BAB III Fix

download BAB III Fix

of 29

description

Metodologi Penelitian (analytical Hierarchy Process)

Transcript of BAB III Fix

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN III - 49

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitianadalah sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur yang digunakan oleh pelaku sebagai suatu disiplinilmu. Metodologi juga merupakan analisis teoritis mengenai suatu cara atau metode. penelitian penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan dan juga suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban. Ada beberapa hal yang nantinya akan mempengaruhi hasil dari suatu penelitian. Salah satuya adalah sejauh mana keakuratan hasil dari penelitian tersebut. Hal ini dipengaruhi oleh hal yang dipilih/ditetapkan oleh penulis berkaitan dengan metode analisis yang dipakai serta pengolahan data.Dikarenakan hal tersebut, penulis dalam penyusunan tugas akhir ini melakukan survei/pengamatan langsung di lapangan. Obyek yang diamati adalah beberapa proyek konstruksi bangunan gedung bertingkat yang berada di wilayah Jabodetabek. Hal ini bertujuan untuk mengetahui yang terjadi langsung di lapangan mengenai faktor-faktor pembentuk budaya keselamatan yang berhubungan dengan safety behavior dalam kelangsungan kegiatan di dalam proyek konstruksi. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan pada sebuah proyek konstruksi ini maka dilakukan penelitian dengan melakukan pengisian kuesioner kemudian hasilnya akan dianalisa menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process) untuk mengetahui faktor pembentuk budaya keselamatan yang paling berhubungan dengan safety behavior dalam suatu proyek konstruksi.3.1 Pendekatan PenelitianDalam penelitian ini dilakukan survey atau pengamatan langsung di lapangan yaitu beberapa proyek konstruksi yang berada di daerah Jabodetabek dimana pengamatan tersebut bertujuan untuk mengetahui tingkat keselamatan suatu proyek konstruksi, dengan mengkaji faktor-faktor pembentuk budaya keselamatan apa saja yang berhubungan terhadap safety behavior di dalam proyek konstruksi gedung bertingkat. Dalam hal ini dilakukan pengisian kuesioner yang hasilnya kemudian akan dianalisa dan diolah untuk mengetahui faktor manakah yang paling berhubungan terhadap safety beavior.3.2Jenis PenelitianPenelitian dilakukan dengan cara penyebaran kuisioner yang diberikan kepada responden yaitu kontraktor pelaksana pekerjaan pada proyek konstruksi, konsultan, pemilik (owner) proyek konstruksi, dan lainnya apabila diperlukan pada saat sedang menjalankan proyek-proyek konstruksi bangunan gedung bertingkat dan meneliti faktor-faktor pembentuk budaya keselamatan apa saja yang paling berhubungan terhadap safety behavior di dalam proyek konstruksi.3.3Deskripsi Lokasi PenelitianDalam penulisan tugas akhir ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian hanya pada proyek konstruksi bangunan gedung bertingkat yang terdapat di wilayah Jabodetabek.3.4 Teknik Pengumpulan DataUntuk mengumpulkan data dalam rangka penyusunan laporan Tugas Akhir ini, metode yang digunakan adalah sebagai berikut1. Pengarahan dari Pembimbing2. Riset perpustakaan (Library Research) yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mempelajari buku-buku acuan, catatan-catatan yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan, serta sumber data lainnya seperti majalah, yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas.3.Riset lapangan (Field Research) yaitu pengumpulan data dengan bantuan kuesioner yang dilakukan dengan cara tanya jawab dengan pemilik proyek, kontraktor pelaksana dan konsultan perencana, maupun staf-staf yang ada hubungannya dengan masalah yang akan dibahas agar diperoleh data yang lengkap dan aktual.

