BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum...
Transcript of BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum...
53
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri
Berikut ini adalah gambaran umum mengenai Pengadilan Negeri kabupaten
Kediri, antara lain:
1. Profil Pengadilan
Terbentuknya Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri diresmikan pada tanggal 9
November 1983 oleh Bapak Direktur Jenderal Pembinaan Badan Peradilan Umum
Departemen Kehakiman, Bapak H. ROESLI, SH. dengan seorang Ketua Bapak
BREMI. SH dan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Bapak M.
DJAFAR JOESRAN, SH.
54
Pejabat-Pejabat yang pernah menjadi ketua pengadilan negeri kabupaten
kediri Antara lain:
1. Bremi, SH.
2. Soegiyono, SH.
3. Soemardiyono, SH.
4. Abdul rachim, SH.
5. Zainuddin, SH.
6. Zainal abidin, SH.
7. Suharto, SH., M.Hum.
8. Erry mustianto, SH., MH.
9. Siswandriyono, SH., M.Hum.
2. Visi dan Misi Pengadilan
Visi Pengadilan Negeri Kab. Kediri mengacu pada visi Mahkamah Agung
Republik Indonesia sebagai puncak kekuasaan kehakiman di negara Indonesia,
yaitu, Terwujudnya Badan Peradilan Indonesia yang Agung. Untuk mencapai visi
tersebut, ditetapkan misi-misi sebagai berikut
a. Menjaga kemandirian badan peradilan.
b. Memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan.
c. Meningkatkan kuwalitas kepemimpinan badan peradilan.
d. Meningkatkan kredibilitas dan transparansi badan peradilan.
55
3. Lokasi Pengadilan
Lokasi Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri terletak di Kabupaten Kediri
Jawa Timur, di Jalan Pamenang No 60. Lokasi dan luas Kabupaten 1.386.05 Km2
atau 138.605 ha. Secara Astronomis Kabupaten Kediri terletak antara : 11147’05-
11218’20 Bujur timur dan 736.12-80’32 Lintang selatan.
Secara Geografis atau secara administrative (kewilayahan ) Kabupaten Kediri
berbatasan Sebelah utara Daerah Tk.II Kabupaten Jombang dan Kabupaten Nganjuk,
sebelah selatan Daerah Tk II Kbupaten Blitar dan Kabupaten Tulungagung, sebelah
timut Daerah Tk II Kabupaten Malang dan Kabupaten Jombang, dan sebelah Barat
Tk II Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Tulungagung.
4. Yurisdiksi Absolut
Kompetensi absolut adalah wewenang badan pengadilan dalam memeriksa
jenis perkara tertentu yang secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan pengadilan
lain, baik dalam lingkungan peradilan yang sama maupun dalam dalam lingkungan
peradilan yang lain.
Sebagaimana UU No. 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum, memeriksa
dan memutus perkara dalam hukum Pidana (umum dan khusus) dan Perdata (umum
dan niaga).
Pasal 50 UU No 2 Tahun 1986 menyebutkan bahwa Pengadilan Negeri
bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana
dan perkaraperdata di tingkat pertama.
