong ke

arah mencari kesenangan dan berusaha memenuhi keinginan,

sedangkan thanatos diarahkan pada destruksi-diri. Karena sifat

antagonisitiknya, kedua insting itu merupakan sumber konflik

intrafisik berkelanjutan, yang hanya dapat diatasi dengan mengalihkan

kekuatan itu dari orang yang bersangkutan kepada orang lain. Jadi,

bertindak agresif terhadap orang lain dianggap merupakan mekanisme

untuk melepaskan energi destruktif sebagai cara melindungi stabilitas

intrafisik pelakunya.

Dalam konsep katarsis, Freud mengakui keberadaan

kemungkinan melepaskan energi destruktif melalui perilaku ekspresif

yang nonagresif (seperti membuat lelucon), tetapi hanya dengan efek

yang bersifat sementara. Menurut pandangan ini, agresi merupakan

fitur tak terhindarkan dari perilaku manusia dan berada di luar kontrol

individu. Menarik untuk dicatat bahwa Freud merevisi model awalnya,

yang hanya memusatkan pada eros, dengan menambahkan kekuatan

destruktif setelah ia menyaksikan kekerasan Perang Dunia I. Temuan

empiris yang mendukung teori Freud jarang ditemukan. Yang ada pun

kebanyakan hanya bersandar pada studi-studi kasus tanpa ada

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Agresif 2.1.1. Pengertian Agresifrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3568/3/T1_132009074_BAB II.pdf · ingkah laku agresif adalah tingkah laku . yang

operasionalisasi konstruk-konstruk teoritis secara ketat. Bagaimanapun

juga, ide-idenya telah memainkan peran signifikan dalam

meningkatkan pemahaman mengenai agresi, yaitu memberi inspirasi

pada hipotesis-hipotesis, frustasi-agresi yang sangat berpengaruh

(influential frustration-aggression hypotheses).

b. Hipotesis Frustrasi-Agresi (Agresi sebagai Dorongan yang Diarahkan

pada Tujuan)

Sambutan terhadap penjelasan mengenai agresi yang dihubungkan

dengan insting telah menjadi sambutan kritis karena beberapa alasan,

yaitu antara lain karena keterbatasa temuan empiris untuk

mendukungnya. Selain itu, ide bahwa ada kekuatan dalam organisme

yang dalam kaitannya dengan kejadian-kejadian eksternal,

menimbulkan perilaku agresif telah dipertahankan oleh jalur penelitian

yang berpengaruh, yang merumuskan dorongan agresif sebagai suatu

yang memicu kemunculan perilaku agresif. Berbeda dengan insting,

dorongan yang secara terus-menerus meningkatkan sumber energi

tidak terus menerus ada. Dorongan itu diaktifkan hanya jika organisme

yang bersangkutan merasa dirinya tidak mampu mendapatkan sarana

untuk memuaskan kebutuhan vitalnya. Jadi dorongan merupakan

kekuatan yang memberi energi, yang dimaksudkan untuk mengakhiri

keadaan deprivasi.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Agresif 2.1.1. Pengertian Agresifrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3568/3/T1_132009074_BAB II.pdf · ingkah laku agresif adalah tingkah laku . yang

Dalam hipotesis frustasi-agresi yang awal (Dollard, dalam Krahé,

2005), agresi dijelaskan sebagai hasil suatu dorongan yang

dimaksudkan untuk mengakhiri keadaan deprivasi, sedangkan frustasi

didefinisikan sebagai interferensi eksternal terhadap perilaku yang

diarahkan pada tujuan. Jadi, pengalaman frustasi mengaktifkan

keinginan bertindak agresif terhadap sumber frustasi yang – sebagai

akibatnya – mencetuskan perilaku agresif.

Tetapi, tidak semua frustasi menimbulkan respons agresif.

