Bab III Anestesi Dasar Revisi Akhir

13
BAB III ANESTESI DASAR Tugas utama profesi dokter adalah mempertahankan hidup dan mengurangi penderitaan. Dengan berkembangnya waktu, ilmu kedokteran berkembang menjadi berbagai spesialisasi yang landasan ilmunya dikembangkan dari ilmu kedokteran umum. Anestesiologi dan reanimasi adalah salah satu cabang perkembangan ilmu kedokteran. Berkaca dari dua tugas utama profesi dokter di atas, maka anestesiologi dan reanimasi menjabarkan bidang kajiannya menjadi pengelolaan bantuan hidup serta pengelolaan stress dan nyeri. Pada tahun 1900-an tugas pembiusan masih diserahkan kepada ahli bedah junior atau mahasiswa kedokteran. Pada tahun 1905 baru dibentuklah organisasi ahli anestesi pertama di Amerika Serikat. Dengan berjalannya waktu terjadi perubahan persepsi dan paradigma bahwa pembedahan adalah suatu kegawatan yang terencana. Maka dari itu peran seorang dokter anestesi makin berkembang. Selain mengelola life support (bantuan hidup) dan mengelola stress dan nyeri, dokter anestesi wajib menciptakan kondisi optimal untuk pembedahan. Dalam perjalanannya banyak ahli anestesi menyadari bahwa untuk mendapat keluaran yang baik tidak cukup hanya melakukan bantuan hidup yang baik saat di kamar operasi. Bantuan hidup yang baik perlu tetap diberikan sampai pasien berada di ruang pulih sadar bahkan di Intesive Care Unit untuk pasien yang memerlukan prolonged life support. Dan keluaran yang baik tak mungkin dapat diwujudkan apabila kondisi awal pasien sebelum dioperasi tidak baik. Maka para ahli anestesi mengambil sebuah langkah lebih maju, yakni memberikan bantuan hidup di Instalasi Gawat Darurat bahkan di tempat kejadian (pre hospital) serta pada saat kejadian bencana. 3.1 Persiapan Tindakan Anestesi Sebelum melakukan suatu prosedur anestesi, seorang dokter anestesi wajib melakukan evaluasi praanestesi. Hal ini disebabkan karena komponen psikologis pasien merupakan faktor yang amat penting dalam tindakan pembedahan. Ada tiga tujuan utama evaluasi praanestesi, yaitu: 1. Apakah pasien dalam kondisi optimum? 2. Apakah kondisi pasien memerlukan perbaikan sebelum pembedahan? 3. Apakah terdapat masalah kesehatan atau penggunaan obat-obatan yang berpengaruh terhadap proses anestesi dan perioperatif? Dan berikut adalah beberapa tujuan khusus dari evaluasi praanestesi:

description

anestesia

Transcript of Bab III Anestesi Dasar Revisi Akhir

  • BAB IIIANESTESI DASAR

    Tugas utama profesi dokter adalah mempertahankan hidup dan mengurangipenderitaan. Dengan berkembangnya waktu, ilmu kedokteran berkembang menjadi berbagaispesialisasi yang landasan ilmunya dikembangkan dari ilmu kedokteran umum. Anestesiologidan reanimasi adalah salah satu cabang perkembangan ilmu kedokteran. Berkaca dari duatugas utama profesi dokter di atas, maka anestesiologi dan reanimasi menjabarkan bidangkajiannya menjadi pengelolaan bantuan hidup serta pengelolaan stress dan nyeri.

    Pada tahun 1900-an tugas pembiusan masih diserahkan kepada ahli bedah junior ataumahasiswa kedokteran. Pada tahun 1905 baru dibentuklah organisasi ahli anestesi pertama diAmerika Serikat. Dengan berjalannya waktu terjadi perubahan persepsi dan paradigma bahwapembedahan adalah suatu kegawatan yang terencana. Maka dari itu peran seorang dokteranestesi makin berkembang. Selain mengelola life support (bantuan hidup) dan mengelolastress dan nyeri, dokter anestesi wajib menciptakan kondisi optimal untuk pembedahan.

    Dalam perjalanannya banyak ahli anestesi menyadari bahwa untuk mendapat keluaranyang baik tidak cukup hanya melakukan bantuan hidup yang baik saat di kamar operasi.Bantuan hidup yang baik perlu tetap diberikan sampai pasien berada di ruang pulih sadarbahkan di Intesive Care Unit untuk pasien yang memerlukan prolonged life support. Dankeluaran yang baik tak mungkin dapat diwujudkan apabila kondisi awal pasien sebelumdioperasi tidak baik. Maka para ahli anestesi mengambil sebuah langkah lebih maju, yaknimemberikan bantuan hidup di Instalasi Gawat Darurat bahkan di tempat kejadian (prehospital) serta pada saat kejadian bencana.

