BAB III

27
BAB III TUGAS KHUSUS 3.1. Judul Evaluasi kinerja Ammonia Condenser U-EA-404 ditinjau dari nilai fouling factor (Rd) di unit Urea P-II PT. PUSRI Palembang. 3.2. Latar Belakang Hampir semua operasi dibidang proses industri melibatkan transfer panas atau operasi perpindahan panas. PT. PUSRI Palembang merupakan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pupuk pertama yang didirikan di Indonesia yang berbentuk persero. Ada beberapa jenis Heat Exchanger yang ada di PT. PUSRI Palembang. Salah satunya yaitu Ammonia Condenser U-EA-404 yang ada di unit ammonia plant P-II PT. PUSRI Palembang. Alat ini merupakan jenis shell and tube dengan jumlah tube sebanyak 1932, outside diameter tube sebesar 25,4 mm, panjang tube sebesar 6000 mm, pitch sebesar 32 mm, dan inside diameter shell sebesar 1550 mm. Ammonia Condenser U-EA-404 pada unit Urea berada di bagian proses recovery ammonia. Alat ini berfungsi untuk merubah fase dari Ammonia Gas ke Ammonia Liquid yang berasal dari U-DA-401 yang kemudian akan diteruskan ke Ammonia Receiver dan Ammonia Absorber. Media pendingin yang 38

description

BAB III

Transcript of BAB III

Page 1: BAB III

BAB IIITUGAS KHUSUS

3.1. Judul

Evaluasi kinerja Ammonia Condenser U-EA-404 ditinjau dari nilai fouling

factor (Rd) di unit Urea P-II PT. PUSRI Palembang.

3.2. Latar Belakang

Hampir semua operasi dibidang proses industri melibatkan transfer panas

atau operasi perpindahan panas. PT. PUSRI Palembang merupakan perusahaan

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pupuk pertama yang didirikan di Indonesia

yang berbentuk persero. Ada beberapa jenis Heat Exchanger yang ada di PT.

PUSRI Palembang. Salah satunya yaitu Ammonia Condenser U-EA-404 yang ada

di unit ammonia plant P-II PT. PUSRI Palembang.

Alat ini merupakan jenis shell and tube dengan jumlah tube sebanyak

1932, outside diameter tube sebesar 25,4 mm, panjang tube sebesar 6000 mm,

pitch sebesar 32 mm, dan inside diameter shell sebesar 1550 mm.

Ammonia Condenser U-EA-404 pada unit Urea berada di bagian proses

recovery ammonia. Alat ini berfungsi untuk merubah fase dari Ammonia Gas ke

Ammonia Liquid yang berasal dari U-DA-401 yang kemudian akan diteruskan ke

Ammonia Receiver dan Ammonia Absorber. Media pendingin yang digunakan

pada alat ini yaitu Cooling Water dari unit Utilitas.

Kinerja dari Ammonia Condenser U-EA-404 perlu dikontrol agar

kelangsungan proses dapat berjalan dengan baik terlebih lagi Ammonia Condenser

mulai beroperasi pada tanggal 4 April 1972. Untuk mengetahui kelayakan

operasinya maka kinerja Ammonia Condenser harus selalu dievaluasi. Evaluasi ini

dapat dilakukan terhadap nilai fouling factor (Rd). Selama ini pemahaman

mahasiswa tentang Heat Exchanger hanya sebatas teori yang didapatkan selama

proses belajar di perguruan tinggi sehingga perlu dikaji lagi bagian Heat

Exchanger dalam skala industri terutama terkait tentang spesifikasinya.

38

Page 2: BAB III

39

3.3. Tujuan

Adapun tujuan dari tugas khusus ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk memahami proses perpindahan panas pada alat Ammonia Condenser

di unit Urea P-II PT. PUSRI Palembang.

2. Untuk mengetahui nilai fouling factor (Rd) pada Ammonia Condenser U-

EA-404.

3.4. Manfaat

Adapun Manfaat dari tugas khusus ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui kondisi peralatan dari aspek perpindahan panasnya.

