BAB III KEBEBASAN MANUSIA DALAM EKSISTENSI...

28
BAB III KEBEBASAN MANUSIA DALAM EKSISTENSI KARL JASPERS A. Riwayat Hidup dan Karya-karyanya 1. Riwayat Hidup Karl Theodor Jaspers, filsuf eksistensialisme yang dilahirkan di Kota Oldenburg, Jerman Utara pada tanggal 23 Februari tahun 1883. Karl Jaspers terlahir dari pasangan Carl Wilhelm Jaspers dan Henriette Tantzen. Ayahnya mempunyai beberapa pekerjaan yang antara lain sebagai Direktur Bank dan pemimpin Dewan Kota. Karl Jaspers dilahirkan dari keluarga protestan liberal, tetapi keluarga Karl Jaspers bukanlah keluarga yang taat beragama, praktis Jaspers mendapatkan pelajaran agama hanya dari sekolahan saja. Pada dasarnya pemikiran Jaspers dipengaruhi oleh agama kristen, tetapi ia tidak mengakui dirinya sebagai seorang kristen yang percaya, 1 sehingga dalam perjalanan kehidupan Karl Jaspers tidak banyak diungkapkan sisi keagamaannya. Karl Jaspers sekolah di Gymnasium di Oldenberg dari tahun 1892 sampai tahun 1902. Masa muda Karl Jaspers sudah terlihat mempunyai garis pemikiran tersendiri, mulai dari penolakannya terhadap peraturan– peraturan yang ada di Gymnasium yang mewajibkan semua siswa untuk mengikuti organisasi–organisasi siswa dengan struktur yang hirarkis. Selain alasan diatas, Karl Jaspers juga sering sakit-sakitan yang menyebabkan ia menjauhi kegiatan sosial dan lingkungannya, pada akhirnya mengakibatkan Karl Jaspers mengalami kesendirian. 2 Kondisi Karl Jaspers yang sering sakit-sakitan, memaksa dia menjadi orang yang hidup teratur, akan tetapi keteraturannya ini 1 Dr. K. Bertens, Filsafat Barat Abad XX Inggris Jerman, PT. Gramedia Jakarta, 1983, hlm. 127 2 Harry Hamersma, Filsafat Eksistensi Karl Jaspers,, PT. Gramedia, Jakarta, 1985, hlm. 1 32

Transcript of BAB III KEBEBASAN MANUSIA DALAM EKSISTENSI...

Page 1: BAB III KEBEBASAN MANUSIA DALAM EKSISTENSI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · merapatkan barisan memperebutkan negara-negara jajahan untuk ...

BAB III

KEBEBASAN MANUSIA

DALAM EKSISTENSI KARL JASPERS

A. Riwayat Hidup dan Karya-karyanya

1. Riwayat Hidup

Karl Theodor Jaspers, filsuf eksistensialisme yang dilahirkan di

Kota Oldenburg, Jerman Utara pada tanggal 23 Februari tahun 1883. Karl

Jaspers terlahir dari pasangan Carl Wilhelm Jaspers dan Henriette Tantzen.

Ayahnya mempunyai beberapa pekerjaan yang antara lain sebagai

Direktur Bank dan pemimpin Dewan Kota. Karl Jaspers dilahirkan dari

keluarga protestan liberal, tetapi keluarga Karl Jaspers bukanlah keluarga

yang taat beragama, praktis Jaspers mendapatkan pelajaran agama hanya

dari sekolahan saja. Pada dasarnya pemikiran Jaspers dipengaruhi oleh

agama kristen, tetapi ia tidak mengakui dirinya sebagai seorang kristen

yang percaya,1 sehingga dalam perjalanan kehidupan Karl Jaspers tidak

banyak diungkapkan sisi keagamaannya.

Karl Jaspers sekolah di Gymnasium di Oldenberg dari tahun 1892

sampai tahun 1902. Masa muda Karl Jaspers sudah terlihat mempunyai

garis pemikiran tersendiri, mulai dari penolakannya terhadap peraturan–

peraturan yang ada di Gymnasium yang mewajibkan semua siswa untuk

mengikuti organisasi–organisasi siswa dengan struktur yang hirarkis.

Selain alasan diatas, Karl Jaspers juga sering sakit-sakitan yang

menyebabkan ia menjauhi kegiatan sosial dan lingkungannya, pada

akhirnya mengakibatkan Karl Jaspers mengalami kesendirian.2

Kondisi Karl Jaspers yang sering sakit-sakitan, memaksa dia

menjadi orang yang hidup teratur, akan tetapi keteraturannya ini

1 Dr. K. Bertens, Filsafat Barat Abad XX Inggris Jerman, PT. Gramedia Jakarta, 1983, hlm. 127

2 Harry Hamersma, Filsafat Eksistensi Karl Jaspers,, PT. Gramedia, Jakarta, 1985, hlm. 1

32

Page 2: BAB III KEBEBASAN MANUSIA DALAM EKSISTENSI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · merapatkan barisan memperebutkan negara-negara jajahan untuk ...

33

menjadikan Karl Jaspers menjadi orang yang mempunyai produktifitas

yang luar biasa. Kehidupan sehari-hari Karl Jaspers diisi dengan

mendalami berbagai ilmu seni, sastra, dan alam. Karl Jaspers melanjutkan

pendidikan ilmu hukum di Universitas Heidelberg, tetapi kemudian ia

belajar ilmu kedokteran di Munchen, dengan pilihan spesialisasi psikiatri.

Pada awalnya Karl Jaspers bekerja sebagai Psikiater di Universitas

Heidelberg, tetapi ditempat yang sama, tahun 1916 ia menjadi Dosen

Psikologi dan tahun 1922 ia menjadi guru besar untuk filsafat.3

Tahun 1930 Karl Jaspers mulai memusatkan perhatiannya pada

dunia filsafat, banyak buku yang telah ditulis Karl Jaspers. Meskipun

kondisi sosial politik tidak mendukung kehidupan Jaspers tetapi tidak

membuat surut semangat Jaspers untuk menuliskan dan menyebarkan

gagasannya. Setelah Perang Dunia II terjadi, adalah masa keemasan Karl

Jaspers. Ia pindah ke Swiss dan menulis banyak masalah tentang perang

damai, masalah politik, iman filosofis dan sejarah filsafat seluruh dunia.

Tahun 1969 Karl Jaspers menghembuskan nafas terakhirnya setelah ia

menyelesaikan Karya –karya filsafatnya.4

2. Kondisi Sosial Politik

Karl Jaspers hidup pada awal abad 20, merupakan masa yang

penuh dengan gejolak. Terjadinya Revolusi Bolshevik tahun 1917 dan

meletusnya Perang Dunia I tahun 1918. Akibat dari adanya Perang Dunia I

di negara-negara Eropa muncul konsep Negara Bangsa.. Adanya Revolusi

Bolshevik dan Perang dunia I, menjadikan negara-negara Eropa

merapatkan barisan memperebutkan negara-negara jajahan untuk

kepentingan kapitalisme. Tahun 1930 terjadi dua blok kekuasaan antara

Axis (Jerman dan Jepang) dan blok Allies (sekutu).5

3 Harry Hamersma, Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern, PT. Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta, 1991, hlm. 118 4 Harry Hamersma, Filsafat Eksistensi…………,,Op. Cit., hlm. 2-3 5 Hasyim Wahid, dkk, Telikungan Kapitalisme Global dalam Sejarah Kebangsaan

Indonesia, Lkis, Lkis, Yogyakarta, 1999, hlm.8-9

Page 3: BAB III KEBEBASAN MANUSIA DALAM EKSISTENSI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · merapatkan barisan memperebutkan negara-negara jajahan untuk ...

34

Jerman sebagai salah satu negara yang terlibat dalam Perang Dunia

I, mengalami perubahan yang besar. Adolf Hitler sebagai pemimpin

negara Jerman memberlakukan Fasisme sebagai idiologi negara melalui

politik Nazi. Kehidupan di zaman politik Nazi di Jerman adalah model

kepemimpinan diktator atau pemerintahan satu arah. Hal ini dilakukan

Adolf Hitler untuk membangkitkan Jerman dari krisis ekonomi karena

menanggung kekalahan perang. Akibat dari politik Nazi tersebut,

masyarakat Jerman harus tunduk dan taat pada pemerintahan yang ada.

Dapat dikatakan demokrasi di negara Jerman saat itu sangat lemah, karena

demokrasi berdasarkan kebebasan individu di negara Jerman nyaris tidak

ada.6

Keterkungkungan kondisi politik di Jerman mengakibatkan

banyaknya persoalan yang dihadapi masyarakat Jerman, berkaitan dengan

hak individu dari masyarakat yang sulit direalisasikan di negara tersebut.

Jaspers sendiri seringkali terhambat oleh kondisi politik negara Jerman.

Beberapa kali Jaspers mengalami hambatan dalam pengembangan

pemikirannya, sampai Jaspers dilarang keluar dari negara Jerman.

Permasalahan ini yang menjadi titik keberangkatan Jaspers dalam

pemikiran kebebasan manusia dalam eksistensinya. Pemikiran Jaspers ini

sekaligus merupakan jawaban atas kritik pemerintahan Jerman yang fasis.

