BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KONVERSI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/4/T2... ·...

18
59 BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KONVERSI AGAMA DI DUSUN BUKITSARI DAN DAMPAK SOSIALNYA 3. 1 Pendahuluan Pada bab ini penulis akan memaparkan secara sistematis tentang hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan di Dusun Bukitsari. Pertama, penulis akan memaparkan tentang sekilas Dusun Bukitsari. Kedua, memaparkan sekilas sejarah masuknya kekristenan di Dusun Bukitsari. Ketiga, memaparkan faktor-faktor penyebab beberapa kepala keluarga (KK) di Dusun Bukitsari melakukan konversi. Keempat, memaparkan dampak sosialnya pasca konversi agama terjadi. Adapun maksud dari pemaparan secara sistematis adalah untuk memudahkan dalam memahami hasil penelitian yang telah dilakukan. 3.2 Sekilas Tentang Dusun Bukitsari Dusun Bukitsari secara geografis terletak di Desa Songan, kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, ibu kota Denpasar. Kecamatan Kintamani merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di kabupaten Bangli. Luas wilayah Kabupaten Bangli sebesar 520,81 Km 2 atau 9,25% dari luas wilayah Propinsi Bali. Ketinggian dari permukaan laut antara 100 2.152 m sehingga tanaman apa saja bisa tumbuh di daerah ini. Secara fisik di bagian selatan merupakan daerah dataran rendah dan bagian utara merupakan pegunungan. Puncak tertinggi adalah terdapat Gunung Batur

Transcript of BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KONVERSI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2973/4/T2... ·...

59

BAB III

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KONVERSI AGAMA DI DUSUN BUKITSARI

DAN DAMPAK SOSIALNYA

3. 1 Pendahuluan

Pada bab ini penulis akan memaparkan secara sistematis tentang hasil penelitian yang

diperoleh dari lapangan di Dusun Bukitsari. Pertama, penulis akan memaparkan tentang sekilas

Dusun Bukitsari. Kedua, memaparkan sekilas sejarah masuknya kekristenan di Dusun Bukitsari.

Ketiga, memaparkan faktor-faktor penyebab beberapa kepala keluarga (KK) di Dusun Bukitsari

melakukan konversi. Keempat, memaparkan dampak sosialnya pasca konversi agama terjadi.

Adapun maksud dari pemaparan secara sistematis adalah untuk memudahkan dalam memahami

hasil penelitian yang telah dilakukan.

3.2 Sekilas Tentang Dusun Bukitsari

Dusun Bukitsari secara geografis terletak di Desa Songan, kecamatan Kintamani, Kabupaten

Bangli, ibu kota Denpasar. Kecamatan Kintamani merupakan salah satu kecamatan yang terdapat

di kabupaten Bangli. Luas wilayah Kabupaten Bangli sebesar 520,81 Km2 atau 9,25% dari luas

wilayah Propinsi Bali. Ketinggian dari permukaan laut antara 100 – 2.152 m sehingga tanaman

apa saja bisa tumbuh di daerah ini. Secara fisik di bagian selatan merupakan daerah dataran

rendah dan bagian utara merupakan pegunungan. Puncak tertinggi adalah terdapat Gunung Batur

60

dengan kepundannya Danau Batur yang memiliki luas sekitar 1.067,50 Ha. Jarak dari Ibukota

kabupaten ke Ibu Kota Popinsi sekitar 40 Km.1

Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2000, penduduk Kabupaten Bangli sebanyak

192.681 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk tahun 1990 - 2000 sebesar 0,92% per tahun.

Sedangkan dari hasil registrasi penduduk keadaan akhir tahun 2008 penduduk Kabupaten Bangli

tercatat jumlahnya 213.808 jiwa dengan laju pertumbuhan untuk tahun 2000 – 2008 sebesar

0,41%, dengan kepadatan rata-rata 411 jiwa / km2, sex rationya adalah 99,50. Secara

administratif Kabupaten Bangli terbagi menjadi empat daerah kecamatan yaitu Kecamatan

Kintamani, Kecamatan Tembuku, Kecamatan Susut dan Kecamatan Bangli. Mempunyai 72 Desa

/ kelurahan dengan 332 banjar dinas / lingkungan. Dari 72 desa / kelurahan tersebut sebanyak 48

desa / kelurahan berada di Kecamatan Kintamani Selain desa / kelurahan administratif terdapat

juga desa pekraman sebanyak 159 buah yang merupakan lembaga tradisional yang memiliki hak

otonomi dalam menjalankan pemerintahannya.2

Dusun Bukitsari adalah sebuah tempat yang letaknya tidak jauh dari daerah pegunungan,

dekat dengan Danau Batur dan sebagian besar penduduknya adalah petani. Profesi ini didukung

dengan tanah yang cukup subur sebetulnya, namun karena keterbatasan pengetahuan pengolahan

tanah dan alat pertanian yang tradisional, sulitnya pupuk, sehingga kurang mampu

memaksimalkan lahan dengan baik. Memprihatinkan ketika musim kering tiba, mereka

kekurangan air dan lahan menjadi kering sehingga membuat masyarakat Dusun Bukitsari

mengalami paceklik. Keadaan seperti ini membuat mereka harus mengkonsumsi makanan apa

adanya seperti singkong yang dikeringkan sebagai makanan pokok mereka, karena beras mahal

dan susah didapat.