2. Dapat menjadi informasi tambahan bagi industri dalam evaluasi dari

Ammonia Condenser di unit Urea P-II PT. PUSRI Palembang.

3.5. Perumusan Masalah

Ammonia Condenser U-EA-404 di unit urea merupakan alat penukar panas

yang mulai beroperasi pada tanggal 4 April 1972. Alat tersebut telah beroperasi

selama 42 tahun. Mengingat usia penggunaan yang sudah lama maka perlunya

dievaluasi bagaimana kinerja alat secara aktual ditinjau dari fouling factor (Rd).

3.6. Tinjauan Pustaka

3.6.1. Perpindahan Panas

Panas adalah salah satu bentuk energi yang dapat dipindahkan dari suatu

tempat ke tempat lain, tetapi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan sama sekali.

Dalam suatu proses, panas dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan  suhu suatu

zat dan atau perubahan tekanan, reaksi kimia dan kelistrikan. Proses terjadinya

perpindahan panas dapat dilakukan secara langsung, yaitu fluida yang panas akan

bercampur secara langsung dengan fluida dingin tanpa adanya pemisah dan secara

tidak langsung, yaitu bila diantara fluida panas dan fluida dingin tidak

berhubungan langsung tetapi dipisahkan oleh sekat-sekat pemisah.

Page 3: BAB III

40

Menurut Holman,1995 mekanisme perpindahan panas terdiri atas :

a. Perpindahan Panas Secara Konduksi, merupakan perpindahan panas antara

molekul-molekul yang saling berdekatan antar yang satu dengan yang lainnya

dan tidak diikuti oleh perpindahan molekul-molekul tersebut secara fisik.

b. Perpindahan Panas Secara Konveksi, merupakan  perpindahan panas dari

suatu zat ke zat yang lain disertai dengan gerakan partikel atau zat tersebut

secara fisik.

c. Perpindahan Panas Secara Radiasi, merupakan perpindahan panas  tanpa

melalui media (tanpa melalui molekul). Suatu energi dapat dihantarkan dari

suatu tempat ke tempat lainnya (dari benda panas ke benda yang dingin)

dengan pancaran gelombang elektromagnetik dimana tenaga elektromagnetik

ini akan berubah menjadi panas jika terserap oleh benda yang lain.

Kemampuan untuk menerima panas dipengaruhi oleh :

1. Koefisien over all perpindahan panas

Menyatakan mudah atau tidaknya panas berpindah dari fluida panas ke fluida

dingin dan juga menyatakan aliran panas menyeluruh sebagai gabungan

proses konduksi dan konveksi.

2. Selisih temperature rata-rata logaritmik (LMTD)

LMTD merupakan perbedaan temperature yang dipukul rata-rata setiap

bagian Heat Exchanger karena perbedaan temperature tiap bagian tidak sama.

3.6.2. Heat Exchanger

Heat exchanger adalah suatu alat penukar panas yang digunakan untuk

memanfaatkan atau mengambil panas dari suatu fluida untuk dipindahkan ke

fluida lainnya melalui suatu proses yang disebut dengan proses perpindahan panas

(heat transfer).

Heat Exchanger dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam (Kern,

1966), yaitu :

Page 4: BAB III

41

1. Heat Exchanger berdasarkan bentuknya dibedakan menjadi :

a. Shell and Tube Exchanger, merupakan Heat Exchanger dengan pipa besar

(shell) berisi beberapa tube yang relatif kecil.

b. Double Pipe Exchanger, merupakan Heat Exchanger dimana pipa yang

satu berada di dalam pipa yang lebih besar yang merupakan dua pipa yang

konsentris.

c. Box Cooler, merupakan Heat Exchanger yang memiliki susunan pipa-pipa

atau beberapa bundle pipa dimasukkan ke dalam box berisi air.

2. Heat Exchanger berdasarkan jenis alirannya dibedakan menjadi :

a. Counter Current, merupakan jenis Heat Exchanger dimana fluida panas

mengalir dengan arah yang berlawan dengan media pendinginnya.

b. Co-Current, merupakan Heat Exchanger dimana fluida panas mengalir

searah dengan media pendinginnya.

c. Cross Flow, merupakan Heat Exchanger dimana fluida panas mengalir

dengan saling memotong arah dengan media pendinginnya. Heat

Exchanger ini merupakan gabungan dari counter current dan co-current

Heat Exchanger.

