BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository...

40
18 BAB III HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Palangka Raya 1. Sejarah Terbentuknya Kota Palangka Raya Bermula dari sebuah desa yang bernama Pahandut, akhirnya dalam perkembangannya dikenal sebagai kota Palangka Raya. Sejarah pembentukan Kota Palangka Raya merupakan bagian integral dari pembentukan Provinsi Kalimantan Tengah berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 10 Tahun 1957, Lembaran Negara Nomor 53 berikut penjelasannya (Tambahan Lembaran Negara Nomor 1284) berlaku mulai tanggal 23 Mei 1957, yang selanjutnya disebut Undang-Undang pembentukan Daerah Swantantra Provinsi Kalimantan Tengah. 1 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1958, Parlemen Republik Indonesia tanggal 11 Mei 1959 mengesahkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959, yang menetapkan pembagian Provinsi Kalimantan Tengah dalam 5 (lima) Kabupaten dan Palangka Raya sebagai Ibukotanya. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 dan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia tanggal 22 Desember 1959 Nomor: Des.52/12/2206, maka ditetapkanlah pemindahan tempat dan kedudukan Pemerintahan Daerah Kalimantan dari Banjarmasin ke Palangka Raya terhitung tanggal 20 Desember 1959. 2 Selanjutnya, Kecamatan Kahayan Tengah yang berkedudukan di Pahandut secara bertahap mengalami perubahan dengan mendapat tambahan tugas dan fungsinya, antara lain 1 Frofil Kota Palangka Raya, Edisi Juni 2015, 5. 2 Ibid, 5.

Transcript of BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository...

Page 1: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

18

BAB III

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Kota Palangka Raya

1. Sejarah Terbentuknya Kota Palangka Raya

Bermula dari sebuah desa yang bernama Pahandut, akhirnya dalam perkembangannya

dikenal sebagai kota Palangka Raya. Sejarah pembentukan Kota Palangka Raya merupakan

bagian integral dari pembentukan Provinsi Kalimantan Tengah berdasarkan Undang-Undang

Darurat Nomor 10 Tahun 1957, Lembaran Negara Nomor 53 berikut penjelasannya

(Tambahan Lembaran Negara Nomor 1284) berlaku mulai tanggal 23 Mei 1957, yang

selanjutnya disebut Undang-Undang pembentukan Daerah Swantantra Provinsi Kalimantan

Tengah.1

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1958, Parlemen Republik Indonesia

tanggal 11 Mei 1959 mengesahkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959, yang menetapkan

pembagian Provinsi Kalimantan Tengah dalam 5 (lima) Kabupaten dan Palangka Raya

sebagai Ibukotanya. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 dan Surat

Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia tanggal 22 Desember 1959 Nomor:

Des.52/12/2206, maka ditetapkanlah pemindahan tempat dan kedudukan Pemerintahan Daerah

Kalimantan dari Banjarmasin ke Palangka Raya terhitung tanggal 20 Desember 1959.2

Selanjutnya, Kecamatan Kahayan Tengah yang berkedudukan di Pahandut secara bertahap

mengalami perubahan dengan mendapat tambahan tugas dan fungsinya, antara lain

1 Frofil Kota Palangka Raya, Edisi Juni 2015, 5.

2 Ibid, 5.

Page 2: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

19

mempersiapkan Kotapraja Palangka Raya. Kahayan Tengah ini dipimpin oleh Asisten

Wedana, yang pada waktu itu dijabat oleh J.M. Nahan.

Peningkatan secara bertahap Kecamatan Kahayan Tengah tersebut, lebih nyata lagi

setelah dilantiknya Bapak Tjilik Riwut sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan

Tengah pada tanggal 23 Desember 1959 oleh Menteri Dalam Negeri, dan Kecamatan Kahayan

Tengah di Pahandut dipindahkan ke Bukit Rawi. Pada tangal 11 Mei 1960 dibentuk pula

Kecamatan Palangka Khusus persiapan Kotapraja Palangka Raya, yang dipimpin oleh J.M.

Nahan. Selanjutnya sejak tanggal 20 Juni 1962 Kecamatan Palangka khusus persiapan

Kotapraja Palangka Raya dipimpin oleh W. Coendrat dengan sebutan Kepala Pemerintahan

Kotapraja Administratif Palangka Raya. Perubahan, peningkatan dan pembentukan yang

dilaksanakan untuk kelengkapan Kotapraja Administratif Palangka Raya dengan membentuk 3

(tiga) Kecamatan yaitu:3

1. Kecamatan Palangka di Pahandut.

2. Kecamatan Bukit Batu di Tangkiling.

3. Kecamatan Petuk Katimpun di Marang Ngandurung Langit.

Kemudian pada awal tahun 1964, Kecamatan Palangka di Pahandut dipecah menjadi 2

(dua) Kecamatan yaitu:

1. Kecamatan Pahandut di Pahandut.

2. Kecamatan Palangka di Palangka Raya.

3 Ibid, 6.

Page 3: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

20

Sehingga Kotapraja Administratif Palangka Raya telah mempunyai 4 (empat)

Kecamatan dan 17 (tujuh belas) kampung, yang berarti ketentuan-ketentuan dan persyaratan-

persyaratan untuk menjadi 1 (satu) Kotapraja yang otonom sudah dapat dipenuhi serta dengan

disahkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1965, Lembaran Negara Nomor 48 Tahun 1965

tanggal 12 Juni 1965 yang menetapkan Kotapraja Administratif Palangka Raya, maka

terbentuklah Kotapraja yang otonom. Peresmian Kotapraja Paangka Raya menjadi Kotapraja

yang otonom dihadiri oleh Ketua Komisi B DPRGR, Bapak L. S. Handoko Widjoyo, Deputi

antar daerah Kalimantan Brigadir Jendral TNI M. Panggabean para anggota DPRGR, pejabat-

pejabat Departemen Dalam Negeri, Dayahdak II Kalimantan utusan-utusan Pemerintahan

Daerah Kalimantan Selatan dan beberapa pejabat tinggi Kalimantan lainnya.4

Upacara peresmian berlangsung di Lapangan Bukit Ngalangkang Halaman Balaikota

dan sebagai catatan sejarah yang tidak dapat dilupakan sebelum upacara peresmian

dilangsungnya pada pukul 08:00 pagi, diadakan demontrasi Penerjunan Payung dengan

membawa Lambang Kotapraja Palangka Raya. Selanjutnya Lambang Kotapraja Palangka

Raya dibawa parade jalan kaki oleh para penerjun payung ke Lapangan upacara.

Pada hari itu, dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia,

Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah Bapak Tjilik Riwut ditunjuk selaku

penguasa Kotapraja Palangka Raya. Dan oleh Menteri Dalam Negeri diserahkan Lambang

Kotapraja. Pada upacara peresmian Kotapraja Otonom Palangka Raya tanggal 17 Juni 1965

itu, penguasa Kotapraja Palangka Raya, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan

Tengah menyerahkan Anak Kunci Emas (seberat 170 gram) melalui Menteri Dalam Negeri

4 Ibid, 6.

Page 4: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

21

kepada Presiden Republik Indonesia, kemudian dilanjutkan dengan pembukaan selubung

papan nama Kantor Walikota Kepala Daerah Kotapraja Palangka Raya.5

Pada tahun 2015 ini, Kota Palangka Raya dipimpin oleh Walikota H.M. Riban Satia,

S.Sos (periode 22 September 2008 - sekarang) dan wakil Walikota Mofit Saptono (periode 23

September 2013 - sekarang). Secara umum Kota Palagka Raya dapat dilihat sebagai sebuah

kota yang memiliki tiga wilayah yakni wajah perkotaan, pedesaan dan wajah hutan.

2. Letak Geografis

Kota Palangka Raya yang dikenal dengan sebutan “Kota Pasir” terletak di antara

113°30’ - 114°07’ Bujur Timur dan 1°35’ - 2°24’ Lintang Selatan, dengan batas-batas sebagai

berikut:6

Sebelah Utara : berbatasan dengan Kabupaten Gunung Mas

Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Pulang Pisau

Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Pulang Pisau

Sebelah Barat : berbatasan dengan Kabupaten Katingan

Dengan luas wilayah sebesar 2.678,51 km², secara administratif Kota Palangka Raya

terbagi atas 5 Kecamatan dan 30 Kelurahan. Kelima Kecamatan tersebut adalah Kecamatan

Pahandut dengan luas 117.25 km², Kecamatan Bukit Batu dengan luas 572,00 km², Kecamatan

Jekan Raya dengan luas 352,62 km², Kecamatan Sebangau dengan luas 583,50 km², dan

Kecamatan Rakumpit dengan luas 1.053,14 km².

5 Ibid, 7.

6 Ibid, 7.

Page 5: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

22

Rakumpit merupakan kecamatan terbesar dengan luas wilayah 1.053,14 km² atau 39,32

persen dari luas Kota Palangka Raya, sedangkan Kecamatan Pahandut merupakan Kecamatan

dengan luas wilayah terkecil yaitu 117.25 km² atau 4,38 persen dari luas Kota Palangka Raya,

dengan topografi terdiri dari tanah datar dan berbukit dengan kemiringan kurang dari 40

persen.

Gambar I: Peta Wilayah Kota Palangka Raya berdasarkan Kecamatan

2. 1 Geografis Kecamatan Jekan raya

Kecamatan Jekan raya merupakan salah satu dari 5 (lima) kecamatan yang ada di kota

Palangka Raya Provinsi Kalimantan tengah, juga sekaligus Ibukota Provinsi Kalimantan

tengah yang merupakan pusat pengendalian kegiatan pemerintahan, pembangunan,

perekonomian, dan kemasyarakatan dengan luas wilayah 35.262 km yang terbagi ke dalam 4

Page 6: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

23

(empat) wilayah kelurahan yaitu kelurahan Palangka, kelurahan Bukit Tunggal, kelurahan

Mentang, dan kelurahan Petuk Katimpun, dengan luas masing-masing wilayah sebagai

berikut:7

1. Kelurahan Palangka : 2. 475 km

2. Kelurahan Bukit Tunggal : 23.712 km

3. Kelurahan Menteng : 3.100 km

4. Kelurahan Petuk Katimpun : 5.975 km

Batas-batas wilayah sebagai berikut:

1). Sebelah Utara : Berbatasan dengan Bukit Rawi/Kabupaten Gunung Mas

2). Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kelurahan Tumbang Rungan Kec.