    3.1 Persiapan Tindakan AnestesiSebelum melakukan suatu prosedur anestesi, seorang dokter anestesi wajib melakukan

    evaluasi praanestesi. Hal ini disebabkan karena komponen psikologis pasien merupakanfaktor yang amat penting dalam tindakan pembedahan. Ada tiga tujuan utama evaluasipraanestesi, yaitu:

    1. Apakah pasien dalam kondisi optimum?2. Apakah kondisi pasien memerlukan perbaikan sebelum pembedahan?3. Apakah terdapat masalah kesehatan atau penggunaan obat-obatan yang berpengaruh

    terhadap proses anestesi dan perioperatif?

    Dan berikut adalah beberapa tujuan khusus dari evaluasi praanestesi:

  • 1. Mendapat informasi riwayat kesehatan dan kesakitan, untuk menentukan pemeriksaanpenunjang.

    2. Menyimpulkan faktor risiko untuk perencanaan penanganan anestesi3. Mendapatkan informed consent4. Memberi edukasi kepada pasien5. Efisiensi penanganan perioperatif

    Evaluasi harus dilakukan dengan ketrampilan dan pertimbangan yang benar untukmendapatkan hasil akhir yang memuaskan dari suatu proses anestesi. Hal ini disebabkandengan kunjungan praanestesi yang berkualitas kita dapat meramalkan penyulit yangmungkin terjadi sehingga dapat mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan untuk mengatasipenyulit.

    3.1.1 Kunjungan Pra AnestesiSetiap pasien yang akan mengalami anestesi harus dilihat dan diperiksa dulu oleh

    dokter yang akan melakukan pembiusan setidaknya satu hari sebelum dioperasi apabilatindakan pembedahan terencana atau pada waktu dikonsulkan oleh ahli bedah padapembedahan darurat. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat melakukan kunjungan praanestesiantara lain:

    1. Riwayat medik:- Kondisi kesehatan- Penyakit yang diderita- Penyakit lain- Riwayat penyakit keluarga- Alergi- Penggunaan obat tertentu

    2. Pemeriksaan fisik3. Pemeriksaan penunjang

    Semua catatan dalam dokumen medik baik yang baru maupun yang terdahulu harusdipelajari secara teliti. Harus diperhatikan mengenai pengalaman operasi dan anestesisebelumnya dan perubahan fisiologik yang ditimbulkan oleh penyakit yang direncanakanakan dibedah, maupun penyakit lain yang menyertainya.

    Kemampuan toleransi terhadap efek obat anestesi sangat tergantung keadaan fungsirespirasi dan sirklulasi, fungsi homeostasis dari hepar, endokrin dan saraf pusat. Keadaan inidapat diketahui apabila dilakukan kunjungan pra bedah. Kunjungan pra bedah dan melakukan

  • dialog dengan pasien tidak dapat diganti dengan cara lain, misalnya dengan pemberian obatpenenang. Kunjungan pra bedah merupakan proses belajar baik bagi pasien maupundokternya. Oleh karena itu pada waktu melakukan anamnesis tidak boleh tergesa-gesa.Masalah obat-obat yang digunakan oleh pasien harus dicatat dengan baik. Hal-hal lain yangharus diperhatikan adalah masalah emosi atau psikis pasien.

    Dengan kunjungan prabedah ini maka dokter dapat memberi pengertian kepada pasiendan keluarganya mengenai apa yang akan mereka alami sebelum anestesi, misalnya mengapaperlu puasa, mengapa perlu diberi obat pencahar, akan mendapat suntikan obat premedikasi.Pasien juga diberi penjelasan mengenai apa yang akan mereka alami sesudah pembedahanmisalnya akan berada di suatu ruangan yang tidak dikenal yaitu ruang pulih sadar, timbul rasasakit, mungkin terasa pusing atau mual. Kepada pasien dapat dilatihkan bagaimana caramengambil napas panjang dan batuk yang efektif agar tidak terjadi penyulit paru pasca bedahseperti atelektasis. Dapat dijelaskan pula masalah nyeri pasca bedah dan bagaimanaperjalanan hilangnya nyeri tersebut. Dari kotak pertama dengan pasien kita dapat melihatkemungkinan penyulit seperti masalah yang dapat timbul selama anestesi misal pada pasiendengan leher pendek rawan terjadi obstruksi jalan napas.