3.6.3.Shell and Tube Exchanger

Heat Exchanger tipe shell dan tube pada dasarnya terdiri dari berkas tube

(tube bundles) yang dipasangkan di dalam shell yang berbentuk silinder. Bagian

ujung dari berkas tube dikencangkan pada dudukan tube yang disebut tube sheet

dan sekaligus berfungsi untuk memisahkan fluida yang mengalir di sisi shell dan

di sisi tube. Pada shell and tube exchanger satu fluida mengalir didalam tube

sedang fluida yang lain mengalir di ruang antara tube bundle dan shell.

Page 5: BAB III

42

Komponen penyusun Heat Exchanger jenis shell and tube

Gambar 9. Komponen Penyusun Heat Exchanger Jenis Shell and Tube

a) Shell

Merupakan bagian tengah alat penukar panas dan tempat untuk tube

bundle. Antara shell dan tube bundle terdapat fluida yang menerima

ataumelepaskan panas.

b) Tube

Merupakan pipa kecil yang tersusun di dalam shell yang merupakan

tempat fluida yang akan dipanaskan ataupun didinginkan. Tube tersedia dalam

berbagai bahan logam yang memiliki harga konduktivitas panas besar sehingga

hambatan perpindahan panasnya rendah.

c) Tube sheet

Komponen ini adalah suatu flat lingkaran yang fungsinya memegang

ujung-ujung tube dan juga sebagai pembatas aliran fluida di sisi shell dan tube.

d) Tube pitch

Tube pitch adalah jarak center-to-center diantara tube-tube yang

berdekatan. Lubang tube tidak dapat dibor dengan jarak yang sangat dekat, karena

jarak tube yang terlalu dekat akan melemahkan struktur penyangga tube. Jarak

terdekat antara dua tube yang berdekatan disebut clearance. Tube diletakkan

dengan susunan bujur sangkar atau segitiga seperti terlihat pada gambar berikut:

Page 6: BAB III

43

Gambar 10. Tubes Layout yang Umum pada HE

e) Channel cover

Merupakan bagian penutup pada konstruksi Heat Exchanger yang dapat

dibuka pada saat pemeriksaan dan pembersihan alat.

f) Pass divider

Komponen ini berupa plat yang dipasang di dalam channel untuk membagi

aliran fluida tube.

g) Baffle

Pada umumnya tinggi segmen potongan dari baffle adalah seperempat

diameter dalam shell yang disebut 25% cut segemental baffle. Baffle tersebut

berlubang-lubang agar bisa dilalui oleh tube yang diletakkan pada rod-baffle.

Baffle digunakan untuk mengatur aliran lewat shell sehingga turbulensi yang lebih

tinggi akan diperoleh.

Gambar 11. Segmental Baffle

Untuk menghitung fouling factor (Rd) pada alat U-EA-404 (Ammonia

Condenser) dapat dilakukan dengan beberapa tahapan penyelesaian sebagai

berikut:

Page 7: BAB III

44

1. Menentukan Pysical properties Fluida pada bagian shell dan tube (Cp,µ,k).

Untuk menghitung fouling factor (Rd) Ammonia Condenser (U-EA-404)

diperlukan data property fisis fluida, yaitu : viskositas (µ), kapasitas panas (cp),

konduktivitas termal (k). Data property fisis fluida untuk fluida nonviskos (µ <

1cp) dihitung pada suhu rata-rata (Kern, 1950)

Tavg = ........................................................................ (Kern, 1950)

Dimana :

Tavg = Temperatur rata-rata

T1 = Temperatur masuk

T2 = Temperatur keluar

a. Menentukan kapasitas panas (Cp)

Penentuan kapasitas panas (Cp) dapat dilihat dari figure 3 Kern, 1950

b. Menentukan viskositas (µ)

Penentuan viskositas (µ) dapat dilihat dari figure 15 Kern, 1950

c. Menentukan konduktivitas thermal (k)

