BAB III PEMBAHASAN - repository.bsi.ac.id · 24 BAB III PEMBAHASAN 3.1. Tinjauan Perusahaan
BAB III
description
Transcript of BAB III
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Bahan Percobaan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini ialah larutan induk (BSA 1
mg/mL), larutan sampel protein, larutan Lowry A (Follin ciocalteus dan akuades),
larutan Lowry B (Na2CO3 2% dalam NaOH 0,1 N, Na-K Tartrat, CuSO4.5H2O),
akuades dan tissue roll.
3.2 Alat Percobaan
Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu rak tabung, tabung reaksi,
labu takar 10 mL, gelas kimia 100 mL, pipet ukur 0,2 mL, 1 mL, 2 mL, dan 5 mL,
lambut semprot, buret 50 mL, filler pipet, pipet tetes, statif, dan spektronik 20 D+.
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Pembuatan Larutan Induk
Disiapkan gelas ukur 10 mL, dimasukkan 0,01 gram BSA, ditambahkan
akuades sampai tanda batas dan dikocok untuk menghomogenkan.
3.3.2 Pembuatan Larutan Standar
Pembuatan larutan standar dibuat dengan mengencerkan larutan induk
dengan akuades, volume dan konsentrasi telah dibuat sesuai tabel dibawah:
C standar (ppm) VBSA Vakuades (mL) Vtotal (mL)
0,02 0,04 1,96 2 mL
0,04 0,08 1,92 2 mL
0,06 0,12 1,88 2 mL
0,08 0,16 1,84 2 mL
0,10 0,20 1,80 2 mL
0,12 0,24 1,76 2 mL
Kemudian disiapkan 6 tabung reaksi kedalam tabung dimasukkan akuades
dan diencerkan sampai volume 2 ml, dikocok untuk dihomogenkan.
3.3.3 Pembuatan Pereaksi
A. Lowry A
Dipipet larutan Follin Ciocalteus sebanyak 0,21 mL, menggunakan pipet
skala 5 mL dan kemudian ditambahkan dengan akuades sebanyak 0,21 mL,
dimasukkan kedalam gelas kimia untuk dihomogenkan. (perbandingan 1:1)
B. Lowry B
Kedalam gelas kimia dipipet sebanyak 46 mL larutan Na2CO3 2% dalam
NaOH 0,1 N, kemudian ditambahkan dengan 0,46 mL larutan Na-K-Tartrat 2%,
dan, 0,46 mL larutan CuSO4.5H2O 1% (perbandingan 100:1:1), larutan dikocok
dan homogenkan.
3.3.4 Preparasi Sampel
Dipipet sebanyak 0,02 mL larutan sampel, kemudian ditambahkan dengan
1,98 mL aquades, dengan faktor pengenceran 100 kali.
3.5 Penentuan Kadar Protein Sampel
Dipipet masing-masing sebanyak 2 mL larutan standar 0,02 M; 0,04 M;
0,06 M; 0,08 M, 0,10 M, dan 0,12 M; larutan sampel, dan larutan blanko
(akuades) ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan masing-masing sebanyak 0,46
mL larutan Lowry B, lalu dibiarkan selama 15 menit. Kemudian ditambahkan
0,21 mL larutan Lowry A ke dalam masing-masing tabung reaksi, dan dibiarkan
selama 30 menit. Setelah itu, diukur absorban dari masing-masing larutan dengan
menggunakan spektronik-20 pada panjang gelombang maksimum.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tabel Pengamatan
Tabel 1. Penentuan panjang gelombang maksimum
Panjang Gelombang (nm) Absorban
660 0,325
670 0,326
680 0,329
690 0,334
695 0,334
700 0,334
705 0,335
710 0,333
Grafik 1. Hasil pengamatan penentuan panjang gelombang maksimum
650 660 670 680 690 700 710 7200.32
0.322
0.324
0.326
0.328
0.33
0.332
0.334
0.336
Konsentrasi
Abso
rban
Y= 4013x - 640
4.2 Penentuan kadar protein
Tabel 2. Hasil pengamatan penentuan kadar protein
Konsentrasi sampel (ppm)
Absorban
0,02 0,142
0,04 0,160
0,06 0,335
0,08 0,448
0,10 0,520
0,12 0,590
Sampel A 0,160
Grafik 1. Hasil pengamatan penentuan kadar protein
0 1 2 3 4 5 6 7 80
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
f(x) = 0.0323571428571429 x + 0.220285714285714f(x) = 0.0323571428571429 x + 0.220285714285714
ppm
Abso
rbas
i
4.3 Reaksi
4.4 Pembahasan
Dalam praktikum ini penetapan kadar protein dilakukan dengan metode
lowry. Protein standar yang digunakan adalah BSA (Bovine Serum Albumin).
Albumin merupakan salah satu jenis protein globuler yang larut dalam air dan
terkoagulasi oleh panas. BSA dalam praktikum ini berfungsi untuk membuat
larutan standar. BSA digunakan karena stabilitas untuk meningkatkan sinyal
dalam tes, kurangnya efek dalam reaksi biokimia.
