BAB III KEHIDUPAN SUNNI DAN SYI'AH ERA REZIM SYI'AH … fileKeadaan ini akan memiliki implikasi...

28
92 BAB III KEHIDUPAN SUNNI DAN SYI'AH ERA REZIM SYI'AH NOURI AL-MALIKI A. Pemerintahan Nouri al-Maliki Politik di Irak adalah sebuah kompetisi kekuasaan dan sumber daya. Perebutan ini telah menjadikan diri mereka berada di dalam sebuah pertarungan guna mengontrol institusi negara. Dalam pelbagai masa sejarah kebencian di Irak, kumpulan orang-orang dalam partai politik telah mencoba memperluas pengaruhnya dalam kementrian negara, angkatan keamanan, dan kelompok-kelompok sosial sebagai bentuk untuk mempertinggi kekuasaan mereka. Kompetisi ini juga menjadi sangat personalisasi, dan keberhasilan politik di Irak terus meningkat mengikat kelangsungan hidup pribadi. 164 Realitas politik tersebut di atas terjadi, ketika Perdana Menteri Irak Nouri al-Maliki, yang memusatkan kontrol negara dalam lima tahun terakhir ini. Konsolidasi keamanan Maliki dimulai pada akhir tahun 2006, tak lama setelah pendakiannya atas jabatan Perdana Menteri. Hari ini, Maliki memberikan kontrol yang ketat atas angkatan bersenjata Irak dan aparat intelijen melalui rantai alternatif perintah yang berjalan langsung ke kantornya dan melalui jaringan loyalis dalam posisi pertahanan senior. Kekuasaan negara dikendalikannya secara koersif, sehingga memungkinkan dia untuk mencegah upaya kudeta, menegakkan keamanan relatif 164 Marisa Sullivan, 2013, Maliki's Authoritarian Regime, Washington, DC: the United States of America by the Institute for the Study of War, halaman 9.

Transcript of BAB III KEHIDUPAN SUNNI DAN SYI'AH ERA REZIM SYI'AH … fileKeadaan ini akan memiliki implikasi...

Page 1: BAB III KEHIDUPAN SUNNI DAN SYI'AH ERA REZIM SYI'AH … fileKeadaan ini akan memiliki implikasi penting bagi masa depan Irak dan lintasan dan daya tahan transisi demokratis. 169 Politik

92

BAB III

KEHIDUPAN SUNNI DAN SYI'AH ERA REZIM SYI'AH NOURI

AL-MALIKI

A. Pemerintahan Nouri al-Maliki

Politik di Irak adalah sebuah kompetisi kekuasaan dan sumber daya.

Perebutan ini telah menjadikan diri mereka berada di dalam sebuah pertarungan guna

mengontrol institusi negara. Dalam pelbagai masa sejarah kebencian di Irak,

kumpulan orang-orang dalam partai politik telah mencoba memperluas pengaruhnya

dalam kementrian negara, angkatan keamanan, dan kelompok-kelompok sosial

sebagai bentuk untuk mempertinggi kekuasaan mereka. Kompetisi ini juga menjadi

sangat personalisasi, dan keberhasilan politik di Irak terus meningkat mengikat

kelangsungan hidup pribadi.164

Realitas politik tersebut di atas terjadi, ketika Perdana Menteri Irak Nouri

al-Maliki, yang memusatkan kontrol negara dalam lima tahun terakhir ini.

Konsolidasi keamanan Maliki dimulai pada akhir tahun 2006, tak lama setelah

pendakiannya atas jabatan Perdana Menteri. Hari ini, Maliki memberikan kontrol

yang ketat atas angkatan bersenjata Irak dan aparat intelijen melalui rantai alternatif

perintah yang berjalan langsung ke kantornya dan melalui jaringan loyalis dalam

posisi pertahanan senior. Kekuasaan negara dikendalikannya secara koersif, sehingga

memungkinkan dia untuk mencegah upaya kudeta, menegakkan keamanan relatif

164 Marisa Sullivan, 2013, Maliki's Authoritarian Regime, Washington, DC: the United States of

America by the Institute for the Study of War, halaman 9.

Page 2: BAB III KEHIDUPAN SUNNI DAN SYI'AH ERA REZIM SYI'AH … fileKeadaan ini akan memiliki implikasi penting bagi masa depan Irak dan lintasan dan daya tahan transisi demokratis. 169 Politik

93

untuk meningkatkan legitimasi politiknya, dan mengancam secara implisit atau

eksplisit rival politik.165

Maliki juga telah meningkatkan kekuasaannya atas lembaga sipil Irak. Proses

konsolidasi ini telah dipercepat sejak pemilihan parlemen 2010, ketika Maliki

menghadapi tantangan politik terbesar untuk masa jabatannya sebagai perdana

menteri. Sejak saat itu, Maliki telah memberikan pengaruh yang signifikan atas

peradilan, yang telah digunakannya untuk memperluas kekuasaan eksekutif. Dia telah

menggunakan putusan pengadilan yang menguntungkan untuk membatasi potensi

pemeriksaan pada otoritas yang mungkin berasal dari parlemen atau dari independen

tubuh Irak, termasuk Komisi Pemilihan atau Komisi Integritas.166

Perdana menteri telah memperluas kendalinya atas lembaga keuangan Irak,

memberinya akses yang lebih besar ke sumber daya keuangan yang dapat ia gunakan

untuk memajukan kepentingannya. Ia juga menggunakan kekuasaannya atas pasukan

keamanan, peradilan, dan lembaga sipil lainnya, juga menangkis tantangan parlemen

untuk memecah-belah kekuasaannya, memilih anggota, atau memaksa saingan,

meskipun ia telah dibantu dalam upaya ini dengan disfungsi lawan-lawan

politiknya.167

Maliki telah menempatkan kekuasaan eksekutif yang luas, menentang keras

dalam pemerintah pusat dengan alasan kebutuhan keamanan, kepentingan politik, dan

stabilitas. Ia juga menyebutkan bahwa disfungsi parlemen sebagai alasan untuk

165 Ibid. 166 Ibid. 167 Ibid.

Page 3: BAB III KEHIDUPAN SUNNI DAN SYI'AH ERA REZIM SYI'AH … fileKeadaan ini akan memiliki implikasi penting bagi masa depan Irak dan lintasan dan daya tahan transisi demokratis. 169 Politik

94

kekuatan perdana menteri yang lebih besar, dan dia telah menyalahkan saingannya

guna menghalangi kemajuan politik mereka.168

Perilaku Maliki menunjukkan dia semakin menghubungkan kelangsungan

hidup pribadi sendiri dengan rezimnya. Keinginannya untuk memusatkan dan

mempertahankan kekuasaan, justru menimbulkan paranoid politik, ketidakpercayaan,

dan ketakutan, daripada bersifat menggerakan ideologi dengan kuat. Namun, hasilnya

adalah sama: Irak hari ini lebih otoriter daripada setiap peristiwa dalam sepuluh tahun

terakhir. Pemerintah persatuan nasional yang dibentuk setelah pemilu parlemen 2010

telah memberikan cara kepada pemerintah mayoritas yang mana Maliki memiliki

monopoli pada lembaga-lembaga negara. Keadaan ini akan memiliki implikasi

penting bagi masa depan Irak dan lintasan dan daya tahan transisi demokratis.169

Politik Irak saat ini semakin terpolarisasi oleh sektarianisme. Lingkungan ini

telah menguntungkan Maliki dalam usahanya untuk menjaga oposisi politiknya

terfragmentasi karena akan menjadi lebih sulit bagi saingan Sunni, Kurdi, dan blok