Penentuan konduktivitas thermal (k) dapat dilihat dari tabel 5 Kern, 1950

2. Menghitung neraca panas fluida (Qs = Qt)

Q Shell = W x Cp x ∆T............................................................. (Kern, 1950)

Q Tube = w x Cp x ∆t............................................................... (Kern, 1950)

3. Menghitung beda temperature rata-rata logaritmik (∆t LMTD)

∆t = FT x LMTD

LMTD =....................................................... (Kern, 1950)

R =

Page 8: BAB III

45

S =

FT = Figure 18 Kern

∆t = FT x LMTD

4. Menghitung Temperatur Kalorik (Tc dan tc)

Temperatur kalorik ditafsirkan sebagai temperatur rata-rata fluida yang

terlibat dalam pertukaran panas di dalam penukar panas.

Tc = T2 + Fc (T1-T2) ............................................................... (Kern, 1950)

tc = t1 + Fc (t2-t1) .................................................................... (Kern, 1950)

Dari Fig. 17 Kern didapat harga Kc dan Fc dengan perbandingan

.......................................................................... (Kern, 1950)

Tetapi jika nilai viskositas kedua fluida kurang dari 1 (µ < 1 cp) maka

temperature kalorik sama dengan temperature rata-ratanya (Tc = Tavg dan tc =

tavg) dan nilai φs = 1 ; φt = 1

5. Menghitung Koefisien Perpindahan Panas pada bagian Tube (hi dan hio)

a. Menghitung daerah aliran yang tegak lurus di dalam tube (at)

.......................................................................... (Kern, 1950)

Dimana :

NT = Jumlah Tube

a’t = Flow area per tube (in2), diperoleh dari tabel 10 Kern

n = Jumlah tube passes

b. Menghitung laju alir fluida dingin (Gt)

.................................................................................. (Kern, 1950)

Dimana :

Gt = mass velocity fluida dingin

Page 9: BAB III

46

c. Menghitung Reynold number (Ret)

........................................................................ (Kern, 1950)

Dimana :

Ret = Bilangan Reynold pada bagian tube (tidak bersatuan)

D = ID tube (ft), diperoleh dari tabel 10 Kern

d. Mencari nilai jHjH = Figure 24 kern

e. Menghitung nilai Thermal Function (Prandl Number)

1/3............................................................................ (Kern, 1950)

Dimana :

Cp = kapasitas panas

µ = viskositas

k = konduktivitas thermal

f. Perhitungan Inside Film Coefficient (hi/ɸ)

hi/ɸ= jH . .................................................. (Kern, 1950)

hio = hi x

Dimana :

jH = Faktor untuk HeatExchanger (diperoleh dari fig.24, Kern 1950)

ID = Diameter bagian dalam shell (m)

OD = Diameter bagian luar tube(m)

6. Menghitung Koefisien Perpindahan Panas pada Bagian Shell (ho)

a. Menghitung cross flow area pada bagian shell (as)

Page 10: BAB III

47

.................................................................... (Kern, 1950)

Dimana:

ID = Diameter bagian dalam shell

C’ = Clearance = PT – OD tube

PT = Tube Pitch

B = Baffle Spacing

b. Menghitung laju alir fluida dingin (Gs)

Gs = ................................................................................. (Kern, 1950)

Dimana :

Gs = mass velocity fluida pada sisi bagian shell

as = cross flowarea pada bagian shell

c. Menghitung Reynold Number (Res)

..................................................................... (Kern, 1950)

Dimana :

Res = Bilangan Reynold pada bagian shell (tidak bersatuan)

De = Shell side equivalent diameter

d. Mencari nilai jH

jH = Figure 28 Kern

e. Menghitung nilai Thermal Fuction (Prandl Number)

............................................................................ (Kern, 1950)

f. Perhitungan Outside film Coefficient (h0/ɸ)

Page 11: BAB III

48

h0/ɸ = jH . ................................................... (Kern, 1950)

Dimana :

jH = Faktor untuk HeatExchanger (diperoleh dari fig.28, Kern 1950)

k = konduktivitas thermal zat

De = Shell side equivalent diameter

7. Menghitung Corrected Cooeficient

Pada tube :

