BAB III,

14
BAB III ANALISIS KASUS Gangguan Ginjal Akut ( Acute Kidney Injury) Di Indonesia definisi AKU belum diterjemahkan secara baku, maka sering di gunakan gangguan ginjal akut (GnGA) sebagai terjemahan AKI Tabel 1. Tahapan GgGA Menurut KDIGO 2 Taha p Kriteria Serum Kreatinin Kriteria Produksi Urin 1 Peningkatan serum kreatinin ≥ 26 µmol/L (0,3 mg/dl) dalam 48 jam atau peningkatan 1,5-1,9 kali dari kadar kreatinin referensi Produksi urin < 0,5 cc/kgBB selama lebih dari 6 jam 2 Peningkatan serum kreatinin 2-2,9 kali dari kadar kreantinin referensi Produksi urin< 0,5 cc/ kgBB selama lebih dari 12 jam 3 Peningkatan kreatinin 3 kali kadar sebelumnya, atau serum kreatinin ≥ 4 mg/ dl atau telah memerlukan Terapi Pengganti Ginjal (tanpa melihat tahapannya) Produksi urin< 0,3 cc/ kgBB selama lebih dari 24 jam atau anuri selama 12 jam Catatan: Kadar kreatinin adalah kadar serum kreatinin pasien terendah dalam 3 bulan terakhir. Seandainya nilai ini tidak diketahui, maka pemeriksaan ukang serum kreatinin dalam 24 jam ( kadar srum kreatinin yang pertama dijadikan kadar referensi) Kriteria RIFLE dapat digunakan secara mudah dan murah untuk menegakkan diagnosis GgGA, dalam praktek klinik, karena hanya

description

,,,,,

Transcript of BAB III,

Page 1: BAB III,

BAB III

ANALISIS KASUS

Gangguan Ginjal Akut ( Acute Kidney Injury)

Di Indonesia definisi AKU belum diterjemahkan secara baku, maka sering di gunakan

gangguan ginjal akut (GnGA) sebagai terjemahan AKI

Tabel 1. Tahapan GgGA Menurut KDIGO2

Tahap Kriteria Serum Kreatinin Kriteria Produksi Urin1 Peningkatan serum kreatinin ≥ 26

µmol/L (0,3 mg/dl) dalam 48 jam atau peningkatan 1,5-1,9 kali dari kadar kreatinin referensi

Produksi urin < 0,5 cc/kgBB selama lebih dari 6 jam

2 Peningkatan serum kreatinin 2-2,9 kali dari kadar kreantinin referensi

Produksi urin< 0,5 cc/ kgBB selama lebih dari 12 jam

3 Peningkatan kreatinin 3 kali kadar sebelumnya, atau serum kreatinin ≥ 4 mg/ dl atau telah memerlukan Terapi Pengganti Ginjal (tanpa melihat tahapannya)

Produksi urin< 0,3 cc/ kgBB selama lebih dari 24 jam atau anuri selama 12 jam

Catatan: Kadar kreatinin adalah kadar serum kreatinin pasien terendah dalam 3 bulan terakhir. Seandainya nilai ini tidak diketahui, maka pemeriksaan ukang serum kreatinin dalam 24 jam ( kadar srum kreatinin yang pertama dijadikan kadar referensi)

Kriteria RIFLE dapat digunakan secara mudah dan murah untuk menegakkan diagnosis GgGA, dalam praktek klinik, karena hanya berdasarkan kenaikan kadar kreatinin serum atau penurunan produksi urin dalam satuan waktu.

Di Negara berkembang insdens GgGA pada populasi umum jarang dilaporkan, Karen tidak semua pasien di rujuk ke rumah sakit.

Tabel 2. Klasifikasi AKIN

Tahap Kriteria Kreatinin Kriteria Produksi urin

Kenaikan kreatiin serum ≥ 0,3 mg/dl (≥ 26.4 µmol/l ) atau kenaikan ≥ 150% sampe 200% (1,5-2 kali lupat dari dasar normal

Kurang dari 0,5 ml/ kg per jam lebih dari 6 jam

Page 2: BAB III,

Kenaikan kreatinin serum > 200% - 300% (> 2-3 kali lipat dari kenaikan nilai dasar kreatinin serum 200%-300% (> 2-3 kali lipat dari nilai dasar

Kurang dari 0,5 ml/ kg per jam lebih dari 12 jam.

Kenaikan kreatinin serum > 300% (>3 kali lipat) dari nilai dasar (or serum creatinine of more that or equalto 4,0 mg/dl (≥354µmol/l) with an acute increase of a least 0,5 mg/dl [ 44 µmol/l).