Adanya kebebasan individu merupakan pondasi manusia untuk dapat

merealisasikan hak-haknya, sekaligus menjalankan peranannya sebagai

individu yang berkemampuan di dunia. Gejolak sosial politik negara

Jerman telah menarik Jaspers untuk memikirkan manusia pada sisi

manusia sebagai subyek yang “ada’ dan ber”ada”. Pengalaman

tersebut telah mewarnai pemikiran Karl Jaspers.

3. Latar Belakang Pemikiran Karl Jaspers

Karl Jaspers, sosok tokoh filsafat eksistensi yang berani

mengungkapkan fenomena pada zamannya. “Kebebasan” merupakan

6 Hugh Purcell, Fasisme, Insist Press, Yogyakarta, 2000, hlm. 50

Page 4: BAB III KEBEBASAN MANUSIA DALAM EKSISTENSI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · merapatkan barisan memperebutkan negara-negara jajahan untuk ...

35

angan-angan yang selalu menghantui pikiran Karl Jaspers. Hal ini

kelihatan dalam kehidupan masa kecil Jaspers yang berada dilingkungan

kehidupan laut yang bebas, dimana Jaspers mempunyai banyak pemikiran

dengan laut. Bagi Jaspers laut menjadi simbol transendensi karena laut

adalah ruang dimana segala sesuatu dapat bergerak dengan bebas, karena

dilaut juga tidak ada pegangan, ataupun fundamen. Selain itu, Jaspers

melihat laut menjadi simbol kebebasan, karena tidak ada keterikatan

apapun. Banyak kunci filsafat Jaspers yang diambil dari konteks laut,

misalnya, “cakrawala”, “melayang”, “terdampar”,

“keterbukaan”, “yang melingkupi”, “kesepian”, “keluasan”,

dan “dijangkarkan dalam keabadian”.7

Dialog dengan tokoh-tokoh filsafat besar manusia tetap menjadi

latar belakang para filsuf manusia, termasuk juga Karl Jaspers. Sejarah

Karl Jaspers yang selalu berpindah-pindah dari mulai Jaspers belajar ilmu

hukum berpindah belajar di ilmu kedokteran, hingga ia mulai merasa

lebih nyaman belajar di ilmu psikologi dan filsafat. Berubah-ubahnya

pemikiran Jaspers ini karena dalam proses pencarian yang dilakukan

Jaspers banyak bersinggungan dengan pemikiran para filsuf .

Ketertarikan Jaspers pada filsafat pertama dimulai sejak menjadi

mahasiswa. Karl Jaspers tertarik dan mempelajari karya-karya filsuf

sebelumnya seperti Imanuel Kant, Max Weber, Nietzsche, Kierkegaard.

Melalui dialog dengan pemikiran para filsuf tersebut Jaspers menemukan

titik yang selama ini dia rasakan, yaitu tentang kebenaran subyektifitas

pada manusia.

Pada saat Karl Jaspers mengajar di Universitas Heidelberg, ia

berteman dengan tokoh filsafat Jerman yaitu Martin Heidegger ( 1889-

1976) saat itu Martin mengajar di Freiburgim Breisgau, dari persahabatan

dengan Martin Heidegger Jaspers mendapatkan banyak inspirasi terutama

pada persoalaan filsafat, yaitu fenomenologi yang diajarkan oleh Edmund

7 Harry Hamersma, Filsafat Eksistensi Karl Jaspers,, PT. Gramedia, Jakarta, 1985, hlm. 4

Page 5: BAB III KEBEBASAN MANUSIA DALAM EKSISTENSI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · merapatkan barisan memperebutkan negara-negara jajahan untuk ...

36

Husserl. Jaspers mempelajari banyak hal tentang fenomenologi Husserl

melalui Martin Heidegger. Pada tahun 1933 kaum Nazi berkuasa dikancah

politik. Hal ini menyebabkan putusnya persahabatan antara Jaspers dan

Martin Heidegger, karena Jaspers menentang kaum Nazi, sedang Martin

Heidegger mendukung Hitler. Penentangan Jaspers terhadap kaum Nazi

juga menyebabkan Jaspers dikeluarkan dari Universitas Heidelburg dan

dilarang melakukan publikasi.

Dialektika Karl Jaspers atas kondisi sosial masyarakat di Jerman,

gejolak pikirannya, serta berbagai persinggungan antar pemikiran filsuf

sebelumnya telah mengantarkan Jaspers pada pemikiran eksistensialisme

yaitu tentang keberadaan manusia sebagai subyek yang ada dan berada di

dunia. Banyaknya pemikiran tokoh filsafat yang menjadi inspirasi dalam

proses pembentukan pemikiran Jaspers, menjadikan Jaspers sulit

menemukan satu kebenaran di dunia yang utuh, untuk itu sampai dengan

akhir masa hidupnya Jaspers tetap menuliskan buah karya pemikiranya,

hingga ia menutup mata.

4. Karya-karyanya

Selama kurun waktu 86 tahun Karl Jaspers telah menghasilkan

pemikiran dan menulis berbagai buku. Selama itu pula seluruh pikiran

Jaspers dicurahkan untuk menulis dan berkarya. Melihat perjalanan belajar

dan konsentrasi Karl Jaspers tidak hanya dalam satu bidang filsafat saja,

tetapi Jaspers menulis buku bidang psikologi. Adapun diantara karya-

karya Jaspers sebagai berikut:

a. Bidang Psikologi

Seperti dijelaskan diawal bahwa perjalanan karya pengetahuan

Jaspers dimulai dari konsentrasinya pada persoalan Psikiatri dan

Psikologi. Ada dua buku karya besar Karl Jaspers dalam bidang

Psikologi yaitu:

1). Allgemeine Psychopathologie (Psikopatologi umum) merupakan

karya pertama Jaspers dan merupaan karya klasik psikologi yang

Page 6: BAB III KEBEBASAN MANUSIA DALAM EKSISTENSI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · merapatkan barisan memperebutkan negara-negara jajahan untuk ...

37

dijadikan pegangan bagi kaum psikologi, karya ini ditulis pada

tahun 1913. Dalam buku ini Jaspers mengekspresikan

pemikirannya mengenai Psikologi, meskipun begitu Jaspers tetap

lebih tertarik pada persoalan filsafat.

2). Psychologie der Weltanschauungen (Psikologi tentang pandangan-

pandangan dunia) tahun 1919. Buku ini ditulis seletah ia menjadi

Profesor psikologi di Heidelberg tahun 1916. kemudian buku ini

oleh Jaspers sendiri disebut sebagai karya eksistensialis.

Kedua buku diatas merupakan karya Jaspers yang ditulis

berdasarkan pengalamannya sebagai psikiatri. Dari buku kedua,

Jaspers sudah terlihat bahwa ketertarikan Jaspers pada persoalan

filsafat telah mempengaruhi pemikirannya, meskipun Jaspers sendiri

telah menjadi profesor dalam bidang psikologi. Dari buku Psychologie

der Weltanschauungen telah mengantarkan Jaspers untuk menseriusi

bidang filsafat, dan pada akhirnya Jaspers benar-benar berkarya dalam

bidang filsafat.8

b. Bidang Filsafat

Ketertarikan Jaspers pada persoalan filsafat telah dimulai

setelah ia menerbitkan buku Psychologie der Weltanschauungen.

Ambisi Jaspers dalam dunia filsafat ditunjukkan Jaspers pada tahun

1921, ia ditawari menjadi profesor filsafat di Heidelberg dan Jaspers

pun menerima karena ini adalah kesempatan Jaspers mengembangkan

keinginannya menggeluti dunia filsafat. Sejak saat itulah Jaspers

konsentrasi pada dunia filsafat dan mengeluarkan tulisan ataupun

karya buku dalam bidang filsafat. Tulisan dan buku Karl Jaspers antara

lain:

1). Die Idee der Universitas (“Ide Universitas”) buku ini ditulis

Jaspers setelah diangkat menjadi Profesor dibidang filsafat pada

tahun 1923

8 Dr. K. Bertens, Filsafat Barat…………., op. cit., hlm. 129

Page 7: BAB III KEBEBASAN MANUSIA DALAM EKSISTENSI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · merapatkan barisan memperebutkan negara-negara jajahan untuk ...

38

2). Die geistige Situation der Zeit ( Situasi rohani zaman kita )

merupakan diagnosa kebudayaan barat sekitar tahun 1930, karya

ini diterbitkan pada tahun 1931. Dalam buku ini Jaspers

menuliskan situasi kondisi kebudayaan masyarakat barat.

3). Philosophie (filsafat) tahun 1932, merupakan karya besar dan

karya utama filsafat Karl Jaspers dan merupakan dasar dari

pemikiran filsafat Karl Jaspers. Philosophi terdiri dari tiga jilid ,

yaitu tentang “Orientasi Dunia”, filsafat yang menerangkan

“eksistensi” dan “transendesi atau metafisika”. Tiga konsep

ini menjadi pusat uraian Jaspers dalam filsafatnya.

4). Verunft und Existenz ( Rasio dan Eksistensi ) tahun 1935

5). Existenzphilosophie ( filsafat Eksistensi )tahun 1938

6). Die Schuldfage Ein Beitrag zur dutsschen ( sumbangan pikiran

tentang masalah Jerman) Tahun 1946, karya ini ditulis atas

pemikirannya atas adanya perang dunia II. Dalam buku ini

dituangkan pemikiran Jaspers mengenai usaha-usaha untuk

membangun Jerman baru dan demokratis. Dalam buku ini juga

dituangkan kesalahan-kesalahan Jerman dalam hal ihwal

Nasional-Sosialis. Salah satu yang menjadi semangat Jaspers

dalam karya ini adalah tahun 1945 di Jerman dilakukan

rehabilitasi dan Jaspers menyeimbangkan pemikirannya

mengenai masalah Jerman dalam buku Die Schuldfage Ein

Beitrag zur dutsschen.