    Setelah anamnesis dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik. Besarnya cadangankardiovaskuler dapat diperkirakan dengan menanyakan toleransi pasien terhadap latihan fisik.Pasien juga diiminta berjalan atau naik tangga untuk medeteksi sesak atau nyeri di tungkai(claudicatio). Apabila ada riwayat infark miokard maka perlu dipikirkan lebih lanjutmengenai aliran darah koroner apakah dapat mencukupi kebutuhan oksigen saat pembiusandan pembedahan.

    Pemeriksaan ini bertujuan menemukan penyakit yang pernah diderita, yang sedangdiderita dan riwayat pemakaian obat-obat. Dengan hasil penemuan ini dapat disimpulkanapakah anestesi nanti berresiko atau tidak, dapat timbul penyulit atau tidak, sehingga dapatdipersiapkan dengan baik. Pemeriksaan selalu didahului dengan anamnesa dan pemeriksaanfisik untuk menentukan penyakit yang pernah diderita dan penyakit yang sedang dideritaselain penyakit yang akan dibedah.

    A. PernapasanJalan napas diperiksa untuk menyingkirkan adanya sumbatan partial atau total dan

    radang akut dari jalan napas. Pharyngitis, tonsillitis dan pilek mudah menyebarkan kuman-kuman secara descending-infection ke paru menjadi pneumonia pasca bedah dan dapatberakibat fatal hingga spasme jalan napas pada saat induksi atau saat extubasi. Sekret yangdihasilkan dapat membuntu jalan napas karena pada waktu anestesia, refleks protektif batuk

  • hilang dan pembuntuan ini mengakibatkan hipoksia. Pembedahan elektif harus ditundasampai radang akut ini sembuh. Gerak leher untuk mengangguk dan menengadah sertamenoleh kekiri dan kekanan dengan bebas diperiksa untuk memastikan bahwa jalan napasdapat ditolong dengan mudah jika terjadi obstruksi. Rahang bawah yang pendek dan tumor dileher akan menyulitkan pemasangan pipa trakhea (intubasi).

    Pemeriksaan paru meliputi pola napas dan suara napas tambahan untukmenyingkirkan spasme bronchus (asthma bronchiale), ronkhi (bronchopneumonia) dansebagainya. Gerak cuping hidung dan cekungan sela iga waktu inspirasi menandakan adanyakerja otot napas berlebihan yang sering disebabkan gangguan di bronchioli atau alveoli.Penyakit paru yang kronis diupayakan untuk menjadi tenang, tidak dalam keadaan kambuhakut (exacerbation). Pasien dengan asma bronchiale diberi terapi terlebih dahulu danditunggu pada saat bebas serangan. Orang tua atau perokok berat sering menderita ChronicObstructive Pulmonary Disease, pasien dengan COPD harus ditunggu tidak ada infeksi(sputum jernih tidak kuning atau hijau). Pasien dengan TB dipayungi dengan triple-drugsterlebih dahulu pada pembedahan dapat ditunda, ditunggu sampai open TB menjadi closed.

    Pasca anestesia biasanya kemampuan batuk menurun, lebih-lebih pada pembedahanrongga perut (laparotomi). Masalah ini diperberat oleh adanya nyeri luka operasi sehinggamudah terjadi retensi sputum, atelektasis dan pneumonia. Penyulit ini dapat dihindari denganmelakukan latihan napas dan batuk efektif yang dimulai sejak pra bedah.

    Evaluasi dengan foto sinar X dada diperlukan terutama pada kasus trauma, untuk menemukanpatah iga, pneuomothorax, hemothorax, edema paru dan lain sebagainya. Pasien penyakitparu menahun dan gagal napas akut memerlukan pemeriksaan gas darah arterial untukmenilai faal oksigenasi (pO2) dan ventilasi (pCO2)

    B. Sirkulasi

    Jantung diperiksa kekuatan kontraksi ototnya, irama denyutnya, ada tidaknyagangguan koroner dan infark miokard. Gangguan kontraksi otot myocard (decompensatiocordis) perlu diperbaiki sampai optimal dulu sebab sebagian besar obat anestesia umumnyamenyebabkan depresi kontraksi otot jantung. Derajat payah jantung ditentukan dengananamnesa, pemeriksaan fisik biasa serta melihat tekanan vena sentral di leher pasien.Pemeriksaan ECG ditujukan untuk melihat gangguan irama, aliran koroner dan infark.