Teknik atau metode pengumpulan data pada riset lapangan dilakukan dengan salah satu cara yang dapat dilakukan, yaitu dengan pembagian kuesioner. Kuesioner yang dilakukan merupakan serangkaian pertanyaan yang diserahkan kepada beberapa Responden yang terlibat langsung dalam proyek konstruksi. Jawaban dari pertanyaan dilakukan sendiri oleh responden dengan mengisi tanda checklist () pada setiap kolom berdasarkan hubungan yang terjadi antara faktor pembentuk budaya keselamatan dengan safety behavior di dalam proyek konstruksi gedung bertingkat. Pada kenyataannya penggunaan kuesioner dalam penelitian memiliki kendala yaitu:1. Kemungkinan tidak memperoleh jawaban2. Kemungkinan tidak dapat mengecek kebenaran jawaban respondenKarena itu, kuesioner digunakan bersama-sama dengan pengumpulan data lainnya. Kuesioner berupa pertanyaan yang bersifat tertutup, maka hasil keterangan pribadi dipegang teguh sehingga jawaban yang jujur dari responden lebih mudah diperoleh.3.5Kerangka BerpikirDi dalam faktor pembentuk budaya keselamatan terdapat enam sub-faktor pembentuk budaya keselamatan yaitu faktor komitment top management, faktor peraturan dan prosedur K3, faktor komunikasi, faktor kompetensi pekerja, faktor lingkungan kerja, dan faktor keterlibatan pekerja dalam keselamatan kerja dan masing-masing sub-faktor memiliki indikator-indikatornya. Sedangkan di dalam safety behavior sendiri memiliki empat indikator yaitu SDM yang Baik (People), Proses Pekerjaan yang Baik (Working Process), Lokasi/Area Kerja yang Baik dan Aman (Working Area), dan Peralatan yang Baik/Sesuai Spesifikasi (Equipment). Dalam indikator faktor pembentuk budaya keselamatan nantinya akan ada beberapa yang memiliki hubungan dengan masing-masing indikator safety behavior maka dari itu diperlukan data lapangan berupa kuisioner dari beberapa responden yang sedang melaksanakan pekerjaan proyek pembangunan gedung bertingkat agar dapat mengetahui sejauh dan sebaik apa pengaplikasian K3 pada proyek tersebut dengan melihat perilaku yang dilakukan oleh para pekerjanya di lapangan. Dalam faktor yang ditinjau dari kondisi proyek, proyek yang dipilih harus dalam keadaan sedang melakukan proses pembangunan dan terdapat bagian K3 didalamnya agar dapat memberi informasi yang valid tentang kondisi pekerjaan di lapangan serta proyek harus berada pada daerah Jabodetabek sesuai dengan lokasi tinjauan. Selanjutnya penjelasan tinjauan berdasarkan faktor pembentuk budaya keselamatan terhadap safety behavior.Pertama ditinjau dari faktor komitment top management pada sebuah proyek konstruksi, top management sangat mempengaruhi jalannya sebuah proyek konstruksi terutama dari segi keselamatan. Tinggi rendahnya sebuah kejadian kecelakaan pada proyek konstruksi dipengaruhi oleh pemberian prioritas utama pada proyek konstruksi oleh top management proyek tersebut terhadap masalah K3. Semakin diperhatikannya masalah dan pelaksanaan K3 maka semakin baik dan aman pula kondisi pekerja dan lingkungan dimana mereka bekerja.Kedua yaitu ditinjau dari faktor peraturan dan prosedur K3. Dalam sebuah proyek konstruksi terutama bangunan gedung bertingkat pasti memiliki peraturan dan prosedur keselamatan didalamnya, akan tetapi banyak sekali yang mengabaikan atau tidak memperhatikan hal tersebut terhadap para pekerja. Seharusnya untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan sangat wajib bagi para pekerja untuk mendapatkan informasi bahkan pelatihan mengenai bahayanya bekerja pada medan yang banyak terdapat material berat. Semua pekerja seharusnya mengenal dengan baik peraturan dan prosedur K3 dan mengikutinya dengan konsisten demi terciptanya lingkungan bekerja yang aman.Ketiga yaitu ditinjau dari faktor komunikasi, komunikasi yang efektif juga dapat berperan mengurangi resiko-resiko kecelakaan pada lokasi konstruksi. Penyampaian informasi dari manajemen mengenai semua permasalahan K3 kepada pekerja dapat menambah kewaspadaan pekerja saat bertindak dan dengan komunikasi yang baik serta efektif dapat mendukung pekerja melakukan reaksi informasi kepada manajemen tentang situasi atau permasalahan K3 yang sedang terjadi di lapangan dan dapat segera diambil tindakan yang tepat oleh manajemen.Keempat ditinjau dari faktor kompetensi pekerja. Pelatihan pekerja selain menambah kualitas dari pekerja itu sendiri juga dapat membantu mengurangi resiko kecelakaan pada tempat kerja, dengan adanya pelatihan pekerja menjadi lebih kompeten dalam melakukan tugas-tugasnya dan pekerja menjadi sadar akan bahaya yang dapat terjadi di lapangan dalam melakukan pekerjaannya. Pekerja akan lebih hati-hati dalam bekerja karena memiliki kesadaran dalam mengikuti aturan K3 dan mampu melakukan pekerjaannya dengan cara yang aman serta pekerja mampu mengetahui apa saja yang menjadi tanggung jawabnya dan tidak bertindak diluar apa yang sudah di tanggungjawabkan kepadanya.Kelima tinjauan dari faktor lingkungan kerja, lingkungan kerja yang aman terlihat dari kerapihan material atau bahan-bahan bangunan yang diletakannya. Semakin berantakan sebuah medan pekerjaan maka akan menambah resiko kecelakaan pada lokasi konstruksi misalnya benda yang terjatuh dari ketinggian akibat tidak diletakkan dengan kondisi yang benar. Hal kecil seperti itu sangat berbahaya apabila dibiarkan dan dapat melukai siapapun yang berada dalam lokasi tersebut. Sebaiknya apabila ada material yang sudah tidak digunakan atau yang dikira membahayakan segera dibersihkan agar lingkungan pekerjaan menjadi aman dan dapat membuat pekerjaan menjadi lebih efektif.Keenam yang terakhir yaitu ditinjau dari faktor keterlibatan pekerja dalam keselamatan kerja. Keterlibatan pekerja dalam mengatasi masalah-masalah K3 yang dihadapi sebuah proyek konstruksi sangat menunjang terhadap pengurangan resiko kecelakaan. Semakin aktif pekerja menyampaikan informasi-informasi yang dikira membahayakan dalam pekerjaan maka semakin cepat pula hal tersebut diatasi oleh manajemen. Semakin pekerja dilibatkan dalam peningkatan K3 maka pekerja tersebut akan semakin bertanggung jawab dan membuat pekerjaannya lebih aman.Dari keenam faktor tersebut masing-masing terdapat indikator yang nantinya akan dicari yang diatas nilai rata-rata hubungan terhadap masing-masing indikator safety behavior (people, working process, working area, dan equipment).Untuk memperjelas kerangka pemikiran yang telah dijelaskan di atas, dapat dirumuskan menjadi sebuah bagan kerangka pemikiran pada gambar berikut,