7). Von der Wahrheit ( tentang kebenaran ), tahun 1947

8). Philosophische Logik (Logika Filosofis), tahun 1948, karangan

ini berisi analisa dimensi-dimensi kebenaran, Jaspers menamai

dengan Periechontologie ajaran mengenai transendensi yang

“melingkupi” kita ( ari kata Yunani Periechein melingkupi,

mengelilingi ).

Pada tahun ini Jaspers pindah ke Swiss dan menjadi profesor di

Universitas Basel dan mengajar di sana. Jaspers menghabiskan

Page 8: BAB III KEBEBASAN MANUSIA DALAM EKSISTENSI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · merapatkan barisan memperebutkan negara-negara jajahan untuk ...

39

hidupnya di Swiss dan menulis berbagai buku dan tulisan di

Swiss sampai akhir hidupnya.

9). Vom Ursprung und Zeit der Geschichte ( asal dan tujuan sejarah )

tahun 1949, karya ini merupakan bagian pertama gagasan Karl

Jaspers mengenai sejarah filsafat seluruh dunia.

10). Der Philosophische Glaube ( “Kepercayaan Filosofis’) tahun

1948, dalam karya ini Karl Jaspers mencoba untuk merumuskan

isi minimal kepercayaan akan Allah.

11). Philosophische Authobiographie, tahun 1960 merupakan karya

autobiografi filosofis.

12). Schicksal und Wille ( Nasib dan Kehendak )tahun 1967.9

Sejumlah karya Karl Jaspers menjadi sumbangan besar untuk

sejarah filsafat dan ilmu-ilmu yang lain. Karl Jaspers merupakan filsuf

yang mempunyai kemampuan dan pemikiran yang luar biasa, sehingga

sangat wajar apabila dalam kurun waktu 86 tahun Karl Jaspers telah

banyak menghasilkan karya filsafat. Pemikiran eksistensi Jaspers

menjadi bagian dan mewarnai aliran eksistensialisme. Philoshopi

karya utama Jaspers benar-benar menjadi isi dalam pemikiran

eksistensialisnya. Pemikiran-pemikiran Karl Jaspers sampai dengan

saat ini menjadi salah satu karya yang dijadikan rujukan bagi filsuf dan

menjadi sumbangan yang besar dalam sejarah filsafat.

B. Fenomenologi Edmund Husserl sebagai Jalan Eksistensi Karl Jaspers

“Aku ini siapa”, pertanyaan yang terlontar oleh Karl Jaspers yang

membuatnya terpukau dan penasaran dengan jawaban yang sesungguhnya.

Pertanyaan ini tidak hanya dilontarkan oleh Karl Jaspers, akan tetapi

sebelumnya para filsuf sudah mempertanyakan hal itu. Cogito ergusum “aku

berfikir maka aku ada” merupakan ungkapan Descartes atas pertanyaan

9 Harry Hamersma, Filsafat Eksistensi………….., ,op. cit., hlm. 61

Page 9: BAB III KEBEBASAN MANUSIA DALAM EKSISTENSI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · merapatkan barisan memperebutkan negara-negara jajahan untuk ...

40

“Aku ini siapa”. Pengalaman, pemikiran dan penelitian telah banyak

menemukan permasalahan tentang manusia dan dunia. Berbagai ilmu seperti:

Geologi, Arkeologi, Fisika, Biologi, Sosiologi, Psikologi dan masih banyak

ilmu lain yang bersifat “obyektif” untuk menyelidiki masalah manusia,

akan tetapi sangat sedikit sekali ilmu yang “subyektif” mengenai masalah

manusia. “Aku” sebagai subyek tidak terjangkau oleh penelitian ilmiah

dalam arti yang sesungguhnya.10

“Aku” menjadi kata kunci dalam pemikiran eksistensi Karl Jaspers.

Melalui Fenomenologi Husserl, Jaspers mencari “aku” dari penyelidikan

mengenai persoalan “ada”. 11 Jaspers menyebut istilah ada dengan Dasein

(being there). Pencarian Jaspers mengenai “aku” melalui penyelidikan

persoalan “ada” mendapatkan kunci jawaban melalui fenomenologi yang

diajarkan Husserl, Jaspers menemukan adanya metoda yang dapat dipakai

untuk melakukan penyelidikan tentang “aku”. Agar dapat memperjelas

pokok pemikiran Karl Jaspers, untuk itu terlebih dahulu penulis akan

membuka pemikiran Edmund Husserl, karena adanya pemikiran Karl Jaspers

mengenai eksistensinya adalah melalui fenomenologi, sehingga tanpa

mengurai pemikiran husserl akan sulit memahami pemikiran eksistensi karl

Jaspers.

Edmund Husserl adalah filsuf yang menggagas adanya fenomenologi

dalam penyelidikan filsafat pada abad 21. Fenomenologi yang dimaksud

Husserl adalah fenomenologi sebagai metode bukan sebagai filsafat. Sebagai

metode, Fenomenologi merupakan sebuah langkah-langkah untuk sampai

pada fenomena yang murni. Fenomena yang murni dapat dicapai dengan

10 Dr.P.A. van der Weij, Filsuf-filsuf Besar Tentang Manusia, Diindonesiakan K. Bertens,

PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1991, hlm144 11 “Ada” (being) merupakan konsep ontologis yang digunakan oleh para eksistensialis

untuk menerangkan gejala dasar dari keberadaan (eksistensi) manusia. Ada ialah ukuran bagi keberadaan manusia, suatu dimensi yang mengacu kepada subjektifitas (subjectnes) manusia. Dengan meng-ada, manusia hadir dan menampakkan diri, mengalami dirinya sebagai subyek yang sadar, aktif dan berproses. Lihat E. Koeswara, Psikologi Eksistensial, PT.Eresco, Bandung, 1987, hlm. 9

Page 10: BAB III KEBEBASAN MANUSIA DALAM EKSISTENSI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · merapatkan barisan memperebutkan negara-negara jajahan untuk ...

41

adanya kesadaran murni (kesadaran transendental), kesadaran ini dapat dicapai

apabila kita dapat membebaskan diri dari pengalaman serta gambaran

kehidupan sehari-hari, maka akan tersisa gambaran-gambaran yang esensial

atau intuisi esensi (intuition of essence). Sebagai filsafat fenomenologi

memberi pengetahuan yang perlu dan esensial tentang apa yang ada, dengan

begitu fenomenologi dijelaskan kembali sebagai benda merupakan lawan dari

ilusi atau susunan pikiran, karena benda adalah obyek kesadaran yang

langsung dalam bentuknya yang murni. 12

Kesadaran transendental yang diungkapkan Husserl dalam

fenomenologinya dapat dicari apabila kita telah sampai pada hakekat yang

sebenarnya. Usaha yang ditempuh Husserl untuk sampai pada hakekat sesuatu

adalah dengan Reduksion “penyaringan”. Ada tiga macam reduksi yang

menjadi tahapan dalam penemuan hakekat sesuatu. Pertama adalah reduksi

fenomenologis, reduksi ini adalah untuk menyaring pengalaman kita untuk

mendapatkan fenomen yang sebenarnya, seringkali kita tidak mendapatkan

fenomen dalam wujud yang murni karena seringkali kita lebih memperhatikan

pada dampak dari fenomen tersebut. Dalam melakukan reduksi yang pertama

kita harus menyingkirkan segala pengetahuan yang ada dalam diri kita

mengenai obyek tersebut, sehingga fenomen yang sebenarnya dapat diperoleh.

Reduksi yang kedua setelah reduksi fenomenogis adalah reduksi

eidetis yaitu penyaringan segala sesuatu yang bukan eidos atau hakekat gejala

atau fenomena. Jadi hasil dari penyaringan ini adalah penilikan hakekat, untuk

dalam reduksi kedua ini segala dalil, teori atau pandangan tradisional

mengenai fenomena harus disingkirkan. Reduksi yang ketiga adalah reduksi

transendental adalah penyeringan eksisetensi dan segala sesuatu yang tiada

hubungan timbal balik dengan kesadaran murni, agar supaya dari obyek

tersebut orang dapat sampai pada apa yang ada dalam subyek sendiri sehingga

seseorang menemukan kesadaran murni. (kesadaran transedndental).13

12 Harold H. Titus, Marilyn S. Smith, Richard T. Nolan, alih bahasa Prof. Dr. H. M.

Rasjidi, Persoalan-persoalan Filsafat, Bulan Bintang, Jakarta, 1984, hlm.399 13 DR. Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Kanisius, Yogyakarta, 1980,

hlm.143-144

Page 11: BAB III KEBEBASAN MANUSIA DALAM EKSISTENSI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · merapatkan barisan memperebutkan negara-negara jajahan untuk ...