56
5. Yurisdiksi / kewenangan Relative Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri
Adapun rincian per kecamatan di wilayah Kabupaten Kediri sebagai berikut :
Tabel 1.2 Tabel Yuridiksi Kewenangan Relatif PN Kab Kediri
No Kecamatan
Yurisdiksi
Radius Jumlah
Desa/Keluarahan
Jarak Tempuh
Ke PA.(Km)
1 Gampengrejo 5 Desa 5 I A
2 Ngasem 10 Desa 2 I A
3 Pagu 2 Desa 8 I B
4 Gurah 3 Desa 7 I B
5 Ngadiluwih 3 Desa 10 I B
6 Gampengrejo 6 Desa 12 II
7 Ngasem 2 Desa 10 II
8 Pagu 11 Desa 10 II
9 Kayen Kidul 12 Desa 16 II
10 Gurah 18 Desa 10 II
11 Ngadiluwih 13 Desa 10 II
12 Grogol 9 Desa 20 II
13 Tarokan 10 Desa 20 II
14 Semen 12 Desa 40 II
15 Mojo 20 Desa 45 II
57
16 Kras 17 Desa 20 II
17 Kandat 12 Desa 20 II
18 Wates 17 Desa 40 II
19 Ngancar 10 Desa 40 II
20 Plosoklaten 5 Desa 20 II
21 Kel. Pare 10 Kelurahan 20 II
22 Badas 8 Desa 25 II
23 Puncu 8 Desa 32 II
24 Kepung 10 Desa 32 II
25 Kandangan 12 Desa 46 II
26 Plemahan 17 Desa 30 II
27 Kunjang 12 Desa 40 II
28 Purwoasri 22 Desa 33 II
29 Papar 17 Desa 20 II
30 Banyakan 9 Desa 20 II
31 Ringinrejo 11 Desa 40 II
58
6. Fasilitas Pendukung Pengadilan
Jika dirinci satu-persatu semua fasilitas pendukung yang ada di Pengadilan
Negeri Kabupaten Kediri sangatlah tidak sedikit, karena sarana dan prasarana
merupakan salah satu bagian penting dalam institusi peradilan. Berikut ini beberapa
sarana pendukung untuk pelayanan informasi yang ada di Pengadilan Negeri
kabupaten Kediri terkait pelayanan informasi bagi para pencari keadilan di
Pengadilan Negeri kabupaten Kediri, antara lain:
a. Touch Screen
Touch screen merupakan fasilitas pencarian data perkara yang masih dalam
proses pengadilan Negeri Kabupaten Kediri melalui layar komputer dengan sistem
layar sentuh yang berada di lobby gedung pengadilan Negeri kabupaten Kediri
b. Portal Internet
Portal Internet Pengadilan Negeri Kelas 1A kabupaten Kediri dengan alamat:
http://www.pn-kedirikab.go.id yang dapat diakses dari segala penjuru dunia melalui
jaringan internet yang memuat informasi seputar Pengadilan Negeri kabupaten
Kediri. Di sini juga dilengkapi sarana untuk pencarian data perkara peradilan dan
fasilitas untuk penyampaian pengaduan masyarakat.
c. Kotak kritik saran
Kotak kritik dan saran dimaksudkan untuk menemukan masukan-masukan
dari masyarakat guna meningkatkan mutu layanan terhadap para pencari keadilan,
bagi yang tidak terhubung ke dunia maya sebagaimana pada portal internet
pengadilan.
59
7. Struktur Organisasi Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri
No. Nama Pegawai Jabatan
1 Sugeng Riyono SH.M.Hum Ketua PN
2 Badrun Zaini, SH.MH Wakil Ketua PN
3 Bambang T, SH.MH Hakim
4 Wiryatmi, SH.MH Hakim
5 Teguh Santoso,SH Hakim
6 Ade Sumitra, SH.M,Hum Hakim
7 AA, GD Agung P, SH,CN Hakim
8 Tiwik, SH.MH Hakim
9 Indro Wahyudi, SH. Panitera/Sekretaris
10 Hariadi, SH. Wakil Panitera
11 Abd Rouf , SH. PLT Wakil Sekretaris
12 Bondan Supodo, SH. Pan.Muda Perdata
13 Sugeng Priyono,SH. Pan. Muda Pidana
14 Lilik Endah L, SH. Pan. Muda Hukum
60
15 Drs Musbari Kasubag Kepegawaian
16 Soetrisno Kasubag Keuangan
17 Karyanto Kasubag Umum
18 Murdani, SH. Pan. Pengganti
19 Rumiyati, SH. Pan. Pengganti
20 Nur Astutik, SH. Pan. Pengganti
21 Rika Agus P, SH. Pan. Pengganti
22 Lilik Yuliati, SH. Pan. Pengganti
23 Jajoek Tri S, SH. Pan. Pengganti
24 Endang Susanti, SH. Pan. Pengganti
25 Lilik Sunarlin, SH. Pan. Pengganti
26 Sri Hartuti, SH. Pan. Pengganti
27 Tutik W, SH. Pan. Pengganti
28 Soegeng H, SH. Pan. Pengganti
29 Masmunif I, SH. Pan. Pengganti
30 Laksmi W, BA. Pan. Pengganti
61
31 Ninik Akadiati, SH. Pan. Pengganti
32 Subagyo, SH. Pan. Pengganti
33 Darip, SH. Pan. Pengganti
34 Muhainin, SH. Pan. Pengganti
35 Sugeng H, SH. Pan. Pengganti
36 Harunto, SH. Juru Sita
37 Joko Wibowo,SH. Juru Sita
Tabel 1.3 Tabel Struktur Organisasi PN Kab Kediri
B. Gambaran Umum Perkara No 83/Pdt.G/2009 PN/Kab Kdr
Bahwa dahulu di Desa Dawung Kec. Ringin Rejo, Kab. Kediri telah hidup
suami istri yang telah menikah sah yaitu bernama SOERODJEMARI alias SOERO
SENTONO dengan ROEBINGAH, dalam pernikahannya tersebut telah dikaruniai 2
(dua) orang anak yaitu : Widji dan Somobedjo, kemudian pada kurang lebih tahun
1970 ROEBINGAH meninggal dunia dan pada kurang lebih tahun 1981
SOERODJEMARI alias SOERO SENTONO meninggal dunia.