Individu yang frustasi mungkin akan menarik diri dari situasi itu atau

menjadi depresi. Selain itu, tidak semua tindakan agresif merupakan

hasil frustasi yang dialami sebelumnya. Tindakan agresi instrumental

yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu tidak harus diserta

frustasi yang dialami sebelumnya. Jadi, pendapat awal mengenai

hubungan deterministis antara frustasi dan agresi segera diubah

menjadi sebuah versi probabilistis oleh Miller (dalam Krahé, 2005)

yang juga merupakan salah seorang pencetus teori awalnya, yang

menyatakan bahwa frustasi menyebabkan sejumlah respons yang

berbeda. Salah satu di antaranya adalah bentuk agresi tertentu. Dalam

pandangan yang direvisi ini, agresi bukan satu-satunya, tetapi

merupakan salah satu alternatif respons terhadap frustasi. Sejauh

tindakan agresif mengurangi kekuatan dorongan yang mendasarinya,

tindakan itu akan bersifat menguatkan-diri: kemungkinan respons

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Agresif 2.1.1. Pengertian Agresifrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3568/3/T1_132009074_BAB II.pdf · ingkah laku agresif adalah tingkah laku . yang

agresif akan timbul mengikuti frustasi yang dialami sebelumnya akan

meningkat.

Kemungkinan frustasi akan memunculkan respons agresif

bergantung pada pengaruh variabel-variabel moderator. Takut akan

hukuman atas tindakan agresi atau ketiadaan penyebaba frustasi

merupakan variabel moderator yang menghambat agresi. Moderator-

moderator ini juga menjelaskan mengapa agresi sering kali “dialihkan”

dari penyebab frustasi ke target yang lebih mudah diakses atau yang

durang mengintimidasi.

c. Neo-asosianisme Kognitif: peran Afek Negatif

Berkowits (dalam Krahé 2005) menyatakan bahwa afeksi negatif

dalam bentuk amarah merupakan mediator pentign antara frustasi dan

agresi. Frustasi menyebabkan agresi hanya bila frustasi itu

merangsang timbulnya keadaan afektif negatif. Sebagai contoh,

frustasi yang dipersepsi sebagai kesengajaan atau tidak berdasar

biasanya membangkitkan amarah yang lebih besar sehingga juga

mneyebabkan timbulnya respons agresif yang lebih kuat dibanding

frustasi yang dipersepsi sebagai ketidaksengajaan atau berdasar.

Frustasi yang timbul karena interaksi kompetitif juga sangat mudah

memicu respons agresif melalui perangsangan emosi negatif.

Dalam model neo-asosiasonis kognitifnya, Berkowitz (dalam

Krahé 2005) menyajikan sebuah elaborasi mengnai jalur yang dilalui,

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Agresif 2.1.1. Pengertian Agresifrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3568/3/T1_132009074_BAB II.pdf · ingkah laku agresif adalah tingkah laku . yang

mulai dari menemui sebuah kejadian aversif sampai mengalami

kemarahan. Ketika individu menemui kejadian agresif, pada awalnya

mengalami keadaan aversif, pada awalnya mengalami keadaan afektif

negatif yang tidak terbedakan. Reaksi ini menimbulkan dua reaksi

empulsif: melawan dan menghindar (Fight and flight). Melawan

terkait dengan pikiran, ingatan dan respons perilaku yang berhubungan

dengan agresi, sedangkan menghindar terkait dengan respons yang

berhubungan dengan melarikan diri. Respons-respons ini menyalurkan

afek negatif yang awalnya tak terbedakan itu menjadi keadaan emosi

yang lebih spesifik, yaitu kemarahan (awal) atau ketakutan (awal).

Untuk mengaksentuasikan perasaan-perasaan awal ini menjadi

keadaan emosi yang lebih elaboratif, terjadi proses kognitif lebih

lanjut yang berisi evaluasi terhadap stimulasi awal, hasil potensil,

ingatan akan pengalaman serupa dan norma-norma sosial yang

berhubungan dengan pengekspresian berbagai emosi. Keadaan emosi

yang terakhir ini adalah kumpulan perasaan tertentu, reaksi motorik

yang ekspresif, serta pikiran dan ingatan yang satu sama lain saling

berhubungan (Berkowitz dalam Krahé 2005).

d. Teori Pengalihan Rangsangan: Amarah dan Atribusi terhadap

Rangsangan

Kemungkinan individu untuk bereaksi dengan respon agresif

bergantung pada interpretasi penerima stimulasi terhadap stimulasi

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Agresif 2.1.1. Pengertian Agresifrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3568/3/T1_132009074_BAB II.pdf · ingkah laku agresif adalah tingkah laku . yang

yang diterimanya. Frustasi paling mungkin membangkitkan

kemarahan bila diintepretasi sebagai sebuah kesengajaan atau sebagai

sebuah interfensi tak berdasar terhadap kegiatan yang berorientasi

pada tujuan yang sedang dilakukan oleh pelakunya. Dalam model

pengalihan rangsangan yang dibangun berdasarkan teori emosi dua-

faktor, Schacter dan Zillmann (dalam Krahé 2005) berpendapat bahwa

intensitas pengalaman kemarahan merupakan fungsi dua komponen,

yaitu (1) kekuatan rangsangan fisiologis yang dibangkitkan oleh

kejadian aversif dan (2) cara rangsangan itu dijelaskan dan diberi

label.