Syiah untuk bersatu melawan Maliki. Semakin tingginya sektarianisme juga telah

memfasilitasi Maliki untuk menggunakan de-Ba'athisasi (penangkapan dan

pemenjaraan mantan anggota Partai Ba'ath) dan tuduhan terorisme sebagai alat politik

untuk melemahkan atau menghilangkan saingan, sambil mempertahankan kesatuan

Syiah.170

Usahanya untuk memecah, mengkooptasi, atau untuk meniadakan rival politik

168 Ibid. 169 Ibid. 170 Ibid, halaman 33.

Page 4: BAB III KEHIDUPAN SUNNI DAN SYI'AH ERA REZIM SYI'AH … fileKeadaan ini akan memiliki implikasi penting bagi masa depan Irak dan lintasan dan daya tahan transisi demokratis. 169 Politik

95

Sunni telah terbukti berhasil, yakni dengan melemahnya pengaruh blok Iraqiyya dan

reduksi bagian perwakilan Sunni dalam pemerintahan. Ia juga telah menggunakan

retorika anti-Kurdi untuk mengisolasi Kurdi secara politik di tingkat nasional dan

untuk menggalang dukungan dari Arab Sunni di wilayah yang diperselisihkan Irak

Utara. Pemerintah persatuan nasional yang muncul atas usaha besar selama negosiasi

pembentukan pemerintah tahun 2010 secara efektif mati; sebaliknya, ada pemerintah

mayoritas de facto di bawah pimpinan perdana menteri yang menunjukkan perilaku

otoriter yang kuat.171

Maliki masih menghadapi beberapa tantangan dalam kekuasaanya bahwa ia

mungkin akan harus bertentangan di masa depan. Yang pertama, berasal dari

persaingannya dengan anggota Sadris untuk kekuasaan politik antara Syiah Irak.

Sejauh ini, Sadris telah mempertahankan aliansi mereka yang lemah dengan Maliki,

secara parsial mereka diuntungkan atas kepentingan mereka dengan perlindungan

guna menguasai kementerian negara dan sumber daya. Mereka juga berada di bawah

tekanan besar dari blok Syiah Irak lainnya, serta Iran, untuk menjaga persatuan Syiah,

akibatnya, dominasi politik Syiah. Sadris tidak bisa mengambil risiko kerugian politik

yakni dengan berpihak pada Sunni atau Kurdi daripada Syiah. Namun, Muqtada

al-Sadr dan Maliki memiliki hubungan pribadi yang keras. Pasukan keamanan Maliki

telah melakukan serangan terhadap Sadris pada tahun 2007 dan 2008 yang

membangkitkan rasa kebencian yang besar, terutama terlihat dengan keengganan

al-Sadr untuk mendukung Maliki dalam proses pembentukan pemerintah tahun

171 Ibid, halaman 33-34.

Page 5: BAB III KEHIDUPAN SUNNI DAN SYI'AH ERA REZIM SYI'AH … fileKeadaan ini akan memiliki implikasi penting bagi masa depan Irak dan lintasan dan daya tahan transisi demokratis. 169 Politik

96

2010.172

Sadris juga mempunyai kekhawatiran tentang konsolidasi kekuasaan Maliki.

Oleh karena itu, Sadris, dengan representasi signifikan mereka dalam parlemen, telah

mendorong beberapa inisiatif untuk mengekang Maliki melalui undang-undang.

Sadris telah mendukung undang-undang yang akan membatasi perdana menteri dan

presiden. Mereka juga baru-baru ini menekan kebutuhan Maliki untuk melembagakan

peraturan untuk mengatur pekerjaan Dewan Menteri, mungkin dalam upaya untuk

menentukan (dan batas) kekuasaan perdana menteri dalam kabinet. Tidak jelas

apakah Sadris memiliki pengaruh politik agar berhasil dalam salah satu dari upaya ini,

tetapi ketidakpuasan mereka dan kekhawatiran Maliki tumbuh, mereka dapat mencari

tindakan lebih agresif untuk membatasi perdana menteri.173

Bahkan jika mereka tidak dapat membatasi atau menggeser Maliki, Sadris

dapat menerapkan tekanan politik pada perdana menteri melalui demonstrasi dan

kritik pengangguran merajalela serta pentingnya pelayanan pemerintah terhadap

penyediaan bagi kaum miskin. Sadris sebelumnya telah menggelar demonstrasi

tersebut, termasuk protes besar-besaran di Basra pada Mei 2012. Pendekatan ini

bukan tanpa batas, namun, seperti Sadris juga saat ini menjadi bagian dari pemerintah.

Maliki mungkin mencoba untuk menangkis kritik ini dengan menyalahkan anggota

kabinetnya, termasuk Sadris sendiri.174

Tantangan kedua berasal dari tumbuhnya ketidakpuasan Sunni dengan status

172 Ibid, halaman 34. 173 Ibid. 174 Ibid.

Page 6: BAB III KEHIDUPAN SUNNI DAN SYI'AH ERA REZIM SYI'AH … fileKeadaan ini akan memiliki implikasi penting bagi masa depan Irak dan lintasan dan daya tahan transisi demokratis. 169 Politik

97

quo. Sejak Desember 2012, Sunni di barat dan utara Irak telah menyuarakan keluhan

mereka atas sasaran (bulan-bulanan) yang tidak wajar dan meluasnya ketidakadilan

perlakuan rezim terhadap Sunni serta adanya demonstrasi yang terus-menerus

dilakukan Sunni terhadap pemerintah Maliki. Sementara demonstrasi sejauh ini

sebagian besar tetap damai, mereka telah mengerahkan sejumlah besar Sunni di

oposisi pemerintah, sesuatu yang Maliki telah berusaha untuk menghindari.175

Ada juga bahaya bahwa ketidakpuasan Sunni dan ketidakstabilan di Suriah

dapat diterjemahkan ke dalam kebangkitan al-Qaeda di Irak, yang mungkin dapat

merusak upaya Maliki untuk memperoleh legitimasi politik dengan mempertahankan

keuntungan keamanan. Bergantian, ancaman ekstrimis yang berkembang mungkin

menawarkan kesempatan bagi Maliki untuk membenarkan konsolidasi keamanan

lebih lanjut dan penyebaran pasukan di provinsi yang bergolak. Setiap tindakan keras

keamanan atau tindakan lebih lanjut dilihat sebagai pencabutan hak pilih partisipasi

Sunni yang mungkin benar-benar memperburuk kendali ketidakstabilan yang bisa

memicu regenerasi al-Qaeda di Irak.176

B. Konflik Sunni-Syi'ah Era Rezim Syi'ah Nouri al-Maliki

Demokrasi di Irak pasca Saddam adalah sebuah pemerintahan yang hanya

menguntungkan salah satu kelompok masyarakat saja. Terbukti, Irak hari ini lebih

otoriter. Kebijakan Maliki dari Partai Dakwah Syi'ah dinilai terlalu sektarian, lebih

memberikan tempat kepada kaum Syi'ah dan mengesampingkan kaum Sunni, dan

175 Ibid. 176 Ibid.

Page 7: BAB III KEHIDUPAN SUNNI DAN SYI'AH ERA REZIM SYI'AH … fileKeadaan ini akan memiliki implikasi penting bagi masa depan Irak dan lintasan dan daya tahan transisi demokratis. 169 Politik

98

juga dinilai-korup.177

Masa depan Irak menjadi prioritas setelah pasukan terakhir AS hengkang dari

Irak, yang ditandai dengan upacara penurunan bendera AS di salah satu pangkalan AS

di Baghdad pada Kamis 15 Desember 2011. Bagaimana Irak setelah mundurnya

pasuka AS, lebih aman, stabil, dan damai? Perasaan cemas dan pesimistis lebih kuat

daripada optimisme. Kondisi Irak sebenarnya ibarat benang kusut lantaran telah

menjadi ajang rebutan pengaruh tetangga.178

Persoalan laten Irak adalah isu sektarian antara Sunni dan Syi'ah, antara etnis

Arab dan Kurdi, juga persaingan di antara sesama kaum Syi'ah sendiri dan sesama

kaum Sunni. Konflik di antara sesama Syi'ah diwakili perseturuan sengit antara

Perdana Menteri Nouri al-Maliki dan mantan PM Ayad Allawi serta antara Partai

Dakwah pimpinan al-Maliki dan kubu al Sadr (Sadris) pimpinan Moqtada al-Sadr.