Bahwa anak kandung almarhum SOERODJEMARI alias SOERO SENTONO
dengan almarhum ROEBINGAH yaitu widji, kemudian Widji meninggal pada tahun
62
1958, semasa hidupnya telah menikah dengan seorang laki-laki bernama
MULYOREDJO dengan dikaruniai 5 (lima) orang anak, yaitu:
1. Tuminah (Penggugat II)
2. Tumirin (Turut Tergugat II)
3. Paini (Penggugat III)
4. W.Rijanto (Penggugat I)
5. Painem alias Hj Siti Fatimah yang telah meninggal dunia pada tahun 2008 dan
semasa hidupnya telah menikah dengan seorang laki-laki yang bernama
SOEDARNO dengan dikaruniai 5 (lima) orang anak yaitu:
1) Ahmad Fadolit (Penggugat IV)
2) Nurul Fadillah (Penggugat V)
3) Umi Hanifah (Penggugat VI)
4) Umi Latif Hanifah (Penggugat VII)
5) Asrofi (Penggugat VIII)
Para Penggugat dan Tergugat adalah anak dan cucu keturunan dari almarhum
Bu Widji, Almarhum Bu Widji bersaudara (kakak beradik) dengan alm Pak
Somobedjo yaitu anak dari pasangan suami istri alm Pak Surosentono alias
Soerodjemari dengan Bu Rubingah.
Bahwa almarhum Pak Somobedjo semasa hidupnya penah menikah 3 (tiga)
kali, dengan istri pertama dan kedua telah cerai dan tidak mempunyai anak. Istri
ketiga dengan Bu Suparti (Tergugat I) juga tidak punya anak, tapi mempunyai anak
angkat bernama Roisliana (Tergugat II). Alamarhum Pak Somobedjo semasa
hidupnya telah menguasai harta yang berasal dari orang tuanya berupa tanah seluas
63
7.210 m2 sebagaimana dalam buku C Desa Nomor : 865, persil Nomor : 1, Kelas D1,
terletak di Desa dawung, Kec Ringinrejo, Kab Kediri sebagai Tanah sengketa.
Bahwa setelah Somobedjo meninggal dunia,tanah tersebut dikuasai oleh
bekas istrinya Suparti (Tergugat I) dan anak angkatnya Roisliana (Tergugat II).
Terhadap tanah sengketa tersebut telah terjadi peralihan hak dari Somobedjo kepada
Tergugat I dan Tergugat II sesuai dengan akta Notaris Nomor 16 dan 17 pada
Tanggal 16 agustus 2000 dengan bantuan Habib S,H (Turut Tergugat I) selaku
Notaris di Kediri.
Bahwa Majelis hakim dalam perkara ini Mengadili :
1. Menolak gugatan para Penggugat seluruhnya.
2. Menghukum para Penggugat untuk membayar biaya perkara seluruhnya ditaksir
sebesar Rp, 1.866.000
Diputuskan dalam rapat permusyawaratan majelis hakim Pengadilan Negeri
Kabupaten Kediri pada hari Senin, tanggal 8 Maret 2010, oleh OJO SUMARNA, SH.
selaku Hakim Ketua Majelis, TEGUH SAROSA, SH,MH. dan WIRYATMI, SH,MH.
