BAB III LATAR BELAKANG SERABI NOTOSUMAN SEBAGAI … · LATAR BELAKANG SERABI NOTOSUMAN SEBAGAI...

29
47 BAB III LATAR BELAKANG SERABI NOTOSUMAN SEBAGAI KULINER TRADISIONAL DI KOTA SURAKARTA DAN PERKEMBANGANNYA A. Latar belakang Serabi Notosuman Sebagai Kuliner Tradisional Di Kota Surakarta Kebudayaan Jawa yang hidup dan berkembang di Surakarta merupakan peradaban orang Jawa yang berakar di dalam keraton. Peradaban tersebut adalah bagian atau unsur dari kebudayaan yang mengutamakan aspek keharusan dan keindahan. Keraton Surakarta merupakan pusat kebudayaan Jawa yang telah memberi kontribusi besar terhadap perjalanan kebudayaan Jawa di Indonesia. Hal ini sesuai dengan fungsi keraton sebagai cultuur historische instelling atau lembaga sejarah kebudayaan yang menjadi sumber dan pemancar kebudayaan Jawa. Sifat khas suatu kebudayaan hanya dapat dimanifestasikan dalam unsur- unsur terbatas, terutama melalui bahasa, kesenian, dan upacara tradisional. Unsur- unsur lainnya sulit menonjolkan sifat-sifat khas kebudayaan suatu bangsa atau suku bangsa. 1 Keanekaragaman kebudayaan Jawa dapat dilihat dari aneka ragam logat bahasanya, makanannya, upacara-upacara adatnya, dan kesenian tradisionalnya. 2 1 Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitet, Dan Pembangunan, (Jakarta: Gramedia, 1978), Hlm. 104-105. 2 Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), Hlm. 25-26.

Transcript of BAB III LATAR BELAKANG SERABI NOTOSUMAN SEBAGAI … · LATAR BELAKANG SERABI NOTOSUMAN SEBAGAI...

47

BAB III

LATAR BELAKANG SERABI NOTOSUMAN SEBAGAI KULINER

TRADISIONAL DI KOTA SURAKARTA DAN PERKEMBANGANNYA

A. Latar belakang Serabi Notosuman Sebagai Kuliner Tradisional Di Kota

Surakarta

Kebudayaan Jawa yang hidup dan berkembang di Surakarta merupakan

peradaban orang Jawa yang berakar di dalam keraton. Peradaban tersebut adalah

bagian atau unsur dari kebudayaan yang mengutamakan aspek keharusan dan

keindahan. Keraton Surakarta merupakan pusat kebudayaan Jawa yang telah

memberi kontribusi besar terhadap perjalanan kebudayaan Jawa di Indonesia. Hal

ini sesuai dengan fungsi keraton sebagai cultuur historische instelling atau

lembaga sejarah kebudayaan yang menjadi sumber dan pemancar kebudayaan

Jawa.

Sifat khas suatu kebudayaan hanya dapat dimanifestasikan dalam unsur-

unsur terbatas, terutama melalui bahasa, kesenian, dan upacara tradisional. Unsur-

unsur lainnya sulit menonjolkan sifat-sifat khas kebudayaan suatu bangsa atau

suku bangsa.1 Keanekaragaman kebudayaan Jawa dapat dilihat dari aneka ragam

logat bahasanya, makanannya, upacara-upacara adatnya, dan kesenian

tradisionalnya.2

1Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitet, Dan Pembangunan, (Jakarta:

Gramedia, 1978), Hlm. 104-105. 2Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), Hlm.

25-26.

48

Surakarta sebagai daerah vorstenlanden memiliki beberapa persinggungan

kebudayaan terutama dalam bidang kuliner. Hal ini tidak terlepas dari datangnya

orang-orang asing ke Hindia-Belanda yang membawa kebudayaan aslinya.

Percampuran kedua kebudayaan terjadi dan mempengaruhi cita rasa pada kuliner

orang Jawa. Akan tetapi hal itu tidak begitu saja membuat kuliner Jawa

mengalami kemunduran. Kuliner Jawa masih mempunyai ciri aslinya dalam rasa

dan penggunaan bahan makanan.

Di Jawa lebih identik pada masakan yang memiliki rasa manis dan gurih.

Menurut Hedi Hinzler, di Jawa kuno, manis memang dikenal sebagai salah satu

rasa yang wajib ada dalam makanan, tapi itu tidak dominan. “Dalam teks-teks

Jawa kuno sering disebut ajaran Hindu tentang enam rasa atau sad rasa, yaitu

manis, asin, asam, pedas, pahit, dan sepat. Hidangan baru akan nikmat kalau

mengandung enam rasa itu dengan perimbangan yang harmonis”.3 Selain kuliner

Jawa identik dengan rasa manis, juga identik dengan penggunaan bahan makan

dari tepung antara lain: serabi, jenang, kue cucur, coro bikang, apem, gempol

pleret, dan sebagainya.

Di Surakarta aktifitas keseharian masyarakat secara luas (di luar kraton),

masih mempertahankan berbagai tradisi. Tradisi yang dilakukan oleh masyarakat

berkaitan dengan siklus hidup, seperti kelahiran, kematian dan pernikahan yang

selalu diiringi dengan berbagai upacara adat. Dalam pelaksanaan upacara

tradisional, selain atribut pakaian, juga terdapat kuliner tradisional yang berfungsi

sebagai sesaji.

3Antropologi Kuliner Nusantara, 2015, Jakarta: PT. Gramedia, Hlm. 68.