ɸt = (μ/μw) 0.14

hio =(hio/ɸ) x ɸ

Pada shell

ɸs = (μ/μw) 0.14

hio = (ho/ɸ) x ɸs

8. Menghitung koefisien perpindahan panas keseluruhan untuk permukaan bersih

(Uc)

Uc = ....................................................................... (Kern, 1950)

9. Menghitung koefisien perpindahan panas keseluruhan untuk permukaan kotor

(UD)

UD = ........................................................................... (Kern, 1950)

A = a’’x L x Nt

Dimana :

Q = Jumlah panas yang dikeluarkan

A = Luas permukaan

L = Panjang tube (m)

Nt = Jumlah tube (buah)

a’’ = tabel 10 Kern

10. Menghitung fouling factor (Rd)

Page 12: BAB III

49

Rd = ................................................................... (Kern, 1950)

11. Perhitungan Pressure Drop

Shell side:

ΔPs =

Dimana :

ΔPs = Total Pressure drop pada Shell (psi)

f = Friction factorShell (ft2/in2) (Fig.29,Kern)

Gs = Mass velocity (lb/hr.ft2)

s = Spec.Gravity

N + 1 = jumlah lintasan aliran melalui baffle

Tube side:

ΔPt =

Dimana :

ΔPt = Pressure drop pada tube (psi)

f = Friction factortube (ft2/in2) (Fig.26, Kern)

Gt = Mass velocity (lb/hr.ft2)

Spgr = Spec.Gravity

D = Inside diameter (ft)

n = jumlah pass Tube

3.6.4. Fouling Factor (Rd)

Fouling factor adalah suatu angka yang menunjukkan hambatan akibat

adanya kotoran yang terbawa oleh fluida yang mengalir dalam Heat Exchanger,

yang melapisi bagian dalam dan luar Tube. Fouling factor berpengaruh terhadap

Page 13: BAB III

50

proses perpindahan panas, karena pergerakannya terhambat oleh deposit. Fouling

factor ditentukan berdasarkan harga koefisien perpindahan panas menyeluruh

untuk kondisi bersih m kotor pada alat penukar panas yang digunakan.

Nilai fouling factor didapat dari perhitungan dan desain yang dapat dilihat

dari Tabel 12 Kern. Apabila nilai fouling factor hasil perhitungan lebih besar dari

nilai fouling factor desain maka perpindahan panas yang terjadi di dalam alat

tidak memenuhi kebutuhan prosesnya adan harus segera dibersihkan. Nilai fouling

factor dijaga agar tidak melebihi nilai fouling factor desainnya agar alat Heat

Exchanger dapat mentransfer panas lebih besar untuk keperluan prosesnya.

Perhitungan fouling factor berguna dalam mengetahui apakah terdapat kotoran di

dalam alat dan kapan harus dilakukan pencucian.

Fouling dapat terjadi dikarenakan adanya :

1. Pengotor berat hard deposit, yaitu kerak keras yang berasal dari hasil

korosi atau coke keras.

2. Pengotor berpori porous deposit, yaitu kerak lunak yang berasal dari

dekomposisi kerak.

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya fouling pada alat heat

exchanger adalah :

1. Kecepatan aliran fluida

2. Temperatur fluida

3. Temperatur permukaan dinding tube

4. Fluida yang mengalir di dalam dinding tube

Pencegahan fouling dapat dilakukan dengan tindakan – tindakan sebagai

berikut :

1. Menggunakan bahan konstruksi yang tahan terhadap korosi.

2. Menekan potensi fouling, misalnya dengan melakukan penyaringan.

3.7. Pemecahan Masalah

Pengambilan data dilakukan mulai dari tanggal 11 Agustus 2014 sampai

15 Agustus 2014. Pengambilan data dilakukan di Departemen Perencanaan dan

Pengendalian Produksi dan meninjau langsung ke lokasi alat. Data yang diambil

Page 14: BAB III

51

di Departemen Perencanaan dan Pengendalian Produksimerupakan data

temperatur inlet untuk Ammonia Gas pada U-EA-404 dan temperatur outlet untuk

Ammonia Gas pada U-EA-404 sedangkan data yang diambil di lokasi alat yaitu

temperatur inlet dan outlet Cooling Water. Untuk data komposisi komponen inlet

Ammonia Gas di alat Heat Exchanger U-EA-404 didapatkan dari laboratorium P-

II PT. PUSRI Palembang.