42

Penjelasan Husserl mengenai fenomenologi menunjukkan adanya

tahapan dalam menemukan adanya hakekat seuatu. Melalui fenomenologi

husserl Jaspers menyelidiki persoalan “ada”, yaitu dengan membedakan

yang ada secara formal menjadi tiga

macam, yaitu: ada-obyek, ada-subyek, ada-dalam dirinya sendiri atau ada-an

Sich. Ada-obyek adalah yang-ada yang hadir di depanku, artinya semua hal

yang kupikirkan, kukenal atau sesuatu yang diintensionalitasi (sesuatu yang

muncul yang tidak secara kebetulan, artinya sesuatu itu senantiasa disertai

dengan arah dan tujuan, yang senantiasa dalam posisi kesadaran), termasuk

diriku yang diobjekkan. Ada-obyek tetap hanya sekedar fenomena (kenyataan

yang ada dihadapan manusia). Yang-ada kedua adalah ada-subyek merupakan

“ada” berada dengan pengada yang lain, sebab apabila menyelidiki

pengada-pengada, harus melalui pusat arti segala obyektifasi dilakukan. Pusat

itu sendiri tidak dapat diobyekkan, karena pusat berfungsi sebagai subyek,

tidak dapat dikenal seperti mengenal apa yang dijadikan obyek pengenalan.

Ada-subyek dalam konsep Karl Jaspers disebut eksistensi. Sedang “ada”

yang lain selain ada-obyek dan ada-subyek adalah ada-dalam dirinya sendiri

(ada-an Sich-being in-itself). Ada-an Sich itu tidak terbuka, karena jika hendak

mengenalnya, maka hal itu berarti ada-an Sich telah menjadi gejala.14

Ketiga konsep yang-ada diatas, dapat disimpulkan bahwa “ada”

bukanlah wujud yang-ada, akan tetapi ketiganya merupakan pola-pola dari

yang-ada yang telah ditentukan Karl Jaspers. Secara keseluruhan Jaspers tidak

dapat menyelidikinya karena semuanya merupakan cara berada yang-ada yang

menunjukkan kemana kita dapat mendekatinya. Maka dari itu Jaspers sendiri

tidak mengarahkan pada esensi karena tidak akan mampu menangkap esensi

yang mutlak, karena sebagai subjek kita berbeda-beda. Dalam hal ini yang

dimaksud Jaspers dengan essensi adalah sesuatu yang bersifat mutlak dan

permanen, tidak dalam kondisi yang berubah-ubah. Untuk itu Jaspers

berpendapat bahwa untuk menangkap subjek-objek dalam satu ketunggalan,

14 Drs. Joko Siswanto, M.Hum, Sistem-sistem Metafisika Barat, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hlm.128

Page 12: BAB III KEBEBASAN MANUSIA DALAM EKSISTENSI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · merapatkan barisan memperebutkan negara-negara jajahan untuk ...

43

kita harus menangkapnya sebagai sesuatu yang menyeluruh, sekaligus kita

dapat mengatasi polarisasi antara ada-objek dan ada-subjek.

Melalui reduksi fenomenologi Husserl yang ketiga yaitu reduksi

transendental, Jaspers mendefinisikan antara subyek dan obyek dengan

menanggalkan obyek, karena dengan begitu dapat menyadari adanya subyek.

Jaspers mendefinisikannya sebagaimana yang diungkapkan oleh Imanuel Kant

(filsuf kritisisme). Subyek menurut Imanuel Kant merupakan “hal yang

berpikir tidak lain tidak bukan adalah Subyek transendental yang diketahui

melalui pemikiran-pemikiran yang merupakan predikat-predikatnya sendiri”,

secara jelas dapat ditangkap sebagai pusat kesadaran sebagai subyek,

sedangkan obyek dibuat diluar dunia kesadaran subyektif. Obyek dimaknai

Jaspers sebagai sesuatu yang berada diluar subyek.15

Lebih jelasnya, untuk memahami “aku” yang bukan sekedar

“aku” sebagai ada-obyek, Jaspers memperkenalkan konsep “ada yang-

melingkupi” (das Umgreifende),16 dalam naskah berbahasa Inggris

diterjemahkan sebagai the Comprhensive. Yang dimaksud Jaspers dengan The

Comprhensive atau das Umgreifende adalah:

“Yang komprehensif itu akan tetap tak jelas bagi kesadaran saja. Ia

menjadi terang hanya melalui obyek-obyek, dan makin bertambah terang lagi

bilamana obyek-obyek itu menjadi lebih disadari dan lebih jernih”.17

Das Umgreifende (The Comprehensive) tetap tidak jelas sebab kita

hanya bisa menangkapnya kalau kita mengubahnya menjadi objek. Jadi dalam

menjelaskan “aku” Jaspers berhadapan dengan keberadaan dirinya di dunia.

Lebih jelasnya Jaspers menulis dengan penjelasan bahwa untuk memahami

15 Lorens Bagus, Kamus Filsafat, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2000, hlm.1046 16 das Umgreifende (yang melingkupi) merupakan ada sebagai subjek, tetapi tidak dapat

dihadapkan kepada diri sebagai subjek, sebab diri sendiri termasuk dalam ada. Untuk memikirkan ada, harus mengatasi oposisi antara subjek dan objek dan kemungkinan itu disajikan jika mengerti ada sebagai yang melingkupi. Ada dalam keseluruhannya tidak merupakan objek dan tidak merupakan subjek. Ada itu ialah “yang melingkupi”. Lihat Ali Mudhofir, Kamus Filsafat Barat, ( Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001). hlm. 263

17 Fuad Hasan, Berkenalan dengan Eksistensialisme, Pustaka Jaya, Jakarta, 1992, hlm. 106

Page 13: BAB III KEBEBASAN MANUSIA DALAM EKSISTENSI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · merapatkan barisan memperebutkan negara-negara jajahan untuk ...

44

dan menangkap maksud Das Umgreifende, Jaspers melihat bahwa aku sebagai

ada subjek merupakan aku yang ada dalam pengamatanku bukan aku yang ada

dalam pengetahuanku. Untuk itulah dikotomi subyek-obyek akan selalu

menyertai kita dalam usaha mengamati, memahami, dan menghayati

kenyataan, dalam hal ini termasuk mengamati diri sendiri. Hal ini

diungkapkan oleh Jaspers dalam Man in The Modern Age,

“For I am not what I cognise, not do I cognise what I am”. “aku bukanlah apa yang aku pikirkan, bukan pula aku memikirkan siapakah aku”.18

Untuk itu Jaspers tidak pernah secara jelas mengungkapkan eksistensi.

Ketidakpastian ini dikarenakan eksistensi tidak dapat dijelaskan secara

terpisah antara ada-obyek dengan ada-subyek, maka perlu dipahami secara

keseluruhan ada-obyek dan ada-subyek. Jaspers memahami dalam ada yang

menyeluruh yaitu transendensi Tuhan dan dunia, sedangkan kenyataan kita

sebagai manusia adalah eksistensi. Meskipun begitu Jaspers menganggap

bahwa eksistensi ialah yang paling berharga dan paling otentik dalam diri

manusia, untuk itu pula dalam mencapai kejelasan mengenai ‘aku” Jaspers

mencari dalam Exstenzerbellung (penerangan eksistensi), karena dengan

menerangi eksistensi dirinya sendiri manusia dapat mencapai“aku”.19

Ungkapan “aku” yang dimaksud Jaspers adalah aku yang tidak hanya ada

di dunia, tetapi aku yang ada dan tidak berubah-ubah. Pada akhirnya

penerangan eksistensi yang dimaksud Jaspers tidak berhenti pada

permasalahan “aku” yang berada dan ada di dunia.

C. Penerangan Eksistensi dalam Kebebasan Manusia Karl Jaspers

Apa yang menjadi ungkapan Jaspers, apa itu “eksistensi”? Jaspers

mengungkapkan sebagaimana yang ditulis Harri Hamersma bahwa apa yang

ada dalam bahasa mistis disebut Jiwa dan Allah, dalam filsafat disebut

18 Karl Jaspers, Man in The Modern Age, Henry Holt, New York, 1933, hlm. 188 19 Dr.P.A.Van Der Weij, Filsuf-filsuf…………, op.cit., hlm. 144

Page 14: BAB III KEBEBASAN MANUSIA DALAM EKSISTENSI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · merapatkan barisan memperebutkan negara-negara jajahan untuk ...

45

“eksistensi” dan “transendensi” .20 Eksistensi adalah segala sesuatu yang

ada dan dialami, sedang transendensi dalam istilah Jaspers adalah das

Umgreifende alles Umgreifenden, “Yang Melingkupi segala sesuatu yang

Melingkupi”, seperti yang dijelaskan diatas bahwa das Umgreifende

merupakan ada dalam keseluruhannya tidak merupakan objek dan tidak

merupakan subjek. Ada itu ialah “Yang Melingkupi”. Untuk pemikiran

manusia nama paling tepat adalah “Ada” (das Sein), apabila manusia hidup

bersama transendensi Jaspers menyebutnya dengan kenyataan asli. Kenyataan

ini digambarkan sebagai kekuatan yang menuntut sesuatu dari manusia,

sebagai sesuatu yang berbicara pada manusia dan memberikan perintah-

perintah, maka nama yang paling tepat adalah “keilahian”. Jaspers

menyebut kenyataan ini dengan nama “Allah”.21 Manusia ada di dunia,

tetapi “adanya” (Dasein) ini belum merupakan “eksistensi”. Adanya

manusia termasuk bidang empiris, tertangkap dalam waktu.22 Sebagai Dasein

kita akan meninggal, tetapi “eksistensi” kita bersifat “kemungkinan”.