1 http://www.pn-bangli.go.id/sample-page/ diunduh pada 16 April, 2012.

2 Ibid.,

62

3.3 Sekilas Sejarah Masuknya Kekristenan di Dusun Bukitsari4

Secara geografis, Dusun Bukit Sari terletak di perbukitan. Secara sosiologis penduduk

tersebut merupakan penduduk yang jauh dari keramaian dan terpencil. Dikarenakan akses jalan

yang naik turun bukit, kurang layak, sulit dan berbahaya, dikelilingi jurang yang dalam,

membuat penduduk kurang tersentuh dan terperhatikan oleh sesama karena terisolasi.

Mata pecaharian penduduk tersebut adalah bertani. Dengan etos dan semangat kerja yang

tinggi mereka tetap dapat bertahan walaupun kesulitan dalam menggarap lahan karena hanya

bermodal tenaga dan alat yang sangat sederhana. Hal yang memprihatinkan adalah ketika musim

kering tiba berdampak pada paceklik. Situasi tersebut membuat mereka harus makan apa adanya

untuk bertahan. Cara mereka bertahan adalah dengan makan singkong hasil kebun, yang telah

dikeringkan dan disimpan sebagai cadangan makanan di musim kering karena mereka tidak

memiliki uang untuk membeli beras. Ketika musim hujan tiba, mereka menanam sayuran hanya

untuk di kosumsi sendiri, kalau lebih baru dijual. Kehidupan ekonomi mereka terbilang miskin

dan memprihatinkan pada saat itu. Mereka tidak memiliki pendapatan yang cukup untuk

memenuhi kebutuhan keluarga mereka.

Beberapa kondisi di atas mendorong mereka untuk mencari pekerjaan keluar dari dusun

mereka yaitu Dusun Bukitsari. Tujuannya adalah agar mendapat uang guna memenuhi kebutuhan

keluarga dan mencari komunitas yang dapat menolong mereka. Akhirnya mereka keluar dari

dusun (para kepala keluarga) untuk mencari pekerjaan, dan sampailah mereka di desa Katung.

Disana mereka mendapat pekerjaan sebagai buruh. Perjalanan awal ini terjadi kira-kira tahun

1992.

4 Hasil wawancara dengan Krisna (nama samaran) salah seorang tokoh yang pada saat itu melayani awal-

awal. Wawancara dilakukan pada tanggal 10 Februari, 2012. Ceirta/informasi ini dibenarkan oleh jemaat/pelaku

konversi bernama Arjuna dan Rama (nama samaran), diwawancarai pada tanggal 11 Februari, 2012. Sumber ini

didukung data dari penggalan Sejarah GKPB hal 301, 2012.

63

Di tempat mereka bekerja inilah pertama kali kekristenan (Agama Kristen) didengar dan

dikenal sebelumnya mereka tidak pernah mendengar tentang kekristenan. Menurut Krisna5 yang

dienarkan Arjuna dan Rama6 pelaku konversi yang dulunya beragama Hindu dan sekarang

menjadi Kristen, pertama-tama mereka heran dengan sikap dan perilaku orang kristen. Mereka

(pelaku konversi) diperlakukan oleh orang Kristen seperti saudara, bukan seperti buruh dimana

ada kesenjangan antara buruh dan pemilik tanah/tuan tanah/majikan. Mereka diperlakukan

dengan baik, diberi tempat tidur yang layak, berbeda dengan ditempat lain ketika mereka bekerja

menjadi buruh.

Mereka melihat orang Kristen sebelum tidur bernyanyi-nyanyi (pujian), berdoa dan

membaca alkitab (kitab suci orang Kristen), kemudian dilihatnya orang Kristen bisa bersukacita,

dan senang. Fenomena inilah yang membuat mereka mulai tertarik dan mulai bertanya, mengapa

orang Kristen dapat bersikap baik dan selalu bersukacita setiap hari. Saat itulah orang Kristen

yang kebetulan adalah tuan tanahnya (Anggota Jemaat GKPB di Katung) yang bersama-sama

dengan mereka mulai bercerita. Bercerita tentang yang mereka lakukan tersebut adalah yang

diajarkan dan diperintahkan Tuhan Yesus. Ajaran untuk hidup dalam kasih, saling mengasihi dan

saling menolong sesama tanpa membeda-bedakan status sosialnya. Kemudian mereka semakin

penasarann dan ingin mengenal siapa Tuhan Yesus tersebut.