    Obat anestesia yang sebagian besar membuat depresi napas dan gangguan kontraksiotot jantung, dalam keadaan hipoksia dapat timbul aritmia yang kadang-kadang diperlukan

  • terapi. Pasien dengan gangguan irama jantung diupayakan untuk diberikan terapi terlebihdahulu. Gangguan irama (aritmia) dibagi menjadi aritmia supraventrikuler jika sumbermasalah berada di atrium sampai AV node; dan aritmia ventrikuler jika sumber di ventrikel.Aritmia ventrikuler jauh lebih berbahaya daripada yang supraventrikuler.

    Perfusi koroner yang tidak stabil memberikan keluhan angina pectoris. Ischemiamiokard yang sudah menetap mudah dikenali dengan adanya perubahan EEG berupa depresisegmen ST dan gelombang T terbalik. Infark miokard tampak dari adanya gelombang Q yangdalam, gelombang QS, dan pada fase akut nampak adanya elevasi segment ST. Semuapembedahan elektif harus ditunda pada pasien infark akut sampai 6 bulan sesudahnya karenasebelum itu resiko infark ulang sangat besar dan mortalitasnya sangat tinggi.

    Pengukuran tekanan darah sejak saat pasien masuk rumah sakit menentukan apakahpengobatan hipertensi harus diberikan atau diintensifkan agar pada waktu pembedahan tidaktimbul krisis hipertensi, infark atau payah jantung akut. Pasien memakai obat betablockerdosis diatur seminimal mungkin sebab sinergisme dengan obat anestesia halothan misalnyaakan menyebabkan hipotensi atau syok yang sukar diatasi. Beta-blocker tidak bolehdihentikan mendadak karena hal ini menyebabkan reaksi withdrawl yang berbahaya. Pasiencacad jantung bawaan atau kelainan katub karena infeksi rheuma perlu dipayungi antibiotikauntuk mencegah terjadinya SBE (Subacut Bacterial Endocarditis)

    Masalah kadar Hb penting dalam kaitan transport oksigen. Jika pembedahan dapatditunda 2-4 minggu, banyak pasien anemia yang dapat diperbaiki dengan meningkatkan gizidan sediaan besi (Fe). Sebaiknya untuk bedah elektif, Hb sama atau lebih dari 10 mg/dl.Ketentuan ini tidak mengikat. Seorang pasien hernia berumur 30 tahun dengan Hb 8 mg/dltidak perlu diberi transfusi dulu, karena dia dapat menjalani pembedahan seperti biasa. Tetapiseorang wanita 60 tahun dengan Hb 8 mg/dl yang akan menjalani hysterectomy perlumendapat transfusi pra bedah, karena selain trauma bedahnya cukup besar, juga kondisi umur,jantung dan organ lain tidak dapat mentolerir anemia.

    Pada pembedahan darurat karena perdarahan, syarat untuk dapat dimulainya anestesiadan pembedahan bukan kadar Hb tetapi apakah volume intravaskuler sudah cukup atau belum.Transfusi sedapat mungkin ditunda sampai sumber perdarahan sudah dapat dihentikan.

    C. Faal HatiPasien dengan hepatitis akut menjadi berat bukan karena masalah obat anestesianya

    hepato-toxic, tetapi menjalani anestesia/pembedahan merupakan tambahan stress. Prosesini dapat dikenali dengan pemeriksaan kadar bilirubin direct dan total (test heymans v.d

  • Bergh) serta SGOT dan SGPT. Langkah-langkah mengisolasi pasien yang mengandungantigen hepatitis B perlu diambil agar tidak menular ke pasien lain.

    D. Faal GinjalGagal ginjal akut mudah dikenali karena adanya oliguria meskipun ada juga gagal

    ginjal akut dengan produksi air seni normal. Test ureum darah (BUN) dan creatinin sangatmembantu menentukan keadaan ginjal. Gagal ginjal kronik sangat mungkin mengalmiepisode akut jika menerima beban pembedahan atau infeksi (Acute on chronic renal failure).Secara umum, jika produksi air seni diikuti sejak awal pra bedah dan seterusnya tidak adaepisode oliguria (produksi kurang dari 0,5 ml/kg/jam), karena ginjal dalam keadaan aman.Faal ginjal mempunyai kaitan dengan obat anesthesia atau yang berkaitan dengan tindakananesthesia yang mempunyai metabolisme dan eksresi melelui ginjal.

    E. Interaksi Obat-Obat Yang DipakaiPasien yang menggunakan beberapa jenis obat tertentu dapat mengalami penyulit

    selama menjalani anestesia dan pembedahan. Hal ini dapat dimengerti karena responsfisiologi mereka jadi berubah karena pengaruh obat-obat tersebut.