Pahandut

3). Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kotawaringin Timur

4). Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kelurahan Kereng Bangkirai, Kec.

Sabangau

Kecamatan Jekan Raya dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah No 32 Tahun 2002

tentang pembentukan, pemecahan dan penggabungan kecamantan dan kelurahan. Kecamatan

Jekan Raya diresmikan pada tanggal 19 November 2002. Pemerintahan di Kecamatan Jekan

Raya sebagai pelaksana umum yang dibawahi 4 (empat) kelurahan dipimpin oleh camat yang

7 Keputusan Walikota Palangka “Penetapan Tabal Batas dan Luas Wilayah Kecamatan dan Kelurahan

Se Kota Palangkaraya”, 2004, 5.

Page 7: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

24

mempunyai kedudukan sebagai perangkat wilayah yang memimpin penyelenggaraan

pemerintahan di tingkat kecamatan, dan bertanggung jawab kepada walikota

2. 2 Geografis Kecamatan Pahandut

Kecamatan Pahandut adalah salah satu diantara 5 (lima) Kecamatan yang ada di Kota

Palangka Raya dengan luas wilayah 117.25 km dengan topografi terdiri dari tanah datar,

berawa-rawa, dan dilintasi oleh sungai Kahayan.

Batas-batas wilayah sebagai berikut:8

1). Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kec. Kahayan Tengah

2). Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kec. Sabangau

3). Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kec. Sabangau

4). Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kec. Jekan Raya

Pemerintahan Kota Palangka Raya sebelumnya terdiri dari 2 (dua) Kecamatan, 21 (dua

puluh satu) kelurahan. Pada tahun 2002 dimekarkan menjadi 5 (lima) kecamatan dan 30 (tiga

puluh) kelurahan sementara itu di Kecamatan Pahandut yang sebelumnya terdiri dari 1 (satu)

kecamatan dan 11 (sebelas) kelurahan, dalam rangka mempercepat pelayan kepada

masyarakat, maka pada tahun 2002 dimekarkan menjadi 3 (tiga) kecamatan, 16 (enam belas)

kelurahan, dan kecamatan Pahandut terdiri dari 6 (enam) kelurahan yaitu:

1. Kelurahan Pahandut (lama)

2. Kelurahan Panarung (lama)

8 Ibid, 1.

Page 8: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

25

3. Kelurahan Langkai (lama)

4. Kelurahan Tumbang Rungan (lama)

5. Kelurahan Pahandut Seberang (lama)

6. Kelurahan Tanjung Pinang (baru)

Pemerintahan di kecamatan Pahandut sebagai pelaksana pemerintah umumnya yang

membawahi 6 (enam) kelurahan, dalam melaksanakan tugasnya Camat mempunyai

kedudukan sebagai Kepala Wilayah yang memimpin penyelenggaraan Pemerintahan di

Tingkat Kecamatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota.

3. Gambaran Perekonomian Kota Palangka Raya

3. 1 Struktur Ekonomi

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) digunakan untuk menggambarkan

pertumbuhan ekonomi suatu daerah/wilayah pada periode waktu tertentu, juga dapat dijadikan

sebagai barometer penting dalam mengukur hasil-hasil pembangunan yang telah dilakukan.

PDRD adalah jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit

produksi di dalam suatu daerah atau wilayah dalam jangka waktu tertentu ( satu tahun).

3. 2 Sumber Daya Alam (SDA)

Sumber daya alam adalah segala sesuatu yang berasal dari alam yang dapat digunakan

untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, baik berupa komponen biotik (hewan dan

tumbuhan) maupun abiotic (minyak bumi, gas alam, logam, air, dan tanah). Potensi sumber

daya alam (SDA) berupa mineral yang terdapat di Kota Palangka Raya diantaranya adalah

Page 9: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

26

Pasir Kuarsa, Kaolin, Emas, dan Batu Bara. Pasir Kuarsa dan Kaolin banyak tersebar di

Kecamatan Rakumpit.9

3. 3 Potensi Wisata

Salah satu visi Kota Palangka Raya adalah ingin mewujudkan Kota Palangka Raya

sebagai salah satu kota tujuan wisata di Indonesia. Untuk itu Pemerintah Kota Palangka Raya

saat ini terus berupaya untuk mengembangkan sektor pariwisata di Kota Palangka Raya

dengan melakukan berbagai perbaikan dan pembedahan baik terhadap instrukturnya, tata

pengelolaan, dan ragam/jenisnya. Kota Palangka Raya memiliki cukup banyak daerah tujuan

wisata yang cukup menarik, diantaranya adalah Taman Alam Bukit Tangkiling, Danau dan

Hutan Penelitian Nyaru Menteng, Kawasan Rehabilitasi Orang Utan Nyarung Menteng dan

Pulau Kuja, Taman Nasional Sabangau, Batu Banama, Taman Fantasi “Pantai Gaul”, Kum-

Kum, Monumen Tugu Soekarno, Sandung Nga Sukah, maupun Museum Balanga.10

Selain itu guna menarik lebih banyak wisatawan, Pemerintah Kota Palangka Raya

setiap tahun bertepatan perayaan hari jadi Kota Palangka Raya, menyelenggarakan Festival

Budaya Isen Mulang (FBIM). Festival seni dan budaya tahunan ini dilaksanakan sebagai

wujud apresiasi pemerintah dan masyarakat Kota Palangka Raya atas peninggalan adat istiadat

leluhur. Dalam festival ini ditampilkan berbagai perlombaan tradisional seperti Tari

Tradisional, Karungut, Malamang, Mangenta, Masakan Tradisional, Melukis Ornamen Dayak,

maupun Seni bela diri Lawang.11

9 Frofil Kota Palangka Raya, Edisi Juni 2015, 14.

10 Ibid, 18.

11 Ibid, 19.

Page 10: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

27

3. 4 Sosial Budaya

Pengertian sosial budaya bila dilihat dari segi istilahnya, dapat diartikan sebagai segala

hal yang dibuat oleh manusia berdasarkan pikiran dan akal budinya dalam kehidupan

bermasyarakat. Terciptanya sosial budaya dalam masyarakat merupakan hasil dari interaksi

antara manusia dengan alam sekitarnya. Dari interaksi tersebut, terciptalah kebiasaan/tata nilai

(umumnya diturunkan secara dinamis dari leluhur) yang berlaku dengan kehidupan

bermasyarakat dan lingkungan sekitarnya. Kondisi sosial budaya ini akan terus menerus

berkembang secara dinamis sering dengan perubahan kondisi sosial dan kondisi

alam/lingkungan sekitar.12

Penduduk Kota Palangka Raya terdiri dari beragam etnis, budaya dan agama, dengan

filosofi “Huma Betang” (Rumah Besar), yang secara ringkas dapat diartikan sebagai

kebersamaan dalam perbedaan (Togetherness in Diversity), warga masyarakat Kota Palangka

Raya dapat selalu menjaga keharmonisan dengan cara saling menghormati dan sikap toleransi.

Dengan berbekal falsafah budaya Betang ini, Kota Palangka Raya siap membangun dirinya

menjadi sebuah komunitas (Rumah Besar/Huma Betang) yang maju/modern tanpa mesti harus

kehilangan identitasnya.13

3. 5 Jumlah Penduduk

No Kelompok

Pendidikan

Pahandut Jekan Raya

L P L+P L P L+P

1

2

3

4

Tidak/Belum Sekolah

Tdk Tamat SD/Sederajat

Tamat SD

Tamat SLTP

12,138

7,805

10,835

10,975

11,492

7,919

11,600

10,666

23,630

15,724

22,435

21,641

17,142

11,388

9,836

13,734

16,351

11,057

10,965

13,650

33,493

22,445

20,801

27,384

12

Ibid, 19. 13

Ibid, 19.

Page 11: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

28

5

6

7

8

9

10

Tamat SLTA

Diploma I/II

Diploma III

Diploma IV/Strata I

Strata II

Strata III

18,804

578

1,093

4,824

504

34

15,841

945

1,272

4,191

313

15

34,645

1,523

2,365

9,015

817

49

33,700

1,213

2,476

11,393

1,447

133

28,306

2,156

3,098

10,264

887

49

62,006

3,369

5,574

21,657

2,334

182

Jumlah 67,590 64,254 131,844 102,462 96,783 199,245

Tabel I: Data Penduduk Berdasarkan Pendidikan Kota Palangka Raya Bulan November 2015