Faktor Pembentuk Budaya Keselamatan :1. Faktor komitment top management 2. Faktor peraturan dan prosedur K33. Faktor komunikasi4. Faktor kompetensi pekerja5. Faktor lingkungan kerja, dan 6. Faktor keterlibatan pekerja dalam keselamatan kerjaSafety Behavior :1. SDM yang Baik (People) 2. Proses Pekerjaan yang Baik (Working Process)3. Lokasi/Area Kerja yang Baik dan Aman (Working Area), dan4. Peralatan yang Baik/Sesuai Spesifikasi (Equipment).Tujuan:Mencari indikator faktor pembentuk budaya keselamatan yang berhubungan dengan safety behavior.PEMBENTUK BUDAYA KESELAMATANIndikator Faktor Pembentuk Budaya Keselamatan yang berhubungan dengan safety behavior.

Gambar 3.1 Bagan Kerangka Pemikiran Hubungan antara Faktor Pembentuk Keselamatan terhadap Safety Behavior

3.6 Variabel PenelitianDalam Penelitian ini akan dibuat kuesioner yang merupakan data yang akan digunakan untuk memperoleh hasil yang ingin dilihat dari metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Adapun komponen penelitian dibagi menjadi :X1. FAKTOR KOMITMENT TOP MANAGEMENTVariabelIndikator Sumber

X11Perusahaan Memberikan Prioritas Utama Terhadap Masalah K3Ng Tony,2004.

X12Perusahaan akan Memberhentikan Pekerjaan yang MembahayakanDewinta Grahanintyas,2012.