Reagen yang digunakan dalam uji lowry salah satunya adalah reagen
Follin Ciocalteu. Follin-Ciocalteu merupakan pereaksi kompleks yang berisi
fosfomolibdat dan fosfotungstat. Fungsi dari reagen ini adalah membentuk
kompleks warna biru yang disebabkan dari reaksi antara tirosin yang ada dalam
protein dengan fosfomolibdat dan fosfotungstat.
Yang dikerjakan terlebih dahulu adalah membuat pereaksi Lowry A dan
Lowry B masing-masing dibuat dengan tekaran yang sesuai dengan kebutuhan,
misalnya Lowry A dibuat dengan memipet larutan Follin sebanyak 0,21 mL dan
ditambahkan dengan akuades dengan jumlah yang sama (perbandingan 1:1).
Kemudian dibuat larutan Lowry B dengan memipet larutan Na2CO3 2% sebanyak
46 mL kemudian ditambahkan dengan 0,46 mL larutan Na-K-Tartrat 2%, dan,
0,46 mL larutan CuSO4.5H2O 1% (perbandingan 100:1:1).
Metode Lowry merupakan pengembangan dari metode Biuret. Dalam
metode ini terlibat 2 reaksi. Awalnya, kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk
sebagaimana metode biuret, yang dalam suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi
menjadi Cu(I). Ion Cu+ kemudian akan mereduksi reagen Folin Ciocalteu,
kompleks phosphomolibdat-phosphotungstat akan menghasilkan heteropoly-
molybdenum blue akibat reaksi oksidasi gugus aromatik (ranti samping asam
amino) terkatalis Cu, yang memberikan warna biru intensif yang dapat dideteksi
secara kolorimetri.
Kekuatan warna biru terutama bergantung pada kandungan residu
tryptophandan tyrosine-nya. Keuntungan metode Lowry adalah lebih sensitif (100
kali) daripada metode Biuret sehingga memerlukan sampel protein yang lebih
sedikit. Batas deteksinya berkisar pada konsentrasi 0.01 mg/mL. Namun metode
Lowry lebih banyak interferensinya akibat kesensitifannya.
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban
suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrofotometer dapat
mengukur serapan di daerah tampak, UV (200-380 nm) maupun IR (> 750 nm)
dan menggunakan sumber sinar yang berbeda pada masing-masing daerah (sinar
tampak, UV, IR).
Pada penentuan kadar protein, digunakan panjang gelombang kisaran
600-800 nm, karena konstituen utama reagen follin dan ciocalteus yaitu biru
tungsten dan biru molibdenum menunjukkan puncak serapan dipanjang
gelombang tersebut.
pada analisa kadar protein terlarut (soluble protein). Protein terlarut
dalam larutan tidak memiliki warna. Oleh karena itu, larutan ini harus dibuat
berwarna agar dapat dianalisa. Reagent yang biasa digunakan adalah reagent
Folin. Saat protein terlarut direaksikan dengan Follin dalam suasana sedikit basa,
ikatan peptida pada protein akan membentuk senyawa kompleks yang berwarna
biru.
Dari tabel yang diperoleh menunjukkan hasil bahwa semakin tinggi nilai
panjang gelombang, maka semakin tinggi pula serapan spektum cahayanya, begitu
pun untuk nilai absorban dan dan konsentrasi larutan, semakin tinggi konsentrasi
larutan maka nilai absorbannya juga semakin tinggi, dan karena semakin tinggi
intensitas warna biru menandakan banyaknya senyawa kompleks yang terbentuk
yang berarti semakin besar konsentrasi protein terlarut dalam sampel.
Larutan standar yang digunakan dibuat dengan konsentrasi yang berbeda-
beda dengan tujuan untuk menentuan kurva baku, persamaan garis lurus yang
diperoleh adalah Y= 4013x – 640 yang didapatkan dengan cara menentukan nilai
intercept dan slope larutan standar, sehingga dari persamaan ini bisa diketahui
kadar protein yang ada dalam sampel, pada konsentrasi 0,02 mg/mL dan hasil
perhitungannya didapatkan larutan protein dalam sampel sebesar 0,160 mg/mL.
Pada tabel 1 hasil pengamatan penentuan panjang gelombang maksimum,
pada panjang gelombang 690, 695, dan 700 nm ternyata diperoleh nilai absorban
yang sama, dimana kita ketahui semakin meningkat konsentrasi larutan maka nilai
absorbannya pun ikut meningkat, tentunya hal ini dipengaruhi oleh faktor tertentu,
misalnya, saat memipet larutan ketelitian yang dipakai harus benar-benar baik
namun karena pengaruh alat filler yang longgar saat sedang digunakan maka
larutan yang dipipet tersebut kurang tepat, serta saat pemipetan larutan-larutan
lainnya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan ini, didapatkan kesimpulan bahwa kadar protein
dalam larutan contoh adalah 1,60 mL
5.2 Saran
5.2.1 Laboratorium
Ada baiknya untuk alat yang rusak segera digantikan dengan alat masih
baik fungsi dan kerja alatnya, karena pengukuran menggunakan alat yang kurang
tepat kegunaanya akan sangat mempengaruhi hasil akhir dari percobaan.