Sejak saat itu cerita tentang pengenalan Tuhan Yesus dan ajarannya terus berlanjut antara

orang Hindu dari Bukitsari dengan orang Kristen di Katung. Karena permintaan beberapa orang

dari Bukitsari yang katanya mau semakin mengenal Tuhan Yesus, maka pemberitaan atau

5 Hasil wawancara dengan Krisna (nama samaran) salah seorang tokoh yang pada saat itu melayani awal-

awal. Wawancara dilakukan di Denpasar pada pada tanggal 10 Februari, 2012. 6 Hasil wawancara dengan Arjuna dan Rama (nama samaran) dua kepala keluarga pelaku konversi.

Wawancara dilakukan di Bukitsari, Jumat 10 Februari 2012.

64

pengajaran tentang injil pun berlanjut dari tempat mereka berburuh di Katung menuju ke

Bukitsari.

Perkunjungan dan pelayanan terus dilakukan oleh orang-orang gereja GKPB karena orang-

orang di Dusun Bikitsari antusias mendengarkan injil. Hingga seiring berjalannya waktu, ada

beberapa orang menyerahkan dan merelakan dirinya untuk mau di baptis menjadi Kristen

(melakukan konversi agama dari Hindu ke Kristen Protestan) sekitar tahun 1994. Tidak berhenti

sebatas itu, seiring berjalannya waktu pula semakin bertambahnya orang yang mau dibaptis dan

menjadi Kristen. Melihat pertumbuhan yang terjadi dan banyaknya orang yang menjadi Kristen

(sempat mencapai 18 Kepala Keluarga walau sekarang hanya tinggal 4 Kepala Keluarga) maka

dibelilah sebidang tanah dan didirikan geraja dan tempat pemakaman. Gereja tersebut diresmikan

tahun 1996 dan diberi nama Gereja Kristen Protestan di Bali (GKPB) Jemaat “MRIKIJE”

DUSUN BUKITSARI DESA SONGAN, KINTAMANI-BANGLI. Banyak tokoh yang berperan

serta dalam pelayanan, kunjungan dan pemberitaan injil di daerah tersebut. Peran mereka

mengukir sejarah terbentuknya jemaat Mrikije Bukitsari.

3.4 Faktor-faktor Penyebab Beberapa Kepala Keluarga di Dusun Bukitsari

Melakukan Konversi Agama

Konversi agama tidaklah terjadi begitu saja dengan sendirinya, namun ada faktor

penyebab yang menyebabkan seseorang berani mengambil keputusan tersebut konversi

agama. Berikut adalah faktor-faktor penyebab beberapa kepala keluarga (KK) di Dusun

Bukitsari, dari yang pindah agama Hindu menjadi Kristen Protestan.

65

3.4.1 Faktor ilahi

Berdasarkan hasil penelitian didapati dari delapan belas Kepala Keluarga (18 KK)

yang melakukan konversi agama dari Hindu ke Kristen, menurun menjadi enam kepala

keluarga (6 KK). Sekarang di daerah tersebut hanya tinggal 4 KK karena 2 KK sudah

pindah ke daerah lain namun tetap menjadi kristen. Jadi sekitar 12 KK yang tadinya pindah

ke kristen berbalik kembali ke agama semula.

Kembalinya mereka ke agama semula tentu ada sebabnya. Menurut informasi yang

didapatkan, alasan yang lebih dominan adalah karena mendapat tekanan oleh masyarakat

adat setempat. Tekanan tersebut berupa diskriminasi dan mendapat perlakuan tidak adil,

misalnya tidak diberikannya beras kepada mereka ketika ada bantuan dari pemerintah.7

Ditengah kesulitan yang ada, tertekanannya batin, perasaan sedih dan kecewa, hal

tersebut tidak menyebabkan iman dan spiritualitas 4 KK yang tetap bertahan. Secara

psikogis hal tersebut akan sulit diterima, namun mereka mampu menjalaninya hingga

sekarang. Mereka mengungkapkan nyakin dan percaya kepada Tuhan Yesus yang akan

menolong. Mereka pun tidak membalas atas perlakuan dari masyarakat setempat, tetapi

dapat menerima semuanya dan bersabar.