X13

Ada Usaha Peningkatan Kinerja K3 Pada Periode TertentuAndi,2005.

X14Ada Pengawasan Terhadap K3 Pada PekerjaDewinta Grahanintyas,2012.

X15Perusahaan Memberikan Perlengkapan K3Andi,2005.

X16Perusahaan Memberikan Pelatihan K3Dewinta Grahanintyas,2012.

X2. FAKTOR PERATURAN dan PROSEDUR K3VariabelIndikatorSumber

X21Adanya Penjelasan Mengenai Peraturan dan Prosedur K3Ludfi Djakfar,2012,

X22Prosedur K3 Mudah Diterapkan dengan KonsistenLudfi Djakfar,2012,

X23

Ada Sangsi Terhadap Pelanggaran Prosedur K3Ludfi Djakfar,2012,

X24Peraturan dan Prosedur K3 Diperbaiki Secara BerkalaLudfi Djakfar,2012,

X25Peraturan dan Prosedur K3 Mudah DimengertiLudfi Djakfar,2012,

X3. FAKTOR KOMUNIKASIVariabelIndikatorSumber

X31Pekerja Mendapatkan Informasi Mengenai Masalah K3Ng Tony,2004.

X32Pekerja Puas dengan Penyampaian Informasi PekerjaanAndi,2005.

X33

Pekerja Mendapatkan Informasi Menganai Kecelakan Kerja yang TerjadiAndi,2005.

X34Adanya Komunikasi yang Baik antara Pekerja dan Pihak ManagementNg Tony,2004.

X35Adanya Komunikasi yang Baik antara Sesama PekerjaAndi,2005.

X4. FAKTOR KOMPETENSI PEKERJAVariabelIndikatorSumber

X41Pekerja Mengerti Tanggung jawab Terhadap K3Ludfi Djakfar,2012,

X42Pekerja Mengerti Sepenuhnya Resiko dari PekerjaanNg Tony,2004.

X43

Pekerja Mampu Melakukan Pekerjaan dengan Cara yang AmanNg Tony,2004.

X44Pekerja Tidak Melakukan Pekerjaan diluar Tanggung jawabnyaNg Tony,2004.

X45Pekerja Mampu Memenuhi Seluruh Peraturan dan Prosedur K3Ng Tony,2004.

X5. FAKTOR LINGKUNGAN KERJAVariabelIndikatorSumber

X51Pekerja Mengutamakan K3Ludfi Djakfar,2012,

X52Pekerja Tidak Bosan dengan Pekerjaan yang Berulang-ulangLudfi Djakfar,2012,

X53

Pekerja Termotivasi Karena Program K3Andi,2005.

X54Pekerja Puas dengan Keamanan Lingkungan Kerja ( alat pengaman, kebersihan, dan pencahayaan )Dewinta Grahanintyas,2012.

X55Pekerja Tidak Saling Menyalahkan Bila Terjadi KecelakaanAndi,2005.

X6. FAKTOR KETERLIBATAN PEKERJA dalam KESELAMATAN KERJAVariabelIndikatorSumber

X61Pekerja Terlibat dalam Perencanaan Program K3Dewinta Grahanintyas,2012.

X62Pekerja Melaporkan Jika Terjadi Kecelakaan atau Situasi BahayaDewinta Grahanintyas,2012.

X63

Pekerja di Minta Mengingatkan Pekerja Lain Tentang Bahaya dan K3Dewinta Grahanintyas,2012.