Lebih menonjol adalah konflik antara Syi'ah dan Sunni, dan masing-masing

kelompok ini memiliki dukungan dari negara tetangga. Sunni didukung Arab Saudi

dan Syi'ah disokong Iran. Masing-masing faksi memiliki milisi bersenjata.179

Kecemasan akan situasi Irak pasca mundurnya pasukan AS dari negara Irak

kian menjadi kenyataan. Seiring krisis politik yang melibatkan elite negara,

serangkaian ledakan dahsyat terjadi secara serempak pada Kamis 22 Desember 2011

di berbagai distrik Syi'ah maupun Sunni. Kementrian Dalam Negeri Irak kepada

177 Trias Kuncahyono, "Dian yang Meredup", Kompas,

11

Agustus 2014, halaman 8. 178 Musthafa Abd. Rahman, "Pesimisme Lampaui Optimisme", Kompas,

18

Desember 2011, halaman 10. 179 Ibid.

Page 8: BAB III KEHIDUPAN SUNNI DAN SYI'AH ERA REZIM SYI'AH … fileKeadaan ini akan memiliki implikasi penting bagi masa depan Irak dan lintasan dan daya tahan transisi demokratis. 169 Politik

99

al-Arabiya mengungkapkan, sedikitnya ada 11 ledakan ranjau darat di pinggir jalan

dan bom mobil yang mengguncang Baghdad. Ledakan tersebut terjadi di distrik yang

dihuni mayoritas Sunni, seperti Distrik Karada, Adhamiyah, dan Shaala. Televisi

satelit Al-Arabiya menyebutkan bahwa sedikitnya 63 orang tewas dan 167 orang

luka-luka akibat insiden itu. Para analis mengatakan bahwa rangkaian ledakan itu

tidak lepas dari konflik yang melibatkan elite politik Sunni dan Syi'ah di Irak. Hal itu

dikhawatirkan akan memicu konflik sektarian yang lebih luas antara Syi'ah dan Sunni

di Irak.180

Kekerasan sektarian meluas pada bulan April 2013. Kekerasan mematikan

dalam sehari itu adalah yang terburuk dibandingkan dua hari sebelumnya. Secara

keseluruhan, akibat kekerasan dalam tiga hari, hampir 200 orang tewas. Mayoritas

korban adalah warga Sunni.181

Bentrokan pertama meletus pada Selasa di Hawija, kota yang berjarak 240

kilometer (km) di utara Baghdad, ibu kota Irak. Bentrokan itu diawali penyergapan

oleh aparat keamanan dari rezim yang didominasi kau Syi'ah ke kamp para pemrotes

Sunni di alun-alun Hawija. Penyergapan itu dibalas tembakan dari kamp lalu meluas

menjadi kekerasan sektarian.182

Bentrokan bersenjata antara pasukan militer Irak dengan milisi Sunni di

Hawija, dekat Kirkuk, utara Baghdad pada Selasa 24 April 2013 adalah pertempuran

180 MTH, "Ledakan di Baghdad Tewaskan 63 Orang, Krisis Politik Memburuk", Kompas,

23

Desember 2011, halaman 10. 181 AF/AFP, "Kekerasan Sektarian Meluas", Kompas,

27

April 2013, halaman 9. 182 Ibid.

Page 9: BAB III KEHIDUPAN SUNNI DAN SYI'AH ERA REZIM SYI'AH … fileKeadaan ini akan memiliki implikasi penting bagi masa depan Irak dan lintasan dan daya tahan transisi demokratis. 169 Politik

100

yang terburuk sejak ribuan warga Sunni mengawali protes, Desember lalu, untuk

menuntut keadilan. Warga Sunni mendesak Perdana Menteri Irak Nouri al-Maliki

segera mengakhiri marjinalisasi atas warga Sunni. Pertikaian itu terjadi ketika

pasukan militer Irak mendatangi kamp pengunjuk rasa, dan kaum Sunni melakukan

perlawanan. Akibatnya, 54 orang tewas dan lebih dari 70 orang terluka.183

Hari ketiga, kekerasan terfokus di Mosul. Sama seperti Hawija dan Ramdi,

Mosul adalah salah satu pusat konsentrasi penduduk Sunni. Kekerasan yang

menyasar warga Sunni di Mosul telah menewaskan lebih dari 50 orang. Di samping

itu, bom meledak di sebuah masjid Sunni pada Jumat 26 April 2013, dan

mengakibatkan empat orang tewas dan puluhan orang terluka.

Kekerasan sektarian berpotensi besar menjalari sejumlah kota lain di luar

Hawija dan Mosul. Konflik ini berpotensi menyeret Irak ke perang saudara yang lebih

hebat. Hal itu juga merupakan sebuah ujian berat bagi netralitas aparat keamanan

dalam menjaga keutuhan negara pasca penarikan tuntas pasukan AS, pada Desember

2011.184

Apa yang terjadi dari Hawija itu adalah akibat dari "kebencian lama" yang

dibangun oleh Saddam Hussein ketika berkuasa. Di era Saddam, yang menganut

Islam Sunni, kelompok Syi'ah, yang jumlahnya kurang lebih 60%, mendapatkan

perlakuan politik yang sangat kejam dari Saddam karena dianggap berpihak pada Iran

dalam Perang Teluk. Setelah AS menginvasi Irak pada tahun 2003 lalu, rezim Saddam

183 AF/AFP, "Militer Sergap Kamp Pendemo", Kompas,

25

April 2013, halaman 9. 184 AF/AFP, "Kekerasan Sektarian Meluas", Kompas,

27

April 2013, halaman 9.

Page 10: BAB III KEHIDUPAN SUNNI DAN SYI'AH ERA REZIM SYI'AH … fileKeadaan ini akan memiliki implikasi penting bagi masa depan Irak dan lintasan dan daya tahan transisi demokratis. 169 Politik

101

pun, dicap sebagai pemimpin tiran, berakhir dan bergulirah demokratisasi. Sunni

yang berkuasa tersingkir dari pusat-pusat kekuasaan. Hawija, yang dulunya

dianakemaskan oleh Saddam, kini menghadapi alur sejarah yang berkebalikan.

Hawija merasa dianaktirikan oleh PM Nouri al-Maliki.

Tesis Jack Snyder sepertinya tepat dalam melihat perkembangan

demokratisasi di Irak saat ini bahwa demokratisasi sekadar mencerminkan cita-cita

kelompok rakyat tertentu yang sudah lama terbentuk, yang tidak cocok dengan

cita-cita kelompok rakyat yang lain. Argumen "kebencian lama" merupakan salah

satu bentuk wawasan "persaingan antar-kelompok rakyat".185

Perlakuan sebagai anak

tiri bagi warga Hawija (yang mayoritas Sunni) oleh PM Nouri al-Maliki sepertinya

tidak lepas dari argumen "kebencian lama" tersebut. Snyder menambahkan bahwa

demokratisasi (pemilihan umum) sekadar menjadi sensus dan bukan proses

permusyawaratan. Demokratisasi, dengan nasionalisme SARA, akan cenderung

menghasilkan tirani mayoritas atau pertarungan hidup-mati antara kelompok SARA

yang sama-sama menghendaki negara buat kelompok sendiri.186

C. Fenomena Konflik Sunni-Syi'ah di Irak menurut teori konflik

Ibn Khaldun

Ibn Khaldun membangun sikap yang berbeda dalam mempelajari sejarah,

dengan mencoba lebih meneliti berbagai peristiwa atau fakta-fakta dan mencari

hubungan yang niscaya ada antar satu peristiwa dengan yang lainnya. Sebagai perintis

185 Jack Snyder dalam Ahmad Sahide, 2013, Konflik Syi'ah-Sunni Pasca The Arab Spring:

KAWISTARA, halaman 319.