    Digitalis digunakan untuk mengobati payah jantung atau aritmia supra ventrikuler.Bagi pasien payah jantung, kadar digitalis dalam darah harus dijaga tetap stabil dengan tetapmemberikan dosis maintenance oral pada saat minum terakhir sebelum puasa pra bedah danpada masa pasca bedah secepatnya kembali ke dosis berikutnya. Pasien laparotomi bukanreseksi lambung masih diperbolehkan minum air 2-4 sendok (50 cc) untuk menelan obat.Perlu diperhatikan bahwa miokard pasien pada dasarnya dalam kondisi yang tidak baiksehingga sangat peka terhadap pengaruh halothan misalnya, pada dosis yang untuk orangnormal tidak menimbulkan masalah apa-apa pada mereka dapat menyebabkan syok berat.Pemakai digitalis cenderung mudah mengalami aritmia ventrikuler jika mendapat efedrin atauadrenalin.

    Diuretika yang banyak digunakan adalah jenis hidrochlorothiazide atau frusemide.Kedua jenis ini mudah menyebabkan pasien menjadi hipovolemia. Selama masih sadar,refleks vasokonstriksi masih mampu menjaga tekanan darah. Tetapi setelah anestesia dimulai,refleks vasokonstriksi hilang dan tekanan darah akan meluncur turun. Frusemide cenderungmembuang banyak kalium. Pasien yang hipokalemia mudah mengalami peracunan digitalis,mudah mengalami aritmia dan cenderung menderita kelemahan otot.

    Beta-blocker menyebabkan bradikardia dan penurunan kekuatan kontraksi ototjantung. Interaksi dengan halothan menyebabkan syok yang refrakter (bandel) terhadapberbagai obat vasopresor. Dosis beta blocker harus diatur pra bedah agar seminimal mungkin

  • agar dengan demikian interaksi juha minimal. Jangan menghentikan pengobatan mendadakkarena reaksi withdrawal yang bersamaan dengan stress anestesia dan pembedahan sangatmembahayakan jiwa.

    Obat anti hipertensi pada dasarnya seprti beta-blocker juga harus diminum terussampai mulai puasa sebelum pembedahan. Golongan clonidin sering menyebabkan kenaikantekanan darah lagi (rebound) jika dihentikan. Respons vasokonstriksi pasien umumnya lemahsehingga mudah mengalami hipotensi pad waktu anestesia

    Insulin/ Oral Anti Diabetics (OAD) yang digunakan untuk terapi Diabetes Mellitusharus juga diatur kembali agar tidak menyebabkan krisis hipoglikemi maupun hiperglikemia.Kadar gula darah puasa (BS) harus dapat diusahakan kurang dari 200 mg/dl. Jika pada masapasca bedah pasien tidak dapat segera makan dan menelan pil OAD maka pasien harus diatursejak pra bedah dengan menggunakan regular insulin. Pada hari pembedahan dan sesudahnya,diberikan 2/3 dari dosis total insulin pra bedah. Dosis ini dibagi dalam 3x pemberian seharidengan selalu diiringi infus yang berisi Dextrose 5% untuk sumber kalori dan hal inidilakukan untuk mencegah kemungkinan reaksi hipoglikemia.

    Corticosteroid yang digunakan dalam jangka pendek (kurang dari 3 hari), tidakbanyak merugikan. Tetapi pasien yang menggunakannya dalam jangka panjang dapatmengalami adrenal insufisiensi yang mengakibatkan hipotensi yang tidak mudah diberikanterapi dan kembalinya kesadaran setelah anestesia umum sangat lama. Bila hal tersebut diatasterjadi maka diberikan injeksi dexamethason sebagai supplement.

    Sementara itu hasil pemeriksaan penunjang dapat diteliti. Bila ada hal-hal yang perludiperiksa maka dapat dilakukan pemeriksaan tambahan. Apabila seluruh pemeriksaan telahselesai, diberikan penjelasan pada pasien tentang cara anestesi yang akan dilakukan, tentangapa yang akan dialami pasien selama pasca anestesi dan pembedahan. Dari hasil anamnesis,pemeriksaan fisik dan penunjang kita dapat mengetahui status fisik pasien serta dinilai risikoterhadap anestesi.

    Dalam anestesiologi dikenal lima kelas status fisik yang semula diusulkan dandigunakan oleh American Society of Anesthesiologist (ASA), sebagai berikut:

    1. Klas 1Pasien tanpa gangguan organik, fisiologik, biokemik maupun psikiatrik.Proses patologis yang akan dilakukan operasi terbatas lokalisasinya dan tidakmenyebabkan gangguan sistemik.