X64Pekerja di Libatakan dalam Penyampaian InformasiLudfi Djakfar,2012,

Tabel 3.1 Variabel-Variabel Hasil Studi Literatur3.7Metode Penelitian Penelitian merupakan sebuah proses yang panjang dan menyeluruh dimana berawal pada minat untuk mengetahui fenomena tertentu. Proses tersebut kemudian dituangkan menjadi suatu metode penelitian lengkap dengan pola analisa serta dengan pengumpulan data yang diperlukan. Metode penelitian juga dapat didefinisikan sebagai tahapan dan cara penelitian, yang akan dilakukan dalam meneliti topik permasalahan. Proses ini sangat penting karena akan memberikan gambaran secara jelas tentang berbagai macam teknik dalam pengambilan data, analisis serta pengolahan data untuk memberikan kesimpulan akhir.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analytical Hierarchy Process (AHP). AHP adalah salah satu metode yang digunakan dalam menyelesaikan masalah yang mengandung kriteria (Multi-Criteria Decision Making) yang dipelopori oleh ahli matematika yaitu Thomas L. Saaty pada tahun 1970 dan diterbitkan melalui bukunya yang berjudul The Analytical Hierarchy Process pada tahun 1986. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk pengambilan keputusan dengan efektif dari persoalan yang kompleks dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut ke dalam bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hierarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.Dalam penelitian ini, AHP digunakan karena terdapat lebih dari satu kriteria yang perlu dipertimbangkan. Pada dasarnya AHP bekerja dengan cara memberi prioritas kepada alternatif yang penting mengikuti kriteria yang telah ditetapkan. Lebih tepatnya, AHP memecah berbagai peringkat struktur hierarki berdasarkan tujuan, kriteria, sub-kriteria, dan pilihan atau alternatif. Berbagai keuntungan pemakaian metode AHP sebagai suatu pendekatan terhadap pemecahan persoalan dan pengambilan keputusan adalah sebagai berikut: (Tobing, 2003)1. AHP memberi satu model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk aneka ragam persoalan tak terstruktur.2. AHP memadukan metode deduktif dan metode berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks.3.AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen- elemen dalam suatu sistem dan tak memaksakan pemikiran linier.4.AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah - milah elemen - elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokan unsur yang serupa dalam setiap tingkat.5.AHP memberi suatu skala untuk mengukur hal- hal dan wujud suatu metode untuk menetapkan prioritas.6.AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan - pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas.7.AHP menuntun kepada suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif.8.AHP mempertimbangkan prioritas - prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan memilih altematifterbaik berdasarkan tujuan.9.AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesa suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda- beda.10.AHP memungkinkan perhalusan definisi pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian melalui pengulangan.

3.8 Hirarki Dalam Metode AHPDalam metode AHP terdapat 2 macam hirarki yaitu hirarki struktural dan hirarki fungsional. Pada hirarki struktural, sistem yang kompleks disusun ke dalam komponen-komponen pokoknya dalam urutan menurun menurut sifat strukturalnya. Sedangkan pada hirarki fungsional menguraikan sistem yang kompleks menjadi elemen-elemen pokoknya menurut hubungan esensialnya. Hirarki fungsional sangat membantu untuk membawa sistem ke arah tujuan yang diinginkan. Dalam penelitian ini, hirarki yang digunakan adalah hirarki fungsional.Setiap set (perangkat) elemen dalam hirarki fungsional menduduki satu tingkat hirarki. Tingkat puncak disebut sasaran keseluruhan (goal) hanya terdiri dari satu elemen. Tingkat berikutnya masing-masing dapat memiliki beberapa elemen. Elemen-elemen dalam setiap tingkat harus memiliki derajat yang sama untuk kebutuhan perbandingan elemen satu dengan lainnya terhadap kriteria yang berada di atasnya. Jumlah tingkat hirarki tidak terbatas. Namun pada umumnya tingkat hirarki dapat dilihat pada gambar 3.2 di bawah ini,

Gambar 3.2. Hirarki 3 Tingkat Metode AHPSementara contoh bentuk hirarki yang memiliki 3 tingkatan atau lebih dapat dilihat pada gambar 3.3 di bawah ini,