Eksistensi adalah suatu panggilan untuk mengisi karunia kebebasan kita.

Dalam tesis dasar Jaspers mengenai eksistensi dijelaskan: Pertama,

pada dasarnya eksistensi itu unik dan tidak dapat diobyekkan, tetapi eksistensi

adalah sumber bagi pemikiran-pemikiran dan tindakan-tindakanku. Kedua,

karena hakekat “aku” adalah “sebagai eksistensi yang mungkin”, maka

eksistensiku terbuka bagi segala kemungkinan-kemungkinan. Apakah saya

bertindak atau tidak, apakah saya memutuskan atau tidak, saya tetap sebagai

“eksistensi yang mungkin”. Ketiga, eksistensi bukan berada dalam dirinya

20 Harry Hamersma, Filsafat Eksistensi…………, op.cit., hlm. 119 21 Ibid, hlm. 37 22 Waktu yang dimaksud disini bukanlah waktu dalam pengertian tradisional (sebagai

waktu obyektif yang diukur dengan jam atau kalender), melainkan dalam kaitan dengan pengalaman manusia, maka waktu dihayati secara subyektif bukan secara obyektif dan manusia pribadi sendiri yang memberi bobot tertentu atas rangkaian waktu yang dialami. Seperti halnya ketika dalam depresi dan kecemasan. Kecemasan dan depresi yang hebat dapat menghapus waktu dan menghancurkan masa depan, karena masa depan adalah peluang yang membuka berbagai kemungkinan bagi orang yang optimis. Lihat Drs. Zainal Abidin, Analisis Eksistensial, PT. Refika Aditama, Bandung, 2002, hlm. 16

Page 15: BAB III KEBEBASAN MANUSIA DALAM EKSISTENSI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · merapatkan barisan memperebutkan negara-negara jajahan untuk ...

46

sendiri (terisolasi), tetapi keberadaan eksistensi tergantung atas relasinya

dengan eksistensi yang lain, lebih-lebih dengan transendensi. Karena itu

“eksistensi” harus bersedia membuka diri untuk berkomunikasi, berdialog

dengan eksistensi yang lain, apalagi dengan yang transenden. Keempat, bahwa

eksistensi memiliki kebebasan. Kebebasan berarti memilih, menyadari dan

mengidentifikasi diri dengan dirinya sendiri.23

Ungkapan Jaspers tentang eksistensi sangat jelas, bahwa “aku” tidak

akan dapat eksis ketika “aku” tidak berdialog dengan eksistensi yang lain,

oleh karena itu, aku sebagai eksisten tidak dapat dilepaskan dari eksistensi –

eksistensi yang lain. Eksistensi adalah aku yang sebenarnya, yang bersifat

unik dan sama sekali tidak obyektif.

Lebih jelasnya apa yang diungkapkan Jaspers diatas menunjukkan

bahwa eksistensi tak henti-hentinya terbuka untuk kemungkinan-kemungkinan

baru, biarpun dengan menggunakan pendekatan konseptual tidak sanggup

mencapai eksistensi, namun eksistensi terbuka bagi pengalaman. Eksistensi

adalah penghayatan mengenai kebebasan total yang merupakan inti manusia.

Eksistensi dapat dihayati, dapat diterangi melalui refleksi filosofis dan dapat

dikomunikasikan dengan orang lain. Dalam hal ini Jaspers menggaris bawahi

perbedaan antara eksistensi dan Dasein. Dasein adalah keberadaan empiris

manusia sejauh mempunyai ciri-ciri tertentu dan dapat dilukiskan dari luar.24

Dasein mencapai puncaknya di dunia ini, sedang eksistensi tidaklah

demikian. Eksistensi hanya “menemukan dirinya sendiri di dunia ini”.

Eksistensi hanya dapat diterangkan melalui signa (tanda-tanda) tertentu,

seperti pilihan (keputusan yang harus diambil saat manusia berhadapan

dengan berbagai situasi), tobat (penyesalan atas tindakan yang telah dilakukan

manusia), komunikasi (kenyataan manusia tidak dapat berdiri sendiri) dan

kebebasan (kebebasan manusia saat menentukan perbuatannya). Kenyataan

empiris menampakkan diri dalam “fenomena-fenomena”, sedang

23 Drs.Joko Siswanto, Sistem-Sistem…………, op.cit., hlm.132-133 24 Dr. K. Bertens, Filsafat Barat………., op. cit., hlm.132

Page 16: BAB III KEBEBASAN MANUSIA DALAM EKSISTENSI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · merapatkan barisan memperebutkan negara-negara jajahan untuk ...

47

transendensi menampakkan diri dalam chiffer-chiffer dan eksistensi

menampakkan dalam signa. Manusia mengalami eksistensi sebagai sesuatu

yang “diberikan” kepadanya.25 Eksistensi adalah hadiah dari

transendensi.26

1. Situasi Batas

Dalam memahami eksistensi, Jaspers tidak pernah memastikan

terhadap satu hal, tetapi selalu melayang-layang, karena apabila dipastikan

terhadap putusan yang final maka sebenarnya kita tidak mampu

melakukan transendensi terhadap eksistensinya. Oleh karena Jaspers tidak

menerima anggapan bahwa eksistensi harus dihayati sebagai sesuatu yang

final. Eksistensi justru tidak berkepastian dan tidak final. Yang benar ialah

adanya berbagai situasi batas yang kita alami dalam eksistensi kita

masing-masing.27

Analisa situasi batas dalam filsafat eksistensi Karl Jaspers

merupakan unsur yang terpenting dalam penjelasan eksistensi manusia.

Sebagai Dasein manusia selalu termuat dalam situasi-situasi tertentu.

Sebagai eksistensi, manusia selalu termuat dalam “situasi-situasi batas”,

grenzsituationen ( dalam terjemahan karangan-karang Karl Jaspers dipakai

istilah ultimate situations). “Bereksistensi” dan “mengalami situasi

batas” itu adalah hal yang sama.28

Situasi-situasi batas yang sering dialami manusia diantaranya

adalah kematian, penderitaan, perjuangan, nasib dan kegagalan. Diantara

situasi batas tersebut yang paling dramatis adalah kematian, karena

kematian merupakan suatu situasi yang pasti dihadapi manusia. Betapapun

eksistensi dihayati sebagai kebebasan dan keterbukaan, betapapun

25 Harry Hamersma, Filsafat eksistensi………….,op.cit., hlm. 12 26 Eksistensi sebagaimana penjelasan sebelumnya sebagai cara berada manusia untuk ada

di dunia. Bereksistensi merupakan perwujudan manusia di dunia dengan seutuhnya. Manusia bukan obyek atau sekedar materi yang ada di dunia sebagaimana benda yang lain, tetapi manusia dapat mewujudkan dalam bentuk kehendak apapun. Pada saat seperti ini manusia mengada kearah transendensi. Untuk itu mengada manusia dengan segala yang ada di dunia merupakan hadiah dari transendensi.

27 Fuad Hasan, Berkenalan………….., op.cit., hlm. 111 28 Harry Hamersma, Filsafat eksistensi………….., op.cit., hlm. 13

Page 17: BAB III KEBEBASAN MANUSIA DALAM EKSISTENSI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · merapatkan barisan memperebutkan negara-negara jajahan untuk ...

48

ketidakpastian memungkinkan kita untuk menghayati eksistensi sebagai

sesuatu yang tak kunjung tertutup dan mantap, kita tetap tidak mungkin

mengindarkan diri dari maut sebagai kepastian yang paling mantap.

Bahwa kematian akan mengakhiri eksistensi pada suatu saat yang tidak

bisa ditentukan sebelumnya. Kematian mengakibatkan rasa takut, tetapi

justru kematian tersebut adalah kesempurnaan eksistensi. Artinya

kesadaran akan kematian menyebabkan seseorang hidup otentik. Disini

manusia memperoleh suatu pandangan otentik tentang hal-hal yang paling

penting dalam hidup ini.29

Situasi batas yang kedua yang penting dalam filsafat Jaspers adalah

kegagalan, Jaspers memakai istilah Jerman Scheitern “gagal”,

Schiffbruch leiden “karam”, “kandas” dan “terdampar”. Dalam

kegagalan, manusia terdampar dalam pantai transendensi. Menurut

Jaspers, segala sesuatu akhirnya gagal: pemikiran, kebebasan, dan

tindakan. Situasi-situasi batas memperlihatkan bahwa Dasein kita terbatas.

Tetapi dengan demikian secara tidak langsung ditunjukkan adanya

transendensi. Kegagalan dan keterbatasan memperlihatkan bahwa harus

ada sesuatu yang tidak terbatas.30

Dengan demikian dengan situasi batas manusia eksis di dunia.

Ketika manusia mengalami situasi batas sebenarnya manusia sedang

melakukan komunikasi dengan eksistensi yang lain, dengan komunikasi

tersebut manusia mampu menunjukkan aku yang berelasi dengan

subyektifitas yang lain.

