EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN...

102
EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN GABUS (Ophiocephalus striatus) TERHADAP IMUNITAS HUMORAL ANAK DEWI KARTIKA SARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Transcript of EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN...

Page 1: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN GABUS (Ophiocephalus striatus) TERHADAP IMUNITAS HUMORAL ANAK

DEWI KARTIKA SARI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

Page 2: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).
Page 3: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Efikasi

Pemberian Biskuit Fungsional Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus) terhadap Imunitas Humoral Anak adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

Dewi Kartika Sari NIM I162090021

Page 4: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).
Page 5: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

RINGKASAN

DEWI KARTIKA SARI. Efikasi Pemberian Biskuit Fungsional Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus) terhadap Imunitas Humoral Anak. Dibimbing oleh SRI ANNA MARLIYATI, LILIK KUSTIYAH dan ALI KHOMSAN.

Ikan gabus (Ophiocephalus striatus) di perairan Kalimantan Selatan merupakan jenis ikan yang paling banyak ditemukan dan sangat digemari masyarakat sebagai ikan konsumsi. Jenis olahan ikan gabus masih sangat terbatas, dan umumnya berupa ikan asin, ikan bakar, ikan goreng dan dibuat makanan khas daerah yang dikenal dengan nama ”ketupat kandangan”. Oleh karena itu perlu upaya diversifikasi pengolahannya untuk meningkatkan nilai guna dan nilai manfaat ikan gabus. Pengolahannya menjadi tepung ikan merupakan salah satu alternatif yang tepat karena tepung ikan ikan dapat dimanfaatkan sebagai suplemen maupun substituent pada pengolahan berbagai produk makanan guna meningkatkan nilai gizi proteinnya, misalnya untuk produk kerupuk, biskuit, mie, bakery dll.

Ikan gabus adalah salah satu sumber protein hewani yang disebut sebagai protein lengkap karena mengandung asam amino esensial yang lengkap dan komposisinya sama dengan asam amino esensial, dan juga lebih mudah dicerna dan diserap. Ikan gabus merupakan bahan sumber albumin yang potensial, dapat digunakan sebagai bahan sumber biofarma dan bahan subtitusi albumin manusia. Asupan protein yang bersumber dari ikan gabus dapat meningkatkan status gizi anak. Makanan tambahan berupa biskuit dengan suplementasi tepung ikan gabus dapat menjadi pilihan sebagai makanan tambahan untuk balita/anak karena biskuit tersebut lebih baik kualitasnya dibandingkan biskuit pada umumnya yang cenderung tinggi karbohidrat dan lemak serta kurang seimbang kandungan gizi lainnya. Selain itu, biskuit fungsional mengandung protein tinggi (asam amino yang lengkap) yang difortifikasi dengan mineral Zn dan Fe, sangat praktis dalam penyajiannya dan diterima anak. Kandungan gizi biskuit fungsional dalam 100 g biskuit adalah air sebesar 2.7 g; abu 2.1 g; protein 13.3 g; lemak 24.5 g; karbohidrat 57.3 g; energi sebesar 503 kkal; 11.7 mg Fe dan 8.8 mg Zn. Kandungan gizi biskuit fungsional dengan suplementasi tepung ikan gabus 15% yang difortifikasi mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992). Bioavailabilitas Zn dan Fe dari biskuit fungsional pada 50% AKG adalah masing-masing sebesar 76.3% dan 41.8% serta nilai cerna protein sebesar 78.4%.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efikasi pemberian biskuit fungsional ikan gabus (Ophiocephalus striatus) terhadap respon imun anak. Penelitian ini pengamatan di awal dan di akhir dengan metode penelitian bersifat deskriptif dan eksperimen dengan menggunakan desain Randomized Controlled Trial (RCT) Single Blind Pre-post Study, dilakukan pada anak usia 4-5 tahun di Desa Pilar, Kecamatan Semplak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Perlakuan penelitian terdiri dari biskuit kontrol (biskuit susu) dan biskuit fungsional (biskuit ikan). Biskuit kontrol dan biskuit fungsional memiliki kandungan protein dan energi yang setara tetapi berasal dari

Page 6: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

sumber protein yang berbeda. Biskuit kontrol menggunakan protein yang berasal dari susu, sedangkan biskuit fungsional menggunakan protein ikan gabus yang difortifikasi seng (Zn) dan besi (Fe). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi biskuit fungsional memberikan rerata kontribusi energi, protein, Zn dan Fe lebih tinggi dibandingkan biskuit kontrol. Kontribusi biskuit fungsional untuk energi sebesar 14.6% dari AKE, protein sebesar 14% dari AKP, Zn sebesar 53.5% dari AKG, dan Fe sebesar 39.3% dari AKG. Kontribusi biskuit kontrol untuk energi sebesar 9.4% dari AKE dan protein sebesar 4.3% dari AKP, Zn sebesar 3.3 dari AKG, dan Fe sebesar 5.8% dari AKG. Efikasi pemberian biskuit fungsional dengan substitusi tepung ikan gabus 15% yang difortifikasi dengan mikrokapsulasi Zn dan Fe sebanyak 50% AKG selama 8 minggu intervensi dapat meningkatkan status gizi mikro (hemoglobin, seng, ferritin dan albumin) serta imunitas humoral (IgG) anak. Kata kunci: anak, biskuit fungsional, ikan gabus, imunitas humoral

Page 7: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

SUMMARY DEWI KARTIKA SARI. Efficacy of Functional Biscuit on Hummoral Immunity of Underfive Children. Under supervision of SRI ANNA MARLIYATI, LILIK KUSTIYAH and ALI KHOMSAN.

Snakehead Fish (Ophiocephalus striatus) in the waters of South Kalimantan is a type of fish most commonly found and very popular in the public as a fish consumption. Types of processed snakehead fish is still very limited, and is generally in the form of dried fish, grilled fish, fried fish and local specialties food by the name "ketupat Kandangan". Therefore it is necessary efforts to diversify its processing in order to increase the value added and benefits of snakehead fish. Processing into fish flour is one alternative that is appropriate because it can be used as a supplement or substituent on the processing of various food products in order to increase the nutritional value of the protein, for example, for products of crackers, biscuits, noodles, bakery etc.

Snakehead fish is one source of animal protein which is called as a complete protein because it contain of complete essential amino acids and its composition similarly with essential amino acids, and also more digestible and absorbable. Snakehead fish is one of albumin rich source, which can be used as material source of biopharma and material substiuent for human albumin. Dietary protein intake sourced from Snakehead fish can increase nutrition status of children. Additional food such as biscuits with snakehead fish flour supplementation may be an option as a supplementary food for infants/children because the biscuits are better quality than the biscuits in general tend to be high in carbohydrates and fats as well as other less well-balanced contents nutritional. In addition, functional biscuits had high protein (complete amino acids), fortified with minerals Zn and Fe, is very practical in its presentation and accepted by the children. Nutrient content of functional biscuits in 100 g of biscuit were: moisture of 2.7 g, ash of 2.1 g, 13.3 g of protein, fat 24.5 g, carbohydrates 57.3 g, energy of 503 Kcal ; Fe 11.7 mg and Zn 8.8 mg. Nutrient content of functional biscuits supplemented with 15% of snakehead fish flour, fortified with microcapsules of Zn and Fe meet the standards of quality of biscuits (SNI 01-2973-1992). Bioavailability of Zn and Fe in functional biscuits at 50 % RDI were 76.3 % and 41.8 %, respectively and had the digest value of protein of 78.4 %.

This study aimed to analyze the efficacy of functional biscuits snakehead fish (Ophiocephalus striatus) on the immune response of children. This was pre-post, single blind, randomized control trial conducted in twenty eight children aged 4-5 year in Pilar village, sub-district of Semplak, Bogor Regency, West Java. The children were randomly assigned to experimental group which receive biscuit with protein source from snakehead fish flour fortified with zinc and iron and control group which receive biscuit with protein source from milk. Both biscuits had a similar on protein and energy content of 13.3% and 503 kcal,

Page 8: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

respectively. A 60 g biscuits per day was consumed by the children for 56 days. Results showed that experimental functional biscuits (biscuits sourced snakehead fish protein) had a higher contribution on energy, protein, Zn and Fe than a control biscuits (biscuits sourced milk protein). Functional biscuit contribution to energy was 14.6% RDA, protein was 14.7% RDA, Zn was 53.5% RDA, and Fe was 39.3% RDA. Control biscuit contribution to energy was 9.4% RDA and protein was 4.3% RDA, Zn was 3.3% RDA and Fe was 5.8% RDA.

Efficacy of functional biscuits with substitution supplemented with fish flour of 15% and fortified with microcapsulated of Zn and Fe as much as 50% of RDI during 8 weeks intervention can improve micronutrient status (hemoglobin, zinc, ferritin and albumin) as well as humoral immunity (IgG) of the children.

Key Words: children, functional biscuits, snakehead fish, humoral immunity

Page 9: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Page 10: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).
Page 11: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Ilmu Gizi Manusia

EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN GABUS (Ophiocephalus striatus) TERHADAP IMUNITAS HUMORAL ANAK

DEWI KARTIKA SARI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

Page 12: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr Fitrah Ernawati, MSc

Dr Ir Hadi Riyadi, MS

Penguji pada Ujian Terbuka: Dr dr Trihono, MSc Dr Rimbawan

Page 13: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

Judul Disertasi : Efikasi Pemberian Biskuit Fungsional Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus) terhadap Imunitas Humoral Anak

Nama : Dewi Kartika Sri NIM : I162090021

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Ketua

Dr Ir Sri Anna Marliyati, MS

Anggota Dr Ir Lilik Kustiyah, MSi

Anggota Prof Dr Ir Ali Khomsan, MS

Diketahui oleh Ketua Program Studi Ilmu Gizi Manusia

Prof Dr Ir Ali Khomsan, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 3 Februari 2014

Tanggal Lulus:

Page 14: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

Judul Disertasi Efikasi Pemberian Biskuit Fungsional Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus) terhadap Imunitas Humoral Anak

Nama Dewi Kartika Sri NIM 1162090021

Disetujui oleh

Dr Ir Sri Anna Marliyati, MS Ketua

~~ Dr Ir Lilik Kustiyah, MSi Prof Dr Ir Ali Khomsan, MS

Anggota Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi llmu Gizi Manusia

Prof Dr Ir Ali Khomsan, MS

Tanggal Ujian: 3 Februari 2014 Tanggal Lulus: 0 5 MAR 2014

Page 15: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).
Page 16: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya pada penulis, sehingga dapat menyelesaikan disertasi yang berjudul Efikasi Pemberian Biskuit Fungsional Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus) terhadap Imunitas Humoral Anak. Ucapan terima kasih penulis sampaikan sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan studi ini yaitu sebagai berikut:

1 Dr Ir Sri Anna Marliyati, MS, sebagai ketua komisi pembimbing serta Dr Ir Lilik Kustiyah, MSi dan Prof Dr Ir Ali Khomsan, MS, sebagai anggota pembimbing atas semua arahan, bimbingan, saran, motivasi dan teladan yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini.

2 Dr Fitrah Ernawati, MSc dan Dr Ir Hadi Riyadi, MS sebagai penguji dalam ujian tertutup serta Dr dr Trihono, MSc dan Dr Rimbawan sebagai penguji dalam ujian terbuka, Dr Ir Nuri Andarwulan, MSi dan Prof Dr drh Clara M Koesharto, MSc, sebagai penguji dalam prelim lisan, serta Prof Dr Ir Made Astawan, MS dan Dr Hadi Riyadi, MS sebagai pembahas dalam kolokium, penulis ucapkan terimakasih atas saran dan masukan untuk perbaikan disertasi ini.

3 Seluruh Dosen, Pengelola Pascasarjana (pada periode pimpinan Prof drh M Rizal M Damanik, MRepSc. PhD dan Dr Ir Dodik Briawan, MCN) serta staf administrasi pada Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB yang telah banyak memberikan masukan yang bermanfaat dan bantuan administrasi untuk kelancaran pelaksanan penelitian.

4 Rektor Universitas Lambung Mangkurat, Dekan Fakultas Perikanan, dan Ketua Program Studi Teknologi Hasil Perikanan yang telah mengijinkan penulis melaksanakan tugas belajar.

5 Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, yang telah memberikan bantuan dana pendidikan melalui biasiswa program BBPS dan bantuan dana penelitian melalui Program Penelitian Hibah Doktor dan kepada Yayasan Supersemar.

6 Terimakasih penulis sampaikan juga kepada teman-teman staf dosen pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan atas doa dan dorongan semangat selama penulis melaksanakan tugas belajar.

7 Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada pimpinan dan staf Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan Unlam Banjarbaru, Lab. Terpadu MIPA IPB, Lab. Kesehatan Daerah Bogor, Lab. Balai Besar Industri Agro, Lab. Kimia Universitas Muhammdiyah Malang, Lab. Terpadu Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik atas kemudahan dan ringanan biaya analisa. Terimakasih dan penghargaan yang tinggi juga penulis sampaikan kepada bapak Masudi dan ibu Nina sebagai pendamping peneliti selama melaksanakan analisa khususnya di Lab. Analisis Makanan Dep. Gizi Masyarakat IPB.

8 Terimakasih juga disampaikan kepada Ibu Hendrati yang bersedia menyiapkan biskuit untuk kegiatan intervensi dan Tomy Marrcelino sebagai rekan penelitian yang membantu pengolahan data dan selalu

Page 17: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

memberi semangat dalam penyelesaian penyelitian ini serta mba Desri dan Tim Enumerator yang sangat membantu dalam pengentrian data dan pelaksanaan intervensi, Irul, Evi dan Nita yang membantu dalam pengolahan data serta mba Ghaida yang banyak memberikan masukan dalam penulisan disertasi.

9 Ungkapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada respoden dan balitanya yang bersedia sebagai subjek pada penelitian ini, serta warga Pilar III Kelurahan Semplak yang sangat membantu dalam kelancaran pelaksanan kegiatan intervensi. Terimakasih juga disampaikan kepada Kader Posyandu Melati ibu Deddy, ibu Encih dan ibu Aju yang membantu penulis dalam sosialisai penelitian ini pada masyarakat dan pengawasan dalam kepatuhan konsumsi biskuit salama intervensi. Terimakasih juga disampaikan kepada Pimpinan dan Staf Puskesmas Semplak serta dr Ira Juwita sebagai dokter pemdamping selama kegiatan intervensi.

10 Terimakasih juga disampaikan atas kebaikan, ketulusan dan dukungan dari para sahabat tercinta dan teman-teman seperjuangan pada Program Ilmu Studi Gizi Manusia khususnya Angkatan 2009, yaitu ibu Wiwi, ibu Iskari, ibu Katrin, bapak Mansur, bapak Ali dan bapak Arif, serta adik-adik angkatanku ibu Betty, ibu Teti, ibu Trini, ibu Dara, bapak Nurrahman, Terimakasih atas persahabatan yang indah dan semoga tetap terjalin meskipun kita nanti sudah kembali ke Instansi masing-masing.

11 Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada mama Hj. Marliah Chairul dan abah H. Anwar Fauzie (Alm) atas doa, kasih sayang dan bekal ilmu kepada ananda sehingga dapat mencapai strata pendidikan tertinggi ini. Juga haturan terimakasih disampaikan kapada saudaraku Dr Ir Untung Bijaksana, MS, Dra Ida Bunga Lestari, Dra Eviyana Hartati, MM. dan Dr Indira Fitriliyani, SPi.MSi. serta keluarga besar abah mertua Untung Acmad Syarkawi (Alm) dan mama mertua Masrifah (Alm).

12 Suami tercinta Ir Ari Rofian Syarkawi, anak-anakku Mutia Dea Wijayanti dan Devi Damayanti atas doa restu, dukungan moril dan kesabaran menemani serta menguatkan hati penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.

Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak lain yang turut mendukung dan membantu penulis selama ini sekaligus permohonan maaf karena tidak dapat menyebutkan satu per satu. Semoga disertasi ini memberikan manfaat bagi pembaca dan pengembangan bidang ilmu baik pengolahan hasil perikanan maupun gizi manusia.

Bogor, Maret 2014

Dewi Kartika Sari

Page 18: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xvii

DAFTAR GAMBAR xviii DAFTAR LAMPIRAN xxi

1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 Ruang Lingkup Penelitian 2 2 METODE 7 Penelitian Tahap Pertama 7 Waktu dan Tempat 7 Bahan dan Alat 7 Prosedur 7 Penelitian Tahap Kedua 8 Tempat, Waktu dan Desain Penelitian 8 Besar Subjek 9 Prosedur sampling 9 Pengumpulan Data 10 Analisis Statistik 12 Ethical clearance dan informed concent 13 3 FORMULASI BISKUIT FUNGSIONAL BERBASIS

TEPUNG IKAN GABUS (Ophiocephalus striatus) 15

Pendahuluan 15 Metode Penelitian 16 Hasil 17 Pembahasan 19 Simpulan 20

4 TINGKAT KECUKUPAN ENERGI, PROTEIN DAN PROFIL DARAH ANAK

23

Pendahuluan 23 Metode Penelitian 24 Hasil 25 Pembahasan 30 Simpulan 31

Page 19: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

5 PERAN BISKUIT YANG DIPERKAYA TEPUNG IKAN GABUS, SENG DAN BESI TERHADAP IMUNITAS HUMORAL ANAK

35

Pendahuluan 35 Metode Penelitian 36 Hasil 38 Pembahasan 53 Simpulan 57

6 PEMBAHASAN UMUM 61 Pembahasan 61 Implikasi Hasil dan Keterbatasan Penelitian 64

7 SIMPULAN DAN SARAN 67 Simpulan 67 Saran 67

DAFTAR PUSTAKA 68 LAMPIRAN 70

RIWAYAT HIDUP 82

Page 20: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

DAFTAR TABEL

1 Kriteria inklusi untuk penentuan subjek penelitian 10 2 Kriteria eksklusi untuk penentuan subjek penelitian 10 3 Tipe data dan analisis statistik 13 4 Komposisi asam amino ikan gabus segar 17 5 Formula biskuit berbasis tepung ikan 18 6 Nilai modus dan persentase panelis 18 7 Persentase penerimaan panelis 19 8 Serbaran anak berdasarkan karakteristik keluarga 26 9 Korelasi karakteristik sosial ekonomi keluarga dengan status

gizi anak 27

10 Asupan dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi 27 11 Sebaran anak berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein 28 12 Sebaran anak berdasarkan status gizi (Z skor BBU, TBU dan

BBTB) 28

13 Sebaran anak berdasarkan profil darah 29 14 Sebaran anak berdasarkan TKE dan TKP terhadap profil darah 29 15 Pendapat pengasuh terhadap daya terima biskuit 39 16 Sebaran tingkat kesukaan anak terhadap biskuit 40 17 Rerata konsumsi biskuit harian dan selama intervensi 40 18 Sebaran anak menurut tingkat kepatuhan konsumsi 41 19 Asupan energi dan zat gizi serta % AKG dari konsumsi biskuit

harian 41

20 Asupan energi dan zat gizi anak 42 21 Tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak 43 22 Sebaran anak berdasarkan kategori tingkat kecukupan energi

dan protein 43

23 Sebaran jenis pangan dan frekuensi konsumsi anak 44 24 Rerata antropometri dan nilai Z skor anak 46 25 Sebaran anak berdasarkan status gizi 47 26 Rerata morbiditas ISPA anak menurut perlakuan 48 27 Rerata morbiditas diare anak menurut perlakuan 49 28 Rerata Hb, Zn, Fs dan Albumin 51 29 Sebaran anak berdasarkan kategori Hb, Zn, Fs dan Albumin 51 30 Rerata Hb, Zn, Fs dan albumin menurut status gizi anak 52 31 Rerata IgG anak menurut perlakuan 52 32 Sebaran anak menurut kategori IgG 53 33 Rerata IgG menurut status gizi anak 53

Page 21: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

DAFTAR GAMBAR

1 Ruang lingkup penelitian efikasi biskuit fungsional ikan gabus yang difortifikasi Zn dan Fe terhadap respon imun balita

4

2 Diagram alir penelitian efikasi biskuit fungsional ikan gabus yang difortifikasi Zn dan Fe

11

3 Rerata frekuensi ISPA 47 4 Rerata episode ISPA 48 5 Rerata frekuensi diare 49 6 Rerata episode diare 50

DAFTAR LAMPIRAN

1 Surat izin penelitian 70 2 Persetujuan etik 73 3 Naskah penjelas dan informed concent 74 4 Photo-photo kegiatan penelitian 76 5 Riwayat hidup 81

Page 22: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Data Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa persentase anak dengan konsumsi energi dan protein kurang dari 70% AKG adalah 33.4%, dari jumlah tersebut 24.8% berada pada kelompok umur 4–6 tahun. Sebagian besar kasus konsumsi energi protein yang berada di bawah kebutuhan minimal terjadi di daerah pedesaan dan cenderung lebih besar pada kelompok anak laki-laki (Riskesdas 2010). Masalah gizi kurang dan buruk masih perlu mendapat perhatian. Gizi buruk yang berkelanjutan dapat meningkatkan angka kematian anak. Diperkirakan 7% anak balita Indonesia (sekitar 300 000 jiwa) meninggal setiap tahun, ini berarti setiap 2 menit terjadi kematian satu anak balita dan 170 000 anak (60%) diantaranya akibat gizi buruk (Riskesdas 2007).

Menurut Susanto dan Maslikah (2011), pada kasus gizi buruk, defisiensi protein akan menurunkan kualitas hidup individu dengan efek penurunan sistem imun yaitu gangguan terhadap produksi antibodi di dalam tubuh yang mengakibatkan mudahnya mikroorganisme patogen atau infeksi masuk ke dalam tubuh. Masukan protein dari diet dapat menstimulasi sintesis albumin serum yang berperan dalam regulasi protein tubuh (Caso et al. 2000). Kadar albumin serum selain berpengaruh pada tingkat sirkulasi juga berpengaruh pada tingkat seluler yaitu sebagai suatu biomarker status gizi seseorang (Dziedzic 2004). Karakteristik gizi kurang selain mengalami defisiensi zat-zat gizi makro, juga disertai defisiensi zat-zat gizi mikro seperti Zn dan Fe. Pada anak gizi kurang, kadar albumin dalam darah rendah sehingga terjadi defisiensi zat gizi mikro seperti Zn dan Fe. Dalam tubuh, albumin merupakan protein pengangkut utama zat gizi mikro yaitu Zn dan Fe. Menurut Murray et al. (2003), defisiensi Zn akan mempengaruhi pembentukan hemoglobin (Hb), menurunkan pengambilan (uptake) Fe ke dalam eritrosit, menurunkan produksi eritrosit, dan mempengaruhi absorpsi Fe di mukosa usus.

Salah satu hasil perikanan yang memiliki potensi besar untuk solusi dalam upaya penanganan kasus gizi kurang adalah ikan gabus (Ophiocephalus striatus). Ikan gabus merupakan salah satu sumber protein hewani. Protein hewani disebut sebagai protein yang lengkap dan bermutu tinggi karena mempunyai kandungan asam-asam amino esensial yang lengkap dan susunannya mendekati asam amino yang diperlukan tubuh, serta daya cernanya tinggi sehingga jumlah yang dapat diserap juga tinggi (Muchtadi 2010). Ikan gabus merupakan bahan sumber albumin yang potensial, dapat digunakan sebagai bahan sumber biofarma dan bahan subtitusi albumin manusia (Moedjiharto 2007).

Menurut Nurimala et al. (2009), kadar protein ikan gabus adalah 25.5% dan ini lebih tinggi dibandingkan dengan ikan sarden (21.1%), ikan bandeng (20.0%), ikan kakap (20.0%), ikan lele (17.71%), dan ikan emas (16.0%). Selanjutnya menurut Astawan (2009), kandungan protein ikan gabus lebih tinggi daripada bahan pangan yang dikenal sebagai sumber protein seperti telur, daging ayam maupun daging sapi. Kadar protein per 100 gram ikan gabus adalah 20.0 gram dan lebih tinggi dibandingkan telur sebesar 12.8 gram. daging ayam sebesar 18.2 gram serta daging sapi sebesar 18.8 gram. Selain itu nilai cerna ikan

Page 23: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

2

sangat baik, yaitu mencapai lebih dari 90%. Pemberian makanan tambahan biskuit dengan suplementasi tepung ikan yang mengandung protein tinggi (asam amino yang lengkap) dan diperkaya mineral Zn dan Fe sesuai diberikan pada anak karena kandungan zat gizi biskuit tersebut lebih baik kualitasnya, dibandingkan biskuit pada umumnya yang cenderung tinggi karbohidrat dan lemak serta kurang seimbang kandungan gizi lainnya.

Tujuan

Tujuan penelitian ini, yaitu: tahap pertama penelitian adalah membuat

formulasi biskuit fungsional berbasis tepung ikan gabus (Ophiocephalus striatus) yang difortifikasi Zn dan Fe, tahap kedua penelitian adalah menganalisis efikasi pemberian biskuit fungsional ikan gabus terhadap imunitas humoral anak.

Manfaat

Pemberian makanan tambahan berupa biskuit fungsional ikan gabus

(Ophiocephalus striatus) yang difortifikasi Zn dan Fe dapat meningkatkan imunitas humoral anak.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama penyakit infeksi. Gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi disebut sistem imun (Baratawidjaja 2006). Respon imun merupakan sistem interaktif komplek dari beragam jenis sel imunokompeten yang bekerjasama dalam proses identifikasi dan eliminasi mikroorganisme patogen dan zat-zat berbahaya lainnya yang masuk ke dalam tubuh (Kresno 2001). Respon imun sangat tergantung pada kemampuan sistem imun untuk mengenali antigen yang terdapat pada pathogen potensial dan kemudian memberikan reaksi yang tepat untuk menyingkirkan sumber antigen tersebut (Roitt & Delves 2001). Menurut Kurnia et al. (2010), mekanisme interaksi antara infeksi dan KEP pada umumnya disertai dengan penekanan sistem kekebalan tubuh, keadaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) pada gizi kurang (KEP) terjadi penurunan sintesis protein, penurunan regenerasi sel, dan terjadi gangguan metabolisme; (2) pada infeksi terjadi proses peradangan, demam, dan katabolisme naik disertai peningkatan nitrogen urin, dan (3) pada penekanan imunitas terjadi sistem kekebalan sel yang menurun, respon antibodi tidak memadai, disertai imunitas mukosa menurun dan gangguan fungsi fagosit. Semakin baik respon imun tubuh maka semakin baik status kesehatan seseorang, gangguan sistem imunitas berakibat pada penurunan daya tahan tubuh sehingga meningkatkan kejadian penyakit terutama timbulnya infeksi. Sistem imunitas yang normal sangat penting untuk kesehatan manusia, keadaan gizi kurang energi dan protein berpengaruh terhadap melemahnya respon imun tubuh. Salah satu faktor eksternal yang dapat mempengaruhi sistem imunitas adalah makanan, maka perbaikan asupan gizi dapat meningkatkan sistem imun tubuh.

Page 24: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

3

Cara yang paling ideal untuk mengatasi masalah gizi adalah melalui konsumsi makanan yang seimbang sehingga tubuh memperoleh asupan zat gizi yang cukup, baik segi kualitas maupun kuantitasnya. Ruang lingkup penelitian ini disajikan pada Gambar 1. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Ho = imunitas humoral pada anak yang mendapat biskuit kontrol dan biskuit

fungsional selama intervensi 8 minggu tidak berbeda nyata. H1 = imunitas humoral pada anak yang mendapat biskuit kontrol dan biskuit

fungsional selama intervensi 8 minggu berbeda nyata. Kebaharuan Makanan tambahan berbasis pangan lokal yaitu biskuit dengan suplementasi tepung ikan gabus yang difortifikasi seng dan besi dapat menjadi pilihan sebagai PMT untuk anak. Efikasi biskuit fungsional selama 8 minggu intervensi terbukti dapat meningkatkan status gizi mikro anak yaitu hemoglobin, seng, ferritin dan albumin serta imunitas humoral (IgG).