49

Aneka kuliner tradisional yang merupakan kekayaan ikon heritage

(tinggalan budaya) dari berbagai daerah kini mulai diangkat dan dipikirkan untuk

dilestarikan. Etnik Jawa adalah salah satu yang memiliki kelengkapan catatan

kitab tentang kuliner Jawa tempoe doeloe yang tertulis dalam Serat Centhini yang

membahas permasalahan kuliner itu dengan sangat detail. Serat Centhini atau juga

disebut Suluk Tambanglaras atau Suluk Tambangraras Amongraga, merupakan

salah satu karya sastra terbesar dalam kesusastraan Jawa Baru. Serat Centhini

ditulis oleh tim penulis yang dipimpin oleh KGPAA Hamengkunegara II yang

menjadi Sunan Paku Buwana V. Anggota tim terdiri dari: Kiai Ngabei

Ranggasutrasna, Kiai Ngabei Yasadipura II dan Kiai Ngabei Sastradipura. Surat

yang ditulis pada tahun 1814 ini menceritakan tentang banyak hal, antara lain

tentang seni, kehidupan dan kebudayaan Jawa, agama, makanan tradisional,

ramuan jamu atau obat tradisional, jenis-jenis tanaman dan kisah percintaan.4

Kuliner dalam Serat Centhini mencakup makanan dan minuman, maupun

ramuan jamu. Kuliner yang berupa makanan kecil atau kudapan lebih dikenal

sebagai jajanan pasar sedangkan minuman dan ramuan jamu sering disebut

dengan minuman atau unjukan. Beberapa jenis kuliner yang termasuk makanan

yang terkandung dalam Serat Centhini berbahan dasar dari pala kependhem

(umbi-umbian), pala gumantung (buah-buahan) dan pala kesimpar (buah di atas

permukaan tanah). Selain sebagai makanan pokok, hasil bumi tersebut juga

menjadi hidangan untuk berbagai kondisi, seperti perjamuan tamu, kelengkapan

upacara adat, bergotong royong dan sebagainya. Kuliner yang berupa minuman

4Wahjudi Pantja Sunjata, Dkk. 2014, Kuliner Jawa Dalam Serat Centhini,

Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB), Hlm. 11.

50

antara lain: teh, kopi, wedang bunga srigading, minuman blimbing wuluh,

minuman bunga tempayang, minuman bunga sridenta, wedang jahe, wedang daun

kemadhuh, wedang temulaewak, legen, air kelapa, cao, maupun dhawet.5

Makanan jajanan adalah jenis makanan olahan yang sudah dijual di pasar

dengan tujuan untuk pengurangan rasa lapar walaupun tidak mutlak, menambah

zat-zat yang tidak ada atau kurang pada makanan utama, sebagai hiburan.6 Dalam

pengertian yang khusus, yang termasuk jajanan pasar adalah jenis makanan yang

bukan berfungsi sebagai makanan pokok sehari-hari, seperti nasi, akan tetapi jenis

makanan ringan atau kue. Makanan yang dikenal sebagai jajanan pasar memang

merupakan kelompok makanan ringan yang sangat beraneka ragam jenisnya,

dapat berbentuk makanan kering, makanan basah atau bahkan berupa minuman.

Kelompok makanan tersebut berkembang secara tradisional yang pada jaman dulu

dijual di pasar-pasar yang sifatnya masih tradisional. Dalam era yang terbuka dan

kompetitif seperti sekarang ini, kelompok makanan tersebut tampaknya dapat

mempertahankan eksistensinya sebagai makanan yang menarik, memenuhi selera

masyarakat, dan bahkan mampu berkembang mendampingi makanan ringan asal

negara lain yang dikenal sebagai roti-rotian.7

Jika disimak dalam catatan Serat Centhini dengan melihat kemunculan

berbagai jenis masakan atau makanan modern saat ini, maka kuliner

5Ibid., Hlm. 3

6Sebagai perbandingan, menurut Moertjipto dkk (1994:40), makanan

sambilan adalah semua makanan yang berfungsi sebagai selingan makanan pokok.

Jenis makanan sambilan (samperan, emlik-emlik) ini disajikan antara makan pagi

dan siang, antara makan siang dan malam, bahkan sesudah makan malam

menjelang tidur. Menurut bahannya, makanan sambilan terdiri atas ubi-ubian,

buah, beras, dan jagung. 7 Jatra (Jurnal Sejarah Dan Budaya), Vol. 9, No.1 Juni 2014. Yogyakarta:

Balai Pelestarian Nilai Budaya. Hlm. 13.

51

“tempoedoeloe” yang dikenal dengan sebutan jajanan pasar ternyata tetap saja

eksis sampai sekarang. Di kalangan masyarakat Jawa, khususnya di Surakarta

jajanan pasar masih tetap dilestarikan (diuri-uri). Hal ini dapat dilihat pada

upacara panen raya atau pesta pernikahan, pindahan rumah dll, jajanan pasar

tidak ketinggalan dijadikan sebagai bagian dari ubo rampe ritual. Jajanan pasar

terdiri atas berbagai macam makanan ringan, antara lain: nogosari, jadah, rara

mendut, wajik, getuk, tiwul, gatot, ketan dan sebagainya. Selain itu Di Surakarta

segala macam makanan “tempo doeloe” atau yang disebut jajanan pasar masih

dapat dijumpai di Pasar Gede Hardjonagoro (Pasar Gede Surakarta). Kini jajanan

pasar dapat dinikmati tanpa adanya ritual-ritual upacara tradisional.

Salah satu kuliner tradisional yang ada di Surakarta yaitu Serabi. Serabi

sudah ada sejak kerajaan Mataram, hal ini dijelaskan dalam Serat Centhini kuliner

serabi dijumpai sebagai salah satu jenis makanan jajanan pasar.8 Serabi terbuat

dari tepung beras dan santan yang dimasak menggunakan wajan kecil yang

terbuat dari tanah liat, dan dipanggang diatas arang. Serabi khas Jawa memiliki

rasa gurih dan manis tanpa diberi topping diatasnya. Ada dua jenis Serabi Jawa

yaitu, serabi kering (tanpa kuah) dan serabi basah (memakai kuah). Meski berbeda

jenis kedua serabi ini tetap memiliki rasa khas manis dan gurih. Kedua jenis serabi

ini memiliki perbedaan pada saat memasaknya, serabi kering tidak ditambah kuah

diatasnya pada saat dimasak maupun sudah jadi sedangkan serabi basah saat

dimasak kuah santan di tuangkan diatasnya sehingga terlihat basah dan ada kuah

kental di atasnya.

8Wahjudi Pantja Sunjata, Dkk., Op Cit., hlm. 11.