186 Ahmad Sahide, 2013, Konflik Syi'ah-Sunni Pasca The Arab Spring: KAWISTARA, halaman

319-320.

Page 11: BAB III KEHIDUPAN SUNNI DAN SYI'AH ERA REZIM SYI'AH … fileKeadaan ini akan memiliki implikasi penting bagi masa depan Irak dan lintasan dan daya tahan transisi demokratis. 169 Politik

102

sosiologi, ia membedakan cara memperlakukan sejarah sebagai ilmu serta

memberikan penjelasan atas fakta-fakta. Hingga akhirnya ia menemukan hukum

sebab akibat dalam kehidupan masyarakat. Ibnu Khaldun menyatakan bahwa

sesungguhnya masa lalu dan masa depan diatur oleh hukum sosial yang sama.

Perbedaannya, hanyalah pada bentuk-bentuk kemunculannya. Kesamaan antara

keduanya lebih tepat dibandingkan dua tetes air. Apabila sebab yang melingkupinya

sama, maka akan menghasilkan akibat yang sama pula.187

Ibn Khaldun mendefiniskan sejarah dalam dua pengertian, pertama, sejarah

dilihat hanya sebatas rekaman peristiwa masa lalu. Kedua, sejarah adalah suatu

penalaran kritis yang bila diteliti secara lebih mendalam mengandung hukum-hukum

sosial kemasyarakatan. Sejarah dalam pengertian ini mampu menjelaskan tentang

sebab-sebab dan asal-usul segala sesuatu atau mengandung pengetahuan tentang

bagaimana dan mengapa peristiwa-peristiwa itu terjadi.188

Ia menegaskan di dalam Muqaddimah-nya bahwa sejarah bertujuan agar kita

dapat memahami kondisi sosial manusia, yaitu peradaban, sehingga kita dapat

memahami fenomena-fenomena yang secara alamiah menggabungkan pengetahuan,

kehidupan liar, pengahalusan adat kebiasaan, semangat kesukuan atas garis keturunan,

perpecahan-perpecahan superioritas di mana orang saling mencaplok dan

menyebabkan lahirnya imperium-imperium dan dinasti-dinasti, perbedaan kedudukan,

begitu juga dengan pencurahan karya-karya mereka seperti; profesi-profesi yang

menguntungkan, ilmu-ilmu sosial, dengan harapan dapat mengubah agar benda-benda

187 Hakimul Ikhwan Affandi, 2004, Akar Konflik Sepanjang Zaman Elaborasi Pemikiran Ibn Khaldun,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, halaman 74. 188 Ibn Khaldun, 2008, Muqaddimah Ibn Khaldun, Jakarta: Pustaka Firdaus, halaman 3.

Page 12: BAB III KEHIDUPAN SUNNI DAN SYI'AH ERA REZIM SYI'AH … fileKeadaan ini akan memiliki implikasi penting bagi masa depan Irak dan lintasan dan daya tahan transisi demokratis. 169 Politik

103

dapat berjalan dalam karakter sosial.189

Berdasar penjelasan hukum sebab-akibat perspektif Ibn Khaldun di atas,

kemudian, jika kita amati secara seksama dapat disimpulkan bahwa fenomena konflik

Sunni-Syi'ah era rezim Syi'ah Nouri al-Maliki hari ini adalah sebuah fenomena yang

sama dengan fenomena konflik Sunni-Syi'ah yang terjadi di masa lalu, tepatnya era

rezim Sunni Saddam Hussein. Hal ini dapat dibuktikan bahwasannya konflik antara

Sunni dan Syi'ah yang terjadi pada era Nouri al-Maliki dan Saddam Hussein adalah

sebuah konflik yang sama-sama berdimensi politik, yaitu berhubungan dengan

perjuangan memperebutkan dominasi dan kekuasaan negara.

1. Sebab-sebab munculnya konflik Sunni-Syi'ah di Irak

Ibn Khaldun memandang konflik sebagai sesuatu yang tidak berdiri

sendiri. Konflik lahir dari interaksi antara individu maupun kelompok dalam

berbagai bentuk aktivitas sosial, ekonomi, politik dan budaya. Lalu, apa saja

penyebab munculnya konflik Sunni-Syi'ah era rezim Syi'ah Nouri al-Maliki?

Berikut penjelasannya.

Berdasarkan teori konflik perspektif Ibn Khaldun, munculnya konflik

Sunni-Syi'ah era rezim Syi'ah Nouri al-Maliki antara lain disebabkan:

a. Besarnya perbedaan semangat hidup berkelompok Sunni dan Syi'ah di Irak

Ibn Khaldun menjelaskan bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri.

Manusia saling membutuhkan satu sama lain. Untuk bertahan hidup

misalnya, manusia butuh makan. Dan untuk memenuhi kebutuhan makan,

189 Hakimul Ikhwan Affandi, op. cit, halaman 75-76.

Page 13: BAB III KEHIDUPAN SUNNI DAN SYI'AH ERA REZIM SYI'AH … fileKeadaan ini akan memiliki implikasi penting bagi masa depan Irak dan lintasan dan daya tahan transisi demokratis. 169 Politik

104

manusia membutuhkan bantuan orang lain. Begitu halnya dengan keamanan

jiwa. Tiap manusia memerlukan bantuan dari sesamanya dalam pembelaan

diri terhadap ancaman bahaya dari makhluk lain. Oleh karenanya, diperlukan

adanya kerja sama antar sesama manusia. Kerja sama tersebut kemudian

membentuk suatu organisasi kemasyarakatan. Organisasi kemasyarakatan ini

oleh Ibn Khaldun dinamakan "kota" (Arab; al-madinah, Latin; polis). Dan

dari sini lah sebuah negara berdiri.

Manusia awal mulanya membentuk suatu organisasi kemasyarakatan

disebabkan karena ketidakmampuannya hidup sendiri. Manusia dalam

menjalani kehidupannya memerlukan bantuan orang lain. Dan negara adalah

sebuah perkembangan paling maju dalam kehidupan berkelompok manusia.

Negara dipandang sebagai wadah untuk mencapai berbagai keinginan dan

tujuan hidup. Namun, negara seringkali dipandang sebagai arena pertarungan

antar kelompok dalam masyarakat. Bila benar demikian adanya, maka tentu

saja bertentangan dengan semangat hidup berkelompok manusia pada awal

mulanya. Pertarungan terjadi karena masing-masing kelompok ingin

memegang kekuasaan, dan puncak kekuasaan tersebut adalah kekuasaan

negara.

Keadaan inilah yang terjadi antara Sunni dan Syi'ah di Irak.

Masing-masing kelompok masyarakat baik Sunni maupun Syi'ah, keduanya

menginginkan dominasi kekuasaan dalam pemerintahan pasca Saddam

Hussein. Kaum Syi'ah menuntut pencapaian yang lebih tinggi dari kekuasaan

Page 14: BAB III KEHIDUPAN SUNNI DAN SYI'AH ERA REZIM SYI'AH … fileKeadaan ini akan memiliki implikasi penting bagi masa depan Irak dan lintasan dan daya tahan transisi demokratis. 169 Politik

105

dan dominasi yang dimiliki sebelumnya, sementara bagi Sunni mereka harus

terus berjuang untuk mempertahankan dominasinya dalam panggung politik

Baghdad. Maka baik Sunni maupun Syi'ah, keduanya saling memperkuat

ikatan solidaritas ('ashabiyah) mereka dalam membedakan dirinya dengan

yang lain. Kemudian saling menyerang karena perbedaan ikatan solidaritas

tersebut ('ashabiyah). Semua itu dilakukan semata-mata karena mereka ingin

memegang kekuasaan penuh di Irak.