Page 25: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

4

Keterangan:

= variabel yang diteliti = variabel yang tidak diteliti = hubungan yang dianalisis = hubungan yang tidak dianalisis

Status Gizi (z-skor, Antropometri)

Biskuit fungsional (suplementasi tepung ikan difortifikasi Zn & Fe)

Imunitas humoral (IgG), Status Gizi Mikro

(Hb, feritin, Zn & Albumin)

Konsumsi tambahan

Konsumsi Anak

Ketersediaan pangan:

Morbiditas (diare& ISPA)

Pola asuh: Pola pemberian makan

Sanitasi lingkungan

Karakteristik: Sosial ekonomi & demografi keluarga

Gambar 1 Ruang lingkup penelitian efikasi biskuit fungsional ikan gabus yang difortifikasi Zn dan Fe terhadap imunitas humoral anak

Tingkat kepatuhan

Konsumsi harian

Page 26: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

5

DAFTAR PUSTAKA

Astawan M. 2009. Ikan gabus dibutuhkan pascaoperasi [internet]. [diunduh 2011 April 28]. Tersedia pada: http://cybermed. cbn.net.id.

[Balitbangkes] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2008. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007. Jakarta (ID): Depkes RI.

______________. 2010. Basis data [internet]. [diunduh 2012 Nopember 10]. Tersedia pada http://www.litbang.kkp.go.id/basisdata.

Baratawidjaya KG. 2006. Pengertian imunokompromais dan respon imun. Artikel Cermin Dunia Kedokteran. No 83.

Caso G, Scalfi L, Marra M, Covino A, Muscaritoli M, Mc Nurian M, Garlick PJ, Contaldo F. 2000. Albumin synthesis is diminished in men consuming a predominantly vegetarian diet. J. Nutr. 130:528-533.

Dziedzic T, Slowik A, Szczudlik A. 2004. Serum albumin level as a predictor of ischemic stroke outcome. Article Stroke 35:156-158.

Kurnia P, Sarbini D, Rahmawaty S. 2010. Efek fortifikasi Fe dan Zn pada biskuit yang diolah dari kombinasi tempe dan bekatul untuk meningkatkan kadar albumin anak balita kurang gizi dan anemia. Eksplanasi. 5(2): 1-14.

Kresno SB. 2001. Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta (ID): Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Moedjiharto TJ. 2007. Ikan sebagai bahan substitusi human serum albumin (HSA) dalam penyumbang biofarma Indonesia [internet]. [diunduh 2011 April 28]. Tersedia pada: http://old-prasetya.ub.id.

Muchtadi D. 2010. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Bandung (ID): Penerbit Alfabeta.

Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. 2003. Biokimia Harper. Alih bahasa Bani Anna P. 25thed. Jakarta (ID): EGC.

Nurilmala M, Nurjanah, Utama RH. 2009. Kemunduran mutu lele dumbo (Clarias gariepinus) pada penyimpanan suhu chilling dengan perlakuan cara mati. J. Pengolahan Perikanan. 12(1):17-22.

Roitt I, Delves PJ. 2001. Roitt’s Essentisal Immunology. Tenth edition. London (GB): Blockwell Scientific Publication.

Susanto H, Maslikah SI. 2011. Efek nutrisional tepung daun kelor (Moringa oleifera) varietas NTT terhadap kadar albumin tikus Wistar kurang energi protein. Publikasi Ilmiah Seminar Nasional MIFA 2011.

Page 27: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

6

Page 28: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

7

2 METODE

Penelitian Tahap Pertama

Waktu dan tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Mei 2012. Tempat penelitian pembuatan tepung ikan gabus di Laboratorium (Lab) Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan UNLAM Banjarbaru Kalimantan Selatan. Pengujian kadar albumin ikan segar, tepung ikan dan biskuit fungsional di Lab. Kimia Universitas Muhammadiyah Malang. Pengujian asam amino di Lab. Terpadu MIPA Institut Pertanian Bogor (IPB). Pembuatan mikroenkapsulasi, pengujian kadar Zn dan Fe pada tepung ikan dan biskuit di Lab. Balai Besar Industri Agro. Pengujian sifat fisik biskuit di Lab. Pengolahan Pangan, analisis sifat kimia biskuit di Lab. Analisis Makanan dan uji organoleptik biskuit Lab. Organoleptik, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB. Bahan dan alat Bahan utama penelitian ini adalah ikan gabus segar, mineral Zn dan Fe dalam bentuk senyawa ZnSO47H2O dan FeSO47H2O. Bahan penyalut mikroenkapsul Zn dan Fe yaitu gum arab dan maltodekstrin.

Mikrokapsulasi mineral Zn dan Fe menggunakan spray dryer. Pengolahan tepung ikan menggunakan alat antara lain oven dan blender tepung. Pengolahan biskuit menggunakan alat antara lain loyang, cetakan, mixer, dan oven. Analisis kerenyahan biskuit menggunakan teksture analyzer. Analisis kadar protein dengan metode Kjeldahl, kadar lemak dengan metode Soxhlet, kadar air dengan metode gravimetri, kadar abu dengan metode pengabuan kering dan kadar karbohidrat ditentukan dengan metode by different (hasil pengurangan dari 100% dengan komponen lainnya). Analisis albumin menggunakan spektrofotometer, analisis Zn dan Fe menggunakan AAS/spektrophotometer serapan atom. Prosedur Karakterisasi dan pembuatan tepung ikan gabus

Karakterisasi ikan gabus segar parameter yang diamati yaitu komposisi asam amino, kadar protein, albumin, dan kadar air. Pengujian tepung ikan meliputi parameter rendemen, uji proksimat (kadar air, abu, lemak, protein, dan kabohidrat/by difference), serta kadar albumin, Zn dan Fe.

Prosedur pembuatan tepung ikan dimulai dari tahap pembersihan ikan dan penghilangan kepala, ekor, isi perut, sisik, serta sirip. Selanjutnya ikan dibelah di bagian punggung dan dilakukan pencucian menggunakan air bersih sebanyak 3 kali ulangan. Dilakukan pengukusan (pasteurisasi) ikan selama 30 menit pada suhu 85–90oC. Selesai proses pengukusan ikan dilanjutkan pemisahkan daging ikan dari tulang dan kulit. Daging ikan yang diperoleh dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50oC selama 4 jam. Selanjutnya daging ikan yang telah kering

Page 29: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

8

dihaluskan menggunakan blender tepung dan dilakukan pengayakan agar diperoleh butiran tepung ikan yang seragam (ukuran ±60–80 mesh). Formulasi biskuit berbasis tepung ikan

Formulasi biskuit berbasis tepung ikan gabus menggunakan rancangan percobaan RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan empat taraf perlakuan, yaitu 0%, 10%, 15%, dan 20% tepung ikan (TI) dari berat total adonan biskuit. Penerimaan terhadap biskuit berbasis tepung ikan menggunakan uji organoleptik berupa uji hedonik dengan panelis semi terlatih sebanyak 30 orang dan skala penilaian 1–5. Biskuit fungsional dengan substitusi 15% tepung ikan memberikan rasa dan tekstur yang paling disukai panelis. Mikroenkapsulasi dan formulasi biskuit fungsional

Komposisi penyalut mikrokapsul mineral dengan perbandingan gum arab

dan maltodekstrin adalah 70:30 untuk Fe dan 80:20 untuk Zn. Perbedaan rasio gum arab terhadap maltodekstrin dilakukan dengan tujuan untuk mencegah interaksi negatif Fe dan Zn di dalam usus (Kustiyah et al. 2010). Mineral yang digunakan sebagai inti mikrokapsul ini adalah fero sulfat dan seng sulfat. Mikrokapsulasi mineral dilakukan dengan metode spray drying (Purnamasari 2009; Desai & Park 2005).

Menurut Marcelino (2012), kandungan gizi biskuit fungsional yang difortifikasi Zn dan Fe dalam 100 g biskuit adalah air 2.73 g; abu 2.08 g; protein 13.34 g; lemak 24.53 g; karbohidrat 57.32 g; energi 503 Kal; 11.7 mg Fe dan 8.83 mg Zn (memenuhi SNI 01-2973-1992). Bioavailabilitas pada 50% AKG yaitu Zn 76.32% dan Fe 41.80% serta daya cerna protein 78.45%. Kandungan gizi per serving size (60 g) adalah 302 kkal, 8 g protein, 6.7 mg Fe dan 5.3 mg Zn.

Menurut Hardinsyah dan Victor (2004), suatu bahan pangan dapat diklaim kaya akan suatu zat gizi apabila pangan tersebut mengandung paling sedikit 20% AKG dalam setiap ukuran saji. Kontribusi energi dari biskuit fungsional sebesar 19.48% yang berarti kurang dari 20% AKG sehingga biskuit fungsional tidak dapat dinyatakan sebagai pangan kaya energi, tetapi sebagai pangan sumber energi yang baik. Kontribusi protein dari biskuit fungsional sebesar 20.51%, Fe sebesar 74.44%, dan Zn sebesar 54.64% telah memenuhi standar kategori biskuit kaya protein, Fe dan Zn.

Penelitian Tahap Kedua

Tempat, waktu dan desain penelitian

Tempat kegiatan intervensi adalah di Desa Pilar Semplak, Kelurahan Semplak, Kecamatan Bogor Barat, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi berdasarkan rekomendasi dari Puskesmas Semplak bahwa di Desa Pilar Semplak ditemukan kasus balita gizi buruk dan balita kondisi gizi kurang mengarah pada gizi buruk. Izin penelitian dari Kecamatan Bogor Barat dan Dinas Kesehatan Kota Bogor disajikan pada Lampiran 1.

Page 30: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

9

Penelitian intervensi telah dilaksanakan selama 8 minggu (September s/d Oktober 2012). Disain penelitian bersifat Randomized Controlled Trial (RCT) Single Blind Pre-post Study yaitu kondisi dimana subjek penelitian tidak mengetahui secara rinci jenis perlakuan apa yang diberikan. Produk biskuit untuk intervensi baik perlakuan biskuit kontrol maupun biskuit fungsional memiliki bentuk, ukuran dan kemasan yang sama sehingga masing-masing subjek penelitian tidak mengetahui jenis perlakuan yang diterima. Biskuit kontrol dan biskuit fungsional memiliki kandungan protein dan energi yang setara (mendekati sama) tetapi berasal dari sumber protein yang berbeda. Perlakuan penelitian adalah pemberian makanan tambahan yaitu, biskuit kontrol yaitu biskuit susu yang tidak difortifikasi Zn dan Fe dan biskuit fungsional yaitu biskuit ikan yang difortifikasi Zn dan Fe. Besar subjek Penelitian tahap kedua memberikan efikasi biskuit dengan suplementasi tepung ikan gabus yang difortifikasi Zn dan Fe terhadap imunitas humoral anak. Penelitian ini membandingkan antara subjek kelompok kontrol dengan subjek kelompok perlakuan. Besarnya contoh menggunakan selisih IgG total antara dua kelompok perlakuan (d) sebesar 0.8 IU/mL dengan simpangan baku (S) sebesar 1.0 IU/mL, dan salah jenis pertama (α) sebesar 5%, power test sebesar 1-β (80%) (Sastroasmoro dan Ismail 2002). Rumus untuk menghitung replikasi/ulangan ditentukan sebagai berikut:

Berdasarkan perhitungan dalam rumus matematis tersebut diperoleh n = 12.3 dibulatkan menjadi 12 sebagai batas minimal dari besar subjek, kemudian ditambah 20% (2.4 subjek dibulatkan menjadi 2 subjek) untuk kemungkinan gagal sehingga jumlah subjek penelitian menjadi 14 anak per kelompok perlakuan, untuk 2 perlakuan diperlukan subjek sebanyak 28 anak.

Prosedur sampling

Subjek penelitian ini adalah anak berusia 4–5 tahun. Teknik pengambilan sampel menggunakan sampling purposive yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono 2010). Screening/penapisan subjek penelitian ini melalui beberapa tahapan, yaitu: (1) membuat daftar anak berusia 4–5 tahun berdasarkan data dari Posyandu Melati dan dilanjutkan kunjungan ke rumah ibu subjek untuk memberi penjelasan tentang penelitian dan pengisian informed concent penelitian; (2) pemeriksaan klinis oleh dokter dan wawancara

Page 31: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

10

berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi (3); dan dipilih 28 anak. Anak yang terpilih selanjutnya diacak kembali untuk menentukan anak yang mendapat biskuit kontrol dan biskuit fungsional.

Obat cacing (deworming) diberikan pada anak, yaitu 1 minggu (H-7) sebelum dilakukan intervensi PMT biskuit, dengan tujuan untuk menyamakan kondisi kesehatan khususnya yang berkaitan dengan pencernaan anak. Pada akhir intervensi jumlah subjek sebanyak 27 anak, 1 anak droupout karena tidak bersedia diambil sampel darahnya. Kriteria inklusi dan eksklusi subjek penelitian disajikan pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1 Kriteria inklusi untuk penentuan subjek penelitian

No. Kriteria

1. Berumur 4–5 tahun 2. Tidak menderita infeksi sekunder berdasarkan pemeriksaan dokter 3. Tidak mempunyai alergi berat berdasarkan medical questionnaire 4. Tidak mengkonsumsi antibiotik/laxative (4 minggu sebelum penelitian)

Tabel 2 Kriteria eksklusi untuk penentuan subjek penelitian

No. Kriteria

1. Mempunyai kelainan congenital/cacat bawaan 2. Menerima PMT yang serupa dari penelitian atau program PMT lain 3. Tidak menyetujui informed consent 4. Sedang berpartisipasi dalam penelitian lain

Peneliti dibantu oleh enumerator untuk pengumpulan dan pelaksanaan

intervensi. Sebelum melakukan pengumpulan data, enumerator terlebih dahulu diberi penjelasan tujuan dan ruang lingkup penelitian, cara melakukan intervensi, pengisian kuesioner, pengawasan dan pelaksanaan intervensi, penggunaan panduan pengumpulan data dan teknik wawancara. Diagram alir penelitian efikasi biskuit fungsional ikan gabus yang difortifikasi Zn dan Fe disajikan pada Gambar 2. Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan terdiri dari pengamatan karakteristik anak dan keluarga, jumlah konsumsi biskuit harian dan selama intervensi, serta konsumsi pangan anak. Data status gizi anak ditentukan berdasarkan indeks antropometri berat badan terhadap umur (BB/U), tinggi badan terhadap umur (TB/U), dan berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB). Oleh karena itu dilakukan pengukuran berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Data status gizi mikro meliputi pengamatan kadar hemoglobin (Hb), ferritin (Fs), seng (Zn), dan albumin. Data morbiditas meliputi pengamatan kejadian ISPA (infeksi saluran pernapasan atas) dan diare serta status imunitas humoral yaitu pengamatan immonuglobulin G (IgG) serum anak.

Page 32: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

11

Pengamatan karakteristik anak dan keluarga diperoleh dari hasil wawancara dengan respoden oleh enumerator menggunakan kuesioner. Data konsumsi biskuit diperoleh dari form pemantauan mingguan yang dapat memberikan gambaran rerata asupan biskuit harian dan selama 8 minggu intervensi. Data asupan pangan yang digali dengan metode recall 2 kali 24 jam dilakukan secara berturutan dan metode qualitative FFQ (Food Frequency Questionnaires) dengan tujuan untuk memperoleh data yang cukup representatif serta lebih mengambarkan kebiasaan makan anak. Data asupan pangan harian anak dikonversi ke dalam satuan energi dan zat gizi dengan berpedoman pada kandungan zat gizi yang terdapat dalam Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM 2004). Tingkat kecukupan energi dan zat gizi diperoleh dengan membandingkan data riil konsumsi dengan angka kecukupan energi dan zat gizi berdasarkan AKG/Angka Kecukupan Gizi (Hardinsyah & Victor 2004).

Populasi Balita

Kriteria eksklusi Kriteria inklusi

Randomized Controlled Trial (n = 28 anak)

2 Perlakuan

Biskuit kontrol (14 anak)

Biskuit fungsional ikan gabus, difortifikasi Zn & Fe (14 anak)

Pemberian obat cacing (deworming)

Pengamatan parameter: respon imun, status gizi & morbiditas

H -7 hari

Base line Bulan ke-0 (hari ke-0)

Bulan ke-1(hari ke-30)

End line Bulan ke-2 (hari ke-60)

Pengamatan parameter: respon imun, status gizi & morbiditas

Pengamatan parameter: status gizi & morbiditas

Gambar 2 Diagram alir penelitian efikasi biskuit fungsional ikan gabus yang difortifikasi Zn dan Fe

Page 33: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

12

Data status gizi diukur secara antropometri meliputi berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) dilakukan pengamatan pada awal intervensi dan selama intervensi (bulan ke-1 dan ke-2). Selain itu, dilakukan analisis menggunakan indeks antropometri, yakni BB/U, TB/U, dan BB/TB. Penentuan nilai Z skor berdasarkan BB/U,TB/U dan BB/TB menggunakan software WHO Anthro versi 3.0.1 tahun 2009.

Data morbiditas juga diperoleh dari form pemantauan yang berisi kejadian sakit (frekuensi dan lama sakit) selama intervensi dan episode sakit dihitung dengan menjumlahkan frekuensi terjadinya ISPA dan diare pada pemantauan bulan ke 1 dan 2, sehingga didapatkan episode ISPA dan diare dalam 2 bulan dan selanjutnya untuk mengetahui episode dalam 1 tahun diperoleh dengan mengalikan 6 (Adi 2010).

Data status gizi mikro diperoleh dengan mengamati serum anak sebelum dan sesudah intervensi meliputi kadar Hb, Fs, Zn dan albumin. Pengukuran kadar hemoglobin menggunakan metode Cianmethemoglobin, dan ferritin dengan metode Imunometric Assay/IRMA, kadar Zn dan Fe dengan Atomic Absorption Spectrophotometer/AAS (Dawiesah 1989). Status anemia dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu: (1) normal jika konsentrasi Hb ≥ 11g/d L; (2) anemia jika konsentrasi Hb < 11g/dL (WHO 1996). Status besi dilihat dari kadar ferritin (Fs) serum dikelompokan dua, yaitu: (1) normal jika konsentrasi Fs > 12 µg/L; (2) defisiensi jika konsentrasi Fs ≤ 12 µg/ L (Cook 1994). Defisiensi Zn jika konsentrasi Zn serum ≤ 10.7 µmol/ L (Aritonang 2007). Pengukuran albumin dengan metode BCG/Bromocresol Green dan albumin normal pada rentang 3.5–5.5 g/dL (Hasan & Titis 2008).

Pengukuran status imunitas humoral dilakukan sebelum dan sesudah intervensi yaitu IgG dengan metode ELISA/Enzyme Linked Immunosorbent ass ay) dan IgG serum normal pada rentang 8–16 mg/mL (Tizard 1988). Analisis statistik

Data base line berupa karakteristik sosial ekonomi keluarga dan anak, status gizi anak, tingkat kecukupan energi, protein serta profil darah anak dianalisis secara univariat, bivariat, dan multivariat. Analisis univariat atau analisis deskriptif menggambarkan sebaran variabel yang diteliti dalam kuesioner berdasarkan persen dan rerata. Uji Crosstab untuk menggambarkan deskripsi variabel yaitu kecukupan energi dan protein terhadap profil darah anak.

Analisis bivariat menggunakan uji korelasi Pearson dan Chi-Square untuk menganalisis hubungan variabel karakteristik subjek dan keluarga dengan status gizi anak, hubungan tingkat kecukupan energi, protein dan profil darah anak. Analisis multivariat menggunakan regresi Stepwise yang bertujuan untuk mengetahui keeratan korelasi antar variabel.

Analisis data base line dan end line dalam satu perlakuan menggunakan statistik paired t test untuk menguji beda rerata dua sampel berpasangan (dependent) dan data berdistribusi normal. Sedangkan antar pelakuan menggunakan independent t test untuk menguji beda rarata biskuit kontrol dan biskuit fungsional dan data berdistribusi normal. Tipe dan analisis statistik data penelitian efikasi biskuit fungsional ikan gabus yang difortifikasi Zn dan Fe disajikan pada Tabel 3. Pengolahan dan analisis data masing-masing

Page 34: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

13

menggunakan software Microsoft Office Excell 2007 dan software SPSS (Statistic Program for Social Science) for windows versi 16.0 tahun 2007.

Tabel 3 Tipe data dan analisis statistik No. Tipe data Analisis statistik 1. Karakteristik sosial ekonomi keluarga dan anak

(besar keluarga, pendidikan ayah & ibu, pekerjaan ayah & ibu, pendapatan & pengeluaran)

deskriptif

2. Konsumsi biskuit deskriptif 3. Pengaruh dalam perlakuan

(sebelum dan setelah intervensi) o Asupan energi dan zat gizi o Status gizi (BBU, TBU dan BBTB) o Morbiditas (ISPA dan diare ) o Kadar Hb, Fs, Zn, albumin, dan IgG

deskriptif dan inferensial

4. Pengaruh antar perlakuan (sebelum dan setelah intervensi) o Konsumsi energi dan zat gizi o Status gizi (BBU, TBU dan BBTB) o Morbiditas (ISPA dan diare ) o Kadar Hb, Fs, Zn, albumin, dan IgG

deskriptif dan inferensial

Ethical clearance dan informed concent

Persetujuan etik (Ethical clearance) penelitian ini dengan No. KE.01.10/EC/642/tertanggal 3 Oktober 2012 diperoleh dari Badan Litbang Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta (Lampiran 2). Informed concent dari ibu pada masing-masing subjek dalam penelitian ini, diperoleh setelah diberikan penjelasan tentang penelitian ini, meliputi tujuan, metode dan kemungkinan risiko yang terjadi selama mengikuti penelitian ini. Ibu anak yang telah memahami dan bersedia dan berpartisipasi dalam penelitian diminta untuk menandatangi informed concent yang telah dipersiapkan (Lampiran 3), foto kegiatan penelitian (Lampiran 4) dan riwayat hidup peneliti (Lampiran 5).

DAFTAR PUSTAKA

Adi AC. 2010. Efikasi pemberian makanan tambahan (PMT) biskuit diperkaya

dengan tepung protein ikan lele dumbo (Clarias gariepinus), isolate protein kedelai dan probiotik Enterococcus faecium IS-27526 yang dimikroenkapsulasi pada balita (2-5 tahun) berat badan rendah [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Aritonang E. 2007. Pengaruh pemberian mie instan fortifikasi pada ibu menyusui terhadap kadar zink dan besi ASI serta pertumbuhan linier bayi [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Cook JD. 1994. Iron deficiency anaemia. Baillineres Clin. Haematol. 7:787-804.

Page 35: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

14

Dawiesah SI. 1989. Petunjuk Laboratorium Penentuan Nutrient dalam Jaringan dan Plasma Tubuh. Yogyakarta (ID): Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada.

Desai KGH, Park HJ. 2005. Recent developments in microcapsulation of food ingredients. Drying Technology. 23:1361-1394.

[DKBM] Daftar Komposisi Bahan Makanan. 2004. Jakarta (ID): Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Hardinsyah, Victor T. 2004. Angka kecukupan energi, protein, lemak dan serat makanan. Di dalam: Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII; Jakarta, 17-19 Mei 2004. Jakarta (ID): Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. hlm 21-40

Hasan I, Titis A. 2008. Peran albumin dalam penatalaksanaan sirosis hati. Medicius. 21(2):3-7.

Kustiyah L, Anwar F, Dewi M. 2010. Mikroenkapsulasi mineral besi dan seng dalam pembuatan makanan tambahan untuk balita gizi kurang [laporan akhir]. Hibah Kompetitif Penelitian Strategis Nasional. Bogor (ID): Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Institut Pertanian Bogor.

Marcelino GT. 2012. Formulasi cookies fungsional berbasis tepung ikan gabus (Channa striata) dengan fortifikasi mikrokapsul Fe dan Zn [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor.

Purnamasari T. 2009. Fortifikasi mikrokapsul besi pada permen cokelat untuk mengatasi defisiensi besi pada remaja putri [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor.

Sastroasmoro S, Ismail S. 2002. Dasar-Dasar Metodelogi Penelitian Klinis Ed 2. Jakarta (ID): CV. Sagung Seto.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1992. Mutu dan Cara Uji Biskuit SNI 01-2973-1992. Jakarta (ID): Dewan Standarisasi Nasional.

Sugiyono. 2010. Statistika untuk Penelitian. Bandung (ID): Alfabet

Tizard I. 1988. Pengantar Imunologi Vereriner. Edisi kedua. Terjemahan Masduki Partodirejo. Surabaya (ID): Airlangga University Press.

[WHO] World Health Organization. 1996. Trace Elements in Human Nutrition and Health. Geneva (CH): WHO.

Page 36: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

15

3 FORMULASI BISKUIT FUNGSIONAL BERBASIS TEPUNG IKAN GABUS (Ophiocephalus striatus)

Pendahuluan

Ikan gabus (Ophiocephalus striatus) di perairan Kalimantan Selatan

merupakan jenis ikan yang paling banyak ditemukan dan sangat digemari masyarakat sebagai ikan konsumsi. Jenis olahan ikan gabus masih sangat terbatas, dan umumnya berupa ikan asin, ikan bakar, ikan goreng dan dibuat makanan khas daerah yang dikenal dengan nama ”ketupat kandangan”.

Menurut Astawan (2009), kandungan protein ikan gabus lebih tinggi daripada bahan pangan lain yang dikenal sebagai sumber protein seperti telur, daging ayam maupun daging sapi. Kadar protein per 100 g ikan gabus adalah 20.0 g dan lebih tinggi dibandingkan telur sebesar 12.8 g, daging ayam sebesar 18.2 g serta daging sapi sebesar 18.8 g. Selain itu nilai cerna ikan sangat baik, yaitu mencapai lebih dari 90%.

Selama ini, pemanfaatan ikan gabus masih terbatas umumnya sebagai ikan konsumsi sehingga perlu upaya diversifikasi hasil olahan perikanan. Diversifikasi hasil olahan perikanan bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah (added value) dari ikan segar dan juga mengatasi sifat ikan yang mudah busuk (perishable). Pengolahan tepung ikan merupakan salah satu bentuk diversifikasi hasil olahan dan tepung ikan termasuk produk olahan setengah jadi (intermediate) yang dapat ditambahkan pada produk olahan lainnya seperti: biskuit.

Menurut Susanto dan Maslikah (2011), pada kasus gizi buruk defisiensi protein akan menurunkan kualitas hidup individu dengan efek penurunan sistem imun yaitu gangguan terhadap produksi antibodi di dalam tubuh yang mengakibatkan mudahnya mikroorganisme patogen atau infeksi masuk ke dalam tubuh. Selanjutnya menurut Caso et al. (2000). Masukan protein dari diet dapat menstimulasi sintesis albumin serum yang berperan dalam regulasi protein tubuh. Kadar albumin serum selain berpengaruh pada tingkat sirkulasi juga berpengaruh pada tingkat seluler yaitu sebagai suatu biomarker status gizi seseorang (Dziedzic 2004). Ikan gabus merupakan salah satu sumber protein hewani. Protein hewani disebut sebagai protein yang lengkap dan bermutu tinggi karena mempunyai kandungan asam-asam amino esensial yang lengkap dan susunannya mendekati asam amino yang diperlukan tubuh, serta daya cernanya tinggi sehingga jumlah yang dapat diserap juga tinggi (Muchtadi 2010). Ikan gabus merupakan bahan sumber albumin yang potensial, dapat digunakan sebagai bahan sumber biofarma dan bahan subtitusi albumin manusia (Moedjiharto 2007).

Biskuit dengan suplementasi tepung ikan gabus mengandung protein tinggi (asam amino yang lengkap) sehingga dapat dikategorikan sebagai biskuit fungsional. Biskuit berbasis tepung ikan sesuai diberikan pada balita karena kandungan zat gizi biskuit tersebut lebih baik kualitasnya, dibandingkan biskuit pada umumnya yang cenderung tinggi karbohidrat dan lemak serta kurang seimbang kandungan gizi lainnya. Biskuit dengan substitusi tepung ikan gabus dapat menjadi pilihan sebagai makanan tambahan untuk balita karena biskuit mengandung protein tinggi, sangat praktis dalam penyajiannya dan dapat diterima anak. Biskuit dapat diterima anak dengan rasa dan bentuknya dibuat beraneka ragam, cukup mengenyangkan dengan kandungan gizi yang lengkap, serta sifat

Page 37: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

16

biskuit mudah dibawa karena volume dan beratnya yang kecil dan umur simpannya yang relatif lama. Biskuit dengan substitusi tepung ikan gabus dapat menjadi pangan potensial sumber protein, namun substitusi tepung ikan ke dalam biskuit dapat mempengaruhi kualitas organoleptik. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan formula biskuit berbasis tepung ikan gabus terhadap penerimaan penelis.