3.8. Pembahasan

3.8.1. Proses Perpindahan Panas Pada Alat Ammonia Condenser

Ammonia Condenser (U-EA-404) merupakan alat Heat Exchanger jenis

shell and tube yang terdapat pada proses Ammonia recovery di Urea Plant P-II PT.

PUSRI Palembang.

Spesifikasi alat penukar panas U-EA-404 :

Nama alat : Ammonia Condenser

Jenis alat : Shell and tube

Type : H-AEM

No.Tube : 1932

Outside diameter tube : 25,4 mm

Panjang tube : 6000 mm

Ketebalan tube : 2 mm

Pitch : 32 mm

Inside diameter shell : 1550 mm

Number of passes shell : One

tube : Two

Fluida shell : Ammonia Gas

tube : Cooling Water

Ammonia Condenser (U-EA-404) merupakan alat Heat Exchanger yang

terdapat pada proses Ammonia recovery di Urea Plant. Alat ini berfungsi untuk

merubah fase Ammonia Gas menjadi Ammonia Liquid yang berasal dari alat U-

DA-401. Hasil keluaran dari alat Ammonia Condenser akan diteruskan ke alat

Page 15: BAB III

52

Ammonia Receiver untuk ditampung dan ke alat Ammonia Absorber untuk

diserap.

Tujuan perubahan fase Ammonia Gas dari High Pressure Absorber

sebelum masuk ke Ammonia Receiver yaitu untuk mengubah fase Ammonia Gas

menjadi Ammonia Liquid agar Ammonia Gas dapat digunakan kembali sebagai

bahan baku pembuatan Urea. Ammonia Condenser merupakan alat pendingin

Ammonia Gas dengan menggunakan media pendingin berupa Cooling Water dari

unit Utilitas. Pada gambar 12 dapat dilihat aliran proses yang terjadi pada alat

Ammonia Condenser di unit Urea P-II PT. PUSRI Palembang.

Ammonia Gas In Cooling Water In

79,7oF 50,4oF

Ammonia Liquid Out Cooling Water Out

61,6oF 58,3oF

Gambar 12. Skema Ammonia Condenser (U-EA-404)

Pada proses pertukaran panas di Ammonia Condenser, fluida panas masuk

ke bagian shell yang merupakan Ammonia Gas dengan temperatur masuk 79,7oF

dan temperatur keluar 61,6oF. Ammonia Gas berasal dari alat U-DA-401

merupakan fluida panas dengan komponen yang terdiri atas CH4, H2, N2, Ar dan

NH3. Sedangkan fluida dingin masuk pada bagian tube yang merupakan Cooling

Water dengan temperatur masuk 50,4oF dan temperatur keluar 58,3oF.

Didalam Ammonia Condenser, Ammonia Gas akan mengalir dan melewati

baffle yang terpasang pada sisi shell. Sedangkan Cooling Water mengalir

sepanjang aliran tube. Pada saat kedua fluida tersebut kontak tak langsung melalui

Page 16: BAB III

53

dinding tube dengan rambatan secara konduksi dan konveksi maka terjadi proses

pertukaran panas antara Ammonia Gas dan Cooling Water. Ammonia Gas yang

merupakan fluida panas akan mengalami penurunan temperatur akibat pertukaran

panas dengan Cooling Water sedangkan Cooling Water mengalami kenaikan

temperatur. Sejumlah baffle berfungsi untuk menturbulensikan aliran pada shell

sehingga membantu mempercepat proses perpindahan panas yang terjadi.

3.8.2. Data Hasil Perhitungan Ammonia Condenser U-EA-404

Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata dari beberapa data yang diperoleh

dari tanggal 11 Agustus 2014 – 15 Agustus 2014 dengan metode Kern, diperoleh

hasil perhitungan kinerja Ammonia Condenser U-EA-404 yang dapat dilihat pada

tabel 16.

