BAB III
Click here to load reader
-
Upload
sarii-amira -
Category
Documents
-
view
218 -
download
2
description
Transcript of BAB III
BAB III
DISKUSI
1. Pasien merupakan resiko tinggi dalam kehamilan
2. Penyebab IUFD
3. Penanganan pada kasus ini
4. Kontrasepsi yang akan digunakan post persalinan
1. Resiko Tinggi pada Kehamilan
Pasien ini memiliki resiko tinggi dalam kehamilan, diantaranya adalah pasien
telah memiliki penyakit hipertensi sebelum hamil. Dimana ini merupakan faktor-
faktor yang dapat membahayakan keadaan ibu maupun janin yang dikandung.
Diagnosis superimposed preeclamsia ditegakkan berdasarkan tekanan darah
yang meningkat ≥ 140/90 mmHg sebelum umur kehamilan 20 minggu dengan
disertai adanya proteinuria saat usia kehamilan di atas 20 minggu.
Pada kasus ini, dari anamnesis didapatkan bahwa pasien telah menderita
penyakit hipertensi sejak ± 4 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
tekanan darah pasien adalah 220/100 mmHg. Penderita menyangkal adanya riwayat
nyeri kepala, penglihatan kabur dan nyeri epigastrium. Pada pasien ini juga
didapatkan adanya protein yang positif dalam urin pada pemeriksaan penunjang
urinalisis.
17
2. Penyebab IUFD
Intrauterine fetal death (IUFD) menurut ICD 10 adalah kematian fetal atau janin
pada usia gestasional ≥ 22 minggu. WHO dan American College of Obstetrician and
Gynecologist (1995) menyatakan IUFD adalah janin yang mati dalam rahim dengan
berat 500 gram atau lebih atau kematin janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu
atau lebih.
Penyebab terjadinya IUFD diantaranya adalah peningkatan usia maternal, adanya
penyakit medis maternal, kelainan kromosom, kelainan kongenital janin, komplikasi
plasenta dan tali pusat, infeksi, dan penyebab lain yang tidak dapat dijelaskan.
Penyebab lain yang juga berpengaruh adalah adanya kebiasaan merokok sang ibu,
berat maternal, kunjungan antenatal care dan faktor sosioekonomi.
Pada kasus ini, dari anamnesis didapatkan bahwa pasien tidak merasakan
pergerakan janinnya sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pada pemeriksaan fisik
yaitu pemeriksaan obstetrik, didapatkan gerakan janin negatif dan pada pemeriksaan
dengan Doppler tidak terdengar bunyi jantung janin. Dan didukung juga dari hasil
pemeriksaan penunjang menggunakan ultrasonografi (USG), yaitu fetal movement
negatif, fetal heart movement negatif, adanya tulang tengkorak saling tutup menutupi
(Spalding’s sign) dan femur length yang tidak sesuai. Hal ini turut membuktikan
bahwa adanya kematian janin intra uterin atau intrauterine fetal death (IUFD).
18
3. Penangan pada kasus ini
Penanganan suatu kasus harus berdasarkan indikasi, sesuai prosedur yang telah
ditetapkan serta harus disertai dengan persetujuan pasien. Ini merupakan dasar yang
harus selalu diingat dalam melakukan penanganan berbagai kasus medis. Penanganan
superimposed preeclampsia sendiri dapat dibedakan menjadi perawatan konservatif dan
perawatan aktif.
1. Perawatan konservatif
Indikasi: umur kehamilan preterm (<37 minggu) dan tanpa adanya tanda-
tanda impending eklampsia serta janin dalam keadaan baik.
2. Perawatan aktif
Indikasi:
a. Ibu: umur kehamilan >37 minggu, terdapat tanda-tanda impending
eklampsia, atau gagal pengobatan konservatif.
b. Janin: apabila terdapat gawat janin, atau terdapat intrauterine growth
retardation (IUGR)
c. Laboratorik: adanya sindroma HELLP (hemolytic, elevated liver enzymes, dan
low platelet count)
Pada kasus ini, pasien datang dengan superimposed preeclampsia dan IUFD sehingga
perawatan yang dilakukan adalah perawatan aktif.
Perawatan aktif dibagi dalam pengobatan medisinal dan penanganan obstetrik.