52

Mengutip dari Fardiaz, bahwa makanan tradisional dapat didefinisikan

sebagai makanan, termasuk jajanan serta bahan campuran atau ingredients yang

digunakan secara tradisional, dan telah lama berkembang secara spesifik di daerah

dan diolah dari resep-resep yang telah lama dikenal oleh masyarakat setempat

dengan sumber bahan lokal serta meiliki citarasa yang relatif sesuai dengan selera

masyarakat setempat.9 Makanan atau kuliner tradisional dapat dikelompokkan

beberapa hal yang bisa dicermati, antara lain: sumber bahan baku, cara

pengolahan dan resep serta cita rasa dari suatu makanan bersifat lokal. Pada

makanan tradisional ditekankan adanya penggunaan bahan baku lokal dan itu

sangat penting karena erat kaitannya dengan ketahanan pangan. Untuk cara

pengolahan pangan, resep dan cita rasa umumnya sudah bersifat turun temurun,

serta sedikit sekali adanya modifikasi.10

Begitu juga dengan Serabi Notosuman

sebagai kuliner tradisional Kota Surakarta, resep dan citarasanya masih tetap sama

seperti kali pertama dan tanpa adanya modifikasi.

9D. Fardiaz, “Peluang Kendala, dan Strategi Pengembangan Makanan

Tradisional,” dalam Kumpulan Ringkasan Makanan Seminar Nasional Makanan

Tradisional: Meningkatkan Citra dan Mengembangkan Industri Makanan

Tradisional Indonesia, Pusat Kajian Makanan Tradisional (PMKT), (Bogor:

Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor-Pusat Antar Universitas Pangan dan

Gizi.IPB., 1998), hlm. 5. 10

Ibid., Hlm.30.

53

Gambar. 11

Serabi Jawa

Sumber: www.google.com

Serabi yang terkenal di Surakarta dan menjadi ciri khasnya adalah Serabi

Notosuman. Pada awalnya Serabi Notosuman lahir dari ketidak sengajaan.Ny.

Hoo Ging Hok sebagai pencetus ide pembuat Serabi Notosuman awalnya

membuat apem. Karena kue apem tidak bisa di jajakan setiap hari, Ny. Hoo Ging

Hok bersama suaminya Tan Giok Lan mempunyai ide membuat apem yang lebih

pipih dan ada pinggirannya yang disebut dengan serabi.

Serabi Notosuman berdiri pada tahun 1923, oleh Ny. Hoo Ging Hok

bersama suaminya Tan Giok Lan. Berkembangnya Serabi Notosuman membuat

masyarakat Surakarta berinisiatif untuk membuat serabi dengan menciptakan

kekhasannya masing-masing. Di sepanjang jalan Slamet Riyadi, Surakarta

terdapat banyak penjual Serabi Solo. Untuk membedakan serabi satu dengan

serabi yang lainnya penjual serabi di Jalan Slamet Riyadi menggunakan nama

identitas masing-masing. Serabi Solo yang dijajakan di Jalan Slamet Riyadi

berbeda dengan Serabi Notosuman, Serabi Solo ini lebih banyak inovasi dengan

berbagai macam rasa, diantaranya dengan penambahan bermacam-macam toping

54

seperti; nangka, keju, pisang.selain itu Serabi Solo juga ada yang mengunakan

Juruh (kuah) yang terbuat dari campuran santan dan gula merah.11

Berbeda

dengan Serabi Notosuman sebagai pelopor kemunculan serabi-serabi di Surakarta,

Serabi ini masih tetap mempertahankan dua varian rasa yaitu original dan coklat,

hal ini agar Serabi Notosuman tetap memiliki keaslian rasa dari generasi ke

generasi. Inilah yang membuat Serabi Notosuman tetap eksis dan selalu diburu

oleh pembeli, pembeli dalam kota Surakarta maupun pembeli dari luar Surakarta.

Gambar. 12

Serabi Notosuman

Sumber: www.google.com

Sebagai makanan khas, Serabi Notosuman menempati posisi penting

dalam kehidupan masyarakat di Surakarta. Bahkan bisa dikatakan, tidak ada orang

Surakarta yang tidak kenal dengan Serabi Notosuman. Berikut ini ulasan

mengenai perkembangan Serabi Notosuman dari generasi ke-1 sampai generasi

ke-4.

11

Wawancara dengan Eko Wardianto, Tanggal 24 Februari 2015.

55

B. Perkembangan Serabi Notosuman Generasi Ke-1 dan Generasi Ke-2

Tahun 1923-1987

1. Generasi Ke-1

Serabi Notosuman pertama kali dirintis pada tahun 1923 oleh Ny. Hoo

Ging Hok. Usaha Serabi ini dikelola bersama suaminya Tan Giok Lan. Awalnya

Serabi Notosuman lahir dari ketidaksengajaan. Menurut Hoo Khik Nio, anak dari

Ny. Hoo Ging Hok dan Tan Giok Lan, ketika berumur 4 tahun kedua orang tua

Hoo Khik Nio berjualan serabi. Pada awal mulanya, Orang tua Hoo Khik Nio

adalah pembuat serabi pertama kali di Kota Surakarta. Itu terjadi tanpa disengaja,

awalnya tetangga meminta dibuatkan apem untuk selamatan. Karena apem yang

dibuat Ny. Hoo Ging Hok enak, tetangganya memesan kembali. Dari situlah Ny.

Hoo Ging Hok sempat berjualan apem. Suatu hari, ada seorang pelanggan minta

dibuatkan apem yang bentuknya lebih pipih. Lantaran bentuknya yang beda,

pelanggan itu menyebutnya serabi. Sejak itulah makanan apem pipih itu dikenal

dengan nama serabi. Di luar dugaan, serabi itu justru lebih digemari ketimbang

apem. Hingga orang tua Hoo Khik Nio menjadi pengusaha serabi yang cukup

laris.12

Ny. Hoo Ging Hok sering mendapat pesanan dari Keraton Kasunanan

untuk membuat apem guna acara ruwahan. Kemudian atas inisiatif sendiri,

pinggiran apem tersebut diberi bingkai (pinggiran). Jadi bentuknya sudah tidak

seperti apem, tapi seperti bentuk serabi yang kini telah dikenal luas itu. Ternyata

tanggapan warga Surakarta kala itu cukup menjajikan. Mereka menyukai apem

kreasi Ny. Hoo Ging Hok. Karena itulah, dia menekuni usaha itu hingga pindah

12

Tabloid Nova, No. 656/XIII-24 September 2000.