Metode Penelitian

Bahan dan alat

Bahan utama penelitian ini adalah ikan gabus segar dengan peralatan

pembuat tepung ikan antara lain oven dan blender tepung serta pembuatan biskuit menggunakan alat antara lain loyang, cetakan, mixer, dan oven. Analisis kadar protein dengan metode Kjeldahl, kadar lemak dengan metode Soxhlet, kadar air dengan metode gravimetri, kadar abu dengan metode pengabuan kering dan kadar karbohidrat ditentukan dengan metode by different (hasil pengurangan dari 100% dengan komponen lainnya). Analisis albumin menggunakan spektrofotometer, analisis Zn dan Fe menggunakan AAS/spektrophotometer serapan atom.

Tahapan penelitian Karakterisasi dan pembuatan tepung ikan gabus

Karakterisasi dan penentuan kadar protein serta komposisi asam amino ikan gabus segar dilakukan sebelum pembuatan tepung ikan. Selain itu, juga dilakukan analisis kadar air dan albumin pada ikan gabus segar dan tepung ikan.

Prosedur pembuatan tepung ikan dimulai dari tahap pembersihan ikan dan penghilangan kepala, ekor, isi perut, sisik, serta sirip. Selanjutnya ikan dibelah di bagian punggung dan dilakukan pencucian menggunakan air bersih sebanyak 3 kali ulangan. Dilakukan pengukusan (pasteurisasi) ikan selama 30 menit pada suhu 85–90oC. Selesai proses pengukusan ikan dilanjutkan pemisahkan daging ikan dari tulang dan kulit. Daging ikan yang diperoleh dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50oC selama 4 jam. Selanjutnya daging ikan yang telah kering dihaluskan menggunakan blender tepung dan dilakukan pengayakan agar diperoleh butiran tepung ikan yang seragam (ukuran ±60–80 mesh). Formulasi biskuit

Formulasi biskuit fungsional berbasis tepung ikan gabus menggunakan rancangan percobaan RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan empat taraf perlakuan, yaitu 0%, 10%, 15%, dan 20% tepung ikan (TI) dari berat total adonan biskuit. Pengujian penerimaan terhadap biskuit menggunakan uji organoleptik berupa uji hedonik.

Page 38: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

17

Hasil Karakterisasi dan pembuatan tepung ikan gabus

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ikan gabus mengandung protein

sebesar 19.26% (bb) atau 79.9% (bk) dan mengandung albumin sebesar 45.29% (bb) atau 82.78% (bk) dari total protein. Selanjutnya ikan gabus diolah menjadi tepung maka diperoleh kadar protein sebesar 76.9% (bk) dan albumin sebesar 24.25% (bk) dari total protein. Analisis asam amino dilakukan untuk menduga komposisi asam amino dan menentukan kadar asam amino pada protein ikan gabus. Komposisi asam amino ikan gabus disajikan pada Tabel 4.

Rendemen merupakan berat tepung ikan yang diperoleh dibandingkan dengan berat ikan gabus segar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 10 kg daging ikan gabus segar diperoleh rendemen tepung ikan sebesar 800 g atau rendemennya sebesar 8%. Kandungan gizi tepung ikan gabus dalam 100 g bahan adalah air 13.61%, abu 5.96%, protein 76.9%, lemak 0.55%, karbohidrat 3.53%, Zn 3.09 mg dan Fe 4.43 mg.

Tabel 4 Komposisi asam amino ikan gabus

Jenis asam amino Konsentrasi (%)

Asam aspartat 1.9 Asam glutamate 2.9 Serin 0.8 Histidin 0.4 Glisin 1.2 Treonin 0.8 Arginin 1.3 Alanin 1.3 Tirosin 0.7 Metionin 0.6 Valin 0.8 Fenilalanin 0.8 Isoleusin 0.8 Leusin 1.1 Lisin 1.7

Formulasi biskuit

Formulasi biskuit tepung ikan gabus didasarkan pada kecukupan energi

dan protein balita berusia 4–5 tahun, adapun angka kecukupan tersebut adalah 1 550 kkal energi dan 39 gram protein. Biskuit berbasis tepung ikan gabus merupakan makanan tambahan yang diharapkan dapat membantu memenuhi kecukupan energi dan protein. Formulasi biskuit menggunakan 4 taraf perlakuan, yaitu 0%, 10%, 15%, dan 20% tepung ikan terhadap total berat adonan dan jumlah tepung ikan ini akan mensubstitusi penggunaan tepung terigu. Formula biskuit berbasis tepung ikan disajikan pada Tabel 5.

Page 39: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

18

Tabel 5 Formula biskuit berbasis tepung ikan

Bahan Komposisi

F0 F1 F2 F3 Terigu (g) 250 183.6 150.5 117.3 Tepung ikan (g) 0 66.3 99.5 132.7 Susu Skim (g) 25 25 25 25 Gula halus(g) 112.5 112.5 112.5 112.5 Maizena (g) 25 25 25 25 Cokelat bubuk (g) 12.5 12.5 12.5 12.5 Keju (g) 37.5 37.5 37.5 37.5 Mentega (g) 125 125 125 125 Margarin (g) 25 25 25 25 Telur (g) 50 50 50 50 Maltodekstrin (g) 1 1 1 1

Total 663.5 663.5 663.5 663.5 F0= 0%; F1= 10%; F2=15%; F3= 20% tepung ikan dari total berat adonan

Penerimaan biskuit dilakukan dengan uji organoleptik berupa uji hedonik

oleh 30 orang panelis semi terlatih. Nilai modus dan persentase panelis disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Nilai modus dan persentase panelis

Karakteristik Formula

F0 F1 F2 F3 Nilai % Nilai % Nilai % Nilai %

Warna 4 73,34 4 51,67 4 58,34 4 55,00 Aroma 4 51,67 2 36,67 2 41,67 3 41,67 Rasa 4 46,67 2 48,34 2 40,00 2 36,67 Tekstur 4 43,34 4 35,00 3 38,33 3 36,67 Keseluruhan 4 55,00 3 38,34 3 40.00 2 38,33

F0= 0%; F1 = 10%; F2=15%; F3 = 20% tepung ikan dari total berat adonan Angka di dalam kurung menyatakan persentase panelis.

Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai modus warna biskuit yaitu 4 (suka)

untuk semua formula tetapi dengan jumlah persentase panelis yang berbeda. Nilai modus aroma biskuit untuk formula F0 yaitu 4 (suka), untuk formula F1 dan F2 yaitu 2 (tidak suka) serta formula F3 (biasa). Nilai modus rasa biskuit untuk formula F0 yaitu 4 (suka), untuk formula F1, F2, dan F3 yaitu 2 (tidak suka). Nilai modus tekstur biskuit untuk formula F0 dan F1 yaitu 4 (suka), untuk formula F2 dan F3 yaitu 3 (biasa). Secara keseluruhan nilai modus biskuit untuk formula yaitu 4 (suka), untuk formula F1 dan F2 yaitu 3 (biasa) dan formula F3 yaitu 2 (tidak suka). Persentase penerimaan biskuit disajikan pada Tabel 7.

Page 40: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

19

Tabel 7 Persentase penerimaan biskuit

Karakteristik Formula

F0 F1 F2 F3 Persentase (%)

Warna 100.0ª 95.0ª 93.3ª 96.7ª Aroma 98.3ª 60.0ª 58.3ª 63.3ª Tekstur 90.0ª 70.0b 73.3c 65.0 d Rasa 96.7ª 45.0ª 58.3ª 56.7ª Keseluruhan 100.0ª 68.3ª 63.3ª 56.7ª

F0= 0%; F1 = 10%; F2=15%; F3 = 20% tepung ikan dari total berat adonan Huruf dengan superscript sama dalam satu lajur menunjukkan tidak berbeda nyata

Pembahasan

Nilai gizi protein dapat diartikan sebagai kemampuan suatu protein untuk dapat dimanfaatkan oleh tubuh sebagai sumber nitrogen untuk sintesis protein tubuh. Terdapat dua faktor yang menentukan nilai gizi suatu protein, yaitu: (1) daya cerna atau nilai cernanya dan (2) kandungan asam amino esensialnya. Protein yang mudah dicerna (dihidrolisis) oleh enzim-enzim pencernaan, serta mengandung asam-asam amino esensial yang lengkap serta dalam jumlah yang seimbang merupakan protein yang bernilai gizi tinggi (Muchtadi 2010).

Tabel 4 menunjukkan bahwa ikan gabus pada penelitian ini mengandung 15 jenis asam amino dengan tiga asam amino esensial pada konsentrasi tertinggi yaitu lisin sebesar 1.67%, arginin sebesar 1.34%, dan leusin sebesar 1.13%. Menurut Rosa dan Nunes (2004), asam amino arginin, lisin, dan leusin adalah asam amino esensial yang penting dari hewan perairan, oleh karena itu dikenal sebagai pangan tinggi protein. Selanjutnya menurut Selcuk et al. (2010), asam amino esensial untuk anak-anak adalah arginin dan histidin. Arginin sangat penting bagi anak-anak untuk meningkatkan pengeluaran hormon pertumbuhan (Emmanuel et al. 2008). Lisin berfungsi sebagai bahan dasar antibodi darah, memperkuat sistem sirkulasi, mempertahankan pertumbuhan sel-sel normal, bersama prolin dan vitamin C akan membentuk kolagen dan menurunkan kadar trigliserida darah yang berlebihan (Harli 2008). Kandungan asam amino non esensial yang tertinggi pada ikan gabus adalah asam glutamat sebesar 2,94% dan asam aspartat sebesar 1,90%. Asam glutamat dan asam aspartat penting karena menciptakan karakteristik aroma dan rasa pada makanan (Oladapa et al. 1984).

Seperti telah disebutkan pada hasil penelitian ini, ikan gabus mengandung protein dan albumin tinggi. Hasil penelitian Okuzumi dan Fujii (2000), ikan dan biota perairan mengandung protein dengan jumlah yang cukup banyak, yaitu 18-20%. Kelebihan yang dimiliki oleh protein biota perairan adalah proteinnya yang mudah dicerna oleh tubuh dan kelengkapan asam amino di dalamnya. Penelitian Santosa (2001); Nurilmala et al. (2009) menemukan bahwa ikan gabus mengandung kadar protein sebesar 25.5% (bb) dan albumin sebesar 24% (bb).

Protein daging ikan bersifat tidak stabil dan mempunyai sifat dapat berubah dengan berubahnya kondisi lingkungan (Georgiev et al. 2008). Kadar protein ikan baik dalam basis basah maupun basis kering dapat berubah bergantung kepada jenis spesies dan metode pengolahannya (Selcuk et al. 2010).

Page 41: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

20

Hasil analisa kadar protein dan albumin tepung ikan gabus dipengaruhi oleh lokasi/habitat ikan gabus dan cara pengolahan tepung ikan.

Kualitas kimiawi tepung ikan gabus termasuk golongan mutu I, tetapi ditinjau dari kadar air tepung ikan termasuk mutu III (SNI 01-2715-1996/Rev.92). Kadar air tepung ikan gabus lebih tinggi daripada standar SNI, karena pada saat proses pengeringan terjadi pengerasan (case hardening) pada permukaan daging ikan yang akhirnya menghambat pengeluaran air dari dalam daging ikan.

Uji organoleptik dilakukan pada empat parameter yaitu warna, aroma, rasa, dan tekstur karena suka atau tidaknya konsumen terhadap suatu produk dipengaruhi oleh warna, bau, rasa, dan rangsangan mulut (Laksmi 2012). Pada Tabel 7 memperlihatkan persentase penerimaan panelis terhadap warna dan aroma biskuit ikan tertinggi pada formula F3 berurutan yaitu sebesar 96.7% dan 63.3%. Persentase penerimaan terhadap tekstur dan rasa biskuit ikan tertinggi pada formula F2 berurutan yaitu sebesar 73.3% dan 58.3%. Persentase penerimaan tertinggi terhadap keseluruhan karakteristik uji organoleptik pada formula F1 yaitu sebesar 68.3%. Hasil sidik ragam persentase penerimaan panelis menunjukkan bahwa konsentrasi tepung ikan gabus berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap tekstur biskuit, namun tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap aroma, rasa, warna dan keseluruhan biskuit. Konsentrasi tepung ikan pada pengolahan biskuit fungsional memberikan perbedaan nyata antar perlakuan untuk spesifikasi tekstur biskuit. Penentuan formula terpilih didasarkan pada hasil uji organoleptik yang menunjukkan bahwa substitusi 15% tepung ikan memberikan rasa dan tekstur yang paling disukai panelis. Menurut Mervina et al. (2012), tekstur merupakan salah satu atribut organoleptik yang mempengaruhi penerimaan panelis terhadap biskuit.

Simpulan

Ikan gabus pada penelitian ini mengandung protein sebesar 19.26% (bb)

atau 79.9% (bk) dan mengandung albumin sebesar 45.29% (bb) atau 82.78% (bk) dari total protein. Tepung maka diperoleh kadar protein sebesar 76.9% (bk) dan albumin sebesar 24.25% (bk) dari total protein. Ikan gabus mengandung 15 jenis asam amino dengan tiga asam amino esensial pada konsentrasi tertinggi yaitu lisin sebesar 1.67%, arginin sebesar 1.34%, dan leusin sebesar 1.13%. Kandungan asam amino non esensial yang tertinggi adalah asam glutamat sebesar 2.94% dan asam aspartat sebesar 1.90%.

Kandungan gizi tepung ikan gabus memenuhi standar tepung ikan (SNI 01-2715-1996/Rev.92) yaitu dalam 100 g bahan mengandung air 13.6%, abu 6.0%, protein 76.9%, lemak 0.5%, karbohidrat 3.5%, Zn 3.1 mg dan Fe 4.4 mg. Biskuit fungsional dengan substitusi 15% tepung ikan gabus memberikan rasa dan tekstur yang paling disukai panelis.

Page 42: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

21

DAFTAR PUSTAKA

Astawan M. 2009. Ikan gabus dibutuhkan pascaoperasi [internet]. [diunduh 2011 April 28]. Tersedia pada: http://cybermed. cbn.net.id.

Caso G, Scalfi L, Marra M, Covino A, Muscaritoli M, Mc Nurian M, Garlick PJ, Contaldo F. 2000. Albumin synthesis is diminished in men consuming a predominantly vegetarian diet. J. Nutr. 130:528-533.

Dziedzic T, Slowik A, Szczudlik A. 2004. Serum albumin level as a predictor of ischemic stroke outcome. Article Stroke 35:156-158.

Emmanuel I, Adeyeye, Amoke M, Kenni. 2008. The relationship in the amino acid of the whole body, flesh and exoskeleton of common west African fresh water male crab Sudananautes africanus. Pakistan J. Nutr. 7(6), 748-752.

Georgiev LG, Penchev, Dimitrov D, Pavlov A. 2008. Structural changes in common carp (Cyprinus carpio) fish meat during freezing. Bulgarian J. Veterinary Medicine 2(2): 131-136.

Harli M. 2008. Asam amino esensial [internet]. [diunduh 2011 April 15]. Tersedia pada: http://www.supamas.com.

Laksmi R. 2012. Daya Ikat Air, pH dan Sifat Organoleptik Chicken Nugget yang Disubstitusi Telur Rebus. Animal Agric. J. Vol 1 No. 1 pp:453-460

Mervina, Kusharto CM, Marliyati AM. 2012. Formulasi Biskuit dengan Substitusi Tepung Ikan Lele Dumbo dan Isolat Protein Kedelai sebagai Makanan Potensial untuk Anak Balita Gizi Kurang. J.Teknologi dan Industri Pangan Vol 23 No.1 pp: 9-16

Moedjiharto TJ. 2007. Ikan sebagai bahan substitusi human serum albumin (HSA) dalam penyumbang biofarma Indonesia [internet]. [diunduh 2011 April 28]. Tersedia pada: http://old-prasetya.ub.id.

Muchtadi D. 2010. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Bandung (ID): Penerbit Alfabeta.

Nurilmala M, Nurjanah, Utama RH. 2009. Kemunduran mutu lele dumbo (Clarias gariepinus) pada penyimpanan suhu chilling dengan perlakuan cara mati. J. Pengolahan Perikanan. 12(1):17-22.

Oladapa A, Akin MAS, Olusegun LO. 1984. Quality changes of Nigerian traditionally processed freshwater fish species. J. Food Science and Techn. 19(1984), 341-348

Okuzumi M, Fujii T. 2000. Nutritional and Functional Properties of Squid and Cuttlefish. Japan (JP):Tokyo University of Fisheries.

Santosa AH. 2001. Ekstraksi albumin ikan gabus (Ophiocephalus striatus) [skripsi]. Malang (ID): Fakultas Perikanan, Universitas Brawijaya.

Page 43: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

22

Selcuk A, Ozden O, Erkan N. 2010. Effect of frying, grilling, and steaming on amino acid composition of marine fishes. J.Medicin. Food 13(6), 1524-1531.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1992. Tepung Ikan Bahan Baku Pakan SNI 01-2715-1996/Rev.1992. Jakarta (ID): Dewan Standarisasi Nasional.

Susanto H, Maslikah SI. 2011. Efek nutrisional tepung daun kelor (Moringa oleifera) varietas NTT terhadap kadar albumin tikus Wistar kurang energi protein. Publikasi Ilmiah Seminar Nasional MIFA 2011.

Rosa R, Nunes ML. 2004. Nutritional quality of red shrimp (Aristeus antennatus), pink shrimp (Parapenaeus longirostris), and Norway lobster (Nephrops norvegicus). J. Food and Agricul. 94(2004), 84-89.

Page 44: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

23

4 TINGKAT KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN SERTA PROFIL DARAH ANAK

Pendahuluan

Kualitas sumberdaya manusia ditentukan oleh keberhasilan tumbuh

kembang pada masa anak-anak. Anak-anak mengalami masa penting pada usia balita karena berkaitan dengan kesehatan dan intelektual anak. Pada masa ini anak memerlukan kebutuhan dasar berupa kesehatan dan gizi untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Kekurangan energi protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia yang perlu ditanggulangi. Kekurangan gizi merupakan salah satu penyebab tingginya angka kematian pada bayi dan anak, serta dapat menurunkan mutu kehidupan, terganggunya pertumbuhan, menurunkan daya kerja dan gangguan perkembangan mental anak. Data Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa persentase anak dengan konsumsi energi dan protein kurang dari 70% AKG adalah 33.4%, dari jumlah tersebut 24.8% berada pada kelompok umur 4–6 tahun. Sebagian besar kasus konsumsi energi protein yang berada di bawah kebutuhan minimal terjadi di daerah pedesaan dan cenderung lebih besar pada kelompok anak laki-laki (Riskesdas 2010). Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya gizi kurang maupun gizi buruk yang saling berkaitan. Faktor penyebab langsung adalah asupan energi dan zat gizi yang tidak cukup serta adanya infeksi. Faktor penyebab tak langsung adalah pola asuh yang kurang tepat seperti pemberian ASI, MPASI, ada tidaknya makanan pantangan, jumlah anggota keluarga, ketersedian pangan keluarga, dan kesehatan lingkungan. Akar permasalahan tersebut adalah tingkat pendapatan yang rendah serta kemiskinan yang berkaitan erat dengan rendahnya tingkat pendidikan orang tua (ACC/SCN-IFPRI 2000). Masalah gizi dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling mempengaruhi secara kompleks. Di tingkat rumah tangga, keadaan gizi dipengaruhi oleh kemampuan rumah tangga menyediakan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup serta pola asuh yang dipengaruhi oleh faktor pendidikan, perilaku dan keadaan kesehatan rumah tangga. Salah satu penyebab timbulnya kurang gizi pada anak balita adalah akibat pola asuh anak yang kurang memadai (Soekirman 2000). Kekurangan energi protein (KEP) disebabkan oleh kekurangan makan sumber energi secara umum dan kekurangan sumber protein. Pada anak-anak, KEP dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit infeksi dan menghasilkan rendahnya tingkat kecerdasan (Almatsier 2006). Konsumsi pangan sangat dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi meliputi tingkat pendapatan keluarga, pendidikan orang tua, pengetahuan gizi ibu dan pekerjaan orang tua. Menurut Martianto dan Ariani (2004), semakin tinggi pendapatan maka konsumsi pangan hewani cenderung semakin tinggi dan kebiasaan untuk memperoleh dan memilih pangan juga semakin besar. Tingkat pendapatan yang semakin meningkat mendorong terjadinya perubahan pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat. Kondisi sosial ekonomi yang rendah akan berpengaruh terhadap ketersediaan pangan dalam keluarga, kemudian konsumsi pangan selanjutnya berpengaruh terhadap status gizi kurang.

Page 45: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

24

Menurut Khomsan (2004), bayi sampai anak berusia 5 tahun yang lazim disebut balita termasuk golongan penduduk yang rawan terhadap kekurangan zat gizi termasuk KEP. Terjadinya gizi kurang pada anak balita tidak selalu didahului dengan terjadinya bencana kurang pangan dan kelaparan sehingga upaya penanggulangannya memerlukan pendekatan, salah satunya adalah dengan memperbaiki aspek makanan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka sebelum melakukan kegiatan intervensi pemberian makanan tambahan, penulis melakukan penelitian dengan tujuan mengetahui tingkat kecukupan energi dan protein serta profil darah anak.

Metode Penelitian Tempat dan waktu penelitian

Tempat penelitian adalah di Desa Pilar Semplak, Kelurahan Semplak, Kecamatan Bogor Barat, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi berdasarkan rekomendasi dari Puskesmas Semplak bahwa di Desa Pilar Semplak ditemukan kasus-kasus balita gizi kurang yang mengarah pada gizi buruk. Waktu penelitian dimulai dari 4 September hingga 30 Nopember 2012.

Prosedur sampling

Subjek penelitian ini adalah anak berusia 4–5 tahun. Teknik pengambilan sampel menggunakan sampling purposive yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono 2010). Screening/penapisan subjek penelitian ini melalui beberapa tahapan, yaitu: (1) membuat daftar anak berusia 4–5 tahun berdasarkan data dari Posyandu Melati dan dilanjutkan kunjungan ke rumah ibu subjek untuk memberi penjelasan tentang penelitian dan pengisian informed concent penelitian; (2) pemeriksaan klinis oleh dokter dan wawancara berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi (3); dan dipilih 27 anak. Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan berupa data sekunder dan data primer. Data

sekunder yaitu karakteristik anak (nama, umur, dan jenis kelamin) dari data kartu menuju sehat (KMS) di Posyandu Melati. Data primer terdiri dari karakteristik sosial ekonomi keluarga dan subjek penelitian (besar keluarga, pendidikan, pekerjaan ayah dan ibu, pendapatan, pengeluaran, dan konsumsi anak) serta profil darah anak (indikator status gizi mikro dan imunistas humoral). Data karakteristik sosial ekonomi diperoleh dari hasil wawancara dengan ibu/pengasuh anak oleh enumerator menggunakan kuesioner. Data profil darah diperoleh dari hasil analisis serum darah anak.

Data konsumsi pangan digali dengan metode recall 2 kali 24 jam yang dilakukan secara berturutan dengan tujuan untuk memperoleh data yang cukup representatif serta lebih mengambarkan kebiasaan makan anak. Data konsumsi pangan harian subjek dikonversi ke dalam satuan energi dan zat gizi dengan berpedoman pada kandungan zat gizi yang terdapat dalam Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM 2004). Tingkat kecukupan energi dan zat gizi diperoleh

Page 46: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

25

dengan membandingkan data riil konsumsi dengan angka kecukupan energi dan zat gizi berdasarkan AKG/Angka Kecukupan Gizi (Hardinsyah & Victor 2004). Penggolongan tingkat konsumsi dilakukan berdasarkan Depkes RI (1996), dimana tingkat konsumsi energi dan zat gizi (khususnya protein) dibagi menjadi dua dengan cut off point 70% yaitu: (1) cukup, jika konsumsi ≥ 70% AKG dan (2) kurang, jika konsumsi <70% AKG.

Data status gizi anak ditentukan berdasarkan indeks antropometri (BB/U, TB/U dan BB/TB), oleh karena itu dilakukan pengukuran berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Pengamatan profil darah anak bertujuan untuk mengetahui status gizi mikro, yaitu kadar hemoglobin (Hb), ferritin (Fs), seng (Zn), dan albumin serta status imunitas humoral, yaitu pengamatan IgG serum anak.

Pengukuran kadar hemoglobin menggunakan metode Sianmethemoglobin, dan ferritin dengan metode Imunometric Assay/IRMA, kadar Zn dan Fe dengan Atomic Absorption Spectrophotometer/AAS (Dawiesah 1989). Status anemia dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu: (1) normal jika konsentrasi Hb ≥ 11g/dL; (2) anemia jika konsentrasi Hb < 11g/dL (WHO 1996). Status besi dilihat dari kadar ferritin (Fs) serum dikelompokan dua, yaitu: (1) normal jika konsentrasi Fs > 12 µg/L; (2) defisiensi jika konsentrasi Fs ≤ 12 µg/ L (Cook 1994). Defisiensi Zn jika konsentrasi Zn serum ≤ 10.7 µmol/ L (Aritonang 2007). Pengukuran albumin dengan metode BCG/Bromocresol Green dan albumin normal pada rentang 3.5–5.5 g/dL (Hasan & Titis 2008). Pengukuran status imunitas humoral, yaitu IgG menggunakan metode ELISA/Enzyme Linked Immunosorbent assay dan IgG normal pada rentang 8–16 mg/mL (Tizard 1988). Analisis statistik

Analisis karakteristik sosial ekonomi keluarga dan anak, status gizi anak,

tingkat kecukupan energi, protein serta profil darah anak dianalisis secara univariat, bivariat, dan multivariat. Analisis univariat atau analisis deskriptif menggambarkan sebaran variabel yang diteliti dalam kuesioner berdasarkan persen dan rerata. Uji Crosstab untuk menggambarkan deskripsi tingkat kecukupan energi dan protein terhadap profil darah anak.

Analisis bivariat menggunakan uji korelasi Pearson dan Chi-Square untuk menganalisis hubungan variabel karakteristik subjek dan keluarga dengan status gizi anak, hubungan tingkat kecukupan energi, protein dan profil darah anak. Analisis multivariat menggunakan regresi linier berganda dengan metode Stepwise yang bertujuan untuk mengetahui keeratan korelasi antar variabel.

Pengolahan dan analisis data masing-masing meenggunakan software Microsoft Office Excell 2007 dan software SPSS (Statistic Program for Social Science) for windows versi 16.0 tahun 2007.