No Agama Pahandut Jekan Raya

L P L+P L P L+P

1

2

3

4

5

6

7

Islam

Kristen

Khatolik

Hindu

Budha

Konghuchu

Kepercayaan

53,537

12,322

715

561

174

1

280

50,322

12,286

642

555

139

0

590

103,859

24,608

1,357

1,116

313

1

590

64,554

32,239

2,939

1,910

186

6

628

59,668

31,959

2,615

1,784

148

2

607

124,222

64,198

5,554

3,694

334

8

1,235

Jumlah 67,590 64,254 131,844 102,462 96,783 199,245

Tabel II: Data Penduduk Berdasarkan Agama Kota Palangka Raya Bulan November 2015

Kecamatan Kelurahan L P L+P

Pahandut

Pahandut

Panarung

Langkai

Tumbang Rungan

Pahandut Seberang

Tanjung Pinang

15,734

12,944

16,273

356

2,652

1,816

14,948

12,515

15,744

341

2,466

1,747

30,682

25,459

32,017

697

5,118

3,563

Jumlah 49,775 47,761 97,536

Page 12: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

29

Jekan Raya

Palangka

Menteng

Bukit Tunggal

Petuk Katimpun

26,231

23,872

25,237

1,265

25,005

22,857

23,234

1,505

51,236

46,729

48,471

2,770

Jumlah 76,605 72,601 149,206

Jumlah Total 126,380 120,362 246,742

Tabel III: Data Penduduk Berdasarkan Wajib KTP S/D Bulan November 2015

Kecamatan Kelurahan L P L+P

Pahandut

Pahandut

Panarung

Langkai

Tumbang Rungan

Pahandut Seberang

Tanjung Pinang

10,515

8,502

10,242

264

1,783

1,260

1,445

975

1,674

29

184

115

11,960

9,477

11,916

293

1,967

1.375

Jumlah 32,566 4,422 36,988

Jekan Raya

Palangka

Menteng

Bukit Tunggal

Petuk Katimpun

15,892

14,805

16,435

806

2,551

2,116

1,999

160

18,443

16,921

18,434

966

Jumlah 47,938 6,826 54,764

Jumlah Kota/Kab 80,504 11,248 91,752

Tabel IV: Data Penduduk Berdasarkan Kepala Keluarga S/D Bulan November 2015

Kecamatan Kelurahan L P L+P Sexraxio Ket

Pahandut

Pahandut

Panarung

Langkai

Tumbang Rungan

Pahandut Seberang

Tanjung Pinang

21,757

17,539

21,490

506

3,711

2,587

20,473

16,727

20,566

503

3,516

2,469

42,230

34,266

42,056

1,009

7,227

6,056

106

105

104

101

106

105

Dlm 100 Pr ada 106 Lk

Dlm 100 Pr ada 105 Lk

Dlm 100 Pr ada 104 Lk

Dlm 100 Pr ada 101 Lk

Dlm 100 Pr ada 106 Lk

Dlm 100 Pr ada 105 Lk

Page 13: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

30

Jumlah 67,590 64,254 131,844

Jekan Raya

Palangka

Menteng

Bukit Tunggal

Petuk Katimpun

34.458

32,029

34,236

1,739

32,880

30,303

31,638

1,962

67,338

62,332

65,874

3,701

105

106

108

89

Dlm 100 Pr ada 105 Lk

Dlm 100 Pr ada 106 Lk

Dlm 100 Pr ada 108 Lk

Dlm 100 Pr ada 89 Lk

Jumlah 47,938 6,826 54,764

Tabel V: Data Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin S/D Bulan November 2015

No

Kelompok

Umur

Pahandut Jekan Raya

L P L+P L P L+P

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

0-4

5-9

10-14

15-19

20-24

25-29

30-34

35-39

40-44

45-49

50-54

55-59

60-64

65-69

70-74

75 +

4,318

5,779

6,003

5,331

6,060

6,804

6,984

6,538

5,552

4,137

3,179

2.464

1,738

1,040

742

921

4,059

5,387

5,455

5,216

6,319

6,996

6,821

5,891

4,746

3,789

2,875

2,272

1,582

994

794

1,058

8,377

11,166

11,458

10,547

12,379

13,800

13,805

12,429

10,298

7,926

6,054

4,736

3,320

2.034

1,536

1.979

6,703

8,726

8,356

7,854

10,399

11,260

10,425

9,557

7.715

6,286

5,085

3,960

2.543

1,375

922

1,296

6,353

7,970

7,881

7,550

10,137

11,679

10,291

8,540

6,888

5,713

4,652

3,435

2,084

1,320

919

1,371

13,056

16,696

16,237

15,404

20,536

22,939

20,716

18,097

14,603

11,999

9,737

7,395

4,627

2.695

1,841

2,667

Jumlah 67,590 64,254 131,844 102,461 96,783 199,245

Tabel VI: Data Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Kota Palangka Raya Bulan

November 2015

Page 14: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

31

4. Tentang Suku Dayak Ngaju Kalimantan Tengah

Asal mula Suku Dayak adalah para penutur bahasa Austronesia yang berada di sekitar

daerah Taiwan saat ini. Sekitar 4000 tahun yang lalu, sekelompok orang Austronesia mulai

bermigrasi ke Filipina. Kira-kira 500 tahun kemudian, sebagian dari kelompok ini melanjutkan

migrasinya ke selatan menuju kepulauan Indonesia sekarang. Diperkirakan, dalam rentang

waktu yang lama, kelompok ini kemudian bergerak lagi menyebar menelusuri sungai-sungai

hingga ke hilir dan kemudian mendiami pedalaman pulau Kalimantan. Suku Dayak Ngaju

yang dipersatukan melalui penggunaan Bahasa Ngaju yang merupakan bagian dari bahasa

Austronesia, menempati DAS Kapuas, Kahayan, Katingan, Mentaya, Seruyan dan Barito,

sedangkan Suku Dayak Ot-Danum yang merupakan leluhur dari Suku Dayak Ngaju ini

bermukim di hulu-hulu sungai besar tersebut.14

Menurut catatan dalam Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah

dan Nilai Tradisional bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya juga

tertulis bahwa suku Dayak Ngaju tersebar mendiami hampir sebagian besar Kalimantan

Tengah. Agama asli dari Suku Dayak Ngaju adalah agama Helo atau kemudian dikenal

dengan Hindu Kaharingan. Dalam mitologi Kaharingan yang merupakan satu-satunya sumber

bagi orang Dayak Ngaju dalam menceritakan asal-usul mereka, dikatakan bahwa mereka

berasal dari dunia atas dan datang di Kalimantan setelah diturunkan dengan Palangka yaitu

sejenis kendaraan yang hanya dipergunakan oleh kekuatan-kekuatan suci. Menurut Mitologi

itu manusia merupakan turunan Maharaja Bunu, salah seorang dari tiga bersaudara yang lahir

di dunia atas. Suatu saat mereka harus berpisah untuk melaksanakan tugas atau

14

Mikhail Coomans, Manusia Dayak: Dahulu, Sekarang, Masa Depan, (Jakarta : PT Gramedia, 1987),

4-5.

Page 15: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

32

tanggungjawab masing-masing di dunia yang berbeda. Maharaja Bunu diturunkan ke bumi

dengan kendaraan palangka.15

Suku Dayak dapat dibagi menjadi beberapa sub-suku yang dibedakan berdasarkan

lokasi tempat tinggal dan bahasa atau juga dialek. Mengenai pembagian sub-suku Dayak ini

ternyata ada beberapa bendapat yang berbeda. W. Stohr, sebagaimana yang dikutip oleh

Fridolin Ukur dalam Bukunya Tantang Djawab Suku Dajak, membagi suku Dayak menjadi 3

Golongan besar dan 5 golongan kecil, yaitu:

1. Ot Danum, yang meliputi:

a. Ot Danum – Ngaju

b. Ma’anyan – Lawangan

2. Moerot, yang meliputi:

a. Dusun Murut

b. Kelabit

3. Klemantan, yang meliputi

a. Klemantan

b. Land - dayak16

Mikhail Cooman yang membagi suku-suku Dayak atas enam Kelompok besar, yaitu:

1. Ot Danum yang umumnya mendiami daerah Kalimantan Tengah.

2. Keenyah, Kayan, dan Bahau yang mendiami dareah Kalimantan Timur

15

Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional bagian Proyek

Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya, 55-56. 16

Rama Tulus, Agama Sebagai identitas Sosial, (Salatiga: UKSW 2010), 88.

Page 16: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

33

3. Kelematan yang mendiami daerah Kalimantan Barat

4. Heban yang mendiami daerah Malaysia Timur, bagian Serawak

5. Murut, yang mendiami daerah Malaysia Timur bagian sabah dan bagian utara

Kalimantan Timur

6. Punan atau suku-suku yang mengembara di pedalaman Kalimantan17

Tjilik Riwut membagi daerah suku Dayak menjadi tujuh suku besar, 18 suku kecil, dan

405 suku kekeluargaan/klan.18

Ketujuh suku besar dan bagian-bagiannya yang dimaksud ialah

sebagai berikut:

1. Dayak Ngaju, yang terbagi menjadi 4 suku kecil (Ngaju, Ma’anyan, Dusun, dan

Lawangan) serta 90 suku sedatuk.

2. Suku Apukayan, yang terbagi menjadi 3 suku kecil, dan 60 suku sedatuk.

3. Dayak Iban dan Heban, yang terbagi menjadi 11 suku kecil

4. Dayak Klemantan, yang terbagi menjadi 2 suku kecil, dan 37 suku sedatuk.

5. Dayak Murut, yang terbagi menjadi 3 suku, dan 44 suku kecil.

6. Dayak Punan, yang terbagi menjadi 52 suku kecil, dan 4 suku daerah.

7. Dayak Ot Danum, yang terbagi menjadi menjadi 61 suku kecil.

Pada saat ini suku Dayak Ngaju telah banyak yang memeluk agama yang diakui

Indonesia seperti Kristen, Khatolik, Islam, Hindu, dan Budha. Akan tetapi kebudayaan atau

warisan adat dari kepercayaan Kaharingan masih melekat dalam kehidupan suku Dayak

17

Ibid, 89. 18

Ibid, 89.

Page 17: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

34

Ngaju, hal ini dapat dilihat dari kehidupan suku Dayak Ngaju yang masih mempercayai ritual-

ritual adat dalam kehidupan.19

Ritual-ritual yang dilakukan oleh suku Dayak Ngaju seperti:

1. Nahunan Palas Bidan, yaitu ritual yang dilakukan untuk pengucapan terima kasih

kepada seseorang yang membantu proses persalinan wanita suku Dayak Ngaju, dan

pelaksanaan setelah tali pusar bayi putus.

2. Kawin adat wajib dilakukan oleh suku Dayak Ngaju yang akan melangsungkan

perkawinan. Hal ini bertujuan agar kehidupan berumah tangga setelah perkawinan

dijauhkan dari mala petaka.

3. Tiwah, upacara ini masih dilakukan oleh suku Dayak Ngaju untuk mengantarkan

arwah keluarganya atau leluhurnya yang pada saat meninggalnya masih menganut

kepercayaan Kaharingan.

