Bab III - Masyarakat Dan Hukum Internasional

6
III. Masyarakat Dan Hukum Internasional 1. Masyarakat Internasional Sebagai Landasan Sosiologis Hukum Internasional Landasan sosiologis hukum adalah masyarakat. Artinya, hukum itu ada dan berlaku jika ada masyarakat. Demikian pula halnya hukum internasional. Oleh karena itu, untuk membuktikan ada dan berlakunya hukum internasional maka terlebih dahulu harus dibuktikan adanya masyarakat internasional. Dengan kata lain, masyarkat internasional adalah landasan sosiologis bagi berlakunya hukum internasional. Untuk dapat dikatakan ada masyarakat internasional, ada sejumlah syarat atau unsur tertentu yang harus dipenuhi. Syarat-syarat tersebut mencakup baik syarat materiil maupun non-materiil. Syarat materiil dari adanya hukum internasional adalah berupa fakta-fakta eksitensi fisik yaitu: (a) Adanya negara-negara yang merdeka dan berdaulat. Pada saat ini terdapat ratusan negara merdeka dan berdaulat. Dengan demikian, syarat adanya negara-negara merdeka dan berdaulat sudah menjadi fakta yang tidak mungkin dibantah. (b) Adanya hubungan yang tetap dan berkelanjutan antar negara-negara yang merdeka dan berdaulat tersebut. 1

description

ILMU HUKUM

Transcript of Bab III - Masyarakat Dan Hukum Internasional

Page 1: Bab III - Masyarakat Dan Hukum Internasional

III. Masyarakat Dan Hukum Internasional

1. Masyarakat Internasional Sebagai Landasan Sosiologis Hukum

Internasional

Landasan sosiologis hukum adalah masyarakat. Artinya, hukum itu ada dan

berlaku jika ada masyarakat. Demikian pula halnya hukum internasional. Oleh

karena itu, untuk membuktikan ada dan berlakunya hukum internasional maka

terlebih dahulu harus dibuktikan adanya masyarakat internasional. Dengan kata

lain, masyarkat internasional adalah landasan sosiologis bagi berlakunya hukum

internasional.

Untuk dapat dikatakan ada masyarakat internasional, ada sejumlah syarat

atau unsur tertentu yang harus dipenuhi. Syarat-syarat tersebut mencakup baik

syarat materiil maupun non-materiil.

Syarat materiil dari adanya hukum internasional adalah berupa fakta-fakta

eksitensi fisik yaitu:

(a) Adanya negara-negara yang merdeka dan berdaulat.

Pada saat ini terdapat ratusan negara merdeka dan berdaulat. Dengan

demikian, syarat adanya negara-negara merdeka dan berdaulat sudah

menjadi fakta yang tidak mungkin dibantah.

(b) Adanya hubungan yang tetap dan berkelanjutan antar negara-negara yang

merdeka dan berdaulat tersebut.

Syarat ini pun sudah merupakan fakta yang tidak dapat dibantah. Dalam

kehidupan dunia saat ini, tak ada satu pun negara yang mengisolasi dirinya

dari pergaulan internasional. Sebab, suka atau tidak, negara-negara itu

harus mengadakan hubungan satu dengan yang lainnya untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya. Dengan kata lain, mereka saling bergantung satu

dengan yang lain dalam memenuhi kebutuhannya.

(c) Adanya hukum yang mengatur hubungan tetap antar negara-negara

merdeka dan berdaulat itu.

1

Page 2: Bab III - Masyarakat Dan Hukum Internasional

Hubungan yang tetap dan berkelanjutan antara negara-negara hanya

mungkin berlangsung tertib apabila ada hukum yang mengaturnya. Artinya,

hukum dibutuhkan untuk menjamin kepastian kelangsungan hubungan itu.

Ini pun sudah merupakan fakta yang tak dapat dibantah. Sebab tidaklah

mungkin suatu negara berhubungan dengan negara lain tanpa landasan dan

ikatan kaidah hukum, betapa pun sederhana dan tidak formalnya hubungan

itu. Hukum itu baik yang berupa kaidah hukum tertulis yang lahir dari

perjanjian maupun berupa kaidah hukum kebiasaan.

Sementara itu, syarat non-materiil dari masyarakat internasional adalah

adanya kesamaan asas-asas hukum. Bagaimanapun berbedanya corak hukum

positif yang berlaku di masing-masing negara yang ada di dunia saat ini, mereka

pasti mengakui dan terikat oleh adanya kesamaan asas-asas atau prinsip-prinsip

hukum. Inilah yang dinamakan prinsip-prinsip atau asas-asas hukum umum yang

diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab (general principles of law recognized by

civilized nations – akan dibahas lebih jauh dalam pembahasan tentang sumber-

sumber hukum internasional). Adanya kesamaan asas-asas hukum ini dapat

dikembalikan kepada rasio dan naluri mempertahankan diri yang ada pada

manusia. Masyarakat bangsa-bangsa, yang terdiri atas sekumpulan manusia, pun

tunduk kepada rasio dan naluri demikian.