5.2.2 Percobaan
Untuk penentuan kadar protein dalam praktikum sebaiknya juga
menggunakan metode Biuret, untuk membandingkan dan mengetahui perbedaan
spesifik dari kedua metode yang ada.
5.2.3 Asisten
Sebaiknya sebelum hari pelaksaan praktikum diberikan arahan tentang
percobaan, misalnya prosedur pelaksanaan berhubung karena yang didalam buku
penentun adalah metode Biuret sehingga dalam pelaksaan praktikum waktu yang
digunakan bisa lebih diefisienkan.
LAMPIRAN 1 :
BAGAN KERJA PENENTUAN KADAR PROTEIN
1. Penentuan larutan induk BSA 1 mg/mL
- Dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL
- Ditambahkan dengan akuades hingga tanda batas
- Dikocok dan dihomogenkan
2. Pembuatan larutan standar
- Dipipet 0,04 mL, 0,08 mL, 0,12 mL, 0,16 mL, 0,20 mL, dan 0,24
mL
- Dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berbeda.
- Ditambahkan akuades sampai volume 2 mL
3. Pembuatan pereaksi
Lowry As
- Dimasukkan kedalam gemas kimia
- Ditambahkan akuades sebanyak 2,1 mL
- Dikocok dan dihomogenkan
Lowry B
BSA 0,01 gram
Hasil
Larutan induk 1 mg/mL
Hasil
Follin Ciocalteus 2,1 mL
Hasil
Na2CO3 2% 46 mL
- Dimasukkan kedalam gelas kimia
- Ditambahkan CuSO4.5H2O 1% sebanyak 0,46 mL
- Ditambahkan larutan Na-K-Tartrat 2% sebanyak 0,46 mL
- Dikocok dan dihomogenkan
4. Preparasi sampel
- Dimasukkan kedalam labu takar 25 mL
- Ditambahkan akuades sampai tanda batas
- Dikocok hingga homogen
5. Penentuan kadar protein
- Dimasukkan ke tabung reaksi sebanyak 2 mL
- Ditambahkan 0,21 mL Larutan Lowry B dan
didiamkan selama 15 menit
- Ditambahkan 46 mL larutan Lowry A dan
didiamkan selama 30 menit
- Dimasukkan kedalam spektromter, diukur
absorbannya pada λ Maksimum
LAMPIRAN 2 :
Hasil
Sampel
Hasil
Standar Sampel Blanko
Hasil
PERHITUNGAN
1. Perhitungan larutan induk
1 mg = 1 mL
x = 10 mL
x = 10 mL x1mg
1mL
x = 10 mg = 0,01 gr BSA (dilarutkan dalam labu ukur 10 mL).
2. Perhitungan larutan standar
2.1 Untuk standar 0,02 mg/mL
V1 M1 = V2 M2
X . 1mg/mL = 2 mL . 0,02 mg/mL
X = 0,04 mL
2.2 Untuk standar 0,04 mg/mL
V1 M1 = V2 M2
X . 1mg/mL = 2 mL . 0,04 mg/mL
X = 0,08 mL
2.3 Untuk standar 0,06 mg/mL
V1 M1 = V2 M2
X . 1mg/mL = 2 mL . 0,06 mg/mL
X = 0,12 mL
2.4 Untuk standar 0,08 mg/mL
V1 M1 = V2 M2
X . 1mg/mL = 2 mL . 0,08 mg/mL
X = 0,16 mL
2.5 Untuk standar 0,10 mg/mL
V1 M1 = V2 M2
X . 1mg/mL = 2 mL . 0,10 mg/mL
X = 0,20 mL
2.6 Untuk standar 0,12 mg/mL
V1 M1 = V2 M2
X . 1mg/mL = 2 mL . 0,12 mg/mL
X = 0,24 mL
3. Penentuan kadar protein
Persamaan garis dari kurva diatas diperoleh y = 4013x – 640 sehingga, dapat
digunakan untuk menentukan kadar protein dalam sampel :
y = 4013x – 640
0,02 = 4013x – 640
640,02 = 4013x
x = 0,16 mg/mL
jadi, kadar protein dapat diketahui berdasarkan rumus = x . FP
= 0,16 mg/mL x 100
= 16 mg/mL
LEMBAR PENGESAHAN
Makassar, 17 Maret 2014
ASISTEN PRAKTIKAN
AGUSTIANA YENNI OCTAVIANA
LAMPIRAN 3 :
FOTO PERCOBAAN
1. Masing-masing larutan setelah ditambahkan larutan Lowry B.
2. Masing-masing larutan setelah ditambahkan Lowry A.