Hasil

Karakteristik anak dan keluarga

Penelitian ini semula direncanakan dilakukan pada anak usia 4 sampai 5 tahun (balita), tetapi pada saat kegiatan intervensi dimulai ditemukan anak yang telah berusia lebih dari 5 tahun sebanyak 12 orang. Hal ini terjadi karena

Page 47: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

26

keterlambatan pengurusan izin penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Bogor. Sebaran anak berdasarkan karakteristik keluarga disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Sebaran anak berdasarkan karakteristik keluarga

Karakteristik Laki-laki Perempuan Total n % n % n %

Usia anak: 4 s/d < 5 tahun 7 77.8 8 44.4 15 55.6 ≥ 5 tahun 2 22.2 10 55.5 12 44.4

Tinggal serumah: Orang tua 6 66.7 12 66.7 18 66.7 Keluarga lain 3 33.3 6 33.3 9 33.3

Besar keluarga: ≤ 4 orang 4 44.4 5 27.8 9 33.3 5 – 6 orang 5 55.6 13 72.2 18 66.7

Pendidikan ayah: SD 2 22.2 7 38.9 9 33.3 SLTP 2 22.2 5 27.8 7 25.9 SLTA 5 55.6 5 27.8 10 37.0 PT 0 0 1 5.6 1 3.7

Pendidikan ibu: SD 3 33.3 10 55.6 13 48.1 SLTP 3 33.3 3 16.7 6 22.2 SLTA 3 33.3 4 22.2 7 25.9 PT 0 0 1 5.6 1 3.7

Pekerjaan ayah: Pedagang/wirausaha 2 22.2 3 16.7 5 18.5 Pensiunan 1 11.1 1 5.6 2 7.4 Buruh non tani 3 33.3 10 55.6 13 48.1 Buruh tani 1 11.1 0 0 1 3.7 Jasa 0 0 2 11.1 2 7.4 Karyawan swasta 2 22.2 2 11.1 4 14.8

Pekerjaan ibu: Pedagang 0 0.0 2 11.1 2 7.4 Buruh non tani 0 0.0 2 11.1 2 7.4 Jasa 0 0.0 2 11.1 2 7.4 Ibu rumah tangga 8 88.9 12 66.7 20 74.1 Karyawan swasta 1 11.1 0 0 1 3.7

Pendapatan: < Rp. 1 juta 3 33.3 3 16.7 6 22.2 Rp. 1 juta - 2 juta 4 44.4 10 55.6 14 51.9 Rp. > 2 juta 2 22.2 5 27.8 7 25.9

Pengeluaran pangan: Rp.< 1 juta 1 11.1 3 16.7 4 14.8 Rp. 1 juta - 2 juta 6 66.7 9 50.0 15 55.6 Rp. > 2 juta 2 22.2 6 33.3 8 29.6

Pengeluaran nonpangan: Rp.< 1 juta 2 22.2 5 27.8 7 25.9 Rp. 1 juta - 2 juta 5 55.6 10 55.6 15 55.6 Rp. > 2 juta 2 22.2 3 16.7 5 18.5

Tabel 8 memperlihatkan bahwa subjek yang berusia 4–5 tahun sebanyak

55.6% dan berusia lebih dari 5 tahun sebanyak 44.4%. Anak perempuan yang menjadi subjek penelitian ini lebih banyak berjumlah 66.7%, sedangkan anak laki-laki berjumlah 33.3%. Sebagian besar anak tinggal bersama kedua orangtuanya sebanyak 66.7% dan anak lainnya sebanyak 33.3% tinggal bersama salah satu dari orangtuanya, kakek/nenek atau keluarga lainnya.

Berdasarksan BKKBN (1998), jumlah anggota keluarga balita dibagi menjadi tiga kategori yaitu kecil (≤ 4 orang), sedang (5 –6 orang) dan besar (≥ 7 orang). Berdasarkan besar keluarga subjek maka keluarga yang tergolong

Page 48: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

27

kecil sebanyak 33.3% dan keluargka tergolong sedang sebanyak 66.7%. Sebagian besar pendidikan ayah SLTA sebanyak 37.0% dan pendidikan ibu yang tertinggi SD sebanyak 48.1%. Sebagian besar jenis pekerjaan ayah buruh nontani sebanyak 48.1% dan ibu sebagai ibu rumah tangga sebanyak 74.1%. Rerata pendapatan/bulan orang tua subjek sebesar Rp. 1 665 926, pengeluaran pangan/bulan sebesar Rp. 1595 722 dan nonpangan/bulan sebesar Rp.1 487 697. Jika balita dikelompokkan berdasarkan perlakuan maka hasil analisis menunjukkan bahwa karakteristik sosial ekonomi keluarga antara perlakuan kontrol dan intervensi tidak berbeda nyata (p > 0.05). Hasil korelasi karakteristik sosial ekonomi keluarga dengan status gizi anak disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Korelasi karakteristik sosial ekonomi keluarga dengan status gizi anak

Variabel BB/U TB/U BB/TB r p r p r p

Besar keluarga*) 0.40 0.04 0.23 0.24 0.19 0.34 Pendidikan ibu**) 3.58 0.31 2.52 0.87 9.12 0.03 Pekerjaan ayah**) 3.53 0.62 6.75 0.75 13.74 0.02 Pengeluaran pangan**) 3.00 0.22 9.70 0.04 0.39 0.82

*) Korelasi Spearman **) Korelasi Chi-Square

Tabel 9 menunjukkan bahwa hasil analisis korelasi Spearman, besar keluarga berhubungan nyata (r=0.40, p=0.04) dengan status gizi (BB/U). Selanjutnya berdasarkan analisis Chi-Square menunjukkan bahwa kategori pendidikan ibu berhubungan nyata (r= 9.12, p= 0.03) dengan status gizi (BB/TB,), pekerjaan ayah berhubungan nyata (r=13.73, p= 0.02) dengan status gizi (BB/TB) dan pengeluaran pangan berhubungan nyata (r= 9.70, p= 0.04) dengan status gizi (TB/U). Hasil regresi linier berganda dengan metode Stepwise menunjukkan bahwa karakteristik anak dan keluarga tidak berhubungan nyata dengan status gizi anak (BB/U, TB/U dan BB/TB). Asupan energi dan zat gizi

Konsumsi makanan yang kurang dari kebutuhan akan mempengaruhi

status gizi yang selanjutnya berdampak langsung pada penurunan status imun atau kekebalan tubuh seseorang. Kondisi ini akan memperburuk status kesehatan, sehingga anak mudah terserang beberapa penyakit yang bersumber dari lingkungan yang buruk, seperti penyakit infeksi (Kurnia et al. 2010). Asupan dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Asupan dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi

Variabel Gizi AKG Asupan Tingkat Kecukupan (% AKG)

Energi (kkal) 1 550 1 322 ± 242 104 ± 19 Protein (g) 39 35.7 ± 10.5 111.9 ± 32.6 Besi (mg) 9.0 8.1 ± 2.5 89.6 ± 28.3 Seng (mg) 9.7 0.5 ± 0.2 5.6 ± 1.9

Page 49: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

28

Tabel 10 memperlihatkan rerata asupan energi dan zat gizi pada subjek penelitian yaitu energi sebesar 1322 Kal, protein sebesar 35.7 g, besi sebesar 8.1 mg dan seng sebesar 0.5 mg. Berdasarkan tingkat kecukupan energi dan zat gizi maka diperoleh energi dan protein telah memenuhi AKG, tetapi tingkat kecukupan seng hanya 89.6 % dan besi 5.6 % dari AKG. Sebaran anak berdasarkan tingkat konsumsi energi dan protein disajikan pada Tabel 11 dan berdasarkan status gizi (Z skor BB/U, TB/U dan BB/TB) pada Tabel 12.

Tabel 11 Sebaran anak berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein

Kategori Tingkat Kecukupan Energi Protein n % n %

Defisit berat (< 70%) 1 3.7 2 7.4 Defisit ringan (70 s/d 90%) 4 14.8 5 18.5 Cukup (> 90%) 22 81.4 18 66.7

Total 27 100.0 27 100.0 Umumnya tingkat konsumsi energi dan protein anak pada penelitian ini

telah memenuhi AKG, tetapi masih ditemukan anak yang mengalami defisit energi dan protein dengan kategori ringan sampai berat, yaitu sebanyak 18.5 % untuk energi dan 25.9 % untuk protein (Tabel 11).

Tabel 12 Sebaran anak berdasarkan status gizi (Z skor BB/U, TB/U dan BB/TB)

Status Gizi n % Rerata Z skor

BB/U: Kurang (Z skor < -2) 7 25.9 -2.5 ± 0.2 Normal (Z skor ≥ -2 s/d < 2) 20 74.1 -1.4 ± 0.4 Total 27 100.0 -1.7 ± 0.6

TB/U: Pendek (Z skor < -2) 4 14.8 -2.7 ± 0.6 Normal (Z skor ≥ -2 s/d < 2) 23 85.2 -0.8 ± 0.7 Total 27 100.0 -1.1 ± 0.9

BB/TB: Kurus (Z skor < -2) 4 14.8 -2.4 ± 0.1 Normal (Z skor ≥ -2 s/d < 2) 23 85.2 -0.8 ± 0.7 Total 27 100.0 -1.1 ± 0.8

Tabel 12 memperlihatkan sebagian besar anak pada penelitian ini dengan

status gizi baik dan normal (BB/U, TB/U dan BB/TB) yaitu berkisar 74.1-85.2% dan status gizi kurang, pendek serta kurus berkisar antara 14.8-25.9%. Sebaran anak berdasarkan profil darah dengan indikator status gizi mikro dan imunitas humoral disajikan pada Tabel 13, berdasarkan kategori tingkat kecukupan energi (TKE) dan protein (TKP) terhadap profil darah pada Tabel 14 dan 15.

Page 50: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

29

Tabel 13 Sebaran anak berdasarkan profil darah

Variabel Profil Darah n %

Hemoglobin (g/dL): Rendah (< 11 ) 14 51.8 Normal (≥ 11) 13 48.2 Total 27 100.0 Rerata kadar hemoglobin 10.8 ± 0.7

Seng (mg/L): Rendah (< 0.70 ) 7 25.9 Normal (0.70 s/d 1.30) 20 74.1 Total 27 100.0 Rerata kadar seng 0.7 ± 0.1

Ferritin (µg/L): Rendah (< 30) 9 33.3 Normal (30 s/d 400) 18 66.7 Total 27 100.0 Rerata kadar ferritin 38.3 ± 18.8

Albumin (g/dL): Normal (3.5 s/d 5.5) 27 100.0 Total 27 100.0 Rerata kadar albumin 3.9 ± 0.2

Imunoglobulin G (mg/mL): Normal (8 s/d 18.1) 27 100.0 Total 27 100.0 Rerata kadar imunoglobulin 12.3 ± 2.1

Berdasarkan hasil analisis profil darah menunjukkan bahwa sebaran anak

yang mengalami defisiensi Hb sebesar 51.8%, Zn sebesar 25.9%, ferritin sebesar 33.3%, dan tidak ada anak defisit albumin dan IgG (Tabel 13).

Tabel 14 Sebaran anak berdasarkan TKE dan TKP terhadap profil darah

Profil Darah TKE (%) TKP (%)

Hemoglobin (g/dL): Rendah (< 11) 102.3 ± 23.3 108.1 ± 31.8 Normal (≥ 11) 106.4 ± 14.4 115.9 ± 34.3

Seng (mg/L): Rendah (< 0.70) 103.2 ± 13.9 108.6 ± 24.2 Normal (0.70 s/d 1.30) 104.8 ± 21.7 113.9 ± 35.6

Ferritin (µg/L): Rendah (< 30) 102.7 ± 27.9 110.2 ± 37.6 Normal (30 s/d 400) 106.3 ± 13.6 112.7 ± 31.0

Albumin (g/dL): Normal (3.5 s/d 5.5) 104.3 ± 19.3 111.9 ± 32.6

Imunoglobulin G (mg/mL): Normal (8 s/d 18.1) 104.3 ± 19.3 111.9 ± 32.6

Page 51: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

30

Tabel 14 menunjukkan bahwa pada anak dengan TKE dan TKP dalam

kategori cukup, ditemukan profil darah (Hb, Zn dan Fs) dalam kategori rendah. TKE dan TKP lebih rendah pada anak dengan profil darah kategori rendah daripada anak dengan profil darah normal. Albumin dan IgG anak dalam kategori normal dengan TKE dan TKP kategori cukup. Hasil analisis regresi Stepwise menunjukkan tingkat kecukupan energi dan protein tidak berpengaruh positif terhadap profil darah anak.

Pembahasan

Anak usia pra-sekolah merupakan kelompok yang sangat perlu diperhatikan akan kebutuhan gizinya, karena mereka dalam masa pertumbuhan. Khomsan (2004) menyatakan bahwa bayi sampai anak berusia 5 tahun yang lazim disebut balita termasuk golongan yang rawan terhadap kekurangan zat gizi termasuk KEP.

Sebagian besar keluarga subjek sebanyak 66.67% mempunyai anggota keluarga berukuran sedang (5–6 orang). Menurut Hajian-Tilaki et al. (2011), penelitiannya di Iran terhadap 1000 anak sekolah dasar usia 7-12 tahun menunjukkan bahwa besar keluarga sangat berpengaruh pada jumlah makanan yang harus disediakan. Semakin sedikit jumlah anggota keluarga maka semakin mudah terpenuhi.

Pendidikan ayah sebagian besar SLTA sebanyak 37.0% dengan pekerjaan buruh nontani sebanyak 48.1% dan pendidikan ibu yang tertinggi SD sebanyak 48.1% dengan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga sebanyak 74.1%. Analisis korelasi menunjukkan bahwa pekerjaan ayah dan ibu serta pendidikan ibu berhubungan signifikan dengan status gizi (BB/TB). Tingkat pendidikan orang tua sangat berpengaruh pada kehidupan di dalam keluarga, khususnya tingkat pendidikan ibu mempunyai pengaruh lebih besar pada pengasuhan dan perawatan anak serta keluarga. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mudah menerima pesan dan informasi mengenai gizi dan kesehatan anak (Rahmawati & Kusharto 2006). Pendidikan orang tua memiliki hubungan yang kuat dengan perkembangan kognitif (Schady 2011). Sebagian besar pendidikan ibu hanya SD dengan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga tetapi ketersediaaan waktu yang banyak membuat perhatian ibu terhadap kesehatan dan gizi anak lebih baik ditunjukkan dengan status gizi anak sebagian besar tergolong normal.

Pendapatan keluarga adalah penghasilan yang didapatkan oleh seluruh anggota keluarga. Pendapatan merupakan salah satu indikator kesejahteraan keluarga yang berimpikasi terhadap kemampuan pemenuhan kebutuhan pangan dan non pangan anggota keluarga. Kondisi ekonomi yang tidak mendukung merupakan faktor yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan anak yang optimal (Kustiyah 2005). Semakin tinggi pendapatan akan semakin tinggi daya beli keluarga terhadap pangan, sehingga akan membawa pengaruh terhadap beragam dan banyaknya pangan yang akan dikonsumsi dan akhirnya berdampak positif terhadap status gizi (Soekirman 2000). Rerata pendapatan/bulan orang tua balita subjek sebesar Rp. 1 665 926, pengeluaran pangan/bulan Rp. 1 595 722 dan nonpangan/bulan Rp.1 487 697. Hasil perhitungan berdasarkan informasi respoden menunjukkan rerata pendapatan/bulan lebih besar dari rerata

Page 52: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

31

pengeluaran/bulan. Analisis korelasi menunjukkan pengeluaran pangan dan non pangan berhubungan signifikan dengan status gizi. Menurut Badan Pusat Statistik/BPS (2009), data pengeluaran keluarga dapat diindikasikan sebagai pendapatan keluarga. Data pengeluaran dapat menggambarkan pola konsumsi keluarga dalam pengalokasian pendapatan yang biasanya relatif tetap. Pengeluaran pada keluarga yang berpendapatan rendah, biasanya akan lebih besar jumlahnya daripada pendapatan mereka, oleh karena itu data pengeluaran lebih mencerminkan pendapatan yang sebenarnya.

Asupan energi dan zat gizi anak menunjukkan asupan dan tingkat kecukupan energi dan protein telah memenuhi AKG, tetapi tingkat kecukupan hanya besi 89.6 % dan seng 5.6 % dari AKG. Menurut Kurnia et al. (2010), asupan zat gizi secara langsung akan mempengaruhi status gizi seseorang, artinya jika jumlah asupan zat gizi yang berasal dari makanan yang dikonsumsi meningkat, maka status gizi pun akan meningkat pula. Bertambahnya usia secara fisiologis yang normal juga mempengaruhi peningkatan konsumsi makanan, sehingga jumlah asupan zat gizi juga bertambah. Supariasa et al. (2002) menyatakan bahwa penyebab langsung status gizi yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Penyebab gizi kurang tidak hanya disebabkan makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang baik tetapi sering menderita penyakit infeksi dapat menjadi kurang gizi. Demikian pula pada anak yang makannya tidak cukup baik, maka daya tahan tubuh akan melemah dan mudah terserang penyakit, sehingga makanan dan penyakit merupakan penyebab kurang gizi.

Berdasarkan indeks antropometri (BB/U, TB/U dan BB/TB) sebagian besar anak pada penelitian ini dengan status gizi baik dan normal berkisar antara 74.1-85.2% dan status gizi kurang, pendek serta kurus berkisar antara 14.8-25.9%. Hasil pengamatan profil darah terhadap TKE dan TKP menunjukkan bahwa anak dengan TKE dan TKP dalam kategori cukup mempunyai profil darah (Hb, Zn dan Fs) dalam kategori rendah. Anak yang mempunyai status albumin dan IgG dalam kategori normal mempunyai TKE dan TKP kategori cukup. Anak dengan profil darah kategori rendah mempunyai TKE dan TKP lebih rendah daripada anak dengan profil darah normal. Hasil analisis regresi Stepwise menunjukkan tingkat kecukupan energi dan protein tidak berpengaruh positif terhadap profil darah anak, hal ini terjadi kerena sebagian besar status gizi anak adalah normal dan untuk pengamatan status gizi memerlukan jumlah subjek penelitian yang lebih besar.

Kesimpulan

Sebagian besar anak pada penelitian ini dengan status gizi baik dan normal

berkisar antara 74.1-85.2% dan status gizi kurang, pendek serta kurus berkisar antara 14.8-25.9%. Rerata asupan energi dan zat gizi, yaitu energi sebesar 1322 kkal, protein sebesar 35.7 g, besi sebesar 8.1 mg dan seng sebesar 0.5 mg. Berdasarkan tingkat kecukupan energi dan zat gizi maka diperoleh energi dan protein telah memenuhi AKG, tetapi tingkat kecukupan besi hanya 89.6% dan seng 5.6% dari AKG, Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak dengan tingkat kecukupan energi dan protein dalam kategori cukup, ditemukan profil darah dalam kategori rendah/defisien.

Page 53: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

32

DAFTAR PUSTAKA

[ACC/SCN-IFPRI] Administrative Committee on Coodination/Sub-Committee on Nutrition-International Food Policy Research Institute. 2000. Fourth Report on the World Nutrition Situation: Nutriton Throughout The Life Cycle. In collaboration with IFPRI. Geneva (CH): ACC/SCN.

Aritonang E. 2007. Pengaruh pemberian mie instan fortifikasi pada ibu menyusui terhadap kadar zink dan besi ASI serta pertumbuhan linier bayi [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.

Badan Litbangkes. 2010. Basis data [internet]. [diunduh 2012 Nopember 10]. Tersedia pada: http://www.litbang.kkp.go.id/basisdata.

[BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1998. Gerakan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera. Jakarta (ID): BKKBN.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Produksi Tanaman Pangan [internet]. [diunduh 2012 Nopember 10]. Tersedia pada http://bps.go.id.

Cook JD. 1994. Iron deficiency anaemia. Baillineres Clin. Haematol. 7:787-804. Dawiesah SI. 1989. Petunjuk Laboratorium Penentuan Nutrient dalam Jaringan

dan Plasma Tubuh. Yogyakarta (ID): Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada.

[Depkes] Departemen Kesehatan RI. 1996. Pedoman Pemantauan Status Gizi melalui Posyandu. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

[DKBM] Daftar Komposisi Bahan Makanan. 2004. Jakarta (ID): Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Hajian-Tilaki KO, Sajjadi, Razavi A. 2011. Prevalence of overweight and obesity and and associated risk factors in urband primary-school children in Badol, Islamic Republic of Iran. Eastern Mediter. Health J. Vol 2: 109-114.

Hardinsyah, Victor T. 2004. Angka kecukupan energi, protein, lemak dan serat makanan. Di dalam: Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII; Jakarta, 17-19 Mei 2004. Jakarta (ID): Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. hlm 21-40

Hasan I, Titis A. 2008. Peran albumin dalam penatalaksanaan sirosis hati. Medicius. 21(2):3-7.

Khomsan A. 2004. Peran Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. Jakarta (ID): PT Grasindo.

Page 54: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

33

Kurnia P, Sarbini D, Rahmawaty S. 2010. Efek fortifikasi Fe dan Zn pada biskuit yang diolah dari kombinasi tempe dan bekatul untuk meningkatkan kadar albumin anak balita kurang gizi dan anemia. Eksplanasi. 5(2): 1-14.

Kustiyah L. 2005. Kajian pengaruh intervensi makanan kudapan terhadap peningkatan kadar glukosa darah dan daya ingat anak sekolah dasar [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Martianto D, Ariani. 2004. Analisis perubahan konsumsi dan pola konsumsi pangan masyarakat dalam decade terakhir. Di dalam: Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII; Jakarta, 17-19 Mei 2004. Jakarta (ID): Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Rahmawati D, Kusharto CM. 2006. Pola asuh, status gizi, dan perkembangan anak di Taman Pendidikan Karakter Sutera Alam. Tamansari, Kabupaten Bogor. Media Gizi dan Keluarga. 30(2): 1-8.

Schandy N. 2011. Parents’ education, mothers’ vocabulary, and cognitive dvelopment in early childhood: longitudinal evidence from Ecuador. Am. J.Public Health 101(12): 2299-2307.

Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.

Sugiyono. 2010. Statistika untuk Penelitian. Bandung:Alfabet. Supariasa I, Bakri B, Fajar I. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta (ID): EGC.

Tizard I. 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. Edisi kedua. Terjemahan Masduki Partodirejo. Surabaya (ID): Airlangga University Press.

[WHO] World Health Organization. 1996. Trace Elements in Human Nutrition and Health. Geneva (CH): WHO.

Page 55: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

34

Page 56: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

35

5 PERAN BISKUIT YANG DIPERKAYA TEPUNG IKAN GABUS, SENG DAN BESI TERHADAP IMUNITAS HUMORAL ANAK

Pendahuluan

Karakteristik status gizi kurang selain mengalami defisiensi zat-zat gizi makro, juga disertai defisiensi zat-zat gizi mikro seperti seng dan besi. Terdapat beberapa dampak keadaan kekurangan besi pada imunitas, antara lain aktivitas neutrofil menurun sehingga kemampuan membunuh bakteri intraseluler secara nyata terganggu (WHO 2001). Selain itu, defisiensi besi menyebabkan kerusakan respon imunitas dan penurunan produksi antibodi sehingga dapat menghambat pertumbuhan (Walter 2003). Sel natural killer sensitif terhadap ketidakseimbangan besi dan menunjukkan kemampuan yang rendah untuk membunuh antigen karena memerlukan jumlah besi yang cukup untuk diferensiasi dan proliferasi (Calder et al. 2002). Peran seng di dalam fungsi imunitas antara lain berperan di dalam fungsi sel T dan dalam pembentukan antibodi oleh sel B, serta pertahanan nonspesifik (WHO 2001; Almatsier 2006). Kekurangan seng dapat mengganggu pertumbuhan anak (Dijkhuizen et al. 2001) dan mengganggu pembentukan IgG (Raqib et al. 2004). Sistem imun terdiri atas nonspesifik dan spesifik. Sistem imun nonspesifik adalah sistem pertahanan bawaan, yakni komponen normal tubuh yang selalu ditemukan pada individu sehat dan siap mencegah mikroba masuk ke dalam tubuh. Untuk menyingkirkan mikroba tersebut dengan cepat, imun nonspesifik melibatkan kulit dan selaput lendir, fagositosis, inflamasi, demam, serta produksi komponen-komponen antimikrobial selain antibodi. Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenali benda asing yang dianggap asing bagi dirinya. Benda asing yang pertama kali muncul dalam tubuh segera dikenal oleh sistem imun spesifik sehingga terjadi sensitasi sel-sel sistem imun tersebut. Benda asing yang sama bila terpejan ulang akan dikenal lebih cepat, kemudian dihancurkan (Baratawidjaja 2006). Pengamatan perubahan fungsi imun untuk mengevaluasi penelitian intervensi zat gizi memerlukan pendekatan berupa marker/penanda fungsi imun antara lain IgG. Menurut Roitt dan Delves (2001), IgG banyak ditemukan dalam serum dan kadarnya meningkat dalam keadaan infeksi kronis dan penyakit autoimun. Dalam keadaan normal IgG menempati 80% dari semua imunoglobulin dalam serum manusia. Selanjutnya menurut Baratawidjaya dan Rengganis (2009), IgG merupakan komponen utama imunoglobulin serum dan kadarnya dalam serum sekitar 13 mg/ml dan merupakan 75% dari semua imunoglobulin.

Keadaan gizi kurang energi dan protein berpengaruh terhadap melemahnya respon imun tubuh, sehingga perbaikan asupan gizi diharapkan dapat meningkatkan sistem imun tubuh. Pada kasus gizi buruk, defisiensi protein akan menurunkan kualitas hidup individu dengan efek penurunan sistem imun (Susanto & Maslikah 2011). Masukan protein dari diet dapat menstimulasi sintesis albumin serum yang berperan dalam regulasi protein tubuh (Caso et al. 2000). Kadar albumin serum selain berpengaruh pada tingkat sirkulasi juga berpengaruh pada tingkat seluler yaitu sebagai suatu biomarker status gizi seseorang (Dziedzic 2004). Kadar albumin dalam plasma berhubungan dengan simpanan protein dalam tubuh, sehingga adanya penurunan kadar albumin plasma dapat dijadikan

Page 57: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

36

indikasi adanya defisiensi protein di dalam tubuh. Kekurangan albumin menyebabkan zat gizi di dalam darah tidak dapat disalurkan dengan baik ke sel-sel tubuh yang memerlukannya dan kekurangan gizi ini berdampak terhadap penurunan kekebalan tubuh (Astawan 2009).

Menurut Moedjiharto (2007), ikan gabus merupakan bahan sumber albumin yang potensial, dapat digunakan sebagai bahan sumber biofarma dan bahan subtitusi albumin manusia. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit khususnya pada kondisi gizi kurang, maka diperlukan asupan makanan dengan kandungan zat gizi makro yaitu protein yang tinggi juga mengandung zat gizi mikro yaitu seng dan besi. Makanan tambahan berupa biskuit sangat praktis dalam penyajian dan disukai anak, maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi peran biskuit yang diperkaya tepung ikan gabus, seng dan besi terhadap imunitas humoral anak.

Metode

Tempat, waktu dan desain

Pembuatan tepung ikan gabus dilakukan di Laboratorium (Lab) Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan UNLAM di Banjarbaru (Kalimantan Selatan) dan mikroenkapsulasi Zn dan Fe dilaksanakan di Lab. Balai Besar Industri Agro di Bogor. Tempat kegiatan intervensi adalah di Desa Pilar Semplak, Kelurahan Semplak, Kacamatan Bogor Barat, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi berdasarkan rekomendasi dari Puskesmas Semplak bahwa di Desa Pilar Semplak ditemukan kasus anak gizi buruk dan beberapa anak kondisi gizi kurang mengarah pada gizi buruk.

Penelitian intervensi telah dilaksanakan selama 8 minggu (September s/d Oktober 2012). Desain penelitian bersifat Randomized Controlled Trial (RCT) Single Blind Pre-post Study yaitu kondisi dimana subjek penelitian tidak mengetahui secara rinci jenis perlakuan apa yang diberikan. Perlakuan penelitian adalah pemberian makanan tambahan, yaitu biskuit kontrol dan biskuit fungsional. Produk biskuit untuk intervensi baik perlakuan biskuit kontrol maupun biskuit fungsional memiliki bentuk, ukuran dan kemasan yang sama sehingga masing-masing subjek penelitian tidak mengetahui jenis perlakuan yang diterima. Biskuit kontrol dan biskuit fungsional memiliki kandungan protein dan energi yang setara (mendekati sama) tetapi berasal dari sumber protein yang berbeda. Biskuit kontrol dengan sumber protein berasal dari susu skim dan tidak ditambahkan mineral Zn dan Fe, sedangkan pada biskuit fungsional ditambahkan tepung ikan gabus sebagai sumber protein dan difortifikasi Zn dan Fe.