B. Batang Garing

Masyarakat Dayak Ngaju yang kaya akan unsur budayanya juga memiliki simbol yang

cukup eksis di kalangan masyarakat Dayak Ngaju sendiri. Diantara simbol yang digunakan

ialah lunju, balanai, garantung, bulun tingang, tutang/tato dan diantaranya Batang Garing.

Batang Garing yang berarti Pohon Kehidupan berbentuk seperti mata tombak yang mengarah

ke atas atau langit. Hal ini dipercaya melambangkan kepercayaan Agama Kaharingan kepada

Ranying Mahatala Langit sebagai sumber segala kehidupan. Dalam suku Dayak Ngaju,

Batang Garing dianggap sebagai anugerah Tuhan yang di turunkan lansung dari Ranying

Hatalla Langit. Batang Garing Juga melambangkan tiga alam yang di percayai yaitu alam

19

Yan Frist David, Budaya Hukum Perkawinan Adat di Suku Dayak Ngaju Kalimantan Tengah,

(Salatiga: UKSW 2010), 59.

Page 18: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

35

bawah, Pantai Danum Kalunen, dan alam atas. Alam atas merupakan tempat tinggal Ranying

Hatalla Langit, sedangkan Pantai Danum Kalunen yaitu bumi menjadi tempat tinggal manusia.

Sementara itu, alam bawah adalah tempat tinggal Jata atau Lilih atau Raden Tamanggung

Sali.

Gambar II. Batang Garing di Gedung Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi

Kalimantan Tengah

Page 19: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

36

Gambar III. Batang Garing di Gedung Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi

Kalimantan Tengah

Gambar IV. Batang Garing di Hotel Obelix Kota Palangka Raya

Page 20: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

37

Gambar V. Batang Garing di Depan Gedung Gereja Katolik Kota Palangka Raya

Gambar VI. Batang Garing di Depan Komplek Kaharingan Kota Palangka Raya

Page 21: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

38

Gambar VII. Motif Batang Garing di salah Satu Baju Batik

Seperti terdapat dalam gambar di atas, Batang Garing sering dilihat dan dijumpai di

beberapa ornamen, pakaian, maupun diukir dalam sebuah bangunan di perkantoran. Selain

sebagai simbol yang sering digunakan, nyatanya Batang Garing juga dipahami sebagai simbol

kesatuan dan kehidupan dari suku Dayak Ngaju. Oleh karena itu, Batang Garing ini akan

dibahas dalam uraian berikut.

1. Sejarah Batang Garing berdasarkan Kitab Panaturan, Fridolin Ukur, Y. Nathan Ilon,

dan Juli Noman

Sejarah Batang Garing terdapat dalam Kitab Panaturan dan buku seperti yang ditulis

oleh Fridolin Ukur dalam karyanya yang berjudul Tantang-Djawab Suku Dayak terbitan tahun

1971, dan Y. Natan Ilon dalam Ilustrasi dan Perwujudan Lambang Batang Garing dan

Dandang Tingang sebuah Konsepsi Memanusiakan Manusia dalam Filsafat Suku Dayak Ngaju

Kalimantan Tengah terbitan tahun 1997. Kisah mengenai cerita penciptaan ini terdiri atas

Page 22: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

39

beberapa versi yang berbeda, seperti Kitab Panaturan sering dipakai sebagai acuan dalam

memahami sejarah Batang Garing, namun hal itu tidak mengesampingkan sejarah Batang

Garing dalam versi yang lain. Cerita mengenai sejarah Batang Garing di dalam Kitab Panaturan

dikisahkan sebagai berikut:

Pada zaman dahulu kala, permulan segala kejadian, Ia yang Maha Sempurna diliputi oleh

kekuatan dan kekuasaaNya, yang menyatu di dalam keagungan dan kemulianNya. Ia adalah

awal segala kejadian, memperlihatkan kebesaran dan kekuasaanNya; Ia yang Maha Sempurna;

menyatakan keagungan dan kemulianNya, dan bersama dengan itu, bergetarlah alam semesta

laksana guntur menggelegar langit, petir, dan halilintar menggetarkan semesta alam, maka

memancarkan cahaya terang yang bersih suci, menghalau kegelapan alam, serta Ia yang awal

segala kejadian, berfirmanlah dan menyatakan diriNya: Aku Inilah Ranying Hatalla yang

bertahta pada Balai Bulau Napatah Hintan, Balai Hintan Napatah Bulau, dikelilingi Tasik

Malambung Bulau, Laut Bapantan Hintan. Aku Inilah Ranying Hatalla yang Maha Kuasa, awal

dan akhir segala kejadian, dan cahaya kemulianKu yang terang, bersih, dan suci, adalah Cahaya

Kehidupan Yang Kekal Abadi, dan Aku sebut ia Hintan Kaharingan.20

Dari tahtaNya, Ranying Hatalla menuju puncak Bukit Bulau Kangantung Gandang, Kereng

Rabia Nunyang Hapalangka Langit, yang terletak pada Batang Danum Mendeng Ngatimbung

Langit, Guhung Tenjek Nyampalak Hawun. Disanalah Ia melihat sekelilingNya, memperhatikan

sekitarNya, sepi, sunyi, senyap; Ia memandang ke bawah disitu terlihat olehNya, ada suatu

wujud serupa Ia. Ranying Hatalla memperhatikan wujud itu dengan sungguh-sungguh, bahwa

itu adalah bayanganNya sendiri, dan Ia memberikan nama bayanganNya itu adalah Jatha

Balawang Bulau, Kanaruhan Bapager Hintan (Zat Yang Maha Mulia), yang berada di dalam

Papan Malambung Bulau, Bertahta pada Laut Bapantan Hintan. Karena kebesaranNya dan

kekuasaanNya, Jatha Balawang Bulau menampakkan wujudNya bersama Papan Malambung

Bulau, menuju Bukit Bulau Kangantung Gandang, nyahendeng Kereng Rabia Nunyang

Hapalangka Langit.21

Di atas puncak bukit Bulau Kaharingan Gandang, Tahanjung Kereng

Rabia Nunyang Hapalangka Langit, Jata Balawang Bulau berada bersama Ranying Hatalla.

Sesudah mereka bertemu di atas puncak bukit Bulau Kaharingan Gandang, Tahanjung

Kereng Rabia Nunyang Hapalangka Langit, mereka membuka kuasa dan kebesaranNya;

20

Kitab Suci Panaturan, (Denpasar Bali: 1989), 1. 21

Ibid, 3.

Page 23: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

40

bersama itu Ranying Hatalla berfirman: Alangkah indahnya jika Aku menjadikan Bumi, Langit,

Bulan, Bintang, dan segala isinya. Jata Balawang Bulau, menyatakan kegembiraanNya atas

segala kehendak yang akan dijadikan Ranying Hatalla. Kemudian Ranying Hatalla

memperlihatkan kemulian dan kebesaranNya, Jata Balwang Bulau menampakkan pula

keagungan dan kejayaanNya. Dari puncak bukit Bulau Kaharingan Gandang, Tahanjung

Kereng Rabia Nunyang Hapalangka Langit, Ranying Hatalla memperlihatkan kuasaNya Ia

Yang Maha Kuasa menyatakan KebasaranNya. Di sana Ranying Hatalla melepaskan Sarumpah

Bulau langsung meletakkannya di tempat yang dikehendakiNya, serta kedengaranlah bunyi

Guntur menggerumuh memenuhi alam semesta, Petir Halalintar menggetarkan buana, dan

Sarumpah Bulau berubah menjadi Naga Hai Galang Petak; begitulah Ranying Hatalla

menjadikan kehendakNya yang pertama.22

Sesudah itu Ranying Hatalla mengambil dan

melepaskan Lawung Singkap Antang serta membukanya dan meletakkannya di atas Naga Hai

Galang Petak, bersama itu pula kedengaranlah suara Guntur menggerumuh memenuhi alam

semesta, Petir Halilintar menggetarkan buana, Lawung Singkap Antang kejadian menjadi Petak

Sintel Habalang Tambun, Liang Deret Habangkalan Karangang (tanah bumi); Begitulah

Ranying Hatalla menjadikan kehendakNya yang kedua.23

Bersama itu pula di atas Petak Sintel

Habalang Tambun, Liang Deret Habangkalan Karangang, ada laut, ada samudera, ada sungai-

sungai, serta segala yang hidup di atas tanah, juga di dalam air.

Kemudian Ranying Hatalla mengambil lagi panatau Ranying Pandareh Bunu, yaitu sifat

KemulianNya Yang Maha Lurus, Maha Jujur dan Maha Adil, Ia menempatkan itu di tengah-

tengah samudera luas, yang disertai bunyi Guntur menggerumuh memenuhi alam semesta, Petir

Halilintar menggetarkan buana, Ranying Pandareh Bunu berubah menjadi Batang Haring;

bersama itu Ia menyebutkan namanya Batang Kayu Janji; begitulah Ranying Hatalla

menjadikan kehendakNya yang ketiga.24

Dari puncak tahta KemuliaanNya Yang Maha Tinggi,

Maha Suci dan Maha Agung itu, Ranying Hatalla melihat segalanya yang Ia telah jadikan; dan

pada saat itu pula Ia mengambil lagi panatau Peteng Liung Lingkar Tali Wanang yaitu sifat

KewibaanNya yang Maha Besar dan Maha Agung, Ia meletakkannya di tengah-tengah

samudera laus. Sesungguhnya bersama bunyi Guntur menggerumuh memenuhi alam semesta.

Petir Halilintar menggetarkan buana. Sifat KewibaanNya Yang Maha Basar dan Maha Agung itu

22

Ibid, 4. 23

Ibid, 4. 24

Ibid, 5.