Gambar 3.3. Hirarki 4 Tingkat Metode AHP

3.9Langkah-Langkah Metode AHPLangkah-langkah dasar dalam proses ini dapat dirangkum menjadi suatu tahapan pengerjaan sebagai berikut:1. Mendefenisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria-kriteria dan alternatif-alternatif pilihan yang ingin di rangking.3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatas. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat-tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.4. Lakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh seluruh pertimbangan (judgement) sebanyak n x (n-1)/2 buah, dimana n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan.5. Menghitung nilai eigen value dan menguji konsistensinya dengan menempatkan bilangan 1 pada diagonal utama, dimana di atas dan dibawah diagonal merupakan angka kebalikannya, jika tidak konsisten maka pengambilan data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen value yang dimaksud adalah nilai eigen value maksimum yang diperoleh dengan menggunakan matlab maupun dengan manual.6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintetis pilihan dalam penentuan prioritas elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR < 0,100 maka penilaian harus diulangi kembali.Formula matematis yang dibutuhkan pada proses AHP adalah perbandingan berpasangan (pairwise comparasion), perhitungan bobot elemen, perhitungan konsistensi, uji konsistensi hirarki.1. Perbandingan Berpasangan (Pairwise Comparison)Membandingkan elemen - elemen yang telah disusun kedalam suatu hirarki, untuk menentukan elemen yang paling berpengaruh terhadap tujuan keseluruhan. Langkah yang dilakukan adalah membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya tingkat diatasnya. Hasil penilaian ini disajikan dalam bentuk matriks, yaitu matriks perbandingan berpasangan. Agar diperoleh skala yang bermanfaat ketika membandingkan dua elemen, diperlukan pengertian menyeluruh tentang elemen - elemen yang dibandingkan, dan relevansinya terhadap kriteria atau tujuan yang ingin dicapai. Pertanyaan yang biasa diajukan dalam menyusun skala kepentingan adalah: Elemen mana yang lebih penting (penting, disukai, mungkin), dan Berapa kali lebih (penting, disukai, mungkin).Untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen terhadap elemen lainnya, saat menetapkan skala nilai 1 sampai dengan 9. Angka ini digunakan karena pengalaman telah membuktikan bahwa skala dengan sembilan satuan dapat diterima dan mencerminkan derajat sampai batas manusia mampu membedakan intensitas tata hubungan antar elemen.Tabel 3.2 Skala Penilaian Perbandingan BerpasanganIntensitas KepentinganKeteranganPenjelasan

1Kedua elemen sama pentingDua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan

3Elemen yang satu sedikit lebih penting dari pada elemen yang lainPengalaman dan penilaian sedikit meyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya

5Elemen yang satu lebih penting dari pada elemen lainnyaPengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya

7Satu elemen jelas lebih penting dari pada elemen yang lainnyaSatu elemen sangat kuat disokong, dan dominannya telah terlibat daam praktek

9Satu elemen mutlak lebih penting dari pada elemen lainnyaBukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan

2, 4, 6, 8Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatanNilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan

(Sumber : Saaty, Thomas L, 1971-1975)

2. Perhitungan Bobot ElemenPerhitungan formula matematis dalam AHP dilakukan dengan menggunakan suatu matriks. Misalnya dalam suatu subsistem operasi terdapat n elemen operasi yaitu A1, A2, . , An, maka hasil perbandingan dari elemen- elemen operasi tersebut akan membentuk matriks perbandingan.

A1A2.An

A1a11a12.a1n

A2a21a22.a2n

.....

Anan1an2.ann

Matriks Anxn merupakan matriks reciprocal dimana diasumsikan terdapat n elemen, yaitu WI, W2, .... Wn yang akan dinilai secara perbandingan. Nilai perbandingan secara berpasangan antara (Wi, Wj) dapat dipresentasikan seperti matriks berikut:

Matriks perbandingan antara matriks A dengan unsur - unsurnya adalah aij, dengan : i, j = 1, 2, ... , n.Unsur - unsur matriks diperoleh dengan membandingkan satu elemen terhadap elemen operasi lainnya. Sebagai contoh, nilai a11 sama dengan 1. Nilai a12 adalah perbandingan elemen A1 terhadap A2. Besarnya nilai a21 adalah l/a12, yang menyatakan tingkat intensitas kepentingan elemen A2 terhadap elemen A1.Apabila vektor pembobotan A1, A2, ... , An dinyatakan dengan vektor W dengan W= (W1, W2, ... , Wn) maka nilai intensitas kepentingan elemen A1 dibanding A2 dapat juga dinyatakan sebagai perbandingan bobot elemen A1 terhadap A2, yaitu W1/W2 sama dengan a12 sehingga matriks tersebut diatas dapat dinyatakan sebagai berikut:A1A2.An

A11W1 / W2.W1 / Wn

A2W2 / W11.W2 / Wn

.....