Prosedur sampling

Subjek penelitian ini adalah anak berusia 4–5 tahun. Teknik pengambilan

sampel menggunakan sampling purposive yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono 2010). Screening/penapisan subjek penelitian ini melalui beberapa tahapan, yaitu: (1) membuat daftar anak berusia 4–5 tahun berdasarkan data dari Posyandu Melati dan dilanjutkan kunjungan ke rumah ibu subjek untuk memberi penjelasan tentang penelitian dan pengisian

Page 58: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

37

informed concent penelitian; (2) pemeriksaan klinis oleh dokter dan wawancara berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi (3); dan dipilih 28 anak. Anak yang terpilih selanjutnya diacak kembali untuk menentukan anak yang mendapat biskuit kontrol dan biskuit fungsional.

Obat cacing (deworming) diberikan pada anak, yaitu 1 minggu (H-7) sebelum dilakukan intervensi PMT biskuit. Pada akhir intervensi jumlah subjek sebanyak 27 anak, 1 anak droupout karena tidak bersedia diambil sampel darahnya. Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan terdiri dari daya terima dan kepatuhan konsumsi biskuit, jumlah konsumsi biskuit harian dan selama intervensi, serta konsumsi pangan. Data status gizi anak ditentukan berdasarkan indeks antropometri (BB/U, TB/U dan BB/TB). Oleh karena itu dilakukan pengukuran berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Data morbiditas meliputi pengamatan kejadian ISPA (infeksi saluran pernapasan atas) dan diare. Data status gizi mikro meliputi analisis kadar hemoglobin (Hb), ferritin (Fs), seng (Zn), dan albumin serta status imunitas humoral yaitu immunoglobulin G (IgG) serum anak.

Data tingkat kepatuhan dalam mengkonsumsi biskuit intervensi diperoleh dari form pemantauan yang berisi banyaknya biskuit yang dibagikan kepada balita per minggu, biskuit yang dikonsumsi oleh balita per hari dan sisa yang tidak dikonsumsi. Data kepatuhan ini dicatat setiap hari oleh kader selama intervensi berlangsung. Tingkat kepatuhan dihitung dengan cara menjumlahkan semua biskuit yang dikonsumsi balita selama 56 hari makan anak (HMA) dibagi dengan jumlah biskuit yang seharusnya dikonsumsi oleh balita selama 56 HMA. Menurut Adi (2010), tingkat kepatuhan konsumsi biskuit digolongkan menjadi tiga yakni: (1) rendah, jika kepatuhan < 50%; (2) cukup, jika kepatuhan 50–70%; dan (2) tinggi, jika kepatuhan > 70%.

Data konsumsi pangan digali dengan metode recall 2 kali 24 jam secara berturutan yang dilakukan pada saat sebelum intervensi dan saat kegiatan intervensi. Data konsumsi pangan harian subjek dikonversi ke dalam satuan energi dan zat gizi dengan berpedoman pada kandungan zat gizi yang terdapat dalam Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM 2004). Tingkat kecukupan zat gizi diperoleh dengan membandingkan data riil konsumsi dengan angka kecukupan energi dan zat gizi berdasarkan AKG/Angka Kecukupan Gizi (Hardinsyah & Victor 2004). Penggolongan tingkat konsumsi dilakukan berdasarkan Depkes RI (1996), dimana tingkat konsumsi energi dan zat gizi (khususnya protein) dibagi menjadi dua dengan cut off point 70% yaitu: (1) cukup, jika konsumsi ≥ 70% AKG dan (2) kurang, jika konsumsi <70% AKG.

Data status gizi diukur secara antropometri meliputi berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) yang dilakukan pada pengamatan awal intervensi dan selama intervensi (bulan ke-1 dan ke-2). Selain itu, dilakukan analisis menggunakan indeks antropometri, yakni berat badan terhadap umur (BB/U), tinggi badan terhadap umur (TB/U), dan berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB). Penentuan nilai Z skor berdasarkan BB/U,TB/U dan BB/TB menggunakan software WHOAnthro versi 3.0.1 tahun 2009.

Page 59: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

38

Data morbiditas juga diperoleh dari form pemantauan yang berisi kejadian sakit yaitu data frekuensi dan lama sakit selama kegiatan intervensi. Episode sakit dihitung dengan menjumlahkan frekuensi masing-masing terjadinya ISPA dan diare pada pemantauan bulan ke-1 dan ke-2, sehingga diperoleh episode ISPA dan diare dalam 2 bulan dan selanjutnya untuk mengetahui episode dalam 1 tahun diperoleh dengan cara mengalikan 6 (Adi 2010).

Data status gizi mikro diperoleh dengan cara menganalisis serum subjek sebelum dan sesudah intervensi yang meliputi kadar Hb, Fs, Zn dan albumin. Pengukuran kadar Hb menggunakan metode Cianmethemoglobin, dan Fs dengan metode Imunometric Assay/IRMA, kadar Zn dan Fe dengan Atomic Absorption Spectrophotometer/AAS (Dawiesah 1989). Status anemia dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu: (1) normal jika konsentrasi Hb ≥ 11g/dL; (2) anemia jika konsentrasi Hb < 11g/dL (WHO 1996). Status besi dilihat dari kadar ferritin serum dan dikelompokanmenjadi dua, yaitu: (1) normal jika konsentrasi Fs > 12 µg/L; (2) defisiensi jika konsentrasi Fs ≤ 12 µg/L (Cook 1994). Defisiensi Zn jika konsentrasi Zn serum ≤ 10.7 µmol/L (Aritonang 2007). Analisis albumin dengan metode BCG/Bromocresol Green) dan albumin serum normal pada rentang 3.5–5.5 g/dL (Hasan & Titis 2008).

Pengukuran status imunitas humoral dilakukan sebelum dan sesudah intervensi yaitu IgG dengan metode ELISA/Enzyme Linked Immunosorbent Assay) dan IgG serum normal pada rentang 8–16 mg/mL (Tizard 1988). Analisis statistik

Analisis data base line dan end line dalam satu perlakuan menggunakan

statistik paired t test untuk menguji beda rata-rata dua sampel berpasangan (dependent) dan data berdistribusi normal. Sedangkan antar pelakuan menggunakan independent t test untuk menguji perbedaan rata-rata biskuit kontrol dan biskuit fungsional dan data berdistribusi normal. Pengolahan dan analisis data masing-masing menggunakan software Microsoft Office Excell 2007 dan software SPSS (Statistic Program for Social Science) for windows versi 16.0 tahun 2007.

Persetujuan etik (Ethical clearance) penelitian ini adalah No. KE.01.10/ EC/642/tertanggal 3 Oktober 2012 diperoleh dari Badan Litbang Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Hasil

Daya terima dan kepatuhan konsumsi biskuit

Penilaian terhadap daya terima biskuit yang diberikan selama intervensi dilakukan oleh ibu anak, meliputi rasa, aroma, tekstur, dan porsi biskuit. Makanan tambahan untuk anak kecil dapat dilihat penerimaannya berdasarkan kriteria ibu, yaitu dapat diterima apabila ibu menyenangi rasa makanan tambahan tersebut. Sebaran ibu berdasarkan daya terima biskuit disajikan pada Tabel 15.

Page 60: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

39

Tabel 15 Pendapat ibu terhadap daya terima biskuit

Daya Terima Biskuit F0 F1 n % n %

Rasa Sangat enak 2 15.4 0 0.0

Enak 9 69.2 8 57.1 Cukup enak 2 15.4 5 35.7 Tidak enak 0 0.0 1 7.1

Total 13 100.0 14 100.0 Aroma

Sangat suka 2 15.4 0 0.0 Suka 5 38.5 6 42.9 Cukup suka 5 38.5 7 50.0 Tidak suka 1 7.7 1 7.1

Total 13 100.0 14 100.0 Tekstur

Renyah 3 23.1 10 71.4 Kurang renyah 4 30.8 4 28.6 Tidak renyah 2 15.4 0 0.0 Keras 4 30.8 0 0.0

Total 13 100.0 14 100.0 Porsi

Sangat banyak 5 38.5 2 14.3 Banyak 6 46.1 5 35.7 Cukup banyak 2 15.4 6 42.9 Tidak banyak 0 0.0 1 7.1

Total 13 100.0 14 100.0 F0 = Biskuit kontrol; F1 = Biskuit fungsional

Tabel 15 memperlihatkan hasil penilaian ibu anak terhadap rasa biskuit fungsional dengan kriteria cukup sampai enak sebesar 92.8 % dan tidak enak sebesar 7.1 %, sedangkan pada biskuit kontrol semua pengasuh menyukai yaitu dengan kriteria cukup sampai sangat enak sebesar 100%. Penilaian terhadap aroma biskuit fungsional diperoleh kriteria dari cukup sampai suka sebesar 92.9% dan tidak suka sebesar 7.1%, sedangkan pada biskuit kontrol dengan kriteria cukup sampai suka sebesar 78.6%, sangat suka sebesar 14.3% dan tidak suka sebesar 7.1%.

Penilaian tekstur biskuit fungsional diperoleh kriteria kurang renyah sampai renyah sebesar 100%, sedangkan pada biskuit kontrol dengan kriteria kurang sampai renyah sebesar 57.1% dan kriteria keras sampai tidak renyah sebesar 42.9%. Porsi biskuit berhubungan dengan perencanaan penyajian biskuit dan jika tidak tepat dapat menyebab tidak habisnya biskuit. Pada penelitian ini porsi biskuit untuk kedua perlakuan yang harus dihabiskan anak dalam satu hari sebanyak 60 gram. Hasil penilaian terhadap porsi biskuit fungsional diperoleh kriteria cukup sampai sangat banyak sebesar 92.9% dan tidak banyak sebesar 7.1%, sedangkan pada biskuit kontrol dengan kriteria cukup sampai sangat banyak sebesar 100%. Sebaran tingkat kesukaan anak terhadap biskuit disajikan pada Tabel 16.

Page 61: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

40

Tabel 16 Sebaran tingkat kesukaan anak terhadap biskuit

Tingkat Kesukaan

F0 F1 Awal Akhir Awal Akhir

n % n % n % n % Suka 11 84.6 5 38.5 10 71.4 7 50.0 Bosan 0 0.00 6 46.1 0 0.0 4 28.6 Tidak suka 2 15.4 2 15.4 4 28.6 3 21.4 Total 13 100.00 13 100.0 14 100.0 14 100.0

F0 = Biskuit kontrol; F1 = Biskuit fungsional

Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu anak pada bulan pertama intervensi (data tingkat kesukaan awal) dan bulan kedua (data tingkat kesukaan akhir) terhadap biskuit fungsional dan biskuit kontrol. Pada awal intervensi sebagian besar anak dengan kriteria suka terhadap biskuit berkisar antara 71.4–84.6% dan tidak suka 15.4–28.6%. Pemantauan pada akhir intervensi untuk kriteria suka terhadap biskuit mengalami penurunan adalah sebesar 38.5–50.0% dan bosan sebesar 28.6–46.1% serta tidak suka sebesar 15.4–21.4% (Tabel 16).

Asupan (intake) zat gizi pada individu ditentukan oleh konsumsi pangan dan kondisi kesehatannya. Pada anak-anak, kualitas konsumsi pangannya sangat dipengaruhi oleh ibunya, yang meliputi bagaimana cara pemberian makan, jumlah makanan, dan jenis yang diberikannya. Selain itu, kondisi kesehatan akan berpengaruh terhadap selera makan anak dan pemanfaatan zat gizi di dalam tubuhnya. Hasil observasi dan wawancara pada ibu anak menunjukkan bahwa cara anak mengkonsumsi biskuit cukup bervariasi, antara lain biskuit dimakan secara langsung atau biskuit dicelupkan pada air putih, teh atau susu baru dikonsumsi. Demikian pula cara pemberian biskuit oleh ibu kepada anak juga cukup bervariasi, antara lain anak mengkonsumsi sendiri, ibu memberi keping biskuit kepada anak secara bertahap (pagi, siang dan sore), ibu membekali anak dengan biskuit baik pada saat sekolah atau les sore hari.

Biskuit yang diberikan pada subjek dianjurkan dihabiskan 1 porsi (60g atau 6 keping biskuit/serving size) setiap harinya. Rerata konsumsi biskuit harian dan selama intervensi disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17 Rerata konsumsi biskuit harian dan selama intervensi

Konsumsi Biskuit F0 F1 P value

per hari (g) 28.0 ± 10.8 43.1 ± 14.2 0.00*) per 56 hari/8 minggu (g) 1 568.5 ± 330.1 2 415 ± 490.9 0.00*) % konsumsi harian 46.7 ± 9.8 71.9 ± 14.6 0.00*)

*) p<0.05 = berbeda nyata antara F0 dengan F1; F0 = Biskuit kontrol; F1 = Biskuit fungsional

Tabel 17 menunjukkan bahwa persentase konsumsi harian terhadap jumlah biskuit yang harus dihabiskan perhari (60g), diperoleh rerata tingkat konsumsi biskuit fungsional adalah nyata (p<0.05) lebih tinggi, yaitu sebesar 43.1 gram (71.9%) dibandingkan biskuit kontrol sebesar 28.0 gram (46.7%). Demikian pula konsumsi biskuit fungsional selama 8 minggu intervensi adalah nyata (p<0.05)

Page 62: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

41

lebih tinggi daripada konsumsi biskuit kontrol. Sebaran anak menurut tingkat kepatuhan konsumsi biskuit disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18 Sebaran anak menurut tingkat kepatuhan konsumsi

Tingkat Kepatuhan F0 F1 n (%) n (%)

Rendah ( < 50%) 7 53.8 1 7.1 Cukup (50 – 70%) 6 46.1 5 35.7 Tinggi ( > 70%) 0 0.0 8 57.1 Total 13 100.0 14 100.0

F0 = Biskuit kontrol; F1 = Biskuit fungsional

Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa tingkat kepatuhan konsumsi pada anak dengan perlakuan biskuit fungsional adalah lebih tinggi daripada konsumsi biskuit kontrol. Tingkat kepatuhan konsumsi biskuit fungsional yang termasuk kategori tinggi (> 70%) adalah sebesar 57.1% anak, sedangkan pada biskuit kontrol tidak ada yang tingkat kepatuhan konsumsi biskuit tinggi. Sebagian besar (53.8%) tingkat kepatuhan konsumsi biskuit kontrol adalah kategori rendah (< 50%). Kontribusi biskuit dan asupan gizi anak

Berdasarkan konsumsi biskuit harian anak maka dapat diketahui asupan energi dan zat gizi serta kontribusi terhadap angka kecukupan gizi anak (% AKG). Asupan energi dan zat gizi serta % AKG dari konsumsi harian biskuit disajikan pada Tabel 19. Asupan dan tingkat kecukupan energi serta zat gizi anak disajikan pada Tabel 20 dan 21.

Tabel 19 Asupan energi dan zat gizi serta % AKG dari konsumsi biskuit harian

Variabel Gizi AKG F0 F1 P value

Energi 1550

Asupan (kkal) 146 ± 76 217 ± 72 0.00*) % AKG 9.4 ± 4.9 14.6 ± 4.6 0.00*)

Protein 39

Asupan (g) 1.7 ± 0.9 5.8 ± 1.9 0.00*) % AKG 4.3 ± 2.2 14.7 ± 4.9 0.00*)

Seng (Zn) 9.7

Asupan (mg) 0.6 ± 0.3 3.8 ± 1.3 0.00*) % AKG 5.8 ± 1.7 39.3 ± 17.6 0.00*)

Besi (Fe) 9.0

Asupan (mg) 0.3 ± 0.1 4.8 ± 1.6 0.00*) % AKG 3.3 ± 3.0 53.5 ± 12.9 0.00*)

*) p<0.05 = berbeda nyata antara F0 dan F1 ; F0 = Biskuit kontrol; F1 = Biskuit fungsional

Page 63: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

42

Tabel 19 menunjukkan bahwa konsumsi biskuit fungsional memberikan rerata kontribusi energi, protein, Zn dan Fe lebih tinggi dibandingkan biskuit kontrol. Hasil uji t menunjukkan bahwa rerata asupan energi dan zat gizi serta kontribusi terhadap AKG pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional adalah nyata (p<0.05) lebih tinggi daripada dengan perlakuan biskuit kontrol.

Tabel 20 Asupan energi dan zat gizi anak

1) p<0.05 = berbeda nyata pengamatan akhir dan awal pada masing-masing perlakuan (F0 dan F1); 2) p<0.05 = berbeda nyata antar perlakuan (F0 dan F1); F0 = Biskuit kontrol; F1 = Biskuit fungsional

Rerata selisih asupan energi dan zat gizi di akhir dengan di awal intervensi

adalah lebih tinggi pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional yaitu energi sebesar 240 kkal, protein sebesar 5.9 g, Zn sebesar 3.6 mg, dan Fe sebesar 4.7 mg. Rerata selisih asupan energi dan zat gizi pada pada anak yang mendapat biskuit kontrol yaitu energi sebesar 156 kkal dan mengalami penurunan asupan zat gizi yaitu protein, Zn serta Fe (Tabel 20).

Tabel 21 menunjukkan bahwa rerata selisih tingkat kecukupan energi dan zat gizi di akhir dengan di awal intervensi adalah lebih tinggi pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional yaitu energi sebesar 18.5%, protein sebesar 17.9%, Zn sebesar 37.5%, dan Fe sebesar 54.0%. Rerata selisih tingkat kecukupan gizi pada anak yang mendapat biskuit kontrol yaitu energi sebesar 12.9% dan mengalami penurunan tingkat kecukupan protein, Zn serta Fe. Hasil uji t menunjukkan bahwa di akhir dengan di awal intervensi dari konsumsi makanan harian pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional dan biskuit kontrol ada perbedaan nyata (p<0.05) terhadap asupan dan tingkat

Variabel Gizi AKG Asupan Energi dan Zat Gizi P value F0 F1 Energi (kkal) Awal

1550 1 398 ± 173 1 252 ± 280 0.11

Akhir 1 554 ± 194 1 492 ± 242 0.54 Selisih 156 ± 230 240 ± 246 0.47 P value (akhir-awal) 0.001) 0.001) Protein (g) Awal

39 37.8 ± 12.1 33.7 ± 8.8 0.32

Akhir 35.5 ± 5.7 39.6 ± 5.5 0.07 Selisih -2.3 ± 12.2 5.9 ± 8.6 0.07 P value (akhir-awal) 0.50 0.001) Seng (mg) Awal

9.7 0.6 ± 0.2 0.5 ± 0.2 0.53

Akhir 0.5 ± 0.2 4.2 ± 1.0 0.00*) Selisih -0.1 ± 0.3 3.6 ± 1.0 0.00*) P value (akhir-awal) 0.76 0.001) Besi (mg) Awal

9.0 8.2 ± 1.9 7.9 ± 3.1 0.73

Akhir 8.1 ± 3.4 12.8 ± 2.4 0.00*) Selisih -0.1 ± 3.5 4.9 ± 3.6 0.00*) P value (akhir-awal) 0.93 0.001)

Page 64: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

43

kecukupan energi, tetapi terhadap zat gizi protein, Zn dan Fe menunjukkan bahwa perbedaan nyata (p<0.05) hanya pada anak yang mendapat biskuit fungsional.

Tabel 21 Tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak

Variabel Gizi AKG Tingkat kecukupan energi

dan zat gizi (%) P value F0 F1

Energi: Awal 1550

109.7 ± 14.2 99.3 ± 22.4 0.31 Akhir 122.6 ± 19.8 117.8 ± 18.3 0.61 Selisih 12.9 ± 17.9 18.5 ± 19.4 0.52

P value (akhir-awal) 0.001) 0.001) Protein : Awal

39 117.5 ± 35.9 106.6 ± 29.6 0.64

Akhir 111.9 ± 24.3 124.5 ± 17.5 0.13 Selisih -5.6 ± 37.6 17.9 ± 26.0 0.14

P value (akhir-awal) 0.60 0.001) Zn (Seng): Awal

9.7 5.9 ± 1.8 5.4 ± 2.2 0.75

Akhir 5.7 ± 2.1 42.9 ± 10.0 0.002) Selisih -0.2 ± 2.7 37.5 ± 10.3 0.002)

P value (akhir-awal) 0.76 0.001) Fe (Besi): Awal

9.0 91.6 ± 21.4 87.8 ± 34.2 0.002)

Akhir 90.4 ± 37.8 141.7 ± 26.7 0.002) Selisih -1.2 ± 39.3 54.0 ± 40.2 0.002)

P value (akhir-awal) 0.92 0.001) 1) p<0.05 = berbeda nyata pengamatan akhir dan awal pada masing-masing perlakuan (F0 dan F1); 2) p<0.05 = berbeda nyata antar perlakuan (F0 dan F1); F0 = Biskuit kontrol; F1 = Biskuit fungsional

Rerata selisih asupan dan tingkat kecukupan Zn dan Fe dari konsumsi

makanan harian di akhir dengan di awal intervensi pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional adalah lebih tinggi secara nyata (p<0.05) daripada anak yang mendapat biskuit kontrol (Tabel 21). Sebaran anak berdasarkan kategori tingkat kecukupan energi dan protein disajikan pada Tabel 22. Sebaran jenis pangan dan frekuensi konsumsi anak disajikan pada Tabel 23.

Tabel 22 Sebaran anak berdasarkan kategori tingkat kecukupan energi dan protein

Kategori Tingkat Kecukupan

F0 F1 Awal Akhir Awal Akhir

n (%) n (%) n (%) n (%) Energi: Defisit (< 70 s/d 90%) 1 7.7 2 15.4 4 28.6 0 0.0

Cukup (> 90%) 12 92.3 11 84.6 10 71.4 14 100.0 Total 13 100.0 13 100.0 14 100.0 14 100.0

Protein: Defisit (< 70 s/d 90%) 5 38.5 3 23.1 3 21.4 0 0.0 Cukup (> 90%) 8 61.5 10 76.9 11 78.6 14 100.0

Total 13 100.0 13 100.0 14 100.0 14 100.0 F0 = Biskuit kontrol; F1 = Biskuit fungsional

Page 65: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

44

Tabel 23 Sebaran jenis pangan dan frekuensi konsumsi anak

Jenis Pangan F0 F1

P value n (%) Frekuensi (kali/minggu) n (%) Frekuensi

(kali/minggu) Energi

Nasi 13 (100.0) 19.1 ± 3.7 14 (100.0) 21.0 ± 3.9 0.27 Mie 12 (92.3) 8.0 ± 7.0 11 (78.6) 5.7 ± 5.4 0.38 Roti 8 (61.5) 2.3 ± 2.9 11 (78.6) 4.8 ± 6.1 0.28 Singkong 6 (46.1) 0.4 ± 0.5 7 (50.0) 1.9 ± 3.9 0.46 Ubi jalar 2 (15.4) 0.1 ± 0.3 5 (35.7) 1.2 ± 3.7 0.20 Biskuit 5 (38.5) 2.1 ± 3.0 2(14.3) 0.1 ± 0.4 0.01*)

Rerata ± SD 5.3 ± 7.3 5.8 ± 7.7 Protein

Telur 13 (100.0) 8.0 ± 4.5 14 (100.0) 7.9 ± 7.4 0.53 Daging sapi 4 (28.6) 0.1 ± 0.3 3 (21.4) 0.3 ± 0.6 0.90 Daging ayam 12 (85.7) 2.5 ± 2.0 10 (71.4) 2.4 ± 3.6 0.87 Ikan 9 (64.3) 1.4 ± 1.8 13 (92.9) 3.1 ± 2.7 0.04*) Tahu 12 (85.7) 2.9 ± 2.5 13 (92.9) 7.7 ± 6.6 0.06 Tempe 12 (85.7) 4.5 ± 2.5 13 (92.9) 7.7 ± 7.1 0.32

Rerata ± SD 3.2 ± 2.8 4.8 ± 3.3 Sayur

Bayam 11 (84.6) 3.1 ± 3.6 12 (85.7) 2.0 ± 1.8 0.06 Kangkung 3 (23.1) 0.2 ± 0.4 8 (57.1) 1.0 ± 1.3 0.06 Kc Panjang 3 (23.1) 0.2 ± 0.4 4 (28.6) 0.4 ± 0.8 0.68 Daun Ubi 2 (15.4) 0.2 ± 0.6 1 (7.1) 0.1 ± 0.3 0.88 Wortel 10 (76.9) 1.7 ± 1.4 13 (92.9) 2.3 ± 1.8 0.35 Sawi 5 (38.5) 0.5 ± 0.7 8 (57.1) 1.2 ± 2.0 0.49 Kol 2 (15.4) 0.4 ± 0.9 0 0 0.38

Rerata ± SD 1.1 ± 0.9 1.2 ± 0.9 Buah

Pisang 8 (61.5) 1.4 ± 2.0 11 (78.6) 1.6 ± 1.9 0.68 Pepaya 5 (38.5) 0.9 ± 1.9 5 (35.7) 0.6 ± 0.9 0.87 Jeruk 11 (84.6) 2.2 ± 2.4 12 (85.7) 1.5 ± 1.3 0.74 Mangga 7 (53.8) 1.6 ± 2.6 9 (64.3) 1.0 ± 1.8 0.98 Semangka 1 (7.7) 0.5 ± 1.9 6 (42.9) 1.0 ± 1.5 0.07 Melon 4 (30.8) 1.4 ± 2.7 4 (28.6) 0.6 ± 1.2 0.74

Rerata ± SD 1.3 ± 0.6 1.0 ± 0.4 Minuman

Susu 12 (92.3) 9.9 ± 8.4 12 (85.7) 7.1 ± 7.0 0.37 Teh manis 7 (53.8) 3.0 ± 3.2 12 (85.7) 3.8 ± 5.4 0.24 Teh tawar 1 (7.7) 1.6 ± 5.8 11 (78.6) 1.6 ± 4.0 0.39

Rerata ± SD 4.8 ± 4.45 4.2 ± 2.1 Jajanan

Pisang goreng 8 (61.5) 3.5 ± 5.8 11 (78.6) 5.3 ± 9.3 0.47 Bakwan 7 (53.8) 3.2 ± 4.3 9 (64.3) 2.9 ± 4.0 0.37 Bakso 11 (84.6) 3.0 ± 2.2 14 (100) 5.1 ± 4.3 0.29 Siomay 7 (53.8) 1.5 ± 2.0 8 (57.1) 2.4 ± 3.9 0.66 Sosis 4 (30.8) 3.3 ± 6.7 4 (28.6) 1.4 ± 2.6 0.76 Nugget 3 (23.1) 0.8 ± 2.0 2 (14.3) 0.3 ± 0.8 0.52 Chiki 5 (38.5) 4.3 ± 6.7 4 (28.6) 3.5 ± 6.0 0.68 Permen 2 (15.4) 0.7 ± 2.0 1 (7.1) 0.5 ± 1.9 0.53 Es krim 2 (15.4) 0.7 ± 2.0 2 (14.3) 0.6 ± 1.9 0.91

Teh gelas 3 (23.1) 1.6 ± 3.1 1 (7.1) 1. ± 3.7 0.31 Rerata ± SD 2.3 ± 1.3 2.3 ± 1.9

*) p<0.05 = berbeda nyata antar perlakuan (F0 dan F1); F0 = Biskuit kontrol; F1 = Biskuit fungsional

Page 66: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

45

Tabel 22 memperlihatkan bahwa di awal intervensi pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional ditemukan sebanyak 28.6% anak dengan TKE termasuk defisit dan di akhir intervensi 100% anak TKE termasuk kategori cukup. Pada perlakuan biskuit kontrol, di awal intervensi sebanyak 7.7% anak TKE termasuk kategori defisit dan di akhir intervensi masih ditemukan sebanyak 15.4% anak dengan TKE termasuk kategori defisit. Di awal intervensi pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional ditemukan sebanyak 21.4% anak dengan TKP termasuk kategori defisit dan di akhir intervensi 100% anak TKP termasuk kategori cukup. Pada pelakuan biskuit kontrol, di awal intervensi sebanyak 38.5% anak TKP termasuk kategori defisit dan di akhir intervensi masih ditemukan sebanyak 23.1% anak dengan TKP termasuk kategori defisit.