2. Hakikat Kedaulatan dan Fungsinya dalam Perkembangan Hukum

Internasional

Sebagaimana diketahui, kedaulatan (souvereignty) berarti kekuasaan

tertinggi (dari istilah Latin “superanus” yang berarti “yang tertinggi” atau “yang

teratas”). Dengan kata lain, suatu negara berdaulat tidak mengakui adanya

kekuasaan lain yang lebih tinggi darinya. Pengertian inilah yang kemudian

menimbulkan persoalan dalam hubungannya dengan hukum internasional karena

seolah-olah kedaulatan itu menghambat perkembangan hukum internasional atau

bahkan bertentangan dengan hukum internasional. Bagaimana mungkin sesuatu

yang menganggap dirinya sebagai pemegang kekuasaan tertinggi akan tunduk

pada kekuasaan lain? Dengan kata lain, tidak mungkin hukum internasional itu

mengikat negara-negara jika negara-negara itu merupakan kekuasaan tertinggi

2

Page 3: Bab III - Masyarakat Dan Hukum Internasional

yang tidak mengakui adanya kekuasaan lain yang lebih tinggi (yaitu, dalam hal ini,

hukum internasional).

Pandangan demikian, meskipun sepintas tampak masuk akal,

sesungguhnya tidak benar. Pandangan demikian lahir karena didasari oleh

pemahaman yang keliru mengenai dua hal. Pertama, pandangan demikian keliru

dalam memahami masyarakat internasional (dan sifat hakikat hukum

internasional). Kedua, pandangan demikian juga keliru dalam memahami hakikat

kedaulatan.

Tentang kekeliruan yang pertama: kekeliruan dalam memahami masyarakat

internasional (dan sifat hakikat hukum internasional). Sebagaimana telah dijelaskan

pada uraian sebelumnya, struktur masyarakat internasional bukanlah struktur

masyarakat atau negara dunia melainkan suatu masyarakat yang terdiri atas

negara-negara yang masing-masing merdeka yang tidak memiliki suatu

pemerintahan dunia (world government). Sementara itu tertib hukum yang

mengaturnya, yaitu hukum internasional, bukanlah tertib hukum yang bersifat

subordinatif melainkan tertib hukum koordinatif. Jadi, pandangan yang menyatakan

bahwa kedaulatan menghambat perkembangan hukum internasional baru menjadi

benar apabila masyarakat internasional itu adalah masyarakat atau negara dunia

dan tertib hukum yang mengaturnya adalah tertib hukum dunia yang merupakan

tertib hukum yang bersifat subordinatif.

Tentang kekeliruan yang kedua: kekeliruan dalam memahami hakikat

kedaulatan. Benar bahwa kedaulatan berarti kekuasaan yang tertinggi. Benar pula

bahwa suatu negara berdaulat tidak mengakui adanya kekuasaan lain yang lebih

tinggi di luar dirinya. Namun, kekuasaan yang tertinggi bukanlah berarti kekuasaan

yang tidak terbatas.

Kedaulatan, sebagai kekuasaan tertinggi, ada batas-batasnya. Negara

berdaulat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pun ada batas-batasnya sampai

di mana kekuasaan itu dapat atau boleh dilaksanakan. Pembatasan pertama dari

kedaulatan suatu negara adalah kedaulatan yang dimiliki oleh negara lain. Di sini

terkandung dua pengertian, yaitu: pertama, kedaulatan atau kekuasaan tertinggi

yang dimiliki oleh suatu negara hanya berlaku dalam batas-batas wilayah negara

3

Page 4: Bab III - Masyarakat Dan Hukum Internasional

yang bersangkutan; kedua, kedaulatan atau kekuasaan tertinggi suatu negara itu

berakhir di mana kedaulatan negara lain dimulai. Jadi, sesungguhnya dalam sifat

hakikat kedaulatan suatu negara itu sendiri telah dengan sendirinya terkandung

pembatasan.

Pembatasan yang kedua terhadap kedaulatan negara adalah hukum

internasional. Artinya, jika pada tahap pertama pembatasan terhadap kedaulatan

negara itu terletak pada kedaulatan negara lain maka pembatasan terhadap

kedaulatan seluruh negara terletak pada hukum internasional sebagai hukum yang

mengatur hubungan antar negara-negara yang berdaulat itu. Sebab, tidak mungkin

akan tercipta hubungan antarnegara (hubungan internasional) yang tertib dan

teratur tanpa adanya penerimaan akan pembatasan-pembatasan yang ditentukan

oleh hukum internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antarnegara

atau hubungan internasional itu.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa selama masyarakat internasional masih

tetap berupa masyarakat yang anggotanya terdiri atas negara-negara yang

masing-masing merdeka dan berdaulat, bukan masyarakat yang merupakan

negara dunia, maka kedaulatan negara bukanlah penghambat perkembangan

hukum internasional dan sekaligus tidak bertentangan dengan hukum

internasional. Pandangan yang menyatakan bahwa kedaulatan bertentangan

dengan hukum internasional dan sekaligus menghambat perkembangan hukum

internasional baru menjadi benar hanya jika masyarakat internasional itu telah

menjadi masyarakat atau negara dunia dan hukum internasional itu sudah

merupakan hukum dunia.

4