AnWn / W1Wn / W2.1

Nilai Wi/Wj dengan i,j = 1, 2, , n didapat dari pakar yang berkompeten dalam permasalahan yang dianalisis. Bila matriks tersebut dikalikan dengan vector kolom W = (W1, W2, , Wn) maka diperoleh hubungan:A W = n W(1)Bila matriks A diketahui dan ingin diketahui nilai W, maka dapat diselesaikan dengan persamaan:(a nI) W = 0(2)Dimana matriks I adalah matriks identitas.Persamaan (2) dapat menghasilkan solusi yang tidak 0 jika dan hanya jika n merupakan eigenvalue dari A dan W adalah eigenvektor nya. Setelah eigenvalue matriks A diperoleh, misalnya 1, 2, , n dan berdasarkan matriks A yang mempunyai keunikan yaitu a i,j = 1 dengan i,j = 1, 2, ... , n, maka:

Semua eigenvalue bemilai nol, kecuali eigenvalue maksimum. Jika penilaian dilakukan konsisten, maka akan diperoleh eigenvalue maksimum dari a yang bernilai n.Untuk memperoleh W, subsitusikan nilai eigenvalue maksimum pada persamaan:A W= maks WPersamaan (2) diubah menjadi:[A - maks I] W = 0(3)Untuk memperoleh harga nol, maka:A - maks I = 0(4) Masukkkan harga maks ke persamaan (3) dan ditambah persamaan

Maka diperoleh bobot masing - masing elemen (Wi dengan i = 1, 2, ... , n) yang merupakan eigenvektor yang bersesuaian dengan eigenvalue maksimum.3. Perhitungan konsistensiMatriks bobot dari hasil perbandingan berpasangan harus mempunyai hubungan kardinal dan ordinal, sebagai berikut: Hubungan kardinal; aij ; ajk = aik Hubungan ordinal; Ai > Aj >Ak maka Ai > Ak Hubungan tersebut dapat dilihat dari dua hal sebagai berikut:a. Dengan prefensi multiplikatifMisal, pisang lebih enak 3 kali dari manggis, dan manggis lebih enak 2 kali dari durian maka pisang lebih ennak 6 kali dari durian.b. Dengan melihat preferensi transitMisal, pisang lebih enak dari manggis, dan manggis Jebih enak dari durian, maka pisang lebih enak dari durian.Contoh konsistensi preferensi:

Matriks A konsistensi karena :aij . ajk = aik 4 . = 2aik . akj = aij 2 . 2 = 4ajk . aki = aji . =

Kesalahan kecil pada koefisien akan menyebabkan penyimpangan kecil pada eigenvalue. Jika diagonal dari matriks A bernilai satu dan konsisten, maka penyimpangan kecil dari aij akan tetap menunjukan eigenvalue terbesar, maks nilainya akan mendekati n dan eigenvalue sisa akan mendekati nol.

dimana:j=tingkat hirarki ( 1, 2, , n)Wij=1, untuk j=1Nij= jumlah elemen pada tingkat hirarki j dimana aktifitas-aktifitas dari tingkat j+1 dibandingkanUj+1=indeks konsistensi seluruh elemen pada tingkat hirarki j+1 yang dibandingkan terhadap aktifitas dari tingkat j.Dalam pemakaian praktis rumus tersebut menjadi:CI = ( maks - n ) / ( n - 1 )dimana:maks = nilai maksimum dari nilai eigen valuen = ukuran matrikCR = CI / RIdimana:CR = rasio konsistensi hirarki.CI = indeks konsistensi hirarki.CR =indeks konsistensi random hirarki (lihat tabel 3.2)

Tabel 3.3 Nilai Random Konsistensi Indeks (RCI)OM12345678910

CR000.580.901.121.241.321.411.451.49

(Sumber: Saaty, 1980)