Pada Tabel 23 menunjukkan bahwa rerata frekuensi (kali/minggu) golongan bahan pangan yang banyak dikonsumsi anak baik yang mendapat perlakuan biskuit fungsional maupun biskuit kontrol maka berturut-turut dari yang tertinggi adalah karbohidrat, protein, makanan selingan (minuman dan jajanan), serta sayuran dan buah. Berdasarkan konsumsi jenis pangan yaitu karbohidrat, protein dan sayuran adalah lebih tinggi pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional tetapi jenis pangan buah, minuman dan jajanan adalah lebih tinggi pada anak yang mendapat perlakuan biskuit kontrol. Hasil uji t menunjukkan bahwa frekuensi konsumsi jenis pangan yaitu biskuit dan ikan pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional dan biskuit kontrol ada perbedaan nyata (p<0.05)

Efikasi biskuit terhadap status gizi

Penilaian status gizi secara langsung antara lain dengan pengukuran

antropometri meliputi BB dan TB serta berdasarkan umur dilakukan analisis indeks antropometri, yakni BB/U, TB/U, dan BB/TB.

Berat badan merupakan salah satu parameter antropometri yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan dan menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Tinggi badan menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal dan relatif tidak sensitif berubah dalam waktu pendek. BB/U lebih memberikan gambaran tentang status gizi seseorang saat ini karena karakteristik berat badan yang bersifat labil. Indeks TB/U memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status sosial-ekonomi. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi pada saat sekarang. Rerata perubahan antropometri dan nilai Z skor anak disajikan pada Tabel 24.

Tabel 24 menunjukkan bahwa rerata selisih di akhir dan di awal intervensi BB dan TB pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional berturutan yaitu 0.6±0.9 g dan 1.1±0.4 cm adalah lebih tinggi daripada anak yang mendapat biskuit kontrol berturutan yaitu 0.3±0.5 g dan 1.0 ±0.7 cm. Hasil uji t menunjukkan bahwa di akhir dengan di awal intervensi TB pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional dan biskuit kontrol ada perbedaan nyata (p<0.05) tetapi pengujian antar perlakuan tidak ada perbedaan nyata (p>0.05), artinya pemberian makanan tambahan biskuit fungsional dan biskuit kontrol

Page 67: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

46

selama 8 minggu intervensi belum dapat memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan antropometri anak.

Tabel 24 Rerata antropometri dan nilai Z skor anak

Rerata F0 F1 P value

BB (kg): Awal 14.0 ± 1.3 13.9 ± 1.3 0.83 Akhir 14.3 ± 1.0 14.5 ± 1.3 0.59 Selisih 0.3 ± 0.5 0.6 ± 0.9 0.20

P value (akhir-awal) 0.09 0.021) TB (cm):Awal 101.9 ± 4.4 100.7 ± 4.9 0.52

Akhir 102.9 ± 4.1 101.8 ± 4.6 0.52 Selisih 1.0 ± 0.7 1.1 ± 0.4 0.72

P value (akhir-awal) 0.001) 0.001) BB/U: Awal -1.6 ± 0.6 -1.8 ± 0.6 0.81

Akhir -1.5 ± 0.5 -1.4 ± 0.5 0.43 Selisih 0.1 ± 0.0 0.3 ± 0.5 0.26

P value (akhir-awal) 0.09 0.12 TB/U: Awal -0.8 ± 0.9 -1.3 ± 1.0 0.54

Akhir -0.2 ± 0.9 -0.1 ± 0.8 0.54 Selisih 0.7 ± 0.7 1.2 ± 0.5 0.72

P value (akhir-awal) 0.05 0.16 BB/TB: Awal -0.9 ± 1.0 -1.2 ± 0.7 0.38

Akhir -1.7 ± 1.1 -1.7 ± 0.7 0.07 Selisih -0.8 ± 1.4 -0.4 ± 0.8 0.23

P value (akhir-awal) 0.05 0.21 1) p<0.05 = berbeda nyata dalam F0 & F1; F0 = Biskuit kontrol; F1 = Biskuit fungsional

Rerata selisih pengamatan di akhir dengan di awal intervensi BB/U, TB/U, dan BB/TB menunjukkan bahwa nilai Z skor pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional berturutan yaitu sebesar 0.3±0.5, 1.2±0.5, dan -0.4±0.8 adalah lebih tinggi daripada anak yang mendapat biskuit kontol berturutan yaitu sebesar 0.1±0.0, 0.7±0.7, dan -0.8±1.4 (Tabel 24). Hasil uji t menunjukkan bahwa di akhir dengan di awal intervensi indeks BB/U, TB/U dan BB/TB pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional dan biskuit kontrol serta antar perlakuan tidak ada perbedaan nyata (p>0.05), artinya pemberian makanan tambahan biskuit kontrol dan biskuit fungsional selama 8 minggu intervensi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan indeks antropometri anak. Sebaran anak berdasarkan status gizi disajikan pada Tabel 25.

Tabel 25 menunjukkan bahwa di awal intervensi sebaran anak dengan status gizi normal (BB/U) sebesar 71.4-76.9% dan anak dengan status gizi kurang sebesar 23.1-28.6%, kemudian di akhir intervensi pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional dan biskuit kontrol sebagian besar dengan status gizi menjadi lebih baik dan normal. Di akhir intervensi sebaran anak dengan status gizi kurang (BB/TB) pada anak yang mendapat perlakuan biskuit kontrol yaitu sebesar 61.5% adalah lebih tinggi daripada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional sebesar 21.4%. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan tingkat

Page 68: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

47

kepatuhan konsumsi biskuit kontrol yang lebih rendah yaitu sebesar 46.7% daripada kepatuhan konsumsi biskuit fungsional sebesar 71.9%.

Tabel 25 Sebaran anak berdasarkan status gizi

Status Gizi F0 F1

Awal Akhir Awal Akhir n (%) n (%) n (%) n (%)

Z skor BB/U Kurang ( Z skor < -2) 3 23.1 2 15.4 4 28.6 2 14.3 Normal ( -2 ≤ Z skor < 2) 10 76.9 11 92.3 10 71.4 12 85.7

Total 13 100.0 13 100.0 14 100.0 14 100.0 Z skor TB/U Pendek (Z skor < -2) 1 7.7 0 0.0 3 7.1 1 7.1

Normal ( -2 ≤ Z skor < 2) 12 76.9 13 100.0 11 85.8 13 92.9 Total 13 100.0 13 100.0 14 100.0 14 100.0

Z skor BB/TB Kurus (Z skor < -2) 2 15.4 8 61.5 2 7.1 3 21.4 Normal ( -2 ≤ Z skor < 2) 11 84.6 5 38.5 12 92.9 11 78.6

Total 13 100.0 13 100.0 14 100.0 14 100.0 F0 = Biskuit kontrol; F1 = Biskuit fungsional

Efikasi biskuit terhadap morbiditas

Tujuan mengetahui morbiditas subjek adalah untuk mengkaji pengaruh

efikasi makanan tambahan berupa biskuit terhadap daya tahan tubuh, khususnya penyakit ISPA dan diare. Rerata frekuensi dan angka morbiditas ISPA anak disajikan pada Gambar 3 dan Tabel 26.

Gambar 3 Rerata frekuensi ISPA anak

Gambar 3 memperlihatkan bahwa di akhir intervensi pada anak yang

mendapat perlakuan biskuit fungsional dan biskuit kontrol mengalami penurunan frekuensi ISPA. Hasil uji t menunjukkan bahwa di akhir dengan di awal intervensi frekuensi ISPA pada anak yang mendapat perlakuan biskuit kontrol ada perbedaan nyata (p<0.05, p=0.04) tetapi pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional tidak ada perbedaan nyata (p>0.05, p=0.19). Frekuensi ISPA antar perlakuan tidak ada perbedaan nyata baik pengamatan di awal intervensi (p>0.05, p=0.35) maupun di akhir intervensi (p>0.05, p=0.59).

0.000.200.400.600.80

Bulan ke-1 Bulan ke-2

Kali F0 (Biskuit kontrol)F1 (Biskuit fungsional)

Page 69: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

48

Tabel 26 Rerata morbiditas ISPA menurut perlakuan

Pemantauan (bulan ke-)

Perlakuan P value F0 F1 Lama sakit

1 1.2 ± 1.0 0.6 ± 0.9 2 0.6 ± 1.0 0.4 ± 0.8

Morbiditas 1 1.2 ± 1.0 0.6 ± 0.9 0.09 2 0.6 ± 1.0 0.4 ± 0.8 0.60

Selisih -0.6 ± 1.3 -0.1 ± 1.2 0.08 P value (akhir- awal) 0.06 0.19

F0 = Biskuit kontrol; F1 = Biskuit fungsional

Tabel 26 memperlihatkan bahwa rerata selisih morbiditas ISPA di akhir dengan di awal intervensi pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional yaitu sebesar -0.1±1.2 adalah lebih rendah daripada anak yang mendapat biskuit kontrol sebesar -0.6±1.18. Hasil uji t menunjukkan bahwa di akhir dengan di awal intervensi morbiditas ISPA pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional dan biskuit kontrol serta antar perlakuan tidak ada perbedaan nyata (p>0.05), artinya PMT biskuit kontrol dan biskuit fungsional selama 8 minggu intervensi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap morbiditas ISPA anak.

Episode ISPA selama 2 bulan diperoleh dengan menjumlahkan frekuensi terjadinya ISPA selama pemantauan (bulan ke-1 dan ke-2), selanjutnya diprediksi episode selama 1 tahun. Rerata episode ISPA disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Rerata episode ISPA

Gambar 4 menunjukkan bahwa episode ISPA pada anak yang mendapat

perlakuan biskuit kontrol yaitu sebesar 5.54±0.2 kali/tahun dan pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional sebesar 3.7±0.3 kali/tahun. Selanjutnya dibandingkan dengan nilai episode nasional ISPA yaitu sebesar 3–6 kali/tahun maka pemberian makanan tambahan biskuit fungsional berpengaruh lebih efektif dalam mengendalikan ISPA. Hasil uji t menunjukkan bahwa episode ISPA/tahun tidak ada perbedaan nyata antar perlakuan (p>0.05 atau p=0.12), artinya pemberian makanan tambahan biskuit kontrol dan biskuit fungsional tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan episode ISPA/tahun anak. Rerata frekuensi dan morbiditas diare anak disajikan pada Gambar 5 dan Tabel 27.

2 bulan 1 tahunF0 (Biskuit kontrol) 0.92 5.54F1 (Biskuit fungsional) 0.50 3.00

0.00

2.00

4.00

6.00

kali

Page 70: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

49

Gambar 5 Rerata frekuensi diare

Pada Gambar 5 memperlihatkan bahwa di akhir intervensi pada anak yang

mendapat perlakuan biskuit fungsional dan biskuit kontrol mengalami penurunan frekuensi diare. Hasil uji t menunjukkan bahwa di akhir dengan di awal intervensi frekuensi diare pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional dan biskuit kontrol tidak ada perbedaan nyata (p>0.05, p=0.16) dan antar perlakuan juga tidak ada perbedaan nyata baik pengamatan di awal intervensi (p>0.05, p=0.58) maupun di akhir intervensi (p>0.05, p=0.34).

Tabel 27 Rerata morbiditas diare menurut perlakuan

Pemantauan (bulan ke-)

Perlakuan P value F0 F1 Lama sakit

1 0.1 ± 0.3 0.2 ± 0.4 2 0.0 ± 0.0 0.1 ± 0.3

Morbiditas 1 0.1 ± 0.3 0.1 ± 0.4 0.27 2 0.2 ± 0.0 0.0 ± 0.3 0.34

Selisih -0.1 ± 0.4 -0.1 ± 0.3 0.58 P value (awal-akhir) 0.08 0.16

F0 = Biskuit kontrol; F1 = Biskuit fungsional

Pada Tabel 27 memperlihatkan rerata selisih morbiditas diare di akhir dengan di awal intervensi pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional yaitu sebesar -0.1±0.4 adalah lebih rendah daripada anak yang mendapat perlakuan biskuit kontrol sebesar -0.2±0.4. Hasil uji t menunjukkan bahwa di akhir dengan di awal intervensi morbiditas diare pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional dan biskuit kontrol serta antar perlakuan tidak ada perbedaan nyata (p>0.05), artinya pemberian makanan tambahan biskuit kontrol dan biskuit fungsional selama intervensi 8 minggu tidak memberikan pengaruh nyata terhadap morbiditas diare anak.

Episode diare selama 2 bulan diperoleh dengan menjumlahkan frekuensi terjadinya diare selama pemantauan (bulan ke-1 dan ke-2), selanjutnya diprediksi episode selama 1 tahun. Rerata episode diare menurut perlakuan disajikan pada Gambar 6.

0.000.050.100.150.200.25

Bulan ke-1 Bulan ke-2

Kali F0 (Biskuit kontrol)F1 (Biskuit fungsional)

Page 71: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

50

Gambar 6 Rerata episode diare

Gambar 6 menunjukkan bahwa episode diare pada anak yang mendapat

perlakuan biskuit kontrol yaitu sebesar 1.85±2.88 kali/tahun dan anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional sebesar 0.43±1.60 kali/tahun. Selanjutnya dibandingkan dengan nilai episode nasional diare yaitu sebesar 1.6–2.0 kali/tahun maka pemberian makanan tambahan biskuit fungsional berpengaruh lebih efektif mengendalikan diare. Hasil uji t menunjukkan bahwa episode diare/tahun tidak ada perbedaan nyata antar perlakuan (p>0.05 atau p=0.1), artinya pemberian makanan tambahan biskuit kontrol dan biskuit fungsional tidak memberikan pengaruh nyata terhadap episode diare/tahun anak. Efikasi biskuit terhadap status gizi mikro

Zat gizi mikro terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit di dalam tubuh, namun mempunyai peran yang sangat esensial untuk kesehatan tubuh. Zat yang esensial tersebut wajib ada di dalam tubuh setiap hari. Apabila jumlah yang kecil tersebut tidak terpenuhi, maka akan berpengaruh terhadap kesehatan. Kadar Hb, Zn, Fs dan albumin menurut perlakuan disajikan pada Tabel 28.

Tabel 28 menunjukkan bahwa rerata selisih di akhir dengan di awal intervensi Hb, Zn, Fs, dan albumin pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional berturutan yaitu sebesar 1.3±0.8 g/dL, 0.2±0.1 mg/L, 6.9±4.4 µg/L dan 0.5±0.3 g/dL adalah lebih tinggi daripada anak yang mendapat perlakuan biskuit kontrol berturutan yaitu sebesar 0.5±0.4 g/dL, 0.1±0.1 mg/L, -1.7±7.2 µg/L, dan 0.1±0.1 g/dL. Hasil uji t menunjukkan bahwa rerata selisih di akhir dengan di awal intervensi Hb dan Zn pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional dan biskuit kontrol ada perbedaan nyata (p<0.05), tetapi Fs dan albumin hanya berbeda nyata (p<0.05) pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional. Rerata selisih antar pelakuan menunjukkan bahwa Hb, Fs dan albumin ada perbedaan nyata (p<0.05) tetapi Zn tidak berbeda nyata (p>0.05), artinya pemberian makanan tambahan biskuit kontrol dan biskuit fungsional selama 8 minggu intervensi memberikan pengaruh nyata terhadap Hb, Fs, dan albumin tetapi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap Zn. Sebaran anak berdasarkan kategori Hb, Zn, Fs, dan albumin disajikan pada Tabel 29 dan Rerata Hb, Zn, Fs, dan albumin menurut status gizi anak disajikan pada Tabel 30.

2 bulan 1 tahunF0 (Biskuit kontrol) 0.31 1.85F1 (Biskuit fungsional) 0.07 0.43

0.000.501.001.502.00

kali

Page 72: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

51

Tabel 28 Rerata Hb, Zn, Fs dan Albumin menurut perlakuan

Variabel F0 F1 P value

Hb (g/dL): Awal 10.8 ± 0.8 10.8 ± 0.7 0.98 Akhir 11.3 ± 0.8 12.1 ± 0.9 0.022) Selisih 0.5 ± 0.4 1.3 ± 0.8 0.002)

P value (akhir-awal) 0.001) 0.001) Zn (mg/L): Awal 0.8 ± 0.1 0.7 ± 0.1 0.002)

Akhir 0.9 ± 0.1 0.9 ± 0.1 0.26 Selisih 0.1 ± 0.1 0.2 ± 0.1 0.32

P value (akhir-awal) 0.001) 0.001) Fs (µg/L): Awal 36.8 ± 21.3 39.7 ± 16.7 0.70

Akhir 35.1 ± 20.1 46.6 ± 16.9 0.12 Selisih -1.7 ± 7.2 6.9 ± 4.4 0.002)

P value (akhir-awal) 0.41 0.001) Albumin (g/dL):Awal 4.0 ± 0.2 3.8 ± 0.2 0.022)

Akhir 4.0 ± 0.1 4.3 ± 0.2 0.002) Selisih 0.1 ± 0.1 0.5 ± 0.3 0.002)

P value (akhir-awal) 0.23 0.001) 1) p<0.05 = berbeda nyata pengamatan akhir dan awal pada masing-masing perlakuan (F0 dan F1); 2) p<0.05 = berbeda nyata antar perlakuan (F0 dan F1); F0 = Biskuit kontrol; F1 = Biskuit fungsional

Tabel 29 Sebaran anak berdasarkan kategori Hb, Zn, Fs dan Albumin

Zat Gizi Mikro F0 F1

Awal Akhir Awal Akhir n % n % n % n %

Hb (g/dL): Anemia (< 11) 6 46.1 4 30.8 8 57.1 2 14.3 Normal (≥ 11) 7 53.8 9 69.2 6 42.9 12 85.7

Total 13 100.0 13 100.0 14 00.0 14 100.0 Zn (mg/L):

Rendah (< 0.70) 1 7.7 0 0.00 6 42.9 1 7.1 Normal (0.70 s/d 1.30) 12 92.3 13 100.0 8 57.1 13 85.7

Total 13 100.0 13 100.0 14 100.0 14 100.0 Fs (µg/L):

Rendah (< 30 ) 5 38.5 5 38.5 5 35.7 0 0.0 Normal (30 s/d 400) 8 61.5 8 61.5 9 64.3 14 100.0

Total 13 100.0 13 100.0 14 100.0 14 100.0 Albumin (g/dL):

Normal (3.5 s/d 5.5) 13 100.0 13 100.0 14 100.0 14 100.0 Total 13 100.0 3 100.0 14 100.0 14 100.0

F0 = Biskuit kontrol; F1 = Biskuit fungsional Tabel 29 memperlihatkan bahwa di akhir intervensi pada anak yang

mendapat perlakuan biskuit fungsional dan biskuit kontrol sebagian besar anak mengalami peningkatan kadar Hb, Zn dan albumin menjadi normal, tetapi

Page 73: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

52

peningkatan kadar Fs hanya pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional.

Tabel 30 Rerata Hb, Zn, Fs dan albumin menurut status gizi anak

Status Gizi (Z skor BBU)

F0 F1 Awal Akhir Awal Akhir

Hb (g/dL): Kurang 11.0 ± 1.4 11.3 ± 1.1 10.6 ± 1.1 11.1 ± 0.5 Normal 10.8 ± 0.7 11.3 ± 0.8 10.9 ± 0.5 12.2 ± 0.8

Zn (mg/L): Kurang 0.7 ± 0.0 0.9 ± 0.0 0.7 ± 0.1 0.8 ± 0.1 Normal 0.8 ± 0.1 0.9 ± 0.1 0.7 ± 0.2 0.9 ± 0.1

Fs (µg/L): Kurang 36.8 ± 26.8 22.5 ±22.0 34.3 ± 11.5 39.0 ± 8.0 Normal 36.9 ± 21.1 37.4 ±37.4 41.8 ± 18.5 47.9 ±17.8

Albumin (g/dL): Kurang 4.1 ± 0.1 4.1 ± 0.1 3.7 ± 0.1 4.1 ± 0.0 Normal 3.9 ± 0.2 4.0 ± 0.1 3.8 ± 0.2 4.3 ± 0.2

F0 = Biskuit kontrol; F1 = Biskuit fungsional

Menurut status gizi anak, baik pada status gizi kurang maupun normal di akhir intervensi pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional dan biskuit kontrol sebagian besar meningkat rerata Hb, Zn dan albumin, tetapi Fs hanya meningkat pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional (Tabel 30). Efikasi biskuit terhadap imunitas humoral

Respon imun merupakan sistem interaktif komplek dari beragam jenis sel imunokompeten yang bekerjasama dalam proses identifikasi dan eliminasi mikroorganisme patogen dan zat-zat berbahaya lainnya yang masuk ke dalam tubuh (Kresno 2001). Rarata IgG anak menurut perlakuan disajikan pada Tabel 31.

Tabel 31 Rerata IgG anak menurut perlakuan

IgG (mg/mL) Anak P value F0 F1 Awal 12.6 ± 2.3 11.9 ± 1.8 0.42

Akhir 12.0 ± 2.3 12.8 ± 1.7 0.31 Selisih -0.6 ± 0.8 0.9 ± 0.6 0.002)

P value (awal-akhir) 0.001) 0.001) 1) p<0.05 = berbeda nyata pengamatan akhir dan awal pada masing-masing perlakuan (F0 dan F1); 2) p<0.05 = berbeda nyata antar perlakuan (F0 dan F1); F0 = Biskuit kontrol; F1 = Biskuit fungsional

Tabel 31 menunjukkan bahwa rerata selisih di akhir dengan di awal intervensi IgG pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional yaitu sebesar 0.9±0.6 mg/mL adalah lebih tinggi daripada anak yang mendapat perlakuan biskuit kontrol yaitu sebesar -0.6±0.8 mg/mL. Hasil uji t menunjukkan

Page 74: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

53

bahwa rerata selisih di akhir dengan di awal intervensi IgG pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional dan biskuit kontrol serta antar pelakuan ada perbedaan nyata (p<0.05), artinya pemberian makanan tambahan biskuit kontrol dan biskuit fungsional selama 8 minggu intervensi memberikan pengaruh nyata terhadap IgG. Sebaran anak menurut kategori IgG disajikan pada Tabel 32.

Tabel 32 Sebaran anak menurut kategori IgG

Imunitas Humoral

F0 F1 Awal Akhir Awal Akhir

n % n % n % n % IgG (mg/mL)

Rendah (< 8 ) 1 7.7 0 0.0 0 0.0 0 0.0 Normal (8 s/d 18.1) 12 92.3 13 100.0 14 100.0 14 100.0

Total 13 100.0 13 100.0 14 100.0 14 100.0 F0 = Biskuit kontrol; F1 = Biskuit fungsional

Tabel 32 menunjukkan bahwa di akhir intervensi pada anak yang

mendapat perlakuan biskuit fungsional dan biskuit kontrol dengan kadar IgG normal. Rerata IgG anak menurut status gizi disajikan pada Tabel 33.

Tabel 33 Rerata IgG menurut status gizi anak

Status Gizi (Z skor BBU)

F0 F1 Awal Akhir Awal Akhir

IgG (mg/mL) Kurang 13.0 ± 0.4 12.5 ± 0.8 11.6 ± 0.5 11.9 ± 0.4 Normal 12.5 ± 2.7 11.9 ± 2.5 12.1 ± 2.1 12.9 ± 1.8

F0 = Biskuit kontrol; F1 = Biskuit fungsional

Rerata IgG menurut status gizi anak di akhir intervensi pada kedua perlakuan baik pada anak status gizi kurang maupun normal dengan kadar IgG normal (Tabel 33).

Pembahasan

Selama intervensi, biskuit dianjurkan hanya dikonsumsi oleh balita subjek

agar dapat memberikan manfaat gizi dan kesehatan yang optimal. Menurut Mc Williams (2001), rasa makanan sangat penting dalam menentukan daya terima dan kualitas. Tekstur biskuit yang disajikan juga perlu diperhatikan selain rasa dan aroma karena dapat mempengaruhi reaksi seseorang dalam menentukan sikap terhadap penerimaan biskuit terutama pada anak-anak. Persentase konsumsi harian terhadap jumlah biskuit yang harus dihabiskan perhari (60g/serving size), diperoleh rerata tingkat konsumsi anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional adalah nyata lebih tinggi (p<0.05), yaitu sebesar 43.1 gram (71.9%) daripada anak yang mendapat biskuit kontrol, yaitu sebesar 28.0 gram (46.7%). Demikian pula konsumsi anak yang mendapat biskuit fungsional selama 8 minggu intervensi adalah nyata lebih tinggi (p<0.05) daripada anak yang mendapat biskuit kontrol. Satu bulan pertama intervensi kepatuhan konsumsi biskuit meningkat,

Page 75: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

54

berdasarkan informasi dari ibu anak setelah makan biskuit nafsu makan anak menjadi lebih baik atau anak lebih suka makan, tetapi pada bulan kedua intervensi anak mulai bosan mengonsumsi biskuit.

Berdasarkan data asupan pangan yang digali dengan metode FFQ (Food Frequency Questionnaires) yang bertujuan untuk mengetahui kebiasaan makan anak menyatakan bahwa konsumsi biskuit pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional lebih rendah daripada anak yang mendapat biskuit kontrol. Pengamatan selama kegiatan intervensi menunjukkan bahwa pada anak dengan kebiasan konsumsi biskuit lebih rendah maka respon terhadap penerimaan biskuit lebih besar terlihat dari data tingkat kepatuhan konsumsi biskuit fungsional lebih tinggi yaitu sebesar 71.9%.

Tingkat pendidikan ibu sebagian besar adalah SD dengan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga. tetapi ketersediaan waktu yang lebih banyak dalam mengurus anak mendorong ibu untuk mendapatkan informasi khususnya tentang pentingnya memperhatikan gizi anak. Pada penelitian ini peran ibu sangat menentukan kepatuhan anak mengonsumsi biskuit, hasil observasi dan wawancara pada ibu anak menunjukkan bahwa cara pemberian biskuit cukup bervariasi, antara lain ibu memberi keping biskuit kepada anak secara bertahap (pagi, siang dan sore), ibu membekali anak dengan biskuit baik pada saat sekolah atau les sore dengan tujuan agar anak menghasiskan paket biskuit. Kader posyandu pada penelitian ini berperan untuk mengingatkan ibu agar mendorong anaknya menghabiskan paket biskuit dan mencatat biskuit yang tersisa pada form yang telah disediakan. Menurut Arinta (2010), terdapat hubungan nyata antara tingkat partisipasi ibu dengan tingkat kepatuhan konsumsi biskuit, namun tidak ada hubungan nyata dengan partisipasi kader posyandu.

Konsumsi biskuit fungsional memberikan rerata kontribusi energi, protein, Zn dan Fe lebih tinggi dibandingkan konsumsi biskuit kontrol. Hasil uji t menunjukkan bahwa rerata asupan energi dan zat gizi serta kontribusi terhadap AKG pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional adalah nyata (p<0.05) lebih tinggi daripada dengan perlakuan biskuit kontrol. Kandungan energi dan zat gizi (per 100 g) pada biskuit kontrol yaitu energi sebesar 520.48 kkal, protein 13.30 g, Fe 1.05 mg dan Zn 2.01mg, sedangkan pada biskuit fungsional energi sebesar 523 kkal, protein 13.34 g, Fe 11.17 mg dan Zn 8.83 mg.

AKG energi dan zat gizi yang dianjurkan untuk balita usia 4-5 tahun yaitu energi sebesar 1 550 kkal, protein sebesar 39 g, seng sebesar 9.7 mg dan besi sebesar 8 mg (Hardinsyah & Victor 2004; Kartono & Soekatri 2004). FAO/WHO (1994) telah menerbitkan petunjuk mengenai pengembangan formula makanan bagi balita. Disebutkan bahwa energi yang dapat disajikan tiap 100 gram produk, minimal sebanyak 400 kkal. Semakin meningkat usia anak balita, maka semakin meningkat pula kebutuhan akan zat-zat gizi yang tersedia dalam makanan. Berdasarkan Dinkes (2005), program intervensi yang dikhususkan untuk balita yang menderita masalah KEP dikenal dengan istilah PMT-P (pemberian makanan tambahan pemulihan), mengandung 300–400 kalori dan 6–8 gram protein.