    2. Klas 2

  • Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai sedang, yang disebabkan baikoleh keadaan yang harus diobati dengan jalan pembedahan maupun olehproses patofisiologis.

    3. Klas 3Pasien dengan ganguan sistemik yang berat, apapun penyebabnya.

    4. Klas 4Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa yang tidakselalu dapat dikoreksi dengan pembedahan.

    5. Klas 5Moribund: Pasien yang hanya mempunyai kemungkinan kecil untuk bertahanhidupOperasi darurat: setiap pasien dari masing-masing kelas tersebut di atas yangmengalami pembedahan darurat dipertimbangkan masuk dalam kondisi fisikyang lebih jelek. Dibelakang angka yang menunjukkan kelasnya ditulis hurufD yang berarti Darurat atau E yang berarti Emergency.

    Hubungan status fisik dan mortalitas perioperatifStatus fisik (ASA) Mortalitas

    1 0,006 0,008 %2 0,27 - 0,4 %3 1,8 - 4,3 %4 7,8 - 23 %5 9,4% - 51%

    Hal terakhir namun yang tak kalah penting dengan semua hal di atas adalah informed consent,yaitu suatu persetujuan untuk melakukan tindakan medik yang diberikan oleh pasien (ataukeluarganya pada keadaan tertentu) kepada dokter, setelah pasien (keluarga) mendapatinformasi sejelas-jelasnya tentang tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien.

    3.2.2 PremedikasiTujuan utama pemberian obat premedikasi adalah membebaskan pasien dari rasa

    cemas, takut, rasa sakit, ketegangan otot dan aktifitas syaraf simpatis menjelang pembedahandengan memberikan sedasi psikis untuk melindungi keadaan basal fisiologis melawan stressmental tersebut.

    Adanya rasa takut dan nyeri rasa takut dan nyeri timbul reaksi fisologis somatic dansimpatetik. Efek somatic ini timbul didalam kecerdasan dan menumbuhkan dorongan untuk

  • bertahan atau menghindari kejadian tersebut. Kebanyakan pasien akan melakukan modifikasiterhadap manifestasi efek tersebut dan menerima keadaan yaitu dengan tampak tenang.Reaksi simpatetik ini tidak dapat disembunyikan oleh pasien sehingga menimbulkanperubahan dalam berbagai derajat pada setiap organ tubuh. Perubahan suplai darah kejaringanini sebagian karena naiknya kadar katekholamin dalam sirkulasi dan stimulasi eferen simpatiske pembuluh darah.

    Tujuan premedikasi selain menghilangkan nyeri yang ada pada masa prabedah adalahmembantu efek obat anestesia serta mengurangi efek samping obat anestesia. Premedikasitepat kerjanya, menghasilkan pasien menjadi mengantuk tetapi mudah dibangunkan dan tidakmengalami depresi napas maupun sirkulasi. Pasien menjadi mudah untuk bekerja sama.

    Macam obat premedikasi

    Obat premedikasi yang dapat digunakan antara lain, sedativa, narkotik antikholinergik,anti histamin, antasida dan H2 antagonis

    A. SedativaYang termasuk golongan sedativa adalah barbiturat, benzodiazepin atau butyrophenon

    Barbiturat

    Kebanyakan pasien yang direncanakan operasi diberikan hipnotik pada malamharinya, untuk mengatasi rasa cemas terhadap operasi dan keadaan sekitar yang belum dapatmenyesuaikan diri . Keadaan ini dapat menyebabkan imsomnia. Selain diberikan berupa obatper-oral pada malan hari dapat juga dipakai sebagai obat premedikasi Keuntungan pemakaianbarbiturat adalah depresi respirasi dan sirkulasi yang minimal, tidak menimbulkan efek mualdan muntah. Kerugian pemakaian obat ini adalah tidak memiliki efek analgesik, sehingga biladiberikan pada pasien yang sudah mengalami kesakitan akan terjadi disorientasi. Antagonisobat barbiturat tidak ada. Pasien dengan intermitten porphyria merupakan kontra indikasi.

    BenzodiazepinGolongan ini sangat spesifik untuk menghilangkan rasa cemas. Diazepam bekerja

    pada reseptor otak yang spesifik, menghasilkan efek anti anxiety yang selektif. Pada dosissedatif tidak menimbulkan depresi napas, mual atau muntah. Kerugian pemakaian diazepamdapat terjadi sedasi yang berkepanjangan, rasa sakit didaerah suntikan intramuskuler danabsorbsi sistemik yang lambat. Dengan diketemukannya Midazolam yang efeknya lebih kuat,absorbsinya lebih cepat dan tidak menimbulkan sakit pada daerah penyuntikan, tetapi harus

  • waspada dengan adanya depresi napas. Dosis diazepam 0,2-0,3 mg/kg dan Midazolam 1/3diazepam.