Hasil penilaian yang dapat diterima adalah yang mempunyai rasio konsistensi hirarki (CR) lebih kecil atau sama dengan 10%. Nilai rasio konsistensi sebesar 10% ini adalah nilai yang berlaku standar dalam penerapan AHP.3.10Garis Besar PenelitianSecara garis besar, pelaksanaan penelitian ini dapat dijadikan menjadi sebuah alur penelitian seperti pada Gambar 3.4 untuk mempermudah pemahaman terhadap penelitian ini. Berikut adalah tahapan alur garis besar penelitian ini.1. Persiapan perumusan masalah yang ada serta menentukan tujuan dari penelitian.2. Melakukan tahap persiapan melalui studi lapangan dan studi pustaka.3. Penyusunan serta penyebaran survei melalui kuesioner.4. Pengumpulan dan pengolahan data terhadap variabel.5. Analisa faktor-faktor paling berpengaruh menggunakan AHP.6. Membahas hasil analisa yang didapat.7. Membuat kesimpulan dan saran.

Perumusan Masalah

Penentuan Tujuan Penelitian

Studi LapanganStudi Pustaka

Pelaksanaan SurveiPenyusunan dan Penyebaran Kuesioner

Pengumpulan dan Pengolahan Hasil Survey

Pengolahan dan Analisis Menggunakan Metode AHP

Interpretasi Data dan Validasi Hasil Analisis Data

Kesimpulan dan Saran

Gambar 3.4 Bagan Air Proses Penulisan Tugas Akhir

3.11Instrumen Pengumpulan DataDalam Penelitian ini instrumen pengumpulan data untuk penelitian didapatkan dari kuesioner, yang merupakan suatu pengumpulan data dengan memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan/pernyataan terhadap responden mengenai permasalahan yang diberikan serta memberikan respon atas pertanyaan atau pernyataan yang telah diberikan. Contoh tabel dalam kuesioner seperti di bawah ini,Tabel 3.4 Model Kriteria Faktor Pembentuk Budaya Keselamatan Terhadap salah satu Indikator Safety Behavior pada Konstruksi Gedung Bertingkat

VariabelIndikatorHubungan Terhadap Safety Behavior

People

54321

X11Perusahaan Memberikan Prioritas Utama Terhadap Masalah K3

X12Perusahaan akan Memberhentikan Pekerjaan yang Membahayakan

Sumber : Hasil OlahanSkala Pengukuran : [5] SB=Sangat Berhubungan[4] B=Berhubungan[3] CB=Cukup Berhubungan[2] SB=Sedikit Berhubungan[1] TB=Tidak Berhubungan

Daftar pertanyaan / pernyataan pada penelitian ini menggunakan model tertutup, yaitu alternatif jawaban telah disediakan. Kuesioner pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara faktor pembentuk budaya keselamatan dengan safety behavior di dalam proyek konstruksi gedung bertingkat. Kuesioner ini diajukan / diisi oleh karyawan, engineer, konsultan dan pemilik perusahaan di dalam proyek konstruksi dengan pertanyaan / pernyataan seperti pada tabel 3.4 berdasarkan hipotesis yang telah ditentukan.

3.12Metode Analisis SurveiSetelah melakukan tahapan pengumpulan data berupa studi literatur, wawancara dan penyebaran sebanyak 75 set kuesioner, tahap selanjutnya adalah menganalisa pada hasil kuesioner dengan tahapan-tahapan sebagai berikut : Tahap 1 :Mentabulasi hasil jawaban responden. Tahap 2 :Mencari nilai normalisasi data. Tahap 3 :Mengkalikan nilai normalisasi dengan nilai dari tiap-tiap variabel. Tahap 4 :Hasil perkalian itu kemudian diurutkan dari urutan terbesar hingga hasil yang terkecil. Setelah itu mencari skor terbesar, skor terkecil, rentangan, dan batas kelas, nilai rata-rata untuk tidak berhubungan, sedikit berhubungan, cukup berhubungan, berhubungan, dan sangat berhubungan. Urutan yang diambil adalah nilai variabel diatas nilai rata-rata keseluruhan. Tahap 5 :Melakukan analisa deskriptif secara menyeluruh dengan mencari masukan-masukan baik itu dari studi literatur ataupun dari konsultasi dengan pembimbing tugas akhir mengenai faktor-faktor pembentuk budaya keselamatan apa saja yang berhubungan terhadap perilaku keselamatan atau safety behavior pada konstruksi gedung bertingkat.

Teknik Sipil Universitas Trisakti Yogi Nur Prabawa