Komposisi zat gizi makanan tambahan untuk bayi dan anak-anak yaitu mengandung protein tinggi dengan nilai standar sebesar 15–20g/100g bahan (FAO/WHO 1994). Suatu bahan pangan dapat diklaim kaya akan suatu zat gizi

Page 76: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

55

apabila pangan tersebut mengandung paling sedikit 20% AKG dalam setiap ukuran saji (Hardinsyah & Victor 2004).

Hasil penelitian Marcelino (2012) menunjukkan bahwa satu serving size (60 g) biskuit fungsional memberikan kontribusi energi sebesar 19.48%, yang berarti kurang dari 20% AKG sehingga biskuit fungsional tidak dapat dinyatakan sebagai pangan kaya energi, tetapi sebagai pangan sumber energi yang baik. Kontribusi zat gizi protein dari biskuit fungsional adalah 20.51%, maka kandungan protein 8 g/serving size memenuhi standar kategori biskuit kaya protein. Kandungan mineral Fe dan Zn pada biskuit fungsional satu serving size adalah 6.7 mg Fe dan 5.3 mg Zn. Menurut Kartono dan Soekatri (2004), kebutuhan 20% Zn dari AKG balita 4–5 tahun adalah sebesar 1.94 mg/hari dan Fe sebesar 1.8 mg/hari, maka biskuit fungsional memenuhi standar kategori biskuit kaya Zn dan Fe.

Data asupan gizi anak menunjukkan bahwa rerata selisih asupan energi dan zat gizi di akhir dengan di awal intervensi lebih tinggi pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional yaitu energi sebesar 240 kkal, protein sebesar 5.9 g, Zn sebesar 3.6 mg, dan Fe sebesar 4.7 mg. Selisih rerata asupan energi dan zat gizi pada anak yang mendapat biskuit kontrol yaitu energi sebesar 156 kkal dan mengalami penurunan protein sebesar -2.3 g, Zn sebesar -0.1 mg, dan Fe sebesar -0.1 mg (Tabel 20). Rerata selisih tingkat kecukupan energi dan zat gizi di akhir dengan di awal intervensi lebih tinggi pada anak perlakuan biskuit fungsional yaitu energi sebesar 18.5%, protein sebesar 17.9%, Zn sebesar 37.5%, dan Fe sebesar 54.0%. Rerata selisih tingkat kecukupan gizi pada anak yang mendapat biskuit kontrol yaitu energi sebesar 12.9% dan mengalami penurunan protein sebesar -5.6%, Zn sebesar -0.2%, dan Fe sebesar -1.1% (Tabel 21). Rerata selisih asupan dan tingkat kecukupan Zn dan Fe dari konsumsi makanan harian balita di awal dan akhir intervensi pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional adalah lebih tinggi secara nyata (p<0.05) daripada anak yang mendapat biskuit kontrol. Konsumsi biskuit pada kedua perlakuan tidak menunjukkan perbedaan nyata (p>0.05) terhadap asupan dan tingkat kecukupan energi dan protein karena biskuit kontrol dan biskuit fungsional memiliki kandungan protein dan energi yang setara tetapi berasal dari sumber protein yang berbeda.

Zat gizi dibutuhkan tubuh agar dapat hidup sehat dan produktif yang dapat dipenuhi dari konsumsi makanan yang bergizi. Semakin beragam jenis makanan yang dikonsumsi, maka semakin besar peluang terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi. Hasil analisis frekuensi makan (FFQ) menunjukkan bahwa kebiasaan makan anak yang terbanyak dikonsumsi anak berturut-turut dari yang tertinggi adalah energi, protein, makanan selingan (minuman dan jajanan), serta sayuran dan buah. Makanan yang paling banyak dikonsumsi anak sebagai sumber energi yaitu nasi dan mie, sumber protein yaitu telur, tahu, dan tempe, serta sumber vitamin dan mineral yaitu sayur bayam, wortel, jeruk, pisang dan susu. Makanan jajanan yang paling disukai anak adalah bakso (Tabel 23). Untuk menjaga kesehatan anak agar tetap sehat atau status gizi anak normal maka perlu ditingkatkan konsumsi sayuran dan buah dengan jenis bahan pangan yang lebih beragam.

Penyakit yang menduduki peringkat utama angka kesakitan atau morbiditas adalah ISPA dan diare (UNICEF 2000). ISPA dan diare masih merupakan penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas anak di negara yang sedang berkembang, termasuk di Indonesia. Kejadian ISPA pada balita

Page 77: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

56

diperkirakan 3-6 kali per tahun. Angka kesakitan diare berkisar 200 sampai 400 kejadian per 1000 penduduk setiap tahun, dan 60%-80% kasus adalah golongan usia di bawah lima tahun (Soeparto 2003). Menurut Riskesdas 2007, status gizi merupakan faktor risiko penting terjadinya ISPA, karena status gizi yang buruk biasanya disertai dengan status imun yang buruk sehingga meningkatkan risiko terjadinya ISPA. Prevalensi ISPA di Indonesia adalah 25.5% dan prevalensi diare tersebar di semua selompok umur dan tertinggi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16.7% (Riskesdas 2007). Pemberian makanan tambahan biskuit kontrol dan biskuit fungsional selama 8 minggu intervensi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap morbiditas ISPA dan diare. Hasil pengamatan selama kegiatan intervensi menunjukkan bahwa indikasi ISPA yang terjadi pada anak lebih ke arah infeksi saluran pernapasan yang awalnya karena batuk, pilek, dan disertai peradangan/ infeksi yang ditunjukkan dengan peningkatan suhu tubuh berkisar selama 2 hari dan berdasarkan hasil pemeriksaan dokter Puskesmas menyatakan bahwa penyakit anak tersebut lebih mengarah kepada gejala penyakit ISPA. Selama intervensi, diare yang terjadi pada anak tergolong akut karena timbulnya sakit diare secara mendadak pada anak yang sebelumnya sehat. Diare akut dapat terjadi secara mendadak pada anak yang sebenarnya sehat, sedangkan diare kronik berlanjut sampai 2 minggu atau lebih dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak berubah selama masa diare tersebut. Data morbiditas khususnya ISPA dan diare selama pengamatan 2 bulan belum dapat mengambarkan kejadian mobiditas ISPA dan diare karena pengamatan/pengambilan data minimal dalam 1 tahun sehingga dapat mewakili kejadian sakit/morbiditas baik pada musim kemarau maupun musim hujan.

Efikasi biskuit terhadap status gizi anak menunjukkan bahwa pemberian biskuit fungsional dan biskuit kontrol selama 8 minggu intervensi cenderung dapat meningkatan berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) anak, meskipun hasil uji t menunjukkan bahwa intervensi biskuit tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan peningkatan antropometri dan nilai Z skor anak. Pengamatan status gizi anak memerlukan jumlah sampel yang lebih banyak dan dengan kondisi awal yang sama. Pemberian biskuit fungsional akan lebih terlihat manfaat atau perubahan peningkatan status gizi pada anak yang lebih lebih beresiko gizi kurang atau mengarah gizi buruk.

Pemberian makanan tambahan biskuit kontrol dan biskuit fungsional selama intervensi memberikan pengaruh nyata terhadap Hb (hemoglobin) Fs (ferritin) dan albumin anak tetapi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap Zn serum anak. Besi merupakan senyawa yang berhubungan dengan kadar hemoglobin darah dan ferritin serum merupakan indeks sensitif dari penurunan simpanan zat besi. Menurut Ahluwalia et al. (2004), nilai ferritin serum sangat dipengaruhi oleh asupan zat gizi baik yang diperoleh melalui makanan maupun suplemen makanan. Peningkatan sintesis ferritin di dalam intestinal dan jaringan lainnya akan menyebabkan absorpsi zat besi meningkat, sebaliknya pada kondisi sintesis ferritin rendah akan menyebabkan absorpsi besi menurun. Albumin merupakan indikator laboratorium yang dapat dijadikan untuk uji sensitivitas status gizi individu dan spesifik untuk asupan gizi. Albumin memiliki half life yang cukup panjang yaitu 14–20 hari sehingga mampu menjadi marker status gizi kronik (Hasan & Titis 2008).

Page 78: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

57

Biskuit fungsional selain ditambah tepung ikan juga difortifikasi mineral Zn dan Fe. Namun, setelah intervensi menunjukkan bahwa jumlah Zn yang dapat diserap tubuh anak tidak berbeda nyata antara anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional dan anak yang mendapat biskuit kontrol. Menurut Brown dan Wuehler (2000), salah satu jenis mineral yang diduga menghambat absorpsi seng adalah besi yang mungkin disertakan dalam suplemen multigizi mikro. Selanjutnya menurut Almatsier (2006), kompetisi antara besi dan seng antara lain terkait dengan kesamaan alat pengangkut dimana sebagian seng menggunakan alat pengangkut transferin yang juga merupakan pengangkut besi. Interaksi dua mineral ini sudah berusaha diminimalkan dengan cara membuat mikroenkapsulasi mineral Zn dan Fe dengan perbandingan penyalut yang tepat untuk proses absorpsi dalam usus. Kustiyah et al. (2010) menyatakan bahwa komposisi penyalut mikrokapsul mineral dengan perbandingan gum arab dan maltodekstrin adalah 70:30 untuk Fe dan 80:20 untuk Zn. Perbedaan rasio gum arab terhadap maltodekstrin dilakukan dengan tujuan untuk mencegah interaksi negatif Fe dan Zn di dalam usus. Hasil penelitian Marcelino (2012) menunjukkan bahwa biskuit fungsional ikan gabus dengan fortifikasi Zn dan Fe pada 50% AKG diperoleh nilai bioavailabilitas Zn sebesar 76.32% dan Fe sebesar 41.80%. Upaya meminimalkan interaksi Zn dan Fe pada saat penyerapan dalam tubuh dengan teknik mikroenkapsulasi menggunakan bahan penyalut dengan perbandingan yang berbeda untuk masing-masing jenis mineral. Pada biskuit fungsional diperoleh nilai bioavailabilitas Zn lebih tinggi dibandingkan Fe. Hasil analisis menunjukkan bahwa rerata selisih di akhir dengan di awal intervensi Zn pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional dan biskuit kontrol ada perbedaan nyata dan kadar Zn anak antar pelakuan tidak berbeda nyata, tetapi konsumsi biskuit dapat meningkatkan kadar Zn anak menjadi normal.

Pemberian makanan tambahan biskuit kontrol dan biskuit fungsional selama 8 minggu intervensi memberikan pengaruh nyata terhadap IgG serum anak. Respon imun sangat tergantung pada kemampuan sistem imun untuk mengenali antigen yang terdapat pada pathogen potensial dan kemudian memberikan reaksi yang tepat untuk menyingkirkan sumber antigen tersebut (Roitt & Delves 2001). IgG merupakan komponen utama imunoglobulin serum, kadarnya dalam serum sekitar 13 mg/mL dan me;iputi 75% dari semua imunoglobulin (Baratawidjaya & Rengganis 2009). Pemberian suplementasi besi selama empat minggu dapat meningkatkan status hematologik dan imunologik (Kang & Matsuo 2004). Suplementasi seng memperbaiki fungsi sel imun, termasuk hipersensitivitas tipe lambat dan meningkatkan jumlah limfosit (Bhandari et al. 2002).

Simpulan

Konsumsi biskuit fungsional memberikan rerata asupan dan kontribusi energi dan zat gizi, yaitu protein, Zn dan Fe lebih tinggi dibandingkan biskuit kontrol. Efikasi pemberian makanan tambahan biskuit fungsional ikan gabus yang difortifikasi Zn dan Fe, dapat meningkatkan kadar hemoglobin, ferritin, seng, albumin dan IgG anak.

Page 79: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

58

DAFTAR PUSTAKA Adi AC. 2010. Efikasi pemberian makanan tambahan (PMT) biskuit diperkaya

dengan tepung protein ikan lele dumbo (Clarias gariepinus), isolate protein kedelai dan probiotik Enterococcus faecium IS-27526 yang dimikroenkapsulasi pada balita (2-5 tahun) berat badan rendah [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Ahluwalia N, Sun J, Krause D, Mastro A, Handte G. 2004. Immune fuction is impaired in iro-deficient, homebound, older women. Am.J.Clin.Nutr. 79:516-521.

Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.

Arinta FT. 2009. Partisipasi ibu dan kader dalam program pembuatan makanan tambahan pemulihan (PMT-P) kaitannya dengan tingkat kepatuhan ibu balita [skripsi]. Bogor (ID): FEMA Institut Pertanian Bogor.

Aritonang E. 2007. Pengaruh pemberian mie instan fortifikasi pada ibu menyusui terhadap kadar zink dan besi ASI serta pertumbuhan linier bayi [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Astawan M. 2009. Ikan gabus dibutuhkan pascaoperasi [internet] [diunduh 2011 April 28]. Tersedia pada: http://cybermed. cbn.net.id.

[Balitbangkes] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2008. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007. Jakarta (ID): Depkes RI.

Baratawidjaya KG. 2006. Pengertian imunokompromais dan respon imun. Artikel Cermin Dunia Kedokteran. No 83.

________________ , Rengganis I. 2009. Imunologi Dasar. Edisi ke-8. Jakarta (ID): Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Bhandari N, Bahl R, Taneja S, Strand T, Molbak K, Ulvik RJ. 2002. Effect of routine zinc supplementation on pneumonia in children aged 6 months to 3 years: randomized controlled trial in urban slum. BMJ: 324-329.

Brown KH, Wuehler SE. 2000. Zinc and Health. Result of Recent Trials and Implication for Program Interventions and Research. International Development Research Centre (IDRC).

Calder PC, Field C, Gill HS. 2002. Nutrition and Immune Function. London (GB): UK.

Caso G, Scalfi L, Marra M, Covino A, Muscaritoli M, Mc Nurian M, Garlick PJ, Contaldo F. 2000. Albumin synthesis is diminished in men consuming a predominantly vegetarian diet. J. Nutr. 130:528-533.

Cook JD. 1994. Iron Deficiency Anaemia. Baillineres Clin Haematol. 7:787-804.

Dawiesah SI. 1989. Petunjuk Laboratorium Penentuan Nutrient dalam Jaringan dan Plasma Tubuh. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada.

Page 80: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

59

[Depkes] Departemen Kesehatan RI. 1996. Pedoman Pemantauan Status Gizi melalui Posyandu. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

[Dinkes] Dinas Kesehatan 2005. Profil Kesehatan Kabupaten Sukabumi Tahun 2005. Sukabumi (ID): Dinas Kesehatan.

[DKBM] Daftar Komposisi Bahan Makanan. 2004. Jakarta (ID): Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Dijkhuizen MA, Wieringa FT, West CE, 2001. Concurrement micronutrient deficiencies in lactating mothers and their infant in Indonesia. Am.J.Clin. Nutr.73:73:786-791.

Dziedzic T, Slowik A, Szczudlik A. 2004. Serum albumin level as a predictor of ischemic stroke outcome. Article Stroke 35:156-158.

FAO/WHO. 1994. Guidelines on Formulated Supplementary Food for Older Infant and Young Children. Roma (IT): FAO/WHO.

Hardinsyah, Victor T. 2004. Angka kecukupan energi, protein, lemak dan serat makanan. Di dalam: Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII; Jakarta, 17-19 Mei 2004. Jakarta (ID): Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. hlm 21-40

Hasan I, Titis A. 2008. Peran albumin dalam penatalaksanaan sirosis hati. Medicius. 21(2):3-7.

Kang HS, Matsuo T. 2004. Effects of 4 weeks ion supplementation on haematogical and immunologi status elite female soccer players. Asia Pac.J.Clin.Nutr. 13(4)353-358.

Kartono D, Soekatri M. 2004. Angka kecukupan mineral: besi, iodium, seng, mangan dan selenium. Di dalam: Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII; Jakarta, 17-19 Mei 2004. Jakarta (ID): Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. hlm 127-158

Kustiyah L, Anwar F, Dewi M. 2010. Mikroenkapsulasi mineral besi dan seng dalam pembuatan makanan tambahan untuk balita gizi kurang. [laporan akhir]. Hibah Kompetitif Penelitian Strategis Nasional. Bogor (ID): Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Institut Pertanian Bogor.

Kresno SB. 2001. Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Marcelino GT. 2012. Formulasi cookies fungsional berbasis tepung ikan gabus (Channa striata) dengan fortifikasi mikrokapsul Fe dan Zn [skripsi]. Bogor (ID): FEMA Institut Pertanian Bogor.

Mc Willian M. 2001. Food Experimental Perspectives. Eds fourth. New Jersey.

Page 81: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

60

Moedjiharto TJ. 2007. Ikan sebagai bahan substitusi human serum albumin (HSA) dalam penyumbang biofarma Indonesia [internet]. [diunduh 2011 April 28]. Tersedia pada: http://old-prasetya.ub.id.

Raqib R, Swapan KR, Jubayer M, Tasnim, Syeda. 2004. Effect of Zn supplementation on immune and inflammatory responses in pediatric patients with shigellosis. Am.J.Clin. Nutr. 79(3):444-450.

Roitt I, Delves PJ. 2001. Roitt’s Essentisal Immunology. Tenth edition. London (GB): Blockwell Scientific Publication.

Sugiyono. 2010. Statistika untuk Penelitian. Bandung (ID): Alfabet Susanto H, Maslikah SI. 2011. Efek nutrisional tepung daun kelor (Moringa oleifera) varietas NTT terhadap kadar albumin tikus Wistar kurang energi protein. Publikasi Ilmiah Seminar Nasional MIFA 2011.

Soeparto P. 2003. Sumbangan dan peran kaum professional dalam mendukung program penyakit saluran cerna di era otonomi. Dalam: Kumpulan makalah Kongres Nasional BKGAI II Medan: BKGAI. hlm.17-27.

Susanto H, Maslikah SI. 2011. Efek nutrisional tepung daun kelor (Moringa oleifera) varietas NTT terhadap kadar albumin tikus Wistar kurang energi protein. Publikasi Ilmiah Seminar Nasional MIFA 2011.

Tizard I. 1988. Pengantar Imunologi Vereriner. Edisi kedua. Terjemahan Masduki Partodirejo. Surabaya (ID): Airlangga University Press.

UNICEFF. 2000. Konversi hak-hak anak sebagai dasar menanggulangi masalah gizi dan kesehatan. Makalah Pelatihan Bagi Media Massa. Bogor (ID): 30 Oktober 2000.

Walter AT. 2003. Effect of iron defficiency anemia on cognitive skills and neuromaturation in infancy and childhood. Food and Nutrition Bulletin 2004 Vol 24 Supplement. United Nation Universty.

[WHO] World Health Organization. 1996. Trace Elements in Human Nutrition and Health. Geneva (CH): WHO.

[WHO] World Health Organization. 2001. Human vitamin and mineral requirement. Report of a joint FAO/WHO expert consultation. Bangkok(TH): Food and Nutrition Divition.

Page 82: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

61

6 PEMBAHASAN UMUM

Pembahasan

Hasil penelitian dari data base line menunjukkan bahwa sebagian besar anak dengan status gizi normal berkisar antara 74.1-85.2% dan status gizi kurang berkisar antara 14.8-25.9%. Data base line juga menunjukkan rerata asupan energi dan zat gizi anak, yaitu energi sebesar 1322 kkal, protein sebesar 35.7 g, besi sebesar 8.1 mg dan seng sebesar 0.5 mg. Berdasarkan tingkat kecukupan energi dan zat gizi maka diperoleh energi dan protein telah memenuhi AKG, tetapi tingkat kecukupan seng hanya 89.6% dan tingkat kecukupan besi hanya 5.6% dari AKG. Hasil pengamatan profil darah terhadap TKE dan TKP menunjukkan bahwa pada anak dengan TKE dan TKP dalam kategori cukup, ditemukan profil darah (Hb, Zn dan Fs) dalam kategori rendah atau mengalami defisien zat gizi mikro. TKE dan TKP lebih rendah pada anak dengan profil darah kategori rendah daripada anak dengan profil darah normal. Albumin dan IgG anak dalam kategori normal dengan TKE dan TKP kategori cukup. KEP adalah suatu bentuk masalah gizi yang disebabkan oleh berbagai faktor, terutama faktor makanan yang tidak memenuhi kebutuhan anak akan energi dan protein serta karena infeksi, yang berdampak pada penurunan status gizi anak dari bergizi baik atau normal menjadi bergizi kurang atau buruk (Soekirman 2000). Salah satu indikator yang peka untuk menentukan kasus KEP adalah protein tubuh dan protein serum paling banyak terdapat dalam bentuk albumin (Almatsier 2011). Masukan protein dari diet dapat menstimulasi sintesis albumin serum yang berperan dalam regulasi protein tubuh (Caso et al. 2000). Kadar albumin serum selain berpengaruh pada tingkat sirkulasi juga berpengaruh pada tingkat seluler yaitu sebagai suatu biomarker status gizi seseorang (Dziedzic 2004). Ikan gabus merupakan salah satu sumber protein hewani. Protein hewani disebut sebagai protein yang lengkap dan bermutu tinggi karena mempunyai kandungan asam-asam amino esensial yang lengkap dan susunannya mendekati asam amino yang diperlukan tubuh, serta daya cernanya tinggi sehingga jumlah yang dapat diserap juga tinggi (Muchtadi 2010). Ikan gabus merupakan bahan sumber albumin yang potensial, dapat digunakan sebagai bahan sumber biofarma dan bahan subtitusi albumin manusia (Moedjiharto 2007). Albumin serum dikenal sebagai indikator dari status protein yang berada dalam keadaan deplesi dan asupan protein makanan yang menurun (Almatsier 2011). Kekurangan albumin menyebabkan zat gizi di dalam darah tidak dapat disalurkan dengan baik ke sel-sel tubuh yang memerlukannya dan kekurangan gizi ini berdampak pada penurunan kekebalan tubuh (Astawan 2009). Albumin merupakan protein yang penting untuk transport dan pengikat berbagai substansi dalam plasma, serta berperan untuk menjaga tekanan osmotik plasma (Hasan & Titis 2008). Karakteristik gizi kurang selain mengalami defisiensi zat-zat gizi makro, juga disertai defisiensi zat-zat gizi mikro seperti Zn dan Fe. Pada anak gizi kurang, kadar albumin dalam darah rendah sehingga terjadi defisiensi zat gizi mikro seperti Zn dan Fe. Menurut Ahluwalia et al. (2004) dan sel NK Ravaglia et al. (2000), defisiensi Fe memberikan kontribusi lanjut terhadap

Page 83: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

62

kerusakan fungsi imun yang terjadi secara bertahap. Tahap pertama cellular-synthesis, tahap kedua ketika terjadinya mekanisme pencernaan atau membunuh antigen oleh leukosit, dan tahap berikutnya waktu interaksi atau sinergisme antara sistem imun dan mikroorganisme. Peran Fe terhadap respon imum nampak pada fagositosis, sel mediate respons imun. Selanjutnya menurut Oppenheimer (2001), defisiensi Fe berhubungan dengan ketidaknormalan respons imun dan memperburuk penyakit infeksi. Kekurangan Fe pada anak dapat menyebabkan kerusakan fungsi imun, khususnya penurunan sel mediasi imunologik (Dijkhuizen & Wieringa 2001). Fe berperan sangat penting dalam fungsi seluler, yakni sintesis Hb dan metabolisme makrofag (Williams & Wilkins 2006).

Zn mempengaruhi fungsi imun spesifik dan nonspesifik pada berbagai level. Dampak defisiensi Zn terhadap fungsi imun diperantarai melalui pelepasan glukokortikoid, penurunan aktivitas thymulin, dan antioksidan. Dalam bentuk imunitas nonspesifik, defisiensi Zn mempengaruhi integritas hambatan epitel, fungsi netrophil, sel pembunuh alami, monosit dan makrofag. Dengan imunitas spesifik, defisiensi Zn mengakibatkan terjadinya lymphopoenia dan penurunan fungsi limfosit sehingga mengganggu keseimbangan T helper cell (Th1 dan Th2) dan produksi sitokin (WHO 1996).

Defisiensi Zn dan Fe berpengaruh pada pertumbuhan atau status gizi, akibat penurunan nafsu makan dan memburuknya sistem kekebalan tubuh terhadap berbagai penyakit infeksi. Zn dan Fe mempunyai peran penting pada sejumlah metabolisme dan dibutuhkan untuk pertumbuhan optimal, fungsi imun dan kognitif, serta kapasitas kerja. Defisiensi Zn dan Fe akan menurunkan dan menekan sistem imun. Zn berperan untuk pembentukan dan aktivasi T-limposit, yang merupakan bagian sel darah merah yang membantu mencegah infeksi. Disamping itu akan mendorong stres oksidatif dan gangguan DNA, serta menekan kemampuan sel untuk memperbaiki gangguan tersebut (Murray et al. 2003).

Salah satu upaya untuk mengurangi defisiensi zat gizi dan meningkatkan status gizi pada anak-anak adalah dengan melakukan fortifikasi dan atau pengayaan zat gizi pada produk tertentu. Fortifikasi adalah penambahan zat gizi pada makanan, minuman yang biasa dikonsumsi, ataupun bumbu dengan dosis lebih tinggi daripada dosis yang ada pada pangan aslinya dengan tujuan memperbaiki kualitas pangan. Pemberian makanan tambahan biskuit dengan suplementasi tepung ikan gabus yang diperkaya mineral Zn dan Fe dapat diberikan pada anak karena kandungan zat gizi biskuit tersebut lebih baik kualitasnya dibandingkan biskuit pada umumnya yang cenderung tinggi karbohidrat dan lemak serta kurang seimbang kandungan gizi lainnya.

AKG energi dan zat gizi yang dianjurkan untuk balita usia 4-5 tahun yaitu energi sebesar 1 550 kkal, protein sebesar 39 g, seng sebesar 9.7 mg dan besi sebesar 8 mg (Hardinsyah & Victor 2004; Kartono & Soekatri 2004). Suatu bahan pangan dapat diklaim kaya akan suatu zat gizi apabila pangan tersebut mengandung paling sedikit 20% AKG dalam setiap ukuran saji (Hardinsyah & Victor 2004). Hasil penelitian Marcelino (2012) menunjukkan bahwa satu serving size (60 g) biskuit fungsional memberikan kontribusi energi sebesar 19.48% yang berarti kurang dari 20% AKG sehingga biskuit fungsional tidak dapat dinyatakan sebagai pangan kaya energi, tetapi sebagai pangan sumber energi yang baik. Kontribusi zat gizi protein dari biskuit fungsional adalah

Page 84: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

63

20.51%, maka kandungan protein 8 g/serving size memenuhi standar kategori biskuit kaya protein. Kandungan mineral Fe dan Zn pada biskuit fungsional satu serving size adalah 6.7 mg Fe dan 5.3 mg Zn. Berdasarkan kebutuhan 20% dari AKG balita 4–5 tahun Zn sebesar 1.94 mg/hari dan Fe sebesar 1.8 mg/hari, maka biskuit fungsional memenuhi standar kategori biskuit kaya Zn dan Fe.

Biskuit yang diberikan pada anak, dianjurkan dikonsumsi habis 1 porsi/ serving size (60 gram/6 keping biskuit) setiap harinya. Persentase konsumsi harian terhadap jumlah biskuit yang harus dihabiskan perhari, diperoleh rerata tingkat konsumsi biskuit fungsional adalah nyata lebih tinggi, yaitu sebesar 71.9% dibandingkan biskuit kontrol sebesar 46.7%. Demikian pula konsumsi biskuit fungsional selama 8 minggu intervensi adalah nyata lebih tinggi daripada konsumsi biskuit kontrol.