Dikarenakan besarnya perbedaan semangat untuk hidup berkelompok

dari Sunni dan Syi'ah inilah yang memunculkan ketegangan-ketegangan

(konflik) dalam perkembangan kedua kelompok tersebut di Irak. Terlebih

Nouri al-Maliki adalah sosok pemimpin yang otoriter seperti Saddam

Hussein yang hanya menganakemaskan 'ashabiyah-nya dan menganaktirikan

kelompok lain.

b. Besarnya rasa cinta terhadap identitas kelompok ('ashabiyah)

Menurut Ibn Khaldun, manusia secara fitrah telah dianugerahi rasa

cinta terhadap garis keturunan dan golongannya. Sunni dan Syi'ah adalah dua

kelompok yang memiliki latar belakang sejarah yang panjang. Seperti yang

telah dijelaskan sebelumnya bahwa perpecahan di antara kedua kelompok

dalam Islam itu disebabkan karena perbedaan pendapat seputar "siapa yang

dianggap paling sah" sebagai pengganti Rasulullah saw. dalam memimpin

umat Islam. Perbedaan pandangan itu kemudian menghendaki munculnya

pembagian umat menjadi dua kelompok besar, yaitu Sunni dan Syi'ah.

Page 15: BAB III KEHIDUPAN SUNNI DAN SYI'AH ERA REZIM SYI'AH … fileKeadaan ini akan memiliki implikasi penting bagi masa depan Irak dan lintasan dan daya tahan transisi demokratis. 169 Politik

106

Awalnya perbedaan Sunni dan Syi'ah hanyalah berkaitan dengan

masalah-masalah yang bersifat marjinal dan persoalan-persoalan tersebut

tidak berkaitan dengan kewajiban-kewajiban pokok seorang Muslim (salat,

puasa, zakat, haji, dan jihad). Akan tetapi, seiring dengan perjalanan waktu,

perdebatan tersebut telah merosot dari pertengkaran mengenai persoalan

penerus Nabi Muhammad saw. menjadi perpecahan ritual, teologi, dan

hukum yang dapat memengaruhi keyakinan-keyakinan dan sikap-sikap dasar

tertentu, paling tidak secara tidak langsung.190

Kelompok Sunni dan Syi'ah masing-masing memiliki 'ashabiyah

yang kuat. Penganut Sunnah maupun Syi'ah sama-sama memiliki rasa cinta

yang besar terhadap 'ashabiyah-nya masing-masing. Mereka sama-sama

memiliki perasaan senasib dan sepenanggungan serta harga diri kelompok,

kesetiaan, kerja sama, dan saling membantu dalam menghadapi musibah atau

ancaman yang pada akhirnya akan membentuk kesatuan dan persatuan

kelompok.

Dengan munculnya rasa cinta terhadap identitas kelompok

('ashabiyah) dalam diri masing-masing penganut Sunnah dan Syi'ah, maka

mereka tidak akan rela jika salah satu anggota kelompoknya terhinakan dan

dengan segala daya upaya akan membela dan mengembalikan kehormatan

kelompok mereka. Sehingga tepatlah jika adanya rasa cinta terhadap

'ashabiyah dapat menjadi sebab munculnya konflik. Seorang penganut

190 Hamid Enayat, 2001, Reaksi Politik Sunni dan Syi'ah Pemikiran Politik Islam Modern Menghadapi

Abad ke-20, Bandung: Penerbit Pustaka, halaman 47.

Page 16: BAB III KEHIDUPAN SUNNI DAN SYI'AH ERA REZIM SYI'AH … fileKeadaan ini akan memiliki implikasi penting bagi masa depan Irak dan lintasan dan daya tahan transisi demokratis. 169 Politik

107

Sunnah pastilah akan membela sesama penganut Sunnah, begitu pula

penganut Syi'ah juga akan membela 'ashabiyah-nya. Terkadang, tebalnya

rasa cinta itu melampaui batas kebenaran. Maksudnya, bahwa rasa cinta

terhadap 'ashabiyah lebih besar jika dibandingkan dengan tegaknya keadilan.

Baik Sunni maupun Syi'ah, faktor pengikat 'ashabiyah-nya bukan

sesuatu yang murni lagi, tetapi sudah tercampur, yakni didasarkan atas

kepentingan-kepetingan anggota kelompok maupun kepentingan kelompok.

Meski demikian, rasa cinta, senasib dan sepenanggungan dalam segala suka

maupun duka juga dirasakan mereka walaupun tidak terikat dengan garis

keturunan. Hal ini dibuktikan dengan keloyalitasan mereka kepada

pemimpin. Sehingga, pemimpin mereka bisa kapan saja menggerakkan

mereka guna mencapai tujuan bersama.

Hal inilah yang kemudian menjadi sebab lain yang menggerakkan

mereka (kelompok Sunni dan Syi'ah) di era Saddam Hussein dan Nouri

al-Maliki untuk memperjuangkan eksistensi kelompoknya dan demi

mewujudkan cita-cita kelompoknya. Dikarenakan rasa cinta yang besar

terhadap 'ashabiyah inilah menjadi sebab munculnya konflik antara Sunni

dan Syi'ah di Irak.

c. Adanya sifat agresif dalam diri manusia

Manusia memiliki watak agresif sebagai akibat adanya animal power

dalam dirinya yang mendorong untuk melakukan kekerasan atau

penganiayaan. Agresifitas manusia ini bisa berakibat terjadinya pertumpahan

Page 17: BAB III KEHIDUPAN SUNNI DAN SYI'AH ERA REZIM SYI'AH … fileKeadaan ini akan memiliki implikasi penting bagi masa depan Irak dan lintasan dan daya tahan transisi demokratis. 169 Politik

108

darah dan permusuhan, bahkan pemusnahan umat manusia itu sendiri.

Disebabkan adanya animal power dalam diri setiap manusia, tepatnya

karena besarnya animal power dalam diri Nouri al-Maliki, sehingga menjadi

sebab timbulnya konflik. Hal ini penting karena ia sebagai kepala negara

yang mana seharusnya bertugas sebagai penengah, pemisah antar anggota

masyarakat (dalam hal ini: Sunni dan Syi'ah) dan sekaligus pemegang

otoritas tertinggi negara, justru menjadi pemicu terjadinya konflik antar

mereka. Dan hal ini tak seharusnya dilakukan oleh seorang kepala negara.

d. Pemimpin yang diharapkan mampu menjadi penengah dan pemisah di antara

kelompok-kelompok yang berbeda, justru tidak adil, berlaku zalim dan

aniaya

Konflik terjadi manakala peran yang semestinya dilakukan oleh

seorang pemimpin, yang diharapkan mampu menjadi penengah dan pemisah

di antara kelompok-kelompok yang berbeda, justru diabaikan. Sehingga

ketika dia memimpin, dia berlaku zalim dan aniaya. Fenomena inilah yang

terjadi di Irak. Maliki menerapkan gaya pemerintahan dengan tangan besi,

secara otoriter persis seperti gaya kepemimpinan yang diterapkan Saddam

Hussein sebelumnya.