56

tempat tiga kali. Tempat berjualan Serabi Notosuman pertama kali di Jalan

Veteran, kemudian setelah kontrak habis warung pindah ke Jalan Yos Sudarso.

Kemudian pindah lagi ke Jalan Moh Yamin No. 24 Solo (yang dulu bernama

Notosuman).13

Aktivitas berjualan Serabi Notosuman dimulai sejak pukul 03.00

WIB. Bila ditelusuri lebih dalam hal ini rupanya memiliki kaitan sejarah dengan

perilaku masyarakat Surakarta tempo doeloe yang sering tirakat (jalan kaki) dan

keluyuran pada malam hari lalu mampir di warung hik.14

Selain dibantu oleh Suaminya Tan Giok Lan, Ny. Hoo Ging Hok juga

dibantu oleh putrinya yang kemudian meneruskan usaha Serabi Notosuman yaitu

Ny. Hoo Khik Nio. Ny. Hoo Ging Hok membuat serabi dengan bahan dan cara

pembuatannya tidak jauh berbeda dengan kue apem. Karena rasa serabi enak dan

kebersihan terjamin, makin lama makin banyak pembeli yang datang. Serabi ini

dikenal dengan Serabi Notosuman, karena pembuatannya berada di Kampung

Notosuman (yang sekarang berganti menjadi Jalan Mohammad Yamin) maka

serabi ini diberi nama Serabi Notosuman.15

Bahan baku pembuatan Serabi Notosuman tidak jauh berbeda dengan

pembuatan apem, yaitu terdiri dari tepung beras, gula pasir dan santan. Beras yang

digunakan adalah beras cendani dari Cianjur. Pembuatan tepung dilakukan dengan

cara ditumbuk sendiri. Proses pembuatan Serabi Notosuman dengan cara dimasak

diatas wajan kecil yang terbuat dari tanah liat dan mengunakan keren dan arang

sebagai bahan bakar.

13

Tabloid Cempaka, Edisi 13-XX-27 Juni-3 Juli 2009. 14

m.solopos.com/2014/02/18/gagasan-kuliner-solo-menurut-umar-kayam-

490558, (diakses pada tanggal 30 Januari 2016). 15

Tabloid Nova, 20/IV- Juni 2003.

57

Serabi Notosuman pertama kali diproduksi hanya memiliki rasa original

saja. Kemudian karena ramainya pembeli yang datang Ny. Hoo Ging Hok muncul

ide untuk membuat inovasi. Ny. Hoo Ging Hok membuat Serabi Notosuamn

dengan variasi penambahan coklat dan nangka. Serabi Notosuman yang ditambah

nangka diatasnya membuat rasa nangka lebih dominan dibandingkan rasa Serabi

Notosuman maka pemilihan rasa coklat lebih dipilih untuk menambah inovasi

baru dan banyak pembeli yang menyukainya. Kemudian dari situlah Serabi

Notosuman hanya memproduksi dua rasa saja yaitu original dan rasa coklat.16

Serabi Notosuman semakin berkembang dan menjadi makanan yang

digemari masyarakat Surakarta. Ketika Ny. Hoo Ging Hok dan Tan Giok Lan

meninggal usaha itu diwariskan kepada putrinya Ny. Hoo Khik Nio, yang semula

adalah pembatik di kawasan Serengan, Surakarta.

16

Wawancara dengan Ny. Lidiawati, Pada Tanggal 16 September 2014.

58

Gambar. 13

Nyonya Hoo Ging Hok, Tan Giok Lan dan ke-3 anaknya

Sumber: Dokumen Ny. Lidyawati

2. Generasi Ke-2

Ny. Hoo Khik Nio juga memiliki nama Jawa Margo Hutomo. Nama Jawa

yang melekat pada dirinya ini karena nama dari suaminya. Sebagai masyarakat

yang tinggal di Jawa Ny. Hoo Khik Nio lebih sering dipanggil Mak Margo. Ny.

Hoo Khik Nio sebagai generasi ke-2 gigih menjaga usaha Serabi yang diwariskan

orang tuanya ini.

Ny. Hoo Khik Nio sebagai generasi ke-2 Serabi Notosuman dengan gigih

mempertahankan usaha ini. Resep dan rasa Serabi Notosuman tidak mengalami

perubahan, sehingga semakin banyak pelanggan yang membeli Serabi

Notosuman. Rasa dan bentuk Serabi Notosuman masih sama dari sebelumnya

yaitu hanya ada dua rasa saja, original dan rasa coklat. Rasa original bentuknya

59

polos berwarna putih santan, di atasnya hanya diberi santan cair, sedang rasa

coklat ada penambahan topping coklat di atasnya. Penyajiannya pun juga masih

tetap sama seperti saat ibunya berjualan yaitu berbentuk sesuai aslinya bulat dan

ditaruh di atas daun pisang.

Ny. Hoo Khik Nio menjajakan Serabi Notosuman pada pukul 03.00. Bagi

masyarakat Surakarta, sudah terbiasa orang berjualan jajanan di malam hari. Pada

jam malam hari biasanya orang merasakan lapar dan tidak ingin memakan

makanan yang berat seperti nasi, dan untuk mengantikannya masyarakat mencari

jajanan yang bisa langsung dinikmati seperti Serabi Notosuman. Karena

banyaknya pelanggan Serabi Notosuman, pembeli harus rela mengantri dan

bahkan bila tidak lebih awal bisa kehabisan17

.

Pada saat usaha Serabi Notosuman dipegang oleh generasi kedua tempat

berjualan sudah mulai menetap di Notosuman. Warung ini cukup sederhana, tidak

ada tempat duduk untuk pembeli. Bahkan letaknya juga persis berada di tepi jalan

tanpa tempat parkir. Tetapi, meski begitu, serabi Notosuman sangat popular.