Model pengalihan rangsangan ini khususnya berhubungan dengan

kombinasi antara rangsangan fisiologis dan penilaian kognitif yang

terlibat dalam pengalaman emosional mengenai kemarahan. Dengan

mempengaruhi atribusi terhadap rangsangan fisiologis, kecenderungan

respons agresif dapat diperkuat, atau diperlemah. Bila orang dibiarkan

percaya bahwa rangsangan disebabkan oleh pil yang diminum

daripada oleh provokasi orang lain yang dialami, akan melihat dirinya

tidak terlalu marah dan bereaksi tidak terlalu agresif dibanding yang

tidak diberi penjelasan netral mengenai rangsangannya (Younger dan

Doob, dalam Krahé 2005). Jadi pendekatan ini juga mendukung

pandangan agresi sebagai manifestasi perilaku manusiawi yang

bersifat potensial, tetapi bukan tidak mungkin menghindari.

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Agresif 2.1.1. Pengertian Agresifrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3568/3/T1_132009074_BAB II.pdf · ingkah laku agresif adalah tingkah laku . yang

e. Pendekatan Sosial-Kognitif: Skrip Agresif dan Pemrosesan Informasi

Sosial

Cara orang memikirkan kejadian aversif dan reaksi emosional

yang dialami sebagai sebuah akibat, merupakan aspek penting dalam

menentukan manifestasi dan kekuatan respons agresifnya. Pendekatan

sosial-kognitif memperluas lebih jauh perspektif ini dengan meneliti

perbedaan dalam pemrosesan informasi sosial.

Skemata kognitif yang mengacu pada situasi dan kejadian

disebut scripts (skrip). Skrip terdiri atas struktur pengetahuan yang

mendiskripsikan tentang ”urutan kejadian yang sesuai untuk konteks

tertentu” (Schank dan Abelson, dalam Krahé, 2005). Struktur

pengetahuan ini diperoleh melalui pengalaman dengan situasinya

masing-masing, baik pengalaman tangan-pertama maupun pengalaman

orang lain, misalnya melalui media. Dalam pendekatan sosial-

kognitifnya, Huesmann (dalam Krahé 2005) menyatakan bahwa

perilaku sosial pada umumnya dan perilaku agresif pada khususnya,

dikontrol oleh repertoar perilaku yang diperoleh melalui proses

sosialisasi awal. Dari berbagai pengalaman perilaku ini, skrip

berkembang sebagai representasi kognitif abstrak yang berisi fitur-fitur

khas untuk situasi-situasi kritis, harapan mengenai perilaku para

partisipan yang terlibat, maupun tentang akibat yang timbul dari

berbagai pilihan perilaku

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Agresif 2.1.1. Pengertian Agresifrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3568/3/T1_132009074_BAB II.pdf · ingkah laku agresif adalah tingkah laku . yang

f. Belajar menjadi Agresif: Peran Penguatan dan Meniru

Mekanisme khusus yang menyebabkan diperolehnya berbagai

skrip dan perilaku agresif telah diteliti dengan mengacu pada dud

prinsip umum belajar, yaitu instrumental conditioning (pengondisian

instrumental) dan modelling (meniru). Berbeda dengan pandangan

bahwa agresi adalah fitur bawaan dari karakter manusia, para ahli teori

belajar menekankan bahwa sampai tingkat yang cukup jauh perilaku

agresif dihasilkan oleh pola asuh (nurture), yaitu diperoleh melalui

proses-proses belajar seperti kebanyakan untuk perilaku sosial lainnya.