    Butyrophenon

    Pemakaian sedatif golongan butyrophenon mempunyai keuntungan adanya efek antiemetik yang kuat, yang bekerja secara sentral pada pusat muntah dimedula. Obat ini idealuntuk operasi yang keberhasilan operasinya sangat dipengaruhi oleh peristiwa muntah,misanya operasi mata, pada pasien yang dari anamnesa mempunyai riwayat sering muntahdan pasien dengan predileksi terjasi muntah yaitu pada pasien obese. Kadang-kadangpemberian ini menimbulkan disphoria(perasaan takut mati) atau gejala ekstrapiramidal akibatadanya blokade reseptor dopaminergik. Efek alpha adrenergik antagonik sangat merugikanpada pasien dengan hipovolemia relatif karena akan terjadi vasodilatasi pembuluh darahperifer. Efek ini dapat digunakan untuk pasien dengan hipertermi sebelum diberikan kompresbasah pada tubuh, namun perlu diingat adanya relatif hipovolemia. Pasien dengan riwayatalergi atau rinitis vasomotorika sebaiknya dihindari penggunaannya . Dosis yang dipakaiadalah 0,1-0,2 mg/kg, atau 2,5 5 mg

    B. NarkotikMorfin dan petidin merupakan narkotik yang paling sering digunakan. Keuntungan

    obat ini adalah mempermudah induksi, mengurangi kebutuhan obat anestesi, menghasilkananalgesia pra dan pasca bedah, mempermudah pemberian napas buatan dan mempunyai obatantagonis noloxon. Narkotik ini mempunyai efek vasodilatasi perifer, sehingga pemberianpada pasien dengan hipovolemi akan semakin berat dan dapat menimbulkan hipotensiortostatik

    Berbeda dengan barbiturat narkotik menimbulkan depresi pusat napas di medulla.Mual dan muntah yang terjadi karena stimulasi narkotik pada puast muntah di medulla.Apabila pasien dalam posisi tidur akan dapat mengurangi efek tersebut. Dosis pethidin 1mg/kg dan morfin adalah 1/10 pethidin

    C. AntikholinergikAtropin adalah obat antikholinergik yang banyak dipakai sebagai obat premedikasi.

    Atropin memunyai efek kompetitif inhibitor terhadap efek muskarinik dari acetycholine.Atropin ini dapat menembus bloodbrain barrtier, placenta barrie dan traktus gastrointestinal.Reaksi yang timbul pada pemberian antikholinergik adalah efek antisialagog, mengurangisekresi ion H asam lambung, menghambat reflek bradikardia dan memberikan efek sedasidan amnesi (terutama pada scopolamine). Efek yang kurang menyenangkan adalah adanya

  • gelisah, agitasi naiknya nadi, midriasis, cycloplegia, kenaikan suhu dan mengeringnya secretjalan napas. Scopolamin mempunyai khasiat mengeringkan yang lebih kuat tetapi pasiensering mengalami berbagai halusinasi. Dosis atropin 0,01 mg/kg dan maksimal 0,5 mg padaorang dewasa.

    D. Anti histaminAntihistamin dapat digunakan sebagai sedativa, karena mempunyai khasiat

    samping sedasi. Khasiat utama yang diharapkan adalah untuk anti alergi dan brochodilatasisehingga dipakai untuk pasien dengan asthma bronchiale. Promethazin (Phenergan) dapatdiberikan 1 mg/kg)

    E. Antasida dan Histamin H2 receptor antagonisPemberian antasida 15-30 menit sebelum induksi hampir 100% efektif untuk

    menaikan pH asam lambung diatas 2,5. Seperti diketahui aspirasi asam lambung dengan pHyang rendah akan mengakibatkan Acid aspiration pneumonitis atau Mendelson syndrome,yang mempunyai angka kematian yang tinggi. Antasida yang dianjurkan yang berisiMagnesium trisilikat. Histamin H2 receptor antagonis melawan kemampuan histamin dalammeningkatkan sekresi asam lambung yang mengandung ion H tinggi.Tujuan pemberiancimetidin/ranitidine oral 300 mg 1 1,5 jam sebelum induksi dapat menaikan pH asamlambung diatas 2,5 sebanyak 80%. Untuk pemberian intravena diberikan 2 jam sebeluminduksi.