Pemimpin yang awalnya diharapkan mampu menjadi penengah dan

pemisah di antara kelompok-kelompok yang berseteru (Sunni dan Syi'ah),

justru menonjolkan agresifitas dan diskriminasi. Oleh karenanya, baik

Saddam maupun Maliki sama-sama saling menguatkan 'ashabiyah nya

Page 18: BAB III KEHIDUPAN SUNNI DAN SYI'AH ERA REZIM SYI'AH … fileKeadaan ini akan memiliki implikasi penting bagi masa depan Irak dan lintasan dan daya tahan transisi demokratis. 169 Politik

109

masing-masing guna menguasai dominasi kekuasaan negara. Akibatnya,

kedua kelompok itu saling bermusuhan, saling serang-menyerang, dan

bahkan saling membunuh satu sama lain. Parahnya, baik Saddam maupun

Maliki mereka sama-sama mengeluarkan kebijakan guna memusnahkan

sebagian besar oposisi pemerintahannya.

Di bawah pemerintahan yang otoriter inilah, konflik antar kelompok

masyarakat di Irak muncul. Terlebih, rezim yang berkuasa selalu

"menganakemaskan" kelompoknya dan selalu "menganaktirikan" kelompok

oposisi. Kenyataan inilah yang terjadi di era Saddam Hussein dan terulang

kembali di era Nouri al-Maliki.

2. Akibat Konflik Sunni-Syi’ah di Irak

Secara tegas Ibn Khaldun menyatakan bahwa tujuan akhir dari 'ashabiyah

adalah kekuasaan tertinggi dalam negara. Kekuasaan dalam artian ini berbeda

dengan kekuasaan yang dimiliki oleh kepala suku, karena ia dapat

memerintahkan dengan kekuatan pemaksa melalui alat kekuasaan yang ada di

tangannya. Pertarungan terjadi dalam masyarakat adalah untuk memperebutkan

puncak kekuasaan negara. Apabila seseorang telah sampai pada tingkat

kekuasaan tertentu, maka ia akan berusaha untuk mendapatkan kekuasaan yang

lebih tinggi lagi dan apabila ia melihat kesempatan untuk mendapatkannya ia

tidak akan melewatkan kesempatan tersebut. Sesungguhnya pencapaian tersebut

hanya mungkin dilakukan dengan 'ashabiyah.191

191 Ibid, halaman 124-125.

Page 19: BAB III KEHIDUPAN SUNNI DAN SYI'AH ERA REZIM SYI'AH … fileKeadaan ini akan memiliki implikasi penting bagi masa depan Irak dan lintasan dan daya tahan transisi demokratis. 169 Politik

110

Dalam memimpin suatu kaum—terdiri dari bermacam 'ashabiyah—harus

ada satu 'ashabiyah yang berada di atas 'ashabiyah masing-masing individu.

Sebab, apabila 'ashabiyah masing-masing individu mengakui keunggulan

'ashabiyah sang pemimpin, maka mereka akan siap untuk tunduk dan patuh

mengikutinya.192

Mengenai masyarakat yang plural, Ibn khaldun meyakini bahwa pluralitas

akan menimbulkan perbedaan pandangan dan kepentingan. Tiap pandangan

memiliki 'ashabiyah yang dijadikan sebagai pelindung sehingga jarang sekali

terjadi suatu negara terdiri dari beragam suku dan kelompok bisa berdiri dengan

aman. Sekalipun pada mulanya negara tersebut tegak di atas 'ashabiyah dari

berbagai suku dan golongan.193

Apabila kekuatan-kekuatan antara suku dan golongan dalam masyarakat

seimbang atau tidak ada yang dominan, maka pemberontakan akan sering terjadi.

Ibn Khaldun mencontohkan panjangnya waktu yang harus dipergunakan bangsa

Arab untuk menegakkan kekuasaan di Ifriqia dan Maroko. Begitu juga dengan

Syria di masa Israel yang harus menghadapi berbagai kekacauan.194

Apabila suatu 'ashabiyah dapat mengalahkan atau menaklukkan

'ashabiyah yang lain, keduanya dimungkinkan untuk bergabung untuk kemudian

bersama-sama menuntut pencapaian yang lebih tinggi dari kekuasaan dan

dominasi yang dimiliki sebelumnya. Jika suatu 'ashabiyah telah mencapai

192 Ibn Khaldun, 2008, Muqaddimah Ibn Khaldun, Jakarta: Pustaka Firdaus, halaman 157. 193 Ibid, halaman 201. 194 Hakimul Ikhwan Affandi, 2004, Akar Konflik Sepanjang Zaman Elaborasi Pemikiran Ibn Khaldun,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, halaman 126.

Page 20: BAB III KEHIDUPAN SUNNI DAN SYI'AH ERA REZIM SYI'AH … fileKeadaan ini akan memiliki implikasi penting bagi masa depan Irak dan lintasan dan daya tahan transisi demokratis. 169 Politik

111

maksud tersebut, maka suku yang mejadi pengikut 'ashabiyah tersebut turut

memegang kekuasaan, baik secara langsung maupun tidak langsung.195

Tetapi,

dimungkinkan juga terjadi 'ashabiyah yang kalah akan dihancurkan. Tokoh-tokoh

dengan kelompok yang mendukungnya akan disingkirkan, sehingga tidak

mempunyai peranan apa-apa lagi dalam lingkaran kekuasaan selanjutnya.

Ibn Khaldun menggambarkan bahwa ketika seorang pemimpin telah

sampai pada puncak kekuasaan negara akan menjalankan kekuasaannya dengan

cara yang berbeda-beda. Ibn Khaldun membedakan pola kepemimpinan ke dalam

tiga bentuk. Pertama, kekuasaan dijalankan dengan lemah lembut dan penuh

keadilan. Sehingga salah satu ciri yang menonjol dalam masyarakat ini adalah

ketaatan bahwa setiap orang dapat mengemukakan pendapat secara bebas, tanpa

rasa takut dan tekanan. Kedua, kekuasaan dijalankan dengan dominasi, kekerasan,

dan teror. Masyarakat di bawah kepemimpinan pola kedua ini akan hidup dalam

tekanan dan rasa takut. Tidak ada kebebasan dalam menyatakan pendapat. Ketiga,

kekuasaan dijalankan dengan menjatuhkan sanksi-sanksi atau hukuman-hukuman.

Dalam keadaan seperti ini moral rakyat akan hancur dan rakyat akan mengalami

demoralisasi.

Fenomena yang terjadi di Irak adalah Saddam dan Maliki sebagai kepala

negara menerapkan pola yang kedua, yaitu kekuasaan dijalankan dengan

dominasi, kekerasan, dan teror. Akibatnya, masyarakat di bawah kepemimpinan

pola kedua ini akan hidup dalam tekanan dan rasa takut. Adanya tekanan-tekanan

tersebut sehingga menimbulkan kekecewaan yang pada akhirnya menjadi pemicu

195 Ibn Khaldun, op. cit, halaman 167.

Page 21: BAB III KEHIDUPAN SUNNI DAN SYI'AH ERA REZIM SYI'AH … fileKeadaan ini akan memiliki implikasi penting bagi masa depan Irak dan lintasan dan daya tahan transisi demokratis. 169 Politik

112

munculnya pemberontakan-pemberontakan baik yang dilakukan oleh kelompok

Syi'ah pada era rezim Sunni, maupun maupun yang dilakukan oleh kelompok

Sunni pada era rezim Syi'ah Nouri al-Maliki, guna menuntut sebuah keadilan.

Terlebih bila kekuasaan telah digunakan untuk mengumpulkan kekayaan pribadi.

Menurut Ibn Khaldun, inilah salah satu faktor penyebab hancurnya sebuah

kekuasaan.