Tidak hanya wisatawan yang berkunjung ke Surakarta yang sudah merasakan

nikmatnya serabi ini, Presiden pertama RI Soekarno pun pernah merasakan

enaknya Serabi Notosuman.18

Dalam Kompas (1995) disebutkan; pada saat usaha

Serabi Notosuman dipegang oleh Ny. Hoo Kik Nio dan adik laki-lakinya,

rumahnya pernah dijaga oleh polisi karena Presiden Soekarno memborong

17

Wawancara dengan Ny. Lidiawati, Pada Tanggal 16 September 2014 18

Tabloid Cempaka, op cit.,

60

Serabinya. Mulai dari persiapan bahan-bahan untuk membuat serabi, mengadon

serabi, hingga serabi dibuat sampai matang sempurna, selalu dijaga oleh polisi.19

Sejak saat itu Serabi Notosuman semakin kebanjiran pembeli yang berasal

dari Kota Surakarta. Serabi Notosuman sebagai jajanan yang dijajakan di pingir

jalan beranjak naik kelas karena Serabi Notosuman diborong oleh Presiden

Pertama RI, Presiden Soekarno saat mengadakan blusukan ke kota Surakarta. Hal

ini berpengaruh besar terhadap perkembangan Serabi Notosuman secara positif.

Akan tetapi kejadian inipun tidak mudah, karena sebagai generasi penerus Serabi

Notosuman Ny. Hoo Khik Nio dapat mempertahankan rasa keaslian dari Serabi

Notosuman.

Gambar. 14

Ny. Hoo Khik Nio (Generasi ke-2 Serabi Notosuman)

Sumber: Dokumen Ny. Lidiawati

19

Kompas, Minggu 23 Juni 1996

61

Gambar. 15

Ny. Hoo Khik Nio bersama putrinya

Sumber: Dokumen Ny. Lidiawati

Gambar. 16

Warung Serabi Notosuman

Sumber: Dokumen Ny. Lidiawati

Setelah puluhan tahun usaha ini berdiri Serabi Notosuman diwariskan lagi

oleh Hoo Khik Nio (Ny. Margo Hutomo) kepada empat dari enam anaknya,

dikarenakan kondisi fisiknya yang tak memungkinkan lagi untuk bekerja,

sementara pesanan terus mengalir. Keempat pewarisnya adalah Handayani dan

Buntoro di Notosuman, Lidiawati di kampung Kratonan, dan Bambang di Jalan

62

Gejayan, Yogya. Sedangkan dua anak Hoo Khik Nio lainnya, Eliani dan Yusuf,

memilih jualan mie di Kaliwingko, Surakarta.20

C. Perkembangan Serabi Notosuman Generasi Ke-3 Tahun 1987-2012

Pada periode tahun 1987 Serabi Notosuman beralih ke generasi ke-3.

Penerus generasi ke-3 dari Serabi Notosuman yaitu Nyonya Lidiawati. Nyonya

Lidia adalah anak kelima dari Nyonya Hoo Khik Nio. Beliau mewarisi berjualan

serabi pada usia 29 tahun. Menurut Nyonya Lidia, dirinya dulu pada waktu remaja

ikut serta membantu ibunya Nyonya Hoo Khik Nio berjualan serabi, bahkan saat

neneknya Nyonya Hoo Ging Hok berjualan serabi Nyonya Lidia sudah sering

diajak ibunya berjualan.21

Sehingga tidak heran apabila Nyonya Lidia dapat

mewarisi dalam membuat Serabi Notosuman yang legendaris itu.

1. Bahan Baku

Selain mempertahankan resep asli, Nyonya Lidyawati juga berusaha keras

mempertahankan kualitas rasa dengan membuat serabi dari tepung beras pilihan.

Salah satu ciri khas Serabi Notosuman adalah mereka menumbuk sendiri beras

yang digunakan sebagai bahan baku membuat serabi. Beras yang digunakan

adalah beras dengan kualitas tinggi, yaitu beras cendani dari Cianjur.22

Hal inilah

yang membedakan Serabi Notosuman dengan serabi Solo lainnya. Selain tetap

mengutamakan rasa, mutu, dan pelayanan, harga serabi ini juga terjangkau. Untuk

harga Serabi yang biasa bisa dibeli dengan harga Rp. 1.600, sedangkan yang rasa

20

Wawancara dengan Ny. Lidiawati, Pada Tanggal 16 September 2014. 21

Wawancara dengan Ny. Lidiawati, Pada tanggal 16 September 2014. 22

www.indonesiakaya.com (diakses pada tanggal 16 Januari 2016)

63

coklat seharga Rp. 1,800. Pembeli biasanya langsung membeli serabi yang sudah

dikemas dalam kardus isi 5 dan 10 serabi.23

Usahanya ini, untuk hari biasa Nyonya Lidia memerlukan 20-30 kg beras,

18-28 kg kelapa parut, dan 10-15 kg gula pasir. Kalau hari minggu, ia bisa

menghabiskan 80 kg beras, 75 kg kelapa dan sekitar 40 kg gula pasir untuk per

harinya. Sedangkan hari-hari besar atau lebaran, bahan itu bisa ditambah lagi.24

2. Produksi

Pada awalnya, Nyonya Lidia memegang usaha Serabi Notosuman sendiri,

dia hanya dibantu beberapa asisten rumah tangga. Karena usianya yang masih

muda, beliau merasa kewalahan dengan banyaknya pembeli serabi setiap hari.

Nyonya Lidia benar-benar menjaga usaha yang diwariskan secara turun-temurun

ini. Karena melihat kegigihan Nyonya Lidia dalam mengelola usaha Serabi

Notosuman, suaminya kemudian memutuskan untuk pensiun dan membantu

Nyonya Lidia dalam mengelola usaha berjualan Serabi Notosuman.

Serabi Notosuman setelah di pegang generasi ke-3 tidak mengalami

perubahan dari segi rasa maupun bentuknya. Menurut Nyonya Lidyawati sebagai

generasi ke-3, menuturkan salah satu kunci sukses usaha serabi tersebut adalah

pada resep yang tak pernah berubah. Sehingga citarasanya tetap sama dari dulu

hingga sekarang. Jenisnya pun cuma ada dua yaitu coklat dan putih, tanpa

tambahan kreasi apa pun.25

23

Wawancara dengan Nyonya Lidiawati, Pada tanggal 30 November 2015. 24

Tabloid Nova, Juni 2003. 25

Wawancara dengan Ny. Lidiawati, Pada tanggal 16 September 2014.