Baik pengondisian instrumental, yaitu belajar melalui hadiah dan

hukuman, maupun meniru, yaitu belajar melalui observasi terhadap

tokoh panutan, merupakan mekanisme yang kuat bagi perolehan dan

performa perilaku agresif. Sejauh mana individu diberi hadiah untuk

perilaku agresifnya, maka sejauh itu pulalah kemungkinan perilaku

yang sama atau serupa akan diperlihatkan lagi di masa yang akan

datang. Sebagai contoh, bila seseorang menyadari bisa memenangkan

pertengkaran dengan teman sebayanya dengan cara mendorongnya

sampai jatuh, maka hasil perilaku yang sukses itu akan menyebabkan

respons agresif bila situasi serupa dihadapinya lagi.

g. Model Interaksi Sosial: Agresi sebagai Pengaruh Sosial yang Koersif

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Agresif 2.1.1. Pengertian Agresifrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3568/3/T1_132009074_BAB II.pdf · ingkah laku agresif adalah tingkah laku . yang

Kebanyakan pendekatan yang dikaji ulang di bagian sebelumnya

difokuskan pada agresi bermusuhan atau agresi impulsif. Sebaliknya,

model interaksi-sosial berhubungan dengan funsi instrumental dari

tindakan koersif. Model ini merumuskan bahwa strategi koersif

dipergunakan oleh pelaku untuk menyakiti targetnya atau untuk

membuat targetnya mematuhi tuntutan pelaku berdasarkan tiga tujuan

utama, yaitu mengontrol perilaku orang lain, menegakkan keadilan,

atau mempertahankan atau melindungi identitas positif (Tedeschi dan

Felson, dalam Krahé, 2005). Tindakan koersif dikonsepkan sebagai

hasil proses pengambilan keputusan di mana pelakunya pertama-tama

memutuskan menggunakan strategi koersif untuk mempengaruhi

orang lain, kemudian memilih bentuk koersi tertentu di antara berbagai

pilihan yang ada.

Tiga bentuk tindakan koersif merupakan inti teori ini yaitu: (a)

ancaman, yaitu komunikasi yang dilakukan dengan maksud menyakiti

target, dengan tekanan khusus pada ancaman berkontingensi. Artinya,

pelaksanaan niat menyakiti bergantung pada kepatuhan target terhadap

tuntutan sang pengancam; (b) hukuman, yaitu tindakan yang

dilaksanakan dengan maksud menyakiti target; dan (c) paksaan

badaniah yaitu penggunaan kontak fisik untuk memaksa atau melarang

orang lain melakukan sesuatu. Pemilihan strategi koersif ditentukan

oleh maksud mencapai suatu hasil segera atau proximate (terdekat),

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Agresif 2.1.1. Pengertian Agresifrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3568/3/T1_132009074_BAB II.pdf · ingkah laku agresif adalah tingkah laku . yang

yang kemudian dimotivasi oleh keinginan untuk mencapai tujuan akhir

yang bernilai.

1.2 Konformitas

1.2.1 Pengertian Konformitas

Manusia mencoba menyesuaikan diri dengan lingkungannya agar

dapat bertahan hidup. Cara yang termudah adalah melakukan tindakan

sesuai dan diterima secara sosial. Melakukan tindakan yang sesuai dengan

norma sosial dalam psikologi sosial disebut konformitas (Sarwono, 2006).

Konformitas dapat timbul ketika seseorang berinteraksi dengan

orang lain. Apabila seseorang menampilkan perilaku tertentu karena orang

lain juga menampilkan perilaku tersebut, disebut dengan konformitas

(Sears, dkk., 1999). Seseorang melakukan konformitas, disebabkan

adanya ketakutan untuk tidak diterima oleh kelompok, menghindari

celaan, dan ketakutan dianggap menyimpang.

Ada dua akibat yang dapat ditimbulkan karena perilaku konformitas

yaitu baik dan buruk. Menurut Sears, dkk. (1999) konformitas cenderung

berkonotasi negatif. Konformitas bergantung pada adanya orang yang

selalu memperingatkan timbulnya keyakinan dan kebiasaan yang

bertentangan di antara orang-orang disekitar. Kepatuhan terhadap otoritas

akan sangat berhasil apabila pihak otoritas tersebut hampir hadir secara

fisik. Ganjaran atau hukuman akan berfungsi dengan sangat baik bila ada

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Agresif 2.1.1. Pengertian Agresifrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3568/3/T1_132009074_BAB II.pdf · ingkah laku agresif adalah tingkah laku . yang

orang yang senantiasa hadir untuk memberikan ganjaran. Dengan adanya

ganjaran ataupun ancaman seseorang akan melakukan apa saja demi

diakui oleh orang lain sebagai orang yang tidak menyimpang.