Mereka tetap kosisten dengan identitas gama dan iman barunya, dibuktikan dengan

bertekun dalam pengajaran dan peribadahan. Mereka menjaga hal tersebut dari kira-kira

tahun 1993-1994 setelah dibaptis, hingga sekarang tahun 2012.8

7 Hasil wawancara dengan Gareng dan Petruk (nama samaran) tokoh yang pernah melayani di Bukitsari

terutama saat kasus pembongkaran kuburan di bawah periode pelayanan mereka. Wawancara dilakukan di

Abianbase, pada tanggal 11 Februari, 2012. Hasil wawancara tersebut dibenarkan Arjuna dan Rama (nama

samaran) dua kepala keluarga pelaku konversi. Wawancara dilakukan di Bukitsari, Jumat 10 Februari, 2012. 8 Hasil wawancara dengan Arjuna dan Rama (nama samaran) dua kepala keluarga pelaku konversi.

Wawancara dilakukan di Bukitsari, Jumat 10 Februari 2012.

66

3.4.2 Faktor psikologi

Tekanan batin yang dialami oleh beberapa kepala keluarga (KK) karena kemiskinan,

hidup jauh dari keramaian, terpencil, terisolasi, tersebut membuat mereka mencari jalan

keluar untuk mengatasi hal tersebut. Yang dilakukan adalah mencari komunitas baru

dengan harapan mampu menolong, dan mengubah hidup mereka.

Ketika mereka berjumpa dengan komunitas orang Kristen, mendapatkan semangat

hidup dan harapan. Karena orang Kristen saat itu hidupnya kebanyakan berhasil, selalu

terlihat senang, bahagia dan sukacita dalam menjalani hidup setiap hari. Maka

bergabunglah mereka dengan komunitas Kristen.

Ketika menjadi Kristen mereka merasa senang walaupun secara ekonomi masih

berkekurangan. Melihat situasi tersebut gereja tergerak untuk membantu memberdayaan

SDM dan member bantuan bahan pokok. Dalam hal tersebut jemaat saat selain merasa

senang secara batiniah, nyaman dengan komunitas baru juga merasa diterima. Mereka juga

mulai mendapat perhatian dan pengakuan dari masyarakat sekitar karena hidup mereka

sudah mulai mapan secara ekonomi.9

3.4.3 Faktor pengajaran dan pelayanan

Beberapa Kepala Keluarga yang melakukan konversi agama mengakui bahwa mereka

menjadi Kristen tidak terlepas dari pengajaran dan pelayanan yang dilakukan oleh orang-

orang Kristen dari GKPB. Pengajaran dan pelayanan tersebut dalam bentuk persekutuan-

9 Hasil wawancara dengan Krisna (nama samaran) salah seorang tokoh yang pada saat itu melayani awal-

awal. Wawancara dilakukan di Denpasar, pada tanggal 10 Februari, 2012. Ceirta/informasi ini dibenarkan oleh

jemaat/pelaku konversi bernama Arjuna dan Rama (nama samaran), wawancara dilakukan di Bukitsari, pada tanggal

11 Februari, 2012.

67

persekutuan, doa-doa, Pemahaman Alkitab (PA), bahkan sampai pada pelayanan bantuan

pemenuhan kebutuhkan pokok dan perbaikan kehidupan ekonomi.

Dari pengajaran dan pelayanan tersebut pelaku konversi mengakui bahwa agama

Kristen memiliki keunggulan dibanding dengan agama yang sebelumnya. Dalam Agama

Kristen ada sebuah jaminan keselamatan atau masuk surga sedangkan di agama semula

tidak, di agama Kristen tidak mengenal denda sosial tetapi di agama semula ada, di agama

Kristen kalau ada ritual keagamaan tidak perlu mengeluarkan dana banyak tetapi di agama

semula banyak menghabiskan uang. Mereka juga berani berkata bahwa di agama Kristen

menyembah Tuhan yang hidup tetapi di agama semula menyembah patung yang sama

dengan berhala.10

Hingga sekarang pengajaran dan pelayanan masih tetap berjalan walau memang

kurang intensif lagi. Mengingat jarak yang jauh, kurangnya tenaga pelayan, maka sekarang

Pendeta yang melayani ke daerah tersebut hanya satu bulan satu kali. Selain itu beberapa

KK di tempat tersebut sudah mulai mandiri, sehingga mampu menjadi pelayan baik dalam

Khotbah maupun PA.11

3.4.4 Faktor Ekonomi

Masyarakat Bukitsari umumnya bermatapencaharian petani dan tidak memiliki

penghasilan tetap setiap bulannya. Masyarakat tergolong miskin dan tinggal di daerah yang

terisolasi. Berdasarkan hasil wawancara ketika dikunjungi dan dilayani, mereka bertanya

10

Hasil wawancara dengan Arjuna dan Rama (nama samaran), wawancara dilakukan di Bukitsari, pada

tanggal 11 Februari, 2012. 11

Hasil wawancara dengan Bagong (nama samaran), pendeta jemaat sekarang yang melayani di Bukitsari.