64

Berbeda ketika dipegang oleh pendahulunya Serabi Notosuman mulai

dijajakan pada pukul 03.00 WIB, kini saat generasi ke-3 aktivitas pembuatan

serabi dimulai sejak pukul 04.00 WIB dengan membuat adonan tepung beras, gula

pasir dan santan. Adonan yang sudah jadi lalu dimasukan dalam wajan kecil dari

tanah liat di atas tungku kecil atau anglo dengan bahan bakar arang. Pembeli yang

datang langsung melihat pembuatan kue ini. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri

bagi pembeli yang datang ke toko.26

Kegiatan berjualan serabi hingga pukul 17.00

WIB, akan tetapi toko legendaris ini bisa tutup lebih awal apabila serabi sudah

habis.

Gambar. 17

Toko Serabi Notosuman Ny. Lidiawati Tahun 2012

Sumber : www.solopos.com

26

Tabloid Cempaka, Edisi 13-XX-27 juni-3 juli 2009.

65

Setelah dibantu oleh suaminya, usaha Serabi Notosuman lebih mengalami

perkembangan. Untuk lebih memudahkan dan mempercepat proses pembuatan

serabi Nyonya Lidia dibantu suaminya mengubah teknik pengolahan dengan

menggunakan kompor gas sebagai bahan bakarnya yang sebelumnya

menggunakan keren dan arang. Menurutnya menggunakan kompor gas tidak

mempengaruhi rasa dari Serabi Notosuman. Hal ini karena tidak ada keluhan dari

konsumen.

Gambar. 18

Proses pengolahan serabi menggunakan keren dan arang

Sumber : www.google.com

Gambar. 19

Proses pengolahan Serabi Notosuman semi modern

Sumber : www.wisatakuliner.com

66

Pada saat Serabi Notosuman dipegang oleh generasi ke-3 mulai merekrut

karyawan. Perekrutan karyawan Serabi Notosuman dilakukan pada generasi ke-3,

hal ini dikarenakan semakin banyak pembeli sehingga jika hanya keluarga dan

asisten rumah tangganya saja yang membuat tidak dapat memenuhi jumlah kuota

pembeli yang begitu banyak. Dalam sehari Nyonya Lidia dapat menghabiskan

kurang lebih 100 kg bahan untuk membuat Serabi Notosuman. Karena kualahan

dalam membuat Serabi Notosuman, kemudian merekrut karyawan untuk

membantu membuat serabi. Jumlah karyawan Serabi Notosuman tidak tentu,

karena ada yang keluar dan masuk jadi untuk jumlah karyawan tidak begitu jelas

berapa jumlahnya. Ada juga karyawan Nyonya Lidia yang keluar kemudian

berjualan sendiri.

3. Pemasaran

Serabi Notosuman memiliki ciri tersendiri. Bagian tengah yang lebih tebal

rasanya lebih manis dan tekstur kuenya tidak terlalu kering, sehingga bagian kulit

pinggirnya lebih lunak. Menurut Nyonya Lidia Serabi Notosuman sempat

dimodifikasi dengan menggunakan meses coklat, pisang dan nangka yang ditaruh

diatas kue, tetapi ternyata itu justru mengurangi keasliannya. Karena itulah, kini

Nyonya Lidia menyajikan Serabi Notosuman apa adanya, tetap seperti saat kali

pertama dikenal. Sebagian besar pelanggan memilih serabi yang biasa tanpa

ditambah dengan apapun karena rasanya sudah manis. Meskipun juga

menyediakan serabi yang menggunakan meses di atasnya tetapi hanya sedikit.27

Tidak banyak inovasi pada Serabi Notosuman, hanya dalam hal penyajiannya

saja. Serabi-serabi yang dulu dijajakan bundar sesuai dengan bentuk serabi

27

Tabloid Cempaka, Edisi 13-XX-27 Juni-3 Juli 2009.

67

aslinya, kini berubah penyajian dengan digulung menggunakan daun pisang dan

dikemas dengan menggunakan kemasan kotak berwarna hijau. Tiap kemasan

berisi 10 biji serabi. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pelanggan saat

membawa Serabi Notosuman sebagai oleh-oleh.

Pada tahun 2006 pencantuman Santan Kara sudah terdapat pada kotak dan

billboard Serabi Notosuman Nyonya Lidia.28

Nyonya Lidia menggunakan Santan

Kara dalam pembuatan Serabi Notosuman. Penggunaan Santan Kara pada Serabi

Notosuman tidak merubah rasa dari serabi ini dan penggunaan Santan Kara lebih

efisien.29

Gambar. 20

Inovasi penyajian Serabi Notosuman

Sumber : www.google.com

Pada tahun 1992 Serabi Notosuman juga sudah terdaftar merek, dengan

merek dagang Serabi Solo Notosuman. Hak Merek Dagang adalah merek yang

digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang

secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-

28

http://inedalamlimasekawan.blogspot.co.id/2006/09/lima-sekawan-perjuangan-

antri-serabi.html (diakses pada tanggal 13 Februari 2016). 29

Wawancara dengan Ny. Lidiawati, Pada tanggal 13 Februari 2016.

68

barang yang sejenis lainnya.30

Sebagai makanan tradisional Kota Surakarta,

Nyonya Lidia mematenkan Serabi Notosuman sebagai Serabi Solo Notosuman.

Perpanjangan merek dilakukan setiap 10 tahun sekali, hingga tahun 2012 Serabi

Notosuman sudah melakukan perpanjangan merek selama dua kali. Menurut

Nyonya Lidia sebagai salah satu makanan khas Kota Surakarta dan sudah berdiri

sejak tahun 1923 dan memiliki banyak pelanggan maka Serabi Notosuman

didaftarkan sebagai merek dagang hal ini bertujuan untuk menjaga keaslian Serabi

Notosuman. Serabi Notosuman telah memenuhi persyaratan Pemberian Sertifikat

Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) berdasarkan peraturan

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia dengan P-IRT

No. 3063372011002-16.31

Selain itu Serabi Notosuman juga terdaftar sebagai

makanan halal oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 1992 dengan No.