Kurang dari 0,3 ml/kg per jam lebih dari 24 jam atau anuria 12 jam

Page 3: BAB III,

Hipertensi emergensi

Hipertensi emergensi adalah suatu keadaan darurat dimana tekanan darah yang tidak

terkontrol dapat menyebabkan disfungsi end-organ progresif atau akan datang. Dalam

kondisi ini tekanan darah harus diturunkan secara agresif dari menit ke jam. Kerusakan

neurologis karena tidak terkontrolnya tekanan darah mungkin termasuk ensepalopati

hipertensif, cerebral vaskular, perdarahan intrakranial. Kerusakan kardiovaskular mungkin

termasuk iskemik/infark miokard, disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru akut dan atau

diseksi aorta. Organ lain mungkin bisa terpengaruh yaitu gagal ginjal akut/insufisiensi,

retinopati, eklampsia dan anemia hemolitik mikroangiopati15. Pada pasien ini didapatkan

keadaan edema paru akut dan retinopati hipertensi grade III.

Preavalensi rata-rata 1,25% pendduk derawasa

Penyakit Ginjal Kronis (PGK)

Penyakit ginjal tahap akhir merupakan gangguan ginjal dengan kriteria sebagai berikut : 2,6

Kerusakan ginjal setidaknya selama 3 bulan atau lebih, yang didefinisikan sebagai

abnormalitas struktural atau fungsional ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi

glomerulus (LFG) yang bermanifestasi sebagai kelainan patologis atau kerusakan ginjal,

termasuk ketidakseimbangan komposisi zat dalam darah atau urin serta ada atau tidaknya

gangguan hasil pemeriksaan pencitraan.

LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 lebih dari 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan gnjal.

Pada pasien ini mengalami gangguan ginjal lebih dari 3 bulan yaitu 6 bulan, dengan CCT

perhitungan yaitu 2,48 ml/mnt dan jumlah urin ± 100 ml/24 jam, disertai peningkatan kadar

Page 4: BAB III,

ureum lebih dari 4–5 kali dan kadar kreatinin lebih dari 6 – 10 kali, serta dari gambaran USG

ginjal yaitu contracted kidney ginjal kanan dan kiri telah memenuhi kriteria penyakit ginjal

kronik tahap 5.

Tabel 1. Stadium Disfungsi Renal

Stadium Keterangan

Klirens Kreatinin (~LFG)

(ml/min/1.73m2)

Dampak Metabolik

1 LFG normal atau meningkat(Penderita risiko tinggi atau dengan kerusakan ginjal dini)

>90

2 Insufisiensi renal dini 60-89 Konsentrasi hormon paratoroid mulai meningkat (LFG ~60-80)

3 Gagal ginjal moderat (gagal ginjal kronik)

30-59 Penurunan absorbsi kalsium (LFG <50)

Aktivitas lipoprotein menurun

Malnutrisi Timbul hipertrofi ventrikel

kiri Timbul anemia (defisiensi

eritropoetin)

4 Gagal ginjal berat (tahap awal dari penyakit ginjal stadium akhir)

15-29 Konsentrasi trigliserid mulai meningkat

Hiperfosfatemia Asidosis metabolik Cenderung hiperkalemia

5 Penyakit ginjal stadium akhir (uremia)

< 15 Berkembang azotemia

Page 5: BAB III,

Gejala klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks, meliputi

kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit,

selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular.2,6,7

a. Kelainan hemopoeisis

Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 84 fL), sering ditemukan pada

pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari

100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit.

Pada pasien ini telah terjadi anemia dengan rata-rata Hb 6,0 g/dl, dan gambaran darah

tepi yaitu normokrom normositer, dengan indeks retikulosit 1,4% yang merupakan tipikal

pada penyakit gagal ginjal kronis. Hal ini terjadi berkaitan dengan terganggunya fungsi ginjal

dalam produksi hormon eritropoetin yang berperan dalam proses proliferasi sel darah

merah.2,6,8

Gambar 1. Algoritme diagnosis anemia normokromik normositer

b. Kelainan saluran cerna

Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal

kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam muntah masih belum jelas,

diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia.

Page 6: BAB III,

Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus.

Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet

protein.2,9

Pada anamnesis pasien ini ditemukan keluhan mual. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan nyeri tekan epigastrium. Gejala gastrointestinal bagian atas banyak terjadi pada

pasien gagal ginjal kronis. Mekanisme yang mendasari dan faktor yang berkontribusi pada

perkembangan gastropati sangat kompleks. Hipomotilitas lambung dapat terjadi pada pasien

gagal ginjal kronis. Pasien dengan gangguan aktivitas mioelektrik gaster dan lamanya waktu

pengosongan lambung berperan dalam gejala utama gastrointestinal. Mekanisme yang

mungkin terjadi pada hipomotilitas dipengaruhi oleh hormonal yang terlibat dalam motilitas

gastrointestinal, seperti kolesistokinin, gastrin, dan neurotensin, yang berkurang melalui

ekskresi ginjal, dan disfungsi sistem saraf otonom oleh uremia. Mekanisme sekresi asam

lambung pada patogenesis gastropati uremia masih belum jelas. Abnormalitas endoskopi

sering pada pasien dengan gejala, tetapi dapat juga ditemukan pada pasien tanpa gejala

dengan kondisi gagal ginjal kronik. Gastropati dengan perdarahan merupakan lesi lambung

yang umum ditemukan pada pasien dengan kondisi uremia.

c. Kelainan mata

Gangguan visus dapat terjadi pada pasien gagal ginjal kronik, tetapi keluhan tersebut

dapat cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang

adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis

dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun

anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit

garam kalsium pada konjungtiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan

hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal

kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.2,6,10

Pada pasien, setelah dikonsulkan ke bagian mata ditemukan retinopati hipertensi

grade II okular dekstra dan sinistra, hal ini merupakan proses lama akibat hipertensi yang

dialami oleh pasien.

d. Kelainan kulit

Gatal sering terjadi pada pasien gagal ginjal kronik berkaitan dengan ureum yang

tinggi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada

kulit muka dan dinamakan urea frost.2

Pada pasien tidak dikeluhkan kulit terasa gatal.

e. Kelainan selaput serosa

Page 7: BAB III,

Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada gagal

ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa merupakan salah satu

indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.2

Pada pasien ini, tidak ditemukan gejala dan tanda kelainan selaput serosa

f. Gangguan elektrolit

Gangguan elektrolit merupakan salah satu komplikasi yang penting pada penyakit

ginjal kronik, karena akan mengganggu kualitas hidup dan meningkatkan morbiditas dan

mortalitas. Kelainan laboratorium yang didapatkan biasanya peningkatan kadar fosfor serum,

kadar kalsium serum rendah, normal, atau tinggi, dan hiperkalemia.2

Pada pasien ini didapatkan kadar kalium waktu masuk rumah sakit sedikit tinggi yaitu

5,8 mmol/L dengan kadar Ca 6,4 mg/dL. Untuk mencegah gangguan metabolisme fosfat dan

kalsium maka dapat diberikan suplemen kalsium.2,3,6

g. Kelainan neuromuskular

Pada pasien gagal ginjal kronik dapat mengalami gangguan persarafan, salah satunya

adalah polineuropati. Polineuropati terjadi secara simetris bilateral, yang terjadi akibat

gangguan metabolik oleh zat toksik seperti urea yang tinggi didalam tubuh. 8,10

Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat kompleks.

Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering

dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan dapat

menyebabkan kegagalan faal jantung. Pada pasien ini berdasarkan anamnesis ditemukan

sesak nafas bila beraktivitas berat, berkurang bila beristirahat, tidur nyaman dengan

menggunakan 1 bantal, dari pemeriksaan fisik JVP (5+2) cm H20, ronkhi basah halus

dikedua lapang paru (+),batas kanan LPS dextra, batas kiri ICS VI LAA sinistra..

Berdasarkan kriteria Framingham telah memenuhi minimal 1 kriteria mayor dan 2 kriteria

minor, sehingga dapat didiagnosis sebagai gagal jantung kongestif.11

Penyakit Ginjal Kronik

Progresivitas penyakit ginjal

Penurunan perfusi renal

Penurunan tekanan pengisian

Gagal jantung

Kardiomiopati

Kematian miosit

eritropoetin

Penyakit kardiovaskuler AnemiaKeadaan output tinggi

Kelebihan tekanan dan volum

Page 8: BAB III,

Gambar 2. Skema patofisiologi penyakit ginjal kronik, anemia, dan penyakit

kardiovaskular.12

Sindrom Kardiorenal

Pada pasien ini didapatkan kondisi penyakit ginjal kronis Tahap V ec. nefrosklerosis

hipertensi dengan anemia penyakit ginjal dan gagal jantung kongestif ec. penyakit jantung

hipertensi, dimana kedua keadaan ini termasuk kedalam gangguan organ yang mempengaruhi

organ lain, dalam hal ini jantung dan ginjal.12,13 Oleh karena itu diagnosis banding dengan

sindrom kardiorenal masih belum dapat disingkirkan, karena proses kedua gangguan organ

dapat terjadi, dalam hal ini penyakit ginjal kronis mempengaruhi organ jantung.