Wawancara dilakukan Denpasar, pada tanggal 10 Februari, 2012.

68

begini: pak apa yang akan saya dapat kalau ikut Tuhan Yesus?12

. Kalau kami masuk

Kristen dapat bantuan apa, dana apa, tunjangan apa? Apa akan dapat beras, sapi, karena

kami sangat memerlukan. Kalau saya masuk Kristen anak-anak saya makan apa?13

Untuk menjawab hal tersbut maka orang Kristen yang memberikan pelayanan dan

kunjungan berkata: bahwa mereka (beberapa KK di Bukitsari) tidak akan mendapatkan

apa-apa dalam hal materi. Namun Tuhan Yesus yang akan menolong dan mencukupkan

semua kebutuhan kita14

. Akan dapat salib. Artinya hidup kita akan diselamatkan, hidup

akan menjadi baik, dan apa yang dibutuhkan akan Tuhan berikan seperti hujan bisa turun.15

Hal ini mungkin dilakukan agar mejaga kemurnian mereka masuk Kristen. Hingga

beberapa lama kemudian mereka menjadi Kristen.

Seiring berjalannya waktu dari pihak sinode gereja GKPB, memberikan bantuan

karena memang kondisi penduduk saat itu membutuhkan. Pihak gereja memberi suport

dalam usaha pengolahan tanah, memberi bibit tanaman seperti bawang dan jagung, diberi

sapi untuk dipelihara dan perhatian lainnya. Dengan demikian kondisi ekonomi penduduk

yang menjadi Kristen mulai membaik dan kebanyakan berhasil dalam pemenuhan

kebutuhannya.16

12

Hasil wawancara dengan Krisna (nama samaran) salah seorang tokoh yang pada saat itu melayani awal-

awal. Wawancara dilakukan di Denpasar pada pada tanggal 10 Februari, 2012. 13

Hasil wawancara dengan Arjuna dan Rama (nama samaran) dua kepala keluarga yang dahulu melakukan

konversi agama. Wawancara dilakukan di Bukitsari, pada tanggal 10 Februari, 2012. 14

Hasil wawancara dengan Arjuna membicarakan Sailendra (nama samaran). Sailendra adalah salah

seorang tokoh yang pada saat itu juga melayani awal-awal. Namun sekarang sudah meninngal. Arjuna adalah salah

satu kepala keluarga yang melakukan konversi. Wawancara dilakukan di Bukitsari, pada tanggal 10 Februari, 2012. 15

Hasil wawancara dengan Krisna (nama samaran) salah seorang tokoh yang pada saat itu melayani awal-

awal. Wawancara dilakukan di Denpasar pada tanggal 10 Februari, 2012. 16

Ibid.,

69

3.4.5 Faktor Sosial

Berdasarkan hasil penelitian, ketika beberapa Kepala Keluarga (KK) dari Bukitsari

bersosial, berjumpa dan berinteraksi secara intensif dengan beberapa orang kristen di

Katung, membuat mereka berani mengambil keputusan untuk melakukan konversi. Karena

dalam proses perjumpaan dan interaksi tersebut terjadi saling mempengaruhi satu dengan

yang lain.

Seperti yang dipaparkan dalam “Sekilas Sejarah Masuknya Kekristenan di Bukitsari”

jelas nampak bagaimana beberapa KK tersebut tertarik dengan kekristenan, hingga ajakan

untuk ikut beribadah atau bersekutu (berdoa, bernyanyi, belajar Alkitab), dan pelayanan

perkunjungan yang intensif.

Karena mereka antusias dan ingin belajar lebih dalam lagi tentang kekristenan,

dikenalkanlah mereka pada pemimpin agama dalam hal ini seorang majelis dan hamba

Tuhan. Kemudian dilakukanlah pelayanan dan penginjilan lanjutan ke Bukitsari, hingga

akhirnya melalu proses yang cukup panjang mereka memberikan diri untuk dibaptis dan

masuk Kristen.17

3.4.6 Faktor Politik

Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan yang telah dilakukan terhadap para

pelaku konversi agama, mereka memiliki kepentingan politik ketika pindah agama. Hal ini

tercermin ketika menjadi Kristen karena alasan ekonomi, agar anak-anak mereka dapat

masuk ke panti asuhan dengan gratis, agar mendapat perhatian/pengakuan dari masyarakat

sekitar bahwa keluarga mereka mengalami kemajuan dibanding yang lainnya.

17

Hasil wawancara dengan Krisna (nama samaran) salah seorang tokoh yang pada saat itu melayani awal-

awal. Wawancara dilakukan di Denpasar, pada tanggal 10 Februari, 2012. Ceirta/informasi ini dibenarkan Arjuna

dan Rama (nama samaran) pelaku konversi. Wawancara dilakukan di Bukitsari, pada tanggal 10 Februari, 2012.