15100006580812.32

Harga serabi notosuman dari tahun ke tahun mengalami perubahan, tahun

1990 pada waktu Nyonya Lidia pertama kali berjualan harga Serabi Notosuman

Rp. 350,00 per biji, pada tahun 2001 harga naik menjadi Rp.700,00 per biji, dan

pada tahun 2012 harga serabi Rp.1.800,00 per biji. Meski demikian harga Serabi

Notosuman jauh berbeda dengan harga serabi Solo lainnya. Selisih harganya bisa

sampai setengah dari harga Serabi Notosuman. Menurut Nyonya Lidia kenaikan

harga serabi dipengaruhi oleh harga bahan baku pembuatan serabi yang juga

30

www.hukumsumberhukum.com, (diakses pada tanggal 30 Desember

2015). 31

Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) 32

Dokumen Halal MUI

69

mengalami kenaikan. Sehingga harga yang dipatokpun menyesuaikan dengan

bahan baku.

Selama generasi ke-3 Serabi Notosuman mengalami perkembangan secara

pesat. Sebagai kuliner yang dulunya hanya dijajakan dipingir jalan kemudian naik

kelas oleh Presiden Soekarno saat mengadakan blusukan di Kota Surakarta. Kini

Serabi Notosuman semakin terkenal dan banyak memiliki pelanggan. Hal ini

bukan tanpa alasan, Nyonya Lidiawati sebagai generasi ke-3 dapat

mempertahankan rasa keaslian dari Serabi Notosuman.

Selain Presiden pertama RI Soekarno yang mencicipi dan menjadi

pelanggan Serabi Notosuman, kesukaan inipun juga menurun pada Presiden kedua

RI Soeharto. Serabi Notosuman menjadi klangenan keluarga Cendana.33

Serabi

Notosuman selalu menjadi salah satu menu wajib bagi keluarga Cendana jika

mengadakan sebuah acara. Ketika saat menjabat jadi Presiden RI Pak Harto selalu

memesan Serabi Notosuman jika Istana Negara kedatangan tamu negara.

Sehingga banyak petinggi-petinggi yang juga menjadi pelanggan Serabi

Notosuman. Tidak heran jika Serabi Notosuman semakin berkembang dan

memiliki banyak pelanggan. Pada tahun 1997 Nyonya Lidia mendapat undangan

khusus dari Keluarga Cendana. Tepatnya pada bulan November tahun 1997

Nyonya Lidia diundang untuk membuat Serabi di Cendana. Pada saat itu ada

acara penyambutan Sultan Brunei dan pameran di salah satu hotel bintang lima di

33

Wawancara dengan Ny. Lidiawati pada tanggal16 September 2014.

70

Jakarta.34

Serabi Notosuman kembali meningkat kepopulerannya tidak hanya di

masyarakat Surakarta saja.

Pada tahun 1998 terjadinya krisis ekonomi yang mengakibatkan krisis

keamanan di Kota Surakarta membuat usaha Serabi Notosuman mengalami

penurunan jumlah pembeli. Usaha Serabi Notosuman tutup beberapa saat demi

keamanan. Kondisi Surakarta pasca kerusuhan 1998 juga belum membuat Serabi

Notosuman ramai dikunjungi. Keadaan Surakarta begitu mencekam sehingga

membuat takut orang-orang untuk datang ke Kota ini. Kondisi ini berpengaruh

pada penjualan Serabi Notosuman.35

Selain dua Presiden RI yang menjadikan Serabi Notosuman sebagai

klangenan. Serabi yang sudah dikenal inipun pernah dicicipi oleh Presiden

Megawati. “ Ibu Mega pernah beli di sini melalui ajudannya sewaktu ada acara di

Solo” ujar Nyonya Lidia.36

Sebagai makanan khas Kota Surakarta, tidak heran

apabila Serabi Notosuman banyak diburu oleh pelanggan yang datang ke Kota

Surakarta.

Sebagai makanan khas Kota Surakarta Serabi Notosuman banyak diburu

pelanggan untuk dijadikan oleh-oleh. Selain di sekitar Surakarta dan Pulau Jawa

pemesanan Serabi Notosuman juga sampai ke Bali, Lampung, Medan bahkan

Singapura. Tetapi karena tidak menggunakan bahan pengawet, serabi hanya

mampu bertahan selama 24 jam. Untuk oleh-oleh yang paling jauh di bawa ke

Arab Saudi. Dalam pemasaran Serabi Notosuman, Nyonya Lidia tidak melakukan

34

Suara Merdeka, Jumat 30 Agustus 2002. 35

Wawancara dengan Ny. Lidiawati, pada tanggal 30 November 2015. 36

Tabloid Nova, Juni 2003.

71

promosi. Pelangganlah yang berpromosi dari mulut-kemulut. Sehingga Serabi

Notosuman semakin dikenal luas.

Sebagai salah satu makanan tradisional Serabi Notosuman juga ikut dalam

memeriahkan event-event kuliner di Surakarta. Ketika Surakarta dibawah kendali

Slamet Suryanto Serabi Notosuman sudah dua kali diundang ke Loji Gandrung.

Sebagai kuliner tradisional Serabi Notosuman mampu mewakili kota Surakarta.

Karena dapat dipahami bahwa mendengar kata Serabi, khususnya Serabi

Notosuman maka orang akan berfikir kuliner khas Kota Surakarta.

Nyonya Lidia menuturkan salah satu kunci sukses usaha Serabi

Notosuman adalah pada resep yang tak pernah berubah. Sehingga citarasanya

tetap sama dari dulu hingga sekarang. Serabi Notosuman memiliki dua macam

rasa yaitu original dan coklat. Serabi Notosuman tidak mengalami inovasi

tambahan rasa, beliau hanya membuat dua jenis serabi saja, hal ini juga untuk

menjaga keaslian dari Serabi Notosuman. Selama generasi ketiga ini Serabi

Notosuman tidak banyak mengalami perbedaan, kalau pun berbeda hanya kualitas

berasnya saja, kalau dulu kualitasnya bagus. Tapi sekarang kurang begitu bagus.

Meski demikian, Nyonya Lidia tetap mengusahakan bahan baku yang bagus,

sehingga rasanya tetap enak dan awet.37

Selain mempertahankan resep asli, beliau berusaha keras mempertahankan

kualitas rasa dengan membuat dari tepung pilihan. Ini merupakan bagian untuk

mempertahankan kelangsungan bisnis serabinya. Nyonya Lidia juga berani

membuka kios dengan jam pelayanan yang konsisten. Memberikan pelayanan

37

Tabloid Cempaka, Edisi 13-XX-27 Juni-3 Juli 2009.