Page 24: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

41

menjadi Tambun Hai Nipeng Pulau Pulu (Kekuasaan yang Maha Kuat dari segala penjuru

KebasaranNya); demikian Ranying Hatalla mejadikan kehendakNya yang keempat.25

Setelah itu Ranying Hatalla dan Jata Balawang Bulau, mantar Pinang Hanjenan Kapantar

Nyipa Ulang Nantali Tanteng Endas Bulau Pulu Batanjung Hendae, memakan pantar buah

pinang yaitu memperlihatkan sifatNya Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Minyip

Rukun Tarahan yaitu memperlihatkan sifatNya Yang Maha Adil dan Maha Bijaksana;

Sesungguhnya kelembutan itu yang Maha indah. Demikian Ranying Hatalla menempatkan

sifatNya Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Maha Adil, dan Maha Bijaksana di tengah

kekosongan alam semesta, disertai guntur menggerumuh memenuhi alam semesta, Petir

Halilintar manggetarkan buana, panatau Juhun Pinang menjadi Tingang Hai Nipeng Randung

Banama, dan panatau Tatauuyas Pinang menjadi Antang Datuh Ngampuh Pulau Pulu; Panatau

Puting Rukun Tarahan menjadi Tambarirang Hai Marung Singkap Langit; begitulah Ranying

Hatalla menjadikan KehendakNya yang kelima.26

Kemudian disertai bunyi Guntur menggerumuh memenuhi alam semesta, Petir Halilintar

menggetarkan buana, Ia menjadikan Langit, Bulan, Bintang, dan Matahari, bersih cemerlang

berkilauan; demikian Ranying Hatalla menjadikan kehendakNya yang keenam.27

Pada Terang

yang maha indah, bersih cemerlang berkilauan itu, sudah ada Bumi, Langit, Bulan, Bintang,

Matahari, begitu pula Samudera, Sungai-sungai, dan semua yang hidup di permukaan Bumi, di

dalam air dan di bawah Langit. Ranying Hatalla membagi gelap dan Terang, seraya Ia menyebut

Terang itu Siang, dan Gelap itu Malam; saat itu pula Ia menempatkan Bumi di tempatnya, air di

tempatnya, bulan, bintang, dan matahari; sejak itu Ia menyebutkan diriNya: AKU adalah

Ranying Hatalla Langit, Raja Tuntung Matan Andau, Tuhan Tambing Kabuntaran Bulan;

demikian Ranying Hatalla menjadikan kehendakNya yang ketujuh.28

Kisah sejarah Batang Garing dalam Kitab Panaturan ini tercipta pada saat Ranying

Hatalla menciptakan isi bumi yaitu di dalam kehendaknya yang ketika sesuai dengan yang

tertulis dalam Kitab Panaturan, terciptanya Batang Garing yang dituliskan sebagai Batang

25

Ibid, 6. 26

Ibid, 6. 27

Ibid, 7. 28

Ibid, 7.

Page 25: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

42

Haring yang berasal dari panatau Ranying Pandareh Bunu yang kemudian disebut oleh Hatalla

sebagai Batang Kayu Janji atau Pohon Perjanjian.

Sedangkan kisah Penciptaan Batang Garing dalam versi Fridolin Ukur yang dimuat

dalam karyanya yang berjudul Tantang-Tjawab Suku Dayak memiliki kisah yang berbeda dari

kisah terciptanya Batang Garing dalam Kitab Panaturan, yaitu;

Pada suatu ketika Ranying Mahatara Langit bersama dengan Bawin Jata Balawang sepakat

untuk menciptakan dunia. Mahatara mulai dengan melepaskaan “Lawung” atau biasa disebut

ikat kepala yang terbuat dari emas bertahtakan intan kemudian dilemparkan sehingga menjelma

sebuah Batang Garing yakni Pohon Gading yang diartikan pohon kehidupan. Pohon ini

berbuah dan berdaunkan segala macam permata, seperti emas, intan, dan batu-batu mulia.

Setelah Batang Garing ini menjelma maka Jata melepaskan Burung Tingang betina dari sangkar

emasnya yang kemudian terbang dan hinggap di pohon kehidupan tersebut dan menikmati

segala buahnya. Melihat kejadian itu Mahatara lalu melempar keris emasnya yang bertahtakan

permata mulia yang kemudian menjelma menjadi Burung Tingang Jantan yang disebut

Tambarirang.29

Ia juga hinggap dan mengenyangkan dirinya dari buah-buah dan daun-daun

Batang Garing. Kehadiran kedua burung sakti ini kemudian membangkitkan kecemburuan dan

keirian sehingga mengakibatkan perkelahian mati-matian antara keduanya. Pada saat itu

terjadilah perang suci. Pertemuan mahadasyat ini mengakibatkan hancurnya seluruh Batang

Garing. Dari kepingan-kepingan kehancuran Batang Garing ini terjadilah buah ciptaan lainnya,

antaranya adalah pasangan manusia pertama: seorang pria dan seorang wanita. Juga tercipta

dua buah kapal permata yang dilayari masing-masing oleh pria dan wanita pertama, yakni:

Banama Bulau (Bahtera Emas) yang dilayari oleh wanita pertama yang bernama “Putir

Kahukup Bungking Garing” (Putri dari kepingan gading) dan Banama Hintan (Bahtera intan)

yang ditumpangi oleh pria pertama yang bernama “Manjamei Limut Garing Balua Unggom

Tingang” (Sari pohon kehidupan yang dipatahkan oleh Tingang).

Pertempuran antara kedua burung sakti tadi berlangsung terus sampai akhirnya keduanya

pun hancur binasa. Dari pecah-pecahan tubuh yang hancur itu terciptalah seluruh alam semesta

ini, seperti gunung, bukit, laut, sungai, maupun hutan rimba. Kedua manusia pertama tadi

mengembara dimasing-masing perahu mereka di tengah-tengah laut yang merupakan sumber

29

Fridolin Ukur, Tantang-Djawab Suku Dayak, (Jakarta: Bpk Gunung Mulia, 1971), 35.

Page 26: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

43

segala yang mengalir. Akhirnya sang pria meminta si wanita menjadi istrinya, yang diterima

oleh si wanita dengan sarat agar: Pertama-tama supaya diadakan terlebih dahulu suatu daratan

tempat mereka tinggal. Kedua agar di atas tanah itu didirikan sebuah rumah tempat mereka

hidup. Tuntutan pertama kemudian diberikan oleh Mahatara, sedangkan tuntutan kedua

dianugerahkan oleh Djata kepada mereka berdua. Barulah mereka menikah dan hidup selaku

suami istri. Dari pernikahan ini lahirlah keturunan mereka yang pertama: Babi, ayam, kucing

dan anjing. Binatang ini kemudian dikenal selaku binatang piaraan-rumah.30

Cerita mengenai sejarah Batang Garing menurut versi Fridolin Ukur, bahwa Batang

Garing atau disebut sebagai Pohon Gading merupakan jelmaan dari Lawung atau ikat kepala

dari Ranying Mahatara Langit yaitu Hatalla. Pohon Gading ini diartikan sebagai pohon

kehidupan yang artinya sumber dari segala terciptanya dunia dari Ranying Mahatara Langit

bersama dengan Bawin Jata Balawang.

Versi yang berbeda pula ditulis oleh Y. Natan Ilon dalam Ilustrasi dan Perwujudan

Lambang Batang garing dan Dandang Tingang sebuah Konsepsi Memanusiakan Manusia

dalam Filsafat Suku Dayak Ngaju Kalimantan Tengah, kisah mengenai Batang Garing

menurutnya yaitu:

Pada awal mulanya hanya ada Sang Ranying Hatala Langit bersama bayanganNya sendiri yang

di sebut Bulan Bawin Jata Balawang Bulau, yang selanjutnya di bawah ini disebut Ranying

Hatala dan Bawin Jata dimaksudkan selaku Tuhan Yang Maha Esa, tampil dengan kuat kuasa

yang tak terbatas, bersama kilat panjang, petir nyaring membahana memenuhi ruang cakrawala.

Sehingga kemudian terciptalah dua buah bukit bergantung disebut Bukit Hintan Baragantung

dengan Bukit Bulau Baratuyang Hawun yang berarti bukit hintan dan bukit emas yang

memancarkan sinarnya terang benderang kesegala penjuru alam sejagat.31

Kedua bukit ini

bergoyang saling membentur dasyat beberapa kali, setiap itu pula menimbulkan pancaran sinar

kuat, disambut petir halilintar membahana atau Basaluh Bajea.

30

Ibid, 36. 31

Y. Nathan Ilon, Ilustrasi dan Perwujudan Lambang Batang garing dan Dandang Tingang sebuah

Konsepsi Memanusiakan Manusia dalam Filsafat Suku Dayak Ngaju Kalimantan Tengah , (Palangka Raya:

Departeman Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Kalimantan Tengah, 1997), 12.