Lengsernya rezim Saddam, menandakan kehidupan baru bagi kaum Syi'ah

dan sekaligus merupakan awal dari kemunduran politik kaum Sunni Irak. Ibn

Khaldun menjelaskan bahwa apabila suatu 'ashabiyah dapat mengalahkan atau

menaklukkan 'ashabiyah yang lain, keduanya dimungkinkan untuk bergabung

untuk kemudian bersama-sama menuntut pencapaian yang lebih tinggi dari

kekuasaan dan dominasi yang dimiliki sebelumnya. Jika suatu 'ashabiyah telah

mencapai maksud tersebut, maka suku yang mejadi pengikut 'ashabiyah tersebut

turut memegang kekuasaan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tetapi,

dimungkinkan juga terjadi 'ashabiyah yang kalah akan dihancurkan. Tokoh-tokoh

dengan kelompok yang mendukungnya akan disingkirkan, sehingga tidak

mempunyai peranan apa-apa lagi dalam lingkaran kekuasaan selanjutnya.

Saddam Hussein lengser, maka pemerintahan selanjutnya, yakni Nouri

al-Maliki, menghendaki kelompok-kelompok oposisi khususnya Sunni dan

anggota-anggota Partai Ba'ath disingkirkan dari kekuasaan pemerintahan Irak.

Akibatnya, muncul kekecewaan-kekecewaan kaum Sunni yang berujung pada

pemberontakan-pemberontakan guna menggulingkan rezim yang berkuasa,

Page 22: BAB III KEHIDUPAN SUNNI DAN SYI'AH ERA REZIM SYI'AH … fileKeadaan ini akan memiliki implikasi penting bagi masa depan Irak dan lintasan dan daya tahan transisi demokratis. 169 Politik

113

karena dirasa tidak adil, dan hanya mencerminkan kepentingan salah satu

kelompok masyarakat saja seperti apa yang telah dijelaskan oleh Jack Snyder.

Pada dasarnya, orang yang memerintah adalah orang yang memiliki rakyat,

dan rakyat adalah mereka yang memiliki orang yang memerintah. Sehingga,

hubungan antara keduanya adalah hubungan kepemilikan. Apabila kepemilikan

ini dan akibat-akibat yang timbul darinya baik (sebagaimana mestinya), maka

tujuan pemerintahan benar-benar telah dipenuhi. Sebab, dengan demikian

kepentingan rakyat akan terjamin. Tetapi sebaliknya, apabila kekuasaan itu

dijalankan di atas cara-cara yang nista dan menindas, maka 'ashabiyah akan

hancur dan berubah menjadi kekuatan pemberontak terhadap negara.196

Walaupun fenomena yang ada, 'ashabiyah (ikatan solidaritas) antara Sunni dan

Syi'ah sulit terwujud, terlebih perlakuan yang tidak adil yang dialami oleh

keduanya (era Saddam dan Maliki).

Berkenaan dengan tahapan perkembangan sebuah dinasti, Ibn Khaldun

menyatakan bahwa sebuah dinasti biasanya tidak lebih dari lima tahap, yaitu197

:

1) Tahap sukses, penggulingan seluruh oposisi, dan penguasaan aset kekuasaan

dari dinasti sebelumnya.

2) Tahap penguasaannya mulai bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat

dan sistem yang sentralistik.

3) Tahap senang-sentosa yang ditandai berdirinya bangunan megah dan kokoh.

4) Tahap pemenuhan kepuasan penguasa bersama kroni-kroninya.

196 Hakimul Ikhwan Affandi, 2004, op. cit, halaman 127. 197 Ibid, halaman 130.

Page 23: BAB III KEHIDUPAN SUNNI DAN SYI'AH ERA REZIM SYI'AH … fileKeadaan ini akan memiliki implikasi penting bagi masa depan Irak dan lintasan dan daya tahan transisi demokratis. 169 Politik

114

5) Tahap boros dan berlebihan.

Bila tahapan-tahapan ini telah terjadi, maka dapat dipastikan kekuasaan

sebuah dinasti akan hancur dan digantikan oleh bangunan kekuasaan lain.

3. Bentuk-Bentuk Konflik Sunni-Syi'ah di Irak

Konflik Sunni-Syi'ah adalah konflik yang memiliki akar sejarah yang

panjang. Telah dijelaskan bahwa konflik ini berawal setelah wafatnya Nabi

Muhammad saw. Di dalam tulisannya yang berjudul Konflik Syi'ah-Sunni Pasc

the Arab Spring Ahmad Sahide (2013) menjelaskan bahwa konflik Sunni-Syi'ah,

terutama di kawasan Timur Tengah memiliki dua bentuk universal. Pertama,

konflik antara kelompok masyarakat dengan rezim, baik itu rezim yang Syi'ah

dan kelompok masyarakat yang Sunni maupun sebaliknya. Kedua, konflik

antarnegara (rezim).198

Berdasar fakta yang ada bahwa konflik Sunni-Syi'ah di Irak menempati

bentuknya yang pertama, yaitu konflik antara kelompok masyarakat dengan

rezim. Baik itu rezim yang Sunni dan kelompok masyarakat yang Syi'ah; seperti

pada era Saddam Hussein. Ataupun sebaliknya, yaitu antara kelompok

masyarakat Sunni dengan rezim Syi'ah; era Nouri al-Maliki.

4. Strategi Dalam Menyikapi Konflik

Setiap orang yang berkonflik akan selalu mencari cara dalam menyikapi

konflik tersebut. Pruitt dan Rubin menjelaskan bahwa setidaknya ada 5 strategi

yang biasanya ditempuh dalam menyikapi konflik. Kelima strategi tersebut adalah

198 Ahmad Sahide, 2013, Konflik Syi'ah-Sunni Pasca The Arab Spring, KAWISTARA, halaman 319.

Page 24: BAB III KEHIDUPAN SUNNI DAN SYI'AH ERA REZIM SYI'AH … fileKeadaan ini akan memiliki implikasi penting bagi masa depan Irak dan lintasan dan daya tahan transisi demokratis. 169 Politik

115

contending (bertanding), yielding (mengalah), problem solving (pemecahan

masalah), withdrawing (menarik diri), inaction (diam).

Strategi contending adalah mencoba menerapkan solusi yang lebih disukai

oleh salah satu pihak atas pihak yang lain. Strategi kedua, yielding, yaitu strategi

yang menurunkan aspirasi sendiri dan bersedia menerima kurang dari yang

sebetulnya diinginkan. Strategi ketiga adalah problem solving, yaitu mencari

alternatif yang memuaskan aspirasi kedua belah pihak. Strategi keempat adalah

withdrawing, strategi ini memilih meninggalkan situasi konflik, baik secara fisik

maupun psikologis. Startegi terakhir adalah inaction, yaitu tidak melakukan

apapun. Ketiga strategi konflik: contending, yielding, dan problem solving dapat

dianggap sebagai strategi untuk mengatasi konflik, dalam arti bahwa

masing-masing melibatkan beberapa usaha yang relatif konsisten dan koheren

untuk mengatasi konflik. Sebaliknya, withdrawing dan inaction adalah strategi

yang tidak dimaksudkan untuk mengatasi tetapi untuk menghentikan atau untuk

mengabaikan konflik.199

Berdasar pada analisis sebelumnya bahwa strategi yang dapat dipakai

untuk mengatasi konflik Sunni-Syi'ah yang terjadi di Irak adalah dengan

menerapkan strategi problem solving (pemecahan masalah). Strategi problem

solving, adalah strategi yang dilakukan dengan mencari alternatif yang

memuaskan aspirasi kedua belah pihak. Dengan terpuaskan aspirasi dari kedua

kelompok (Sunni dan Syi'ah), maka pemerintahan Irak di masa depan akan

199 Dean G. Pruitt, Jeffrey Z. Rubin, 2004, Teori Konflik Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, halaman

4-7.