Masing-masing sebagai hakim anggota. Putusan diucapkan pada hari Kamis, tanggal
18 Maret 2010, dalam persidangan yang terbuka untuk umum,dibantu oleh SUGENG
PRIYONO , SH. selaku Panitera Pengganti dan dihadiri oleh Kuasa Tergugat I dan II,
tetapi tanpa dihadiri oleh Para Penggugat serta Tergugat I dan II.
64
C. Analisis Putusan Perkara No 83/Pdt.G/2009 PN/Kab Kdr Menurut Hukum
Acara Peradilan Agama
Kewenangan Peradilan Agama di Indonesia, sesungguhnya sangat terkait erat
dengan persoalan kehidupan umat Islam. Namun karena Indonesia bukan negara
Islam, maka kewenangan Peradilan Agama tidak menyangkut seluruh persoalan umat
Islam. Kewenangan peradilan agama hanya terkait dengan persoalan hukum keluarga
(ahwal al-syakhshiyyah) ditambah sedikit persoalan muamalah .
Bagi Peradilan Agama, kewenangan (absolute competence) dan wilayah
yurisdiksi pengadilan (relative competence) merupakan bagian yang tak dapat
dipisahkan. Meskipun demikian, dalam sejarahnya justru kompetensi itulah yang
menjadi penentu eksistensi badan peradilan termasuk peradilan agama. Kompetensi
juga sangat erat kaitannya dengan pelaksanaan hukum Islam di Indonesia.
Kemudian berdasarkan Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006, peradilan agama
memperoleh kewenangan baru dalam bidang ekonomi syariah yakni; perkawinan,
waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqoh, dan ekonomi syari’ah. Kemudian
materi yang merupakan penambahan kewenangan baru tersebut adalah; zakat, infaq,
dan ekonomi syariah.
Perluasan kewenangan tersebut sesuai dengan perkembangan hukum dan
kebutuhan hukum masyarakat, khususnya masyarakat muslim. Seperti diungkapkan
Eugen Ehrlich bahwa “…hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum
yang hidup di masyarakat.”1 Ehrlich juga menyatakan bahwa, hukum positif hanya
1 Eugen Ehrlich dalam Soerjono Soekanto, Perspektif Teoritis Studi Hukum dalam Masyarakat,
Jakarta:Rajawali, 1985. 19.
65
akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat, dalam
istilah antropologi dikenal sebagai pola-pola kebudayaan (culture pattern).2
Pasal 49 UU No 3 Tahun 2006 menyebutkan bahwa:
“pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan
menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam di bidang:a. Perkawinan; b. Waris; c. Wasiat; d.
Hibah; e. Wakaf; f. Zakat; g. Infaq; h. Shadaqah, dan; i. Ekonomi
Syariah.
Pengertian kalimat “antara orang-orang yang beragama Islam” adalah orang
atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada
hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama sesuai
dengan ketentuan pasal tersebut. Ketentuan pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 juga
dapat diartikan bahwa
Apabila terjadi sengketa tentang objek hak milik dan bidang keperdataan
lainnya haruslah terlebih dahulu diputus oleh lingkungan Peradilan Umum hal ini
secara tegas dikemukakan dalam pasal 50 yang berbunyi sebagai berikut:
“Dalam hal terjadi sengketa mengenai hak milik atau keperdataan lain
dalam perkara-perkara sebagaimana dimaksud dalam pasal 49, maka
khusus mengenai objek yang menjadi sengketa tersebut harus diputus
lebih dahulu oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.”
2 Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: Rajawali, 1991. 37.
66
Penjelasan Pasal 50 Ayat (1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006
menyebutkan Cukup jelas. Sedangkan penjelasan ayat (2) ketentuan ini memberi
wewenang kepada Pengadilan Agama untuk sekaligus memutuskan sengketa milik
atau keperdataan lain yang terkait dengan objek sengketa yang diatur dalam Pasal 49
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 apabila subjek sengketa antar orang-orang
yang beragama Islam.
Menurut Mukti Arto, ada dua asas untuk menentukan kompetensi absolut
pengadilan agama, yaitu: Pertama, apabila suatu perkara menyangkut status hukum
seorang muslim, dan/atau Kedua, suatu sengketa yang timbul dari suatu perbuatan
atau peristiwa hukum yang dilakukan atau terjadi berdasarkan hukum Islam atau
berkaitan erat dengan status hukum sebagai muslim.3
D. Konsekuensi Yuridis Berlakunya Pasal 49-50 UU No. 3 Tahun 2006 Tentang
Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
Perubahan UUD 1945 pasal 24 (2) “ kekuasaan kehakiman dilakukan oleh
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan
peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah mahkamah konstitusi.yang
3A. Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2004. 6.