70

Sebagai contoh ada salah jemaat dulunya adalah seorang Pemangku, secara status

sosialnya cukup terpandang namun tetap melakukan konversi agama. Konversi ia lakukan

karena banyak faktornya, bahkan ia mengakui pertama kali yang diharapkan adalah

masalah bantuan ekonomi.18

Karena kondisi keluarga dirasa hidup dalam kemiskinan.

Belum lagi ketika harus melakukan ritual keagamaan yang membutuhkan biaya tidak

sedikit. Untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari sudah dirasa sulit, ditambah harus

mengeluarkan biaya untuk kepentingan ritual-ritual keagamaan.

Kondisi yang demikian, tentu membuat batin tertekan. Dengan melakukan konversi

agama berharap mendapat bantuan guna memenuhi kebutuhan ekonominya. Berharap

anak-anaknya masuk ke panti dan mendapat pendidikan secara cuma-uma, dan

meringankan beban keluarga. Katika ia menjadi Kristen, kemudian memasukan anaknya ke

panti asuhan milik GKPB, kemudian dapat sekolah bahkan sampai menjadi sarjana, hal

tersebut mendapat pengakuan dari masyarakat. Walaupun tidak mendapat bantuan dana

100% dari panti ketika sekolah dan kuliah.19

Secara otomatis mereka dipandang dan

dikagumi banyak orang karena keberhasilan yang telah dicapai dan tidak semua penduduk

dapat melakukan hal tersebut.

Dengan demikian dapat disimpulkan kepentingan politik membuat orang berani

melakukan konversi agama. Karena ketika melakukan konversi ada sesuatu yang akan

mereka dapatkan dan harapkan membuat hidupnya menjadi lebih baik, dalam status sosial

maupun ekonominya.

18

Hasil wawancara dengan Arjuna dan Rama (nama samaran) dua kepala keluarga pelaku konversi.

Wawancara dilakukan di Bukitsari, pada tanggal 10 Februari, 2012. 19

Ibid.,

71

3.5 Dampak Sosialnya

Konversi agama yang dilakukan oleh beberapa kepala keluarga di Dusun Bukitsari ternyata

menimbulkan sebuah dampak atau konsekuensi yang harus mereka tanggung. Berdampak bagi

kehidupan mereka pribadi maupun kehidupan sosial di Bukitsari. Berdasarkan hasil penelitian

dampak-dampak tersebut dapat paparkan sebagai berikut:

3.5.1 Lunturnya harmonisasi dan solidaritas masyarakat di Dusun Bukitsari

Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan penulis, harmonisasi dan solidaritas

sosial di masyarakat tersebut meluntur. Karena hubungan pelaku konversi dengan

masyarakat setempat terjadi jurang pemisah. Terlihat dari sikap dan perilaku masyarakat

yang mulai berubah, tercermin dulunya ramah satu dengan lain, tidak saling curiga, dan

saling tegur sapa, namun sekarang insitas hal tersebut berkurang drastis.

Kemudian lunturnya rasa solidaritas satu dengan lain sebagai satu kesatuan

masyarakat Dusun Bukitsari. Ada pemisahan antara orang Kristen dengan orang Hindu,

bukan lagi orang Bukitsari. Hal tersebut tercermin juga melalui kurangnya kepedulian

masyarakat sekitar terhadap kebutuhan para pelaku konversi agama. Misalnya saja soal

pemberian bantuan dari pemerintah seperti aliran air, jatah beras, yang tidak diberikan

kepada mereka.20

Selain hal tersebut mulai lunturnya hubungan yang harmonis dan solidaritas dalam

internal keluarga pelaku konversi. Sikap pertentangan dalam keluarga dari pihak konversi

20

Hasil wawancara dengan Arjuna dan Rama (semua nama samaran) dua kepala keluarga yang dahulu

melakukan konversi agama. Wawancara dilakukan di Bukitsari pada tanggal 10 Februari, 2012.

72

dengan pihak saudara yang beragama Hindu . Bahkan berujung pada sebuah konflik seperti

percecokan, ancaman, bahkan perusakan rumah.21

3.5.2 Diperlakukan tidak adil dan diskriminasi

Berdasarkan hasil penelitian, pelaku konversi agama diperlakukan tidak adil dan

didiskriminasikan oleh masyarakata adat setempat. Perlakuan tersebut diantaranya: Pertama,

ketika pemerintah memberi bantuan aliran irigasi ke lahan dan rumah supaya mendapatkan

air bersih, dan untuk pemenuhan kebutuhan air, masyarakat yang beragama Hindu

mendapatkannya, sedangkan bagi pemeluk agama Kristen tidak mendapat bantuan tersebut.