    Penentuan dosis obat premedikasiDosis premedikasi ditentukan berdasar pertimbangan atas faktor-faktor:1. Berat badan

    Pada pasien gemuk karena banyak lemak, dosis yang diberikan harus dibawah angkaperhitungan dari berat badan

    2. UmurBayi sampai 2 tahun dan orang tua lebih dari 60 tahun, kedua kelompok ini sangatpeka terhadap sedatif dan narkotik, dosis harus dikurangi hingga sampai 1/3 dosispasien normal

    3. Status fisik, keadaan umum dan penyakit pasien saat itu.Pasien yang syok membutuhkan obat jauh lebih sedikit. Narkotik tidak bolehdiberikan pada pasien gangguan napas karena menyebabkan hipoventilasi yang lebihberat. Pasien hipovolemia bila diberikan golongan narkotik atau obat yang

  • mempunyai efek vasodilatasi menyebabkan vasodilatasi dan penurunan tekanan darahsampai syok. Narkotik juga harus dihindari pada trauma kepala karena hipoventilasiyang terjadi akan menyebabkan tekanan intra kranial meningkat dan mengakibatkanherniasi otak. Pasien dengan lambung penuh atau distensi, tidak boleh diberi sedatifkarena bahaya aspirasi.

    4. Obat anestesia yang akan dipakai.Untuk eter dan ketamin yang menyebabkan hipersekresi kelenjar bronchus danhipersalivasi, diberikan atropin yang efeknya mengerikan. Halothan yang tidakmempunyai khasiat analgesia, diberikan pethidin atau morfin. Atropin juga diberikanpada anestesia halothan bukan untuk mengatasi hipersekresi tetapi untuk mencegahbradikardia.

    5. Tingkat kecemasan pasien.Makin cemas tentu makin tinggi dosis sedatif yang diperlukan. Dalam hal ini, perlupendekatan psikologis pada waktu kunjungan pra bedah

    6. Lama pembedahan dan apakah pasien tersebut rawat jalan.Karena pertimbangan-pertimbangan di atas, premedikasi tidak boleh dikerjakansebagai hal rutin saja karena kebutuhan masing-masing pasien dapat berbeda-beda.Premedikasi diberikan satu jam sebelum induksi anestesiaa biasanya secara suntikanintramuskuler. Hanya untuk kasus bedah darurat dapat diberikan secara intra venasetelah pasien berada didalam kamar bedah.

    Pada umumnya diberikan kombinasi beberapa obat untuk mendapat hasil yangdiinginkan, misalnya

    1. Narkotik, benzodiazepin dan atropin.2. Narkotik, droperidol dan atropin3. Narkotik, antihistamin dan atropinKunjungan pra anestesi dan pembedahan merupakan rangkaian untuk menentukan

    premedikasi apa yang akan diberikan, tanpa melihat pasien akan menyebabkan kesalahandosis obat premedikasi yang dapat merugikan pasien. Perhatian khusus pada bayi dibawah 2tahun dan orang tua diatas 60 tahun. Menentukan dosis obat premedikasi yang tepatmerupakan permulaan dari keamanan tindakan anestesia.

    DAFTAR PUSTAKA

  • 1. G Edward Morgan Jr, Maged S Mikhail. Clinical Anesthesiology FifthEdition a Lange Medical Book. 2013.

    2. Robert K. Stoelting. Pharmacology & Physiology in Anesthetic Practice,4th Edition. 2006

    3. Lorraine M. Sdrales, Ronald D. Miller. Miller's anesthesia review. 2nded 2013

    4. Atkinson R.S.,Rushman G.B.,Alferd Lee J., A synopsis of Anesthesia.10th John Wright & Sons Ltd, Bristol, 1988. Halaman:107-117

    5. Dripps R.D., EkkenhoffJ.E., Vandam L.D. Introduction to Anesthesia7th edition. W.B. Saunders Company. Philadelphia-London Toronto,

    1988Halaman:13-21.

    6. Aitkenhead A.R., Smith G. Texbook of Anesthesia. Second editionChurchil Livingstone, Edinburgh, London Melbourne and New York1990. Halaman:333-344

    7. Karjadi Wiroatmodjo. Anestesiologi dan Reanimasi Modul dasar.Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional1999/2000.

    8. Snow J.S., Manual of Anesthesia. 1th edition Little, Brown and Company1977. Halaman: 3-9

    A.PernapasanC.FaalHatiD.FaalGinjalE.InteraksiObat-ObatYangDipakaiA.SedativaBenzodiazepin

    B.NarkotikC.AntikholinergikD.AntihistaminE.AntasidadanHistaminH2receptorantagonis