67
membawa perubahan mendasar mengenai penyelenggaraan kekuasaan kehakiman”.4
Dimulai berlakunya UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan kehakiman
sebagai Undang-Undang terbaru yang mengatur terlaksananya penataan sistem
peradilan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, asas-asas penyelenggaraan
kehakiman, jaminan kedudukan dan perilakunya yang sama bagi setiap orang dalam
hukum dan dalam mencari keadilan. Konsekuensi dari Undang-undang kekuasaan
kehakiman yang terbaru tersebut adalah adanya mekanisme terpadu antara Mahkamah
Agung yang membawahi Peradilan di Indonesia, Mahkamah Konstitusi dan Komisi
Yudisial sebagai institusi pengawasan perilaku hakim.
Berdasarkan ketentuan pasal 49 undang-undang Nomor 3 tahun 2006 bahwa
pengadilan agama mempunyai kompetensi absolut atas penyelesaian sengketa di
bidang waris jika para pihak yang bersengketa adalah sesama orang islam. Akan tetapi
dalam sengketa yang berkaitan dengan hak milik atau sengketa keperdataan lain antara
orang islam dengan orang-orang yang tidak beragama islam, mengenai sengketa
sebagaimana dimaksud pasal 49 Huruf (i) undang-undang Nomor 3 tahun 2006
tersebut. Penyelesaian sengketanya masih menjadi kewenangan peradilan umum
apabilah salah satu pihak atau para pihak adalah bukan beragama Islam hal ini
dikarenakan mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam.
Asas personalitas keislaman pada peradilan agama berdasarkan UU No. 3
Tahun 2006 telah mengalami perluasan makna, maksud yang terkandung dalam asas
ini semakin meluas menjadi seperti berikut :
4 Undang undang dasar 1945, pasal 24, pasca amandemen
68
1. Pihak-pihak yang bersengketa beragama Islam.
2. Pihak-pihak yang bersengketa juga termasuk orang atau badan hukum yang
dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada Hukum Islam.
3. Hubungan hukum yang melandasi keperdataan pihak-pihak tersebut berdasarkan
hukum Islam.
4. Perkara-perkara yang disengketakan terbatas pada bidang perkawinan, waris,
wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah.5
Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-
Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama telah meletakkan dasar
kebijakan bahwa segala urusan mengenai Peradilan Agama, pengawasan tertinggi
baik menyangkut teknis yudisial maupun non yudisial yaitu urusan organisasi,
administrasi, finansial, berada dibawah Kekuasaan Mahkamah Agung. Sedangkan
untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku
hakim, pengawasan eksternal dilakukan oleh Komisi Yudisial. Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dimaksudkan untuk
memperkuat prinsip dasar dalam penyelenggaraan kekuasaan Kehakiman, yaitu agar
prinsip kemandirian peradilan dan prinsip kebebasan hakim dapat berjalan parallel
dengan prinsip integritas dan akuntabilitas hakim.
Perubahan penting lainnya atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama antara lain sebagai berikut :
1. Penguatan Pengawasan Hakim, baik pengawasan internal oleh Mahkamah Agung,
5 Dr. Abd Shomad, Penormaan Prinsip Syariah dalam hukum Indonesia:Jakarta: Kencana,2010. 221
69
pengawasan eksternal atas perilaku Hakim dilakukan oleh Komisi Yudisial dalam
menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim.
2. Memperketat persyaratan pengangkatan hakim, baik hakim Pengadilan Agama
maupun hakim pada Pengadilan tinggi agama, antara lain melalui proses seleksi
hakim yang dilakukan secara transparan, akuntabel dan partisipatif serta harus
melalui proses atau lulus pendidikan hakim.
3. Pengaturan mengenai pengadilan khusus dan hakim ad Hoc.
4. Pengaturan mekanisme dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian hakim.
5. Keamanan dan kesejahteraan hakim.
6. Transparansi putusan dan limitasi pemberian salinan putusan.
7. Transparansi biaya perkara serta pemerikasaan pengelolaan dan
pertanggungjawaban biaya perkara.