Page 27: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

44

Benturan pertama, terjadi ketika Sang Ranying menjulurkan tangan yakni mandepe lenge, dan

terjadilah pancaran sinar membahana sehingga terciptalah tujuh unsur oknum yang hidup

disebut Raja Tujuh Bersaudara atau Raja Uju Hakanduang, kemudian diberi nama khusus

sesuai dengan perannya masing-masing, selaku unsur Ilah-ilah yang paling dekat dengan Sang

Ranying.32

Benturan kedua, terjadi ketika Sang Ranying melemparkan alas tapak kakiNya

panatau sarumpah bulau disambut oleh petir halilintar membahana, menjelma menjadi

samudera raya, Naga Raksasa dan berbagai ragam jenis ikan disebut Naga Galang Petak yakni

naga alas bumi atau pulau.33

Benturan ketiga, terjadi ketika Sang Ranying melemparkan tutup

kepalanya Panatau Lawung Bulau Singkap Antang disambut oleh petir halilintar panjang

membahana, menjelma menjadi berbagai jenis tanah batang petak disebut Petak Sintel

Habalambang Tambun Liang Deret Habangkalan Garantung, berbagai tumbuh-tumbuhan

beserta binatang darat.34

Benturan keempat, terjadi ketika Sang Ranying dan Jata melemparkan

selempang atau taliwanan dan selendang atau kakamban disambar oleh petir halilintar panjang

membahana, menjelma menjadi Ular Raksasa yaitu Tambun Hai Nipeng Pulau Pulu tercipta

pula pulau-pulau, bukit, dan lembah serta sungai-sungai.35

Benturan kelima, terjadi ketika Sang Ranying melemparkan puntung rokok atau puting

tukun tatahan dan Bawin Jata melemparkan ampas penginangan tangkaunyas pantar giling

pinang, disambar oleh petir halilintar panjang membahana menjelma menjadi sepasang mahluk

angkasa yang anggun perkasa berkeleluasaan dalam ruang cakrawala disebut namanya; Hatuen

Tambarirang marung batantan singkap ruang langit dan Bawin Tingang Rangga Bapantung

Nyahu Burung Tingang jantan dan betina yang kemudian helai bulu ekornya berbelang tiga,

diraih menjadi lambang yang dominan bagi seluruh suku Dayak Kalimantan dengan sebutan

Lambang Dandang Tingang, terdiri dari helai-helai bulu kendali.36

Benturan keenam, terjadi

ketika Sang Ranying melemparkan tombak pusaka senjata rabayang yang berperan ganda

membunuh dan meraih, disebut pula Ranying Pandereh Bunu, disambut sambar oleh petir

halilintar panjang membahana memenuhi ruang angkasa, menjelma menjadi Pohon unik yang

kokoh, kuat - ramba - rimbun berbunga dan berbuah lebat. Kadar sari pohon unik ini dinikmati

oleh kedua mahluk angkasa yang anggun perkasa Tingang serta Tambarirang.37

Benturan

ketujuh, Kedua mahluk angkasa yang anggun perkasa, rakus makan kadar sari pohon Garing,

32

Ibid, 12. 33

Ibid, 12. 34

Ibid, 13. 35

Ibid, 13. 36

Ibid, 13. 37

Ibid, 13.

Page 28: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

45

sudah hampir habis dimakan oleh keduanya, maka timbullah emosi dan ambisi pergumulan

saling rebut, saling bersaing menjadi pertarungan sengit, sehingga keduanya masing-masing

mengeluarkan kadar sari garing kandungan perutnya. Pada saat itu Sang Ranying

mengencangkan tangannya serta dengan kuat kuasanya bersamaan dengan benturan kedua bukit

emas dan intan.38

Batang Garing menurut Y. Natan Ilon disebut sebagai Pohon Unik yang tercipta pada

benturan yang keenam. Pohon unik ini kemudian disebut sebagai pohon yang kokoh, kuat,

ribun, dan berbuah lebat Cerita mengenai sejarah Batang Garing menurut versi Juli Noman pun

berbeda dengan isi dari Kitab Panaturan, Fridolin Ukur, dan Y. Natan Ilon. Pemahamannya

mengenai sejarah Batang Garing dimulai dari:

Gajah Bakapek Bulau Tananjaran Tandang itu adalah ciptaan Hatala bermula di sebuah bukit

Kantung Gandang di situ ada Rajangging Penyang dengan Upu Pangawang. Saat Raja Bunu,

Raja Sangiang, dan Raja Sangen mandi memakai air Kaharingan, langsung datanglah tingkes

dari Hatala.39

Hatala menguji mereka dengan sebuah besi yang sebelah sisinya mengambang

dan pada sisi yang lain tenggelam. Melihat itu, lalu mereka bertiga berlomba menuju ke arah

besi yang berada di air tersebut. Raja Sangen dan Raja Sangiang berhasil memegang ujung besi

yang mengambang, dan Raja Bunu memegang sebelah sisi besi yang tenggelam. Oleh sebab

itulah, Raja Bunu mendapat bagian untuk manusia, yaitu bagian kematian karena dia

memegang besi yang tenggelam. Sedangkan Raja Sangen dan Raja Sangiang bukan di bagian

kematian, karena mereka memegang besi yang mengambang, sehingga mereka berdua tinggal

bersama dengan Hatalla. Setelah menerima tingkes itu, Rajangging Penyang membuat Guhung

Papan Benteng, mereka bertiga berangkat ke belakang desa untuk berburu tapi membawa

Duhung Pasuru Gajah Bakapek Bulau Hajaran Tandang Rima Takapek Talawang Amas.

Mereka menangkapnya karena pesan dari Rajangging Penyang untuk membawa pulang hasil

tangkapan/hasil buruan mereka. Kemudian mereka membawa hasil buruan itu kepada

Rajangging Penyang, lalu mereka membunuh gajah itu. Hasil buruan itu ditumbuk oleh Raja

Sangen menggunakan duhung, dan kemudin dipegang oleh Rajangging Penyang malah kembali

seperti semula. Lalu kemudian datanglah Raja Bunu untuk menumbuknya kembali dan

akhirnya mati. Hal itu disebabkan karena dia memegang bagian yang tenggelam, karena itu

38

Ibid, 16. 39

Wawancara dengan Juli Noman, 17 November 2015, pukul 10:00 WIB.

Page 29: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

46

sang gajah lari dari arah barat ke timur. Dagingnya berubah menjadi Petak Kasambuyan,

darahnya berubah menjadi Nyalung Kaharingan dan sebagiannya menjadi emas dan intan, serta

tulangnya ini berubah menjadi Batang Garing.40

Menurut Juli Noman, Batang Garing berasal dari tulang seekor gajah, yaitu dari

hasil buruan dari Raja Sangen, Raja Bunu, dan Raja Sangiang atas tingkes dari Rajangging

Penyang. Gajah hasil buruan itu mati karena ditumbuk oleh Raja Bunu karena ia

memegang ujung besi yang tenggelam.

Dari keempat cerita di atas berdasarkan kisah yang dimuat dalam Kitab Panaturan,

Fridolin Ukur dalam karyanya Tantang-Tjawab Suku Dayak, Y. Natan Ilon, dan tokoh

adat Juli Noman, ternyata memiliki versi yang berbeda mengenai sejarah Batang Garing

yang dikenal sekarang ini. Akan tetapi, berdasarkan kisah dari Fridolin Ukur, Y. Natan

Ilon, dan Juli Noman memahami bahwa Batang Garing sebagai Pohon Kehidupan, kecuali

dalam Kitab Panaturan diartikan sebagai Pohon Perjanjian.

2. Pemahaman Masyarakat Dayak Ngaju Terhadap Batang Garing

2.1. Tokoh-tokoh Adat Masyarakat Dayak Ngaju

Pemahaman dari tokoh-tokoh masyarakat mengenai Batang Garing memiliki beberapa

hal yang cukup berbeda dalam mendeskripsikannya. Menurut Bajik S. Penyang, Batang Garing

merupakan terjemahan dari bahasa dayak yaitu bahasa Sangiang. Garing artinya kayu dan

batang artinya adalah pohon. Kata ini merupakan terjemahan bahasa reternik atau bahasa

sehari-hari. Garing sendiri berasal dari kata Haring, namun karena penyebutan di bahasa dayak

lafalnya menjadi “G” yaitu Garing. Jadi yang sebenarnya adalah Batang Haring yang berarti

40

Wawancara dengan Juli Noman, 17 November 2015, pukul 10:00 WIB.

Page 30: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

47

Pohon Kehidupan. Batang Garing kemudian menjadi simbol kehidupan yaitu Tuhan atau Sang

pencipta sama halnya dengan Batang Garing itu. Hatala itu sama dengan Batang Garing atau

pohon kehidupan. Awalnya dari sesuatu yang tidak ada menjadi ada, karena ciptaan yang Maha

Kuasa. Dengan ciptaan inilah berkembang kemudian menuju ke arah atas dan berkembang lagi

sehingga bisa dilihat Batang Garing itu mempunyai cabang. Cabang itu dimulai dari cabang

pertama sampai cabang ketiga, dari ketiga sampai kelima, dari kelima sampai ketujuh, dari

ketujuh sampai ke puncak sebelas.

Tingkat pertama, ia duduk di dalam alam tanpa ada sesuatu dan merupakan sebuah

dasar, yang ada hanyalah Tuhan Yang Maha Kuasa atau kekuatan Yang Maha Esa. Kita

menggambarkan dalam penglihatan kita yang nyata yaitu dasar kita melihat Batang Garing ada

di dalam gelombang seperti sebuah danau yang disebut orang Danau Nyalung Kaharingan

Belum atau air suci kehidupan. Di sekeliling pangkal Garing itu adalah air suci kehidupan

tumbuhlah Batang Garing atau pohon kehidupan. Dari Pangkal Batang Garing itu kita bisa

melihat ada dua buah Garantung yaitu di sebelah kiri dan kanan. Ada lagi Rabayang, sejenis

lunju atau tombak yang ada kaitan di ujungnya. Lunju ini menunjukkan bahwa Batang Garing

atau pangkal Batang Garing itu tidak hanya berdiri sendiri. Artinya ciptaan Tuhan itu tidak

hanya satu, bumi, dan alam semesta saja, melainkan ada sesuatu di dalamnya. Di sampingnya

itu, di bagian sekitarnya ada yang memanggil dan memberi petujuk, sebuah garantung jika

dipukul maka mengluarkan bunyi, tetapi kalau tidak dipukul akan diam dan tidak berbunyi.

Tapi disitu ada rima orang sebelah kiri kanan rebayang tadi yakni Batunjang Duhung

Bahangkang Bunu. Sama dengan bahasa Sangiang yang tujuan murninya ke atas dan ke

samping kiri kanan, ia memanggil dan mengajak orang berbakti kepada Sang Sencipta. Artinya

yang ada di dalam garantung tadi merupakan bunyi gong yaitu bunyi untuk memanggil semua

Page 31: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

48

makhluk hidup untuk berbakti kepada yang Maha Kuasa. Dari situlah gerantung memanggil

Lunju menuju ke atas Duhung Bahangkang Bunu memanggil dan mengumpulkan semua yang

diciptakan untuk berbakti kepada yang Maha Kuasa.