Tabel 17. Hasil Perhitungan

ParameterDesain Aktual

Shell Tube Shell Tube

Laju Alir

(Ammonia Gas)

(lb/hr)

11100 - 11100 -

Laju Alir (Cooling

Water)(lb/hr)- 1351000 - 1396000

Panas Fluida

(Btu/hr)271648,08 225421,02

LMTD (oF) 7,1085 4,4

Luas Area (ft2) 2,6694 3,66275 2,6694 3,66275

Reynold Number 23989,8333 23304,52157 25988,98608 24080,76396

ho (Btu/hr ft2 oF) 17,0322 - 16,1555 -

hio (Btu/hr ft2 oF) - 561,6156 - 584,3838

Uc (Btu/hr ft2 oF) 16,5308 15,7209

Ud (Btu/hr ft2 oF) 4,1049 5,8806

Rd (hr ft2oF/Btu) 0,1831 0,1064

Page 17: BAB III

54

3.8.3. Pembahasan

Berdasarkan hasil perhitungan Ammonia Condenser U-EA-404 dengan

metode Kern terhadap data aktual selama 5 hari, maka diperoleh beberapa nilai

yang berkaitan dengan kinerja Ammonia Condenser U-EA-404 seperti heat loss,

overall heat coefficient, fouling factor dan pressure drop.

Ammonia Condenser U-EA-404 pada Ammonia recovery di unit Urea

berfungsi untuk mengubah fase dari Ammonia Gas yang berupa fase gas menjadi

fase cair dengan memanfaatkan Cooling Water sebagai fluida dingin.

Dari perhitungan yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa nilai fouling

factor (Rd) desain lebih besar daripada fouling factor (Rd) aktual. Hal ini

disebabkan karena semakin banyak beban panas yang dapat dilepaskan Q (kalor)

maka nilai Rd akan semakin tinggi, jika kalor yang dilepaskan rendah maka nilai

Rd yang didapatkan akan rendah sehingga mengakibatkan kenaikan tahanan heat

transfer.

Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa adanya penurunan nilai

fouling factor (Rd) pada kondisi aktual kemungkinan disebabkan perubahan nilai

laju alir serta temperatur antara desain dan aktual.

3.9. Kesimpulan dan Saran

3.9.1. Kesimpulan

Dari hasil evaluasi terhadap kinerja Ammonia Condenser U-EA-404 di

unit UreaP-II PT. PUSRI Palembang dapat disimpulkan:

1. Ammonia Condenser (U-EA-404) merupakan alat Heat Exchanger di unit

Urea yang berfungsi untuk merubah fase Ammonia Gas yang berasal dari

U-DA-401 yang kemudian akan diteruskan ke Ammonia Receiver dan

Page 18: BAB III

55

Ammonia Absorber. Media pendingin yang digunakan pada alat ini yaitu

Cooling Water dari unit Utilitas.

2. Nilai fouling factor (Rd) desain lebih besar daripada fouling factor (Rd)

aktual disebabkan karena semakin banyak beban panas yang dapat

dilepaskan Q (kalor) maka nilai Rd akan semakin tinggi.

3. Penurunan nilai fouling factor (Rd) pada kondisi aktual kemungkinan

disebabkan perubahan nilai laju alir serta temperatur antara desain dan

aktual.

3.9.2. Saran

Berdasarkan permasalahan yang terjadi pada Ammonia Condenser U-EA-

404, penulis dapat memberikan saran sebagai berikut :

1. Nilai fouling factor (Rd) harus tetap dijaga agar

tidak melebihi nilai desain sehingga proses perpindahan panas pada

Ammonia Condenser U-EA-404 dapat berlangsung secara optimal.

2. Pada Ammonia Condenser U-EA-404 ini kondisinya

masih baik, namun sebaiknya hingga T.A. (Turn Arround) mendatang

perlu dilakukan pembersihan lebih rutin agar operasi Ammonia Condenser

U-EA-404 dapat berlangsung dengan baik dan mendapatkan hasil yang

optimal.