Menurut Sears, dkk. (1999) dalam melakukan tindakan yang sama

dengan orang lain, seseorang akan dinilai bahwa perilakunya sesuai atau

tidak sesuai dengan lingkungan orang tersebut berada. Penilaian perilaku

konformitas positif dapat dilihat dari perilaku yang ditampilkan oleh

seseorang karena orang lain juga menampilkan perilaku tersebut dan

dinilai positif dilingkungan orang tersebut berada. Sedangkan penilaian

konformitas negatif dapat dilihat dari perilaku yang ditampilkan oleh

seseorang karena orang lain juga menampilkan perilaku tersebut dan

dinilai negatif dilingkungan orang tersebut berada.

Menurut Wall, dkk. (dalam Santrock, 2002) menyatakan bahwa

konformitas dengan tekanan teman sebaya pada masa remaja dapat

bersifat positif ataupun negatif. Bentuk perilaku konformitas negatif yaitu

menggunakan bahasa jorok, mencuri, merusak, dan mengolok-olok orang

lain. Sedangkan bentuk konformitas positif seperti berpakaian seperti

teman-teman dan keinginan untuk meluangkan waktu bersama klik.

Konformitas negatif dalam penelitian Leventhal, dkk. (dalam Santrock,

2002) yaitu remaja cenderung pergi bersama-sama dengan seorang teman

sebaya untuk mencuri dop mobil, menggambar grafitti di dinding, atau

mencuri kosmetik di toko.

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Agresif 2.1.1. Pengertian Agresifrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3568/3/T1_132009074_BAB II.pdf · ingkah laku agresif adalah tingkah laku . yang

1.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi konformitas

Pada dasarnya, orang menyesuaikan diri mempunyai alasan yang

kuat. Demikian juga dengan orang melakukan konformitas disebabkan

oleh beberapa alasan dan faktor-faktor. Seseorang yang melakukan

konfomitas juga akan berdampak negatif dan positif. Hal-hal yang

mempengaruhi adanya konformitas yang berdampak baik (positif) atupun

buruk (negatif) menurut Sears, dkk. (1999) adalah:

1. Kurangnya Informasi. Orang lain merupakan sumber informasi yang

penting. Seringkali orang lain mengetahui sesuatu yang tidak diketahui

seseorang, dengan melakukan apa yang orang lain lakukan, seseorang

akan memperoleh manfaat dari pengetahuan orang lain.

2. Kepercayaan terhadap kelompok. Dalam situasi konformitas, individu

mempunyai suatu pandangan dan kemudian menyadari bahwa

kelompoknya menganut pandangan yang bertentangan. Semakin besar

kepercayaan individu terhadap kelompok sebagai sumber informasi

yang benar, semakin besar pula kemungkinan untuk menyesuaikan diri

terhadap kelompok. Semakin tinggi keahlian anggota dalam kelompok

tersebut dalam hubungannya dengan individu, semakin tinggi tingkat

kepercayaan dan penghargaan individu terhadap kelompok tersebut.

3. Kepercayaan diri yang lemah. Salah satu faktor yang sangat

mempengaruhi rasa percaya diri dan tingkat konformitas adalah

tingkat keyakinan orang tersebut pada kemampuannya sendiri untuk

menampilkan suatu reaksi. Semakin lemah kepercayaan seseorang

akan penilaiannya sendiri, semakin tinggi tingkat konformitasnya.

Sebaliknya, jika seseorang merasa yakin akan kemampuannya sendiri

akan penilaian terhadap sesuatu hal, semakin turun tingkat

konformitasnya

4. Rasa takut terhadap celaan sosial. Celaan sosial memberikan efek yang

signifikan terhadap sikap individu karena pada dasarnya setiap

manusia cenderung mengusahakan persetujuan dan menghindari

celaan kelompok dalam setiap tindakannya.

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Agresif 2.1.1. Pengertian Agresifrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3568/3/T1_132009074_BAB II.pdf · ingkah laku agresif adalah tingkah laku . yang

1.2.3 Hal-Hal Penyebab Konformitas Tinggi Dan Rendah

Konformitas yang dilakukan seseorang dapat meningkat atau justru

menurun. Sears, dkk. (1999) menjelaskan ada beberapa hal yang dapat

meningkatkan konformitas, seperti yang dijelaskan di bawah ini:

1. Kepercayaan terhadap kelompok. Bila individu memiliki kepercayaan

terhadap kelompok maka konformitas akan menjadi tinggi.