Tingkat kedua, setelah itu maju menuju ke atas dengan dahan kiri kanan terlihat apa

yang menjadi kewajiban manusia untuk memanfaatkan alam semesta tetapi, jangan dirambah

dan jangan dibuang. Terdapatlah sebuah Lamiang dan ada Garanuhing di dasar/pangkal

batangnya, serta Dandang Tingang yang merupakan simbol alam atau simbol kesuburan. Selain

itu, terdapat juga Mandawen Timpung Habeken Mantika. Jadi, Mandawen Timpung Habeken

Mantika yakni merajut kain yang memiliki bermacam-macam bintik warnanya, sebagai

kekayaan alam semua yang kesamping, kekanan, kemuka, kedepan, kebelakang semua isinya

dimanfaatkan dan untuk kejayaan dan kesejahteraan kehidupan masyarakat. Dengan catatan

untuk tingkat pertama ini menjadi kebutuhan masyarakat atau seluruh manusia, dan apa yang

ada di dalam alam sudah tergambar atau bisa terlihat di Batang Garing tersebut.

Tingkat kedua ini ada perumpaan penempatannya, sebagaimana di dalam tandan

pemeliharaannya. Tingang Lamiang Bagaring Belum ada Garanuhing ia memucuk Garanuhing

Belum. Berbuah Lamiang Bagaring Belum setelah itu Mandawen Dandang Tingang Benang

Habeken Mantika dan Babungking Bakam Batu je balua Nyarungan Belum menjadi simbol

Batang Garing, simbol kekuatan yang maha kuasa. Keyakinan manusia kepada Sang Pencipta

yang menguasai seluruh alam yang menciptakan dan menguasai, kapanpun manusia meminta

maka Tuhan akan memberikan berkatnya. Akan tetapi, dengan catatan bahwa manusia

memelihara segala hal yang baik/kapatut belum selama kita hidup. Kapatut Belum ialah berpikir

dengan hati nurani yang bersih, berbicara yang santun dan berbuat hal-hal yang baik. Ketiga

Kapatut Belum ini jika kita laksanakan semua akan membuat kita hidup bahagia. Jadi, Batang

Page 32: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

49

Garing itu merupakan simbol kekuatan Tuhan yang Maha Kuasa. Semua hal yang terkait

kekayaan alam ada di dalam Ranying Hatala yang disimbolkan dengan Batang Garing. Namun

jika kita ingin menggunakan ini di dalam kehidupan kita maka harus melaksanakan Tiga

Kapatut Belum.

Ketiga Kapatut Belum tadi, yaitu berhati nurani yang bersih, berpikir yang jernih dan

berucap santun yang baik, berarti kita telah mencapai kehidupan yang bahagia dan tercapai bila

kita mengamalkannya. Dengan begitu kita tidak memiliki musuh, kepentingan orang lain

merupakan kepentingan kita juga, dan keakraban kita dengan semua masyarakat membuat kita

hidup nyaman dan damai. Tujuan hidup adalah mengamalkan tiga Kapatut Belum menuju

kehidupan yang senang, bahagia, nyaman, dan damai. Seperti apa yang digambarkan dalam

Batang Garing. Kapatut Belum itu sampai ketujuh bahkan sampai kesebelas, namun tiga hal tadi

yang utama. Batang Garing itu sangat jarang kita melihatnya sampai lima, sampai tujuh, dan

bahkan sampai sebelas, karena hanya kekuatan Tuhan yang sanggup mengamalkan sampai

kesebelas karena Dia adalah Suci. Manusia hanya sampai ketiga, karena manusia bukanlah

orang suci yang mampu menyucikan diri sampai beramal dan sampai sekian tahun tidak makan.

Tiga Kapatut Pambelum ini tumbuh di dalam keyakinan yaitu Trimukti sang pencipta,

pemelihara, dan pelebur. Jika orang Hindu, Pencipta Brahma, Wisnu, dan Siwa, maka Trimukti

adalah Trisakti Tuhan. Nah di dalam Kaharingan Ranying Tempun Telun sebagai Pelebur,

Mantir Manuhing sebagai Pemelihara, Rajan Tunggal Sangumang sebagai Pencipta. Mereka itu

semua sama dengan Brahma, Wisnu, dan Siwa. Simbol Batang Garing adalah simbol dari

Tuhan yang Maha Kuasa, karena itu di atasnya kita melihat simbol ada tiga bintang. Bintang itu

menyimbolkan Trisakti Tuhan, yaitu Brahma, Wisnu, dan Siwa. Inilah bahasa-bahasa sangiang.

Jadi, simbol Batang garing yang merupakan simbol Tuhan yang Maha Kuasa atau Pohon

Page 33: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

50

kehidupan yang mencurahkan air suci kehidupan dengan tujuan menuju hanya satu Tuhan yang

Maha Esa dengan tiga fungsi Pencipta, Pemelihara, dan Pelebur. Demikianlah deskripsi Batang

Garing menurut Bajik S. Peyang dalam pemahamannya.

Di samping itu, Natan Ilon menjelaskan dengan cukup sederhana mengenai bagaimana

cara menterjemahkan simbol Batang Garing. Menurutnya, Batang Garing tidak mudah untuk

diterjemahkan. Secara tunggal, justru kata ini selalu ditampilkan dengan kata awal atau kata

akhir selaku acuannya. Untuk memahaminya dimulai dengan memahami beberapa contoh

berikut;

1. Telur ayam yang berisikan cairan yang hidup, terdiri dari dua macam cairan bening dan

cairan kuning. Cairan bening itulah yang disebut garing. Sedang cairan kuning disebut

'bulau', jadi disini kata garing berarti cairan bening yang hidup (awal kehidupan) .

2. Garing tarantang = anak kandung sendiri (berawal dari cairan).

3. Garing tabela belom = anak-anak muda usia (Garing muda).

4. Garing tukang tuyang = anak/bayi yang sedang dalam ayunan.

5. Katil garing = bangku panjang tempat manusia duduk (para Basir).

6. Batang Garing Belum = Pohon Hayat kemanusiaan, yang tumbuh rimbun kokoh dan

produktif dalam arti berprestasi, trampil ujung jari dan ujung lidah. (Melambangkan peri

Hidup dan Kehidupan) dijadikan Lambang pokok selaku lukisan cikal-bakal manusia

dalam legenda Panaturan dan Karak Tungkup.

Dengan memahami beberapa makna dalam kalimat di atas, maka Nathan Ilon kemudian

mengartikan Batang Garing sebagai berikut;

Page 34: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

51

1. Pohon Garing atau cairan bening yang hidup, dalam harkat ketinggian, milik Tuhan Yang

Maha Esa, tumbuh bergantung di bawah kuat-kuasa Sang Pencipta. Sumber kehidupan

pertumbuhan hayat, menaungi keleluhuran moyang para Sang Hiang.

2. Garing berbatang inti senjata rabayang berperan ganda dalam menolak dan meraih,

menghukum atau mengampuni.

3. Garing berakar panjang melingkar, kait mengait jalin menjalin melambangkan jalinan

nilai kekeluargaan, persatuan dan kesatuan, menjamin kekokohan produksi batang garing

itu sendiri.

4. Akar tunjang yang terdiri dari berbagai ragam senjata, melambangkan semangat yang

berani, jiwa kepahlawanan selaku benteng martabat harga diri.

5. Basung dan baner/pangkal pohon terdiri dari guci dan gong, atau berbagai ragam satuan

material kekayaan, melambangkan kemampuan harta benda.

6. Bungkingnya terdiri dari bakam batu atau bejana antik melambangkan wadah bekal

endapan spiritual leluhur atau kata-kata mutiara berisi ragam nilai-nilai filsafat.

7. Berlumut pasihai runjan dan berduri simbel randan melambangkan nilai keterampilan di

ujung lidah dan keterampilan di ujung jari dalam arti kerajinan mengukir dan menganyam.

8. Garing berdahan guntur, cabang pengharapan, bunyi suara yang nyaring membahana,

melambangkan kehadiran sang Anak yang utuh, berbudi luhur.

9. Garing beranting suling yang suaranya indah menghanyutkan, melambangkan kehadiran

generasi ketiga, sang Cucu, generasi penerus menjadi kebanggaan tersendiri bagi sang

nenek. Sehingga terlukis lah keharmonisan citra rasa kasih sayang antara ketiga jenjang

generasi berantai dirasa oleh generasi tua, generasi muda dan generasi penerus, yang

dimiliki oleh semua orang sepanjang jaman.

Page 35: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

52

10. Daun garing terdiri dari helai-helai bulu kendali sikap moral, lambang Dandang Tingang

yang dominan.

11. Bunganya terdiri dari bunyi suara berita-berita indah, kata-kata yang muluk, belum tentu

enak dirasa, prestasi-prestasi yang bakal diraih saja.

12. Garing yang berbuah Tampung Penyang dan karuhei, atau tampung nilai spiritual,

himpunan prestasi yang sudah terjangkau, himpunan hasil akhir dari perjuangan yang

luhur. Garing berpucuk bunu, juga melambangkan keberanian, kepatriotan.

13. Pohon Garing yang tumbuh subur kokoh ramba rimbun dan produktif, bagai pilar

penyangga langit, melambangkan sebagai tokoh penegak wawasan.

14. Garing yang tumbuh kokoh menjadi tempat pemukiman Tambarirang dan Tingang, unsur

yang anggun perkasa serta menaungi berbagai ragam jenis mahluk di sekitarnya ikut

menikmati kesentosaan lingkungannya.

Jika Natan Y. Ilon menjelaskan dengan sederhana mengenai Batang Garing, maka

pemahaman Sius B. Dayat membahas mengenai penyebutan mengenai Batang Garing.

Penyebutan untuk Batang Garing bukan Batang Haring. Batang Haring itu hanya berlaku untuk

Liau Haring Kaharingan atau orang kaharingan yang sudah meninggal. Sebagai contoh, padi

yang tumbuh berbuah dan kemudian dipanen, lalu batangnya mati, kemudian muncullah

haringnya. Sama seperti manusia, setelah dia meninggal dunia lalu dia disebut liau karena

hidup kekal abadi. Haring berarti adalah kehidupan yang kedua. Di sana adalah tempat yang

kekal abadi karena ia sudah berada di Kerajaan Allah. Sedangkan Garing artinya adalah kokoh,

kuat, tidak tergoyahkan, dipercaya mempunyai kharisma, dan mempunyai pengetahuan yang

luar biasa. Kata Garing inilah yang dipakai untuk penyebutan Batang Garing.