2. Chiffer – chiffer

Yang kedua, yang menjadi pemikiran Jaspers adalah Chiffer,

“Chiffer” dalam bahasa Inggris Chipher berasal dari bahasa arab Sifr

berarti di sini “nol”, “kekosongan”. merupakan konsep penemuan

kebudayaan Hindu, yaitu Sunya, “kosong” yang diberi nama sifr. Kata

29 Drs. Save M. Dagun, Filsafat Eksistensialisme, Rineka Cipta, Jakarta, 1990, hlm.76 30 Harry Hamersma, Filsafat eksistensi………….., , op.cit., hlm. 18

Page 18: BAB III KEBEBASAN MANUSIA DALAM EKSISTENSI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · merapatkan barisan memperebutkan negara-negara jajahan untuk ...

49

sifr masuk ke Eropa bersama aljabar Arab. Dalam bahasa Prancis dan

Jerman dipakai chiffre dan ziffer, dengan arti “sandi”, “tanda

rahasia”. Jaspers menguraikan chiffer-chiffer sebagai “transendensi

yang imanen”, kehadiran transendensi tanpa isi, tetapi kehadiran dan

ketidakhadiran menjadi satu dalam chiffer. Seperti konsep “nol” main

peranan penting dalam matematika, walaupun nol ini tanpa isi, tetapi nol

ini dibutuhkan. Demikian juga peranan chiffer amat penting dalam

metafisika, walaupun chiffer masih harus diberi isi oleh eksistensi, tetapi

chiffer tersebut ada. Tidak ada hal apapun yang tidak dapat menjadi chiffer

: alam, sejarah, kesadaran murni, manusia sebagai pribadi, kesatuan

manusia dengan alamnya, ataupun kebebasan.31

Dalam terminologi Jaspers, chiffre berarti simbol-simbol atau

tulisan-tulisan yang menunjuk kepada transendensi. Dari pemikiran

Jaspers tersebut, chiffre dapat diartikan sebagai simbol-simbol yang

mengantarai eksistensi kepada transendensi.32 Dalam hal ini peranan

chiffer-chiffer menjadi penengah antara eksistensi dan transendensi.

Keilahian tetap tersembunyi, tetapi manusia dapat “membaca” bahasa

yang “ditulis” oleh keilahian, sejauh ia menjadi eksistensi. Artinya

sejauh manusia itu mengisi kebebasannya. Manusia bebas karena Allah

“menyembunyikan diri”.28

Yang dimaksud oleh Jaspers transendensi adalah yang merangkumi

segala sesuatu, baik dunia maupun eksistensi. Akan tetapi transendensi

bukanlah sesuatu yang konkrit, sebab hakekatnya tersembunyi bagi kita,

sehingga apabila kita memikirkannya tidak akan mampu. Nampak jelas

bahwa dunia tidak merupakan ada yang sebenarnya. “ada” mengatasi

segala realitas duniawi, yang berarti bersifat transenden. Jaspers

mengatakan bahwa segala yang ada di dunia ini adalah simbol dari

31 Ibid, hlm. 20-21 32 Drs.Joko Siswanto, M.Hum, Sistem-sistem………., op. cit., hlm. 136 28 Harry Hamersma, Tokoh-tokoh Filsafat……………. op.cit., hlm. 121

Page 19: BAB III KEBEBASAN MANUSIA DALAM EKSISTENSI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · merapatkan barisan memperebutkan negara-negara jajahan untuk ...

50

transendensi. Perlu digarisbawahi bahwa pengertian simbol atau

“chiffre” disini adalah kehadiran dari yang tidak hadir yang tidak dapat

dikenal sebagai obyek.29

Meskipun transendensi dapat dibaca dengan chiffer-chiffer, akan

tetapi chiffer tersebut tidak dapat dipahami secara umum, karena setiap

orang dalam membaca simbol-simbol tidak dapat memberi interpretasi

yang tepat. Orang masih dapat memberikan interpretasi yang bermacam-

macam. Oleh karena itu transendensi tidak dapat dipahami oleh setiap

orang. Yang dapat benar-benar membaca tulisan sandi (chiffre) itu hanya

eksistensi yang benar-benar “ada”. Pembacaan chiffer akan mengalami

kegagalan di dalam kematian, ini adalah puncak segala kegagalan.

Demikianlah segala sesuatu mengalami kegagalan. Dasein dalam

cakrawala pertama gagal, eksistensi dengan kebebasannya dalam

cakrawala kedua gagal. Kegagalan dan keruntuhan itu mewujudkan

tulisan sandi (chiffre) sempurna dari “ada”. Di dalam kegagalan dan

keruntuhan itu orang mengalami “ada”, mengalami transenden.30

D. Kebebasan sebagai Perwujudan dari Eksistensi Manusia

Dalam pandangan Jaspers, eksistensi adalah apa yang ada dalam mite

yang disebut jiwa, yaitu titik pangkal dari kita berpikir dan berbuat. Meskipun

dalam keberangkatan kaum eksistensi menolak adanya obyektifitas terhadap

manusia, bahwa manusia adalah subyek (aku yang berada, dan terus

berproses) tetapi eksistensi bukanlah subyektifitas itu sendiri, sebab dalam

kenyataannya eksistensi terdiri dari pendobrakan lingkaran dimana subyek dan

obyek berada.

Eksistensi berada diluar pembedaan antara subyek dan obyek. Subyek

atau sesuatu yang melekat dan mengendalikan obyek atau sesuatu yang diluar

subyek. Dalam pembahasan masalah ini, Jaspers tidak cukup untuk

29 Drs. Save M. Dagun, Filsafat Eksistensialisme, Rineka Cipta, Jakarta 1990, hlm.77 30 Dr. Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Kanisius, Yogjakarta, 1993,

hlm.173-174

Page 20: BAB III KEBEBASAN MANUSIA DALAM EKSISTENSI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · merapatkan barisan memperebutkan negara-negara jajahan untuk ...

51

menjelaskan makna eksistensi yang menitik beratkan pada kesadaran

subyektifitas itu sendiri, karena eksistensi tidak dapat diuraikan dengan

pengertian-pengertian dalam suatu sistem tertutup. Eksistensi hanya dapat

diterangi dengan mempergunakan kategori-kategori sendiri, yaitu kebebasan,

komunikasi dan sejarah.31

Kebebasan, komunikasi dan sejarah adalah kategori-kategori yang

dapat menerangi eksistensi, ketiga kategori itu pada dasarnya ada dan telah

melekat pada manusia. Pertama adalah kebebasan, kebebasan merupakan

sesuatu yang telah melekat pada diri manusia karena manusia adalah subyek

yang berkesadaran. Pada dasarnya manusia adalah mahluk bebas, karena pada

setiap saat ia dihadapkan pada berbagai kemungkinan-kemungkinan, dengan

begitu maka ia harus memilih diantara kemungkinan-kemungkinan yang ada.

Disini peranan subyek yang berkesadaran akan ada, karena kebebasan

merupakan kehendak bebas manusia untuk melakukan sesuatu atau tidak

melakukan sesuatu, lebih tepatnya bebas dari dan bebas untuk (free to and free

from).32 Dalam eksistensi Karl Jaspers, kebebasan merupakan salah satu dasar

bagi manusia untuk menjelmakan diri secara terus–menerus, seolah-olah

menuju kesempurnaan. Akan tetapi manusia tidak mungkin mencapai

kesempurnaan, maka kebebasan ini menjadi satu gagasannya dengan

transendensi.33

Point kedua dari kategori eksistensi adalah komunikasi. Komunikasi

pada dasarnya telah melekat pada manusia karena manusia adalah mahluk

sosial, selain dia sebagai mahluk individual yang mempunyai hubungan

dengan pencipta. Sebagai mahluk sosial tentunya manusia mempunyai

hubungan dengan manusia yang lain dan dengan lingkungannya dimana ia

berada. Dalam eksistensi Karl Jaspers, komunikasi merupakan prasyarat

manusia untuk dapat bereksistensi. Hal ini dilihat Karl Jaspers sebagai

kenyataan manusia yang senantiasa mempertahankan kesejatian dirinya. Yang

31 Ibid, Hlm. 170 32 Drs. Zainal Abidin, Analisis……….,op. cit., hlm. 15 33 Fuad Hasan, Berkenalan………….., op.cit., hlm.122

Page 21: BAB III KEBEBASAN MANUSIA DALAM EKSISTENSI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · merapatkan barisan memperebutkan negara-negara jajahan untuk ...

52

dimaksud komunikasi adalah melakukan komunikasi atau hubungan dengan

situasi-situasi sosial tanpa harus kehilangan kesejatian dirinya. Maka dalam

hal ini Jaspers menekankan arti pentingnya komunikasi intersubyektif yang

berarti kamunikasi yang memberikan kesempatan yang memungkinkan

kesejatian pribadi diungkapkan kepada pribadi yang lain, maka setiap pribadi

harus melepaskan kedok yang menutupi kesejatian pribadinya.

Ungkapan Jaspers yang mengatakan bahwa individu yang tidak

menjalankan eksistensinya, tidak dapat mengungkapkan kesejatiannya, untuk

itu manusia harus melakukan komunikasi intersubyektif agar dapat

mengungkapkan kesejatiannya. Komunikasi eksistensial tidak mungkin

diselenggarakan dengan masyarakat sebagai suatu keseluruhan sebab

masyarakat sebagai suatu keseluruhan adalah obyektifitas. Apa yang ada

dalam masyarakat semuanya bersifat obyektif, oleh karenanya dengan

masyarakat tidak mungkin diselenggarakan komunikasi intersubyektif, maka

dari itu dengan masyarakat tidak mungkin dilakukan komunikasi eksistensial.

Dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa manusia dapat eksis di dunia apabila

bereksistensi dengan yang lain.33

Kategori ketiga dari eksistensi adalah sejarah. Yang dimaksud sejarah

Karl Jaspers adalah masa lalu yang menjadi bagian dari kehidupan manusia.

Secara definitif Jaspers tidak memberikan batasan yang pasti mengenai

sejarah, Jaspers hanya berpendapat bahwa kita tidak pernah dapat menentukan

suatu tujuan bagi sejarah. Tetapi Jaspers menyebutkan bahwa sejarah sebagai

panggung di mana menjadi semakin kentara apakah itu manusia, apakah yang

mungkin bagi dia dan sejauh manakah kemampuannya. Dalam tujuan sejarah

yang dapat dilihat manusia hanyalah kemungkinan-kemungkinan yang akan

dihadapi manusia, bukan suatu panggung kepastian manusia. Maka dalam

sejarah akan tampak keterbukaan manusia bagi transendensi.34

Dengan melalui kebebasan, komunikasi dan sejarah untuk

menerangkan eksistensi tidak ditemukan sebuah penjelasan yang pasti, karena

33 Ibid, hlm. 114-115 34 DR. K. Bertens, Filsafat Abad XX…………., op. cit., hlm. 140

Page 22: BAB III KEBEBASAN MANUSIA DALAM EKSISTENSI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · merapatkan barisan memperebutkan negara-negara jajahan untuk ...

53

eksistensi pada dasarnya adalah kemungkinan. Kebebasan manusia,

komunikasi dan sejarah yang dilakukan manusia hampir semuanya tidak dapat

ditentukan situasi dan tujuannya, maka dengan memiliki cara berada di dunia,

manusia dapat senantiasa eksis menjalankan kehidupan. Tidak adanya

kepastian, kesempurnaan, dan semuanya adalah kemungkinan dan proses

menunjukkan bahwa eksistensi tidak cukup dengan berbicara mengenai

subyektifitas ataupun obyektifitas karena ada transendensi yang selalu

melingkupi dan memiliki kesempurnaan diluar kemampuan manusia.

1. Kebebasan dalam Mengambil Keputusan

Mengenai eksistensi diungkapkan sebagai perbuatan, sebagai

pemilihan, adalah sebuah kebebasan, hanya jikalau manusia tersebut sadar,

bahwa perbuatan yang dilakukan keluar dari kekuatan dan kehendaknya

sendiri, serta dari keputusan kita sendiri. Perbuatan-perbuatan yang keluar

dari diri kita sendiri tanpa syarat apapun menunjukkan bahwa kita bebas.

Didalam pemilihan yang benar-benar bebas ini, kita adalah diri kita

sendiri, dan kita mengenal diri kita sendiri. Pengetahuan akan diri yang

berkesadaran dan mempunyai peranan dalam menentukan diri sendiri ini

menjadi “tanda” perbuatan yang benar-benar bersifat eksistensial.

Pengetahuan ini tidak diberikan suatu patokan yang obyektif atau oleh

suatu tujuan yang berada diluar subyek. Dengan demikian kebebasan ini

tidak sama dengan kebebasan yang ada dalam persoalan determinisme

(keterbatasan yang dikarenakan adanya kaidah alam atau ketentuan yang

telah ditentukan) atau indeterminisme (kebebasan untuk menentukan

pilihan tanpa dipaksa atau dibatasi oleh hal-hal yang diluar tindakan).

Kebebasan disini tidak dapat dimengerti, karena kebebasan ini muncul

pada saat kita memilih. Kebebasan dapat dikatakan sebagai suatu

penciptaan diri yang berasal dari diri sendiri.35

Secara ontologis kebebasan manusia tidak hanya terdiri dari

kemampuan untuk melakukan apa yang diingininya, dan manusia juga

35 DR. Harun Hadiwijoyono, Sari Sejarah…………., op. cit., hlm. 171

Page 23: BAB III KEBEBASAN MANUSIA DALAM EKSISTENSI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · merapatkan barisan memperebutkan negara-negara jajahan untuk ...

54

memutuskan apa yang ingin diperbuatnya. Sebaliknya binatang dapat

berbuat menurut kemauan mereka, tetapi bukan karena kemampuan

mereka untuk memutuskan apa yang ingin mereka perbuat, melainkan

watak dan lingkungan mereka yang menentukan dan memutuskan atas

pilihan perbuatan mereka. Apa yang ingin diperbuat manusia tergantung

pada manusia itu sendiri, dan dia tidak dikendalikan oleh tekanan luar dan

dalam.36

Telah dijelaskan diawal bahwa eksistensi manusia didunia tidak

cukup dengan adanya peranan subyektifitas, tetapi eksistensi hanya ada

pada kebebasan manusia dalam berbuat dan menentukan atas pilihan.

Jaspers menyatakan bahwa inti dari kehidupan manusia adalah kebebasan,

dan kebebasan berarti memilih, menyadari, mengidentifikasikan diri

dengan dirinya sendiri. Saya ada dalam arti yang sebenarnya (ada dengan

eksistensi yang lain) sejauh saya memilih secara bebas.37 Disinilah Jaspers

terlihat berbeda dengan J.P. Sartre dalam mengungkapkan kebebasannya.

Sartre memandang kebebasan adalah mutlak, tidak ada batasan atas

kebebasan kecuali kebebasan itu sendiri.38 Sedang Jaspers dalam

eksistensinya menggarisbawahi historisitas manusia, karena pilihan-

pilihan manusia di waktu lampau. Di dalam batas-batas historisitas

tersebut, kebebasan manusia bersifat total, karena kebebasan dialami

dalam spontanitas saat manusia menentukan atas pilihannya.39

Seperti telah dijelaskan diatas, bahwa eksistensi ada pada kategori-

kategori kebebasan, komunikasi dan sejarah dan ketiga-tiganya tidak dapat

berjalan sendiri-sendiri, ada keterkaitan diantaranya untuk menunjukkan

adanya eksistensi manusia. Dalam filsafat Jaspers, hubungan manusia

dengan sesama manusia merupakan tema utama dalam pemikirannya,

maka dari itu dalam gagasan eksistensi Jaspers, penerangan eksistensi

36 Louis Leahy, Manusia Sebuah Misteri, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993, hlm. 162-163

37 DR. K. Bertens, Filsafat Abad XX…………., op. cit., hlm. 134 38 T.Z. Lavine, Sartre Filsafat Eksistensialisme Humanis, Jendela, Yogyakarta, 2002,

hlm. 71 39 DR. K. Bertens, Filsafat Abad XX…………., op. cit., hlm. 134

Page 24: BAB III KEBEBASAN MANUSIA DALAM EKSISTENSI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · merapatkan barisan memperebutkan negara-negara jajahan untuk ...

55

tidak dapat dicapai apabila manusia tidak membuka diri kepada orang lain.

Terealisasikannya eksistensi karena adanya ikatan eksistensial dengan

eksistensi yang lain disebut dengan komunikasi.

Dari penjelasan diatas komunikasi merupakan upaya untuk

membuka kesejatian diri dengan pribadi yang lain. Tentunya dalam hal ini

ada sumber yang menghubungkan komunikasi intersubyektif ini, sumber

komunikasi tersebut adalah cinta kasih, tetapi cinta kasih belum tentu

sebuah komunikasi, karena komunikasi sifatnya adalah terbuka pada

situasi apapun.

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa eksistensi

selalu meliputi situasi tertentu, situasi yang terbatas, dan juga senantiasa

dilaksanakan dalam hubungan dengan orang tertentu. Maka situasi dapat

berubah-ubah dan dapat diganti dengan orang lain, karena kita berada

dalam waktu dan dalam sejarah yang senantisa berubah.

Eksistensi pada dasarnya tidak terikat pada waktu, bersifat abadi,40

namun pada kenyataannya eksistensi tidak dapat lepas dari situasi tertentu

yang terbatas itu, terlebih-lebih ketika eksistensi dihadapkan pada

kematian dan penderitaan. Demikanlah sekalipun eksistensi adalah

kebebasan, namun tergantung pada yang lain. Sebab memang kita bebas

didalam menentukan pilihan. Tetapi sekali kita menjatuhkan pilihan, kita

terikat kepada pilihan itu, serta harus berbuat dan memikul akibat

perbuatan tersebut. Demikian tiada kebebasan yang mutlak, seperti halnya

tiada eksistensi tanpa Dasein.41

2. Kebebasan sebagai Kepercayaan pada Transendensi

Kebebasan manusia adalah pembahasan penting dalam pemikiran

eksistensi Karl Jaspers. Eksistensi Jaspers adalah cara berada dengan

bebas. Kenyataan keberadaan manusia adalah bersegi dua. Di satu pihak ia

40 Eksistensi kita dapat disebut abadi. Eksistensi mempunyai dinamika dan keterbukaan

yang tiada batasnya. Kita berada dalam sejarah, hal ini berarti, bahwa sekalipun kita berada di dalam waktu, tetapi kita tahu kita tidak terikat dalam waktu atau kita tidak bersifat waktuil. Demikianlah sejarah mewujudkan kesatuan antara waktu dan keabadian. Lihat, DR. Harun Hadiwijoyono, Sari Sejarah…………., op. cit., hlm. 171

41 Ibid. hlm. 172

Page 25: BAB III KEBEBASAN MANUSIA DALAM EKSISTENSI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · merapatkan barisan memperebutkan negara-negara jajahan untuk ...