Kepercayaan ini timbul ketika individu menyakini bahwa informasi

yang diberikan dari kelompok itu benar, maka orang tersebut akan

merasa memperoleh informasi yang dibutuhkan. Dalam situasi ini,

konformitas akan meningkat.

2. Keahlian kelompok. Tingkat keahlian individu dalam kelompok juga

bisa menyebabkan konformitas menjadi tinggi. Semakin tinggi

keahlian kelompok itu berhubungan dengan individu, semakin tinggi

tingkat kepercayaan dan penghargaan individu terhadap pendapat

kelompok. Oleh karena itu, kepercayaan individu terhadap pendapat

orang lain yang lebih ahli dapat menyebabkan konformitas yang

tinggi.

3. Kepercayaan diri yang lemah dalam diri individu. Semakin sulit

individu memberikan penilaian terhadap dirinya sendiri, berarti

semakin besar individu untuk mengikuti penilainan dari orang lain.

Dengan demikian individu mengikuti penilaian orang lain dan dapat

mengakibatkan konformitas meningkat.

4. Keterikatan individu terhadap kelompok. Konformitas dapat

meningkat ketika individu melakukan cara untuk memperoleh

persetujuan atau menghindari celaan kelompok. Untuk menghindari

celaan, individu berusaha menyesuaikan diri agar dapat diterima

kelompok. Dalam usaha tersebut individu akan dapat meningkatkan

konformitas. Konformitas juga akan semakin meningkat ketika

individu enggan disebut menyimpang menurut kelompok. Ketika

individu memandang bahwa kegiatan yang dilakukan suatu kelompok

dapat memperoleh keuntungan bagi orang tersebut, maka konformitas

akan tinggi.

5. Kekompakan. Kekompakan yang tinggi antara anggota kelompok

dapat meningkatkan konformitas.

6. Perhatian terhadap kelompok. Semakin tinggi perhatian seseorang

terhadap kelompok juga dapat meningkatkan konformitas.

7. Ukuran Kelompok. Konformitas akan meningkat apabila ukuran

dalam kelompok juga meningkat. Ukuran kelompok yang optimal

adalah tiga atau empat orang atau lebih.

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Agresif 2.1.1. Pengertian Agresifrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3568/3/T1_132009074_BAB II.pdf · ingkah laku agresif adalah tingkah laku . yang

Konformitas juga dapat menurun atau menjadi rendah. Sears, dkk.

(1999) menjelaskan terdapat hal-hal yang dapat menurunkan konformitas,

seperti yang dijelaskan dibawah ini:

1. Meningkatnya rasa percaya diri individu terhadap pendapat sendiri.

Sesuatu yang dapat meningkatkan kepercayaan individu terhadap

penilainannya sendiri akan menurunkan konformitas. Individu yang

percaya diri tentu akan memberikan pendapat berdasarkan

keinginannya bukan mengikuti pendapat orang lain. Dengan demikian

konformitas akan menurun.

2. Individu menguasi persoalan. Konformitas akan menjadi turun ketika

individu dapat menguasai persoalan tanpa mengantungkan dirinya

kepada orang lain.

3. Perbedaan pendapat. Bila seseorang dalam situasi kelompok berbeda

pendapat dengan orang lain dalam kelompok maka konformitas akan

menurun.

1.2.4 Aspek-Aspek Dalam Konformitas

Salah satu sebab seseorang melakukan konformitas adalah kurangnya

rasa kepercayaan diri terhadap pendapat sendiri dan rasa takut menjadi

orang yang menyimpang, akibatnya seseorang rela melakukan apa saja

demi diakui oleh kelompok. Kekuatan kedua motif tersebut mudah terlihat

dengan ciri-ciri yang khas.

Sears, dkk. (1999) mengemukakan secara eksplisit bahwa

konformitas remaja ditandai dengan adanya tiga hal yang dapat

menyebabkan konformitas menjadi berdampak baik (positif) ataupun

buruk (negatif) adalah sebagai berikut :

a. Kekompakan

Kekuatan yang dimiliki kelompok acuan menyebabkan remaja tertarik

dan ingin tetap menjadi anggota kelompok. Eratnya hubungan remaja

dengan kelompok acuan disebabkan perasaan suka antara anggota

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Agresif 2.1.1. Pengertian Agresifrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3568/3/T1_132009074_BAB II.pdf · ingkah laku agresif adalah tingkah laku . yang

kelompok serta harapan memperoleh manfaat dari keanggotaannya.