Kecukupan konsumsi gizi anak, selain dipengaruhi PMT biskuit juga ditentukan oleh konsumsi harian yang meliputi jumlah dan jenis makanan. Rerata selisih asupan energi dan zat gizi di akhir dengan di awal intervensi adalah lebih tinggi pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional yaitu energi sebesar 240 kkal, protein sebesar 5.9 g, Zn sebesar 3.6 mg, dan Fe sebesar 4.7 mg. Rerata selisih asupan energi dan zat gizi pada pada anak yang mendapat biskuit kontrol yaitu energi sebesar 156 kkal dan mengalami penurunan asupan zat gizi yaitu protein, Zn serta Fe. Rerata selisih tingkat kecukupan energi dan zat gizi di akhir dengan di awal intervensi adalah lebih tinggi pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional yaitu energi sebesar 18.5%, protein sebesar 17.9%, Zn sebesar 37.5%, dan Fe sebesar 54.0%. Rerata selisih asupan dan tingkat kecukupan Zn dan Fe dari konsumsi makanan harian balita di awal dan akhir intervensi pada anak yang mendapat perlakuan biskuit fungsional adalah lebih tinggi secara nyata daripada anak yang mendapat biskuit kontrol. Konsumsi biskuit pada kedua perlakuan tidak menunjukkan perbedaan nyata terhadap asupan dan tingkat kecukupan energi dan protein karena biskuit kontrol dan biskuit fungsional memiliki kandungan protein dan energi yang setara tetapi berasal dari sumber protein yang berbeda.

Status gizi anak secara langsung selain dipengaruhi oleh konsumsi zat gizi juga dipengaruhi oleh morbiditas, terutama penyakit infeksi seperti ISPA dan diare. Menurut Riskesdas 2007, status gizi merupakan faktor risiko penting terjadinya ISPA, karena status gizi yang buruk biasanya disertai dengan status imun yang buruk sehingga meningkatkan risiko terjadinya ISPA, prevalensi ISPA di Indonesia adalah 25.5% dan prevalensi diare tersebar di semua selompok umur dan tertinggi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16.7%. Pemberian makanan tambahan biskuit kontrol dan biskuit fungsional selama 8 minggu intervensi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap morbiditas ISPA dan diare (Riskesdas 2007). Hasil pemeriksaan dokter Puskesmas menyatakan bahwa penyakit anak tersebut lebih mengarah gejala penyakit ISPA dan diare tergolong akut.

Konsumsi makanan yang kurang dari kebutuhan akan mempengaruhi status gizi yang selanjutnya berdampak langsung pada penurunan status imun atau kekebalan tubuh seseorang. Kondisi ini akan memperburuk status kesehatan, sehingga anak mudah terserang beberapa penyakit yang bersumber dari lingkungan yang buruk, seperti penyakit infeksi (Kurnia et al. 2010). Defisiensi zat gizi mikro memicu timbulnya atau meningkatnya kejadian infeksi pada anak. Dalam keadaan gizi yang baik, tubuh anak mempunyai cukup kemampuan untuk

Page 85: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

64

mempertahankan diri terhadap penyakit infeksi. Jika keadaan gizi anak menjadi buruk maka reaksi kekebalan tubuhnya akan menurun, yang berarti kemampuan tubuh dalam mempertahankan diri terhadap serangan infeksi menjadi turun.

Efikasi biskuit terhadap status gizi anak menunjukkan bahwa pemberian biskuit fungsional dan biskuit kontrol selama 8 minggu intervensi dapat meningkatan berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) anak tetapi hasil uji statistik pemberian biskuit tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan peningkatan antropometri dan nilai Z skor anak. Efikasi biskuit terhadap status gizi mikro menunjukkan bahwa pemberian makanan tambahan biskuit kontrol dan biskuit fungsional memberikan pengaruh nyata terhadap Hb, Fs, dan albumin anak. Konsumsi biskuit dapat meningkatkan kadar Zn anak menjadi normal, tetapi hasil uji statistik menunjukkan bahwa pemberian biskuit tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar Zn.

Menurut Brown dan Wuehler (2000), salah satu jenis mineral yang diduga menghambat absorpsi seng adalah besi yang mungkin disertakan dalam suplemen multigizi mikro. Selanjutnya menurut Almatsier (2006), kompetisi antara besi dan seng antara lain terkait dengan kesamaan alat pengangkut dimana sebagian seng menggunakan alat pengangkut transferin yang juga merupakan pengangkut besi. Interaksi dua mineral ini sudah berusaha diminimalkan dengan cara membuat mikroenkapsulasi mineral Zn dan Fe dengan perbandingan penyalut yang tepat untuk proses absorpsi dalam usus.

Efikasi biskuit terhadap status gizi anak menunjukkan bahwa pemberian makanan tambahan biskuit fungsional dan biskuit kontrol memberikan pengaruh nyata terhadap IgG serum anak. Respon imun sangat tergantung pada kemampuan sistem imun untuk mengenali antigen yang terdapat pada pathogen potensial dan kemudian memberikan reaksi yang tepat untuk menyingkirkan sumber antigen tersebut (Roitt & Delves 2001). IgG merupakan komponen utama imunoglobulin serum, kadarnya dalam serum sekitar 13 mg/mL dan me;iputi 75% dari semua imunoglobulin (Baratawidjaya & Rengganis 2009). Pemberian suplementasi besi selama empat minggu dapat meningkatkan status hematologik dan imunologik (Kang & Matsuo 2004). Suplementasi seng memperbaiki fungsi sel imun, termasuk hipersensitivitas tipe lambat dan meningkatkan jumlah limfosit (Bhandari et al. 2002).

Implikasi Hasil dan Keterbatasan Penelitian

Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya gizi kurang maupun gizi

buruk yang saling berkaitan. Faktor penyebab langsung adalah asupan energi dan zat gizi yang tidak cukup serta adanya infeksi. Keadaan gizi kurang energi dan protein berpengaruh terhadap melemahnya respon imun tubuh. Semakin baik respon imun tubuh maka semakin baik status kesehatan seseorang, sedangkan adanya gangguan sistem imun berakibat pada penurunan daya tahan tubuh sehingga meningkatkan kejadian penyakit terutama timbulnya infeksi. Salah satu faktor eksternal yang dapat mempengaruhi sistem imun adalah makanan, maka dengan perbaikan asupan gizi dapat meningkatkan sistem imun tubuh. Cara yang paling ideal untuk mengatasi masalah gizi adalah melalui konsumsi makanan yang seimbang sehingga tubuh memperoleh asupan zat gizi yang cukup, baik segi kualitas maupun kuantitasnya.

Page 86: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

65

Masukan protein dari diet dapat menstimulasi sintesis albumin serum yang berperan dalam regulasi protein tubuh (Caso et al. 2000). Kadar albumin serum selain berpengaruh pada tingkat sirkulasi juga berpengaruh pada tingkat seluler yaitu sebagai suatu biomarker status gizi seseorang (Dziedzic 2004). Kadar albumin dalam plasma berhubungan dengan simpanan protein dalam tubuh, sehingga adanya penurunan kadar albumin plasma dapat dijadikan indikasi adanya defisiensi protein di dalam tubuh. Kekurangan albumin menyebabkan zat gizi di dalam darah tidak dapat disalurkan dengan baik ke sel-sel tubuh yang memerlukannya dan kekurangan gizi ini berdampak terhadap penurunan kekebalan tubuh (Astawan 2009). Ikan gabus merupakan bahan sumber albumin yang potensial yang dapat digunakan sebagai bahan sumber biofarma (bahan vaksin) dan bahan subtitusi albumin manusia (Moedjiharto 2007).

Implikasi dari penelitian ini adalah efikasi pemberian makanan tambahan biskuit fungsional dengan kandungan zat gizi makro yaitu protein yang tinggi dan mengandung zat gizi mikro yaitu Zn dan Fe dapat meningkatkan daya tahan tubuh pada anak terhadap serangan penyakit khususnya kejadian infeksi.

Makanan tambahan berupa biskuit sangat praktis dalam penyajian dan disukai anak. Kecukupan konsumsi zat gizi anak, selain dipengaruhi pemberian makanan tambahan biskuit juga ditentukan oleh konsumsi harian yang meliputi jumlah dan jenis makanan. Konsumsi biskuit fungsional memberikan rerata asupan dan kontribusi energi, protein, Zn dan Fe lebih tinggi dibandingkan biskuit kontrol. Efikasi pemberian makanan tambahan biskuit fungsional ikan gabus yang difortifikasi Zn dan Fe memberikan pengaruh nyata terhadap kadar Hb, Fs, albumin dan IgG tetapi terhadap Zn anak tidak memberikan berpengaruh nyata.

Keterbatasan penelitian ini antara lain: 1) hasil penelitian menunjukkan bahwa efikasi biskuit fungsional terhadap status gizi anak berdasarkan uji statistik belum meningkatkan perubahan antropometri dan nilai Z skor anak. Hal ini seharusnya dapat diatasi dengan jumlah sampel kategori status gizi buruk atau kurang lebih banyak serta meliputi wilayah penelitian yang lebih luas misalnya dalam satu Kabupaten atau Provinsi sehingga sebaran data status gizi anak lebih baik, 2) pengaruh efikasi biskuit fungsional terhadap kejadian sakit (morbiditas) dan imunitas humoral akan lebih terlihat efektif jika pada awal penelitian sampel dalam kategori status gizi buruk atau kurang, 3) terbatasnya indikator untuk pengamatan terhadap respon imun anak, yaitu hanya imunitas humoral (IgG), sebaiknya ditambah pengamatan terhadap respon imun seluller, 4) rasa biskuit manis belum dapat menutup aroma ikan sehingga perlu dilakukan formulasi biskuit dengan rasa gurih untuk meningkatkan penerimaan biskuit

Page 87: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

66

Page 88: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

67

7 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan Makanan tambahan berupa biskuit dengan suplementasi tepung ikan gabus dapat menjadi pilihan sebagai makanan tambahan untuk anak karena biskuit tersebut lebih baik kualitasnya dibandingkan biskuit pada umumnya yang cenderung tinggi karbohidrat dan lemak serta kurang seimbang kandungan gizi lainnya. Selain itu, biskuit fungsional mengandung protein tinggi (asam amino yang lengkap) yang difortifikasi dengan mineral Zn dan Fe, sangat praktis dalam penyajiannya dan dapat diterima anak.

Kandungan gizi biskuit fungsional dalam 100 g biskuit adalah air sebesar 2.73 g; abu 2.08 g; protein 13.34 g; lemak 24.53 g; karbohidrat 57.32 g; energi sebesar 503 Kal; 11.7 mg Fe dan 8.83 mg Zn. Kandungan gizi biskuit fungsional berbasis tepung ikan gabus 15% yang difortifikasi mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992). Bioavailabilitas Zn dan Fe pada 50% AKG dari biskuit fungsional masing-masing adalah sebesar 76.32% dan 41.80% serta daya cerna protein sebesar 78.45%. Efikasi pemberian biskuit fungsional dengan substitusi tepung ikan gabus 15% yang difortifikasi dengan mikrokapsulasi Zn dan Fe sebanyak 50% AKG selama 8 minggu intervensi dapat meningkatkan status gizi mikro (hemoglobin, seng, ferritin dan albumin) serta imunitas humoral (IgG) anak.

Saran 1) Jumlah konsumsi harian biskuit fungsional masih perlu ditingkatkan dengan

cara menambahkan flavor atau membuat formulasi biskuit dengan rasa gurih untuk meminimalkan aroma ikan.

2) Efikasi biskuit fungsional terhadap perubahan status gizi, kejadian sakit (morbiditas) dan respon imun anak akan lebih memberikan pengaruh nyata jika kondisi awal anak dengan kategori status gizi buruk atau kurang,

3) Intervensi biskuit fungsional akan lebih efektif dengan memanfatkan potensi daerah, yaitu membuat produk berbasis pangan lokal dan intervensi bersifat spesifik serta desentralisasi pada wilayah tertentu yang masyarakatnya biasa mengonsumsi ikan gabus.

4) Biskuit fungsional berbasis tepung ikan yang difortifikasi Zn dan Fe dapat diusulkan kepada pemerintah atau pemberi kebijakan untuk dijadikan Program Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT–P) dalam mengatasi anak gizi kurang atau dijadikan pangan siap saji dalam kondisi darurat seperti pada saat menghadapi bencana alam dan keadaan kelaparan.

Page 89: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

68

DAFTAR PUSTAKA

Ahluwalia N, Sun J, Krause D, Mastro A, Handte G. 2004. Immune fuction is impaired in iro-deficient, homebound, older women. Am.J.Clin.Nutr. 79:516-521.

Almatsier S. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan. Jakarta (ID): Kompas Gramedia.

Astawan M. 2009. Ikan gabus dibutuhkan pascaoperasi [internet]. [diunduh 2011 April 28]. Tersedia pada: http://cybermed. cbn.net.id.

[Balitbangkes] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2008. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007. Jakarta (ID): Depkes RI.

Bhandari N, Bahl R, Taneja S, Strand T, Molbak K, Ulvik RJ. 2002. Effect of routine zinc supplementation on pneumonia in children aged 6 months to 3 years: randomized controlled trial in urban slum. BMJ: 324-329.

Brown KH, Wuehler SE. 2000. Zinc and Health. Result of Recent Trials and Implication for Program Interventions and Research. International Development Research Centre (IDRC).

Caso G, Scalfi L, Marra M, Covino A, Muscaritoli M, Mc Nurian M, Garlick PJ, Contaldo F. 2000. Albumin synthesis is diminished in men consuming a predominantly vegetarian diet. J. Nutr. 130:528-533.

Dijkhuizen MA, Wieringa FT, West CE, 2001. Concurrement micronutrient deficiencies in lactating mothers and their infant in Indonesia. Am.J.Clin. Nutr.73:73:786-791.

Dziedzic T, Slowik A, Szczudlik A. 2004. Serum albumin level as a predictor of ischemic stroke outcome. Article Stroke 35:156-158.

Hardinsyah, Victor T. 2004. Angka kecukupan energi, protein, lemak dan serat makanan. Di dalam: Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII; Jakarta, 17-19 Mei 2004. Jakarta (ID): Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. hlm 21-40

Hasan I, Titis A. 2008. Peran albumin dalam penatalaksanaan sirosis hati. Medicius. 21(2):3-7.

Kang HS, Matsuo T. 2004. Effects of 4 weeks ion supplementation on haematogical and immunologi status elite female soccer players. Asia Pac.J.Clin.Nutr. 13(4)353-358.

Kartono D, Soekatri M. 2004. Angka kecukupan mineral: besi, iodium, seng, mangan dan selenium. Di dalam: Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII; Jakarta, 17-19 Mei 2004. Jakarta (ID): Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. hlm 127-158

Page 90: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

69

Kartono D, Soekatri M. 2004. Angka kecukupan mineral: besi, iodium, seng, mangan dan selenium. Di dalam: Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII; Jakarta, 17-19 Mei 2004. Jakarta (ID): Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. hlm 127-158

Kurnia P, Sarbini D, Rahmawaty S. 2010. Efek fortifikasi Fe dan Zn pada biskuit yang diolah dari kombinasi tempe dan bekatul untuk meningkatkan kadar albumin anak balita kurang gizi dan anemia. Eksplanasi. 5(2): 1-14.

Marcelino GT. 2012. Formulasi cookies fungsional berbasis tepung ikan gabus (Channa striata) dengan fortifikasi mikrokapsul Fe dan Zn [skripsi]. Bogor (ID): FEMA Institut Pertanian Bogor.

Moedjiharto TJ. 2007. Ikan sebagai bahan substitusi human serum albumin (HSA) dalam penyumbang biofarma Indonesia [internet]. [diunduh 2011 April 28]. Tersedia pada: http://old-prasetya.ub.id.

Muchtadi D. 2010. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Bandung (ID): Penerbit Alfabeta.

Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. 2003. Biokimia Harper. Alih bahasa Bani Anna P. 25thed. Jakarta (ID): EGC.

Oppenheimer SJ. 2001. Iron and relation to immunity and infectious disease. J. Nutr. 131:616S-635S

Ravaglia G, Forti P, Maioli F, Bastagli L, Facchini A, Mariani E, Savarino L, Sassi Simonetta, Cucinotta D, Lenaz G. 2000. Effect of micronutrien status on natural killer cell immune function in healthy free-living subjects aged ≥ 90 y. Am. J. Clin Nutr. 71:590-598.

Roitt I, Delves PJ. 2001. Roitt’s Essentisal Immunology. Tenth edition. London (GB): Blockwell Scientific Publication.

Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.

[WHO] World Health Organization. 1996. Trace Elements in Human Nutrition and Health. Geneva (CH): WHO.

Williams L, Wilkins. 2006. Modern Nutrition in Health and Disease. Tenth Ed. New York (US): A Wolker Kluwer Company.

Page 91: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

Nomor : 676/13.9.1/PP/2012 21 Mei 2012 Lampiran : 1 (satu) berkas Perihal : Izin Penelitian Yth. : Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor Di Bogor

Bersama ini kami beritahukan dengan hormat, bahwa: Nama : Ir. Dewi Kartika Sari, MSi NRP : I162090021 Alamat : Telaga Kahuripan Gugus Candraloka Blok A12

No. 20 Kemang - Bogor

Adalah mahasiswa Program Studi Mayor Ilmu Gizi Manusia Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, yang akan melakukan penelitian dengan Judul “ Efikasi Pemberian Biskuit Fungsional Ikan Gabus (Ophiocephalus sriatus) terhadap Respon Imun Balita Gizi Kurang”. Dengan ini kami sampaikan bahwa yang bersangkutan bermaksud melakukan penelitian di wilayah Puskesmas Semplak, Kecamatan Bogor Barat. Penggumpulan data tersebut akan berlangsung selama 5 bulan terhitung mulai bulan Juni s/d Oktober 2012. Besar harapan kami dapat diberikan izin kepada mahasiswa tersebut sesuai dengan ketentuan yang ada. Demikian kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terimakasih.

Tembusan Yth.: 1. Ketua Komosi Pembimbing 2. Arsip

Lampiran 1 Surat izin penelitian

Page 92: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).
Page 93: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).
Page 94: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

Lampiran 2 Persetujuan etik

Page 95: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

Lampiran 3 Naskah penjelas dan informed concent

Naskah Penjelas Persetujuan Responden

(Informed Concent) EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN GABUS

(Ophiocephalus striatus) TERHADAP IMUNITAS HUMORAL ANAK

1. Ketersedian untuk berpartisipasi Dimohon kesediaan Ibu/Bapak untuk memperhatikan penjelasan dalam pertemuan silaturahmi antara peneliti dan calon respoden. Informasi berikut diberikan untuk membantu Ibu/Bapak dalam membuat keputusan apakah bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini atau tidak. Jika ada hal-hal yang belum jelas dan ingin ditanyakan dapat menghubungi Peneliti atau Kader Posyandu yang telah ditunjuk.

2. Dasar Pemilihan Subjek Anak Ibu/Bapak dipilih sebagai subjek dalam penelitian ini berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang antara lain menyatakan bahwa anak berusia 4–5 tahun .

3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ini bertujuan untuk 1) mempelajari karakteristik dan sosial

ekonomi keluarga dan anak, 2) mempelajari konsumsi pangan anak, 3) memberikan intervensi PMT berupa biskuit fungsional ikan gabus dan mengevaluasi kepatuhan konsumsinya dan 4) menganalisis efikasi pemberian biskuit fungsional ikan gabus terhadap imunitas humoral anak.

Setelah Pemberian makanan tambahan khususnya pada kelompok anak yang menerima intervensi berupa biskuit fungsional ikan gabus (Ophiocephalus striatus) diharapkan dapat meningkatkan imunitas humoral anak, sekaligus terjadi perubahan status gizi menjadi lebih baik serta menekan kejadian morbiditas khususnya penyalkit diare dan ISFA. Bagi kelompok anak sebagai kontrol memang tidak mendapatkan menfaat langsung dari pemberian tepung ikan gabus yang difortifikasi Zn dan Fe tetapi biskuit yang diberikan memiliki kandungan protein dan energi yang setara (mendekati sama) tetapi berasal dari sumber protein yang berbeda yaitu penambahan tepung susu dan tidak ditambahkan mineral Zn dan Fe.

4. Prosedur Penelitian Produk biskuit untuk intervensi baik perlakuan biskuit kontrol maupun

biskuit fungsional memiliki bentuk, ukuran dan kemasan yang sama sehingga masing-masing subjek penelitian tidak mengetahui jenis perlakuan yang diterima.

Sampling subjek penelitian dengan cara yaitu:(1) membuat daftar anak berusia 4–5 tahun berdasarkan informasi dari petugas kesehatan Puskesmas Semplak yang selanjutnya dilakukan pendataan langsung ke alamat respoden; (2) untuk mencapai validitas eksternal yang baik, maka dilakukan penapisan dengan pengukuran antropometri, pemeriksaan klinis dan wawancara menggunakan

Page 96: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

kriteria inklusi dan eksklusi; (3) dipilih 28 anak sebagai subjek dalam penelitian ini. Data anak yang terpilih sebagai subjek penelitian selanjutnya dilakukan pengacakan kembali untuk menentukan anak sebagai kelompok kontrol (mendapat biskuit kontrol) dan kolompok perlakuan (mendapat biskuit fungsional).

Data yang dikumpulkan terdiri dari identifikasi dan karakteristik keluarga dan anak, sosial ekonomi keluarga, konsumsi pangan anak, morbiditas (diare & ISPA), serta tingkat kepatuhan konsumsi PMT biskuit. Pemberian obat cacing (deworming) diberikan pada anak satu minggu (H-7) sebelum dilakukan intervensi PMT biskuit. Awal intervensi dilakukan pemeriksaan kesehatan jasmani terhadap subjek penelitian oleh dokter umum dari Puskesmas Semplak dan pengambilan darah anak oleh Tenaga Penguji Laboratorium Klinik Kesehatan Daerah Bogor untuk pemeriksaan awal kondisi kesehatan dan setelah kegiatan intervensi (pemberian makanan tambahan biskuit). Parameter uji yang diamati meliputi kadar Hb, ferritin, Zn, albumin, imunoglobulin G (IgG) dari serum darah anak. Pengamatan status gizi dengan pengukuran antropometri pada awal dan akhir intervensi (base line and end line) dilakukan oleh tenaga terlatih (enumerator).

5. Kemungkinan resiko Tidak ada resiko yang membahayakan anak yang mengikuti kegiatan

intervensi ini selama 8 minggu. Biskuit yang diberikan dengan komposisi gizi (khususnya energi dan protein) yang disesuaikan dengan kebutuhan harian anak usia 4–5 tahun.

6. Keputusan untuk berpartisipasi Naskah penjelas persetujuan berpartisipasi dalam penelitian ini diserahkan

peneliti dan dimohon untuk dipelajari. Tiga hari setelah penyerahan naskah tersebut peneliti akan menanyakan keputusan responden apakah dapat berpartisipasi dan mengizinkan anaknya untuk ikut serta sebagai subjek dalam kegiatan penelitian ini atau tidak berpartisipasi sepenuhnya merupakan pilihan Ibu/Bapak dan tidak ada paksaan. Formulir persetujuan berpartisipasi terlampir.

7. Intensif Intensif selama kegiatan intervensi tidak ada, hanya pengantian biaya transport respoden dan pemberian susu kotak, sneek dan telur rebus setelah pengambilan darah anak.

8. Kompensasi keikutsertaan Subjek pada penelitian ini, diberikan biskuit untuk dikonsumsi setiap hari selama 8 minggu. Pengawasan kapatuhan anak dalam mengkonsumsi biskuit dipantau dengan melibatkan peran guru PAUT (jadwal sekolah Senin, Rabu, Kamis dan Jumat). Selain hari sekolah pengawasan konsumsi biskuit dilakukan oleh pengasuh/orang tua anak kader Posyandu yang telah ditunjuk dalam kegiatan intervensi ini.

9. Kondisi khusus Selama kegiatan intervensi jika terjadi keluhan atau gangguan kesehatan

pada anak yang diduga akibat kegiatan ini maka disarankan segera berobat ke

Page 97: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

Puskesmas Semplak atau menghubungi peneliti Dewi Kartika Sari (0815-1648365) dan tidak ada biaya yang dibebankan pada responden.

10. Jaminan kerahasiaan informasi Semua data dan informasi yang diperoleh dari kegiatan penelitian ini akan

dijaga kerahasiannya dan hanya disajikan dalam publikasi jurnal dan laporan disertasi peneliti.

Formulir Persetujuan Berpartisipasi

EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN GABUS

(Ophiocephalus striatus) TERHADAP IMUNITAS HUMORAL ANAK

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

Dengan hormat, saya Dewi Kartika Sari dari Program Studi Ilmu Gizi Manusia Institut Pertanian Bogor sedang melakukan survei awal tentang anak gizi kurang yang berusia 4–5 tahun. Survei ini bertujuan untuk mengetahui keadaan umum anak di wilayah Bogor Barat (khususnya di Kelurahan Semplak) dan untuk mengidentifikasi sasaran yang akan mengikuti kegiatan intervensi yaitu pemberian biskuit fungsional ikan gabus (Ophiocephalus striatus) yang fortifikasi Zn dan Fe.

Setelah memperoleh penjelasan tentang tujuan kegiatan, langkah-langkah kegiatan, kemungkinan manfaat dan resiko mengikuti kegiatan intervensi tersebut, maka saya:

Nama Responden : ………………………… (Ibu) ………………… (Ayah) Nama Subjek : ……………………………………………………………

Alamat : …………………………………………………………… Dengan ini menyatakan dengan penuh kesadaran bersedia diwawancara dan mengizinkan anak saya ikut serta sebagai contoh dalam kegiatan penelitian ini, dengan catatan semua data mengenai diri anak saya dirahasiakan, dan bila suatu ketika dalam masa intervensi ini anak saya dirugikan dalam bentuk apapun maka saya berhak membatalkan persetujuan ini.

Bogor, ……………… 2012

Mengetahui, Yang Membuat

Pernyatan Peneliti, Kader Posyandu Responden,

(……………………….) (………………………..) (………………………..)

Page 98: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

Lampiran 4 Photo-photo kegiatan penelitian

Gambar 1 Pembuatan tepung ikan gabus

Page 99: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

Gambar 2 Mikroenkapsulasi mineral Zn dan Fe

Page 100: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

Gambar 3 Pembuatan biskuit

Page 101: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

Gambar 1 Kegiatan intervensi efikasi bikuit

Page 102: EFIKASI PEMBERIAN BISKUIT FUNGSIONAL IKAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/68678/1/2014dks.pdf · mikrokapsul Zn dan Fe memenuhi standar kualitas biskuit (SNI 01-2973-1992).

Lampiran 5 Riwayat hidup

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Hulu Sungai Selatan (Kalimantan Selatan) pada tanggal 11 Maret 1968, sebagai anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan abah H. Anwar Fauzie (Alm) dan mama Hj. Marliah Chairul. Pendidikan Sarjana masuk tahun 1996 pada Program Studi Pengolahan Hasil Perikanan Universitas Lambung Mangkurat di Banjarbaru dan lulus tahun 1990. Penulis melanjutkan pendidikan Magister tahun 1997 pada Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Universitas Brawijaya di Malang dan lulus tahun 1999. Selanjutnya penulis kembali dapat kesempatan menempuh pendidikan Magister tahun 2005 pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan di Institut Pertanian Bogor dan lulus tahun 2008. Penulis melanjutnya pendidikan program Doktor tahun 2009 pada Program Studi Ilmu Gizi Manusia di Institut Pertanian Bogor dan lulus tahun 2014. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Ditjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik-Indonesia (Dikti) melalui program BPPS, Penulis bekerja sebagai Tenaga Edukatif/Dosen pada Jurusan Pengolahan Hasil Perikanan Fakultas Perikanan, Universitas Lambung mangkurat sejak 1 Februari 1994 sampai sekarang. Selama mengikuti pendidikan program Magister penulis berkesempatan memperoleh bantuan dana penelitian melalui program Hibah Pasca dan pada saat pendidikan Doktor memperoleh bantuan dana penelitian melalui program Hibah Doktor serta perpanjangan masa pendidikan dari Dikti (Ditjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan). Selain itu, selama mengikuti program pendidikan penulis juga memperoleh bantuan dana penelitian dari Yayasan Damandiri dan Supersemar.

Penulis menikah dengan Ir. Ari Rofian Syarkawi pada 4 Desember 1994 dan dikaruniai dua orang putri, yaitu Mutia Dea Wijayanti dan Devi Damayanti.