Tabel 2. Tipe Sindrom Kardiorenal

Tipe Sindrom Patofisiologi

I Kardiorenal AkutPenurunan fungsi jantung akut (acute cardiogenic shock) yang menyebabkan Gangguan Ginjal Akut (GgGA).

II Kardiorenal KronikPenurunan fungsi jantung kronis (gagal jantung kongestif) yang menyebabkan penyakit ginjal kronis (PGK).

III Renokardiak AkutPenurunan fungsi ginjal akut (iskemi atau glomerulonefritis) menyebabkan gangguan jantung akut (aritmia, iskemia, infark).

IV Renokardiak KronikPenurunan fungsi ginjal kronis (iskemi atau glomerulonefritis kronik) menyebabkan gangguan jantung kronis (LVH, gagal jantung).

Keadaan output tinggi

Kelebihan tekanan dan volum

Page 9: BAB III,

V Kardiorenal SekunderKondisi sistemik (diabetes mellitus, sepsis) menyebabkan gangguan kedua organ.

Suatu keadaan patologi yang mengenai salah satu organ dapat menimbulkan kelainan

pada organ yang lain. Reaksi dari organ dapat terjadi secara akut maupun kronis, dalam hal

ini proses patologis yang terjadi pada jantung dapat menimbulkan penyakit ginjal ataupun

sebaliknya. Pompa jantung menjadi lemah (pumping failure) dan stroke volume menurun,

akibatnya terjadi kelebihan cairan dalam pembuluh darah (volume overload). Bila fungsi

ginjal masih baik maka ginjal akan membantu dengan meningkatkan diuresis dan ekskresi

natrium. Tetapi pada kondisi klinik ini telah terjadi juga gangguan fungsi ginjal sehingga

mekanisme normal tidak berjalan sebagaimana mestinya. Akibat proses inflamasi,

atherosklerosis atau mikroangiopati terjadi gangguan keseimbangan neurohormonal dengan

akibat gangguan ekskresi cairan dan elektrolit dengan konsekuensi volume cairan tubuh

bertambah. Inilah yang disebut CRS yaitu kondisi klinik pasien dengan sesak nafas yang

bertambah berat dan resisten terhadap pengobatan diuretik.12,13,14

Pada pasien ini didapatkan 2 kondisi utama yaitu gagal jantung kongestif ec. penyakit

jantung hipertensi dan penyakit ginjal kronis Tahap V ec. nefrosklerosis hipertensi dengan

anemia penyakit ginjal. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang terhadap pasien, sesak dapat terjadi karena kondisi jantung pasien, berdasarkan

hasil ekokardiografi, didapatkan kesan penyakit jantung hipertensi + preserved LV Function

dengan fraksi ejeksi 56,5%, mengakibatkan perfusi darah yang membawa oksigen ke

jaringan semakin berkurang, sehingga kebutuhan oksigen meningkat. Selain itu, kondisi

jantung yang menurun dan overload cairan, maka terjadi hipertensi pulmonal yang

menyebabkan edema paru akut, sehingga sesak bertambah semakin hebat.

Keadaan kedua kondisi tersebut diperburuk dengan anemia penyakit kronis akibat

penyakit ginjal kronis pasien, dimana produksi eritrosit yang membutuhkan hormon

eritropoetin yang dihasilkan oleh ginjal berkurang. Ketiga kondisi ini yang diduga menjadi

penyebab sesak nafas pada pasien.

Hipertensi emergensi

Page 10: BAB III,

Hipertensi emergensi adalah suatu keadaan darurat dimana tekanan darah yang tidak

terkontrol dapat menyebabkan disfungsi end-organ progresif atau akan datang. Dalam

kondisi ini tekanan darah harus diturunkan secara agresif dari menit ke jam. Kerusakan

neurologis karena tidak terkontrolnya tekanan darah mungkin termasuk ensepalopati

hipertensif, cerebral vaskular, perdarahan intrakranial. Kerusakan kardiovaskular mungkin

termasuk iskemik/infark miokard, disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru akut dan atau

diseksi aorta. Organ lain mungkin bisa terpengaruh yaitu gagal ginjal akut/insufisiensi,

retinopati, eklampsia dan anemia hemolitik mikroangiopati15. Pada pasien ini didapatkan

keadaan edema paru akut dan retinopati hipertensi grade III.