Semakin besar rasa suka anggota yang satu terhadap anggota yang lain,

dan semakin besar harapan untuk memperoleh manfaat dari keanggotaan

kelompok, serta semakin besar kesetiaan mereka, maka akan semakin

kompak kelompok tersebut dan konformitas akan menjadi tinggi. Sears,

dkk (1999) mengemukakan kekompakan dipengaruhi oleh faktor-faktor

sebagai berikut: Sears,dkk (1999)

1) Penyesuaian Diri

Kekompakan yang tinggi menimbulkan tingkat konformitas yang

semakin tinggi. Alasan utamanya adalah bahwa bila orang merasa

dekat dengan anggota kelompok lain, akan semakin menyenangkan

bagi orang lain untuk mengakui orang tersebut dalam kelompok, dan

semakin menyakitkan bila orang lain mencela. Kemungkinan untuk

menyesuaikan diri akan semakin besar bila seseorang mempunyai

keinginan yang kuat untuk menjadi anggota sebuah kelompok

tertentu.

2) Perhatian terhadap Kelompok

Peningkatan koformitas terjadi karena anggotanya enggan disebut

sebagai orang yang menyimpang. Penyimpangan menimbulkan

resiko ditolak. Orang yang terlalu sering menyimpang pada saat-saat

yang penting diperlukan, tidak menyenangkan, dan bahkan bisa

dikeluarkan dari kelompok. Semakin tinggi perhatian seseorang

dalam kelompok semakin serius tingkat rasa takutnya terhadap

penolakan, dan semakin kecil kemungkinan untuk tidak menyetujui

kelompok.

b. Kesepakatan

Pendapat kelompok acuan yang sudah dibuat memiliki tekanan kuat

sehingga remaja harus loyal dan menyesuaikan pendapatnya dengan

pendapat kelompok. Kesepakatan dipengaruhi hal-hal dibawah ini:

1) Kepercayaan

Penurunan melakukan konformitas yang drastis karena hancurnya

kesepakatan disebabkan oleh faktor kepercayaan. Tingkat

kepercayaan terhadap mayoritas akan menurun bila terjadi

perbedaan pendapat, meskipun orang yang berbeda pendapat itu

sebenarnya kurang ahli bila dibandingkan anggota lain yang

membentuk mayoritas. Bila seseorang sudah tidak mempunyai

kepercayaan terhadap pendapat kelompok, maka hal ini dapat

mengurangi ketergantungan individu terhadap kelompok sebagai

sebuah kesepakatan.

2) Persamaan Pendapat

Bila dalam suatu kelompok terdapat satu orang saja tidak

sependapat dengan anggota kelompok yang lain maka konformitas

akan turun. Kehadiran orang yang tidak sependapat tersebut

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Agresif 2.1.1. Pengertian Agresifrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3568/3/T1_132009074_BAB II.pdf · ingkah laku agresif adalah tingkah laku . yang

menunjukkan terjadinya perbedaan yang dapat berakibat pada

berkurangnya kesepakatan kelompok. Jadi, dengan persamaan

pendapat antar anggota kelompok maka konformitas akan semakin

tinggi.

3) Penyimpangan terhadap pendapat kelompok

Bila orang mempunyai pendapat yang berbeda dengan orang lain,

maka akan dikucilkan dan dipandang sebagai orang yang

menyimpang, baik dalam pandangannya sendiri maupun dalam

pandangan orang lain. orang yang menyimpang akan

menyebabkan penurunan kesepakatan yang merupakan aspek

penting dalam melakukan konformitas.

c. Ketaatan

Tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada remaja membuatnya rela

melakukan tindakan walaupun remaja tidak menginginkannya. Bila

ketaatannya tinggi maka konformitasnya akan tinggi juga. Ketaatan

dipengaruhi oleh hal-hal dibawah ini:

1) Tekanan karena Ganjaran, Ancaman, atau Hukuman

Salah satu cara untuk menimbulkan ketaatan adalah dengan

meningkatkan tekanan terhadap individu untuk menampilkan

perilaku yang diinginkan melalui ganjaran, ancaman, atau

hukuman karena akan menimbulkan ketaatan yang semakin besar.

Semua itu merupakan insentif pokok untuk mengubah perilaku

seseorang.