Page 25: BAB III KEHIDUPAN SUNNI DAN SYI'AH ERA REZIM SYI'AH … fileKeadaan ini akan memiliki implikasi penting bagi masa depan Irak dan lintasan dan daya tahan transisi demokratis. 169 Politik

116

berjalan dengan adil, merata, dan sejahtera. Namun, hal ini sulit terwujud

mengingat kenyataan "garis pemisah", baik itu garis sektarian maupun etnis yang

dirasa begitu mencolok mata. Hal ini tidak bisa terlaksana jika pemegang

kekuasaan kembali menerapkan gaya kepemimpinan yang otoriter. Jika hal itu

terjadi maka akan mengulang kembali sejarah konflik Sunni-Syi'ah di era Saddam

dan Maliki. Sementara jika strategi contending (bertanding) atau yielding

(mengalah) diterapkan dalam mengangani fenomena konflik Sunni-Syi'ah yang

terjadi di Irak, maka hasil akhirnya sama-sama mengarah pada konfrontasi

Sunni-Syi'ah.

D. Dampak Konflik Sunni-Syi’ah di Irak terhadap Kerukunan

Beragama di Indonesia

Indonesia yang sudah lama membangun wacana toleransi dan pluralisme tidak

lepas dari dampak prahara di Timur Tengah. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa

sentimen Sunni-Syi'ah yang mewarnai konflik politik di negara-negara Timur Tengah

khususnya di negara Irak, sentimen itu adalah sentimen mazhab Sunni-Syi'ah yang

memiliki akar sejarah yang panjang.

Keberadaan Syi’ah di Indonesia kini menjadi problem tersendiri di kalangan

umat Muslim Indonesia, mengingat Indonesia adalah negara dengan jumlah pengikut

Islam terbesar di dunia, dan kebanyakan mereka adalah penganut Sunnah. Indonesia

yang sangat menjunjung tinggi toleransi beragama, akankah mampu bertahan di

tengah hembusan angin kencang perselisihan Sunni-Syi’ah yang sudah lama terjadi di

negara-negara Islam di Timur Tengah. Problem ini jika tidak segera diatasi dan

Page 26: BAB III KEHIDUPAN SUNNI DAN SYI'AH ERA REZIM SYI'AH … fileKeadaan ini akan memiliki implikasi penting bagi masa depan Irak dan lintasan dan daya tahan transisi demokratis. 169 Politik

117

diambil jalan tengah dapat memecah belah persatuan dan kerukunan beragama di

Indonesia.

Menurut sejarah perkembangannya, Syi’ah di Indonesia melalui empat

tahapan, yaitu pertama, bersamaan dengan masuknya Islam di Indonesia; kedua,

pasca revolusi Islam Iran; ketiga, melalui Intelektual Islam Indonesia yang belajar di

Iran; dan keempat, tahap keterbukaan melalui Pendirian Organisasi Ikatan Jamaah

Ahlul Bait Indonesia.200

Belakangan ini, kelompok Syi'ah di beberapa kota sempat terusik dengan

adanya isu-isu penyerangan terhadap markas mereka. Beberapa di antara mereka

tutup untuk sementara, mislanya yayasan Rausyanfikir di Yogyakarya. Selain itu ada

banyak selebaran yang bertuliskan "Jangan Ragu, Syi'ah Bukan Islam", seminar yang

diadakan, serta buku-buku yang diterbitkan oleh kelompok tertentu untuk

mendiskreditkan kelompok masyarakat yang beraliran Syi'ah.201

Sebagai bentuk respon kaum Syi'ah di Indonesia terhadap tulisan-tulisan

tersebut yang mendiskreditkan kelompok mereka, di bulan Agustus tahun 2012 ulama

Syi'ah Indonesia yang tergabung dalam Tim Ahlul Bait Indonesia (ABI)

mengeluarkan sebuah buku yang mencoba meluruskan keslahpahaman tentang

mengenal faham Syi'ah. Buku itu diberi judul Buku Putih Mazhab Syi'ah Menurut

Para Ulamanya yang Muktabar.

Lewat buku itu para ulama Syi'ah di Indonesia mencoba meluruskan

kesalahpahaman yang selama ini ada perihal keyakinan mereka yang telah

200 Moh. Hasim. 2012. Syiah: Sejarah Timbul dan Perkemabangnnya di Indonesia, halaman 147. 201 Ahmad Sahide. 2013. Konflik Syi'ah-Sunni pasca the Arab Spring, halaman 321.

Page 27: BAB III KEHIDUPAN SUNNI DAN SYI'AH ERA REZIM SYI'AH … fileKeadaan ini akan memiliki implikasi penting bagi masa depan Irak dan lintasan dan daya tahan transisi demokratis. 169 Politik

118

menyimpang dari ajaran Islam. Mereka menyebutkan bahwa adanya

perbedaan-perbedaan antara Sunni dan Syi'ah tidak mengharuskan perpecahan di

kalangan umat Islam di Indonesia. Bagi mereka perbedaan-perbedaan tersebut

sengaja digencarkan oleh pihak-pihak yang tidak menyukai adanya Persatuan Islam.

Mereka juga tidak membenarkan adanya konflik Sunni-Syi'ah yang telah terjadi di

Indonesia. Mereka menyatakan bahwa penerjemahan buku-buku Syi'ah telah

dipalsukan. Di akhir tulisan, mereka menyebutkan bahwa secara historis Syi'ah lah

yang pertama kali masuk di Indonesia. Dan mereka menyatakan bahwa NU secara

kultural adalah Syi'ah.202

Menjawab buku tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat yang adalah

penganut Sunni, mengeluarkan buku Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan

Syi'ah di Indonesia ini diterbitkan pada bulan April 2013. Sebagai respon tidak

diterimanya gagasan-gagasan dalam Buku Putih Mazhab Syi'ah tersebut.

Di dalam buku tersebut MUI dengan tegas memfatwakan bahwa Syi'ah

bukanlah bagian dari Islam. Lewat buku ini MUI mencoba menyebarluaskan

perbedaan Syi'ah dengan Sunni dan peringatan untuk mewaspadai

penyimpangan-penyimpangan Syi'ah di Indonesia. MUI juga memberikan data-data

seputar perkembangan Syi'ah di Indonesia dan metode penyebarannya. Lima poros

persebaran Syi'ah di Indonesia seperti yang diungkapkan MUI adalah: (1) Poros

Jakarta di Islamic Cultural Centre (ICC), (2) Poros Pekalongan-Semarang, (3) Poros

Yogyakarta, (4) poros Bangil dan Pasuruan, (5) Poros Bandung203

.

202 Lihat Buku Putih Mazhab Syiah Menurut Para Ulamanya yang Muktabar, halaman 101-106. 203 Lihat buku Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi'ah di Indonesia halaman 87-112.

Page 28: BAB III KEHIDUPAN SUNNI DAN SYI'AH ERA REZIM SYI'AH … fileKeadaan ini akan memiliki implikasi penting bagi masa depan Irak dan lintasan dan daya tahan transisi demokratis. 169 Politik

119

Dengan demikian, maka mungkin jika konflik Sunni-Syi'ah yang terjadi di

negara-negara Timur Tengah juga dapat terjadi di Indonesia sewaktu-waktu.

Sebenarnya, konflik antara Sunni dan Syi'ah di Indonesia belum terlalu parah yang

dengan gamblang beroposisi seperti yang telah terjadi di negara-negara Timur Tengah,

khususnya di negara Irak. Tetapi, dengan munculnya konflik Sunni-Syi'ah di

Indonesia dipandang sebagai sebuah bom waktu yang dapat meledak kapan saja,

mengingat kedua kelompok saling serang argumen dan menganggap diri mereka

adalah yang paling benar.