8. Bantuan hukum dan,
9. Majelis Kehormatan Hakim dan Kewajiban hakim untuk menaati Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim.
Perubahan secara umum atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006 tentang Peradilan Agama pada dasarnya untuk mewujudkan penyelenggaraan
kekuasaan kehakiman yang merdeka dan peradilan yang bersih serta berwibawa, yang
dilakukan melalui penataan sistem peradilan yang terpadu (intregated justice system),
terlebih peradilan agama secara konstitutional merupakan badan peradilan dibawah
70
Mahkamah Agung.6
Dengan berlakunya UU Peradilan Agama No. 3 Tahun 2006, maka
Pengadilan Negeri tidak lagi berwenang untuk mengadili permohonan pembagian
waris yang diajukan oleh pemohon beragama Islam. Pengadilan Negeri hanya
berwenang mengadili permohonan pembagian waris bagi pemeluk agama selain
Islam, namun dalam Perkara No. 83/Pdt.g/2009 PN/Kab Kdr dapat diketahui bahwa
Hakim Pengadilan Negeri Kab Kdr masih memeriksa dan mengadili perkara tersebut.
Hal ini jelas dapat menimbulkan tidak adanya kepastian hukum bagi masyarakat.
Padahal sesuai dengan teori tujuan hukum, tujuan dikeluarkannya hukum salah
satunya adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi masyarakat. Hakim sebagai
pelaksana undang-undang harus menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara
konsisten. Yang menjadi kata kunci dalam menjaga terciptanya kontinuitas kepastian
hukum berada ditangan hakim. Ditangan hakimlah hukum itu menjadi hidup dan
dijalankan sehingga tercapai kepastian hukum. Dengan adanya hukum yang baik dan
dijalankan oleh hakim yang baik pula diharapkan tercipta ketertiban dan kepastian
hukum dalam masyarakat.
Sesuai dengan teori kewenangan, masing-masing badan peradilan telah
mempunyai kewenangan atribusi untuk memeriksa dan memutus perkara yang
dihadapkannya kepadanya, sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 25 Undang-
Undang Kekuasaan Kehakiman. Kewenangan Pengadilan Agama mengadili
permohonan pembagian waris lebih dikhususkan lagi sebagaimana diatur dalam Pasal
6 Penjelasan Atas Undang-undang No.50 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas undang-undang
No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
71
2 dan Pasal 49 beserta penjelasan UU No. 3 Tahun 2006. Sesuai asas lex specialis
derogat lex generalis (hukum yang khusus mengalahkan hukum yang umum )
seharusnya UU No. 3 Tahun 2006 lebih didahulukan dari pada UU Kekuasaan
kehakiman sebagai UU yang bersifat umum.
Sebagai konsekuensi yuridis yang disebabkan karena Pengadilan Negeri Kab
Kdr masih memeriksa dan memutus Perkara waris maka dampak yang ditimbulkan
adalah keabsahan dari Putusan No. 83/Pdt.g/2009 PN/Kab Kdr. Putusan Pengadilan
Negeri Kab Kediri yang telah berkekuatan hukum tetap bisa dibatalkan demi hukum,
karena dianggap melanggar batas wewenang mengadili. Dalam hal ini yang bisa
membatalkan Putusan No. 83/Pdt.g/2009 PN/Kab Kdr adalah Mahkamah Agung
selaku penyelenggara Kekuasaan Kehakiman. Kewenangan Mahkamah Agung untuk
melakukan pembatalan Putusan tersebut diatur dalam Pasal 30 Undang-Undang No.
50 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung yang berbunyi :
1. Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan
pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena :
a. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang
b. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku
72
c. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-
undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang
bersangkutan.7
Sebagai gambaran yang jelas mengenai yang dimaksud dengan pengertian-
pengertian putusan yang bertentangan dengan hukum adalah :
a. Apabila peraturan hukum tidak dilaksanakan atau ada kesalahan pada
pelaksanaannya.
b. Apabila tidak dilaksanakan cara melakukan peradilan yang harus diurutkan
menurut UU (Pasal 18 UU MA yang sudah tidak berlaku).
7 M.Yahya,Harahap. Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Jakarta: Pustaka
Kartini,1993, 390-392.