2) Harapan Orang Lain

Seseorang akan rela memenuhi permintaan orang lain hanya

karena orang lain tersebut mengharapkannya. Dan ini akan mudah

dilihat bila permintaan diajukan secara langsung. Harapan-

harapan orang lain dapat menimbulkan ketaatan, bahkan meskipun

harapan itu bersifat implisit. Salah satu cara untuk memaksimalkan

ketaatan adalah dengan menempatkan individu dalam situasi yang

terkendali, dimana segala sesuatunya diatur sedemikian rupa

sehingga ketidaktaatan merupakan hal yang hampir tidak mungkin

timbul.

1.3 Hubungan antara konformitas negatif dengan perilaku agresif

Konformitas yang negatif merupakan salah satu penyebab agresif. Hal

ini berkaitan langsung dengan pengaruh sosial individu, terutama orang-orang

terdekat di sekitarnya, terhadap diri individu. Menurut, Sarwono (2009)

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Agresif 2.1.1. Pengertian Agresifrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3568/3/T1_132009074_BAB II.pdf · ingkah laku agresif adalah tingkah laku . yang

pengaruh sosial dapat memberikan dampak positif dan negatif terhadap

perilaku individu. Individu dapat mengikuti aturan-aturan yang ada di

lingkungan sosial bukan hanya hal-hal positif saja, namun, individu juga

terpengaruh oleh lingkungan sosial untuk melakukan perilaku negatif, seperti

tawuran.

Sedangkan perilaku konformitas negatif dapat membuat siswa

melakukan hal yang menyimpang, sulit menemukan identitas dirinya, dan

menggantungkan dirinya pada orang lain. Hal tersebut akan menghambat

siswa mencapai perkembangan optimal. Konformitas dapat mengakibatkan

remaja terpengaruh untuk melakukan perilaku negatif seperti mencubit,

memukul, mengejek, dan membentak. Semua itu dilakukan agar diterima

dalam suatu kelompok. Selain itu konformitas juga berpengaruh pada identitas

dirinya dan mengakibatkan seseorang sulit mendefinisikan dirinya karena

semua hal yang dilakukan mengikuti hal-hal yang sedang trens.

1.4 Temuan Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Rizqie (2009) yaitu pada siswa laki-laki

SMU Muhammadiyah II Yogyakarta judul hubungan antara konformitas

negatif dan konsep diri dengan agresivitas pada remaja menunjukkan ada

hubungan yang signifikan. Hasil uji korelasi antara konformitas dengan

agresivitas sebesar r = 0,299 dan p = 0,001 (p<0,05). Hal ini menunjukkan

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Agresif 2.1.1. Pengertian Agresifrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3568/3/T1_132009074_BAB II.pdf · ingkah laku agresif adalah tingkah laku . yang

bahwa ada hubungan yang positif yang signifikan antara konformitas dengan

agresivitas.

Rahayu (2010) dengan judul hubungan antara kematangan emosi dan

konformitas negatif dengan perilaku agresif pada supporter sepak bola

menunjukkan ada hubungan positif yang sangat signifikan antara konformitas

dengan perilaku agresif dengan korelasi rx2y= 0,729 dengan p= 0,01

sumbangan efektif konformitas terhadap perilaku agresif sebesar 3,7%. Hal ini

menunjukkan ada hubungan yang positif antara konformitas dengan perilaku

agresif.

Wijayanti (2009) dengan judul hubungan antara konformitas negatif

dengan kecenderungan agresi pada anggota kelompok balap motor liar

menunjukkan ada hubungan yang signifikan, hal ini ditunjukkan dengan

koefisien korelasi 0,483 dan menunjukkan hasil yang positif, semakin tinggi

konformitas kelompok maka akan semakin tinggi pula kecenderungan agresi

pada anggota kelompok balap liar.

Utomo (2013) dengan judul hubungan antara Frustasi dan Konformitas

dengan Perilaku Agresi pada Suporter Bonek, Hasil dari penelitian ini

menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dan positif antara Frustrasi

dan Konformitas dengan Perilaku Agresi, Frustrasi memiliki hubungan yang

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Agresif 2.1.1. Pengertian Agresifrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3568/3/T1_132009074_BAB II.pdf · ingkah laku agresif adalah tingkah laku . yang

signifikan dan negatif dengan Perilaku Agresi selanjutnya Konformitas

memiliki hubungan yang signifikan dan negatif dengan Perilaku Agresi.

1.5 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan

yang signifikan antara konformitas negatif dengan perilaku agresif siswa kelas

VIII SMP Negeri 1 Bancak.