Kedua, ketika pemerintah memberikan bantuan beras bagi masyarakat di dusun

tersebut, masyarakat yang beragama Hindu mendapatkannya namun bagi orang yang

beragama Kristen (pelaku konversi) tidak mendapatkannya. Ketiga, mereka juga tidak

mendapatkan aliran listrik sebagai alat penerang pada saat itu, awal-awal ketika melakukan

konversi agama.

Keempat, terjadinya pembongkaran kuburan umat Kristen. Berdasarkan hasil

penelitian, pembongkaran kuburan terjadi ketika umat Kristen mendirikan kuburan sendiri

di tanah yang dibeli gereja dan dekat dengan gereja. Awalnya hal tersebut tidak menjadi

masalah karena tanah/tempat tersebut milik gereja dan jauh dari keramaian. Ada siktar 5-6

mayat yang sudah dimakamkan di tempat tersebut, semua adalah umat Kristen. Seiring

berjalannya waktu, hal tersebut dipermasalahkan oleh masyarakat adat setempat. Sehingga

timbulah suatu pertentangan antara masyarakat adat dengan orang Kristen pada waktu itu.

Dari pihak adat menginginkan mayat-mayat tersebut dibongkar dan dipindahkan ke

21

Ibid.,

73

pemakaman Hindu. Dengan sebuah dalih tidak boleh ada dua pemakaman di Dusun

Bukitsari.

Dalam peristiwa ini umat Kristen terutama pihak keluarga tidak setuju begitu saja.

Sehingga pada saat itu terjadi perdebatan dan hampir berujung pada konflik fisik kedua

umat bergama. Untuk menengahi hal tersebut maka datanglah Bupati, orang DPR,

Kepolisian dari Polda setempat, Bishop (ketua sinode GKPB) untuk menyelesaikan masalah

tersebut agar tidak berujung konflik fisik. Singkat kata pihak Kristen mengalah dan akhirnya

pembongkaran dilakukan oleh masyarakat setempat dan dimakamkan di pemakaman Hindu.

Berdasarkan penelusuran yang penulis lakukan, menurut para pelaku konversi bahwa

dalih tidak boleh adanya dua pemakaman di daerah tersebut kuranglah beralasan. Mereka

beranggapan bahwa hal tersebut dilakukan untuk menekan orang Kristen agar murtad dari

Kristen dan kembali ke Hindu. Menurut mereka bahwa jikalau orang Kristen tidak memiliki

tanah kuburan sendiri maka mereka dengan sendirinya kembali ke Hindu. Hal itu terbukti

sejak peristiwa tersebut banyak orang Kristen yang kembali ke agama semula.22

3.5.3 Kecemburuan Sosial

Konversi agama yang dilakukan oleh beberapa KK di Dusun Bukitsari menimbulkan

kecemburuan sosial. Kecemburuan sosial bermula ketika beberapa masyarakat di daerah

tersebut melihat kehidupan orang Kristen lebih baik dan mulai mapan dalam hal ekonomi.

22

Hasil wawancara dengan Gareng dan Petruk (nama samaran) mereka adalah dua tokoh yang saat itu

cukup lama melayani di Bukitsari, terlebih saat kasus pembongkaran kuburan dibawah periode pelayanan mereka.

Wawancara dilakukan di Abianbase, pada tanggal 11 Februari, 2012. Informasi tersebut didukung oleh data yang

diperoleh melalui wawancara kepada Arjuna dan Rama (nama samaran) sebabagai pelaku konversi. Wawancara di

Bukitsari, pada tanggal 10 Februari, 2012.

74

Karena orang Kristen mendapatkan perhatian dan bantuan dari Sinode GKPB, baik dalam

pembibitan tanaman, pemeliharaan sapi, pengolahan tanah, sampai bahan pokok.

Kecemburuan sosial nampak ketika tanaman orang Kristen di kebun lebih baik dan

subur serta menghasilkan, dibandingkan dengan masyarakat sekitar. Pada saat itu tanaman

orang Kristen di rusak oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab. Mereka menduga ini

adalah perbuatan beberapa masyarakat setempat yang tidak dapat melihat orang Kristen

lebih berhasil.