Pada pengobatan medisinal, yaitu dilakukan resusitasi cairan (ringer laktat, ringer
asetat, atau koloid) sambil mengawasi balans cairan, serta pemasangan kateter. Selain
19
itu, pasien diberikan obat anti kejang MgSO4 60% IV Drips 15 cc. Kemudian diberikan
MgSO4 40% IV Bolus 10 cc secara perlahan-lahan selama 15 menit. Syarat
pemberian MgSO4 ialah:
1. Tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium glukonas 10% (1 gram dalam
10 cc) diberikan i.v. 3 menit
2. Refleks patella (+) kuat
3. Frekuensi pernapasan >16x/menit. Dalam kasus ini, frekuensi pernapasan
24x/menit
4. Produksi urin >100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5cc/kgBB/jam). Dalam
kasus ini, kateterisasi urin ± 150 cc dalam waktu kurang dari 4 jam.
Dalam kasus ini syarat-syarat tersebut kurang lebih sudah terpenuhi, sehingga
pemberian MgSO4 merupakan langkah yang tepat, sesuai indikasi dan prosedur.
Pengobatan antihipertensi digunakan pada pasien dengan tekanan darah
sistolik >180 mmHg, dan tekanan diastolik >100 mmHg. Dalam kasus ini, tekanan
darah pasien mencapai 220/100 mmHg, sehingga pemberian obat antihipertensi
merupakan langkah yang tepat, sesuai indikasi dan prosedur.
Selain pengobatan medisinal, dilakukan juga penanganan obstetrik dengan
cara terminasi kehamilan. Penanganan obstetrik ini dibedakan atas:
1. Belum inpartu:
a. Dilakukan induksi persalinan dengan cara amniotomi dan oksitosin
drip dengan syarat skor Bishop >5.
20
b. Seksio sesarea dilakukan apabila syarat oksitosin drip tidak terpenuhi,
atau adanya kontraindikasi oksitosin drip, atau pada12 jam sejak
dimulainya oksitosin drip belum masuk fase aktif.
2. Sudah inpartu:
a. Kala I, fase laten dilakukan amniotomi dan oksitosin drip, sekurang-
kurangnya 15 menit setelah pengobatan medisinal.
b. Seksio sesarea dilakukan apabila setelah 5 jam setelah amniotomi belum
terjadi pembukaan lengkap.
c. Kala II, pada persalinan pervaginam diselesaikan dengan partus buatan.
Penanganan yang dilakukan pada kasus ini didasarkan atas indikasi diagnosis
superimposed preeclampsia dengan IUFD. Oleh dasar indikasi diagnosis tersebut, maka
dilakukan perlunakan portio terlebih dahulu dengan pemberian Misoprostol 1/8 tablet
lalu diberikan oksitosin drip. Alasan diberikannya Misoprostol adalah untuk
melunakkan portio, sebab pada kasus ini umur kehamilannya adalah 31 – 32 minggu
dimana belum waktunya melahirkan dan karena adanya intrauterine fetal death yang
harus segera dikeluarkan. Setelah portio lunak, lalu dilakukan oksitosin drip yang
bertujuan untuk menimbulkan his.
4.Kontrasepsi Post Partum
Pada kasus ini, pasien telah memiliki jumlah anak yang cukup yaitu dua orang
anak, umur pasien di atas 35 tahun serta mengingat bahwa pasien memiliki penyakit
hipertensi. Karena itu dianjurkan agar dilakukan kontrasepsi mantap dengan
21
sterilisasi. Namun pada kasus ini, pasien dan keluarga menolak, sehingga meskipun
ada indikasi dan sesuai prosedur, tidak dilakukannya sterilisasi merupakan langkah
yang tepat karena tidak disertai persetujuan pasien ataupun keluarga pasien.
22
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan dan saran
Superimposed Preeclampsia pada kehamilan pada umumnya berakhir dengan
baik bila dilakukan pemeriksaan ante natal yang teratur dan berkualitas terhadap ibu
hamil maupun terhadap janin yang dikandungnya. Selain itu bila ditemukan penyulit
maka dapat dilakukan diagnosis dan penanganan sedini mungkin.
Pada ibu ini dianjurkan untuk melakukan kontrasepsi mantap yaitu sterilisasi
mengingat usia ibu sudah 39 tahun dan jumlah anak yang sudah cukup.
23