72

bagi para pembeli dengan ramah dan baik. Pelanggan dianggap sebagai keluarga

sendiri, sehingga mereka tetap setia dengan Serabi Notosuman.

Sebagai kuliner khas kota Surakarta, Serabi yang dulunya lahir dari

ketidaksengajaan kini semakin berkembang dan tetap menjadi klangenan hingga

generasi ke-4. Hal ini dibuktikan pada tahun 2003 Serabi Notosuman membuka

cabang yang dikelola oleh generasi ke-4 dari Hoo Ging Hok.

D. Perkembangan Serabi Notosuman Generasi ke-4 Tahun 2003-2012

Pada tahun 2003 Serabi Notosuman mulai membuka cabang di beberapa

daerah di Jawa Tengah, yaitu di Kudus, Boyolali dan Yogyakarta. Masing-masing

cabang dipegang langsung oleh generasi ke 4 yaitu anak-anak dari Nyonya Lidia.

Cabang pertama di kota Yogyakarta dipegang langsung oleh anak pertama

Nyonya Lidia yaitu Yohanes Krismanto. Pada tahun yang sama Serabi

Notosuman kembali membuka cabang di beberapa Kota seperti di Boyolali,

Semarang dan Kudus. Masing-masing cabang dikelola langsung oleh generasi ke-

4 yaitu anak-anak Nyonya Lidia. Menurut Nyonya Lidia setiap cabang dikelola

langsung oleh anak-anaknya. Cabang Boyolali dipegang oleh Markus Kristiono

dan Matius Krismono, cabang Kudus dikelola oleh Lukas Kristanto, sedangkan

cabang Semarang dikelola oleh anak angkatnya yaitu Susi Lenawati.38

Serabi Notosuman generasi ke-4 tidak berbeda jauh dengan generasi ke-3,

karena sudah terbiasa dengan aktifitas membuat Serabi Notosuman sejak kecil

mereka mampu membuat serabi yang sama dengan serabi generasi sebelumnya.

Hal inilah yang juga dirasakan oleh generasi ke-3 yang terbiasa dengan kehidupan

38

Wawancara dengan Ny. Lidiawati, pada tanggal 30 November 2015.

73

berjualan serabi sejak ibunya berjualan. Sehingga tidak ada bekal kusus yang

diterima dalam membuat Serabi Notosuman. Selain itu juga tidak ada resep

khusus yang disembunyikan, bahkan semua karyawan bisa juga membuat kue

serabi dengan resep asli.39

1. Bahan Baku

Untuk cabang-cabang Serabi Notosuman aktivitas berjualan dimulai siang

hari. Agak berbeda dengan generasi ke-3, dalam sehari Generasi ini dapat

menghabiskan 100 kg tepung beras, dalam sehari masing-masing cabang Serabi

Notosuman kira-kira hanya 50 kg tepung beras. Perbedaan ini dipengaruhi oleh

jumlah pembeli. Hal ini karena pembeli yang datang mayoritas adalah pelancong

luar daerah Surakarta, sehingga sebagai kuliner tradisional Kota Surakarta Serabi

Notosuman banyak diburu untuk dijadikan oleh-oleh.

2. Produksi

Generasi ke-4 tetap konsisten pada dua rasa. Serabi Notosuman dari dulu

berdiri hanya memiliki dua rasa, yaitu original dan coklat. Perbedaan serabi

original dan coklat hanya pada topingnya, untuk serabi coklat diatasnya hanya

ditabur mesis. Bukan tanpa alasan mengapa generasi ke-4 tetap konsisten pada

dua rasa saja. Hal ini karena untuk tetap menjaga ciri khas Serabi Notosuman.40

39

Tabloid Nova, Juni 2003. 40

Wawancara dengan Yohanes Krismanto, Pada tanggal 16 September

2014.

74

Gambar. 21

Serabi Notosuman original dan Serabi Notosuman rasa coklat

Sumber : www.google.com

Teknik pembuatan Serabi Notosuman generasi ke-4 juga tidak berbeda

jauh dengan generasi ke-3. Selain menjadi makanan khas Kota Surakarta,

pembuatan serabi juga memiliki keunikan yaitu pengunjung dapat melihat

pembuatan serabi. Hal ini karena proses pembuatan serabi dilakukan di depan

toko. Proses pembuatan tidak lagi memakai keren dan arang tetapi sudah semi

modern. Wajan-wajan kecil disusun di atas meja-meja alumunium dengan kompor

gas sebagai bahan bakarnya.41

3. Pemasaran

Strategi pemasaran Serabi Notosuman generasi ke-4 agak berbeda dengan

generasi ke-3. Serabi Notosuman sebagai kuliner tradisional identik dengan Kota

Surakarta. Strategi pemasaran dilakukan lewat mulut kemulut, oleh pelanggan

Serabi Notosuman serta pencantuman alamat cabang pada kemasan Serabi

Notosuman. pencantuman alamat cabang pada kemasan Serabi Notosuman

41

www.wisatakuliner.com, (diakses pada tanggal 12 Januari 2016).

75

semakin memudahkan pemasaran dan memudahkan pelanggan Serabi Notosuman

yang berada di luar Kota Surakarta.42

Serabi Notosuman tak termakan zaman tetap menjadi favorit selama empat

generasi. Jajanan rakyat yang berubah menjadi jajanan berkelas ini ternyata tak

lekang oleh zaman. Di tengah serbuan jajanan impor, ia tetap laris. Bahkan sering

dijadikan oleh-oleh mereka yang keluar negeri.

Pembukaan cabang Serabi Notosuman semakin memperjelas

perkembangan kuliner legendaris ini. Sebagai generasi ke-3 Serabi Notosuman

Nyonya Lidia tidak ingin menjual nama kepada pihak lain. Hal ini karena untuk

tetap menjaga resep Serabi Notosuman sehingga terjaga keasliannya. Dengan

dibukanya cabang di berbagai daerah membuat Serabi Notosuman semakin

dikenal sehingga pelangganpun semakin bertambah.

42

Wawancara dengan Yohanes Krismanto, Pada tanggal 16 September

2014.