Kemudian bagi masyarakat yang sudah Kristen, anak-anak mereka dititipkan di panti

asuhan. Sebuah yayasan dari sinode GPKB untuk memberikan pendidikan secara umum,

mendidik karakter, melatih mandiri, bahkan membantu mencarikan sponsor menyekolahkan

mereka sampai ke perguruan tinggi. Kecemburruan terjadi ketika ada orang Kristen

memiliki anak lebih dari 5 bisa sekolah dan hidup anak-anak mereka berhasil bahkan ada

yang menjadi sarjana, sedangkan ada masyarakat yang beranggapan memiliki anak 1 atau 2

kurang berhasil dan kurang dalam pendidikan. Dari hal tersebut membuat kecemburuan bagi

masyarakat setempat karena orang yang menjadi Kristen kebanyakan hidupnya lebih mapan

dan berhasil, baik dalam hal ekonomi maupun pendidikan.23

23

Hasil wawancara dengan Krisna (nama samaran) salah seorang tokoh yang pada saat itu melayani awal-

awal. Wawancara dilakukan Denpasar, pada tanggal 10 Februari, 2012. Ceirta/informasi ini dibenarkan oleh

jemaat/pelaku konversi bernama Arjuna dan Rama (nama samaraa) yang diwawancarai di Bukitsari, pada tanggal 11

Februari, 2012.

75

3.5.4 Tekanan psikologi

Keputusan beberapa kepala keluarga di Dusun Bukitsari melakukan konversi sangat

berdampak bagi kehidupan mereka yang dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Bagi

pelaku konversi merasa tertekan batinnya karena sikap-sikap masyarakat yang

memperlakukan mereka dengan tidak adil dan diskriminatif. Perlakuan tersebut sepertii:

tidak disalurkannya bantuan kepada mereka baik dalam pembagian beras, air, listrik, sampai

pada kasus pembongkaran kuburan. Bukan hanya itu saja, bahkan melakukan perusakan

tanaman.

Hal tersebut di rasa sangat berat dan secara psikologis batin mereka tertekan.

Awalnya kurang nyaman walau tinggal ditempat mereka sendiri, tempat dimana mereka

sudah sekian lama hidup dan tinggal di daerah tersebut. Ditambah lagi tekanan dari dalam

yaitu dari pihak keluarga dan saudara yang terkesan tidak suka dan terkesan mengajak

bermusuhan, karena kata-kata dan teguran yang keras dan memojokan. Namun sekarang

mereka sudah mulai belajar terbiasa dengan sikap dan perlakuan masyarakat setempat dan

dapat menerimanya. Menarik bahwa mereka mengatakan biar Tuhan yang membelas

perbuatan orang-orang yang memperlakukan mereka tidak adil dan diskriminasi.24

3.6 Kesimpulan

Dari pemaparan hasil penelitian di atas maka dapat disimpulkan bahwa keadaan masyarakat

Dusun Bukitsari dulunya adalah miskin, terpencil, terisolasi, sudah tentu kekurangan sandang,

pangan dan papan. Kondisi kehidupan semacam inilah yang menyebabkan krisis dalam keluarga

mereka, sehingga mendorong mereka merantau mencari pekerjaan dan komunitas yang dapat

24

Hasil wawancara dengan Arjuna dan Rama ( nama samaran) dua kepala keluarga yang dahulu melakukan

konversi agama. Wawancara dilakukan di Bukitsari, pada tanggal 10 Februari, 2012.

76

menolong, dan akhirnya bekerja di Katung. Di tempat kerja inilah mereka mulai berjumpa dan

berinteraksi dengan orang Kristen. Perjumaan dan interaksi ini membawa sebuah perubahan

dalam hidup beberapa kepala keluarga dari Dusun Bukitsari. Perubahan tersebut berupa

semangat hidup, harapan untuk dapat memenuhi kebutuhan mereka, harapan untuk maju,

termasuk berubahnya agama mereka. Hingga akhirnya melalui proses yang panjang dan didasari

berbagai faktor penyebab, mereka mengambil komiten untuk menjadi Kristen.

Keputusan beberapa kepala keluarga di dusun Bukitsari membawa konsekuensi atau

dampak bagi mereka secara pribadi maupun lingkungan sosial. Bagaimana mereka diperlakukan

tidak adil oleh masyarakat setempat, didiskriminasi, retaknya hubungan kekeluargaan baik

kekeluargaan dalam masyarakat adat maupun keluarga masing-masing pribadi, lunturnya

keharmonisan dan solidaritas masyarakat setempat terhadap mereka, mereka dicemburui oleh

masyarakat setempat karena kehidupan ekonomi sudah mulai tertata dengan baik, dan

tertekannya batin mereka.

Dari dampak sosial di atas menunjukan bahwa ada suatu tindakan-tindakan dari masyarakat

setempat yang kurang pas, kurang baik dan kurang tepat. Hal tersebut juga berdampak pada

kembali beberapa diantara mereka ke agama semula yaitu Hindu. Terlihat dari 18 Kepala

Keluarga (KK) yang Kristen, kini hanya tinggal 6 KK yang bertahan, dan 4 KK yang masih

menetap di Bukitsari, karena 2 KK lainya pindah ke daerah lain, tetapi tetap menjadi Kristen.