Page 36: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

53

Pemahaman Sius B. Dayat dan Lewis Kdr hanya membahas mengenai penyebutan

Batang Garing, namun pemahaman keduanya berbeda mengenai penyebutan Batang Garing ini.

Jika Sius B Dayat menyebutkan Batang Garing, maka hal yang berbeda diungkapkan oleh

Lewis Kdr menyebutnya Batang Haring sebagai penyebutan awal. Hal ini disebabkan karena

orang pada zaman dulu belum belajar bahasa Indonesia, sehingga tatacara pengucapan dari H

menjadi G, tapi yang sebenarnya penggunaan bahasa Batang Garing adalah Batang Haring.

Karena Garing itu tidak ada artinya. Bahasa Banjar, kata Garing berarti sakit, tetapi kalau

Haring artinya pambelum atau kehidupan. Oleh karena itu, apabila orang tua meninggal

biasanya orang bilang bahwa dia naik ke Lewu Tatau menghadap Batang Haring Uju

Kapendereng Mendeng.

Oleh sebab itu, tidak pernah kita membuat Batang Garing itu tujuh, melainkan hanya

diambil lima saja. Jika memakai tiga filosofi orang Kaharingan, karena memakai tiga tumpu

yaitu Kabayang Nyelu, Kabayang Tingang, dan Kayu Kambang Saribu. Kabayang Nyelu adalah

kita belajar agama. Kalau kebayang Tingang adalah bahadat. Kayu Kambang Saribu adalah saat

kita belajar dari TK, SD hingga perguruan tinggi yakni berapa ribu buku yang kita pakai,

cabang-cabang ilmu itu ada ribuan jumlahnya. Apabila orang yang masih hidup mendirikan tiga

batang kayu ini di rumah yakni kayu Erang Tingang, kayu Gambalang dan kayu Seribu, ia akan

selamat, dengan menggunakan dua kayu saja Erang Tingang dan Kambang Saribu ia bahadat

dan harati. Kayu Kambalang saja dengan kayu Erang Tingang, beragama namun tidak bahadat

dan juga bodoh karena tidak tau. Orang tua zaman dulu filosofinya adalah Garing Tungku

Tungket Langit yaitu tiga pohon kayu yang berdiri itu ada sejak kita hidup, Kayu Kambalang

Nyahu untuk Sang Pencipta, Kayu Kambang Saribu untuk kepintaran, dan Kayu Erang Tingang

adalah hadat/perbuatan.

Page 37: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

54

Sedangkan menurut Juli Noman, beranggapan bahwa Batang Garing ada kaitannya

dengan manusia yang disebut sebagai Babungking Bakambatu, Bangkarungan Kaharingan

Belum. Dalam dunia ini, ada di dalam diri manusia yaitu Nyaru Kaharingan, wanita yang punya

anak yaitu memberikan ASI kepada anakanya karena ada Nyaru Kaharingan tersebut yang

membuat dia hidup. Batang Garing sebenarnya adalah bentuk manusia yang ada kaitannya

dengan tubuh manusia, makanya sering disebut sebagai pohon kehidupan. Batang Garing adalah

pohon gaib/sakti, yaitu tempat tinggal Japaan Hatala. Dia hidup di dalam Nyalu Tasik

Kaharingan, hidup berbagai macam burung seperti burung Tuntung Tingang. Jika burung

tersebut bersuara, dia bisa menghujani semua manusia, maka langsung mungku balian, Batang

Garing dera nafas manunjang kambang bantara bulan.

2.2. Pemahaman Masyarakat Umum mengenai Batang Garing

Maksud dari masyarakat umum di sini ialah masyarakat yang berada di Kecamatan

Pahandut dan Kecamatan Jekan raya. Masyarakat umum yang mencakupi semua bidang profesi,

baik itu Pegawai Negeri hingga ibu rumah tangga. Akan tetapi, Penulis hanya mengambil

beberapa pemahaman dari masyarakat mengenai Batang garing. Karena sebagian besar

pemahaman masyarakat di kedua kecamatan ini memiliki pemahaman yang sama mengenai

Batang Garing.

Rina adalah salah satu mahasiswi yang tinggal di wilayah kecamatan Jekan Raya

mengatakan bahwa, Batang Garing memang sering dijumpai dalam motif-motif batik

Kalimantan Tengah, gedung-gedung perkantoran, sekolah-sekolah, maupun dalam berbagai

pernak pernik khas Kalimantan Tengah. Meskipun sering dijumpai di berbagai tempat, sejauh

yang dipahaminya Batang Garing merupakan sebuah simbol yang sakral walaupun ia tidak

Page 38: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

55

mengetahui makna dari simbol Batang Garing sendiri, yaitu hanya sebatas pemahaman umum

saja, yakni simbol khas dari masyarakat Kalimantan Tengah saja.41

Di samping itu, pemahaman

yang lebih jauh disampaikan oleh Gauri Vidya42

yang bekerja di salah satu kantor pemerintahan

mengatakan bahwa Batang Garing adalah pohon kehidupan. Sebagai pohon kehidupan, Batang

Garing kemudian dipakai sebagai simbol identitas masyarakat Dayak, khususnya dayak Ngaju

di Kalimantan Tengah. Batang Garing memang identik dengan orang Hindu Kaharingan, namun

simbol ini diadopsi supaya Batang Garing menjadi identitas kolektif atau identitas bersama

sebagai masyarakat yang hidup dengan damai di Kalimantan Tengah.

Hidup bersama di sini diartikan sebagai keseluruhan masyarakat, baik itu orang Dayak

Ngaju asli, pendatang, atau dari etnis yang lain. Batang Garing ini digunakan sebagai simbol

Kalimantan Tengah, karena batang Garing ini sudah jauh dikenal dalam suku Dayak Ngaju di

mana ada simbol ini maka di situ orang mengenal orang Dayak Kalimantan.43

Oleh sebab inilah,

maka kemudian Batang Garing ini dipakai kemudian oleh beberapa orang menjadi ornamen-

ornamen baik di perkantoran bahkan juga ada di pakain-pakain. Hal inilah yang kemudian

menjadi identitas bersama yakni Batang Garing adalah pohon kehidupan bagi semua orang.

Meskipun Batang Garing sering dipakai dalam beberapa ornament dan gedung

perkantoran, ternyata ada banyak masyarakat Dayak Ngaju yang memang tidak mengetahui apa

itu Batang Garing dan hanya memahaminya hanya sebagai simbol orang Dayak Ngaju. Seperti

Idrus Anom yang merupakan masyarakat asli Dayak Ngaju dan sudah mengenal simbol Batang

Garing sejak zaman Chilik Riwut sebagai Gubernur. ia mengatakan hanya mengenal Batang

Garing sebagai simbol orang Dayak dan tidak mengetahui apa makna maupun sejarah dari

41

Wawancara dengan Rina, 7 Januari 2016, pukul 11:00 WIB. 42

Wawancara dengan Gauri Vidya D, 11 Januari 2016, pukul 10:00 WIB. 43

Ibid, Wawancara dengan Gauri Vidya D, 11 Januari 2016, pukul 10:00 WIB.

Page 39: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

56

Batang Garing, terlebih lagi kurangnya pemahamannya ini karena ia bukanlah orang yang

menganut agama Kaharingan.44

Hal ini menunjukkan bahwa, orang asli Dayak Ngaju yang

sudah lama tinggal dan menetap di Kalimantan khususnya yang berada di wilayah Kecamatan

Jekan Raya juga minim pengetahuannya mengenai Batang Garing.

Pemahaman lain yang disampaikan oleh Krimelisa, perempuan berusia 24 tahun yang

berprofesi sebagai arsitek ini memiliki pemahaman bahwa Batang Garing merupakan pohon

keramat. Ia mengatakan bahwa ibunya pernah bercerita bahwa Batang Garing adalah Batang

Pambelum atau Pohon Kehidupan yang dikenal sejak zaman dahulu di kalangan masyarakat

Dayak Ngaju yang menganut agama Kaharingan.45

Meskipun Krimelisa menganut agama

Kristen Protestan, ia setuju dengan dipakainya Batang Garing sebagai simbol orang Dayak

Ngaju karena simbol Batang Garing sendiri cukup eksis di kalangan masyarakat sejak lama.

Pemahaman serupa yang disampaikan oleh Tri yang bekerja sebagai Sapol PP, yang

menganggap Batang Garing sebagai Pohon Kehidupan dan menjadikan simbol Batang Garing

sebagai simbol Dayak Ngaju.46

Pemahaman masyarakat mengenai Batang Garing hanya sebagai Pohon Kehidupan atau

Batang Pambelum, dan menganggap Batang Garing sebagai simbol yang sakral. Meskipun

dianggap sebagai simbol yang sakral, simbol Batang Garing juga dianggap sebagai simbol

identitas kolektif bagi mayarakat yang berada di Kalimantan Tengah. Pengetahuan masyarakat

mengenai sejarah dan makna dari masing-masing bagian dari simbol Batang garing masih

kurang, bahkan banyak yang tidak mengetahuinya. Akan tetapi, pemahaman secara umum

44

Wawancara dengan Idrus Anom, 13 Januari 2016, pukul 16:00 WIB. 45

Wawancara dengan Krismelisa, 14 Januari 2016, pukul 10:00 WIB. 46

Wawancara dengan Tri, 14 Januari 2016, pukul 10:00 WIB.

Page 40: BAB III HASIL PENELITIAN - Institutional Repository ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13321/3/T2_752014009_BAB... · ... Lembaran Negara Nomor 53 ... dan kemasyarakatan dengan

57

Batang Garing sebagai Pohon kehidupan dan sebagai simbol masyarakat Dayak Ngaju cukup

eksis di kalangan masyarakat.