56

ada sebagai suatu fakta belaka, suatu Dasein (ada disana), tetapi dilain

pihak ia adalah eksistensi yang konkret dalam situasi ruang dan waktu.

Sebagai eksistensi, ia menghayati dirinya sebagai suatu diri yang

mengada. Kita bisa mempelajari Dasein melalui ilmu pengetahuan yang

menyangkut manusia, akan tetapi ilmu pengetahuan ini tidak akan

mencapai pengetahuan yang menyeluruh tentang manusia yang bebas dan

terus menerus bertindak atas dasar pilihan-pilihannya sendiri. Sebagai

eksistensi, manusia hanya bisa disoroti beberapa hanya dari ungkapannya

saja. Jaspers menyebut Eksistenzherllung (penerangan eksistensi), akan

tetapi sebagai manusia tidak berhenti pada eksistensinya saja, tetapi juga

sebagai kebebasan. Oleh karena itu eksistensi terus bergerak lebih lanjut

yaitu bergerak kearah transendensi.

Seperti dijelaskan dalam pembahasan diatas bahwa transendensi

adalah yang merangkumi segala sesuatu baik dunia maupun eksistensi.

Untuk itu situasi batas dalam cakrawala eksistensi seperti kegagalan yang

dialami manusia menjadikan kita tahu bahwa eksistensi kita terbatas, tetapi

kita tidak berhenti sampai pada keterbatasan tersebut, sehingga kita

senantiasa berusaha mendobrak cakrawala eksistensi kita, untuk sampai

pada cakrawala transendensi.

Penerangan eksistensi melalui situasi batas bukan berarti menutupi

kebebasan manusia, justru dengan situasi batas manusia mampu

mengekspresikan secara bebas segala apa yang menjadi usaha manusia.

Bagi Jaspers, manusia adalah suatu kebebasan. Makin sadar tentang

eksistensi diri kita sebagai kebebasan, justru apabila kita dihadapkan pada

berbagai pilihan. Demikian juga tanggapan terhadap Tuhan yang antara

lain tampil kepada manusia sebagi sumber pilihan-pilihan yang dihadapi

manusia. Oleh karena itu Jaspers sampai pada kesimpulan bahwa makin

sungguh-sungguh seseorang sadar tentang kebebasannya, makin kuat

kepastiannya tentang adanya Tuhan.

Inilah yang kemudian dianggap penting lagi oleh Jaspers dalam

menjelaskan eksistensinya yaitu “Chiffer” merupakan simbol yang

Page 26: BAB III KEBEBASAN MANUSIA DALAM EKSISTENSI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · merapatkan barisan memperebutkan negara-negara jajahan untuk ...

57

mengantarai pemahaman eksistensi kepada transendensi. Dari penjelasan

sebelumnya “Chiffer” merupakan penengah antara eksistensi dan

transendensi, dimana keilahian tetap tersembunyi, tetapi manusia dapat

membaca melalui bereksistensi dengan kebebasan, karena Allah

“menyembunyikan diri”. Dengan demikian, manusia berada dalam

kebebasan untuk menuju transendensi. Seperti yang telah diuangkapkan

Jaspers:

“The more authentically free man is, the greater his certainty of God. When I am authentically free, I am certain that I am not free though myself.” “Makin sejati kebebasan seseorang, makin kuat kepastiaannya tentang Tuhan. Kalau saya sungguh-sungguh bebas, saya menjadi pasti bahwa saya tidak bebas karena saya sendiri.”

Apa yang diungkapkan Jaspers diatas menunjukkan bahwa Tuhan

merupakan sumber kebebasan, untuk itu dalam kebebasan, Tuhan dapat

ditemuinya. Jaspers berkesimpulan bahwa Tuhan adalah suatu keterbukaan

yang tak kunjung beku dalam penghayatan manusia sebagai eksistensi

yang bebas.42

Meskipun eksistensi mampu gerak yang secara terus menerus dan

berproses, akan tetapi eksistensi tidak dapat “ada” tanpa ada

komunikasi dengan eksistensi yang lain. Artinya eksistensi tidak dapat

direalisasikan secara sendiri-sendiri tanpa ada ikatan dengan eksistensi

yang lain, dan ikatan yang menyambungkan adalah komunikasi. Yang

dimaksud komunikasi adalah hubungan subyektif antara manusia dengan

manusia yang lain.43

Secara singkat Karl Jaspers telah menggambarkan adanya

kebebasan sebagai eksistensi manusia, dan merupakan kemampuan

manusia untuk memutuskan dengan bebas. Adanya kebebasan yang

dihayati akan mempertemukan eksistensi dengan transendensi, sehingga

42 Copy Footnote, Way to Wisdom; an Introduction to Philoshopy, (Zurich, 1949),

terjemahan Ralph Manhem, Yale University Press, New aven, 1951, hlm. 65 43 Dr. Harun Hadiwijono. Sari Sejarah………….., op.cit., hlm.171

Page 27: BAB III KEBEBASAN MANUSIA DALAM EKSISTENSI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · merapatkan barisan memperebutkan negara-negara jajahan untuk ...

58

kenyakinan Jaspers akan adanya transendensi yang senantiasa melingkupi

merupakan kenyataan dalam kehidupan manusia.

Ekspresi pemikiran Jaspers tidak hanya mengenai permasalahan

yang sifatnya hanya individual. Seperti telah diungkap sebelumnya

mengenai filsafat Jaspers bahwa filsafat Jaspers lebih banyak menekankan

pada persoalan hubungan manusia dengan manusia, artinya bersifat sosial.

Hal ini juga ditunjukkan oleh Jaspers dalam gambarannya tentang sebuah

negara dimana ia hidup yaitu Jerman. Pada saat Jaspers menunjukkan

perumpaan ini, situasi kondisi sosial politik yang dihadapi paska adanya

perang Dunia II, dimana paska perang dunia II ini banyak negara-negara

jajahan melakukan kemerdekaannya dari penguasaan negara-negara

penjajah atau negara imperialis. Dalam pemikiran Jaspers juga menyikapi

kondisi dan situasi yang ada di dunia. Dalam hal ini Jaspers

menggambarkan bahwa negara-negara jajahan yang telah mendapatkan

kemerdekaannya, tentunya akan membentuk pemerintahan sendiri. Ketika

negara tersebut membentuk pemerintahan sendiri, maka pemerintahan

sebagai wakil dari rakyat berhak memilih dengan bebas apakah memilih

sebagai negara sosialis ataupun negara komunis, karena pada waktu itu

bentuk negara yang sudah berkembang adalah dua konsep tersebut,

sosialis dan komunis.

Situasi diatas direfleksikan oleh Jaspers sebagai bentuk kebebasan

atas sebuah negara yang terbebas dari belunggu penjajah. Menurut Jaspers

ada hal penting yang harus dilakukan dalam memutuskan atas segala

sesuatu, bahwa keputusan atas pilihan yang diambil merupakan hasil

refleksi sejarah masa lalu dengan berpijak pada realitas yang dihadapi saat

ini. Untuk itulah keputusan atas sebuah pilihan sekaligus akan membawa

konsekwensi dimasa sekarang. Dalam bukunya The Future of Mankind

Jaspers menulis

“Any idea of a future world order must start from the actual state of the world today”.

Page 28: BAB III KEBEBASAN MANUSIA DALAM EKSISTENSI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · merapatkan barisan memperebutkan negara-negara jajahan untuk ...

59

“apapun ide tentang tata aturan dunia masa depan harus dimulai dari keadaan sebenarnya dari dunia sekarang”. 44

Yang diungkapkan Jaspers diatas cukuplah jelas bahwa kebebasan

selalu diiringi dengan pilihan-pilihan, dimana keputusan atas pilihan-

pilihan tersebut tidak terlepas dari latar belakang dan fenomena yang

melekat. Untuk itu peranan dalam mengambil keputusan tersebut adalah

mutlak bebas, tetapi pilihan-pilihan yang muncul tersebut sebenarnya telah

menunjukkan pada kita bahwa sebebas-bebasnya kita memutuskan atas

perbuatan kita, pada kenyataannya kita terbatas pada sebuah pilihan.

Keterbatasan kita ini telah menunjukkan pada kita bahwa sebenarnya ada

sesuatu yang tidak terbatas yang tidak dapat kita baca secara langsung,

kenyataan yang kita baca sebagai keterbatasan manusia merupakan gejala

gejala akan adanya transendensi, karena itu dengan kebebasan yang

dialami seseorang akan menemukan aku yang dalam tanda kutib mengarah

pada Tuhan.

Cukuplah jelas apa yang menjadi pemikiran Karl Jaspers dalam

filsafat eksistensinya, bahwa subyektifitas yang mengarah pada “aku”

merupakan upaya Jaspers dalam menunjukkan keberadaan manusia.

Kebebasan sebagai cara berada manusia, benar-benar mengangkat manusia

sebagai subyek berkesadaran dan mampu berelasi dengan subyek-subyek

yang lain dan dengan kebebasan tersebut sebagai cara berada manusia

telah mampu menunjukkan akan adanya yang transendensi. Dengan

adanya situasi batas manusia mampu membaca chiffer yang merupakan

simbol-simbol dari yang transenden.

44 Karl Jasper, The Future of Mankind, The University of Chicago Press, Chicago, 1961,

hlm.95